Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Indonesia bebas pasung bagi pasien gangguan jiwa merupakan program prioritas yang harus dicapai pemerintah pada
tahun 2019. Saat ini upaya bebas pasung telah dilaksanakan dengan baik, permasalahan baru muncul setelah masa
pengobatan selesai dan harus kembali kepada keluarga dan masyarakat. Keluarga tidak menghendaki pasien kembali
kepada keluarga, diabaikan, kembali kambuh atau menjadi gelandangan psikotik. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran dukungan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca pasung. Penelitian ini menggunakan
desain kualitatif fenomenologi, jumlah partisipan sebesar 9 orang dipilih dengan purposive sampling, pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara mendalam, data dianalisis secara tematik. Hasil penelitian menunjukkan
dukungan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca pasung diperoleh 2 (dua) tema besar yaitu; fenomena
pasung terhadap pasien gangguan jiwa dan dukungan keluarga. Fenomena pasung meliputi; alasan, keputusan,
metode, pembebasan dan dampak pemasungan. Dukungan keluarga meliputi; dukungan penilaian, instrumental,
informasional dan dukungan emosional. Dukungan keluarga dibutuhkan pasien untuk dapat mencapai penyembuhan
dan mencegah kekambuhan. Pengetahuan yang kurang terhadap cara perawatan pasien gangguan jiwa pasca pasung
menyebabkan dukungan keluarga yang diberikan terhadap pasien tidak optimal. Pandangan keluarga dan masyarakat
yang keliru terhadap pasien gangguan jiwa mempengaruhi penanganan yang tepat terhadap pasien gangguan jiwa.
Abstract
A priority program to be achieved by the Government in 2019 is free grasp for psychiatric patients. Today, the
effort to achieve the goal has been well implemented, new problem appear after treatment period is over and they
must return to the family and society. Families do not want patients to return to them, ignored, relapse or become
psychotic homeless. This research aims to gain describe of family support on post grasped psychiatric patients. This
research uses phenomenology qualitative design with 9 participants that have been chosen by purposive sampling,
in other hand collecting data has been done by using deep interview and thematic analysis. The result of the
research shows that family support on post grasped psychiatric patients gain two big themes: grasped phenomena
on psychiatric patients and family support. Grasped phenomena encompass reason, decision, method, liberation
and effect of deprivation. Family support includes support assessment, instrumental, informational and emotional
support. Family support is needed for patients to heal and prevent recurrence. The lack of knowledge about the
procedure of treatment on post grasped psychiatric patients caused non optimal support of family. Misrepresentation
of family and community views on psychiatric patients affects the proper treatment of psychiatric patients.
Gambar 1 Analisis tematik fenomena pasung dan dukungan keluarga terhadap pasien gangguan
jiwa pasca pasung
terhadap diri sendiri, upaya melukai diri sehingga dapat membahayakan orang lain.
untuk bunuh diri dengan cara terjun ke Penelitian ini menemukan bahwa pasien
dalam sumur. Perilaku kekerasan terhadap keluyuran berhari-hari dengan berjalan
orang adalah tindakan agresif yang ditujukan kaki (P4) dan keluarga memutuskan untuk
untuk melukai atau membunuh orang lain memasung pasien dengan tujuan agar pasien
(Yusuf, 2015). Penelitian ini menemukan tidak keluyuran. Keluarga mengungkapkan
bahwa perilaku kekerasan terhadap orang bahwa takut terjadi sesuatu dengan pasien
lain yang dilakukan oleh pasien gangguan saat keluyuran, seperti tertabrak kendaraan
jiwa adalah mengancam dan memukuli bermotor, jatuh ke sungai, dan sebagainya.
