You are on page 1of 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru
tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Widiastuti, 2012). TB Paru
merupakan penyakit dengan morbiditas tinggi dan sangat mudah menyebar di udara
melalui droplet (percikan air ludah). Oleh sebab itu TB paru harus ditangani dengan
segera dan hati-hati apabila ditemukan kasus tersebut di suatu wilayah. TB paru
sampai saat ini masih menadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia.
Berdasarkan data WHO pada tahun 2013 terdapat 9 juta penduduk dunia
terinfeksi kuman TB (WHO,2014). Pada tahun 2014 terdapat 9,6 juta penduduk dunia
terinfeksi kuman TB (WHO, 2015). Pada tahun 2014, jumlah kasus TB Paru wilayah
Asia Tenggara sebanyak 28%. Di Indonesia, prevalensi TB paru dikelompokan dalam
tiga wilayah yaitu Jawa dan Bali (23%), Sumatra (33%), serta Indonesia Bagian
Timur (44%) (Depkes, 2008). Penyakit TB paru merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan pernafasan pada semua kelompok usia serta
nomor satu untuk golongan penyakit infeksi (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia yang dilaporkan oleh Kemenkes RI
(2013) menjelaskan bahwa jumlah penderita TB Paru pada tahun 2012 sebanyak
202.301 jiwa dengan prevalensi 138/100.000 penduduk Indonesia. Kemudian pada
tahun 2014 jumlah penderita TB Paru di Indonesia yang terdata sebanyak 176.677
dengan prevalensi sebesar 113/100.000 penduduk Indonesia. Angka keberhasilan
pengobatan TB Paru di Indonesia adalah sebesar 81,3% dan angka ini belum
mencapai target yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 85% (Kemenkes RI,
2015).
Perkiraan jumlah penderita baru TB Paru BTA (+) di Kabupaten Tegal
sebanyak 1.484 penderita. Jumlah penderita TB Paru baru BTA (+) yang
ditemukan pada tahun 2015 sebanyak 944 orang.

1
Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Tegal pada tahun 2015 yang
dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal (2015) menjelaskan bahwa jumlah
kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di puskesmas dengan jumlah penduduk yang
besar yaitu Jatinegara, Bumijawa, dan Adiwerna. Sedangkan jumlah total kasus TB
BTA (+) di Jatinegara sebanyak 66 jiwa, Bumijawa sebanyak 57 jiwa, dan Adiwerna
sebanyak 55 jiwa.
Berdasarkan data di Puskesmas Bumijawa pada tahun 2017 menunjukkan bahwa
terdapat 40 penderita TB Paru. Jumlah penderita TB dengan BTA (+) ditemukan
sebanyak 35 penderita. Pasien TB anak ditemukan sebanyak 5 penderita.
Pada anak, TB secara umum dikenal dengan istilah “flek paru”. TB pada anak
juga mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa, baik
dalam aspek diagnosis, pengobatan, pencegahan, maupun TB pada kondisi khusus
misalnya pada anak dengan infeksi HIV (Anonim, 2011). Selain itu, pemeriksaan TB
yang memerlukan sampel dahak dari sang anak masih sulit dilakukan karena anak
kecil sulit mengeluarkan dahak. Akibatnya kesulitan dan keraguan dalam aspek
diagnosis ini seringkali menimbulkan kecenderungan terjadinya underdiagnosis
maupun underreported pada TB anak.
Usia anak merupakan usia yang sangat rentan terinfeksi tuberkulosis terutama
yang memiliki kontak erat dengan pasien TB BTA positif. Anak dengan infeksi TB
saat ini menunjukkan sumber penyakit di masa depan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi TB anak di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi TB anak di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa
2. Memberikan terapi OAT pada TB anak di wilayah kerja Puskesmas
Bumijawa

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Puskesmas

2
Puskesmas dapat menjadikan program “Tanggap TB Sejak Dini” sebagai
langkah awal untuk menjaring dan memperbanyak penemuan kasus TB anak
di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa.
1.3.2 Bagi Penulis
Penulis mendapatkan pengalaman yang berharga mengenai fakta lapangan
sehingga dapat mengaplikasikan pengalaman di kehidupan sehari-hari
maupun saat pelayanan kepada masyarakat.
1.3.3 Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan tentang penyakit TB dan mempermudah alur
pelayanan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang umum dan sering


mematikan yang disebabkan oleh mikobakterium, biasanya Mycobacterium
tuberculosis pada manusia.Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi juga
dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh.Hal ini menyebar melalui udara, ketika
orang yang memiliki penyakit batuk, bersin, atau meludah. Kebanyakan infeksi pada
manusia dalam hasil infeksi, asimtomatik laten, dan sekitar satu dari sepuluh infeksi

3
laten pada akhirnya berkembang menjadi penyakit aktif, yang jika dibiarkan tidak
diobati membunuh lebih dari setengah dari korban (Nelson, 2012).

