You are on page 1of 66

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Hubungan Rasio Lingkar Pinggang Panggul Dengan Tekanan Darah


Pada Pasien Dewasa dan Lansia Di Puskesmas Kelurahan Grogol 1 pada
Oktober 2018

Oleh:
Ghereetha
Jessy Maria Joltuwu
Octri Erina Prasetyanti Korwa
Norelieza Nadia Binti Mohd Zain

Tugas Akhir Program Studi Profesi Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, Oktober 2018
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Hubungan Rasio Lingkar Pinggang Panggul Dengan Tekanan Darah


Pada Pasien Dewasa dan Lansia Di Puskesmas Kelurahan Grogol 1 pada
Oktober 2018

Oleh:
Ghereetha 112016140
Jessy Maria Joltuwu 112016166
Octri Erina Prasetyanti Korwa 112016149
Norelieza Nadia Binti Mohd Zain 112016193

Pembimbing:

dr Melda Suryana M.Epid

Tugas Akhir Program Studi Profesi Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, Oktober 2018
Hubungan Rasio Lingkar Pinggang Panggul Dengan Tekanan Darah
Pada Pasien Dewasa dan Lansia Di Puskesmas Kelurahan Grogol 1 pada
Oktober 2018

Lembar Pengesahan

Pembimbing

dr. Melda Suryana, M.Epid

Penguji 1 Penguji 2

Prof. Dr. dr. Rachmadi P. dr. Diana L.Tumilisar


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat yang telah diberikan-Nya,
sehinggaTugas akhir Program Studi Profesi dokter ini dapat diselesaikan.Tugas akhir Program
studi profesi dokter dengan “Hubungan Rasio Lingkar Pinggang Panggul Dengan Tekanan
DarahPada Pasien Dewasa dan Lansia Di Puskesmas Kelurahan Grogol 1 pada Oktober
2018” ini ditujukan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan akademik guna memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Strata Satu Universitas Kristen Krida Wacana. Penulis menyadari
bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucakan terimakasih yag sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses pengerjaan ini, yaitu kepada:
1. Dr. Antonius Ritchi Castilani, MSi, DFM selaku Dekan Fakultas Kedokteran UKRIDA
2. Dr Melda Suryana M.Epid selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan banyak masukan kepada penulis
3. Dr. Djap Hadi Susanto, MKes
4. Dr. Ernawaty Tamba, MKM
5. Dr. Diana L. Tumilisar
6. Dr. E. Irwandy Tirtawidjaja
7. Kepala Puskesmas Kelurahan Grogol I, drg. Sofia Rahardja
8. Seluruh subyek penelitian serta semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu
per satu yang telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga
tugas akhir program studi profesi dokter ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.

Jakarta, 23-Oktober -2018

Penulis
ABSTRAK
ABSTRACT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Obesitas merupakan faktor risiko yang kuat untuk hipertensi. Di seluruh dunia
prevalensi obesitas atau kelebihan berat menurut WHO tahun 2013, meningkat dua kali
lipat antara tahun 1980 dan 2008, pada tahun 1980 hanya 5% laki-laki dan 8%
perempuan di dunia mengalami obesitas, sedangkan pada tahun 2008, 10% pria dan 14%
wanita mengalami obesitas. Data dari NHANNES 2017 (National Health and Nutrition
Survey Examinations) menjelaskan bahwa prevalensi obesitas pada usia dewasa di
Amerika Serikat tahun 2016 sebesar 39.8% dimana obesitas terdapat lebih banyak pada
usia 40-59 tahun (42.8%) dibandingkan dengan usia 20-39 tahun (35.7%). Angka
kejadian hipertensi pada obesitas menurut Swedish Obese Study didapatkan sebesar
13.5% dan angka tersebut akan terus meningkat seiring dengan peningkatan indeks massa
tubuh (IMT) dan waist-hip ratio (WHR).1,2

Berdasarkan data WHO pada tahun 2012, prevalensi hipertensi secara global
mengalami penurunan dari 32% pada tahun 1980 menjadi 27% di tahun 2008, namun di
sisi lain terjadi peningkatan di negara berkembang seperti di Afrika dan Asia Tenggara.
Hipertensi diderita oleh sekitar sepertiga dari populasi manusia di wilayah Asia
Tenggara. Menurut Riskesdas 2013, prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun)
32.9%, naik 18.1% dari tahun 2007 (13.9%) dan 17.5% dari tahun 2010 (15.5%). Waist-
hip ratio atau rasio lingkar pinggang panggul merupakan pengukuran yang mudah, cepat
dan tidak invasif yang dapat digunakan sebagai salah satu indeks yang dapat
menggambarkan distribusi lemak tubuh sehingga dapat mengidentifikasi individu dengan
kelebihan berat badan dan obesitas sentral yang dapat menjadi salah satu faktor risiko
terjadinya hipertensi. Riskesdas tahun 2013 mengemukakan bahwa prevalensi hipertensi
di Indonesia sebesar 25.8% dari jumlah total populasi berusia ≥18tahun. Meningkatnya
jumlah penderita hipertensi berhubungan dengan pertumbuhan penduduk serta adanya
faktor risiko perilaku diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, kelebihan berat
badan dan paparan stres persisten. Permasalahan gizi pada orang dewasa cenderung
didominasi oleh kelebihan berat badan.3-5
Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan rasio lingkar pinggang panggul dengan tekanan darah pada pasien rawat jalan
di Puskesmas Kelurahan Grogol I pada Oktober 2018”. Lokasi penelitian ini berada di
Provinsi DKI Jakarta Barat, tepatnya yaitu di Jl. Dr. Nurdin I No.43 R 08/07, Grogol
Petamburan, Kota Jakarta Barat 11450. Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi DKI
Jakarta Kota Administrasi Jakarta Barat 2014, Puskesmas ini merupakan bagian dari
Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan. Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi
DKI Jakarta Tahun 2016, didapatkan persentase pasien hipertensi laki-laki dan
perempuan di kotamadya Jakarta Barat menduduki peringkat ke-2 setelah Kepulauan
Seribu yaitu laki-laki 45.57% dan perempuan 35.57%. Hasil pemeriksaan obesitas
menurut jenis kelamin berdasarkan data yang sama didapatkan persentase obesitas laki-
laki dan perempuan di Jakarta Barat sebesar 23.42% , peringkat ke-2 setelah Kepulauan
Seribu yaitu 31.36%. Didapatkan bahwa perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki
hal ini juga disebabkan karena jumlah pengunjung Puskesmas perempuan lebih banyak
dibandingkan laki-laki.6,7

Oleh karena persentase hipertensi dan obesitas di wilayah Jakarta Barat terbilang
tinggi serta belum adanya data puskesmas mengenai rasio lingkar pinggang lingkar
panggul dewasa dan lansia, maka peneliti perlu untuk diteliti lebih lanjut bagaimana
sebaran hipertensi dan obesitas pada pasien rawat jalan di Puskesmas Kelurahan Grogol
1.

1.2. Rumusan masalah


Dengan mengacu pada studi epidemiologi sebelumnya, terdapat beberapa masalah
Data dari NHANNES 2017 (National Health and Nutrition Survey Examinations)
menjelaskan bahwa prevalensi obesitas pada usia dewasa di Amerika Serikat tahun 2016
sebesar 39.8%. Sedangkan di Indonesia menurut riskesdas 2013, prevalensi obesitas
perempuan dewasa (>18 tahun) 32.9%, naik 18.1 % dari tahun 2007 (13.9%) dan 17.5%
dari tahun 2010 (15.5%). Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun
2016, didapatkan persentase pasien hipertensi laki-laki dan perempuan di kotamadya
Jakarta Barat menduduki peringkat ke-2 setelah Kepulauan Seribu yaitu laki-laki 45.57%
dan perempuan 35.57%.
Berdasarkan pustaka yang didapatkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai hubungan antara lingkar perut dengan lingkar panggul terhadap
dengan tekanan darah pada pasien rawat jalan di Puskesmas Kelurahan Grogol I.

1.3. Hipotesis penelitian


Terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, status menopause, tingkat pendidikan,
indeks massa tubuh, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, riwayat hipertensi keluarga,
pengetahuan obesitas sentral, kebiasaan kontrol tekanan darah, kebiasaan kontrol tekanan
darah dan kebiasaan kontrol kolestrol dengan tekanan darah ( sistolik dan diastolik
)pasien dewasa dan lansia di Puskesmas Kelurahan Grogol I Periode Oktober 2018.

1.4. Tujuan penelitian


a. Tujuan umum
Mengetahui hubungan rasio lingkar pinggang panggul dengan tekanan darah pada
pasien rawat jalan di Puskemas Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018.
b. Tujuan khusus
- Diketahui sebaran usia pada pasien dewasa dan lansia di Puskesmas Kelurahan
Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui sebaran jenis kelamin pada pasien pasien dewasa dan lansia di
Puskesmas Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui sebaran status menopause pada pasien dewasa dan lansia di Puskesmas
Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui sebarantingkat pendidikan pada pasien dewasa dan lansia di Puskesmas
Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui sebaran indeks massa tubuh pada pasien dewasa dan lansia di
Puskesmas Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui sebaran aktivitas fisik pada pasien dewasa dan lansia di Puskesmas
Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui distribusi kebiasaan merokok pada pasien dewasa dan lansia di
Puskesmas Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui sebaran riwayat penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi) di keluarga
pada pasien dewasa dan lansia di Puskesmas Kelurahan Grogol I periode Oktober
2018
- Diketahui sebaran pengetahuan tentang obesitas sentral pada pasien rawat jalan di
Puskesmas Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui sebaran tentang kebiasaan kontrol tekanan darah pada pasien dewasa
dan lansia di Puskesmas Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui sebaran tentang kebiasaan kontrol kolesterol darah pada pasien dewasa
dan lansia di Puskesmas Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui sebaran rasio lingkar pinggang panggul pada pasien dewasa dan lansia
di Puskesmas Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui sebaran tekanan darah pada pasien pasien dewasa dan lansia di
Puskesmas Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018
- Diketahui hubungan antara usia, jenis kelamin, status menopause, tingkat
pendidikan, indeks massa tubuh, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, riwayat
hipertensi keluarga, pengetahuan obesitas sentral, kebiasaan kontrol tekanan
darah, kebiasaan kontrol tekanan darah dan kebiasaan kontrol kolestrol dengan
tekanan darah ( sistolik dan diastolik )pasien dewasa dan lansia di Puskesmas
Kelurahan Grogol I periode Oktober 2018.

1.5. Manfaat penelitian


a. Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan sebagai
pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah didapat di kuliah dan juga
membantu peneliti terkait dalam penyelesaian tugas kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Masyarakat.
b. Lembaga pendidikan
Menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dalam meneliti dibidang yang sama.
c. Puskesmas
Hasil penelitian diharapkan dapat sebagai acuan data yang digunakan Puskesmas
sebagai data distribusi pasien dan sebagai acuan untuk dapat membuat program
kesehatan yang berkaitan dengan faktor–faktor yang dapat menjadi penyebab
tingginya tekanan darah.
d. Masyarakat
- Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tekanan darah saat penelitian
dilakukan dan membantu dalam memberikan diagnosis hipertensi serta
penatalaksanaan terhadap hipertensi.
- Memberikan informasi kepada masyarakat tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi sehingga dapat digunakan sebagai
langkah pencegahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tekanan darah

2.1.1. Definisi
Tekanan darah merupakan faktor yang sangat penting pada sistem sirkulasi
peredaran darah. Tekanan darah dipengaruhi volume cairan yang mengisi pembuluh
darah, besarnya ditentukan oleh curah jantung dan tahanan pembuluh darah tepi terhadap
aliran darah yang mengalir. Sehingga bila terjadi peningkatan volume darah atau
elastisitas pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sebaliknya,
bila terjadi penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah. Menurut Guyton,
tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding
pembuluh darah yang dinyatakan dalam satuan millimeter air raksa (mmHg).8
Hubungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

BP = CO x TPR
Keterangan:
BP :Blood Pressure (mmHg)
CO :Cardiac Output (ml/ menit)
TPR :Total Peripheral Resistance.

