Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Adinia Nugrahini
201610401011026
Pembimbing
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
2018
1
I. IDENTITAS
A. PENDERITA
B. IBU KANDUNG
2
C. GENOGAM (minimal 3 generasi)
2. Ny. KL, 40th 3. Ny. KM, 38th 4. Ny.LA, 35th 7. Tn. GH, 40th
Pedagang/2jt Karyawan/ 2jt Wiraswasta/ Wiraswasta/ 1,5jt
perbulan/ SMA perbulan/SMA 1,5jt perbulan/ perbulan/ SMA
SMK
Keterangan :
= Laki-laki
9. An. DF/ 3th
8. An. RK/5th
Pelajar
= Perempuan
= Pasien
X = Meninggal
= Tinggal serumah 3
D. INTERAKSI DALAM KELUARGA
Keterangan
Status
Nama Usia Pekerjaan Hubungan Keluarga Domisili
No Sex Perkawinan
(Inisial) (Bln/Th) (deskripsi lengkap) (S, I, AK, AA) Serumah
(TK, K, J, D)
Ya Tdk
1 Ny. TS P 57 Sudah tidak bekerja Nenek pasien K √
2 Ny. KL P 40 Pedagang Kaki Lima Kakak dari ibu pasien K √
3 Ny. KM P 38 Karyawan pabrik Kakak dari ibu pasien K √
4 Ny. LA P 35 Wiraswasta (penjual kerupuk) Ibu pasien K √
5 Tn. TP L 70 Sudah tidak bekerja Kakek pasien K √
6 Ny.MN P 60 Sudah tidak bekerja Nenek pasien K √
7 Tn. GH L 40 Wiraswasta (penjual kerupuk) Ayah pasien K √
8 An.RK P 5 Pelajar Pasien TK √
9 An. DF L 3 - Adek pasien TK √
4
II. DATA DASAR KESEHATAN
STATUS MEDIS (Klinis)
KU : Panas
Anamnesis :
RPS : Ibu dan Ayah pasien datang ke IGD membawa anaknya dengan
penurun panas dari mantri, kemudian panas lagi. Pasein juga muntah 2
kali sejak hari ini, menggigil (-), mengigau (-), mimisan(+), gusi
RPD : pernah sakit seperti ini sebelumnya saat usia 5 bulan, alergi makanan
RPK : tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
RPsos :
Pem. Fisik :
Kesan Umum : Cukup
GCS : 456
5
BB : 25 kg
TB : 110cm
Vital Sign:
RR : 20 x/menit
Temp : 39oC
Kepala/Leher: Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-), dispneu (-), PBI 3mm/3mm,
Thoraks: Inspeksi: Bentuk dada normal, Gerak nafas simetris. Palpasi: Gerak nafas
simetris, Fremitus simetris. Perkusi: Sonor +/+. Auskultasi: vesikular +/+, Rhonki -/-,
Wheezing -/-
Abdomen: Inspeksi: perut datar. Palpasi: soepel (+), turgor kulit normal, hepar dan
llien tidak teraba. Perkusi: timpani . Auskultasi: Bising usus (+) meningkat
Ekstremitas: akral kering hangat seluruh ekstremitas, oedem (-), CRT < 2 dtk,
petekie (-)
Pemeriksaan Penunjang :
DarahLengkap:
- Hb : 13,3 gr/dl
- Hct : 43,1%
- Leukosit : 5.600 uL
- Eritrosit : 5.33 uL
6
Riwayat Sosial, Budaya, Ekonomi, Lingkungan dll
IRRASIONAL)
-Orang tua pasien berusaha untuk memberikan makanan yang bersih dan sehat
dan makan secara teratur Rasional
-Pasien menggunakan obat nyamuk dirumah jika mau tidur malam hari di Rasional
2 Preventif
nyalakan sampai pagi
Rasional
-Menggunakan obat yang diletakkan di penampungan air (bila diberi dari desa) Irasional
- Pasien tidak pernah ikut acara penyemprotan didesa
4 Rehabilitatif Istirahat yang cukup dan makan minum yang teratur Rasional
7
STATUS SOSIAL
NO KOMPONEN KETERANGAN (Deskripsikan dengan lengkap dan jelas)
An. R
Pasien kesehariannya pergi bersama ibunya ke sekolah taman kanak-kanak,selalu membawa bekal
dari rumah. Pasien sering bermain bersama teman-temannya. Pasien termasuk anak yang periang dan
mudah bergaul.siang hari pasien selalu tidur siang dan selalu bersama ibunya di rumah.
