Professional Documents
Culture Documents
BAB IV
asuhan keperawatan pada dua orang bayi dengan berat lahir rendah
tempat tidur, terdiri dari beberapa gedung dan ruangan. Salah satunya
untuk fototerapi dan satu kamar berisi 5 inkubator untuk bayi dengan
Fasilitas yang ada di ruang Tulip yaitu, inkubator, ruang perawat, ruang
linen, wastafel, dapur dan ruang pumping untuk ibu bayi, serta disediakan
50
pukul 15.00 WIB dan pada klien 2 dilakukan pada tanggal 14 Maret 2018
1) Klien 1
2) Klien 2
c. Riwayat keperawatan
1) Klien 1 (By. Ny. T)
a) Riwayat keperawatan sekarang
Klien 1 (By. Ny. T) masuk ruang Tulip (perinatologi) pada
lingkar dada 27 cm, lingkar kepala 28 cm, suhu tubuh 36,2C, dan
menular.
2) Klien 2
a) Riwayat keperawatan sekarang
Klien 2 (By. Ny. S) masuk ruang Tulip (perinatologi) pada
cm, lingkar dada 28 cm, lingkar kepala 29 cm, suhu tubuh 36C,
menggunakan AC.
b) Riwayat keperawatan dahulu
Sebelum dilahirkan Ny. S mengatakan tidak merasakan
penyakit menular.
d. Pola Fungsional Gordon
1) Klien 1
Pada saat dilakukan pengkajian pola fungsional gordon pada
menggunakan pipet.
Pola eliminasi klien 1, pada saat dikaji tanggal 9 Maret 2018
pukul 15.00 WIB sudah BAB sebanyak satu kali dalam satu hari
kali dalam sehari dengan warna urin kuning jernih berbau khas.
Pola aktivitas / latihan klien 1 termasuk dalam APGAR score
7 – 8 - 9 yaitu bayi tidak memerlukan tindakan khusus.
Pola istirahat / tidur klien 1 dalam sehari kurang lebih selama
21 jam / per hari, sisanya hanya untuk menetek, BAB, BAK dan saat
dimandikan.
Pola kognitif / persepsi dan pola persepsi diri / konsep diri pada
diharapkan.
Pola seksualitas / reproduksi klien 1, berjenis kelamin laki –
laki, belum dikhitan, testis belum turun dan skrotum belum banyak
lipatan.
Pola koping / toleransi stress, karena masih bayi maka cara
menenangkan klien.
Pola nilai / keyakinan belum dapat dikaji, namun agama klien 1
pukul 15.00 WIB belum BAB dan BAK, namun pada tanggal 15 Maret
2018 klien 2 sudah BAB sebanyak satu kali dalam satu hari dengan
konsentrasi lengket berwarna hitam dan BAK sebanyak 7-8 kali dalam
dimandikan.
Pola kognitif / persepsi dan pola persepsi diri / konsep diri pada
diharapkan.
Pola seksualitas / reproduksi klien 2, berjenis kelamin
menenangkan klien.
Pola nilai / keyakinan belum dapat dikaji, namun agama klien 2
e. Pemeriksaan Fisik
56
1) Klien 1
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada klien 1 yaitu,
keadaan umum baik dilihat dari APGAR score 9, nadi 130x / menit,
bersih tidak ada polip, letak hidung sejajar antara kanan dan kiri,
lesi, letak telinga simetris kanan dan kiri, pada leher tidak ada
kuku tidak ada sianosis, kulit tipis transparan, banyak terdapat lanugo
dan keriput.
Pada pemeriksaan dada terdiri dari pemeriksaan jantung dan
paru. Pada pemeriksaan jantung secara inspeksi, tidak ada lesi pada
permukaan kulit, ictus cordis tak tampak. Palpasi, teraba ictus cordis
inspeks, simetris antara kanan dan kiri, tidak ada retraksi dinding dada,
tidak ada lesi. Palpasi, teraba pengembangan dada kanan dan kiri
tidak ada lesi dan benjolan, tali pusat belum lepas, terpasang infus.
lapang abdomen.
Pada pemeriksaan genetalia diperoleh, jenis kelamin laki-laki,
alat kelamin bersih, testis belum turun, skrotum belum banyak lipatan.
bawah, simetris kanan dan kiri, akral teraba hangat namun jari kaki
teraba dingin, capillari refill < 2 detik, tidak sianosis, tidak ada edema.