2.2 Epidemiologi

Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit


yang kembali muncul dan menjadi masalah, terutama di Negara maju, salah satunya
adalah TB. WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang),
telah terinfeksi oleh M. tuberkulosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan
Amerika latin (Nastiti et al, 2007)
Tuberkulosis masih merupakan penyebab utama kematian di Negara
berkembang. Data memperlihatkan bahwa penyakit ini paling terkonsentrasi di pusat-
pusat kota metropolitan, disini presentase bermakna penduduk yang tinggal di
lingkungan miskin yang memudahkan penularan penyakit ini (DEPKES, 2002)

2.3 Anatomi Paru Manusia

Paru-paru manusia merupakan dua buah organ yang lunak dan berongga. Di
dalam mediastinum, paru dipisahkan oleh jantung, pembuluh darah, dan struktur lain
mediastinum. Masing-masing paru berbentuk konus, memiliki apeks yang tumpul dan
menjorok keatas serta dilapisi oleh pleura yang terikat dengan paru pada bagian
hilusnya. Pada hilus pulmonalis yang terletak di bagian medialnya terdapat suatu
lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk
membentuk radiks pulmonalis (Snell, 2012).

Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura
oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan
inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu
lobus superior dan inferior (Snell, 2012).

Bronkus merupakan bagian dari traktus respiratorius yang memasuki hilus


paru. Setiap bronkus lobaris akan bercabang menjadi beberapa bronkus segmentalis.

4
Bronkus segmentalis yang masuk ke lobus paru-paru secara struktural dan fungsional
adalah independen, dan dinamakan segmen bronkopulmonalis. Segmen ini berbentuk
piramid, mempunyai apeks yang mengarah ke radiks pulmonalis dan basisnya
mengarah ke permukaan paru-paru. Tiap segmen dikelilingi oleh jaringan ikat, dan
selain bronkus juga diisi oleh arteri, vena, pembuluh limfe dan saraf otonom (Snell,
2012).

Traktus respiratorius berakhir pada alveolus. Alveolus adalah kantong udara


terminal yang berhubungan erat dengan jejaring kaya pembuluh darah. Sirkulasi
pulmonal memiliki aliran udara tinggi dengan tekanan yang rendah, kurang lebih 50
mmHg. Paru-paru dapat menampung sampai 20% volume darah total, dan hanya 10%
dari volume tersebut yang tertampung dalam kapiler (Snell, 2007). Yang terpenting
dari sistem ventilasi paru-paru adalah upaya terus menerus untuk memperbarui udara
dalam area pertukaran gas paru-paru. Pertukaran gas secara difusi terjadi antara
alveoli dan pembuluh kapiler paru-paru. Difusi terjadi berdasarkan prinsip perbedaan
tekanan parsial gas yang bersangkutan (Guyton, 2008).

5
2.4 Fisiologi Paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume
toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi
beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot
seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Selama pernapasan
tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-
paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan
lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan
tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Guyton, 2008).
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan
pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase
gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar
149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan
parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan
tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan
udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan Tahap kedua dari proses
pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler
yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini
adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen
dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi
berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi

6
anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara
darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi
kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir. Dalam
keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-
paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama
0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup
cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat
menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama
sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat
mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Guyton,
2008).

2.5 Etiologi
Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang
merupakan patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 spesies dari Mycobacterium
yang paling umum menyebabkan infeksi, yaitu: M. tuberculosis, M. bovis, M.
africanum, M. microti dan M. canetti. Dari kelima jenis ini M. tuberculosis
merupakan penyebab paling penting dari penyakit tuberkulosis pada manusia. Ada 3
varian M. tuberculosis yaitu varian humanus, bovinum dan avium. Yang paling
banyak ditemukan menginfeksi manusia M. tuberkulosis varian humanus (Chintu,
2002).
Mycobacterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm. M. tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37-
410C dan merupakan bakteri aerob obligat yang berkembang biak secara optimal pada
jaringan yang mengandung banyak udara seperti jaringan paru. Dinding sel yang kaya
akan lipid menjadikan basil ini resisten terhadap aksi bakterisid dari antibodi dan
komplemen. Sebagian besar dari dinding selnya terdiri atas lipid (80%),
peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid membuat kuman tahan terhadap asam
sehingga disebut BTA dan kuman ini tahan terhadap gangguan kimia dan fisika. Oleh
karena ketahanannya terhadap asam, M. tuberculosis dapat membentuk kompleks