orang lain. Perilaku kekerasan terhadap (4) Ketidakmampuan keluarga untuk
orang adalah tindakan agresif yang ditujukan merawat
untuk melukai atau membunuh orang Beban keluarga dapat diartikan sebagai
lain. Penelitian ini menemukan bahwa stres atau efek dari adanya pasien gangguan
perilaku kekerasan terhadap orang lain yang jiwa dalam keluarga (Mohr, 2006 dalam
dilakukan oleh pasien gangguan jiwa adalah Daulima, 2014). Beban keluarga merupakan
mengancam dan memukuli orang lain. Hasil tingkat pengalaman distress keluarga
penelitian Wahyuningsih (2014) menemukan sebagai efek dari pasien gangguan jiwa
bahwa alasan pemasungan adalah merusak terhadap keluarganya. Kondisi ini dapat
lingkungan, melukai orang lain dan risiko memicu meningkatnya stres dalam keluarga.
membunuh. Penyimpangan perilaku yang terjadi pada
(2) Membantu kesembuhan pasien menyebabkan keluarga menanggung
Keluarga mengungkapkan bahwa alasan beban yang lebih berat dibandingkan pada
pemasungan adalah untuk membantu saat pasien belum terjatuh ke dalam kondisi
kesembuhan. Keluarga mendapatkan gangguan jiwa.
informasi dari tetangga bahwa dengan Pasien yang BAB dan BAK sembarangan,
dipasung, pasien bisa menjadi sembuh dari menyebabkan keluarga harus mengeluarkan
ngamuk-ngamuk dan merusak barang-barang tenaga, pikiran, dan waktu yang ekstra untuk
Hal ini ditemukan pada 3 dari 9 partisipan membersihkan lingkungan rumah. Penelitian
(P3, P5 dan P7). Semua partisipan yang ini menemukan bahwa kondisi keluarga
mempunyai alasan bahwa memasung untuk partisipan tingkat pendidikannya yang rendah
kesembuhan mempunyai tingkat pendidikan yaitu lulusan SD dengan kondisi ekonomi
rendah, yaitu lulusan SD. Keluarga yang terbatas dan jauh dari fasilitas pelayanan
melakukan pemasungan mempunyai harapan kesehatan jiwa. Keterbatasan-keterbatasan
bahwa pasien yang dipasung dapat sembuh sumber pengetahuan dan faktor ekonomi
dari amuk dan merusak barang. untuk merawat pasien dan lingkungan rumah
(3) Keluyuran menyebabkan keluarga tidak punya pilihan
Alasan lain yang dikemukakan keluarga hingga memilih untuk memasung pasien.
adalah keluyuran sejumlah 2 partisipan. Penelitian ini menemukan bahwa keluarga
Partisipan (P4) mengatakan bahwa pasien tidak mempunyai pilihan untuk bisa merawat
keluyuran dengan berjalan kaki berhari-hari pasien sehingga dengan terpaksa harus
dan membuat keluarga cemas, sehingga memasung pasien. Partisipan mengungkapkan
keluarga besar memutuskan untuk memasung bahwa, apabila pasien tidak dipasung, maka
pasien dengan memasang rantai pada kaki. keluarga tidak bisa bekerja mengurus lahan
Partisipan (P3) juga mengungkapkan bahwa pertanian karena menghabiskan waktu untuk
pasien pergi bahwa pasien pergi dengan jalan merawat pasien. Pekerjaan sebagai buruh
kaki, singgah di rumah orang dan bingung tani yang dijalani oleh keluarga, menuntut
pada saat hendak pulang, sehingga keluarga untuk bekerja atau tidak mendapatkan upah
harus menjemput pasien walaupun malam yang akan digunakan untuk menafkahi
ataupun dini hari. Hasil penelitian Minas pasien dalam kehidupan sehari-harinya.
dan Diatri (2008) dalam Daulima, (2014) Keluarga mengungkapkan bahwa dengan
serta hasil penelitian Wahyuningsih (2014) terpaksa harus memasung pasien untuk dapat
menemukan bahwa salah satu alasan pasung melaksanakan perannya dalam keluarga
adalah agar pasien tidak keluyuran dan lari sebagai pencari nafkah.