1 Aktifitas sehari-hari
Ibadah: belum bias beribadah
Rekreasi: bermain dengan anak-anak sebaya di sekitar rumah dan jalan-jalan dengan ibu dan ayah
setahun sekali
Sosial kemasyarakatan: bermain bersama teman-teman sekitar rumah
Bekerja: sekolah di Taman Kanak-Kanak.
An. R
8
An. R
9
FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN
KOMPONEN
NO KETERANGAN
LINGKUNGAN
- Perumahan dan fasilitas milik pribadi
10
- Sampah biasanya dibuang ke halaman belakang rumah serta dibakar jika penuh.
6 Psikologi - Ibu pasien dan ayah pasien khawatir akan penyakit yang diderita
7 Ekonomi - Pendapatan didapat dari usaha dagang kerupuk rata-rata ± Rp 3.000.000 perbulan.
8 Ergonomi - Pasien banyak aktivitas di dalam rumah dengan ventilasi yang kurang
11
III. DIAGNOSIS HOLISTIK
An.R
Aspek 1:
12
IV. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF:
Pasien dibawa ke Rumah Sakit Muhammadiyah Menjelaskan kepada orang tua pasien tentang penyakit yang
diderita pasien dan member informasi bahwa penyakit ini
Sumberrejo dengan keluhan demam
disebabkan oleh karena nyamuk demam berdarah (Aedes agepty).
Keluarga pasien merasa takut bila penyakit yang diderita Nyamuk ini biasanya senang dan berada di tempat-tempat yang
lembab dan ada genangan air.
adalah penyakit yang gawat. Menjelaskan kepada orang tua pasien untuk aktif dalam
mengikuti kegiatan penyuluhan kesehatan di Puskesmas supaya
Pasien menginginkan demamnya menurun dan badan bisa pengetahuan mengenai kesehatan semakin bertambah.
Mengikuti kegiatan penyemprotan untuk memberantas nyamuk di desa
bugar kembali.
2 Klinis: Preventif:
RPS: Ibu dan Ayah pasien datang ke IGD membawa anaknya Menganjurkan untuk membersihkan rumah seperti barang-barang
yang sudah tidak di pakai lagi dibuang
dengan keluhan panas. Panas badan dirasakan 3 hari sebelum MRS, Menjelaskan agar memakai kelambu di rumah untuk mencegah
gigitan nyamuk
panas dirasakan terus menerus. Panas menurun sesaat setelah minum
Menggunakan lotion anti nyamuk
obat penurun panas dari mantri, kemudian panas lagi. Pasein juga Melakukan 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur)
13
muntah 2 kali sejak hari ini, menggigil (-), mengigau (-), mimisan(+), Hindari adanya kubangan air
Makan makanan yang bergizi (cukup sayur, buah, daging) agar
gusi berdarah (-),bintik-bintik di anggota tubuh (-), makan dan
daya tahan tubuh baik.
minum menurun, BAB padat warna kecoklatan, BAK kuning jernih.
Kuratif:
RPD : pernah sakit seperti ini sebelumnya saat usia 5 bulan, alergi
Farmakologis
makanan (-), alergi obat (-)
- MRS
RPK : tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang - Infus RL 10cc/kgBB/jam
- Infus Paracetamol 3 x 150 cc (prn)
sama - Injeksi ranitidin 2x1 amp
setelahpersalinan.
14
Kesan Umum : Cukup
GCS : 456
BB : 25 kg
Vital Sign:
RR : 20 x/menit
Temp : 39oC
Kepala/Leher: Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-), dispneu (-), PBI
kering,mimisan (+)
15
usus (+) meningkat
Pemeriksaan Penunjang :
DarahLengkap:
- Hb : 13,3 gr/dl
- Hct : 43,1%
- Leukosit : 5.600 uL
- Eritrosit : 5.33 uL
3 Internal:
4 Eksternal:
16
- Ada teman disekolah yang sedang sakit panas juga
5 Fungsi Sosial:
17
V. RESUME KASUS
Sindrom syok dengue (SSD) adalah demam berdarah dengue yang ditandai dengan gejala
syok 5.