2.1.2. Pengukuran tekanan darah

Terdapat dua metode yang digunakan untuk pemeriksaan pengukuran tekanan


darah yakni metode pengukuran langsung dan tidak langsung. Metode pemeriksaan yang
paling umum digunakan untuk menentukan tekanan darah pasien adalah metode tak
langsung, metode auskultasi menggunakan stetoskop dan sphygmomanometer. Metode
ini disebut tidak langusng karena memerlukan bantuan stetoskop untuk mengukur
tekanan darah. Sedangkan metode langsung adalah menggunakan pengukur tekanan
darah digital (automatic).8
Dalam pengukuran tekanan darah akan didapatkan hasil sistol per diastol dengan
satuan mmHg (milimeter air raksa). Sistol adalah tekanan darah yang diakibatkan oleh
kontrakasi ventrikel kiri ke seluruh bagian tubuh. Sedangkan diastol adalah tekanan yang
didapatkan pada saat ventrikel kiri berelaksasi.9

2.1.3. Klasifikasi tekanan darah

Pada tahun 1970-an The American Heart Association membentuk suatu organisasi
yang disebut The Joint National Committee on the Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure yang tugasnya seperti namanya tersebut. Organisasi ini sering di
sebut JNC. Pengumuman pertama JNC ini di keluarkan pada tahun 1977. 10

JNC tidak hanya memuat mengenai tata cara pengobatan hipertensi tetapi juga
memuat tata cara pengukuran tekanan darah, diagnosis, klasifikasi hipertensi serta
berbagai golongan dan jenis obat yang aktual dan akhir akhir ini mengenai stratifikasi
faktor risiko sehingga menjadi panduan bukan hanya dalam menurunkan tekanan darah,
akan tetapi juga memberi arahan pemberian terapi secara komprehensif, termasuk
perubahan gaya hidup.Tabel 2.1 menjelaskan klasifikasi berdasarkan JNC VII. 11

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII.11


Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik
(mmHg) (mmHg)

Normal <120 dan < 80

Prahipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi grade 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi grade 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Sumber:JNC VII. 2003. The seventh report of the Joint National Committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertension, 42:1206-52.
2.1.4. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah

a. Faktor internal

a.1.Variasi diurnal tekanan darah


Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa tekanan darah mencapai puncak
tertinggi pada pagi hari (midmorning), puncak kedua pada sore hari, menurun
malam hari, paling rendah pada waktu tidur sampai jam tiga sampai jam empat
pagi, kemudian tekanan darah naik perlahan sampai bangun pagi dimana tekanan
darah naik secara cepat. Tekanan darah dapat bervariasi sampai 40mmHg dalam
24 jam.12

a.2. Valsava manuver

Peristiwa mengedan (ekspirasi yang ditahan terhadap penutupan glottis)


menaikkan tekanan intrathoraks sehingga menghalangi aliran balik vena dan
mengakibatkan turunnya isi sekuncup dan tekanan nadi dan disertai reflex
takikardi. Bila maneuver ini dihentikan, tekanan intrathoraks turun dan darah vena
yang menumpuk mengalir sehingga menaikkan isi sekuncup (mekanisme Frank
Starling). Akibatnya naiknya tekanan nadi menyebabkan timbulnya refleks
bradikardi secara dramatis.Valsalva maneuver ini digunakan untuk tes klinis
persarafan otonom jantung.13

Jantung dapat mempengaruhi tekanan darah karena berhubungan dengan


curah jantung. Curah jantung dapat berubah-ubah bergantung pada tingkat
aktivitas seseorang, usia, tingkat metabolisme tubuh dan ukuran tubuh. Ada dua
faktor yang mempengaruhi curah jantung, yaitu isi sekuncup dan denyut jantung.
Frekuensi denyut jantung dipengaruhi oleh rangsang saraf simpatis dan
parasimpatis. Rangsang pada saraf simpatis akan meningkatkan frekuensi denyut
jantung serta meningkatkan kontraktilitas miokardium sehingga akan menambah
isi sekuncup.14

Pengaruh tahanan perifer pada tekanan darah disebabkan oleh perubahan


diameter pembuluh darah tepi, terutama pada arteriol. Perubahan pada diameter
arteriol akan mengakibatkan perubahan pada tahanan perifer total sehingga terjadi
perubahan tekanan darah. Ciri khas sistem vaskular yang penting adalah semua
pembuluh darah bersifat distensibilitas, misalnya arteriolakan berdilatasi dan
menurunkan tegangannya ketika tekanan di dalam arteriol meningkat. Hal ini
mengakibatkan bila terjadi peningkatan aliran darah berarti disebabkan tidak
hanya peningkatan tekanan darah tetapi juga akibat penurunan tahanan.8

Selain itu, tekanan darah juga dipengaruhi oleh volume darah dalam tubuh
yang mana dipengaruhi oleh volume cairan ekstraseluler, sehingga peningkatan
volume cairan ekstraseluler akan meningkatkan volume darah. Peningkatan
volume darah akan meningkatkan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata yang
kemudian akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung sehingga
menyebabkan peningkatan curah jantung.14

a.3. Status menopause


Perempuan akan mengalami peningkatan resiko tekanan darah tinggi (hipertensi)
setelah menopause yaitu usia diatas 45 tahun. Perempuan yang belum menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL rendah dan tingginya
kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) mempengaruhi terjadinya proses
aterosklerosis dan mengakibatkan tekanan darah tinggi.Setelah melalui usia
produktif, wanita akan memasuki usia menopause yang terjadi akibat penurunan
sekresi hormon estrogen. Salah satu fungsi estrogen adalah untuk
mempertahankan fleksibilitas pembuluh darah dan memodulasi kerja hormon lain
yang dapat berkontribusi meningkatkan tekanan darah.15

b. Faktor eksternal

b.1. Umur

Pada pembuluh darah arteri memiliki struktur histologi yang terdiri tunika
intima (endotel, subendotel), tunika media (otot polos) dan tunika adventitia. Sel
endotel yang terdapat dalam tunika intima memiliki fungsi untuk
remodellingdinding pembuluh darah. Disfungsi endotel atau kerusakan pada
endotel dapat terjadi akibat adanya arterosklerosis yang dapat menyebabkan sel
endotel pembuluh darah mengalami hipoksia akibat aliran darah yang terganggu
atau terhambat.Selain itu, asam lemak yang merupakan salah satu komponen
pembentuk arterosklerosis dapat menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak
pembuluh darah.8,14

Arterosklerosis bisa terjadi seiring meningkatnya usia diakibatkan oleh


adanya plag yang terbentuk dari kolesterol, kalsium dan jaringan fibrous yang
menyatu sehingga dapat mengganggu aliran darah. Pada pembuluh darah arteri
tekanan darah pada usia lanjut (lansia) akan cenderung tinggi sehingga lansia
lebih besar berisiko terkena hipertensi (tekanan darah tinggi). Bertambahnya umur
mengakibatkan tekanan darah meningkat, karena dinding arteri pada usialanjut
(lansia) akan mengalami penebalan yang mengakibatkan penumpukan zat kolagen
pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit
dan menjadi kaku. Hal ini menyebabkan terjadinya hipertensi. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga
prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut lebih tinggi yaitu sekitar 40%
kematian sekitar diatas 65 tahun.16

b.2. Jenis kelamin

Berdasarkan data dari Framingham Heart Study yang usia respondennya


berkisar antara 65-89 tahun dengan hipertensi, ditemukan 65% berjenis kelamin
perempuan dan sisanya adalah laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi
pada kisaran umur tersebut lebih banyak diderita oleh wanita. Setelah melalui
usia produktif, wanita akan memasuki usia menopause yang terjadi akibat
penurunan sekresi hormon estrogen. Salah satu fungsi estrogen adalah untuk
mempertahankan fleksibilitas pembuluh darah dan memodulasi kerja hormon lain
yang dapat berkontribusi meningkatkan tekanan darah. Tetapi ada beberapa studi
penelitian yang mengatakan bahawa kejadian hipertensi juga terjadi pada laki-
laki. Hal ini disebabkan gaya hidup yang cenderung menjadi faktor risiko
terjadinya hipertensi. Menurut Eniery dan Wilkininson 2014, rasio laki-laki
dibanding perempuan yang menderita hipertensi adalah 2,29: 1.17

b.3. Riwayat hipertensi keluarga

Hipertensi esensial biasanya terkait dengan gen dan faktor genetik, dimana
banyakgen yang turut berperan pada perkembangan gangguan hipertensi. Faktor
genetik menyumbangkan 30% terhadap perubahan tekanan darah pada populasi
yang berbeda.Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa banyak sekali gen
yang dapat mempengaruhi tekanan darah, namun pada pembahasan kali ini gen-
gen tersebut dikelompokkan menjadi: gen yang mengenkode sistem renin-
angiotensin (poilmorfisme I/D gen Angiotensin-converting enzyme), gen yang
berperan dalam homeostasis natrium ginjal dan gen yang mengatur metabolisme
steroid.Gen-gen yang berperan dalam homeostasis natrium di ginjal yaitu WNK-1
(gen lysine- deficient protein kinase 1), SNNN1B (amilorid-sensitive sodium
channel), SCNN1G (gen subunit beta dan gamma yang mengenkode 2 subunit
ENaC channel sodium).Gen-gen tersebut mempengaruhi pompa Na+ - K+ pada
tubulus ginjal sehingga meningkatkan retensi natrium dan air pada ginjal.Dengan
meningkatnya reabsorpsi natrium pada ginjal maka volume plasma dan cairan
ekstrasel meningkat.Dengan begitu, volume ekstrasel meningkat dan
menyebabkan peningkatan aliran darah balik vena ke jantung. Terjadilah
peningkatan curah jantung dan selanjutnya peningkatan tekanan arteri..18

b.4. Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan


Tingkat pendidikan secara tidak langsung juga mempengaruhi tekanan darah.
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup yaitu kebiasaan merokok,
kebiasaan minum alkohol, dan kebiasaan melakukan aktivitas fisik seperti
olahraga. Hasil Riskesdas tahun 2013 dalam Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (2013) menyatakan bahwa penyakit hipertensi (tekanan darah tinggi)
cenderung tinggi pada pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan
peningkatan pendidikan. Tingginya risiko terkena hipertensi pada pendidikan
yang rendah, kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan pada
seseorang yang berpendidikan rendah terhadap kesehatan dan sulit atau lambat
menerima informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh petugas sehingga
berdampak pada perilaku/pola hidup sehat.19
Pendidikan juga tidak berhubungan langsung dengan pengetahuan, namun
dapat mempengaruhi proses pemahaman terhdapa sutau infromasi yang diterima,
Hal ini, menyebabkan tingkat pengetahuan tentang pngendalian dan mengontrol
tekanan darah, dan pola hidup yang sehat sehingga dapat mempengaruhi tindakan
atau perilaku yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.20

b.5. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Peningkatan IMT erat kaitannya dengan penyakit hipertensi baik pada
laki-laki maupun pada perempuan. Kenaikan berat badan sangat berpengaruh
pada mekanisme timbulnya kejadian hipertensi pada orang yang obesitas akan
tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut belum dipahami secara jelas namun
diduga pada orang yang obes terjadi peningkatan volume plasma dan curah
jantung yang akan meningkatkan tekanan darah. Berdasarkan penelitan yang
dilakukan oleh Irene Moudy Sumayku, dkk tentang hubungan indeks massa tubuh
dan lingkar pinggang dengan tekanan darah pada mahasiswa fakultas kedokteran
Universitas Sam Ratulangi didapatkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan
antara IMT dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pinzon pada orang-orang
yang berusia 18-22 tahun yang menunjukkan bahwa IMT berlebih mempunyai
hubungan terhadap tekanan darah.21

b.6. Aktvitas fisik


Aktivitas fisik adalah gerakan-gerakan bagian tubuh yang meningkat-kan
penggunaan energi atau pemakaian kalori. Menurut World Health Organization,
aktivitas fisik terbagi menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedangdan berat dan
dibuat serta telah disahkan dengan membuatGlobal Physical Activity
Questionnaire(GPAQ) yang dijelaskan dalam tabel 2.2. Proporsi aktivitas fisik
penduduk Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar secara umum masih
tergolong kurang aktif (sedentari) yaitu 26.1%. Perilaku sedentari menurun
seiring pertambahan usia, dan terjadi peningkatan kembali pada umur ≥ 50 tahun.
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur seperti olah raga dapat menurunkan
tahanan perifer yang memengaruhi tekanan darah. Aktivitas fisik meningkatkan
kebutuhan oksigen dan denyut jantung. Kebutuhan oksigen saat beraktivitas juga
akan meningkatkan tekanan darah secara langsung. Latihan fisik terlalu berat
dapat meningkatkan tekanan darah dan harus dihindari pada penderita
hipertensi.22
Tabel 2.2Kuesioer Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ).23
Jenis aktivitas Jenis kegiatan Contoh aktivitas
Aktivitas ringan 75% dari waktu yang Duduk, berdiri, mencuci
digunakan adalah duduk piring, menyetrika,
atau berdiri dan 25% bermainmusik, menonton
adalah untuk kegiatan TV, mengemudikan
berdiri dan berpindah kendaraan, berjalan
perlahan
Aktivitas sedang 40% dari waktu yang Menggosok lantai,
digunakan adalah duduk mencuci mobil, menanam
atau berdiri dan 60% tanaman, bersepeda pergi
adalah untuk kegiatan pulang beraktivita,
kerja khusus dalam berjalan sedang dancepat,
bidang pekerjaannya golf, bowling, berkuda,
bermain tenis meja,
berenang voli
Aktivitas berat 25% dari waktu yang Membawa barang berat,
digunakan adalah duduk bersepeda (16-22
atau berdiri dan 75% km/jam), bermain sepak
adalah untuk kegiatan bola, bermain baket, gym
kerja khusus dalam angkat berat, berlari
bidang pekerjaannya
Sumber : Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) terjemahan Indonesia.

