You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Landasan Teori


Otot polos memperlihatkan aktivitas intrinsik elektrik maupun mekanik, yang
diubah tapi tidak menemukan saraf otonom. Pada otot polos yang terionisasi,
pemberian Ach 10-7-10-6 menurunkan potensial istirahat (menjadi kurang
negative) dan meningkatkan frekuensi potensial aksi, disertai peningkatan
tegangan. Dalam hal ini Ach melalui reseptornya menyebabkan depolarisasi
parsial membrane seldengan cara meningkatkan konduktivitas terhadap Na+ dan
mungkin Ca++.
Pada sel efektor tertentu yang dihambat oleh impuls kolinergik, Ach
menyebabkan hiperpolarisasi membran melalui peningkatan K+ dan Cl-.
Konsep reseptor α dan β pada sel efektor yang distimulasi oleh agonis
adrenergic dan yang dihambat oleh antagonisnya, memudahkan pengertian
tentang mekanismekerja obat adrenergic.
Pada umumnya efek yang ditimbulkan melalui reseptor α pada otot polos adalah
perangsangan. Sebaliknya reseptor β pada otot polos akan menghasilkan efek
penghambatan. Salah satu pengecualian pada otot polos usus yang mempunyai
kedua reseptor yaitu α danβ. Aktivasi reseptor α1 maupun α2 pada otot polos
menimbulkan kontraksi, kecuali pada otot polos usus menimbulkan relaksasi.

1.2 Tujuan praktikum


1. Dapat memahami prinsip-prinsip percobaan farmakologi dengan
menggunakan sediaan usus terpisah
2. Memahami efek farmakologis obat agonis dan antagonis pada jaringan usus.
3. Menghitung afinitas dan seletifitas obat terhadap reseptor pada sediaan usus
terpisah.
BAB II

METODE PRAKTIKUM

2.1 Alat dan bahan:

- Ileum tikus (3-4 cm)


- Organ bath
- Larutan tyrode
- Pompa udara

2.2 Cara kerja:

1. Tikus yang telah dibunuh, diambil ileumnya sepanjang 3-4 cm


2. Ileum dimasukkan ke dalam organ bath yang berisi larutan tyrod dengan
temperatur 37 oC dan diaerasi dengan udara dari pompa udara
3. Besar kontraksi ileum dicatat pada kertas kymograph melalui software
pengukuran.
4. Respon organ terhadap obat dapat dilihat dengan pemberian obat ke dalam
larutan di dalam organ bath.

2.3 Prosedur kerja

Pada praktikum ini dapat dilihat:

- Perubahan tonus
- Perubahan kontraksi
- Mula kerja dan masa kerja obat
a. Respon organ terhadap pemberian metacolin (Cholinoseptor agonist)
Injeksikan obat agonis ke dalam larutan di dalam organbath. Gantilah
larutan dengan volume yang sama setelah kontraksi usus mulai turun (±1
menit). Tunggu aktivitas ileum kembali normal sebelum memberikan obat
berikutnya (lebih kurang 3 menit)
No. Konsentrasi Volume Konsentrasi
Metakolin (M) Metakolin (cc) Metakolin dalam
organ bath (M)
1. 2,5 x 10-6 1,8 10-7
2. 2,5 x 10-6 1,8 10-6
3. 2,5 x 10-6 1,8 10-5
4. 2,5 x 10-6 1,8 10-4
5. 2,5 x 10-6 1,8 10-3
6. 2,5 x 10-6 1,8 10-2
7. 2,5 x 10-6 1,8 10-1

b. Respon organ terhadap pemberian cholinoceptor antagonist (atropin)


i. Siapkan usus terpisah dalam organ bath dengan larutan baru (dari
percobaan b)
ii. Berikan atropine pada larutan dalam organ bath sebesar 0,2 ul
dengan konsentrasi 3 x 10-6 M. Konsentrasi atropine dalam organ
bath 3 x 10-8 M (volume larutan 25 ml). Tunggu 1 menit.
iii. Berikan asetilkolin sesuai dengan urutan konsentrasi pada a
dengan cara seperti pada a.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1 Data
1. Grafik (10-7)

Grafik pertama adalah grafik pemberian metakolin tanpa atropin,


sedangkan grafik kedua adalah grafik pemberian atropine yang belum
menunjukan reaksi kontraksi. Pada grafik pertama mengalami efek
maksimal sebesar 0,06 dan pada grafik kedua tidak mencapai efek
maksimal.
2. Grafik (10-6)

