You are on page 1of 11

LAPORAN JOURNAL SHARING

HUBUNGAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEPATUHAN


PELAKSANAAN STANDART PROSEDUR OPERASIONAL PENCEGAHAN
RISIKO JATUH DI RUANG RAWAT INAP
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Ners pada Stase Manajemen

Pembimbing Akademik : Ns. Devi Nurmalia ,S.Kp.,M.Kep

Pembimbing Klinik : Ns. Rina Iswati Wuryaning Wulan, S.Kep

Oleh:
Ririn Purwaning Tyas
22020118220077

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXIII


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
JOURNAL SHARING

Tanggal : 10 Maret 2019


Nama Mahasiswa : Ririn Purwaning Tyas

A. Informasi Sitasi
1. Pengarang : Ahsan, Niko Dimas, Ni Luh Putu Ayu Prasiska
2. Tahun : 2018
3. Judul Artikel : Hubungan Motivasi Perawat dengan Kepatuhan
Pelaksanaan Standart Prosedur Operasional Pencegahan
Resiko Jatuh di Ruang Rawat Inap
4. Nama Jurnal : Program Studi Ilmu Keperawatan FK Universitas
Brawijaya
5. Halaman : 47 - 56

B. Latar Belakang
Resiko jatuh merupakan salah satu dari bagiaan patien safety yang menjadi
perhatian serius karena dapat merugikan pasien dan pihak rumah sakit terkait biaya
yang dikeluarkan dan keamanan pasien. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit bahwa
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
pasien, dan terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera,
Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera (Ni panjawati, 2017).
Kejadian pasien jatuh di rumah sakit Indonesia sebanyak 14 % terhitung bulan
januari hingga September 2012 yang termasuk dalan lima insiden medis selain
medicine error (Ahsan, Niko Dima, 2018) serta menempati urutan keempat dari
seluruh Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit (Unismu, 2012).

2
Kerugian yang dialami pasien terkait resiko jatuh contohnya kerugian fisik serta
psikologis dan dapat menambah biaya perawatan sedangkan kerugian rumah sakit
adalah akreditasi yang mungkin turun.
Akar masalah dari insiden jatuh berasal dari belum optimalnya perencanaan
standar operasional prosedur pasien jatuh di suatu institusi (Budiono et al, 2014),
selain itu kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional prosedur seperti
pengisian Morse Fall Score untuk assesment pasien risiko jatuh dapat menjadi salah
satu faktor risiko dari insiden jatuh yang mana menjadi bagian dari perilaku yang
dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya sikap perawat, motivasi dan persepsi
terhadap pekerjaannya.
Hasil penelitian oleh Natasia, Loekijana dani kurniawati (2014) menunjukkan
adanya pengaruh yang signifikan antara motivasi dan persepsi perawat terhadap
kepatuhan melaksanakan SPO resiko jatuh.
Berdasar hasil laporan penilaian akreditasi RSUD Kanjuruan Kabupaten
Malang tahun 2012 diperoleh hasil penilaian standar keselamatan pengurangan
risiko pasien jatuh masih rendah sebesar 27% dari target 80% (RSUD Kanjuruan,
2012). Hasil studi pendahuluan di RSUD Kanjuruan pada tanggal 3 – 8 Januari 2018
diperoleh hasil bahwa pernah ada kejadian pasien jatuh salah satunya diruang
Diponegoro dan terdpat 8 orang pasien jatuh tahun 2014.
C. Tujuan Penelitian/Studi
Memberikan gambaran pengaruh motivasi perawat terhadap kepatuhan
pelaksanaan standar prosedur operasional pencegahan pasien risiko jatuh.
D. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana hubungan motivasi perawat terhadap kepatuhan pelaksanaan
standar prosedur operasional pencegahan pasien risiko jatuh ?
E. Desain Penelitian/Studi
Deskriptif Analitik dengan pendekatan cross sectional
F. Metodologi Penelitian