2.1.2 Etiologi
Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue (DENV), yang merupakan RNA virus
dengan icosahendral nucleocapsid dan dilapisi oleh lipid 3. Virus dengue termasuk group B
arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili
Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4. Infeksi
dengan salah satu serotipe akan menumbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Keempat jenis
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia.Serotipe den-3
merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.
Transmisi virus tergantung dari factor biotik dan factor abiotic. Termasuk dalam
factor biotik adalah factor virus, vector nyamuk, dan penjamu manusia, sedangkan factor
abiotic adalah suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan. Masa inkubasi virus dengue
dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul,
gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkanmasa
inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuhnyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari.11
2.1.3 Epidemiologi
18
Di Amerika, insiden demam dengue meningkat hingga 250.000 kasus dan 7.000 kasus
demam berdarah dengue di tahun 1995, dan lebih dari 890.000 kasus demam dengue serta
26.000 kasus demam berdarah dengue pada tahun 2007.10 Di Asia tenggara, dengan jumlah
penduduk 1,3 milyar merupakan daerah endemis, Indonesia bersama dengan Bangladesh,
India, Maladewa, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste termasuk dalam karegori
Di Dunia, diperkirakan 500.000 kasus di rawat di rumah sakit, dan sedikitnya 2,5%
meninggal. Di Indonesia, kasus pertama ditemukan di Surabaya dan Jakarta tahun 19688-9 ,
karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiaptempat, maka pola terjadinya penyakit
agak berbeda untuk setipa tempat. DiJawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai
awal Januari,meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April–
2.1.4 Patogenesis
Patogenesis DBD belum diketahui dengan jelas, dan masih diperdebatkan. Berbagai
teori/ hipotesis dikemukakan seperti: 1) infeksi sekunder (secondary heterologous theory) ;
2)antibody defendant enhancement(ADE); 3) virulensi virus; dan 4) mediator inflamasi.
Hipotesis infeksi sekunder menerangkan bahwa manifestasi klinis yang muncul berhubungan
dengan apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue untuk pertama kali kemudian
mendapat infeksi kedua dengan virus tipe lain.4-6. Bila seseorang mendapat infeksi kedua oleh
VD yang sama dengan infeksi yang pertama, maka akan terjadi eliminasi virus, oleh Karena
antibodi yang terbentuk saat pertama kali terinfeksi adalah spesifik, sehingga pada infeksi
kedua mampu menetralkan VD tipe yang sama( teori pembentukan antibody spesifik
terhadap antigen yang merangsangnya)12 teori ini masih diperdebatkan.Virus dengue dengan
tipe yang sama tetapi bila telah mengalami mutase genetic pada subtipenya (Ini bias terjadi
pada VD dari daerah yang berbeda), maka reaksi ag-ab antara infeksi sekunder dan ADE
pada prinsipnya adalah sama, hanya berbeda dari sisi sudut pandang. Teori infeksi sekunder
memandang dari infeksi VD dengan serotipe yang berbeda, sedangkan ADE memandang dari
akibat reaksi ag-ab yang dapat memperburuk pathogenesis DBD. Teori ADE merupakan
19
peranan sentral dari pathogenesis DBD, Karena teori ni dapat dihubungkan dengan berbagai
mekanisme lanjutan seperti trombositopenia, gangguan koagulasi dan kebocoran plasma.