menemukan bahwa jenis pasung yang paling 1966 melalui UU No. 23 Tahun 1966 tentang
sering ditemukan adalah pengisolasian dalam Kesehatan Jiwa menyatakan bahwa pasien
ruangan atau gubuk kecil. dengan gangguan jiwa yang terlantar harus
Hasil penelitian Hasmilasari (2009) mendapatkan perawatan dan pengobatan pada
sebagaimana dikutip oleh Wahyuningsih suatu tempat perawatan. Surat Menteri Dalam
(2014) menemukan bahwa bahwa di daerah Negeri Nomor PEM.29/6/15, tertanggal
Bierun, Nangroe Aceh Darussalam ditemukan 11 Nopember 1977 yang ditujukan kepada
sebagian besar kasus pasung, pasien dikurung Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh
dalam kamar atau ruangan tertentu di sekitar Indonesia meminta kepada masyarakat untuk
rumah. The Council of Europe Steering tidak melakukan pemasungan terhadap
Committee on Bioethics Working Party penderita gangguan jiwa dan menumbuhkan
on Psychiatry (2000) merekomendasikan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan
pelatihan teknik physical restraint harus perawatan penderita di Rumah Sakit Jiwa.
diberikan untuk staf yang bekerja di unit Surat tersebut juga berisi instruksi untuk para
mental akut. Pengekangan terhadap pasien Camat dan Kepala Desa agar secara aktif
gangguan membuat pasien gangguan jiwa mengambil prakarsa dan langkah-langkah
tidak mendapatkan pertolongan yang segera dalam penanggulangan pasien yang ada di
berkaitan dengan sakit medis fisiknya. daerah mereka.
Terlambat mendapatkan pertolongan ini Demikian pula dengan Provinsi Jawa
akan berakibat kepada buruknya harapan Tengah melalui Peraturan Gubernur (Pergub)
kesembuhan pada pasien dan menurunkan No. 1 Tahun 2012 tentang Penanggulangan
kualitas hidupnya (Andri, 2012 dalam Pasung di Provinsi Jawa Tengah. Hingga
Wahyuningsih, 2014). diterbitkannya UU No. 18 Tahun 2014
Metode pemasungan dengan cara tentang Kesehatan Jiwa, dimana tertulis
dikurung dalam kandang dipilih keluarga dalam pasal 86:
dengan alasan bisa mengamankan pasien “Setiap orang yang dengan sengaja
dari perilaku kekerasan yang dilakukannya. melakukan pemasungan, penelantaran,
Partisipan juga mengungkapkan metode kekerasan dan/atau menyuruh orang lain
ini murah dan mudah dalam memperoleh untuk melakukan pemasungan, penelantaran,
bahan-bahan untuk membuat kandang yang dan/atau kekerasan terhadap ODMK dan
tersedia di sekitar rumah partisipan. Seluruh ODGJ atau tindakan lainnya yang melanggar
partisipan berada pada wilayah pedesaan yang hak asasi ODMK dan ODGJ, dipidana sesuai
kaya dengan bahan-bahan material berupa dengan ketentuan peraturan perundang-
kayu dan bambu yang dibutuhkan dalam undangan.”
pembuatan kandang untuk pemasungan. Ancaman pidana sesuai dengan yang
4) Pembebasan pasung tertulis dalam pasal 86 UU No. 18 Tahun
Kasus pemasungan yang dibebaskan oleh 2014 tersebut menegaskan bahwa, setiap
Puskesmas ditemukan sebanyak 5 (lima) orang yang terlibat dalam pemasungan dapat
kasus, oleh Polsek sebanyak 2 (dua) kasus, dikenakan pasal-pasal yang ada dalam Kitab
petugas Koramil 1 (satu) kasus dan 1 (satu) Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
kasus oleh staf Wakil Bupati Banyumas dan diproses secara hukum sebagai pelaku
yang kemudian dalam pelaksanaannya kriminal. Hal ini menyebabkan segenap
ditindaklanjuti oleh Puskesmas. komponen pemerintah selain Puskesmas,
Inisiator yang teridentifikasi membebaskan baik pemerintah daerah hingga TNI dan Polri
pasung menurut partisipan yang dilakukan melakukan pendataan secara proaktif untuk
melalui Puskesmas adalah oleh tenaga membebaskan pasung.
