You are on page 1of 5

1.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka trauma gigi dan mulut dapat bersifat cepat, tiba-tiba dan tidak terduga,

oleh sebab itu dokter gigi harus siap dalam menghadapi kasus darurat pada waktu

kapan saja. Trauma gigi dan mulut dapat di klasifikasikan sebagai trauma jaringan

lunak dan trauma jaringan keras (Berman, dkk., 2007). Trauma jaringan keras

terdiri dari fraktur mahkota, fraktur akar, luksasi gigi dan trauma alveolar. Luksasi

gigi akibat trauma dapat menyebabkan gigi pindah dari soketnya. Ketika gigi telah

keluar seluruhnya dari soket alveolar maka disebut avulsi, hal ini diikuti dengan

adanya kerusakan ligamen periodontal, sementum, tulang alveolar, gingiva dan

jaringan pulpa (Cohenca, dkk., 2006).

Avulsi gigi dapat di rawat dengan mengembalikan gigi kedalam soketnya,

hal ini disebut dengan replantasi (Jacobsen dan Andreasen, 2003). Ketika terjadi

avulsi gigi maka replantasi segera pada lokasi terjadi trauma merupakan prosedur

yang ideal untuk mempertahankan viabilitas sel-sel ligamen periodontal, namun

replantasi langsung sangat sulit didapatkan karena kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang penanganan darurat gigi avulsi (Silva, dkk., 2013). Idealnya

perawatan gigi avulsi harus dilakukan segera setelah terjadinya trauma, namun

kenyataannya jarak lokasi kecelakaan dengan lokasi praktek dokter yang

menangani tidak mudah terjangkau sehingga butuh waktu yang lama untuk segera

menangani kasus gigi avulsi.

Menurut Sigurdson dan Bourguignon (2007), jika permukaan akar gigi

avulsi mengering maka sel ligamen periodontal serta lapisan yang menjaga akar

1
2

(sementum dan presementum) akan mengalami dehidrasi. Sel-sel ligamen

periodontal mengalami nekrosis apabila disimpan dalam keadaan kering selama

30 menit (Lin, dkk., 2000). Untuk mencegah terjadinya dehidrasi serta kerusakan

sel-sel ligamen periodontal, penting halnya untuk meletakkan gigi avulsi ke dalam

media penyimpanan (Silva, dkk., 2013).

Media penyimpanan dapat berupa larutan fisiologis yang memiliki sifat

mirip dengan lingkungan rongga mulut untuk membantu mempertahankan

viabilitas sel-sel ligamen periodontal (Ingle, dkk., 2008). Viabilitas sel-sel

ligamen periodontal dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: durasi waktu gigi

ketika berada diluar soket, perlindungan akar dan media penyimpanan (Trope,

2011). Salah satu media penyimpanan gigi avulsi yang direkomendasikan oleh

International Association of Dental Traumatology adalah HBSS (Hank’s

balanced salt solution) (Flores, dkk., 2007). HBSS merupakan larutan salin

standar dengan pH seimbang yang mengandung metabolit penting dan glukosa

yang dibutuhkan sel-sel untuk dapat bertahan hidup (Gomes, dkk., 2009).

Menurut Ashkenazi, dkk. (2000) HBSS merupakan media penyimpanan

paling efektif untuk mempertahankan viabilitas, mitogenisitas dan kapasitas

klonogenik sel-sel ligamen periodontal sampai 24 jam pada suhu ruangan dan

40C. Media penyimpanan yang adekuat adalah secara fisiologis memiliki pH dan

osmolalitas (tekanan cairan) yang kompatibel dengan sel serta memiliki nutrisi

dan growth factor yang dibutuhkan sel untuk dapat bertahan hidup, selain itu

harus memiliki ketersediaan yang banyak pada saat terjadi kecelakaan (Poi, dkk.,
3

2013). Ketersediaan HBSS di Indonesia masih terbatas, sehingga hal ini menjadi

salah satu kelemahan yang merugikan (Arrizza dan Ramdhan, 2010).

Beberapa material lain yang dapat dijadikan sebagai media penyimpanan

gigi avulsi dan mampu menjaga viabilitas sel-sel ligamen periodontal adalah susu

sapi, larutan propolis dan air kelapa (Souza, 2011). Susu sapi dapat

dipertimbangkan sebagai alternatif media penyimpanan lain yang baik untuk gigi

avulsi karena mudah didapatkan pada lokasi terjadinya kecelakaan (Gopikrishna,

2008). Penelitian tentang susu sapi sebagai media penyimpanan telah banyak

dilakukan, sedangkan penelitian tentang potensi susu kedelai sebagai media

penyimpanan gigi avulsi masih sedikit (Moazami, dkk., 2012).