Pada gambar 1, menjelaskan teori ADE, di sini terlihat bahwa pembentukan antibody
non netralisasi akan mempermudah sel terinfeksi oleh virus dan memiliki sifat memacu
replikasi virus. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh VD dengan serotipe berbeda, maka VD
akan berperan sebagai super antigen setelah difagositosis oleh monosit/makrofag. Antigen ini
membawa muatan polypeptide spesifik yang berasal dari major histocompatibility complex II
( MHC class II), yang kemudian akan berikatan dengan limfosit T CD4 dengan perantara T
cell receptor (TCR). Limfosit T CD4 akan mengeluarkan substansi Th1 yaitu IFγ, IL-2 dan
Colony Stimulating Factor(CSF). Peningkatan kadar IFγ akan merangsang makrofag untuk
melepaskan sitokin yang bersifat vasoaktif atau prokoagulasi, seperti IL-1, IL-6, TNFα,
platelet activating factor(PAF), dan nitric oxide (NO). Bahan-bahan mediator tersebut akan
mempengaruhi sel endotel dinding pembuluh darah dan sistem hemostasis yang akan
menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.13
Mediator inflamasi merupakan reaksi penghubung antara ADE dengan komplikasi
DBD. Pada reaksi ini, yang terlibat adalah sel limfosit T (T-helper/CD4, T sitotoksik/CD8),
sel B, monosit/ makrofag, sel endotel, sitokin, serta aktivasi komplemen. Perkembangan virus
pada pasien mengaktivasi sel T. Sel Th1 mensekresi berbagai mediator seperti: IFN*, IL-2,
dan TNFα. Sel Th2 akan mensekresi IL-4,IL-5,IL-6 dan IL-10. Virus dengue yang
berkembang dalam tubuh manusia akan merangsang komunikasi antar sel. Sel antigen
precenting cell (APC) sebagai sel penyaji peptida virus melalui MHC, sel T melalui ligan dan
mediatornya akan mengaktivasi sel B, sehingga sel B memproduksi imunoglobulin/ antibodi.
Makrofag yang teraktivasi akan mensekresi TNFα, IL−1,IL-6 dan histamin (mediator infl
amasi). Akibat rangsangan dari ikatan virus antibodi komplek dan tersekresi berbagai
mediator yang berlebihan, maka komplemen teraktivasi secara berjenjang (cascade)
membentuk C3a dan C5a (komplemen anafi latoksin). Ikatan virus-antibodi komplek, sitokin,
komplemen C3a dan C5a, dapat memicu aktivasi factor koagulasi (platelet activating
factor/PAF), sistim fibrinolisis, sampai akhirnya terjadi gangguan agregasi trombosit, dan
meningkatkan reaksi infl amasi penderita DBD. Akibat dari respon imun yang menyimpang
dan efek sinergi dari mediator di atas (berbagai sitokin, TNF α, IFγ, C3a, C5a dan aktivasi
factor koagulasi) menyebabkan puncak reaksi berupa trombositopenia, kerusakan endotel,
meningkatkan permiabilitas kapiler, disaminated intravascular coagulation (DIC) dan
DSS.11
20
Gambar1. Patogenesis infeksi virus dengue
Trombosit
Trombosit (platelet) adalah elemen terkecil darah. Sel ini tidak berinti, berbentuk
bulat atau oval, gepeng, memberikan struktur mirip piringan dengan diameter 1 – 4
mikrometer dan volume 7 – 8 fl . Trombosit dapat dibagi menjadi 3 daerah (zona) yaitu zona
daerah tepi yang berperan dalam adesi dan agregasi, zona “sol gel” yang menunjang struktur
dan mekanisme interaksi trombosit dan zona organel yang berperan dalam pengeluaran isi
trombosit. Aktivitasi trombosit penting pada proses awal pembekuan darah (hemostasis) yang
akan berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit (platelet plug). Trombosit akan
mengalami proses adesi, aktivasi dan agregasi. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari.
Normalnya, dua pertiga total trombosit berada di sirkulasi darah, sementara sepertiga lainnya
berada di organ limpa/14 Pada orang dewasa, trombosit berasal dari sumsum tulang merah
dibentuk dari fragmentasi sitoplasma megakariosit matang. Produksi trombosit diatur oleh
hormon trombopoitin yang diproduksi oleh hepar dan ginjal.
Patofisiologi trombositopenia pada pasien DBD masih merupakan bahan perdebatan,
diantaranya adalah: 1) penurunan produksi, 2) meningkatnya destruksi,dan 3) pemakaian
jumlah trombosit berlebih.13
1. Penurunan produksi trombosit, akibat supresi sumsum tulang
Penelitian sumsum tulang pada pasien DBD sewaktu demam akut menunjukkan
terjadi depresi sumsum tulang yaitu tahap hiposeluler pada hari ke 3,4 demam dan perubahan
patologis sistem megakariosit, eritroblast dan prekursor mieloid. Penemuan ini selanjutnya
dijelaskan dengan adanya infeksi virus langsung pada sel hematopoietik progenitor dan sel
21
stromal. Hal ini sesuai dengan keadaan klinis pasien DBD di mana jumlah trombosit mulai
menurun pada hari ke 3 demam, dan mengalami trombositopenia pada hari ke 4-5 demam.