7
yang stabil antara asam mikolat pada dinding selnya dengan berbagai zat pewarnaan
golongan aryl methan seperti carbolfuchsin, auramine dan rhodamin. Kuman ini
dapat bertahan hidup di udara yang kering atau basah karena kuman dalam keadaan
dorman. Dan dari keadaan dorman ini kuman dapat reaktivasi kembali (Chintu, 2002).
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler. Kuman ini
bersifat aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman ini menyenangi jaringan yang
tinggi mengandung oksigen sehingga tempat predileksi penyakit ini adalah bagian
apikal paru karena tekanan O2 pada apikal lebih tinggi dari pada tempat lainnya. M.
tuberculosis dapat tumbuh pada medium klasik yang terdiri kuning telur dan glyserin
(medium Lowenstein-Jensen). Bakteri ini tumbuh secara lambat, dengan waktu
generasi 12-24 jam. Pengisolasian dari spesimen klinis dari media sintetik yang solid
membutuhkan waktu 3-6 minggu dan untuk uji sensitivitas terhadap obat
membutuhkan tambahan waktu 4 minggu. Sementara itu, pertumbuhan bakteri ini
dapat dideteksi dalam 1-3 minggu dengan menggunakan medium cair yang selektif
seperti BACTEC dan uji sensitivitas terhadap obat hanya membutuhkan waktu
tambahan 3-5 hari (Chintu, 2002).

2.6 Faktor Risiko


1. Gambaran Karakteristik
a. Umur
Daya tahan tubuh pada anak tergolong lemah dan memiliki sedikit
kekebalan tubuh dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Maka
umur yang lebih muda akan menjadikan lebih rentan terhadap infeksi
TB.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan data WHO sumber pembunuh nomor 1 di dunia
adalah pada jenis kelamin wanita karena wanita mempunyai hormon
dan keadaan gizi yang dapat melemahkan kekebalan tubuh pada saat
usia reproduksi atau pada saat hamil, sehingga akan mengakibatkan

8
risiko lebih tinggi untuk terkena infeksi TB dibanding dengan laki-laki
dengan usia yang sama.
c. Status Gizi
Hubungan antara penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang
merupakan hubungan timbal balik sebab akibat yang terjadi secara
tidak langsung seperti keadaan malnutrisi akan mempengaruhi sistem
imun dan secara tidak langsung akan menyebabkan daya tahan tubuh
anak lebih rentan terkena penyakit infeksi dibandingkan dengan anak
yang sehat. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit
tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.
d. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah pemberian vaksin yang terdiri dari basil
hidup yang dihilangkan virulensinya. Pemberian imunisasi BCG dapat
memberikan perlindungan daya tahan tubuh pada bayi penyakit TB
paru tanpa menyebabkan kerusakan. Imunisasi BCG akan memberikan
kekebalan aktif dalam tubuh sehingga anak tidak mudah terkena
penyakit TB Paru.
Efek dari imunisasi BCG adalah timbul pembengkakan merah
kecil di tempat vaksinasi setelah 1-2 minggu, kemudian akan berubah
melepuh keluar nanah dan tidak lama kemudian berubah lagi jadi
keropeng yang berkerak sampai mengelupas. Luka ini tidak perlu
pengobatan khusus karena akan sembuh dengan sendirinya dalam
waktu 8-12 minggu setelah vaksinasi. Apabila ada yang tidak terjadi
pembentukkan scar itu berarti imunisasi BCG tidak jadi, maka akan
diulang dan apabila bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus
dilakukan uji Mantoux (tuberkulin) terlebih dahulu. Efek ini akan
bertahan sampai 15 tahun pada anak dengan gizi yang berkecukupan.
e. Status ekonomi
Dari data WHO ada 90% penderita TB pada kelompok sosial
ekonomi rendah yang sebagian besar terjadi di negara berkembang

9
sebanyak 15-40%. TB Paru merupakan faktor penyebab kemiskinan, di
mana garis kemiskinan ini menjadi faktor terjadinya infeksi TB yang
diakibatkan adanya faktor lain seperti kondisi kepadatan hunian yang
tinggi, kondisi lingkungan yang buruk, pengetahuan yang kurang,
tingkat pendidikan yang rendah dan kondisi ventilasi yang tidak sehat.
Faktor kondisi sosial ekonomi bukan merupakan faktor penyebab
secara langsung. Salah satu penyebab faktor ekonomi adalah
Pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita merupakan variabel
terpenting dalam penggunaan pelayanan kesehatan.

2. Faktor Lingkungan
a. Kepadatan hunian
Kepadatan hunian merupakan salah satu faktor risiko infeksi TB
yang lebih banyak ditemukan pada kelompok subjek yang mempunyai
sumber penularan lebih dari satu orang. Apabila hunian semakin padat
maka perpindahan penyakit menular melalui udara akan semakin
mudah dan cepat, apalagi dalam satu rumah terdapat anggota keluarga
yang terkena TB, anak akan sangat rentan terpapar langsung. Jumlah
sumber penularan dalam satu rumah akan meningkatkan risiko infeksi
TB pada anak.
b. Ventilasi Rumah
Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa kondisi rumah yang
mempunyai ventilasi buruk dapat meningkatkan transmisi kuman TB
yang disebabkan adanya aliran udara yang statis, sehingga
menyebabkan udara yang mengandung kuman terhirup oleh anak
yang berada dalam rumah.