3
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Kanjuruan.
Ruang Airlangga, Brawijaya, Diponegoro, Imam Bonjol, Fatahillah, Gajah mana
dan Hasanudin.
2. Populasi Responden
Seluruh tenaga keperawatan di ruang rawat inap RSUD Kanjuruan, dengan
jumlah sampel 109 perawat.
3. Teknik pengambilan sempel
Non - Probability sampling dengan Purposive Sampling.
4. Jumlah Responden
109 responden.
5. Variabel yang Diukur/Diteliti
Motivasi dan Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan Prosedur Intervensi Pasien
Risiko Jatuh.
6. Metode Pengumpulan Data
a. Peneliti mengidentifikasi perawat yang menjadi responden dengan pemilihan
berdasarkan jumlah kriteria inklusi dan eklusi yang telah ditentukan per
ruang.
b. Peneliti kemudian mendatangi calon responden yang dipilih lalu dijelaskan
mengenai tujuan, manfaat, langka prosedur pengambilan data, kemungkinan
ketidaknyamanan, maupun kemungkinan menolak tanpa mempengaruhi
kerja perawat dan hak perawat di dalam bangsal ruang.
c. Pembagian kuesioner yang meliputi karakteristik responden, motivasi
perawat, dan kepatuhan pelaksanaan standar prosedur operasional resiko
jatuh.
d. Setelah itu dilanjutkan interprestasikan hasil data yang telah ada.
G. Hasil Penelitian

4
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil sebagian besar responden berusia 25
– 35 tahun sebanyak 58 responden (52,2%), berjenis kelamin perempuan sebanyak
73 responden (67,3%), pendidikan terakhir Diploma III sebanyak 95 responden
(87,2%) serta motivasi perawat dalam melaksanakan prosedur risiko jatuh dalam
rentang baik yaitu sebesar 63 responden dari 109 perawat memiliki motivasi yang
baik dalam bekerja, serta kepatuhan pelaksanaan SPO pencegahan risiko jatuh
diperoleh tingkat kepatuhan perawat dalam retang patuh sebanyak 59 responden
(54,1%). Hasil uji korelasi rank spearman diperoleh hasil p value = 0.000 terdapat
hubungan yang signifikan antara motivasi perawat dengan kepatuhan pelaksanaan
SPO pencegahan risiko jatuh di ruang rawat inap ( hasil = 0,424). Dengan kata lain
semakin tinggi motivasi perawat maka akan semakin tinggi juga kepatuhan
pelaksanaan SPO pencegahan risiko jatuh.
H. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan perawat memiliki motivasi yang baik dalam
melaksanakan SPO pencegahan risiko jatuh karena perawat di RSUD kanjuruan
bekerja sesuai dengan SPO yang ada. Sejalan dnegan penelitian Budiono,alamsyah,
dan wahyu (2014) menyatakan bahwa perawat ruangan telah melaksanakan dengan
baik standar prosedur operasional manajemen pencegahan risiko jatuh di ruang
rawat inap.
Motivasi dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 3 indikator yaitu
kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi, dan kebutuhan berkuasa, dari ketiga
indikator tersebut kebutuhan berprestasi menempati posisi tertinggi yang berfokus
pada keberhasilan penyelesaian tugas dan menyukai umpan balik dari pekerjaannya
daripada hubungan kekerabatan serta mencari pengaruh ( suarli dan bahtiar, 2008),
dikutip dari teori MC. Chelland yang mengatakan jika seseorang memiliki need for
achievement tinggi maka akan memiliki performance yang tinggi pula. Indicator
yang kedua adalah kebutuhan berafiliasi yaitu selalu berusaha menghindari konflik
yang mengarahkan pada musyawarah menyelesaiakn masalah secara bersama, tori