kesehatan yaitu Bidan (P3, P4 dan P7) dan 5) Dampak pemasungan
Perawat (P2 dan P5). Selain tenaga kesehatan, Penelitian ini menemukan bahwa metode
profesi lain adalah Polisi (P1 dan P8), TNI pemasungan dan lamanya pemasungan
(P6) dan staf Setda Kabupaten Banyumas mempengaruhi timbulnya akibat pemasungan
(P9). yang berupa kecacatan pada pasien gangguan
Kebijakan pemerintah untuk melarang jiwa yang pernah dipasung. Ditemukan bahwa
pasung sebenarnya sudah ada sejak tahun metode pemasungan dengan mengurung
pasien di dalam kandang yang sempit yang kebutuhan ADL (Activity Daily Living) pasien
menyebabkan keterbatasan pergerakan sehari-hari. Metode pemasungan dalam
pada pasien menyebabkan kecacatan fisik. tempat yang sempit dan dalam waktu yang
Kecacatan fisik yang ditemukan adalah atrofi lama mengakibatkan dampak fisik berupa
otot kaki dan kontraktur pada sendi lutut yang kecacatan yang menyebabkan kebutuhan
disebabkan karena pasien harus menekuk dukungan keluarta yang lebih besar terutama
lutut selama dipasung bertahun-tahun. dukungan instrumental dalam pemenuhan
Dalam penelitian ini pasien yang mengalami kebutuhan pasien sehari-hari.
kecacatan fisik ditemukan pada penderita 2. Dukungan Keluarga
yang dipasung dengan dimasukkan ke dalam 1) Dukungan penilaian dari keluarga
kandang yang sempit selama sedikitnya 2 terhadap pasien gangguan jiwa pasca pasung
(dua) tahun. Penelitian ini menemukan bahwa
Dampak pemasungan ada 2, yaitu dampak kemampuan keluarga untuk memberikan
psikologis dan dampak fisik. Menurut dukungan penilaian terhadap pasien
Lestari, Choiriyyah, & Mathafi (2014) gangguan jiwa pasca pasung sangat minimal.
dampak psikologis pemasungan adalah Keluarga hanya akan bisa memberikan
trauma, dendam kepada keluarga, merasa dukungan penilaian apabila keluarga
dibuang, rendah diri, putus asa, lama- memahami bahwa pasien gangguan jiwa
lama timbul gejala depresi dan bunuh diri. sedang sakit dan membutuhkan bantuan.
Dampak fisik pemasungan adalah keadaan Masih adanya pemahaman bahwa pasien
atrofi otot kaki dan kontraktur sendi dimana mengalami kesurupan dan anggapan bahwa
kasus pemasungan penderita skizofrenia di pasien bukan orang baik-baik, merupakan
Samosir, Sumatera Utara, dan Bireuen, Aceh hambatan keluarga dalam memberikan
ditemukan bahwa pada pasien gangguan dukungan penilaian.
jiwa yang dipasung adalah kaki dan tangan Gejala gangguan jiwa yang menonjol
mengecil (Lestari, 2014). Penelitian ini adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan
menemukan bahwa kondisi atrofi otot kaki menderita tetap sebagai manusia seutuhnya
ditemukan pada pasien yang dipasung selama (Maramis, 2010; Yusuf, 2015) menjelaskan
2 (dua) tahun dengan metode pemasungan bahwa gangguan jiwa merupakan berbagai
menggunakan kandang yang sempit (P8). bentuk penyimpangan perilaku dengan
Keluarga menjelaskan bahwa, kandang penyebab pasti belum jelas. Keluarga
yang dibuat berbentuk persegi, sempit dan seharusnya dapat mengenal bahwa pasien
tidak memungkinkan pasien yang dipasung gangguan jiwa adalah berada dalam
menggerakkan kakinya dengan bebas. kondisi sakit, sehingga dapat memahami
Menurut Daulima (2014), pasien gangguan penyimpangan perilaku yang timbul pada
jiwa seharusnya bukan dipasung bila pasien dan menentukan pemecahan masalah
mendapatkan terapi yang tepat. Penanganan terhadap masalah kesehatan pasien sesuai
yang tepat terhadap pasien gangguan jiwa dengan tugas kesehatan keluarga (Yusuf,
(Hawari, 2001; Yusuf, 2015) adalah dengan 2016; Laeli, 2017).