3. Perilaku
Perilaku kebiasaan merokok akan menyebabkan penyakit pada
perokok aktif dan pada perokok pasif lebih besar risiko terpapar. Dari hasil

10
survey sosial ekonomi 90% perilaku merokok dilakukan didalam rumah
saat berkumpul dengan keluarga termasuk pada anak. Kelompok yang
rentan terhadap gangguan saluran pernafasan terjadi pada anak-anak yang
di dalam anggota keluarganya terdapat perokok.

4. Faktor Risiko Pajanan


a. Riwayat kontak
Sumber penularan TB anak adalah orang dewasa yang sudah
menderita TB aktif (positif) yang dapat dilihat dari segi jarak dan
waktu, sedangkan anak-anak masih sangat rentan tertular TB dari
orang dewasa karena daya tahan tubuh anak yang lemah. Peluang
tertinggi pada kelompok anak yang terpapar kontak langsung selama 8
jam/hari.
b. Lama Kontak
Lama kontak merupakan kurun waktu tinggal bersama dengan
penderita secara terus menerus, pada proses penyebaran kuman di
udara melalui batuk ataupun bersin dalam bentuk percikan dahak.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar kuman TB paru
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lama menghirup
udara tersebut karena risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan
dengan percikan dahak dimana pasien TB paru BTA positif
memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB
negatif. Masa inkubasi mulai dari masuknya bibit kuman TB Paru
sampai timbul gejala infeksi TB diperkirakan 2-10 minggu

5. Penyakit penyerta
Daerah dengan prevalensi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
tinggi diperlukan konseling dan uji HIV yang diindikasikan pasien TB
sebagai bagian dari penatalaksaan rutin. Apabila untuk daerah yang
prevalensi dan uji HIV lebih rendah dapat diindikasikan bahwa pasien TB

11
dengan gejala seta tanda yang berhubungan dengan HIV pada pasien TB
mempunyai riwayat risiko tinggi terpapar HIV. Semua pasien dengan TB
dan infeksi HIV perlu ditindak lanjuti guna menentukan perlu tidaknya
diberikan pengobatan (Behrman, 2002).

2.7 Patogenesis / Patologi


Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil (<5 µm), kuman TB dalam droplet nuclei yang
terhirup dapat mencapai alveolus. Kuman TB tidak seluruhnya dapat
dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman,
makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB. Kuman TB tersebut akan terus
berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.
Selanjutnya kuman TB membentuk lesi ditempat tersebut yang dinamakan
fokus primer Ghon (Kemenkes RI, 2016).

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe


menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi
di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.
Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan
terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan
antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer
(Kemenkes RI, 2016).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya


kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa
inkubasi TB berlangsung selama 4-8 minggu, dengan rentang waktu 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas
seluler (Kemenkes RI, 2016).

12
Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan
telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap
TB terbentuk yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji
tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian kecil kuman TB akan dapat tetap
hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru
yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas seluler
spesifik (cellular mediated immunity) (Kemenkes RI, 2016).

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru


mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhan
biasanya tidak sempurna. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB
(Kemenkes RI, 2016).

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi


penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau
berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran
hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik (Kemenkes RI, 2016).

Melalui penyebaran hematogen, kuman TB menyebar secara sporadik dan


sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB
kemudian mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di limpa dan kelenjar limfe
superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati,

13
tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap
hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di
apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang dapat mengalami reaktivasi dan
terjadi TB apeks paru saat dewasa (Kemenkes RI, 2016).

Gambar 1. Perjalanan Penyakit Tuberkulosis

Gambar 2. Gambaran Paru yang Terinfeksi Kuman TB

14
2.8 Klasifikasi
Pasien TB dapat diklasifikasikan berdasarkan (Kemenkes RI, 2016):

1. Lokasi anatomi
a. TB paru
Adalah TB yang terjadi pada parenkim paru.
b. TB ekstra paru
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru TB
Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (<28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB
1) Pasien kambuh
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh dan saat ini terdiagnosis
kembali.
2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal
Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus obat
Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
(default).
4) Lain-lain
Pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
Adalah pasien TB yang tidak masuk dalam kelompok (a) dan (b).
3. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain isoniazid dan rifampisin secara bersamaan.
c. Multi drug resistance (TB MDR): resisten terhadap isoniazid dan
rifampisin secara bersamaan.
d. Extensive drug resistance (TB XDR): TB MDR yang juga resisten
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu

15
dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, kapreomisin, dan
amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
4. Status HIV
a. HIV positif
b. HIV negatif
c. HIV tidak diketahui

2.9 Diagnosis
Definisi anak menurut IDAI adalah usia 0-18 tahun. Penegakan diagnosis TB paling
tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang diambil dari penderita
misalnya dahak bilasan lambung biopsi dll, tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang
didapat sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambar klinis
gambar foto rontgen dada dan uji tuberkulin.
a. Anamnesis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
satu bulan. Seorang anak harus dicurugai menderita tuberculosis kalau
• Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC BTA positif
• Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG ( dalam 3–7 hari )
• Terdapat gejala umum TBC pada anak :
- Berat badan turun selama 3 bulan berturutturut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik
(failure to thrive).
- Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan
tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
- Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau
infeksi saluran nafas akut) dapat disertai keringat malam.