Grafik pertama adalah grafik pemberian metakolin tanpa atropin,


sedangkan grafik kedua adalah grafik pemberian metakolin setelah
pemberian atropine. Pada grafik pertama mengalami efek maksimal
sebesar 0,26 dan pada grafik kedua terlihat masih belum mencapai efek
maksimal, hal ini menunjukan otok tidak mengalami kontraksi.
3. Grafik (10-5)

Grafik pertama adalah grafik pemberian metakolin tanpa atropin,


sedangkan grafik kedua adalah grafik pemberian metakolin setelah
pemberian atropin. Pada grafik pertama mengalami efek maksimal
sebesar 0,3dan pada grafik kedua tidak mengalaimi efek maksimal karena
grafik menunjukan angka (-).
4. Grafik (10-4)

Grafik pertama adalah grafik pemberian metakolin tanpa atropin,


sedangkan grafik kedua adalah grafik pemberian metakolin setelah
pemberian atropin. Pada grafik pertama mengalami efek maksimal
sebesar 0,55 dan pada grafik kedua baru mengalami efek maksimal
sebesar 0,2.
5. Grafik (10-3)

Grafik pertama adalah grafik pemberian metakolin tanpa atropin,


sedangkan grafik kedua adalah grafik pemberian metakolin setelah
pemberian atropin. Pada grafik pertama mengalami efek maksimal
sebesar 0,55 dan pada grafik kedua mengalami efek maksimal sebesar
0,5.
6. Grafik (10-2)

Grafik pertama adalah grafik pemberian metakolin tanpa atropin,


sedangkan grafik kedua adalah grafik pemberian metakolin setelah
pemberian atropin. Pada grafik pertama mengalami efek maksimal
sebesar 0,3dan pada grafik kedua

Pada tabel diatas pemberian dosis yang meningkat ditujukan untuk


mendapatkan dosis maksimal suatu obat. Tanda jika obat tersebut sudah
mencapai dosis maksimalnya yaitu ketika usus tikus tersebut tidak
bergerak atau memberikan grafik menurun walaupun sudah diberi obat.
Pada pemberian usus tikus dengan metakolin saja, memberikan dosis
maksimal sebesar 10-2 dan pada obat yang diberi metakolin dan atropin
memberikan dosis maksimal yang sama.
Jika kita bandingkan efikasi dari usus yang diberi metakolin saja
dengan yang ditambah atropin, efikasi keduanya sama besar
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Prinsip Praktikum Sediaan Organ Terpisah


Percobaan menggunakan usus terpisah merupakan salah satu
percobaan klasik didalam fisiologi dan farmakologi untuk pembelajaran aksi
obat dan control otonom kontraksi otot polos (motility).
Pada dasarnya, metode ini hanyalah laporan dan modifikasi dari percobaan
asli yang dilakukan oleh finkleman pada tahun 1930 sebagai pembelajaran
control otonom motalitas usus.
Tehnik organ terpisah dapat digunakan degan efektif untuk
mendapatkan informasi tentang cara kerja suatu obat dan reseptor yang ada
pada obat tersebut. Hal-hal yang harus dikerjakan dalam tehnik organ terpisah
adalah:
1. Memisahan organ yang ingin diujikan dari badan hewan coba.
2. Perlunya jaringan untuk fisiologis yang cocok pada situasi in vivo.
3. Adanya keinginan untuk menstimulasi peredaran alami pada organ.
4. Pembelajaran analisis mandiri terhadap organ dapat dilakukan
5. Dengan mengatur besar organ kita dapan melihat fisiologis yang terjadi
atau efek yang terjadi, sehingga kita dapat menentukan interaksi apa yang
telah terjadi.
6. Efikasi relative dari agonis dapat diukur dengan segera. (furchgott, 1978 ;
mehendale, 1989)
Banyak factor yang menjadi pertimbangan ketika memilih organ
terpisah dalam melakukan penelitian farmakologi untuk menggambarkan
kesimpulan yang valid.
1. Hewan coba
Harga dan tersedianya hewan coba, penggunaan AGC, berat serta
tegang atau tidaknya hewan coba dapat menjadi pertimbangan untuk
melakukan tehnik organ terpisah.
2. Pengawetan jaringan agar tetap bertahan hidup
3. Oksigen
Pelepasan oksigen yang adekuat menjadi pertimbangan utama.
4. Temperature
Medium temperature juga menjadi pertimbangan utama.(Blinks, 1967)
5. pH larutan
standar pH dapar berpengaruh terhadap ionisasi obat atau dapat
merubah susunan kimia pada reseptor, dengan demikian dapat
merubah moieties yang mana akan berinteraksi dengan respon produk
(Ko dan Paradise,1971)