2) Klien 2
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada klien 2 yaitu,
keadaan umum baik dilihat dari APGAR score 10, nadi 128x / menit,
bersih tidak ada polip, letak hidung sejajar antara kanan dan kiri,
lesi, letak telinga simetris kanan dan kiri, pada leher tidak ada
kuku tidak sianosis, kulit tipis transparan, banyak terdapat lanugo dan
keriput.
Pada pemeriksaan dada terdiri dari pemeriksaan jantung dan
paru. Pada pemeriksaan jantung secara inspeksi, tidak ada lesi pada
permukaan kulit, ictus cordis tak tampak. Palpasi, teraba ictus cordis
inspeks, simetris antara kanan dan kiri, tidak ada retraksi dinding dada,
tidak ada lesi. Palpasi, teraba pengembangan dada kanan dan kiri
tidak ada lesi dan benjolan, tali pusat belum lepas dan tertutup kassa
bawah, simetris kanan dan kiri, akral teraba dingin, capillari refill < 2
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Klien 1
Dilakukan pemeriksaan glukosa 3 jam setelah klien dilahirkan
suhu 33C.
2) Klien 2
Terapi yang klien 2 gunakan yaitu minyak telon dan inkubator
tubuh 36,2C, akral teraba hangat namun jari kaki teraba dingin, kulit
tubuh 36C, akral teraba dingin, kulit tipis transparan, suhu ruangan
Hipotermi dapat teratasi. Dengan kriteria hasil: suhu tubuh dalam batas
adekuat, ganti pakaian bayi jika pakaian basah, lakukan metode nesting,
kulit, anjurkan ibu untuk menyusui / memberikan ASI perah lebih sering,
tanda vital serta mengukur suhu tubuh per axilla setelah sebelumnya
masih bayi), data obyektif suhu tubuh 36,2C, pernapasan 30x / menit,
nadi 130x / menit, akral hangat namun dingin pada jari kaki, tidak ada
selimut dan kain yang menutupi kepala bayi dengan kain baru yang
kering, serta memakaikan kaos kaki dan kaos tangan pada bayi pada
pukul 15.15 WIB. Mengatur suhu lingkungan agar tetap hangat dengan
62
Karena klien 1 masih bayi tidak ada data subyektif, data obyektif klien
kembali tenang saat sudah diberi kaos kaki, kaos tangan, selimut dan
penutup kepala.
“iya mbak, besok kalo sudah tidak lemas saya akan mencoba menyusui
klien 1 (Ny. T). Data subyektif ibu klien 1 (Ny. T) mengatakan, “ iya
mbak, besok pagi saja ya saya akan mencoba”. Data obyektif, ibu klien
subyektif, tidak ada (karena masih bayi). Data obyektif, suhu tubuh
klien 36,5C.
dilakukan yaitu pada pukul 10.00 WIB, yaitu mengukur suhu tubuh
akan digunakan. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data
63
inkubator. Data subyektif tidak ada karena masih bayi. Data obyektif,
pada ibu klien 1 (Ny. T) dan menganjurkan ibu klien 1 (Ny. T) untuk
memberi ASI sesering mungkin. Data subyektif, pada klien 1 tidak ada
karena masih bayi, ibu klien 1(Ny. T) mengatakan “ senang bisa diajari
posisinya sudah nyaman, ibu klien 1 (Ny. T) masih terlihat kaku dan
mau menyusu secara langsung. Pukul 11.00 WIB memberi ASI perah
melalui pipet. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data
obyektif klien 1 minum ASI 5cc menggunakan pipet dan tidak muntah.
kepala klien yang basah dengan kain baru yang kering. Data subyektif,
tidak ada karena masih bayi. Data obyektif, klien 1 tampak terganggu
inkubator. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data obyektif,
terlebih dahulu. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data
dilakukan yaitu pada pukul 10.00 WIB, yaitu mengukur suhu tubuh
yang akan digunakan. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi.