16
- Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya multipel
paling sering didaerah leher ketiak dan lipatan paha (inguinal).
- Gejala –gejala dari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari 30 hari
(setelah disingkirkan sebab lain dari batuk) tanda cairan didada dan nyeri
dada.
- Gejala-gejala dari saluran cerna misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare benjolan (masa) di abdomen dan tanda-tanda cairan
dalam abdomen.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam (subfebris), badan kurus atau
berat badan menurun, dan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia.
Pada tuberkulosis paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot-otot interkostal.
c. Pemeriksaan radiologi
Akan tetapi, tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Foto toraks penderita TB dapat
memberikan gambaran berupa kompleks Ghon yang membentuk nodul perifer
bersama dengan kelenjar limfe hilus yang mengalami kalsifikasi. Infiltrasi
multinodular pada segmen apikal posterior lobus atas dan segmen superior lobus
bawah merupakan lesi yang paling khas pada tuberkulosis paru.
d. Pemeriksaan laboratorium:
 Tes tuberkulin/PPD yang paling sering digunakan adalah tes Mantoux yakni
dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purifed Protein Derivative)
intrakutan berkekuatan 5 TU (intermediate strength).
 Pada pemeriksaan darah saat tuberkulosis baru mulai (aktif) ditemukan jumlah
leukosit sedikit meninggi, limfosit dibawah normal, dan peningkatan laju endap
darah.
 Pada pemeriksaan sputum, kriteria sputum BTA (Bakteri Tahan Asam) positif
adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa

17
ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB
nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama.
 Pemeriksaan biakan sangat berperan dalam mengidentifikasi M.tuberkulosis
pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang
bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas
memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes
resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1) Pasien TB yang masuk
tipe pasien kronis, 2) Pasien TB ekstra paru dan pasien TB anak, dan 3) Petugas
kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
 Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA bakteri
tuberkulosis dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi bakteri yang tidak
tumbuh pada sediaan biakan (Supriyatno, 2007)

Anak bisa berasal dari keluarga penderita BTA positif ( Kontak serumah ),
masyarakat ( kunjungan posyandu ) , atau dari penderita –penderita yang berkunjung
ke Puskesmas maupun yang langsung ke Rumah Sakit. Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan
system scoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai
tersebut. Untuk mendiagnosis TB dengan system scoring, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang, antara lain :
- Pemeriksaan mikroskopis dahak BTA untuk anak yang dapat mengeluarkan dahak
- PA : sitologik dan histopatologik kelenjar getah bening
- Pencitraan : USG, Radiologi dan CT Scan termasuk foto tulang dan sendi.

18
19
Catatan :

- Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter


- Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkarkan penyebab batuk kronik
lainnya seperti asma, sinusitis, dan lain-lain
- Jika dijumpai Skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulti), pasien dapat langsung
didiagnosis tuberculosis. Beratr badan dinilaisaat pasien dating (moment
opname)
- Foto thorak bukan alat diagnostic utama pada TB anak:
- Uji Tuberkulin menggunakan PPD (purified protein derivatives)dengan kekuatan
intermediate 2-5 TU (Tuberculin Unit)
- Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan system scoring TB anak
- Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13) dan harus
ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
- Pasien usia balita yang mendapat skor <6 tapi secara klinis dicurigai TB, maka
perlu dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.
- Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini :
1. Tanda bahaya :
• Kejang, kaku kuduk
• Penurunan kesadaran
• Kegawatan lain, misalnya sesak nafas.
2. Foto thoraks menunjukkan gambaran milier, cavitas, efusi pleura
3. Gibbus, koksitis (Supriyatno, 2007).

2.10 Terapi
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat, dan dosis OAT lini-1 dapat dilihat pada
tabel 2.1 berikut ini.

20
Tabel 2.1 Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang
direkomendasikan sesuai dengan berat badan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:


 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, dan OAT tidak dapat
digunakan secara tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat
jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru
TB paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, atau
pasien TB ekstra paru.

21
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Paduan OAT ini diberikan untuk
pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya, yakni pasien yang kambuh,
pasien gagal OAT, dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
(default).
 Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR.
Terdapat beberapa tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,
yaitu:
 Baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT < 4 minggu.
 Kambuh (Relaps): penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
 Putus berobat (Default): penderita yang telah berobat dan putus berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif.
 Gagal (Failure): penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan (Kemenkes RI, 2016).