Saat ini sudah banyak masyarakat yang menggantikan penggunaan susu sapi

dengan susu kedelai sehingga ketersediaan susu kedelai sudah semakin meningkat

(Moura, dkk., 2012). Banyaknya ketersediaan susu kedelai menjadi salah satu

keuntungan mengatasi terbatasnya HBSS pada lokasi kecelakaan (Moura, dkk.,

2012). Susu kedelai memiliki nutrisi penting untuk menjaga viabilitas sel yaitu

karbohidrat, gula, protein, lemak, kalsium dan vitamin A, C, D, dan E juga

memiliki pH yang fisiologis. Susu kedelai memiliki kemampuan untuk menjaga

viabilitas sel fibroblas sehingga berpotensi untuk dapat dijadikan sebagai media

penyimpanan gigi yang avulsi (Moura, dkk., 2014).

Gigi avulsi yang disimpan dalam media penyimpanan yang secara fisiologis

berbeda dengan tubuh tentu akan memiliki kemungkinan adanya efek sitotoksik.

Sitotoksisitas merupakan kemampuan suatu bahan untuk bersifat toksis kepada sel

(Sudagidan, 2001). Bahan yang bersifat toksis akan menyebabkan kematian pada
4

sel (Rode, 2008). Sel yang biasa digunakan dalam penelitian in vitro adalah sel

fibroblas yang diperoleh dari kultur sel ligamen periodontal gigi (Yuliawati dan

Hestianah, 2010). Hasil kultur sel dapat disimpan dalam media penyimpanan

seperti HBSS dan susu kedelai.

Sitotoksis suatu bahan secara biologis dapat diuji dengan uji laboratorium

yang telah terstandarisasi yaitu uji sitotoksik (Eisenbrand, dkk., 2002). Salah satu

metode uji sitotoksik adalah dengan microtetrazolium (MTT) yaitu uji enzimatik

menggunakan pereaksi 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl) 2,5-diphenyl tetrazolium

bromide (Fazwishni dan Hadijono, 2000). Uji MTT adalah uji kolorimetrik yang

cepat dan sensitif (Sudagidan, 2001). Dasar uji enzimatik MTT adalah dengan

mengukur kemampuan sel hidup berdasarkan aktivitas mitokondria dari kultur sel

(Sudagidan, 2001). Uji ini banyak digunakan untuk mengukur proliferasi seluler

secara kuantitatif atau untuk mengukur jumlah sel yang hidup (Rode, 2008).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran diatas maka dapat dirumuskan permasalahan apakah

terdapat perbedaan viabilitas sel fibroblas gigi avulsi dalam media penyimpanan

susu kedelai dan HBSS dengan uji microtetrazolium (MTT).

C. Keaslian Penelitian

Penelitian untuk mengetahui perbedaan viabilitas sel fibroblas gigi avulsi

dalam media penyimpanan susu kedelai dan HBSS dengan uji microtetrazolium

(MTT) belum pernah dilakukan. Penelitian yang sudah pernah dilakukan yaitu:

1. A multiparametric assay to compare the cytotoxicity of different storage

media for avulsed teeth oleh Silva, dkk. pada tahun 2013.
5

2. Soy milk as a storage medium to preserve human fibroblast cell

viability: an In Vitro study oleh Moura, dkk. pada tahun 2012.

3. Comparison of coconut water, propolis, HBSS, and Milk on PDL cell

survival oleh Gopikrishna, dkk. pada tahun 2008.

4. Effect of HBSS storage time on human periodontal ligament fibroblast

viability oleh Souza, dkk. pada tahun 2010.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan viabilitas sel fibroblas

gigi avulsi dalam media penyimpanan susu kedelai dan HBSS dengan uji

microtetrazolium (MTT).

E. Manfaat Penelitian

1. Dapat menambah pengetahuan ilmiah di bidang kedokteran gigi mengenai

perbedaan viabilitas sel fibroblas gigi avulsi dalam media penyimpanan susu

kedelai dan HBSS dengan uji microtetrazolium (MTT).

2. Dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang media

penyimpanan gigi avulsi yang murah, mudah didapat dan aman untuk

selanjutnya dapat dilakukan tindakan replantasi oleh dokter gigi.

3. Memberikan dasar pengetahuan ilmiah terhadap penelitian selanjutnya

dengan menggunakan susu kedelai.

You might also like