terapi psikofarmaka, terapi somatik dan terapi Adanya kesalahan persepsi terhadap
modalitas. Pasien gangguan jiwa seharusnya kondisi sakit yang dialami pasien adalah
dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan tanda tidak berjalannya tugas kesehatan
penanganan. keluarga, dimana menurut Suprajitno (2004)
Penelitian ini menemukan bahwa pasien dan Mubarak, (2009) tugas kesehatan
dipasung bervariasi dari 7 hari hingga 24 keluarga yang pertama adalah mengenal
tahun, semakin lama dipasung mengakibatkan kesehatan keluarga. Keluarga yang masih
pasien tertunda untuk mendapatkan perawatan menganggap bahwa pasien gangguan jiwa
pada fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini mengalami kesurupan atau bukan orang baik-
mengakibatkan semakin parahnya kondisi baik berarti keluarga tidak dapat mengenal
gangguan jiwa yang dialami pasien, bahkan masalah kesehatannya.
setelah dilepaskan dari pasung dan pulang Kurangnya keluarga dalam memberikan
dari rumah sakit dan menjadi tanggung jawab perhatian terhadap pasien gangguan jiwa
keluarga dalam perawatan dan pemenuhan pasca pasung juga ditemukan dalam penelitian
ini, dimana hanya 2 dari 9 partisipan yang oleh Petugas Puskesmas hanya dilakukan
ditemukan memberikan perhatian kepada pada saat sebelum pasien akan dibebaskan
pasien gangguan jiwa pasca pasung. Menurut dari pasung. Pendampingan dan kunjungan
Friedman (1998) dalam Murniasih (2007) rutin dari Puskesmas ditemukan pada P2
dukungan penilaian merupakan dukungan dan P6. Keterbatasan pengetahuan dan
yang terjadi apabila ada penilaian yang positif sumber informasi yang didapatkan keluarga
terhadap individu. Lebih lanjut Friedman merupakan penyebab minimalnya dukungan
(1998, dalam Murniasih, 2007) menjelaskan informasional yang dapat diberikan oleh
bahwa individu mempunyai seseorang yang keluarga. Keluarga membutuhkan informasi
dapat diajak bicara tentang masalah mereka. kesehatan untuk dapat memberikan solusi
Penilaian positif didapatkan apabila anggota terhadap masalah pasien dengan gangguan
keluarga memberikan perhatian terhadap jiwa pasca pasung. Sumber informasi yang
pasien. dapat diakses oleh keluarga adalah institusi
2) Dukungan instrumental dari keluarga pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan
terhadap pasien gangguan jiwa pasca pasung rumah sakit, buku, koran, majalah ataupun
Penelitian ini menemukan bahwa seluruh sumber ahli lainnya.
keluarga membantu memenuhi kebutuhan Partisipan tidak mengakui bahwa tindakan
pasien dalam menyediakan makan dan mengurung di dalam kandang dan di kamar
minum. Keluarga adalah sumber bantuan sebagai pemasungan. Pemasungan dalam
praktis bagi pasien dalam pemenuhan perspektif keluarga dalam penelitian ini
kebutuhannya. Bentuk bantuan jasa yang adalah perlakuan mengunci kaki dengan
diberikan keluarga dengan mengambilkan balok. Hal ini membuktikan sangat kurangnya
obat ke rumah sakit. Bantuan ini diberikan pengetahuan partisipan tentang tindakan
karena ketidakmampuan pasien untuk pasung. Partisipan mengatakan bahwa pasien
dapat pergi sendiri ke pelayanan kesehatan. saat ini tidak dikurung lagi, karena tidak boleh
Meskipun semua pasien gangguan jiwa oleh aparat setempat dan petugas Puskesmas,
pasca pasung dalam penelitian ini memiliki tanpa dapat menyebutkan alasan dengan
Kartu Jamkesmas sehingga pasien tidak benar. Terbatasnya informasi yang dimiliki
memerlukan biaya pengobatan di rumah keluarga menyebabkan kurangnya dukungan
sakit, namun biaya, waktu dan tenaga untuk informasional yang diberikan keluarga
mengambil obat di rumah sakit ditanggung terhadap pasien gangguan jiwa pasca pasung.
