You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM NEFROTIK
A. Definisi Sindrom Nefrotik
Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan
kehilangan urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik
adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena
kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom Nefrotik ditandai
dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada
urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia, hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL),
edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1) peningkatan
protein dalam urin secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan albumin dalam
darah (3) edema, dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas
rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang
sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001)
Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :
1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik
Sindroma) : Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma
nefrotik pada anak usia sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler
kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid,
glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
3. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik
disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik,
usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria.
Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.
B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti
glomerulonefritis, dan nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit
sistemik lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan
amyloidosis

C. Manifestasi Klinis
1. Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh, diantaranya
adalah:
a) Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari.
b) Pitting, yaitu edema (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas.
c) Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura.
d) Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
2. Hipertensi (jarang terjadi), karena penurunan voulume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem
renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
3. Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urin berbusa, akibat
penumpukan tekanan permukaan akibat proteinuria.
4. Hematuri
5. Oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), terjadi karena penurunan
volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
6. Malaise
7. Sakit kepala
8. Mual, anoreksia
9. Irritabilitas
10. Keletihan
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001),
manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan
cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata
(periorbital), pada area ekstremitas (sekrum, tumit, dan tangan), dan pada
abdomen (asites). Gejala lain seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan
keletihan umumnya terjadi.
D. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan
ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative
gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein
terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein
didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya
diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan
dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin,
tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke
dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravascular berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal
karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan
kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan
sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian
menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan
menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin
atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi dan
yuliani, 2001 : 217).
E. Pathways

Virus, bakteri, protozoa inflamasi Perubahan


glomerulus permeabilitas
DM peningkatan viskositas darah membrane
Sistemik lupus eritematous regulasi glomerlurus
kekebalan terganggu proliferasi
Mekanisme
abnormal leukosit
Kerusakan penghalang
glomerlurus protein

Protein & Kegagalan Kebocoran


albumin lolos dalam proses molekul besar
dalam filtrasi & filtrasi (immunoglobul
masuk ke urine in)
Gangguan Protein dalam Protein dalam Pengeluaran
citra tubuh urine meningkat darah menurun IgG dan IgA

Pembengka Proteinuria Hipoalbuminemia Sel T dalam


kan pada sirkulasi
periorbita menurun

Ekstravaksi SINDROM Gangguan


Mata cairan NEFROTIK imunitas

Penumpukan Volume Resiko infeksi


Oedema cairan ke ruang intravaskuler
intestinum
Reabsorbsi
ADH air

Penekanan Paru-paru Asites Kelebihan


pada tubuh volume cairan
terlalu
Efusi pleura Tekanan
dalam Menekan
abdomen
meningkat diafragma
Nutrisi & O2 Ketidakefektifan
bersihan jalan Otot
Mendesak
nafas pernafasan
rongga lambung
tidak optimal

Anoreksia,
Hipoksia Metabolism nausea, vomitus Nafas tidak
jaringan anaerob adekuat
Gangguan
Iskemia Produksi asam Ketidakefektif
pemenuhan
laktat an pola nafas
nutrisi

Nekrosis
Menumpuk di Ketidakseimba Volume urin
otot ngan nutrisi yang diekskresi
Ketidakefe kurang dari
ktifan kebutuhan
perfusi Kelemahan, tubuh Oliguri
jaringan keletihan,
perifer mudah capek

Intoleransi
aktivitas

Absorbsi air oleh usus Hipovolemia Tekanan arteri

Feses mengeras Sekresi renin Granulasi sel-


sel glomerulus

konstipasi Mengubah
angiotensin Aldosterone
menjadi
angiotensin I &
II Merangsang
reabsorbsi Na+
dan air
Efek
vasokontriksi
arterioral Volume plasma
perifer

Tekanan darah

Beban kerja
jantung
Penurunan
curah jantung

(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)


F. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan
klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa
pemeriksaan penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin,
pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan
kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah, dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi
dalam 24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang
dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai normal
negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria
berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif
dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar
300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam
nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel
yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam,
mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada
individu sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif
merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan.
Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar
protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8
tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat
manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya,
biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi
penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan
prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease
pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change
disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid. Prosedur ini
digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian
akan diperiksa di laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut
:
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas
radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan
jarum model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi
tengurap pasien mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada
posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan
pemeriksaan lab urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien
dipulangkan. Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi
biopsi sore pulang (one day care ).
8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium
meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan
retensi dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan
kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial.
Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama
dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai Protein total
menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1
globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N: 0,4-1
gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal
(N: 0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3
normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin
normal.
(Sumber: Siburian, 2013)

G. Komplikasi
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
b Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml)
yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga
terjadi peninggian fibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Menjaga
pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan
untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan protein
ditingkatkan untuk menggantikan protein yang hilang dalam urin dan untuk
membentuk cadangan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet
rendah natrium. Diuretik diresepkan untuk pasien dengan edema berat, dan
adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk mengurangi proteinuria
(Brunner & Suddarth, 2001).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup
agens antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau
siklosporin), jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan
(Brunner & Suddarth, 2001).
I. Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1. Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah
(3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh
dan kelainan genetik sejak lahir.
2. Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6
tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase
oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini
juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
1) Agama
2) Suku/bangsa
3) Status
4) Pendidikan
5) Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
3) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
4) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
5) Kaji adanya anoreksia pada klien
6) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: Susah tidur
5) Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan
nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama
pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya
gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan
asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder
dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
h. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas
membran glomerulus.