b.5. Kebiasaan merokok

Rokok juga punya dose response effect, artinya semakin muda usia
merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai
sejak usia remaja, merokok dapat berhubungan dengan tingkat atherosclerosis.
Selain dari lamanya merokok, risiko akibat merokok terbesar tergantung pada
jumlah rokok yang dihisap per hari. Merokok sehari menjadi dua kali lebih rentan
untuk menderita hipertensi daripada mereka yang tidak merokok. Pada keadaan
merokok, pembuluh darah di beberapa bagian tubuh akan mengalami
penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya
darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu
jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah
meningkat. Rokok merupakan zat adiktif yang menyebabkan syndrome withdrawl
atau ketagihan baik secara fisiologis maupun psikologis yang menyebabkan
penurunan mental dan kualitas seseorang. Hubungan antara merokok dan tekanan
darah sudah diteliti secara intensif, baik itu terfokus pada hubungan sebab antara
kebiasaan merokok dan insiden hipetensi ataupun dampak merokok dalam
prognosis pasien dengan hipertensi.24

b.6. Kebiasaan kontrol kolesterol

Selain usia, pola hidup modernpun dapat memicu kolesterol meningkat


karena aktivitas sehari-hari yang menyita waktu sehingga mengabaikan kebiasaan
mengontrol kadar kolesterol darah. Kolesterol merupakan salah satu dari sejumlah
lemak yang dibawa dalam aliran darah. Saat kadar kolestrol darah terutama low
density lipoprotein (LDL) meningkat maka akan terjadi perubahan bentuk plak
yang mengakibatkan penyempitan arteri. Penyempitan arteri ini mengakibatkan
aliran darah menjadi lambat sehingga memaksa jantung bekerja lebihkeras untuk
memompa darah yang berujung pada hipertensi.Hasil penelitian ini diperkuat oleh
hasil penelitian yang dilakukan oleh Maulana dimana terdapat hubungan yang
signifikan antara kadar kolesterol total terhadap kejadian hipertensi yang
dilakukan di wilayah Banjar dengan nilai p=0,02.25

b.7.Kebiasaan kontrol tekanan darah

Tekanan darah yang meliputi tekanan sistolik dan diastolik dapat


bervariasi pada berbagai individu. Program Puskesmas terkait dengan himbauan
atau kunjungan kembali untuk memeriksakan tekanan darah dalam bentuk
penyuluhan baru terlaksana 4x/tahun dari 12x/tahun, direkomendasi oleh JNC
VII. Hal ini ditujukan untuk mencegah komplikasi dari hipertesi sepertii gagal
ginjal, stroke dan sebagainya. Upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi
hipertensi diperlukan penatalaksanaan hipertensi secara tepat, salah satunya
adalah dengan melakukan kontrol tekanan darah secara teratur. Kontrol tekanan
darah adalah aktivitas yang dilakukan oleh penderita hipertensi dalam
mengontrolkan tekanan darah di pelayanan kesehatan.26

b.9. Posisi pengukuran

Posisi pengukuran juga mempengaruhi hasil pengukuran dari tekanan


darah. Posisi pengukuran akan mempengaruhi volume curah jantung.Pada posisi
berdiri, maka sebanyak 300-500 ml darah pada pembuluh”capacitance” vena
anggota tubuh bagian bawah dan isi sekuncup mengalami penurunan sampai 40%.
Dengan demikian selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam
vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup
berkurang, curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun.8

Selama bergerak,otot-otot memerlukan peningkatan aliran darah yang


banyak. Sebagian dari peningkatan ini adalah akibat dari vasodilatasi lokal pada
vaskularisasi otot yang disebabkan oleh peningkatan metabolisme sel otot.
Peningkatan tekanan arteri selama bergerak terutama akibat area motorik sistem
saraf menjadi teraktivasi untuk bergerak, sistem pengaktivasi retikuler di batang
otak juga ikut teraktivasi, yang melibatkan peningkatan perangsangan yang sangat
besar pada area vasokonstriktor dan kardioakselerator pada pusat vasomotor.
Keadaan ini akan meningkatkan tekanan arteri dengan segera untuk menyetarakan
besarnya peningkatan aktivitas otot.27

Posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil.Hal ini dikarenakan


pada saat duduk sistem vasokonstriktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal
saraf pun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot
rangka tubuh, terutama otot-otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus
dasar otot-otot tersebut yang menekan seluruh vena cadangan abdomen,
membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal
ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa menjadi
meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen.14

Pada posisi berbaring darah dapat kembali ke jantung secara mudah tanpa
harus melawan kekuatan gravitasi.Terlihat bahwa selama kerja pada posisi
berdiri, isi sekuncup meningkat secara linier dan mencapai nilai tertinggi pada
40%-60% Volume oksigen maksimal.14

2.2. Rasio lingkar pinggang lingkar panggul

2.2.1. Definisi

Rasio lingkar pinggang dan panggul adalah sebuah metode sederhana untuk
menggambarkan distribusi lemak dalam tubuh khususnya didaerah subkutan dan jaringan
lemak tubuh. Berbeda dengan IMT (indeks massa tubuh) yang menggambarkan distribusi
lemak diseluruh tubuh, nilai antropometri lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-
panggul (RLPP) yang merupakan salah satu indikator dari obesitas abdominal sering
dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit kronik karena keterkaitannya dengan
sindroma metabolik. 23

2.2.2. Cara pengukuran

Lingkar pinggang adalah indikator untuk menentukan obesitas abdominal yang


diperoleh melalui hasil pengukuran panjang lingkar yang diukur diantara crista illiaca
dan costae XII pada lingkar kecil, diukur dengan pita meteran non elastis (ketelitian
1mm). Bertambahnya ukuran lingkar panjang berhubungan dengan peningkatan
prevalensi obesitas sentral. Sedangkan lingkar panggul adalah indikator untuk
menentukan obesitas abdominal yang diperoleh melalui hasil pengukuran panjang lingkar
yang diukur pada lingkar maksimal dari pantat dan pada bagian atas symphisis ossis
pubis.230

2.2.3. Klasifikasi

Ukuran lingkar pinggang masing-masing ras berbeda, sehingga untuk


memudahkan klasifikasi, IDF (International Diabetes Federation) mengeluarkan kriteria
ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis dijelaskan dalam tabel 2.3.World Health
Organization (WHO, 2000) secara garis besar menentukan kriteria obesitas berdasarkan
rasio lingkar pinggang panggul jika rasio lingkar pinggang panggul pria >0.90 dan pada
wanita >0.85.31

Tabel 2.3. Ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis.32


Negara atau grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada obesitas
Eropa Pria > 94 cm
Wanita > 80 cm
Asia selatan Pria > 90 cm
Wanita > 80 cm
Populasi China, melayu, dan Asia Jepang Pria > 85 cm
Wanita > 90 cm
Amerika tengah dan selatan Gunakan rekomendasi asia selatan hingga
tersedia data spesifik
Sub-sahara Afrika Gunakan rekomendasi eropa hingga
tersedia data spesifik
Timur Tengah Gunakan rekomendasi eropa hingga
tersedia data spesifik
Sumber : International Diabetes Federation

2.3. Obesitas sentral


2.3.1.Definisi
Obesitas merupakan peningkatan massa tubuh jaringan tubuh sebagai akibat
akumulasi lemak berlebih. Obesitas timbul karena danya ketidakseimbangan antara
jumlah energi yang masuk dan energi yang keluar. Berdasarkan bentuk tubuh, obesitas
dibagi menjadi dua yaita obesitas dengan penumpukan pada daerah gluteal dan femoral
yang dikenal sebagai istilah obesitas gynoid ( seperti bentuk pir ), obesitas jenis ini sering
terdapat pada wanita. Obesitas jenis kedua adalah obsitas sentral atau abdominal, yakni
memiliki bentuk seperti apel yang pada umumnya terdapatbanyak pada pria. Obesitas
sentral menyebabkan perut terlihat buncit. Status obesitas sentral dapat diketahu dengan
berbagai metode yakni perhitungan rasio lingkar pinggang lingkar perut (RLPP).
Obesitas sentral merupakan salah satu faktor prediktor terhadap berkembangnya faktor
risiko sindrom metabolik.33

2.3.2. Faktor yang mempengaruhi

a. Umur
Seiring dengan bertambahnya umur, prevalensi obesitas sentral mengalami
peningkatan. Peningkatan umur akan meningkatkan kandungan lemak tubuh total,
terutama distribusi lemak pusat. Aekplakorn et al. (2007) menemukan bahwa
prevalensi obesitas sentral meningkat sampai dengan umur 44 tahun dan menurun
kembali pada umur 45-54 tahun. Prevalensi obesitas sentral ditemukan lebih tinggi
pada usia lebih tua. Pada usia lebih tua terjadi penurunan massa otot dan perubahan
beberapa jenis hormon yang memicu penumpukan lemak perut. Kantachuvessiri et al
(2005) menyatakan bahwa pada umur 40-59tahun seseorang cenderung obesitas
dibandingkan dengan umur yang lebih muda. Hal ini diduga karena lambatnya
metabolisme, kurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih
sering. Selain itu, orang tua biasanya tidak begitu memperhatikan ukuran
tubuhnya.33,34

b. Jenis kelamin
Rasio lingkar pinggang lingkar panggul merupakan prediktor ditribusi lemak
viseral tubuh. Laki laki lebih banyak memiliki risiko untuk terjadinya obesitas sentral
dibandingkan perempuan. Pada perempuan akan meningkat setelah menopause.
Proporsi lemak pada pria akan meningkat di bagian atas tubuh seperti bagian
abdominal dan pada wanita pada bagian bawha tubuh seperti pinggang dan panggul.
Pada pria, total lemak tubuh umumnya meningkat dengan total lemak tubuh
sedangkan pada perempuan, lemak viseral kurang dipengaruhi jumlah total lemak
tubuhnya (Tchernof dan Despres, 2013). 35

c. Genetik
Obesitas menurun dikeluarga, berkaitan dengan mutasi genetik maupun asupan
makan dan pola olahraga yang sama. Variasi adiposit tubuh dipengaruhi oleh gen.
Peran gen yaitu dalam regulasi hipotalamus terhadap perilaku makan, termasuk gen
leptin, gen pro-opiomelanocortin (POMC) dan gen melanocortin-4-receptor (MC4R).
Kontribusi faktor genetik pada obesitas yaitu dengan menyebabkan abnormalitas pada
satu atau lebih jalur yang meregulasi pusat makan, penggunaan energi dan
penyimpanan lemak. Selain itu dapat juga terjadi mutasi monogenik pada gen yang
meregulasi asupan makan seperti: mutasi pada MCR-4 (paling sering ditemukan),
defisiensi leptin kongenital yang disebabkan oleh mutasi gen leptin (jarang
ditemukan) dan mutasi pada reseptor leptin (sangat jarang).34

d. Indeks massa tubuh

Persentase lemak subkutan berubah sepanjang hidup, ketika bayi lemak subkutan
banyak, lalu jumlahnya menurun terus hingga usia 6-8tahun. Menurut Norton (1996)
lemak subkutan terus meningkat pada usia diatas 8tahun, kecuali pada laju
pertumbuhan perempuan 11-12tahun dan laki-laki 14-16tahun berkurang, tetapi
bertambah lagi usia 50tahun bagi laki-laki dan 60tahun pada perempuan, lalu
menurun. Penelitian Hayflick (1996) menyatakan bahwa berat badan manusia
cenderung meningkat terus dan mencapai maksimum pada usia 35-54tahun. Berat
badan manusia juga dipengaruhi oleh kadar air yang makin turun ketika menua
berawal dari 76% dan menjadi 52%. Indeks massatubuh atau IMT dikenal sebagai
indeks skeletal merupakan antropometri sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa (usia 18tahun keatas), khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan/BB. IMT tidak dapat diterapkan pada kelompok umur yang
masih tumbuh yaitu bayi, anak, remaja dan kelompok khusus seperti ibu hamil yang
mengalami penambahan berat badan ketika hamil dan olahragawan yang sebagian
besar terdiri dari otot. Rumus menghitung adalah IMT = BB (kg)/TB (m) x TB (m).31

Cara lain mengetahui IMT untuk orang dewasa juga dapat menggunakan
tabel IMT (tabel2.4) berdasarkan WHO dan pada tabel 2.5 menurut asia-pasifik
sebagai berikut:

Tabel 2.4. Kriteria organisasi kesehatan dunia (WHO) untuk Indeks Massa Tubuh.36
Kategori IMT
Kurus 18,5
Normal 18,5-24,9
Kegemukan 25-29,9
Obesitas tingkat 1 30- 34,9
Obesitas tingkat 2 35-39,9
Obesitas tingkat 3 >40
Sumber: WHO Western Pacific Region. Inoue S [co-chairman]. The Asia-Pacific
perspective: redefining obesity and its treatment. Australia: Health Communications Australia
Pty, February 2000.h.18