Data obyektif suhu tubuh klien 1, yaitu 36,5C, akral teraba hangat.
inkubator. Data tidak ada karena masih bayi. Data obyektif, suhu
inkubator 33C.
memberi ASI secara langsung. Data subyektif, pada klien 1 tidak ada
karena masih bayi. Data obyektif, klien 1 sempat menangis saat baru
posisinya sudah nyaman, ibu klien 1 (Ny. T) masih terlihat sedikit kaku
memberi ASI perah melalui pipet. Data subyektif, tidak ada karena
masih bayi. Data obyektif klien 1 minum ASI 5cc menggunakan pipet
kepala klien yang basah dengan kain baru yang kering. Data subyektif,
tidak ada karena masih bayi. Data obyektif, klien 1 tampak terganggu
inkubator. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data obyektif,
terlebih dahulu. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data
tanda vital dan mengukur suhu tubuh per axilla setelah sebelumnya
masih bayi), data obyektif suhu tubuh 36,0C, pernapasan 40x / menit,
nadi 128x / menit, akral teraba dingin, tidak ada sianosis. Kemudian
pukul 15.15 WIB memberi minyak telon pada dada, punggung, perut,
66
kain alas tidur bayi, selimut dan kain yang menutupi kepala bayi
dengan kain baru yang kering, serta memakaikan kaos kaki dan kaos
tangan pada bayi pada pukul 15.20 WIB. Mengatur suhu lingkungan
agar tetap hangat dengan mengganti kain alas tidur bayi yang
dilakukan di dalam inkubator. Karena klien 2 masih bayi tidak ada data
subyektif, data obyektif klien 2 tetap tenang dan tidak menangis saat
kain alas tidurnya, kaos kaki, kaos tangan, selimut dan penutup kepala
diganti.
subyektif, tidak ada (karena masih bayi). Data obyektif, suhu tubuh
klien 36,2C.
Data subyektif ibu klien 2 (Ny. S) mengatakan, “ iya besok saya coba”.
melahirkan.
dilakukan yaitu pada pukul 15.00 WIB, yaitu mengukur suhu tubuh
akan digunakan. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data
obyektif suhu tubuh klien 2, yaitu 36,5C, akral teraba hangat. Pukul
dan mengeringkan bayi dengan segera. Data subyektif tidak ada karena
kepala klien dengan kain baru yang kering. Data subyektif, tidak ada
inkubator. Data subyektif tidak ada karena masih bayi. Data obyektif,
memberi ASI sesering mungkin. Data subyektif, pada klien 2 tidak ada
karena masih bayi, ibu klien 2 (Ny.S ) mengatakan “ senang mbak, bisa
ikut merawat anak saya ”. Data obyektif, klien 2 sempat menangis saat
posisinya sudah nyaman, ibu klien 2 (Ny. S) masih terlihat kaku dan
didalam inkubator. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data
terlebih dahulu. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data
dilakukan yaitu pada pukul 10.00 WIB, yaitu mengukur suhu tubuh
akan digunakan. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data
inkubator. Data tidak ada karena masih bayi. Data obyektif, suhu
inkubator 33C.
untuk memberi ASI secara langsung. Data subyektif, pada klien 2 tidak
ada karena masih bayi. Data obyektif, klien 2 sempat menangis saat
69
posisinya sudah nyaman, ibu klien 2 (Ny. S) masih terlihat kaku dan
namun masih lemah saat menghisap. Pukul 11.00 WIB memberi ASI
bayi. Data obyektif klien 2 minum ASI 5cc menggunakan pipet dan
tidak muntah.
kepala klien yang basah dengan kain baru yang kering. Data subyektif,
tidak ada karena masih bayi. Data obyektif, klien 2 tampak terganggu
inkubator. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data obyektif,
terlebih dahulu. Data subyektif, tidak ada karena masih bayi. Data
6. Evaluasi Keperawatan
1) Klien 1 (Ny. T)
Hasil evaluasi tindakan keperawatan setelah dilakukan selama
3x24 jam pada klien 1 tanggal 11 Maret 2018 pukul 12.00 WIB
didapatkan data subyektif (S), klien 1 idak ada karena masiih bayi, ibu
suhu 36,7C, nadi 128x / menit, pernapasan 40x / menit. Akral teraba
3x24 jam pada klien 2 tanggal 16 Maret 2018 pukul 12.00 WIB
didapatkan data subyektif (S), klien 2 tidak ada karena masih bayi, ibu
suhu 36,8C, nadi 128x / menit, pernapasan 42x / menit. Akral teraba
1. Pengkajian
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 9
Maret 2018 dan 14 Maret 2018 pukul 15.00 WIB di ruang Tulip
hipotermi. BBLR adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari
2500 gram (Pantiawati, 2010). Pada bayi yang lahir dengan berat
2009).