5
MC. Chellan mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kebutuhan afiliasi yang
tinggi akan selalu mencari orang lain dan mempertahankan hubungan yang dibina
dengan orang lain. Indikator terakhir adalah kebutuhan kekuasaan yaitu responden
kurang memiliki control artinya bahwa kurang tegas dalam bersikap. Kebutuhan
kekuasaan mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sesuia dengan
keinginan individu. Semakin tinggi tingkat kebutuhan kekuasaan seseornag maka
cenderung bersikap tegas (Mangkunegara,2009). Sebanding dengan teori Eswin
yang menyatakan motivasi merupakan suatu keahlian yang mengarahakn pegawai
dan organisasi agar dapat bekerja secara maksimal agar sesuai dengan keinginan
pegawai dan dapat mencapai tujuan bersama yang mana diharapkan bekerja dengan
motivasi yang baik dapat mengubah kebiasaan kerja dilingkungan kerja yang kurang
baik dan dapat dilakukan sesuai prosedur yang ada ( Hasibuan, 2005).
Kepatuhan perawat berdasarkan hasil penelitian didapatkan 75% perawat
ruangan di RSUD Kanjuruan patuh terkait pengkajian MFS, sebagian besar perawat
patuh memasang gelang resiko jatuh, sebagian besar perawat patuh meletakkan
tanda segitiga risiko jatuh, sebagian perawat patuh melakukan penulisan pada white
board, patuh melakukan penagturan posisi tempat tidur, dan hamper seluruh perwat
patuh melakukan memasangan pagar pengaman.
Kepatuhan perawat dapat dihubungkan dengan karakteristik seperti usia dimana
responden berusia 21-35 tahun, kategori usia muda yang mampu menyesuaiakan di
lingkungan pekerjaan yang baru, bersemangat dan berpeluang mengembangakn ilmu
pengetahuan dan ketrampilan, factor jenis kelamin dan pendidikan juga
mempengaruhi. Menurut Prasetyo dan hartanti, 2017 menyatakan bahwa perempuan
dapat lebih baik mengupayakan keselamatan kerja pasien dibandingkan laki-laki.
Kepatuhan adalah ketaatan melakukan sesuatu yang dianjurkan atau respon
yang diberikan terhadap sesuatu diluar subjek berdasarkan teori compliance ( Green
dan Kreuters, 1991). Penelitian setyarini dan Herlina (2013), menjelaskan bahwa
masih terdapat perawat yang kurang memiliki kesadaran akan pentingnya terhadap

6
pemasangan label segitiga dikarenakan factor kesibukan dan mobilitas tinggi. Selain
itu ada beberapa indicator yang masi berada diposisi terbawah yaitu penilaian
assessment risiko jatub dirunag rawat inap, assessment ualng pasien yang berisiko
jatuh dan pelepasan gelang bagi pasien yang sudah tidak beresiko jatuh. Perawat
akan lebih memahami pentingnya pencegahan resiko jatuh dengan mendapatkan
sosialisasi secara berkala terkait pengkajian risiko jatuh berdasarkan skala Morse,
factor usia juga mempengaruhi kepatuhan dimana perawat senior lebih kurang dalam
pengkajian resiko jatuh.
Hubungan antara motivasi dengan kepatuhan pelaksanaan SPO pencegahan
resiko jatuh pada perawat di ruang rawat inap RSUD Kanjuruan menunjukkan
terdapat hubungan signifikan antara motivasi dengan kepatuhan perawat, didukung
oleh penelitian Natasia, Loekqijana, dan Kurniawati ( 2014) bahwa factor motivasi
dan persepsi mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP, sejalan
dengan penelitian badi’ah (2009) diperoleh hasil bahwa sfaktor motivasi mempunyai
hubungan yang kuat dengan kinerja, sehingga bila motivasi tinggi maka kinerjapun
juga akan meningkat.
Pengalaman, pengetahuan dan sumber informasi mempengaruhi hasil
pengkajian resiko jatuh yang dilakukan oleh perawat, sumber informasi dapat
diperoleh dari pelatiha, seminar, ataupun workshop mengenai risiko jatuh ( Anwar,
Irwandy dan Noor, 2012). Menurut Hariandja (2009) motivasi merupakan kekuatan
yang mendorong perawat untuk melakukan pekerjaan. Terdapat 2 faktor yang
mempengaruhi factor intrinsik seperti kesadaran diri perawat dalam pelaksanaan
assesmen risiko jatuh, dan factor ekstrinsik seperti hubungan antar rekan kerja,
hubungan dengan atasan, serta reward dan pusnishment ( Makuis dan Huston, 2010)