Manfaat dari system organ terpisah adalah, untuk memudahkan


peneliti mengamati efek yang terjadi pada organ tersebut, contoh pada
organ usus, kita dapat melihat kontraksi yang terjadi pada usus
tersebut.

4.2 Prinsip Kontraksi Usus sebagai Organ Otonomik


1. Persarafan otonomik usus
Persarafan motorik spinchter ani interna beasal dari serabut saraf
simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut
parasimpatis (N.spanchnicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua
jenis saraf ini membentuk pleksus rektalis.
Sistem saraf otonom intrinsic pada usus terdiri dari :
a. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal.
b. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas otot sirkuler.
c. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.
2. Isolated usus masih ada efek kontraksi
Pada praktikum ini organ usus terpisah terdapat ganglion yang
menempel pada organ sehingga ia hanya perlu impuls untuk dapat
merangsang ganglion agar dapat berkontraksi. Impuls itu tidak akan
didapat jika organ berada atmosfer, sehingga perlunya zat perantara untuk
menghasilkan kontraksi pada usus terpisah yaitu dengan memberikan
metakolin yang dicampur dengan larutan infuse. Cairan metakolin
termasuk kedalam bagian aetilkolin, bedanya metakolin berdasarkan sifat
farmakologisnya sifat kerjanya lebih lama dari asetilkolin, potensi
muskarinik hamper sama dengan asetilkolin dan potensi nikotinik kurang
dari asetilkolin. Asetilkolin merupakan neurotransmitter yang digunakan
oleh serat preganglion simpatis dan parasimpatis. Ach juga dignakan
sebagai neurotransmitter posganglion serat parasimpatis.
Serat otonom pascaganglion ini tidak berakhir di satu benjolan
terminal saja, namun cabang-cabang terminal serat otonom memiliki
banyak pembengkakan atau benjolan yang disebut sebagai varicosities,
yang secara bersamaan mengeluarkan neurotransmitter ke suatu daerah
yang luas di organ yang disarafi dan bukan hanya di satu sel saja.
Pelepasan neurotransmitter yang difus ini, disertai kenyataan bahwa setiap
perubahan aktivitas listrik yang terjadi menyebar keseluruh massa otot
polos atau otot jantung melalui taut celah, menyebabkan aktivitas otonom
biasanya mempengaruhi organ keseluruhan bukan sel-sel tertentu.
(Sherwood, 2012)
Ach juga berperan dalam persisteman parasimpatis, yaitu sebagai
neurotransmitter pascaganglion. Sistem parasimpatis sangat berperan
dalam system pencernaan. Sistem ini mendominasi pada keadaan tenang
dan santai. Sistem parasimpatis merupakan tipe rest and digest, yaitu
istirahat dan cerna sekaligus memperlambat aktivitas-aktivitas yang
ditingkatkan oleh system simpatis. Berikut contoh efek stimulasi
parasimpatis pada system pencernaan :
1. Meningkatkan motilitas organ pencernaan
2. Relaksasi sfingter (untuk memungkinkan gerakan maju isi saluran
pencernaan)
3. Stimulasi sekresi pencernaan
4. Stimulasi sekresi pancreas eksokrin
5. Pengeluaran banyak liur encer kaya enzim.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
a. Respon asetilkolin pada usus
Pemberian metakolin memberikan efek gerak peristaltic pada
sediaan usus terpisah berdasarkan hasil percobaan menggunakan
alat Organ Bath
b. Pemberian atropin dan asetilkolin
Pemberian atropine dan metakolin memberikan efek terhentinya
pergerakan usus tikus sehingga a terhadap
Berdasarkan data diatas pada percobaan dengan pemberian atropin
pada ileum tikus membutuhkan dosis metakolin yang lebih tinggi daripada
yang tidak diberi dan mengurangi efek maksimal tiap dosisnya, Sehingga
dapat kita disimpulkan atropine termasuk dalam golongan obat antagonis
muskarinik kompetitif.

You might also like