2. Meningkatnya destruksi trombosit
Antibodi yang diproduksi sewaktu infeksi virus dengue menunjukkan adanya reaksi
silang dengan beberapa self antigen (antigen pasien). Reaksi silang antara antibodi virus
dengue, terutama anti-NS1 dengan sel dari endotel dan platelet dapat dijadikan dasar dari
hipotesis terjadinya trombositopenia. Antibodi anti- NS1 yang bereaksi silang dengan sel
endotel dapat merangsang sel ini untuk menghasilkan NO dan apoptosis. Nitric
oxideberfungsi untuk menghambat replikasi virus dengue, akan tetapi jika diproduksi dalam
jumlah berlebihan akan menyebabkan kerusakan sel.12
Antibodi anti-NS-1 juga menunjukkan adanya reaksi silang dengan platelet dan
menyebabkan trombositopenia. Hal tersebut terjadi pada fase akut pasien DBD, diduga
platelet mengekspresikan molekul permukaan spesifi k yang dikenali oleh autoantibodi
seperti anti-NS-1 tersebut, khususnya regio C terminal dari NS1. Pengaruh dari reaksi silang
antara antibodi dengan platelet adalah terjadi lisis dari platelet dan inhibisi agregasi platelet.
Platelet yang bereaksi silang dengan antibodi anti- NS1 akan mengaktivasi komplemen yang
akhirnya akan mengakibatkan bertambah banyaknya lisis dari platelet. Induksi platelet lisis
melalui reaksi silang dengan Antibodi anti-NS1 menjelaskan mekanisme terjadinya
trombositopenia pada fase akut infeksi virus dengue.12,13
Antibodi anti-NS1 yang paling banyak berperan dalam reaksi silang dengan platelet
adalah IgM.22 Hal ini sesuai dengan penelitian Hung NT, dkk.24 yang melakukan studi
serologi terhadap 10 bayi dengan infeksi DEN-3 dan 4 bayi dengan DEN-4 yang semuanya
memiliki anti-platelet IgM. Selanjutnya, serologi dari 3 anak dengan infeksi DEN-2 dan 14
anak dengan infeksi DEN-4 juga menunjukkan memiliki anti-platelet IgM. Penelitian ini
menunjukkan penemuan anti-platelet IgM antibody pada antibodi akibat rangsangan VD.
Mekanisme lainnya terjadi destruksi platelet melalui ikatan langsung DV dengan
platelet dan antibodi virus spesifik, selanjutnya akan dihancurkan oleh sel fagosit pada sistim
retikulo endothelial terutama pada limpa melalui immune mediated clearance.11,12,13Honda
dkk14 mendapatkan bahwa penelitian invitro yang diambil dari darah penderita infeksi
sekunder demam dengue fase akut, di rumah sakit San Lazaro, terjadi peningkatan sel
makrofag yang signifikan bila dibandingkan dengan orang normal (P<0,05). Mekanisme ini
dimulai dari terbentuknya auto-antibodi dari golongan IgG terhadap platelet yang disebut
Platelet Associated IgG (PAIgG). Platelet diselubungi oleh PAIgG, kemudian bagian Fc* dari
IgG (pada PAIgG) tersebut akan mudah diikat oleh sel fagosit (mekanisme opsonisasi).
22
Trombositopenia merupakan salah satu penyebab perdarahan pada DBD. Demikian
pula kelainan system koagulasi juga mempunyai peranan sebagai penyebab perdarahan pada
pasien DBD. Hitung jumlah trombosit yang rendah tidak selalu disertai dengan manifestasi
perdarahan. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor lain penyebab perdarahan pada pasien
DBD selain trombositopenia. Adapun penyebab perdarahan yang lain pada DBD adalah
vaskulopati, trombositopati, dan koagulopati. Pada pasien DBD terjadi kerusakan kapiler,
penurunan berbagai faktor koagulasi, disfungsi trombosit, dan koagulasi intravaskular
menyeluruh.13
Penurunan jumlah trombosit, didapatkan bahwa jumlah trombosit pada pasien mulai
menurun pada awal fase demam. Pada awal fase demam jumlah trombosit menurun masih
dalam batas normal. Jumlah trombosit terus menurun hingga mengalami trombositopenia
mulai hari ke 4 demam dan mencapai titik terendah pada hari ke 6 demam. Jumlah trombosit
kemudian akan mulai meningkat pada hari ke 7 dan mencapai normal kembali mulai hari ke 9
atau 10.11-12
2.1.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat luas, dapat bersifat asimtomatik/tak
bergejala, demam yang tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus lain 15.