Data yang didapatkan saat pengkajian antara lain, klien 1 (By.
40 cm, lingkar dada 28 cm, lingkar kepala 29 cm, terlihat labia mayora
banyak terdapat lanugo dan akral teraba dingin. Hal tersebut sesuai
2500 gram, PB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33 cm, umur kehamilan <
yang dimiliki, masih banyak terdapat lanugo dan keriput, akral teraba
dingin, testis belum turun pada bayi laki – laki dan labia mayora belum
1 yaitu 36,2C dan pada klien 2 yaitu 36C serta akral teraba dingin
yaitu antara 36,5 – 37,5C, serta saat kedua klien dilahirkan kondisi
hipotermia sedang adalah suhu tubuh bayi < 36,5C dan dapat terjadi
masih lemah dan belum bisa minum ASI secara langsung pada saat
dikaji, sesuai dengan pernyataan Mendri & Prayogi (2016) bahwa bayi
satunya kesulitan makan, masalah lain yang dapat terjadi antara lain
kurang bulan karena lahir saat usia kehamilan < 37 minggu, bayi bisa
didapatkan data dari ibu klien 1 (Ny. T) penyebab klien 1 lahir kurang
beliau beraktivitas seperti biasa dan secara tiba – tiba merasa ada
cairan yang merembes dari jalan lahir. Kondisi ini sesuai dengan teori
jatuh sebelumnya dan selalu kontrol tepat waktu serta tidak memiliki
kencang, mulas dan sakit pada daerah pinggang saat usia kehamilan 35
minggu.
2. Diagnosa Keperawatan
Dirumuskan fokus diagnosa keperawatan yang diambil dalam
berdasarkan data yang telah ditemukan pada By. Ny. T, yaitu BB 1680
gram, suhu tubuh 36,2C, akral teraba hangat namun pada jari kaki
lemah. Dan pada By. Ny. S berupa BB 1800 gram, suhu tubuh 36C,
lemah, tangisan lemah. Suhu ruangan saat kedua klien dilahirkan 20C
hal ini menyebabkan hilangnya panas pada bayi karena terpapar udara
dingin, suhu tubuh < 36,5C, kemampuan menghisap rendah dan bayi
menangis lemah.
Masalah lain yang mungkin menyertai BBLR dengan hipotermi
3. Intervensi
monitor suhu tubuh setiap dua jam setelah tindakan sesuai dengan
kematian.
Merawat bayi dalam inkubator dengan temperatur sesuai
topi, karena sebagian besar (kurang lebih 25%) kehilangan panas dapat
suhu tubuh bayi < 36,5C, akral teraba dingin, kemampuan menghisap
Mardiana, 2011). Tidak memandikan bayi jika suhu tubuh bayi belum
78
yang benar pada ibu dan keluarga atau dapat memberikan sentuhan
dalam tubuh akan semakin banyak dan akan meningkatkan suhu tubuh.
dengan melakukan kontak kulit ibu ke bayi (skin to skin contact) dapat
jantung lebih stabil, bayi dapat menetek lebih sering dan lebih lama,
yaitu memonitor tanda – tanda vital dan mengukur suhu tubuh per
didapatkan data subyektif karena masih bayi. Data obyektif pada klien
nadi 130x / menit dan pada klien 2 (By. Ny. S) didapatkan suhu tubuh
36,0C, pernapasan 40x / menit, nadi 128x / menit. Pada klien 1 (By.
(Muttaqin, 2009).
Pengukuran suhu tubuh pada BBLR dengan hipotermi
dilakukan per axilla memerlukan waktu beberapa menit. Hal ini dapat
memandikan bayi terlebih dahulu karena pada klien 1 (By. Ny. T) suhu
jam setelah dilahirkan dan juga memiliki suhu tubuh rendah (36C).