Tabel 2.5. Kriteria indeks massa tubuh untuk dewasa Asia-Pasifik38

Kategori IMT
Kurus 18,5
Normal 18,5-23
Kegemukan >23 - 25
Obesitas tingkat 1 25 - ≤ 30
Obesitas tingkat 2 .>30
Sumber: WHO Western Pacific Region. Inoue S [co-chairman]. The Asia-Pacific
perspective: redefining obesity and its treatment. Australia: Health Communications Australia
Pty, February 2000.h.18

e. Hormonal

Estrogen adalah hormon steroid yang mengatur pertumbuhan, diferensiasi dan


bermacam-macam fungsi di jaringan tubuh manusia. Sebagai hormon seks utama
pada wanita, estrogen sangat penting dalam kontrol siklus menstruasi, reproduksi
dan perkembangan karakteristik seksual sekunder perempuan. Penurunan kadar
estrogen pada wanita selama transisi menopause dikaitkan dengan kenaikan berat
badan. Selain itu, pertambahan bobot dan perubahan komposisi tubuh mengarah
pada tingginya obesitas visceral. International Menstrual Society (IMS) menjelaskan
bahwa perubahan hormon yang terjadi pada wanita menopause berkontribusi pada
peningkatan obesitas abdomen sentral yang selanjutnya akan menganggu kesehatan
fisik maupun psikologis. Terdapat bukti kuat bahwa terapi hormon estrogen akan
mencegah perubahan akibat menopause pada distribusi lemak tubuh dan mencegah
perubahan metabolisme lemak tubuh.36,37

f. Pemasukan energi

Pemasukan energi atau intake of energy dapat mempengaruhi terjadinya


obesitas sentral apabila pemasukan energi yang lewat asupan makanan. Asupan
energi didapat dari banyaknya makanan yang dikonsumsi seseorang. Asupan energi
yang berlebihan secara kronis dapat menimbulkan kenaikan berat badan. Sumber
energi dalam bahan makanan dapat diperoleh dari zat gizi makro yaitu kabohidrat,
lemak dan protein.39

Peranan utama karbohidrat didalam tubuh adalah menyediakn glukosa bagi


sel-sel tubuh, yang kemudian diubah menjadi energi. Kelebihan glukosa akan
disimpan didalam hati dan juga otot dalam bentuk glikogen.Tubuh hanya dapat
menyimpan glikogen dalam jumlah terbatas, jika asupan karbohidrat melebihi
kapasitas oksidatif tubuh, maka sel dapat mengubah karbohidrat menjadi lemak dan
perubahan ini terjadi di hati. Oleh karena itu, diet tinggi karbohidrat akan
meningkatkan kadar trigliserida dan turunnya kadar HDL (high densitas lipid).40

Protein memiliki fungsi untuk membangun dan memelihara sel-sel jaringan


tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya juga memiliki kandungan lemak yang
tinggi. Kelebihan asupan protein akan diubah menjadi lemak. Protein hewani
umumnya lebih meningkatkan kolestrol dibandingkan dengan protein hewani. Bila
kondisi ini berlangsung lama maka akan dapat menyebabkan risiko meningkatnuya
obesitas. Dalam keadaan protein akan mengalami deaminase atau penglepasan gugus
amino (NH2) dari asam amino. Nitrogen dikeluarkan dati tubuh dan sisa-sisa ikatan
diubah menjadi asetil KoA. Asetil KoA kemudian disintesis menjadi trigliserida
melalui proses lipogenensis.41

Kelebihan lemak akan disimpan dijaringan adiposit dan bila berlangusng


lama akan menimbulkan obesitas. Lemak menghasilkan lebih banyak energi
dibandingkan karbohidrat dan protein. Setelah makan, lemak akan disimpan
dijaringan adiposa dan akan digunakan sebagai energi yang dibutuhkan. Oleh karena
itu, kelebihan asupan lemak dari makanan dengan mudah dapat menambah berta
badan. Golongan serat yang larut yang banyak ditemukan di buah-buahan dan
sayuran dapat menurunkan kolestrol dan menghambat absorpsi lemak.42

Konsumsi serat yang cukup dapat menurunkan risiko obesitas. Makanan


tinggi serat umumnya memerlukan waktu yang lebih banyak untuk mengunyah dan
mencerna. Serat yang tidak larut air tidak dapat dicerna dan menambah volume
makanan sehingga mengurangi risiko konsumsi yang berlebihan. Sedangkan serat
larut air akan berubah menjadi subtasi menyerupai gel selam proses pencernaan
sehingga akan memperlambat makanan melewati usus sehingga membuat tubuh
kenyang lebih lama.42

g. Pengeluaran energi (Energy expenditure)


Aktivitas fisik memilik pengaruh yang besar terhadap total energy
expenditure yang dapat menurunkan risiko obesitas sentral. Energi yang disimpan
di dalam tubuh menjadi kurang digunakan karena jarang melakukan aktivitas.
Aktivitas fisik dapat menyebabkan penurunan kadar adipositas viseral. Aktivitas
fisik dan olahraga teratur dapat meningkatkan massa otot dan menurunkan massa
lemak. Olahraga aerobik minimal 30 menit setiap hari dapat menyebabkan
peningkatan otot yang terbentuk akan membantu proses pembakaran lemak lebih
optimal.43
Aktivitas fisik/bergerak adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan
pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori) dijelaskan dalam tabel
2.6.Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan
mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar.35
Tabel 2.6.Pengeluaran energi dari aktivitas dalam kalori.34
Aktivitas fisik Jumlah energi yang dibakar/ minggu

Kurang aktif < 1000 kalori/ minggu

Sedang 1000-2500 kalori /minggu

Tinggi >2500 kalori / minggu

Sumber : Harjatmo TP, Par’i HM, Wiyono S. Bab II: Metode penilaian status gizi
dalam buku Bahan ajar gizi penilaian status gizi. Kemenkes RI Pusat pendidikan
sumber daya manusia kesehatan badan pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatan, 2017.h.212-7

2.3.4. Penyakit yang disebabkan obesitas sentral


a. Hipertensi
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukan bahwa
jumlah penduduk Indonesia yang mengalami hipertensi adalah sebanyak
25.8% atau 65.058.110 jiwa. Faktor risiko hipertensi dapat dibedakan
menjadi faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor risiko
yang dapat diubah adalah obesitas dan asupan zat gizi atau diet yang
tidak tepat. Kaitannya obesitas sentral dnegan hipertensi adalah obesitas
mengakibatkan lemak viseceral yang terdisposisi di bagian abdomen atau
perut. Ketika terjadi lipolisis lemak visceral, maka akan meningkatkan
asam lemak bebas yang dapat mmebuat tubuh dalam berada dalam
kondisi hiperinsulinemia, hal ini dapat mempengaruhi terjadinya retensi
natrium dan hipertrofi dan vaskular. Diet yang tidak tepat terkait aupan
makronutrien dan miktonutrien juga menjadi faktor risiko terjaidnya
hipertensi. Hal ini disebabkan karena peningkatan lemak yang berlebih
dapat menyebabkan tingginya LDL (Low Density Lipid) yang jika
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis. Sedangkan diet
mikronutrien, seperti diet kalsium, magnesium dan natrium rendah dapat
menganggu terjadinya kerja ritme jantung serta menyebabkan
keseimbangan rasio kalsium dan magnesium yang berlebihandapat
menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel dan vasokontriksi yang dapat
memicu terjadinya hipertensi.3,44

b. Sindrom metabolik
Peningkatan berat badan atau obesitas terutama obesitas sentral
dapat menyebabkan sindrom metabolik dimana obesitas sentral
merupakan salah satu kriteria diagnostik sindrom metabolik. Prevalensi
sindrom metabolik bervariasi, pada penelitian Bogasa heart, sindrom
metabolik pada remaja di Maerika serika sebesar 4.2%. Kriteria sindrom
metabolik pada dewasa mengikuti NCEP (National Cholestrol Education
Program ) atau ATP III (Adult Treatment Panel) mendefenisikan sindrom
metabolik jika menemuka 3 dari 5 komponen yang diklasifikasikan yaitu
hipertensi, kadar kolestrol HDL (High Density Lipid) yang rendah (<40
mg/dl), kadar serum trigliserida yang tinggu (> 120 mg/ dl), kadar
glukosa serum puasa yang tinggi (> 100 mg/dl) dan obesitas sentral.45

b. Penyakit jantung koroner


Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang disbebkan
oleh adanya plak yang menyumbat didalam arteri koroner yang
mensuplai oksigen ke otot jantung. Penyakit ini termasuk bagian dari
penyakit kardiovaskular yang paling umum terjadi. Menurut statistik
dunia, ada 9,4 juta yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner.
Diperkirakan angka tersebut akan meningkat hingga 23,3 juta pada tahun
2030. Di Indonesia salah satu penyakit kardiovaskular yang menempati
angka kematian dan angka kesakitan yang paling tinggi. Prevalensi
penyakit jantung berdasarkan riset kesehatan dasar 2013 sebesar 0.5 %.
Hasil riskesdas ini menunjukkan penyakit jantung koroner berada pada
posisi ketujuh tertinggi penyakit tidak menular.46

Berdasarakan Buletin Penelitian Kesehatan 2016, risiko terjadinya


penyakit jantung koroner lebih tinggi terdapat pada obesitas sentral. Hal
ini disebabkan oleh pembentukan plak aterosklerosis yahng terjadi akibat
peningkatan asam lemak bebas dalam darah sehingga menumpuk dan
membentuk plak yang menjadi penyebab penyakit jantung koroner.47

c. Displidemia
Displidemia disebabkan oleh terganggunya metabolisme lipid
akibat interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Displidemia
terjadinya karenga peningkatan kadar kolestrol LDL (low densitiy lipid ).
Rekomendasi profil lipid yang diperiksa secara rutin adalal kolestrol total
(>200 mg/dl), HDL (< 40 mg/dl), LDL (>100 mg/dl) dan trigliserida
(>200 mg/dl) . Displidemia merupakan faktor risiko yang terkait erat
penyakit jantung koroner. Laporan Riskesdas 2013 bidang biomedis
menunjukan bahwa prevalesni displidemia atas dasar konsentrasi
kolestrol total > 200 mg/dl adalah 39.8% dari total penduduk indonesia
dengan usia >18 tahun.48
d. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan pada sekresi insulin,
aktivitas insulin atau keduanya. Prevalensi diabetes melitus pada tahun
2013 meningkat dua kali lipat dibandingkan 2007 menurut Riskesdas
2013. Prevalensi diabetes melitus adalah sebesar 6.9% dari penduduk
Indonesia usia >15 tahun. Diabetes melitus juga meningkat pada wanita
dan pria dengan obesitas sentral. Hal ini disebabkan pada obesitas sentral
pada umumnya berikatan dnegan risiko resistensi insulin atau
menurunnya senistivitas insulin yang merupakan risiko terjadinya
toleransi glukosa terganggu (TGT). Penurunan sensitivitasi nsulin perifer
berhubungan dengan lemak viseral. Selain itu juga terjadinya akibat dari
penumpukan sel lemak sehingga mengakibatkan peningkatan sekresi
insulin, yang dalam jangka waktu lama jika sel lemak terus mengalami
peningkatan dapat terjadinya resistensi insulin. Diagnosis diabetes
melitus ditegakkan oleh keluhan, pemeriksaan fisik dan dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah.50,51(tabel 2.7)
Tabel 2.7. Kriteria diagnosis DM. 50
1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidka dapat dijelaskan)+ glukosa plasma sewaktu ≥ 140
mg/dl. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa puasa ≥ 110 mg/dl. Glukosa
plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl. TTGO yang
dilakukan menggunakan standar WHO menggunakkan bebas glukosa
yang setara dengan 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam air
Sumber: Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2
tahun 2015

f. Perlemakan hati
Penyakit perlemakan hati non-alkoholik atau non-alcoholic fatty
liver disease (NAFLD) merupakan spektrum kondisi yang ditandai secara
histologis dengan steatosis(perlemakan)hatimakrovesikular dan terjadi
pada mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol yang berat. Ada dua pola
histologis NAFLD, yaitu lemak hati saja (non alcoholic fatty liver =
NAFL) dan perlemakan hati pada tingkat yang lebih berat (nonalcoholic
steatohepatitis = NASH).Dikatakan sebagai perlemakan hati apabila
kandungan lemak di hati (sebagian besar terdiri atas trigliserida) melebihi
5% dari seluruh berat hati. Terdapat peningkatan insidensi NAFLD pada
sindroma metabolik yang meliputi obesitas, hiperinsulinemia, resistensi
insulin perifer, diabetes mellitus, hipertrigliseridemia, dan hipertensi.
Penyait ini didiagnosis dari biopsi sel hati.6
2.4. Kerangka teori

Pemasukan energi
Asupan Gizi
(intake of energy)

Pengeluaran energi (energy Expenditure) Aktivitas


fisik
Hormonal
- Variasi
IMT - Usia
diurnal
- Jenis kelamin
- Valsava
Genetik - Aktivitas fisik
manuver
- Posisi pengukuran
- Genetik
Jenis - Kebiasaan merokok
kelamin12233
Usia
33333333333
22
Obesitas Tidak Normal Normal Faktor Faktor
Sentral eksternal internal

Rasio Lingkar Pinggang Tekanan Definisi


Lingkar Panggul Darah

Cara
Pengukuran
Penyakit

Klasifikasi

Normotensi
Penyakit Diabetes Perlemakan Sindrom Prahipertensi
Displidemia Hipertensi
jantung koroner Melitus hati Metabolik
- Grade 1
- Grade 2

Skema 1. Kerangka teori


2.5. Kerangka Konsep

Rasio lingkar pinggang panggul Tekanan darah

Umur

Jenis kelamin

Status Menopause

Tingkat pendidikan

Indeks Massa Tubuh

Aktivitas fisik

Kebiasaan merokok

Riwayat hipertensi pada keluarga

Pengetahuan tentang obesitas sentral

Kebiasaan kontrol tekanan darah

Kebiasaan kontrol kolesterol darah

Skema 2. Kerangka konsep


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik dengan menggunakan desain penelitian
cross sectional. Penelitian cross sectional digunakan untuk meneliti variabel bebas dan terikat
secara bersamaan.45

3.2. Tempat danWaktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2018 di Puskesmas Kelurahan GrogolI

3.3.Variabel penelitian

● Variabel terikat: Tekanan darah


● Variabel bebas: Rasio lingkar pinggang panggul
● Variabel perancu (confounding factors) : Umur, jenis kelamin,riwayat menopause tingkat
pendidikan, Indeks massa tubuh, aktivitas fisik, Kebiasaan merokok, riwayat hipertensi
pada keluarga, pengetahun tentang obesitas sentral, kebiasaan kontrol tekanan darah, dan
kebiasaan kontrol kolestrol darah.

3.4. Populasi Penelitian

Semua pasien rawat jalan yang datang berobat ke Puskesmas Kelurahan Grogol I.

3.5. Teknik Pengambilan Sampel dan Besar Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan nonprobability consequtive
sampling semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria dimasukkan dalam penelitian sampai
jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi sesuai dengan waktu yang ditentukan.53

Besar sampel: Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus: 54

𝑧2 𝑎
𝑥 𝑃𝑥 𝑄
2
N= 𝑑2
Keterangan:

N :Besar sampel

P : proporsi variabel terbesar menurut penelitian sebelumnya 0,683 sehingga nilai q (0,317)

d :tingkat kemaknaan yang ditetapkan 10%

Z : nilai Z tabel 1,96 (tingkat kepercayaan 95%)

Berdasarkan rumus diatas maka dapat dihitung besar sampel adalah sebagai berikut:

1,962 0,683 (1−0,683)


n= 0,12

0,83
n = 0,01

n = 83

Jadi sampel yang diambil sebanyak 83 orang

Tabel 3.1. Nilai proporsi setiap variabel yang diteliti berdasarkan penelitian sebelumnya
Penelitian Variabel P
Ekowati Rahajeng,
Umur 23.0%
Sulistyawati T. IDI.2009
Tri Novianingtyas, 2014 Jenis kelamin 43.7%
Fitra, Adriyan 2013 Riwayat menopause 36.2%
N Fitriani, 2017 Pendidikan 64.7%
Siti ardania, 2012 IMT 33.87
Sri Iswahyuni, 2017 Aktivitas fisik 53.3%
Aulia Fash, Afriwardi, Gusti Kebiasaan merokok
61.3%
Revilla, 2017
Avrin, Savitri, Riw Hipertensi dalam
68.3%
Adiputra,2015 keluarga
Septy Dwi, Fifia Chandra, Pengetahuan ttg obesitas
29.5%
huriatul Masdar,2014 sentral
Ekowati Rahajeng,
Kontrol tekanan darah 40.5%
Sulistyawati T. IDI.2009
Tina, 2015 Kontrol kolestrol darah 56.7%
Rasio Lingkar pinggang
MK Sari, 2016 14.3%
panggul (RLPP)
3.6. Sumber Penelitian

Sumber penelitian didapatkan dari data primer dengan observasi langsung terhadap subjek yaitu
dengan mencatat variabel yang akan diteliti meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan
melakukan pengukuran langsung tekanan darah,rasio lingkar pinggang lingkar panggul, tinggi
badan dan berat badan

3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi :

● Seluruh pasien rawat jalan di Puskesmas Kelurahan Grogol I


● Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
● Pasien yang berusia ≥18 tahun

Kriteria Eksklusi:

● Pasien yang mengkonsumsi obat anti hipertensi


● Pasien rawat jalan yang tidak mampu berdiri

3.8.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannnya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih
cermat lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.51
a. Informed consent
b. Tekanan darah
- Sfigmomanometer merk Riester Nova- Presameter
- Stetoskop merk Litmann
c. Lingkar perut
- Tape measuring /Meterline
d. Indeks massa tubuh
- Berat badan : SECA elektronic scale
- Tinggi badan : Mictoise
e. Aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan riwayat keluarga Hiperternsi
Kuisioner digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan wawancara. Sebelum
kuesioner digunakan untuk pengambilan data penelitian, kuesioner harus diuji validitas
dan reliabilittas terlebih dahulu.Uji coba kuesioner dilakukan pada responden yang
memiliki karakteristik sama dengan sampel penelitian.Validitas adalah suatu indeks yang
menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yan diukur. Suatu instrumen
dikatakan valid apabila nilai rhitung > rtabel dengan nilai rtabel. Rumus yang digunakan
adalah korelasi Pearson;45

Keterangan:
rxy = Korelasi antara masing-masing item pertanyaan
rt = Koefisien korelasi tabel dengan α = 5 %
rh = Koefisien Korelasi hitung
n = Jumlah responden
x = Score pertanyaan
y = Score total pertanyaan
Relibialitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran dua kali atau terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang
sama atau bisa dibilang konsistensi alat ukur jika kita melakukan tindakan pengukuran
yang berulang kan menghasilkan hasil yang sama. Reliabilitas alat ukur diuji dengan alat
uji menggunakan rumus Realibitas Cronbach Alpha, apabila koefisien Cronbach Alpha ≥
0,05, maka dapat dikatakan instrumen tersebut reliabel.52

Keterangan:
α = koefisien reliabilitas Cronbach Alpha
k = Jumlah item pertanyaan yang diuji
∑𝑆𝑖 2 = Jumlah varians skor item
𝑆𝑋 2 = Varians skor-skor tes (seluruh item K)
3.9. Cara Kerja

Pengukuran tekanan darah

1. Memperkenalkan diri dan menjelaskan cara serta tujuan pengukuran tekanan darah pada
pasien.
2. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, pasien sebaiknya menghindari aktivitas
fisik seperti olahraga, merokok dan makan minimal 30 menit sebelum pengukuran serta
duduk beristirahat setidaknya 5 hingga 15 menit sebelum pengukuran. Pastikan pasien
sedang dalam keadaan tidak ingin berkemih.
3. Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres. Pengukuran sebaiknya dilakukan
dalam ruangan dan kondisi yang tenang serta dalam posisi duduk.
4. Pastikan pasien duduk dengan posisi kaki tidak menyilang dan posisikan kedua telapak
kaki datar menyentuh lantai.
5. Letakkan lengan kanan pasien di atas meja. Posisikan lengan kanan pasien sedikit fleksi
dan lengan atas setinggi jantung.
6. Singkirkan lengan baju pada lengan bagian kanan pasien dan memintanya untuk tetap
duduk tanpa banyak bergerak dan tidak berbicara pada saat pengukuran. Apabila pasien
menggunakan baju berlengan panjang, singkirkan lengan baju ke atas tetapi pastikan
lipatan baju tidak terlalu ketat sehingga tidak menghambat aliran darah di lengan.
7. Letakkan manset mengelilingi lengan pasien bagian atas dengan selang berada di bagian
depan dan selipkan bagian penjepitnya, atau tutup dengan klip yang sudah tersedia.
8. Biarkan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan terbuka ke atas. Pastikan
tidak ada lekukan pada pipa manset.
9. Hubungkan manometer dengan manset.
10. Rasakan dengan tangan pemeriksa yang lain adanya denyutan pada pergelangan tangan
pasien, tutup katup yang berada pada gelembung karet dan pompakan manset sampai
pemeriksa tidak dapat lagi merasakan denyutan. Ini merupakan taksiran tekanan darah
sistolik sehingga memberi gambaran bagi pemeriksa berapa tekanan yang diperlukan
untuk mengembangkan manset ketika mengukur tekanan darah aktual karena
pengembangan manset yang berlebihan dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi
pasien.
11. Kempiskan manset dan rasakan adanya denyutan di lekukan lengan.
12. Letakkan sisi stetoskop yang berfungsi untuk mendengar di telinga pemeriksa dan bagian
ujung stetoskop pada arteri di lekukan lengan pasien.Tutup katup dan kembangkan
manset sampai skala yang terbaca berada di atas tekanan sistolik saat palpasi sebelumnya.
Kemudian longgarkan katup dan kempiskan manset secara perlahan-lahan. Saat
pemeriksa melakukannya, maka akan terdengar tekanan sistolik yang berupa suara
turbulensi dan catat pada tekanan berapa suara itu mulai terdengar. Semakin lama maka
akan terdengar suara murmur yang merupakan suara tekanan diastolik. Catat pada
tekanan berapa suara murmur tersebut terdengar hingga suara tidak tedengar lagi.
13. Catat hasil pengukuran pada lembar catatan observasi pengukuran tekanan darah.
14. Lepaskan manset dan kempiskan manset dengan tangan untuk mengeluarkan udara dalam
manset.
15. Pengukuran dilakukan dua kali untuk mengambil rata-ratanya. Jarak antara dua
pengukuran sebaiknya minimal 2 menit oleh orang yang sama dengan melepaskan
mancet pada lengan.
Pengukuran lingkar pinggang

1. Jelaskan pada pasien tujuan pengukuran lingkar pinggang dan tindakan apa saja yang
akan dilakukan dalam pengukuran.
2. Pasien diminta dengan cara yang santun untuk membuka atau mengangkat pakaian
bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir subjek untuk menetapkan titik pengukuran.
3. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
4. Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha atau panggul.
5. Tetapkan titik tengah diantara titik tulang rusuk terakhir titik ujung lengkung tulang
pangkal paha atau panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis.
6. Minta pasien untuk berdiri tegak dan melakukan ekspirasi normal. Lakukan pengukuran
lingkar perut dimulai atau diambil dari titik tengah kemudian secara sejajar horizontal
melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah di awal pengukuran.
7. Pengukuran dilakukan pada saat akhir ekspirasi dengan kedua tungkai dilebarkan 20
hingga 30 cm dan pasien diminta untuk tidak menahan perutnya saat pengukuran
dilakukan
8. Apabila pasien mempunyai perut yang buncit ke bawah, pengukuran mengambil bagian
yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi. Pita pengukur tidak boleh
terlipat

Pengukuran lingkar panggul

1. Pasien berdiri tegak lurus, kedua kaki dirapatkan


2. Peneliti mengukuran lingkar panggul yang paling terbesar dari subjek
3. Setelah itu di interpretasikan dalam ratio lingkar pinggang per lingkar panggul
yakni hasil dari pengukuran lingkar pinggang dibagi dengan hasil pengukuran
lingkar panggul.
a. Normal: interpretasi normal diberikan jika didapatkan hasil pengukuran
rasio lingkar pinggang lingkar panggul ≤0,9 pada pria dan ≤0,85 pada
wanita.
b. Tidak normal: interpretasi tidak normal diberikan jika didapatkan rasio
lingkar pinggang lingkar panggul> 0,9 pada pria dan >0,85 pada wanita.

Pengukuran tinggi badan


1. Subjek melepaskan topi dan alas kaki, kemudian subjek berdiri tegak
2. Pandangan subjek lurus ke depan, garis tepi bawah orbita sejajar dengan prosesus
mastoideus (posisi frankfurt), kedua kaki rapat pada tumit dan lutut lurus
3. Dipastikan sedapat mungkin, tumit, bokong serta skapula dapat menyentuh
stadiometer
4. Kedua lengan tergnatung santai pada sisi tubuh dengan telapak tangan menghadap
paha
5. Turunkan bagian atas alat pengukur hingga menyentuh puncak kepala
6. Mata pemeriksa harus setinggi angka yang akan dibaca dengan ketelitian mendektai
1 mm

Pengukuran berat badan


1. Subjek berdiri tanpa bantuan di tengah di platform, subjek lurus ke depan dalam
bidang frankfort
2. Alas kaki, topi, benda yang berat pada pakaian subjek dan jaketatau mantel
dilepaskan
3. Penimbangan diulangi dua kali

3.10. Biaya Penelitian

Perkiraan dana penelitian: Rp 500.000

Digunakan untuk transportasi sebesar seratus lima puluh ribu rupiah dan sebesar tiga ratus lima
puluh ribu rupiah untuk pencetakan.

3.11. Analisa Data

Analisa yang menggunakan program SPPS versi 16


1) Analisa Univariat
Dilakukan untuk mendeskripsikan distribusi dari variabel dan karakteristik dari masing-masing
variabel dengan menggunakan tabel

2). Analisis bivariat


Dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berkorelasi atau berhubungan. Dimana metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji T-test dan Anova
test untuk data ditribusi normal dan mann whitnney dan kruskall wallis untuk ditribusi tidak
normal.53
3.11. Definisi Operasional

Tabel.3.2. Definisi operasional dan skala pengukuran

No Variabel Keterangan Kategori Skala


1 Umur Satuan waktu  Dewasa: 18-60 tahun Nominal
untuk  Lansia : > 60 tahun
mengukur dari
lahirnya
sampai waktu
penelitian
2 Jenis Identitas  Laki-laki Nominal
Kelamin biologis sejak  Perempuan
lahir
3 Riwayat Berhentinya  Belum menopause Nominal
menopause menstruasi  Menopause
pada subjek
perempuan
3 Tingkat Pendidikan  Tidak sekolah Ordinal
pendidikan subjek  SD
 SMP
 SMA
 Sarjana
4 Indeks Hasil  Kurang ( <18,5 kg/m2) Ordinal
Massa pengukuran  Normal (≥ 18,5- <23 kg/m2)
Tubuh dari tinggi  Kegemukan (23 − 25kg/m2)
badan terhadap  Obesitas 1 (25− < 30 kg/m2)
berat badan  Obesitas 2(> 30 kg/m2)
dengan satuan
kg/m2
4 Aktivitas Aktivitas fisik  Ringan Ordinal
fisik dari subjek,  Sedang
dinilai  Berat
menggunakaan
kuisioner
(pembagian
GPAQ)
5 Kebiasaan Kebiasaan  Tidak merokok Ordinal
merokok merokok  Ringan (1-10 batang/hari)
subjek, dinilai  Sedang (10-20 batang/hari)
dari kuisioner  Berat (>20 batang/hari)
(pembagian
WHO)
No Variabel Keterangan Kategori Skala

6 Riwayat Subjek yang  Tidak ada riwayat Nominal


hipertensi memiliki  Ada riwayat
keluarga keluarga
dengan
hipertensi,
dinilai dengan
kuisioner

7 Pengetahuan Pengetahuan  Baik (Skor ≥7) Ordinal


tentang yang
7. dimiliki
7  Cukup (4-6)
obesitas subjek untuk  Buruk (skor ≤3)
sentral dapat mengerti
dan menjawab
butir soal sesuai
dengan
pengetahuan
subjek ( Jumlah
soal benar dibagi
dengan total
pertanyaan)
8 Kebiasaan Subjek untuk  Rutin (≥ 4x/tahun) Ordinal
kontrol rutin
8. kontrol
8  Tidak rutin (1-4 x/tahun)
tekanan tekanan darah  Tidak pernah
darah perbulan
9 Kebiasaan Subjek rutin  Rutin (≥ 4x/tahun) Ordinal
kontrol kontrol
9. 9 kolestrol  Tidak rutin (1-4 x/tahun)
kolestrol darah perbulan  Tidak pernah
darah
No Variabel Keterangan Kategori Skala

11 Tekanan TekananNumerik
yang Interval
Darah dihasilkan
oleh pompa
jantung untuk
mengedarkan
darah ke
seluruh tubuh.
Dinyatakan
dalam
sistol/diastol
satuan mmHg
BAB IV

HASIL

4.1 . Data univariat


4.1.1 Distribusi subjek penelitian

Tabel 4.1. Tabel 4.1.1. Distribusi karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, indeks massa tubuh, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, riwayat
hipertensi keluarga

Variabel n(%)
Usia
 Dewasa 75 (90.4%)
 Lansia 8 ( 9.6% )
Jenis kelamin
 Perempuan 66 (79.5%)
Belum menopause 47 (71.2%)
Menopause 19 (28.8%)
 Laki-laki 17 (20.5%)
Tingkat pendidikan
 Sarjana 12 ( 14.5 %)
 SMA/SMK 41 ( 49.4%)
 SMP 13 (15.7 %)
 SD 15 ( 18.1%)
 Tidak sekolah 2 ( 2.4 % )
Indeks Massa Tubuh (IMT)
 Kurus 7 ( 8.4 %)
 Normal 24 ( 28.9%)
 Kegemukan 16 (19.3%)
 Obesitas grade 1 30 ( 36.1%)
 Obesitas grade 2 5 (7.2% )
Aktivitas Fisik
 Berat 26 (31,3 %)
 Sedang 29 ( 34,9 %)
 Ringan 28 (33,7 % )
Kebiasaan Merokok
 Tidak pernah 71 ( 85.5% )
 Ringan 8 ( 9.6% )
 Sedang 3 ( 3.6 % )
 Berat 1 ( 12% )
Tabel 4.1.2. Distribusi karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, indeks massa tubuh, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, riwayat hipertensi keluarga

Variabel Nnnn n (%)

Pengetahuan tentang obesitas sentral


 Baik 44 ( 53.0 % )
 Cukup 25 ( 30.1%)
 Buruk 14 ( 16.9%

Kebiasaan Kontrol Tekanan Darah


 Rutin 35 ( 42.2 % )
 Tidak rutin 28 ( 33.7% )
 Tidak pernah 20 ( 24.1 % )
Kebiasaan Kontrol Kolesterol Darah
 Rutin 56 (67.5%)
 Tidak rutin 23 ( 27.7%)
 Tidak pernah 4 (4.8%)
Rasio Lingkar Pinggang Panggul
 Normal 46 (55.4%)
 Tidak normal 37 ( 44.6%)

Tabel 4.1.3. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolic

Tekanan darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Minimal-Maksimal 90-160 60-100

Rerata ±SD 118.67 ±15.21 76.37 ± 8.63

Tabel.4.1.4. Hasil uji distribusi normal

Kolmogorov-smirnov
.sig
Sistolik 0.000
Diastolik 0.000
4.2 Data Bivariat

Tabel 4.2.1. Hubungan antara usia, jenis kelamin, status menopause, tingkat pendidikan, riwayat
hipertensi di keluarga, rasio lingkar pinggang lingkar panggul dengan tekanan darah

Mann whitney (P-value)


Variabel
Sistolik Diastolik

Usia
 Dewasa (90.4%) 0.034 0.049
 Lansia (9.6%)

Jenis kelamin
 Perempuan (79.5%) 0.241 0.580
 Laki-laki (20.5%)

Status menopause
 Belum menopause (71.2%) 0.029 0.047
 Menopause (28.8)

Riwayat HT di keluarga
 Tidak ada riwayat (79.5%) 0.622
 Ada riwayat (20.5%) 0.629

RLPP
 Tidak normal (55.4%) 0.038 0.039
 Normal (44.6%)
Tabel 4.2.2. Hubungan antara tingkat pendidikan, indeks masssa tubuh, aktivitas fisik, kebiasaan
merokok, pengetahuan tentang obesitas sentral, riwayat kontrol tekanan darah, riwayat kontrol
kolesterol dengan tekanan darah
Kruskall wallis
Variabel (%) (p-value)
Sistolik Diastolik

Tingkat pendidikan
 Tidak sekolah (2.4%)
 SD (18.1%) 0.310
0.175
 SMP (15.7%)
 SMA (49.4)
 Sarjana (14.5%)
Indeks massa tubuh
 Kurus (8.4%)
 Normal (28.9%) 0.001
0.000
 Kegemukan (19.3%)
 Obesitas grade 1 (36.1%)
 Obesitas grade 2 (7.2%)
Aktivitas fisik
 Berat (31.3%) 0.600
0.746
 Sedang (34.9%)
 Ringan (33.7%)
Kebiasaan merokok
 Tidak merokok (85.5%)
 Perokok ringan (9.6%) 0.346 0.725
 Perokok sedang (3.6%)
 Perokok berat (1.2%)
Pengetahuan tentang obesitas sentral
 Baik (53.0%) 0.035
0,048
 Cukup (30.1%)
 Buruk (16.9%)
Kebiasaan kontrol TD
 Rutin (42.2%) 0.647
0.627
 Tidak rutin (33.7%)
 Tidak pernah (24.1%)
Kebiasaan kontrol kolestrol
 Rutin (67.5%)
0.245
 Tidak rutin (27.7%) 0.358
 Tidak pernah (4.8%)
BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Data Univariat

Berdasarkan tabel 4.1.1 didapatkan distribusi usia pasien di Puskesmas Kelurahan Grogol
1 adalah sebagian besar subjek penelitian berasal dari kelompok usia dewasa yaitu 75 orang
(90.4%) lebih banyak dari subjek penelitian dari kelompok usia lansia yaitu 8 orang (9.6%).
Distribusi jenis kelamin didominasi oleh jenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 66 orang
(79.5%), sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang (20.5%). Sedangkan
status menopause, didapatkan subyek penelitian perempuan yang belum menopause berjumlah
47 orang (71.2%), sebaliknya yang sudah menopause berjumlah 19 orang (28.8%). Ttingkat
pendidikan terbanyak adalah tingkat pendidikan SMA/SMK sebanyak 41 orang (49.4%), dan
tingkat pendidikan adalah tidak sekolah sebanyak 2 orang (2.4%)

Berdasarkan tabel 4.1.1, didapatkan distribusi indeks massa tubuh pasien di Puskesmas
Kelurahan Grogol 1 bahwa sebagian besar subyek penelitian memiliki indeks massa tubuh
(IMT) yang melebihi batas normal, dengan kategori terbanyak adalah obesitas derajat I sebanyak
30 orang (36.1%). Distribusi aktivitas fisik yakni yang terbanyak yang dilakukan oleh subjek
penelitian adalah aktivitas fisik derajat sedang, yaitu 29 orang (34.9%), kemudian diikuti dengan
aktivitas fisik derajat ringan yaitu sebesar 28 orang (33.7%) dan aktivitas fisik derajat berat yaitu
26 orang (31.3%). Sebagian besar distribusi kebiasaan merokok pada subjek penelitian tidak
pernah merokok (tidak memiliki kebiasaan merokok) yaitu sebanyak 71 orang (85.5%). Sebagian
besar subjek penelitian memiliki anggota keluarga dengan hipertensi, yaitu sebanyak 66 orang
(79.5%).

Berdasarkan tabel 4.1.2 didapatkan distribusi pengetahuan tentang obesitass sentral pada
pasien di Puskesmas Kelurahan Grogol 1, didapatkan hasil distribusi dair pengetahuan obesitas
sentral adalah bahwa sebagian besar subjek penelitian memiliki tingkat pengetahuan yang baik
tentang obesitas sentral yaitu sebanyak 44 orang (53.0%). Distribusi yang memiliki kebiasaan
kontrol rutin paling banyak yakni ≥ 4x per tahun sebesar 35 orang (42,2%). Distribusi kebiasaan
kontrol kolestrol per tahun didapatkan bahwa sebagian besar subjek penelitian rutin (4x dalam
setahun) memeriksakan kadar kolesterol darahnya, yaitu sebanyak 56 orang (67.5%). Distribusi
subjek peneleitian berdasarkan RLPP didapatkan rasio lingkar pinggang terhadap panggul
terbanyak adalah dalam batas normal, yaitu sebanyak 46 orang (55.4%).

Berdasarkan Tabel 4.1.3, dapat dilihat bahwa rerata tekanan darah sistolik pada pasien di
puskesmas kelurahan Grogol 1 aadalah118.67 mmHg dengan standar deviasi ± 15.21, rerata
tekanan darah diastolik yaitu 76.37 mmHg dengan standar deviasi ± 8.63, dengan tekanan darah
sistolik minimal-maksimal yaitu 90-160 mmHg dan tekanan darah diastolik minimal-maksimal
adalah 60-100 mmHg.

Berdasarkan tabel 4.1.4, didapatkan uji hasil distribusi nonparametrik untuk mengetahui
ditribusi data didapatkan nilai p value terhadap diastolik adalah <0.05 (0.000) sedangkan nilai p
value untuk diasstolik adalah <0.05 (0.000) sehingga distribusi data tidak normal sehingga data
yang perlu digunakan adalah untuk lebih dari 2 kategorik menggunakan kruskall willis dan 2
kategorik mann-whitney terhadap data numerik yaitu tekanan sistolik dan tekanan diastolik.

5.2. Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah

a. Hubungan usia dengan tekanan darah


Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah tidak
normal sehingga pada data ini digunakan dengan uji mann whitney. Pada tabel 4.2.1
didapatkan nilai p-value <0.05 (0.034) sehingga hipotesis ditolak. Maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia dengan tekanan sistolik. Sedangkan nilai
p-value usia terhadap tekanan diastolik adalah < 0.05 (0.049) sehingga hipotesis ditolak
yakni ada hubungan antara usia terhadap tekanan diastolik.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Idaiani, dkk tentang hubungan
gangguan mental emosional dengan hipertensi pada penduduk Indonesia didapatkan
bahwa umur ≥65tahun mempunyai peluang mengalami hipertensi yang cukup tinggi
dibandingkan umur yang lebih muda. Penelitian Hasurungan dalam Rahajeng dan
Tuminah (2009) menemukan bahwa pada lansia dibanding umur 55-59tahun dengan
umur 60-64t ahun terjadi peningkatan risiko hipertensi sebesar 2.18 kali, umur 65-69
tahun 2.45 kali dan umur >70 tahun 2.97 kali. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut
arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku karena itu darah pada setiap
denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit daripada biasanya
dan menyebabkan naiknya tekanan darah (Sigarlaki, 2006).54

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nissan dkk (2014) tentang
Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Pinggang dengan Tekanan Darah pada
Wanita Dewasa di Dusun Kalibang Desa Wonokerto, didapatkan hasil adanya
kemaknaan antara usia dengan tekanan darah. Semakin bertambahnya umur responden
maka semakin tinggi tekanan darahnya.55

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Tri Novitaningtyas
tentang Hubungan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan) dan
Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah pada Lansia di Kelurahan Makamhaji Kecamatan
Kartasura Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2014, yaitu tidak ada hubungan antara umur
lansia dengan tekanan darah. Penelitian yang dilakukan oleh Budi dkk (2011) juga
menemukan ada hubungan yang bermakna antara umur lansia (60-90tahun) dengan
tekanan darah.56

b. Hubungan jenis kelamin dengan tekanan darah


Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah tidak
normal sehingga pada data ini digunakan dengan uji mann whitney. Pada tabel 4.2.1
didapatkan nilai p-value >0.05 (0.241) sehingga hipotesis diterima. Maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan sistolik.
Sedangkan nilai p-value jenis kelamin terhadap tekanan diastolik adalah > 0.05(0.580)
sehingga hipotesis diterima yakni tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
tekanan diastolik.

Jenis kelamin laki-laki memiliki risiko mengalami hipertensi yang lebih sedikit
dibandingkan perempuan. Berdasarkan hasil penelitian Wahyuni dan Eksanoto (2013)
yang dikutip oleh Tri Novitaningtyas, perempuan cenderung menderita hipertensi
daripada laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian Tri Novitaningtyas tentang Hubungan
Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan) dan Aktivitas Fisik dengan
Tekanan Darah pada Lansia di Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2014, didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis
kelamin dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tidak adanya
hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah sistolik dan diastolik pada
penelitian tersebut dikatakan bisa terjadi kearena adanya faktor lain yang mempengaruhi
tekanan darah seperti tingkat stress.54

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahyani (2013) mengenai
hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di
Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang didapatkan hasil bahwa wanita lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan pria yaitu 51% banding 49% dan hasil penelitian oleh
Oktora (2007) juga didapatkan wainta lebih banyak menderita hipertensi dibanding
dengan pria yaitu 58% banding 42%. 57

c. Hubungan status menopause dengan tekanan darah


Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah tidak
normal sehingga pada data ini digunakan dengan uji mann whitney. Pada tabel 4.2.1
didapatkan nilai p-value < 0.05 (0.029) sehingga hipotesis ditolak. Maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara status menopause dengan tekanan sistolik.
Sedangkan nilai p-value usia terhadap tekanan diastolik adalah >0.05 (0.047) sehingga
hipotesis diterima yakni tidak ada hubungan antara status menopause dengan tekanan
diastolik.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Fitriana tentang
Hubungan Wanita Menopause dengan Hipertensi di Desa Gayaman Mojoanyar
Mojokerto pada tahun 2014, didapatkan tidak ada hubungan antara wanita menopause
dengan hipertensi. Hal ini dikarenakan peneliti pada penelitian tersebut berasumsi bahwa
pada umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. 58
Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farida dkk (2015)
tentang Hubungan Pre-menopause dengan kejadian hipertensi pada wanita di RT 11 RW
05 Kelurahan Banjarbendo Sidoarjo didapatkan ada hubungan antara pre-menopause
dengan kejadian hipertensi (p < 0.001). Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat
Proverawati (2010) yang menyatakan bahwa pre-menopause dapat mempengaruhi
tekanan darah seseorang menjadi meningkat.59
d. Hubungan tingkat pendidikan dengan tekanan darah
Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah normal
sehingga pada data ini digunakan dengan kruskal wallis. Pada tabel 4.2.2 didapatkan
nilai p-value > 0.05 (0.175) sehingga hipotesis diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tekanan sistolik. Sedangkan nilai
p-value tingkat pendidikan terhadap tekanan diastolik adalah >0.05 (0.310) sehingga
hipotesis diterima yakni tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tekanan
diastolik.
Berdasarkan hasil penelitian Tri Novitaningtyas tentang Hubungan Karakteristik
(Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan) dan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah
pada Lansia di Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo pada
tahun 2014, didapatkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tekanan
darah sistolik dan tekanan diastolik pada lansia. Hal ini berbeda dengan hasil Riskesdas
tahun 2013 dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) yang
menyatakan bahwa penyakit hipertensi cenderung tinggi pada pendidikan rendah dan
menurun sesuai dengan peningkatan pendidikan.56

e. Hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darah


Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah normal
sehingga pada data ini digunakan dengan kruskal wallis.. Pada tabel 4.2.12 didapatkan
nilai p-value < 0.05 (0.000) sehingga hipotesis ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa
adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan tekanan sistolik. Sedangkan nilai p-
value tingkat pendidikan terhadap tekanan diastolik adalah < 0.05 (0.001) sehingga
hipotesis ditolak yakni adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan tekanan
diastolik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan indeks massa


tubuh dan lingkar pinggang dengan tekanan darah padamahasiswa Fakultas Kedokteran
UNSRAT (Irene dan Karel 2014), terdapat korelasi yang signifikan antara Indeks Massa
Tubuh dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Hal ini juga sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Febby dan Nanang (2012) pada pasien yang berobat di Puskesmas
Telaga Murni menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan
hipertensi. Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan di RSUD dr Moewardi (Nuning, 2015) yakni tidak terdapat hubungan antara
indeks massa tubuh dengan tekanan darah.60,61

f. Hubungan aktivitas fisik dengan tekanan darah


Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah normal
sehingga pada data ini digunakan dengan kruskal wallis.. Pada tabel 4.2.2 didapatkan
nilai p-value > 0.05 (0.746) sehingga hipotesis diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan sistolik. Sedangkan nilai p-
value aktivitas fisik terhadap tekanan diastolik adalah >0.05 (0.600) sehingga hipotesis
diterima yakni tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan diastolik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Suci dan Isti (2014), didapatkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara antara aktivitas fisik dengan tekanan darah sedangkan
menurut penelitian yang dilakukan Lityaningsih (2014) didapatkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah.62

g. Hubungan kebiasaan merokok dengan tekanan darah


Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah normal
sehingga pada data ini digunakan dengan kruskal wallis.. Pada tabel 4.2.2 didapatkan
nilai p-value > 0.05 (0.346) sehingga hipotesis diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan tekanan sistolik. Sedangkan nilai
p-value kebiasaan merokok terhadap tekanan diastolik adalah >0.05 (0.625) sehingga
hipotesis diterima yakni tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan tekanan
diastolik.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini sesuai dengan peneleitian yang
dilakukan oleh Aulia dan Gusti ( 2017 ) yakni tidak ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan merokok dengan tekanan darah sitolik maupun diastolik. Sedangkan hal ini
tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yashinta dan Delmi (2015) yakni
adanya hubungan antara dengan kebiasaan merokok dengan tekanan darah sistolik dan
diastolik. Hal ini disebabkan oleh nikotin yang ada di rokok memiliki efek langsung
terhadap pelepasan hormon epinefrin.63,64
h. Hubungan riwayat hipertensi keluarga dengan tekanan darah
Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah tidak
normal sehingga pada data ini digunakan dengan uji mann whitney. Pada tabel 4.2.1
nilai p-value > 0.05 (0.629) sehingga hipotesis diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara riwayat hipertensi keluarga dengan tekanan sistolik.
Sedangkan nilai p-value riwayat hipertensi keluarga terhadap tekanan diastolik adalah
>0.05 (0.622) sehingga hipotesis diterima yakni tidak ada hubungan antara riwayat
hipertensi keluarga dengan tekanan diastolik.
Hasil penelitian ini disebabkan oleh Yessi dan Yati (2012, Yogyakarta)
didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat hipertensi dalam keluarga dengan
tekanan darah dengan nilai odd ratio 0,9.65

i. Hubungan Pengetahuan obesitas sentral dengan tekanan darah


Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah normal
sehingga pada data ini digunakan dengan kruskal wallis.. Pada tabel 4.2.2 didapatkan
nilai p-value pengetahuan tentang obesitas sentral terhadap tekanan darah sistolik adalah
<0.05 (0.048) sehingga hipotesis ditolak. Dan nilai p-value pengetahuan tentang obesitas
sentral terhadap tekanan darah diastolik adalah < 0.05 (0.035) sehingga hipotesis ditolak.
Dari hasil hubungan antara pengetahuan obesitas sentral dengan tekanan darah sistolik
dan diastolik didapatkan adanya hubungan.
Berdasarkan hasil pencarian, belum ditemukan adanya data hasil penelitian
mengenai hubungan pengetahuan tentang obesitas sentral dengan tekanan darah. Namun,
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ritapurnamasari dkk tentanng Hubungan
Pengetahuan, Status Merokok dan Gejala Stres dengan Kejadian Obesitas Sentral pada
Pegawai Pemerintahan di Kantor Bupati Kabupaten Jeneponto tahun 2013, didapatkan
hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian obesitas
sentral.66

Menurut Delmi, dkk (2012) didapatkan hasil penelitian ditemukan bahwa lebih
dari separuh penderita hipertensi mengalami obesitas sentral.67
j. Hubungan riwayat kontrol tekanan darah dengan tekanan darah
Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah normal
sehingga pada data ini digunakan dengan kruskal wallis.. Pada tabel 4.2.2 didapatkan
nilai p-value > 0.05 (0.627) sehingga hipotesis diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara kontrol tekanan dengan tekanan sistolik. Sedangkan nilai p-
value kontrol tekanan terhadap tekanan diastolik adalah > 0.05 (0.647) sehingga hipotesis
diterima yakni tidak ada hubungan antara kontrol tekanan darah dengan tekanan diastolik.

Hal ini, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dyah (2013, Sukasari)
yakni dengan menggunakan uji kendall, tidak ditemukan adanya hubungan antara dengan
kepatuhan kontrol dengan tekanan darah. Namun hasil ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Intan (2017) dengan menggunakan Uji T-test test
didapatkan adanya hubungan kepatuhan kontrol dengan kejadian hipertensi.68,69

k. Hubungan Kebiasaan kontrol kolesterol dengan tekanan darah


Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah normal
sehingga pada data ini digunakan dengan kruskal wallis.. Pada tabel 4.2.2 didapatkan
nilai p-value > 0.05 (0.358) sehingga hipotesis diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara kontrol kolesterol dengan tekanan sistolik. Sedangkan nilai p-
value kontrol kolesterol terhadap tekanan diastolik adalah >0.05 (0.245) sehingga
hipotesis diterima yakni tidak ada hubungan antara kontrol kolesterol dengan tekanan
diastolik.
Pentingnya kadar kolestrol berkaitan dengan nilai tekanan darah sehingga
diperlukan pemantauan yang rutin dengan kolestrol darah. Menurut JNC VII disarankan 3
bulan sekali. Berdasarkan penelitian yang diteliti Tina oleh (yogyakarta, 2015) tidak ada
hubungan antara kadar kolestrol dengan tekanan darah dengan nilai P value > 0.05.
Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan dilakukan oleh Rahmat dan Denil (2012)
dnegan menggunakan kasus kontrol didapatkan bahwa kadar kolestrol yang lebih tinggi
memiliki faktor risiko 2,4 kali terhadap kejadian hipertensi.70,71
l. Hubungan rasio lingkar pinggang lingkar panggul dengan tekanan darah

Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa distribusi data adalah tidak
normal sehingga pada data ini digunakan dengan uji mann whitney. Pada tabel 4.2.1
nilai p-value < 0.05 (0.038) sehingga hipotesis ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara rasio lingkar pinggang lingkar panggul (RLPP) dengan tekanan
sistolik. Sedangkan nilai p-value RLPP terhadap tekanan diastolik adalah <0.05 (0.039)
sehingga hipotesis diterima yakni tidak ada hubungan antara RLPP dengan tekanan
diastolik.
Hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian sebelumnya (Anwar, 2017)
bahwa terdapat hubungan antara RLPP terahadap tekanan darah yaitu tidak ditemukan
adanya hubungan RLPP terhadap tekanan darah baik diastolik dan tekanan sistolik.
Sedangkan hal ini, tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya (Marini dan Nur, Jurnal
kesehatan andalas, 2016).72,73
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.1.1. Data Univariat

 Distribusi sebaran usia terbanyak adalah usia dewasa (18-60 tahun) pada pasien di
puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018.
 Distribusi sebaran jenis kelamin terbanyak adalah perempuan pada pasien di puskemas
Grogol 1 periode Oktober 2018
 Distribusi sebaran pasien perempuan yang belum menopause atau masih mendapat
menstuasi terbanyak di puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Distribusi tingkat pendidikan terbanyak adalah tingkat pendidikan tamat SMA pada
pasien di puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Ditribusi sebaran indeks massa tubuh (IMT) terbanyak adalah obesitas grade 1 pada
pasien di puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Distribusi sebaran aktivitas fisik terbanyak adalah aktivitas sedang yang dilakukan oleh
pasien di puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Distribusi sebaran kebiasaan merokok terbanyak adalah yang tidak pernah merokok pada
pasien di puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Distribusi sebaran riwayat hipertensi keluarga yang terbanyak adalah pasien yang tidak
memiliki riwayat hipertensi pada keluarga di puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Distribusi sebaran pengetahuan obesitas sentral terbanyak adalah baik pada pasien di
puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Distribusi sebaran kebiasaan kontrol tekanan darah terbanyak adalah pasien rutin
melakukan kontrol tekanan darah di puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Distribusi sebaran kebiasaan kontrol kolestrol darah terbanyak adalah tidak pernah
melakukan kontrol kolestrol darah pada pasien di puskemas Grogol 1 periode Oktober
2018
 Distribusi sebaran rasiolingkar pinggang lingkar panggul (RLPP) normal pada pasien di
puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Disribusi sebaran tekanan darah yang normal paling terbanyak pada pasien di puskemas
kelurahan Grogol 1 periode Oktober 2018

5.1.2. Data bivariat


 Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan tekanan darah (sistolik dan
diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tekanan darah
(sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Terdapat hubungan yang bermakna antara status menopause dengan tekanan darah
(sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan tekanan
darah (sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks massa tubuh dengan tekanan darah
(sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan tekanan darah
(sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan tekanan
darah (sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode Oktober 2018
 Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat hipertensi keluarga dengan
tekanan darah (sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode Oktober
2018
 Terdapat hubungan yang bermakna antara Pengetahuan tentang obesitas sentral dengan
tekanan darah (sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode Oktober
2018
 Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan tekanan darah dengan
tekanan darah (sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode Oktober
2018
 Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan kontrol kolestrol darah
dengan tekanan darah (sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas Grogol 1 periode
Oktober 2018
 Terdapat hubungan yang bermakna antara rasio lingkar pinggang lingkar lingkar
panggul (RLPP) dengan tekanan darah (sistolik dan diatolik) pada pasien puskemas
Grogol 1 periode Oktober 2018

5.2. Keterbatasan Penelitian

 Desain penelitian yang digunakan untuk adalah cross-sectional. Untuk menguji


hubungan, kebiasaan kontrol tekanan darah, kebiasaan kontrol kolestrol dengan tekanan
darah hanya mengandalkan data dari subjek peelitian perlu mengingat kembali (re-call)
selama satu tahun terkahir sehngga dapat kemungkinan dapat terjadinya bias.
 Teknik pengambilan sampel adalah menggunakan teknik non probaility sehingga sampel
yang diambil tidak dapat mewakili populasi yang ada di tempat penelitian
 Keterbatasan waktu

5.3. Saran Penelitian

 Bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan teknik probability sehingga subjek


penelitian bisa mewakili populasi
 Bagi subjek penelitian perlu untuk melakukan kontrol terhadap berat badan dan tinggi
badan, karena berpengaruh terhadap tekanan darah
DAFTAR PUSTAKA

1. National center for health statistics. The national health nutritions examination survey.
2017. Diunduh dari http://www.cdc.gov
2. Arianti I, Husna CA. Hubungan lingkar pinggang dengan tekanan darah masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Mon Geudong tahun 2015. Universitas Malikussaleh, 2015.h.1-
14
3. Kementrian Kesehatan RI. Laporan Riskesdas. Jakarta: Kementrian kesehatan RI; 2013.
4. Bolang ASL, Kawengian SE. Hubungan antara status gizi dengan tekanan darah
mahasiswa program studi pendidikan dokter angkatan 2013 fakultas kedokteran
Universitas Sam Ratulangi. Manado, 2014.h.1-6
5. Kementrian Kesehatan RI. Laporan Riskesdas. Jakarta: Kementrian kesehatan RI; 2007.
6. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Profil kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun
2016. Jakarta: Dinkes Provinsi DKI Jakarta; 2016
7. Profil Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2014
8. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC.h.423-35
9. Ronny, dr, Mkes. Setiawan. Sari, Fatimah. Fisiologi Kardiovaskular. Jakarta: EGC.
2010. p26-35.
10. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2012
11. JNC VII. 2003. The seventh report of the Joint National Committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertension, 42:1206-52.
12. Yogiantoro, M. 2014.Pendekatan Klinis Hipertensi, In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi ke Enam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. pp: 2259-2263
13. Majid A. Fisiologi Tekanan Darah : Fisiologi Kardiovaskular. 2nd ed. 2005. 22-28.
14. Lewa FA., Pramantara PDI., dan Baning RB. 2010. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi
Sistolik Terisolasi Pada Lanjut Usia. Berita Kedokteran Masyarakat. 26(4) : 171-178.
15. Kalangi JA, Umboh A, Pateda V. Hubungan faktor genetik dengan tekanan darah pada
remaja. Jurnal e-Clinic (eCl), Vol.3, No.1, Januari-April 2015.h.2-5
16. Pinto Elisebete. Blood pressure and ageing. NCBI Journal. 2009 Feb; 83(976): 109–114.
[Diunduh dari www.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2805932/], Cited
februari 2010.
17. Kei Asayama, Atushi Taguri, Tayousgi, Yasuharu, Suzuki. Blood pressure, heart rate
and double product in a pooled cohort: The japan arteriosklerosis longitudinal study.
Journal of Hypertension. September 2017. Vol 35 issue 9.
18. Situmorang, E., Asputra, H., dan Siahaan, SS. 2009. Faktor—Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008.Fakultas Kesehatan. Universitas Riau.
Files of DrsMed-FK UNRI : 1-41
19. Anggara, FHD., dan Prayitno, N. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Thamrin.
Jakarta. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 5(1):20-25.
20. Sumayku IM, Pandelaki K, Wongkar MCP. Hubungan indeks massa tubuh dan lingkar
pinggang dengan tekanan darah pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sam
Ratulangi. Jurnal e-Clinic (eCl), Vol.2, No.2, Juli 2014.h.1-5
21. Xavier EADC, Prastiwi S, Andinawati M. Hubungan antara aktivitas fisik dengan
tekanan darah pada lansia di Posyandu Lansia Desa Banjarejo Kecamatan Ngantang
Kabupaten Malang. Nursing News Vol.2, No.3, 2017.h.3
22. Ranggadwipa, Daniel. Hubungan aktivitas fisik dan asupan energi terhadap massa lemak
tubuh dan lingkar pinggang pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas Diponegoro.
Skripsi, 2014.h.4.
23. Virdis A, Giannarelli C, Neves MF, Taddei S, Ghiadoni L. Cigarette smoking and
hypertension.Current pharmaceutical design, Vol. 16, No.00, 2010. Betham Science
Publishes Ltd.h.1-6
24. Soeharto, Iman. 2012. Kolesterol dan Lemak Jahat, Kolesterol dan Lemak Baik dan
Proses Terjadinya Serangan dan Stroke. Jakarta : Gramedia
25. Sari R. 2015. Gambaran Kontrol Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas
Kasihan 1 Bantul Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
26. Lintong, Fransiska. 2015. Analisa Hasil Pengukuran Tekanan Darah Aantara Posisi
Duduk dan Posisi Berdiri pada Mahasiswa Semester VII (Tujuh) TA. 2014/2015 Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal: e-Biomedik (eBm). Vol. 3, No. 1.
27. Antika, Putri Rindi. Hubungan antara rasio lingkar pinggang panggul dengan kadar
kolesterol total pada guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 dan 2 Surakarta.
Skripsi. Surakarta: FK Muhammadiyah Surakarta; 2014.h.5.
28. Oviyanti, PN. Hubungan antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul
dengan tekanan darah pada subjek usia dewasa. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret; 2010.h.6-9
29. Harjatmo TP, Par’i HM, Wiyono S. Bab II: Metode penilaian status gizi dalam buku
Bahan ajar gizi penilaian status gizi. Kemenkes RI Pusat pendidikan sumber daya
manusia kesehatan badan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan, 2017.h.229.
30. World Health Organization. Obesityand overweight. World Health Organ Media Cent
Fact Sheet No311 [Internet]. 2012;1–2. [dikutip 8Mei 2018]Tersedia
pada:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/#.U2gDIH5zIZ4.mendeley
31. Nisa K, Fikawati S. Faktor dominan yang berhubungan dengan obesitas sentral pada
kader kesehatan di wilayah UPT Puskesmas Kecamatan Sawangan Kota Depok tahun
2013. Naskah ringkas. Depok: Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI,
2013.h.3
32. Lahino, HL. Perbedaan antara obesitas sentral dan non obesitas sentral terhadap kejadian
hipertensi pada kelompok usia 35-64tahun di Kelurahan Cibubur, Jakarta Timur tahun
2014. Skripsi fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: UIN;
2014.h.19-22
33. Tchernof A, Despres J-P. Obesityand Dyslipidemia: Importance ofBody Fat Distribution.
In: KopelmanPG, Caterson ID, Dietz WH, editor.Clinical Obesity in Adults andChildren.
Wiley-Blackwell; 2010.hal. 165–246.WHO Western Pacific Region. Inoue S [co-
chairman]. The Asia-Pacific perspective: redefining obesity and its treatment. Australia:
Health Communications Australia Pty, February 2000.h.18
34. David SR. Women’s health research program. Departemen of epidemiology of
preventive medicine. Monash University; 2012
35. Janssen I, Powell LH, Crawford S, Lasley B, Sutton-Tyrel K. Menopause and metabolic
syndrome: the study of women health acrossthe nation. Arch Intern Med ;2008:168
36. Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: GramediaPustaka Utama. 2010.
37. Mestuti, H. Kinanthi dan Fitranti DY. Faktor Risiko KejadianOverweigth Pada Anak
Stunting Usia Sekolah Dasar Di SemarangTimur. Journal of Nutrition College Vol. 3 No.
1. 2014.
38. Kartika Suryaputra, Siti Rahayu Nadhiroh. Perbedaan Pola MakanDan Aktivitas Fisik
Antara Remaja Obesitas Dengan Non Obesitas.Makara, Kesehatan, Vol. 16, No. 1, Juni
2012: 45-50
39. Berdanier CD, Dwyer JT, Feldman EB. Handbook nutrition andfood. 2nd Ed. USA: CRC
Press, Taylor and Francis Group. 2008.
40. Asian Food Information Centre. Dietary Fiber – An essential Ally in Weight
Management. [Dikutip 1 November 2016]. Diunduh dari
http://www.afic.org/WMWS/dietary_fiber.shtml
41. Ross, R., Jeniszewski, P.M. Is Weight Loss the Optimal Target Obesity Related
Cardiovascular Disease Risk Reduction? Can. J. Cardiol 2007;24:25-31
42. Mafaza RL, Wirjatmadi Bambang, Adriani Merryana. Analisis hubungan antara lingkar
pinggang lingkar panggul, asupan lemak dan asupan kalisum magnesium dengan
hipertensi.Media Gizi Indonesia, Vol. 11, No. 2 Juli–Desember 2016: hlm. 127–134
43. Sun SS, Grave DG, Siervogel MR, Pickoff AA, Arslanian SS. Systolic blood pressure in
childhood predicts
Hypertension and metabolic syndrome later in life. Pediatrics 2007;119:237-46.
44. Cardiovascular Disease [cited 2015 Sep 18]. Available from:
http://www.who.int/cardiovascular_, riskesdas 2013. diseases/en/.
45. Ghani Lanywati, Susilawati MD, Novriani Harli. Faktor risko dominan penyakit jantung
koroner. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 44, No. 3, September 2016 : 153 – 164
46. Perhimpunan dokter spesialis perhimpunan kardiovakuler. Pedoman tatalaksan
dispildemia. PERKI. Jakarta; 2013
47. Infodatin. Pusat data dan informasi kemenrian kesehatgan;waspada diabetes melitus.
Jakarta; 2014.
48. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Pedoman Tatalaksana
Dislipidemia (edisi pertama). Jakarta:P2015
49. Astuti LMD, Prawirohartono EP, Noomanto. Obesitas sentral berhubungan dengan
toleransi glukosa terganggu pada remaja obesitas. Jurnal Gizi Klinik Indonesia.
Jogjekarta;2013. Volume (8) no (3).
50. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.Konsensus pengelolaan dan
pencegahan diabetes melitus tipe 2 tahun .Jakarta:2015.
51. Sastroasmoro Sudigdo. Ismael Soyfian. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi
ke 3. Jakarta: Sagung Seto; 2008
52. Dahlan Sopiyudin. Besar sampel dan cara pengambilan sampel. Edisi 3. Jakarta; Salemba
medika.2013.hal 38-58

You might also like