(Astuti, 2014; Munandar, 2014)

3. Diagnosa Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme


regulasi

Batasan Karakteristik :

1) Edema
2) Ansietas
3) Anasarka
4) Gangguan pola nafas
5) Oliguria
6) Penambahan berat badan dalam waktu singkat
7) Perubahan berat jenis urine

(NANDA, 2015)

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mokus dengan


jumlah berlebihan (efusi pleura)

Batasan Karakteristik :

1) Suara nafas tambahan


2) Perubahan frekuensi dan irama napas
3) Sianosis
4) Dipsneu
5) Gelisah

(NANDA, 2015)

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan faktor biologis (hipoproteinemia) dan kurang asupan makanan
(anoreksia)

Batasan Karakteristik :

1) Cepat kenyang setelah makan


2) Gangguan sensasi rasa
3) Kurang minat pada makanan

(NANDA, 2015)

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Batasan Karakteristik :

1) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas


2) Dipsnea setelah beraktivitas
3) Menyatakan merasa letih
4) Menyatakan merasa lemah

(NANDA, 2015)

4. Intervensi
No. Tujuan & Kriteria
Intervensi Rasional
Dx. Hasil
1. Setelah dilakukan Timbang berat badan Estimasi penurunan edema
tindakan keperawatan setiap hari dan monitor tubuh
selama … x 24 jam, status pasien
diharapkan kelebihan
volume cairan tidak
terjadi dengan kriteria Jaga intake/asupan yang valuasi harian keberhasilan
hasil : akurat dan catat output terapi dan dasar penentuan
a. Terjadi penurunan tindakan
edema dan ascites
b. Tidak terjadi menentukan intervensi
peningkatan berat Kaji lokasi dan luasnya lebih lanjut
badan edema
mencegah edema
bertambah parah
Berikan cairan dengan
tepat Diberikan dini pada fase
oliguria untuk mengubah
Berikan diuretik yang ke fase nonoliguria, dan
diresepkan oleh dokter meningkatkan volume
urine adekuat
(NIC, 2013)

2. Setelah dilakukan Monitor kalori dan asupan Membantu dan


tindakan keperawatan makanan mengidentifikasi defisiensi
selama … x 24 jam, dan kebutuhan diet
diharapkan
ketidakseimbangan Lakukan atau bantu pasien Mulut yang bersih dapat
nutrisi kurang dari terkait perawatan mulut meningkatkan nafsu
kebutuhan tubuh tidak sebelum makan makan
terjadi, dengan kriteria
hasil : Pastikan makanan Meningkatkan selera dan
a. Nafsu makan klien disajikan secara menarik nafsu makan
meningkat dan pada suhu yang paling
b. Tidak terjadi cocok untuk konsumsi
hipoproteinemia secara optimal
c. porsi makan yang
dihidangkan Anjurkan pasien terkait Pasien dapat kooperatif
dihabiskan dengan kebutuhan diet dan melakukan apa yang
untuk kondisi sakit dianjurkan

Kolaborasi dengan ahli Diet yang tepat dapat


gizi untuk mengatur diet meningkatkan status
yang diperlukan nutrisi pasien
(NIC, 2013)

3. Setelah dilakukan Monitor respirasi dan Data dasar dalam


tindakan keperawatan status O2 menentukan intervensi
selama … x 24 jam, lebih lanjut
diharapkan bersihan
jalan nafas dapat Auskultasi suara nafas. Suara nafas tambahan
efektif, dengan kriteria Catat adanya suara nafas mengidentifikasikan ada
hasil : tambahan sumbatan dalam jalan
a. Klien mampu nafas
bernafas dengan
mudah Atur intake untuk cairan Mencegah edema
b. Mampu bertambah parah
mengidentifikasi Posisikan pasien Memaksimalkan ventilasi
dan mencegah semifowler
faktor yang dapat Lakukan fisioterapi dada Membantu mengeluarkan
menghambat jalan jika perlu sekret
nafas (NIC, 2013)
4. Setelah dilakukan Monitor keterbatasan Merencanakan intervensi
tindakan keperawatan aktivitas, kelemahan saat dengan tepat
selama … x 24 jam, aktivitas
diharapkan intoleran
aktivitas dapat teratasi, Catat tanda vital sebelum Megkaji sejauh mana
dengan kriteria hasil : dan sesudah aktivitas perbedaan peningkatan
a. Kelemahan yang selama aktivitas
berkurang
b. Mempertahankan Lakukan istirahat yang Membantu
Kemampuan adekuat setelah latihan dan mengembalikan energi
aktivitas semaksimal aktivitas
mungkin
Berikan diet yang adekuat Metabolisme
dengan kolaborasi ahli diet membutuhkan energi
(NIC, 2013)

5. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom
nefrotik diharapkan sebagai berikut :

a. Kelebihan volume cairan teratasi


b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
d. Bersihan jalan nafas efektif
e. Perfusi jaringan perifer efektif
f. Pola nafas efektif
g. Aktivitas dapat ditoleransi
h. Curah jantung mengalami peningkatan
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction

Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi


Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Mosby: Elsevier Inc.

Munandar, Riza. Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik. 2014.


http:// (diakses pada tanggal 11 Maret 2019)

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:


Salemba Medika

NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi


2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.

You might also like