Sindrom Virus
Bayi, anak-anak, dan dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama untuk
pertama kalinya (infeksi primer), dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa demam
23
sederhana yang tidak khas, yang sulit dibedakan dengan demam akibat infeksi virus lain.
Demam Dengue
Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja dan dewasa. Setelah
melalui masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari (rentang 3-14 hari) timbul gejala berupa
demam, mialgia, sakit punggung, dan gejala konstitusional lain seperti rasa lemah
(malaise), anoreksia. Demam pada umumnya timbul mendadak tinggi (39-40 oC), terus-
menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik (suhu turun namun masih dalam batas
normal, kemudian naik lagi), biasanya berlangsung 2-7 hari. Demam disertai dengan
mialgia, sakit punggung, artralgia, muntah, fotofobia, dan nyeri retroorbital pada saat
mata digerakkan atau ditekan. Gejala lain dapat ditemukan berupa gangguan pencernaan,
nyeri perut, sakit tenggorok. Pada hari ke 3-4 ditemukan ruam makulopapular atau
rubeliformis yang segera berkurang, sehingga luput dari perhatian orang tua. Pada masa
penyembuhan, timbul ruam di kaki dan tangan berupa ruam makulopapular dan ptekie
disertai diselingi dengan bercak-bercak putih, dapat disertai gatal. Manifestasi perdarahan
pada umumnya sangat ringan berupa uji torniquete yang positif (≥ 10 ptekie dalam area
24
Gambar 2. Fase virus dengue
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit (gambar 2), meliputi fase demam, kritis, dan
masa penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase demam
Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. Dijumpai facial
flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,
nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.
Pemeriksaan fisik
Manifestasi perdarahan
Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi perdarahan yang
paling banyak pada fase demam awal.
Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.
Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
Epistaksis, perdarahan gusi
Perdarahan saluran cerna
Hematuria (jarang)
Menorrhagia
Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi hati
(transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
25
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan plasma
(khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan syok, karena terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari
saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai
dengan,
Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar
Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding
kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus = RLD) dan
ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang merupakan
bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas cepat,
nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi ≤20 mmHg, dengan
peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik).
Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit,
kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera
diatasi.
Fase penyembuhan (convalescence, recovery) Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis
membaik dan nafsu makan kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan
pengganti. Gejala umum dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik
confluent petechial rash seperti pada DD
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO,
2011).5
Kriteria klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama
2-7 hari
26
Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20 mmHg),
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥20% dari nilai dasar / menurut
standar umur dan jenis kelamin
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/
peningkatan hematokrit≥20%.
Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
Dijumpai tanda perembesan plasma
Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
Hipoalbuminemia
Perhatian
Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas, mendukung
diagnosis DSS.
Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.
27
Warning Sign
o Klinis : Demam turun tetapi keadaan anak memburuk, Nyeri perut dan nyeri
Memenuhi kriteria DBD dan ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik.
Syok Terkompensasi :
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit dingin
28
- Produksi urin menurun
- Anak gelisah
Syok Dekompensasi
- Takikardi
- Hipotensi
- Sianosis
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1. Isolasi virus 15
Isolasi virus dilakukan dengan cara inokulasi pada nyamuk, kultur sel nyamuk
Genome virus dengue tersusun atas asam ribonukleat dapat dideteksi melalui
Deteksi antigen virus dengue yang dilakukan sampai saat ini adalah
NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan menurun
sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6.Deteksi antigen virus ini
29
dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue,
sediaan serum akut dan konvalesens, sehingga tidak dapat digunakan untuk
Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit, mencapai
puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/ menghilang pada akhir
Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit ke-
14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi
sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi:
30
20%-40%
Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika felea,
dan dinding buli-buli.
2.1.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana
31
Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada
respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan
cairan intravaskular yang adekuat.
Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk
menghitung volume cairan.
Fase Demam Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral
apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam
Medikamentosa
Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.
32
Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti
emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan saluran
cerna kortikosteroid tidak diberikan.
Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Supportif
Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit
Diberikan untuk 48 jam atau lebih
Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai
keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
Fase Kritis Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan +
deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
Fase Recovery Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta
monitor tiap 12-24 jam.
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi Demam Berdarah Dengue
33
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading pemberian
cairan pada masa perembesan plasma
Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan hebat
(DIC, kegagalan organ multipel)
Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai
2.1.8 Kriteria Memulangkan
Indikasi untuk pulang Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis
sebagai berikut.
Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
Nafsu makan telah kembali
Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur
Diuresis baik
Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah
trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.
2.1.9 Prognosis
Demam berdarah merupakan self-limiting disease dengan mortalitas <1%. Jika
ditangani secara adekuat, DBD memiliki mortalitas sebesar 2-5%, dan jika tidak tertangani,
Usia pasien
Kehamilan
Status gizi
Genotipe virus
34
2.1.10 Pencegahan
nyamuk
Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data resiko DBD, makan dilakukan
1. Foging fokus
2. Abatisasi selektif, dengan tujuan membunuh larva pada tempat penyimpanan air
35
Lampiran:
- Foto home visit dan home care (bila diijinkan penderita)
36
37
38
Daftar Pustaka
1. Soedarmo SSP. Infeksi virus dengue. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro
SRS, Satari HI. penyunting. Buku Ajar Infeksi&PediatriTropis. Edisi ke-2. Jakarta:
BP IDAI; 2010. h.155-81.
2. Dhooria GS, Bhat D, Bains HS. Clinical profile and outcome in children of dengue
hemorrhagic fever in North India. Iran J Pediatr. 2008;18:222-8.
3. Mahboob A, Iqbal Z, Javed R, Taj A, Munir A, Saleemi MA, dkk. Dermatological
manifestations of dengue fever. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2012;18:52-4.
4. Martin JLS, Brathwaite O, Zambrano B, Solorzano JO, Bouckenooghe A, Dayan GH,
dkk. The epidemiology of dengue in the Americas over the last three decades: a
worrisome reality. Am J Trop Med Hyg. 2010;82:128–35
5. World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever.
India: WHO; 2011.p.1-67.
6. Candra A. Demamberdarah dengue: epidemiologi, pathogenesis,
danfaktorrisikopenularan. Aspirator. 2010;2:110-9.
7. Balasubramanaian S, Bala Ramachandran, and SumanthAmperayani. 2012. Dengue
Viral Infection in Children, Archieves of Disease in Childhood. (serial online).
Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/778886
8. Suroso, Thomas. PemberantasanSarangNyamukDemamBerdarah Dengue (PSN
DBD). DepartemenKesehatanRepublik Indonesia
DirektoratJenderalPengendalianPenyakitdanPenyehatanLingkungan, Jakarta. 2007;
h:1-3
9. WHO (World HealthOrganization). Dengue,Dengue Haemorrhagic Feverand Dengue
Shock Syndromein the Context of theIntegrated Management of Childehood Illness.
2005;1-28.
10. Suzanne Moore Shepherd. 2015. Dengue. (serial online). Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview
11. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever withSpesial Emphasis on
Immunopathogenesis.Comparative Immunology, Microbiology &Infectious Disease.
2007; Vol 30:329-40.
39
12. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai Shiv. Cellular and Molecular Immunology. Edisike-
6. Philadelphia: Saunders, 2007; h. 75-96.
13. Clyde K, Kyle JL, Harris. Recent Advances in Deciphering Viral and Host
Determinants of Dengue Virus Replication and Pathogenesis. J of
Virol.2006;80(23):11418-31.
14. Honda S, Saito M, Dimaano EM, Morales PA, Alonzo TG, Suarez LAC, dkk.
Increased Phagocytosis of Platelet from Patients with Secondary Dengue Virus
Infection by Human Macrophages. Am.J.Med.Hyg.2009;80(5):841-5.
15. Hadinegoro SR, IsmoedjiantoMoedjito , dan Alex Chairulfatah (ed). Pedoman
Diagnosis danTatalaksananInfeksi Virus Dengue padaAnak. UKK
InfeksidanPenyakitTropis. IDAI. 2014. h 1-75
16. WHO. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever, Revised and Expanded Edition. (serial online).
Available from: http://apps.searo.who.int/pds_docs/B4751.pdf
40