Hal ini dilakukan karena memandikan bayi saat suhu tubuhnya rendah
penutup kepala, kaos kaki dan kaos tangan sebagai penghangat. Hal
lingkungan tetap hangat. Respon subyektif pada kedua klien tidak ada
terganggu saat diganti kain alas tidurnya, namun saat sudah hangat
T) dan ibu klien 2 (Ny. S) serta menganjurkan pada ibu klien 1 (Ny. T)
dan ibu klien 2 (Ny. S) untuk menyusui / memberi ASI perah sesering
mungkin. Respon subyektif pada kedua klien tidak ada karena masih
bayi, pada ibu klien 1 (Ny. T) dan ibu klien 2 (Ny. S) mengatakan
kesamaan dalam respon obyektif pada klien 1 (By. Ny. T) dan klien 2
(By. Ny. S) yaitu menangis saat awal dilakukan metode kanguru dan
menghisap kedua klien masih lemah, pada hari pertama dan kedua
klien 1 belum mau menyusu secara langsung dan pada hari ketiga klien
hari pertama klien belum mau menyusu secara langsung, namun pada
hari kedua klien sudah mau menyusu secara langsung. Ibu klien 1 (Ny.
T) dan ibu klien 2 (Ny. S) masih terlihat kaku dan takut saat melakukan
asuhankeperawatan, pada klien 1 (By. Ny. T) suhu tubuh pada hari ke-
1 dan ke-2 yaitu 36,5C dan pada hari ke-3 yaitu 36,7C. Pada klien 2
(By. Ny. S) suhu tubuh hari ke-1 yaitu 36,2C, suhu tubuh hari ke-2
yaitu 36,5C dan suhu tubuh pada hari ke-3 yaitu 36,8C.
Selain tindakan yang telah dilakukan diatas seharusnya perawat
Nesting berasal dari kata nest yang artinya ialah sangkar. Nesting
terbuat dari bahan phlanyl dengan panjang sekitar 121 – 132 cm yang
kandungan sang ibu. Bayi akan merasa nyaman, tidak menangis atau
secara langsung dengan kain yang hangat dan lembut yang akan
membuat bayi menjadi lebih hangat serta bayi tubuh bayi tidak banyak
lembut, lentur dan akan membuat bayi merasa hangat serta nyaman
(Kania, 2015).
Dengan metode nesting, waktu perawatan bayi dapat
dipersingkat dari 2-3 bulan menjadi 1,5 bulan. Bayi bisa pulang dalam
(Darwanti, 2015).
Namun metode nesting belum dapat diterapkan dalam tindakan
kebutuhan paling penting untuk BBLR. Hal ini dikarenakan bayi baru
yang baru lahir memiliki luas permukaan tubuh tiga kali lebih besar
dari pada orang dewasa namun tingkat metabolismenya hanya dua kali
lipat dari orang dewasa, hal inilah yang membuat bayi kehilangan
panas tubuh dengan cepat. BBLR juga memiliki lemak subkutan yang
tubuh pada bayi yang belum optimal. Pada bayi baru lahir belum
2010).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien 1 (By. Ny.
T) dan klien 2 (By. Ny. S) selama 3x24 jam diperoleh data sebagai
berikut, data subyektif (S) pada kedua klien tidak ada karena klien
masih bayi. Data obyektif (O) yang hampir sama pada kedua klien
yang berarti meningkat 0,5C dari hari pertama sampai dengan hari
ketiga serta akral teraba hangat dan pada klien 2 (By. Ny. S) suhu
tubuh 36,8C yang berarti meningkat 0,8C dari hari pertama sampai
ASI perah sesering mungkin. Bila suhu tetap dalam batas normal dan
bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah lain yang
2014).
Dengan demikian dari hasil evaluasi yang penulis lakukan,
pada klien 1 (By. Ny. T) dan klien 2 (By. Ny. S) dapat memberikan
peningkatan suhu tubuh pada kedua klien menjadi dalam batas normal
diantaranya:
1. Penulis tidak bisa 24 jam berada disamping klien, sehingga bila ada
perubahan pada kondisi klien penulis tidak selalu dapat melihat secara
langsung.
2. Tidak semua intervensi yang penulis susun dapat terlaksana sesuai rencana
maksimal karena ayah klien tidak dapat hadir dan melakukan secara
langsung.
4. Dalam melakukan tindakan keperawatan, penulis bersama – sama dengan
perawat lain.