I. Kekuatan Penelitian/Studi
1. Penelitian secara kuantitatif sehingga data yang didapatkan lebih jelas dan
akurat.

7
2. Penelitian tersebut bisa digunakan untuk memotivasi kinerja tenaga kesehatan
supaya menjadi lebih baik dalam menerapkana implementasi resiko jatuh.
J. Keterbatasan Penelitian/Studi
1. Peneliti tidak menjelaskan instrument penelitian
2. Peneliti tidak menjelaskan kriteria inklusi maupun ekslusi yang digunakan saat
penelitian.

K. Analisis Kejadian Berdasarkan di Lapangan

Kaitan dengan motivasi perawat dalam jurnal dinyatakan bahwa motivasi yang
meningkat akan berpengaruh juga dengan kinerja perawat yang meningkat dalam
pelaksanakan SOP pencegahan risiko jatuh. Factor usia, jenis kelamin, pendidikan
dan lama kerja mengatakan bahwa semakin lama masa kerja perawat maka semakin
berpengalaman perawat tersebut dalam melakukan pengkajian risiko jatuh, namun
kenyataan dilapangan masih terdapat perawat senior yang tidak melaksanakan
assesmen risiko jatuh dengan benar sesuai dengan MFS melainkan masih
menggunakan skala ketergantungan pasien.
Motivasi perawat dipengaruhi oleh factor intrinsic dari dalam diri sendiri,
dilapangan ditemui bahwa masih terdapat perawat yang belum sadar mengenai
pentingnya melakukan assessment risiko jatuh dengan benar dan kurang hya
sosialisasi secara berulang membuat pengkajian risiko jatuh menjadi tidak terlalu
penting bagi perawat.
Factor ektrinsik yang meliputi hubungan dengan rekan kerja, atasan dan
budaya pepberian reward dan punishment, dilapangan sendiri hubungan perawat
dengan sesame rekan kerja tercipta dengan baik dan damai akan tetapi dengan atasan
masih terlihat kesenjangan dimana perawat junior masih merasa sungkan dan takut

8
dengan perawat senior, sementara budaya reward dan pusnishmen terkait kepatuhan
pelaksanan SOP pencegahan resiko jatuh belum ada.
Kaitan dengan kepatuhan pelaksanaan tindakan implementasi pada resiko
jatuh sangat penting untuk menurunkan tingkat pasien jatuh. Menurut Setyarini
tahun 2012, seharusnya seorang perawat melakukan implementasi pencegahan
resiko jatuh dengan cara: 1) Pakaikan gelang risiko jatuh berwarna kuning. Pasang
tanda peringatan risiko jatuh warna merah pada bed pasien; 2) Strategi mencegah
jatuh dengan penilaian jatuh yang lebih detil seperti analisa cara berjalan sehingga
dapat ditentukan intervensi spesifik seperti menggunakan terapi fisik atau alat bantu
jalan jenis terbaru untuk membantu mobilisasi; 3) Pasien ditempatkan dekat nurse
station; 4) Lantai kamar mandi dengan karpet anti slip/ tidak licin, serta anjuran
menggunakan tempat duduk di kamar mandi saat pasien mandi; 5) Dampingi pasien
bila ke kamar mandi, jangan tinggalkan sendiri di toilet, informasikan cara
mengunakan bel di toilet untuk memanggil perawat, pintu kamar mandi jangan
dikunci; 6) Lakukan penilaian ulang risiko jatuh tiap shif.
Sedangkan pada prosedur pencegahan resiko jatuh adalah 1) Morse Scale
Fall/MFS merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh; 2) Pemasangan label segitiga merah
untuk resiko tinggi dan segitiga kuning untuk resiko rendah; 3) Pemasangan gelang
resiko jatuh dilakukan setelah penilaian MFS hasilnya ≥ 45; 4) Mengatur tempat
tidur pasien merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pasien untuk mencegah
resiko pasien jatuh dari tempat tidur, maka tempat tidur dalam posisi rendah dan
terdapat pagar pengaman/ sisi tempat tidur; 5) Penggunaan restrain sesuai prosedur
merupakan alat atau tindakan pelindung untuk membatasi gerakan atau aktifitas
pasien secara bebas. Untuk menghindari jatuh dapat dimodifikasi dengan
memodifikasi lingkungan yang dapat mengurangi cedera seperti memberi keamanan
pada tempat tidur (Setyarini, 2012).