22
BAB III
METODOLOGI

3.1 Kerangka Acuan


INPUT
1. Man
1) Pelaksana :
Dokter Internsip Puskesmas Bumijawa
2) Sasaran :
Seluruh anak (<18 tahun) yang tinggal serumah dengan penderita TB paru
di Kecamatan Bumijawa
2. Money : Swadana pelaksana dan Puskesmas Bumijawa
3. Material
 Surat pengantar izin kegiatan
 Referensi tentang skoring TB anak
 Data jumlah pasien TB paru di Puskesmas Bumijawa
 Alat tulis (kuesioner) skoring TB anak
 Biskuit
4. Method
Kegiatan kunjungan rumah pasien TB yang memiliki anggota keluarga
berusia <18 tahun.
Melakukan wawancara dan pengisian kuesioner skoring TB anak.
Jika skoring menunjukkan skor total ≥6, maka diberikan terapi OAT
5. Machine :
Alat tulis (pulpen, kertas)
Alat dokumentasi (kamera digital/kamera handphone)
Alat transportasi
Timbangan
Metline
Tabel Z-score / KMS
Termometer

PROSES
1. P1 (Perencanaan)
1) Membuat rencana pelaksanaan kegiatan

23
2) Menemui Pembina (koordinator program pemberantasan penyakit menular TB)
untuk mendiskusikan metode pelaksanaan kegiatan skrining TB anak
3) Mengumpulkan data TB paru di Puskesmas Bumijawa
4) Memilih data penderita TB paru yang serumah dengan anak berusia <14 tahun
5) Mencari referensi tentang TB anak
6) Mempersiapkan sarana untuk melakukan skrining TB anak
2. P2
Penggerakan
1) Mengajukan surat perintah tugas kepada Kepala Puskesmas Bumijawa
2) Berkoordinasi dengan pembimbing dokter internsip, koordinator bidang
tuberkulosis, dan bidan desa tentang metode pelaksanaan kegiatan skrining Tb
anak

Pelaksanaan
1) Menata dan memeriksa sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan.
 Daftar penderita TB di Puskesmas Bumijawa
 Alat tulis (pulpen, kertas)
 Kuesioner
 Alat dokumentasi (kamera digital/kamera handphone)
 Timbangan
 Metline
 Tabel Z-score
 Termometer
2) Melakukan kunjungan rumah pada penderita TB yang serumah dengan anak usia
< 18 tahun
3) Melakukan pengisian kuesioner skoring TB anak dengan wawancara dan
melakukan pemeriksaan fisik.
4) Menentukan hasil dari skoring
5) Memberikan terapi OAT pada anak yang memiliki jumlah skor ≥ 6
6) Memberikan biskuit sebagai makanan tambahan.
3. P3
Pengawasan
Mengawasi pelaksanaan kegiatan skrining TB anak sesuai dengan rencana yang telah
disusun, baik sasaran, waktu, maupun hasil yang dicapai
Pengendalian
Mengendalikan pelaksanaan kegiatan apabila didapatkan hal-hal yang tidak sesuai

24
dengan perencanaan
Penilaian
Menilai pelaksanaan kegiatan skrining TB anak

OUTPUT
1. Terlaksananya kegiatan kunjungan rumah pada penderita TB
2. Terkumpulnya data penderita TB anak di Puskesmas Bumijawa
3. Tercapainya pemberian OAT pada TB anak dengan skor ≥6

A. Metode Home Visite


Metode home visite yang dilakukan dalam pengumpulan data dilakukan
dengan melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik langsung pada anak usia <
18 tahun yang tinggal satu rumah dengan penderita TB.

Cara Kerja
a. Daftar Istilah
1) Skrining
Skrining adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas
dengan menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang
dapat digunakan secara cepat.
2) TB anak
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculossis, penyakit ini biasanya menyerang paru,
namun dapat juga mengenai hampir semua organ tubuh. Sumber
penuluaran adalah pasien TB paru dewasa melalui percikan dahak
3) Z score

25
Tabel untuk mengetahui status gizi anak dengan menggunakan berat
badan dan tinggi badan yang disesuaikan dengan usia.
4) KMS
Kartu menuju sehat adalah suatu grafik yang menunjukan
pertumbuhan anak.

b. Daftar Masalah
1) Apakah tujuan skrining TB anak?
2) Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan kegiatan
skrining TB anak?
3) Apa saja langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan
kegiatan skrining TB anak?
4) Siapa saja sasaran pelaksanaan skrining TB anak?
5) Dimana lokasi pelaksanaan skrining TB anak?
6) Kapan kegiatan skrining TB anak dilaksanakan?
7) Apakah hasil yang diharapkan dalam skrining TB anak?
8) Hambatan apa saja yang mungkin timbul dalam pelaksanaan kegiatan
skrining TB anak dan upaya apa saja yang dipersiapkan untuk
mengantisipasinya?
9) Apakah alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang muncul?

