Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Fraktur leher femur adalah kasus fraktur paling sering terjadi pada manula
.Kasus fraktur pada daerah ini ini merupakan sepuluh peringkat teratas didunia dalam
kasus disabilitas yang diderita oleh manula. Sebagian besar pasien adalah wanita
berusia diatas tujuh puluh tahun, dan kaitannya dengan osteoporosis demikian nyata
sehingga insidensi fraktur leher femur digunakan sebagai ukuran osteoporosis yang
berkaitan dengan umur dalam pengkajian kependudukan. Hal ini juga dikarenakan
populasi wanita yang lebih banyak pada usia tersebut dan juga karena arsitektur dari
upper end femur sehubungan dengan osteoporosis dimana prevalensinya lebih tinggi
pada wanita dibandingkan laki-laki
Faktor resiko yang lain adalah kelainan yang menyebabkan hilangnya jaringan
tulang atau melemahnya tulang misalnya osteomalsia, diabetes, stroke, alkoholisme
dan penyakit kronis lain. Selain itu, pada manula biasanya terjadi kelemahan pada otot
dan juga keseimbangan yang buruk sehingga menyebabkan mudah untuk terjatuh.
Sebaliknya, fraktur leher femur jarang terjadi pada orang-orang negroid dan
pasien dengan osteoartritis pinggul.
Metoda
RSUD Waled
Hasil
25%
Laki-laki = 8 Orang
Usia Jumlah %
< 30 tahun 0 0
31 tahun – 50 tahun 3 9
51 tahun – 70 tahun 20 63
> 70 tahun 9 28
18%
Kecelakaan Lalulintas = 6 kasus
22% 25%
Subcapital : 8
Transcervical : 17
Intertrochanter : 7
53%
ORIF = 8 kasus
25%
Gridlestone = 2 kasus
Pembahasan
Hasil dari penelitian, jumlah kasus fraktur leher femur pada pasien-pasien
yang dirawat di RSUD Waled periode Januari 2014 sampai dengan Desember 2016
adalah sebanyak 32 kasus. Angka kejadian menunjukan kasus pada wanita berjumlah
24 kasus (75 %), lebih banyak dibandingkan dengan pria yaitu 8 kasus (25 %). Hal ini
sejalan dengan yang diungkapkan oleh Solomon et al. (2010) yang menyatakan
bahwa pasien fraktur biasanya pada wanita tua, dan berkaitan dengan onset terjadinya
menopause osteoporosis. Osteoporosis memiliki ciri-ciri lemahnya kekuatan tulang
akibat pengeroposan tulang, hal ini meningkatkan resiko terjadinya fraktur akibat
terjatuh dari ketinggian maupun terpeleset. International Osteoporosis Foundation
(2013) menyatakan bahwa pria dan wanita mulai kehilangan kepadatan tulang saat
mendekati umur 30 tahun. Osteoporosis Canada (2014) mencatat bahwa penurunan
kekuatan tulang pada wanita lebih tinggi sekitar 2-3% pertahun.
Berdasarkan usia, kasus terbanyak terjadi pada rentang usia 51-70 tahun, yaitu
sebanyak 20 kasus (63%). Hasil ini sejalan dengan pernyataan Singer et al. (2011)
yang melibatkan 15.000 orang di Edinburgh, Scotlandia yang menyatakan bahwa saat
wanita mendekati usia 60 memiliki resiko 2,3 kali mengalami fraktur dari pada pria.
Sedangkan pria berumur 15 – 49 tahun memiliki resiko 2,9 kali mengalami fraktur
dari pada wanita.
Kemudian diikuti oleh usia diatas 70 tahun sebanyak 9 kasus (28%) dan usia
31 - 50 tahun sebanyak 3 kasus (9%). Hal ini sejalan dengan pendapat Tjiptoherijanto
2001, usia produktif berkisar antara 15 – 64 tahun namun memasuki usia dewasa 35 –
40 tahun pengeroposan tulang sudah mulai berlangsung, sedangkan produktifitas
masih tinggi. Singer et al (2011) menyimpulkan dalam penelitiannya tentang
demografi fraktur femur pada 15.000 pasien di Scotlandia, bahwa ada 3 puncak dari
distribusi fraktur: pertama pada laki - laki usia produktif, kedua pada usia dewasa di
kedua belah gender, ketiga pada wanita di usia diatas 40 tahun. fraktur pada usia
diatas 40 tahun dapat dijelaskan sebagai fraktur osteoporotic dimana pengeroposan
tulang sudah mulai terjadi. Pasien fraktur biasanya pada wanita tua, dan berkaitan
dengan onset terjadinya menopause osteoporosis (Solomon et al 2010).