9
Saat dilapangan, perawat sudah melakukan implementasi pasien jatuh setiap 2
hari sekali, ketika perawat sedang memberikan tindakan aseptic (sesudah
memberikan injeksi, sesudah melakukan perawatan luka, sesudah mengantarkan
pasien dan sesudah membenarkan sliran infus pasien dll) kepada pasien maka
perawat mengatur tempat tidur pasien. Tetapi di lapangan juga banyak yang belum
menerapkan implementasi resiko jatuh secara kontinu, banyak pasien yang luput
akan pengawasan (Contohnya banyak pasien pasien tertidur yang tidak dipasang
siderail tempat tidur dan tanpa pengawasan dari keluarga serta perawat sehingga
dapat meningkatkan resiko jatuh pada pasien) dan terkadang lupa untuk
merendahkan tempat tidur. Hal tersebut dikarenakan beban kerja perawat yang
tinggi, sehingga tidak bisa memastikan pasien satu persatu, selain itu banyak pasien
yang ditunggu oleh keluarganya sehingga keluarganya yang akan memantau pasien
agar pasien tidak jatuh.
L. Kesimpulan
Dalam penelitian diatas, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan
antara motivasi perawat dengan kepatuhan pelaksanaan SPO pencegahan risiko jatuh
di ruang rawat inap ( hasil = 0,424). Dengan kata lain semakin tinggi motivasi
perawat maka akan semakin tinggi juga kepatuhan pelaksanaan SPO pencegahan
risiko jatuh, yang mana dipengaruhi oleh fakor intrinsic dan ekstrinsik yang
membuat perawat termotivasi dalam kepatuhan pelaksanaan pencegahan risiko
jatuh.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahsan, Niko Dima, N. L. P. A. P. (2018). Hubungan Motivasi Perawat Dengan


Kepatuhan Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Pencegahan Risiko Jatuh
Di Ruang Rawat Inap. J.K.Mesencephalon, 4(2), 47–65.
Ni panjawati. (2017). KEPATUHAN PERAWAT MELAKSANAKAN STANDAR
PROSEDUR OPERASIONAL PENCEGAHAN PASIEN JATUH
BERDASARKAN FAKTOR DEMOGRAFI DAN MOTIVASI. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Media Husada, 6(2), 47–57.
Budiono, Sugeng., et al. (2014). Pelaksanaan Program Manajemen Pasien dengan
Risiko Jatuh di Rumah Sakit.Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol 28 No. 1, 2014.
Nurihsan, R & Sari, Novita Kurnia. (2016). Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan
Prosedur Intervensi Pasien Risiko Tinggi Jatuh di RSUD Wates Kulon Progo.
Jurnal Ilmu Keperawatan FKIK UMY. 1-14.
Setyarini, Elizabeth Ari & Herlina, Lusiana Lina. (2012). Kepatuhan Perawat
Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pencegahan Pasien Resiko Jatuh Di
Gedung Yosef 3 Dago dan Surya Kencana Rumah Sakit Borromeus. Jurnal
Kesehatan STIKes Santo Borromeu. 95-105.

11

You might also like