b. Pengelompokan Masalah
1) Tujuan
1. Apakah tujuan pelaksanaan skrining TB anak ?
2) Pelaksanaan
1. Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan kegiatan
skrining TB anak?
2. Apa saja langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan
kegiatan skrining TB anak?
3. Siapa saja sasaran pelaksanaan skrining TB anak?
4. Dimana lokasi skrining TB anak?
5. Kapan kegiatan skrining TB anak dilaksanakan?
3) Evaluasi
1. Apakah hasil yang diharapkan dalam skrining TB anak ?
2. Hambatan apa saja yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
kegiatan skrining TB anak dan upaya apa saja yang dipersiapkan
untuk mengantisipasinya?
4) Hasil

26
1. Apakah alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan
untuk memecahkan masalah yang muncul?

27
BAB IV

HASIL

4.1 Profil Komunitas


Berdasarkan laporan program TB di Puskesmas Bumijawa data tahun 2017
diperoleh 40 penderita TB Paru dan 24 penderita TB ekstra paru, diantaranya
yang memiliki hasil pemeriksaan positif pada sputum BTA sebesar 35 penderita,
negatif sebesar 5 penderita. Pasien TB anak terdapat 5 penderita.

Grafik 1. Kasus TB di Puskesmas Bumijawa Tahun 2017 (Data primer).

Grafik 2. TB Paru berdasarkan pemeriksaan BTA Tahun 2017 (Data primer).

28
4.2 Data Kesehatan Masyarakat
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan di balai pengobatan Puskesmas
Bumijawa pada bulan Januari – Juni 2018. Ditemukan 29 penderita TB klinis,
masing-masing 20 pasien dengan sputum BTA positif, dan 9 pasien dengan
sputum BTA negatif. Pasien TB usia ≤18 tahun sebanyak 6 anak.
Dari 29 pasien, 18 pasien memiliki kontak erat (satu rumah) dengan anak-
anak. Jumlah anak yang dilakukan kunjungan rumah sebanyak 36 anak.

Grafik 3. Penderita TB Triwulan I dan II Tahun 2018 (Data primer).

29
4.3 Data Hasil Skoring TB Anak
Berdasarkan data yang didapat melalui pengisian kuesioner skoring TB
ditemukan 21 anak dengan skor 3, 7 anak dengan skor 4, dan 8 anak dengan skor
5.

Grafik 4. Hasil Skoring TB Anak (Data primer).

30
BAB V
PEMBAHASAN

Kegiatan skrining ini dilaksanakan di rumah pasien yang memiliki kontak erat
dengan anak. Rumah pasien tersebar di Kecamatan Bumijawa yaitu Desa Dukuh
Benda, Sokatengah, Begawat, Cintamanik, Sumbaga, Cempaka, Guci, Gunung
Agung, Batumirah, Pagerkasih dan Bumijawa. Kegiatan yang dilakukan berupa
konsultasi kesehatan terutama tentang penyakit TB, pemeriksaan terhadap pasien dan
pemeriksaan terhadap anak-anak yang memiliki kontak erat terhadap pasien dengan
melakukan skoring TB anak.

5.1 Monitoring
Berdasarkan hasil skoring terhadap anak yang memiliki kontak erat dengan
penderita TB dewasa, didapatkan hasil skoring yaitu 3, 4, dan 5. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada anak yang memiliki skor ≥ 6 yang mana jika ada anak dengan skor ≥
6 dapat didiagnosis sebagai TB anak dan mendapatkan OAT.
Saat dilakukan kunjungan rumah, penderita beserta keluarga sangat antusias
dan banyak bertanya kepada pemeriksa mengenai penularan TB, gejala TB anak serta
komplikasi jika anak tidak mendapat pengobatan TB secara tuntas. Setelah diberikan
penjelasan mengenai hal tersebut, diharapkan kedepannya penderita dan keluarga
lebih waspada terhadap penularan penyakit TB.

5.2 Evaluasi
Dari hasil kegiatan skrining TB anak dapat dievaluasi dengan bekerja sama
antara petugas kesehatan dan keluarga pada saat penderita kontrol untuk mengambil
obat. Evaluasi dilakukan dengan menanyakan dan melihat kembali perkembangan
status kesehatan penderita dan anak saat ini dan sebelumnya terkait masalah TB.