oeh keluarga. Dalam proses penyembuhannya, keluarga
Adanya keluarga dengan gangguan jiwa membutuhkan informasi yang tepat tentang
merupakan beban untuk keluarga. Pasien yang gangguan jiwa, agar dapat dicapai kondisi
tidak dapat berfungsi secara ekonomi dan pasien yang dapat berfungsi secara sosial.
keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan 4) Dukungan emosional terhadap pasien
sehari-hari, mengharuskan keluarga untuk gangguan jiwa pasca pasung
dapat memenuhi kebutuhan pasien tersebut Penelitian ini mengidentifikasi bahwa
yang termasuk beban obyektif keluarga. Hal dukungan emosional terhadap pasien
tersebut sesuai dengan pendapat Mohr (2006, gangguan jiwa pasca pasung diberikan
dalam Ngadiran, 2010) beban obyektif dengan cara memberikan semangat
adalah masalah yang berhubungan dengan terhadap pasien. Sebanyak lima partisipan
pelaksanaan perawatan pasien, yang meliputi: mengungkapkan memberikan semangat
tempat tinggal, makanan, transportasi, cara yang berbeda-beda terhadap pasien.
pengobatan, keuangan dan intervensi krisis. Satu orang partisipan (P6) teridentifikasi
3) Dukungan informasional dari tidak memberikan dukungan keluarga saat
keluarga terhadap pasien gangguan jiwa menjelaskan bahwa untuk memberikan rasa
pasca pasung nyaman dan membuat pasien berharga adalah
Keluarga memberikan dukungan cukup dengan memenuhi kebutuhan sehari-
informasional dengan cara memberikan hari.
informasi untuk minum obat dengan teratur. Menurut Friedman (1998, dalam
Sebagian besar partisipan mengungkapkan Murniasih, 2007) dukungan emosional
bahwa kunjungan rumah dan pendampingan memberikan individu perasaan nyaman,
Hawari, D. (2001). Manajemen Stres, Cemas Mahmudah. (2012, Agustus 28). Antara.
dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Retrieved from Antara Jateng: http://jateng.
Universitas Indonesia. antaranews.com/detail/waduhhampir-seribu-
kasus-pasung-di-jateng.html.
Idaiani, S., & Raflizar. (2015). Faktor yang
Paling Dominan Terhadap Pemasungan Malfasari, E., Keliat, B., & Helena ,
Orang dengan Gangguan Jiwa di Indonesia. N. (2016). Analisis Legal Aspek dan
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 18(1) : Kebijakan Restrain, Seklusi dan Pasung
11–17. pada Pasien dengan Gangguan Jiwa.
Retrieved from yimg: https://xa.yimg.com/
Kaplan, H., Sadock, B., & Grebb, J. (2010). kq/groups/86525909/971084920/name/
Sinopsis Psikiatri Jilid 2,Terjemahan Widjaja manuskripeka.docx.
Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara.
Maslim, R. (2002). Buku Saku Diagnosis
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
(Riskesdas 2013). Jakarta: Badan Penelitian PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Jiwa - FK Unika Atmajaya.
Kesehatan Republik Indonesia.
Mubarak, W., & Chayatin, N. (2009). Ilmu
Kemenkes RI. (2015). Rencana Strategis Keperawatan Komunitas, Pengantar dan
Kementerian Kesehatan Tahun 2015- Teori. Jakarta: Salemba Medika.
2019, Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.02.02/ Ngadiran, A. (2010). Studi Fenomenologi
MENKES/52/2015. Jakarta: Kementerian Pengalaman Keluarga Tentang Beban dan
Kesehatan RI. Sumber Dukungan Keluarga dalam Merawat
Pasien Halusinasi. Program Magister
Kristiyaningsih, D. (2011). Hubungan Antara Keperawatan Jiwa: FIK UI.
Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi
pada Lansia. Jurnal Keperawatan, 1(1). Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan, Pendekatan Praktis, Edisi
Farkhah, L., Suryani, S., & Hernawaty, T. 3. Jakarta: Salemba Medika.
(2017). Faktor Caregiver dan Kekambuhan
Klien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Pemerintah Kabupaten Banyumas. (2015).
Padjadjaran, 5(1). Kabupaten Banyumas dalam Angka
2014. Purwokerto: Badan Perencanaan
Lestari, P., Choiriyyah, Z., & Mathafi . Pembangunan Daerah Kabupaten Banyumas.
(2014). Kecenderungan atau Sikap Keluarga
Penderita Gangguan Jiwa Terhadap Tindakan Pemerintah Kabupaten Banyumas. (2015).
Pasung (Studi Kasus di RSJ Amino Gondho Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas
Hutomo Semarang). Jurnal Keperawatan Tahun 2014. Purwokerto: Dinas Kesehatan
Jiwa . 2(1) : 14–23. Kabupaten Banyumas.
Provinsi Jawa Tengah. Retrieved from http:// Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
jdihukum.jatengprov.go.id: http://jdihukum. Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan
jatengprov.go.id/download/produk_hukum/ Keluarga: Aplikasi dalam Praktik, Cetakan 1,
pergub/pergub_tahun_2012/pergub_1_ Editor: Monica Ester. Jakarta: EGC.
th_2012.pdf.
Syarniah, Rizani, A., & Sirait, E. (2014).
Raco, J. R. (2010). Metode Penelitian Studi Deskriptif Persepsi Masyarakat
Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Tentang Pasung pada Pasien Gangguan Jiwa
Keunggulannya. Jakarta: PT Gramedia Widia Berdasarkan Karakteristik Demografi di
Sarana Indonesia. Desa Sungai Arpat Kecamatan Karang Intan
Kabupaten Banjar. Jurnal Skala Kesehatan,
Republik Indonesia. (2014). Undang-undang 5(2).
Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Lembaran Negara Republik Wahyuningsih, D., Mukhadiono, & Subagyo,
Indonesia Tahun 20I4 Nomor 185. W. (2014). Perilaku Pemasungan pada Pasien
Gangguan Jiwa. Link, 10(1), ISSN.1829.5754,
Samsung. (2015). Samsung. Retrieved 723–728.
from Samsung Galaxy J1 Ace: http://www.
samsung.com/id/smartphones/galaxy-j1- WHO. (2016). World Health Statistic 2016,
ace-j110/. Monitoring Health for the SDGs. Geneva:
World Health Organization (WHO) Press.
Saputra, R. (2012). Hubungan Dukungan
Keluarga dengan Kepatuhan Mengkonsumsi Wikimedia. (2016). Wikimedia. Retrieved
Obat Antipsikotik pada Pasien yang from Wikimedia: https://upload.wikimedia.
Mengalami Gangguan Jiwa di Poli Rawat org/wikipedia/commons/5/54/Locator_
Jalan RSJD Surakarta. Solo: Naskah kabupaten_banyumas.gif.
Publikasi FIK, Universitas Muhamadiyah
Surakarta. Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa.
Bandung: Refika Aditama.
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif, Edisi Pertama, Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E.
Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Setiadi. (2008). Keperawatan Keluarga.
Jakarta: EGC. Yusuf, A., Fitryasari, R., Nihayati, H. E.,
Tristiana RD., (2016) Kompetensi Perawat
Sugiyono. (2009). Metodologi Penelitian dalam Merawat Pasien Gangguan Jiwa,
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Jurnal Ners, 11(2), ISSN 1858 – 3598.