Berdasarkan penyebab terjadinya trauma, ditemukan bahwa kejadian terjatuh
atau terpeleset adalah yang paling sering ditemukan pada kasus fraktur leher femur
yaitu sebanyak 26 kasus (82%). Sedangkan fraktur leher femur yang disebabkan oleh
trauma langsung hanya sekitar 6 kasus (18%).
Pada hakikatnya fraktur leher femur dapat terjadi pada kejadian terjatuh yang
sangat sederhana seperti terpleset di kamar mandi atau terjatuh karena tersandung saat
berjalan. Pada orang yang sangat osteoporotik sedikit saja tenaga yang dibutuhkan
untuk terjatuh seperti tersandung karpet atau kaki yang terpuntir karena salah
melangkah ke arah luar (eksorotasi) pada saat berjalan bisa menyebabkan terjadi nya
fraktur leher femur. Pada beberapa pasien hanya mengalami gejala yang tak berarti
(minor) yang mendahului stress fraktur pada leher femur.
Pada pasien usia muda, yang menyebabkan fraktur leher femur biasanya
adalah terjatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas. Pada pasien ini biasanya
terdapat multiple trauma dan sekitar 20 persen selalu bersama dengan fraktur pada
batang femur. Angka kejadian juga tinggi pada pelari di personel militer. Menurut
Pauyo melalui penelitiannya di tahun 2014 tentang manajemen fraktur leher femur
pada pasien dewasa muda menunjukan bahwa, ada dua alasan utama terjadinya patah
tulang column femur pada orang dewasa muda secara kronologis, pertama trauma
yang signifikan pada pasien sehat atau trauma energi yang relatif rendah pada pasien
dengan predisposisi penyakit sebelumnya, alkoholisme atau terkait kerapuhan tulang
awal usia.
Menurut lokasi terjadinya fraktur sebanyak 17 kasus (53 %) fraktur terjadi di
transervikal column femur, kemudian di ikuti di daerah subkapital column femur
sebanyak 8 kasus (25%), dan yang paling sedikit adalah di daerah intertrochanter
femur sebanyak 7 kasus (22%).
Telah kita ketahui sebelumnya bahwa fraktur leher femur dapat disebabkan
oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana
daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras ataupun disebabkan
oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari
tungkai bawah.
Pendarahan oleh arteri di dalam ligamentum teres sangat terbatas dan dan
sering tidak berarti. Pada keadaan luksasi arteri ini robek. Epifisis dan daerah
trokanter cukup kaya pendarahannya, karena mendapat darah dari simpai sendi,
periost, dan a. nutrisia diafisis femur.
Patah tulang kolum femur yang terletak intraartikuler sukar sembuh karena
bagian proksimal pendarahannya sangat terbatas, sehingga memerlukan fiksasi kokoh
untuk waktu yang cukup lama. Semua patah tulang di daerah ini umumnya tidak stabil
sehingga tidak ada cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini, kecuali jenis fraktur
yang impaksi, baik yang subservikal atau yang basal.
Adanya oeteoporosis pada tulang mengakibatkan tidak tercapainya fiksasi
kokoh oleh pin pada fiksasi interna, ditambah lagi periosteum fragmen interkapsular
leher femur tipis sehingga kemampuannya terbatas dalam penyembuhan tulang. Oleh
karena itu pada pertautan fraktur hanya tergantung pada pembentukan kalus endosteal.
Yang penting sekali ialah aliran darah ke kolum dan kaput femur yang robek pada
saat terjadinya fraktur.
Fraktur leher femur juga dapat di klasifikasikan menurut Garden yaitu:
Tingkat I : fraktur impaksi yang tidak total
Tingkat II : fraktur total tetapi tidak ada pergeseran
Tingkat III : fraktur total disertai pergeseran parsial
Tingkat IV : fraktur disertai dengan pergeseran total