31
BAB VI
DISKUSI

6.1 Pembahasan
Salah satu faktor penyebab tingginya kasus TB disebabkan karena kurangnya
kesadaran masyarakat mengenai TB perihal penyebab, faktor risiko, penularan,
pengobatan, serta komplikasi yang dapat terjadi jika penderita TB tidak diobati
sampai sembuh.
TB pada anak merupakan kasus unik dan mempunyai permasalahan yang
berbeda dengan TB pada orang dewasa. Perbedaan mencolok ini menyebabkan
sulitnya mengenali TB pada anak karena gejalanya tidak khas seperti TB dewasa. Hal
ini menyebabkan orangtua seringkali terlambat mengenalinya. Sebenarnya ada dua
pendekatan yang dapat dilakukan sebagai deteksi awal yaitu investigasi terhadap anak
yang kontak erat dengan penderita TB dewasa aktif dan menular, serta anak yang
datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan tanda klinis yang mengarah ke TB.
Kontak erat yang dimaksud adalah anak yang tinggal satu rumah dengan
penderita TB dewasa. Biasanya TB ditularkan oleh penderita dengan dahak positif
(BTA+), sehingga anak yang memiliki kontak erat wajib dilakukan skrining TB dan
dilakukan upaya pencegahan jika skor ≥ 6.
Tujuan dari skrining ini adalah mengetahui prevalensi serta memberikan terapi
OAT pada anak dengan TB di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa. Dari hasil
skrining didapatkan skor 3, 4, dan 5 yang mana tidak memenuhi kriteria TB anak
sehingga pemberian OAT tidak dilakukan. Keterbatasan pada kegiatan ini diantaranya
adalah tidak dilakukannya uji tuberkulin serta rontgen dada sehingga memungkinkan
hasilnya negatif palsu.
Setelah dilakukan kegiatan skrining TB anak sejak dini, diharapkan masyarakat
mendapat bekal pengetahuan yang cukup untuk dapat melaksanakan pola hidup sehat
sehingga dapat mencegah terjadinya penularan TB terutama bagi anak, sedangkan
bagi yang sudah menderita dapat memberikan gambaran bahwa TB adalah penyakit
yang dapat disembuhkan apabila meminum obat dengan rutin sehingga pasien dapat
sembuh secara total dan mengurangi komplikasi yang terjadi akibat putus obat.

32
33
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil skoring TB pada anak yang memiliki kontak erat dengan
penderita TB di wilayah Puskesmas Bumijawa didapatkan hasil 21 anak dengan
skor 3, 7 anak dengan skor 4, dan 8 anak dengan skor 5. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada anak yang memiliki skor ≥ 6 sehingga tidak ada
yang diberikan terapi OAT.
7.2. Saran
Saran untuk pihak puskesmas sesuai dengan program pokok puskesmas:
1. Promosi kesehatan
Meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang penyakit TB, penularan
terhadap orang sekitar termasuk anak, bahaya TB jika tidak diobati, serta
mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam pencegahan dan
pemberantasan TB di lingkungannya.
2. Kesehatan lingkungan
Skrining TB dilakukan saat pemeriksaan kesehatan lingkungan
terutama bagi lingkungan yang rentan terhadap penyakit TB. Menciptakan
lingkungan yang sehat, melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas
perumahan dan lingkungan sesuai persyaratan baku rumah sehat.
3. Pencegahan pemberantasan penyakit (P2P)
Meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) terhadap
pasien TB supaya menjalankan pengobatan secara tuntas, rutin kontrol,
skrining terhadap anggota keluarga serta orang yang memiliki kontak erat
dengan penderita. Skrining dapat dilakukan secara aktif (melakukan
kunjungan rumah) atau pasif. Pemberian profilaksis diberikan terhadap
anak dengan keluhan TB yang memiliki kontak erat dengan pasien TB BTA
(+), anak usia kurang dari 5 tahun, dan pasien dengan HIV/AIDS, serta

34
pasien dengan indikasi lainnya seperti silikosis. Profilaksis dilakukan
selama 6 bulan.
4. Kesehatan keluarga dan reproduksi
Skrining dan edukasi TB dilakukan pada keluarga yang datang untuk
kontrol kehamilan maupun pasien yang datang untuk kontrol KB.
5. Perbaikan gizi masyarakat
Apabila menemukan pasien dengan gizi kurang atau gizi buruk, segera
laporkan ke bagian P2P untuk dilakukan pemeriksaan TB.
6. Penyembuhan penyakit dan pelayanan kesehatan
Skrining dan edukasi terhadap pasien yang memiliki keluhan dan
gejala TB. Serta menyediakan fasilitas uji tuberkulin dan pemeriksaan
rontgen dada.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita:


Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak 2007, Unit Kerja Koordinasi
Pulmonologi IDAI.
2. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak 2. Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
EGC, 2012
3. Depkes RI. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia 2002. Diakses tanggal 8 Mei 2018. Di kutip
dari : www.slideshare.net/mbagiansah
4. Guyton, A.C., Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Cetakan ke-1.
Edisi 11. EGC. Jakarta.
5. Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

6. Supriyatno B, et al. 2007. Pedomen Nasional Tuberkulosis Anak Edisi ke-2.


Jakarta : UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia
7. Kementerian Kesehatan RI. 2016. Petunjuk Teknik Manajemen dan
Tatalaksana TB Anak. Jakarta: Kemenkes RI.

8. Behrman, et al. 2002. Nelson - