Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
mengurangi konflik afektif dalam berbagai tingkatan. Thomas (Hendel, Fish, &
sebagai suatu usaha untuk mengatasi konflik dengan melibatkan sikap asertif dan
gaya manajemen konflik merupakan usaha untuk mengelola konflik yang tidak
10
namun juga melibatkan perancangan strategi yang dapat membuat konflik justru
(2015) juga menyatakan bahwa tujuan utama dari gaya manajemen konflik adalah
untuk menciptakan suasana positif dan bebas konflik, menemukan solusi yang
dengan orang lain. Karena konflik tidak selalu berakibat negatif, dipastikan ada
konflik yang konstruktif (Spaho, 2013). Pada intinya, gaya manajemen konflik
upaya untuk meredakan konflik yang terjadi dengan sikap asertif dan kooperatif.
a. Kompetisi
pedulikan saja dengan biaya atau pengorbanan dari orang lain, menggunakan
11
Kompetisi dapat berarti mempertahankan hak-hak dan posisi yang diyakini
b. Akomodasi
dengan kata lain seseorang mengorbankan diri dalam gaya manajemen konflik
ini.
c. Kompromi
yang bijaksana dan dapat diterima yang sebagian dapat memuaskan kedua
belah pihak.
d. Penghindaran
Gaya ini tidak asertif dan tidak kooperatif. Ketika menghindari suatu
e. Kolaborasi
kedua belah pihak mengusahakan agar kepentingan sendiri dan orang lain
12
kebutuhan pokok kedua belah pihak untuk menemukan alternatif yang
a. Integrating
pihak-pihak yang terlibat pertikaian. Orang dengan gaya ini berfokus agar
menguntungkan.
b. Obliging
c. Dominating
13
d. Avoiding
e. Compromising
kepentingan orang lain. Walaupun mirip, gaya ini berbeda dengan gaya
terpenuhi dan harus merelakan sesuatu untuk ditukarkan satu sama lain demi
14
tergantung pihak yang berkonflik dan jenis konfliknya. Menurut Rahim (2002),
Untuk mencapai keefektifan itu, gaya manajemen konflik harus dibuat agar
pada mereka. Terkadang pihak yang berkonflik dapat berjumlah lebih dari
dua, dan tantangan yang harus dijawab oleh manajemen konflik adalah
stakeholder.
c) Etika
Seseorang harus bersikap etis, dan untuk dapat bersikap etis seseorang
sebaiknya terbuka dengan informasi baru dan bersedia untuk mengubah pola
pikirnya.
15
a. Asumsi mengenai konflik.
tidak beranggapan bahwa konflik itu penting bagi dirinya, besar kemungkinan
ekspektasinya.
Pesan yang disampaikan oleh kedua belah pihak akan diterima dan saling
16
diyakini dapat memahami pesan dengan benar dan memberikan respon sesuai
keinginan.
interaksi konflik, terlebih jika ia memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari
gunakan lagi jika suatu hari mereka terlibat dalam konflik lain yang situasi
h. Jenis kelamin.
17
mengimplikasikan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi cara berpikir
i. Kecerdasan emosional.
j. Kepribadian.
Jika orang tersebut aktif, pemberani, dan ambisius maka ia akan berupaya
berkompetisi.
konflik yang terjadi sudah ada dan dilakukan oleh pimpinan dan anggota
organisasinya.
18
m. Situasi konflik dan posisi dalam konflik.
jika konflik dirasa alot dan tidak akan mungkin dimenangkan, seseorang akan
menggunakannya lagi jika konflik lain terjadi, apalagi jika situasi, kondisi,
o. Kemampuan berkomunikasi.
19
keputusan, situasi konflik dan posisi dalam konflik, pengalaman menggunakan
konflik, terdapat satu faktor yang bagi penulis menarik untuk dibahas, yaitu
pada salah satu poin, yakni pola komunikasi yang mencakup komunikasi
pertimbangan nilai mengenai sesuatu hal kepada orang lain. Kemudian Wieman
dan garis sesama pelaku interaksi dalam keterbatasan situasi mereka. Valkonen
20
bahwa kompetensi komunikasi interpersonal adalah pengetahuan tentang
dipersepsikan oleh para pelaku interaksi efektif dan berguna. Dengan kata lain,
mengenai perilaku komunikasi yang tepat dalam situasi tertentu. Senada dengan
Larson dkk, McCroskey dan Beatty (Salleh, 2011) juga mengutarakan bahwa
situasi komunikasi dan mengidentifikasi perilaku yang akan cocok atau tidak
cocok dalam situasi tersebut. Cooley dan Roach (Salleh, 2011) pun berpendapat
21
Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka penulis menarik kesimpulan
a. Motivasi
b. Pengetahuan
c. Kemampuan
22
Kemudian menurut Puggina dan Silva (2014), aspek-aspek kompetensi
a. Kontrol lingkungan.
b. Pengungkapan diri.
interpersonal.
c. Sikap asertif.
d. Manajemen interaksi.
baik dalam hal menujukkan pemahaman dan mempersepsi apa yang orang
lain rasakan melalui komunikasi nonverbal. Aspek ini bersifat dinamis dan
dua arah.
23
e. Kesegeraan.
hubungan.
komunikasi interpersonal yang diambil dari pendapat Puggina dan Silva (2014)
Manajemen Konflik
Begitu pula dengan konflik yang terjadi dalam hubungan antara menantu perempuan
dengan ibu mertuanya. Marotz-Baden dan Cowan (Lee, 1992) dalam penelitiannya
ibu mertua mereka seiring kebutuhan yang lebih besar untuk penyesuaian dirasakan
24
oleh mereka. Selain itu, strategi manajemen konflik yang sering digunakan oleh para
menantu perempuan jika terjadi konflik dengan ibu mertuanya adalah dengan
menghindari atau membiarkan saja konflik tersebut, diikuti dengan time-out atau
Seperti yang telah dijelaskan oleh Grace (Kazimoto, 2013), salah satu
penyebab terjadinya konflik adalah komunikasi yang buruk. Jika komunikasi yang
dibangun dua pihak buruk, kesalahpahaman dan perselisihan dapat terjadi. Misalnya
dalam hubungan menantu perempuan dan ibu mertua, mertua menasihati menantunya
mengenai suatu hal, tetapi menantu tidak dapat menjalankan nasihat tersebut. Bisa
jadi karena cara penyampaian nasihat tersebut kurang mengena di hati menantu, atau
menantu belum paham maksud dari nasihat mertua. Salah menafsirkan nasihat juga
dapat menyebabkan pelimpahan kesalahan kepada satu sama lain. Hal tersebut dapat
tidak asertif, yang artinya seseorang tidak dapat berkomunikasi dengan cara
kebutuhan orang lain sehingga ia akan sering mengalah ketika terjadi konflik
(Kazimoto, 2013). Gaya ini dinilai mirip dengan gaya kompromi yang menerapkan
25
sistem kalah-kalah, di mana kedua belah pihak tidak benar-benar mendapatkan apa
yang mereka inginkan. Sikap kooperatif dan asertifnya pun masing-masing hanya
setengah. Artinya, jika ada dua pihak yang berkonflik memakai gaya kompromi untuk
mengelola konflik, kemungkinan besar mereka tidak akan merasa terlalu puas dengan
hasil akhirnya (Thomas & Kilmann, 2007). Jika dibandingkan dengan gaya
akomodasi, gaya kompromi dinilai sebagai gaya yang dipakai oleh seseorang yang
Menurut Maitlo dkk (2012), kompromi dicapai dengan komunikasi yang lebih baik
dari seluruh kepedulian di kalangan orang-orang yang terlibat dan melalui pengakuan
syarat yang sama. Kompromi akan mengarah pada pencapaian tujuan yang berbeda
menyelesaikan masalah, seperti gaya penghindaran. Hal ini dibuktikan oleh Marotz-
Baden dan Cowan (Lee, 1992) yang menemukan bahwa gaya penghindaran sering
digunakan oleh para menantu perempuan jika terjadi konflik dengan ibu mertuanya
perempuan tersebut akan menunggu sampai konflik reda dengan sendirinya seiring
memungkinkan seseorang untuk menghindari masalah. Gaya ini tidak asertif dan juga
tidak kooperatif, yang artinya seseorang tidak membantu orang lain meraih
26
tujuannya, dan ia juga tidak mengejar tujuannya sendiri. Dengan begitu, ia tidak akan
mengutarakan pendapat.
akan banyak membuka diri, seperti mengutarakan pendapat, sekaligus terbuka dengan
pemikiran dan perasaan orang lain. Faktor seperti ini memungkinkan seseorang untuk
dinilai sebagai gaya yang ideal di antara seluruh gaya manajemen konflik yang
dipaparkan oleh Thomas-Kilmann (2007). Gaya ini asertif dan kooperatif seperti
kompromi, tetapi dalam gaya kolaborasi kedua sikap tersebut berada dalam tingkat
tinggi. Kedua belah pihak akan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sistem
gaya kolaborasi adalah menang-menang, sehingga tidak ada pihak yang rugi atau
dirugikan. Kolaborasi dapat menjadi efektif untuk skenario yang kompleks ketika
seseorang membutuhkan solusi yang baru, dan dapat juga berarti mengkonsepkan
kembali tantangan untuk membuat ruang yang lebih besar dan wadah untuk gagasan
semua orang. Namun, gaya ini membutuhkan kepercayaan yang dalam pada orang
lain dan harus mencapai mufakat. Untuk mencapai mufakat dapat memerlukan
banyak waktu dan usaha untuk membuat semua orang ikut serta dan untuk
menyatukan gagasan semua orang. Rotter (Anderson & Narus dalam Zeffane, Tipu,
27
pernyataannya secara lisan atau tertulis kepada seseorang atau sekelompok orang
yang lain dapat dipercaya, sehingga hubungan antara komunikasi tampak kompleks
dan sulit untuk mengasumsikan arah yang pasti pada dua hal tersebut. Jika
terasah dan membuat komunikasi menjadi lancar, dan jika komunikasi dibangun
perempuan dan ibu mertua sangat signifikan dalam perbincangan sehari-hari dan
jarak interpersonal yang besar dan cenderung berperilaku negatif terhadap ibu
mertuanya daripada ibu kandungnya sendiri. Tidak banyak evaluasi empiris pada
hubungan menantu dengan mertua karena sedikitnya data dan variasi yang ada
mengenai hal tersebut dalam konteks yang berbeda. Meskipun begitu, hubungan
stabilitas, dan fungsi sosial, budaya, dan ekonomi lainnya di dalam keluarga.
D. Hipotesis
28
2. Akan ada hubungan negatif antara kompetensi komunikasi interpersonal
29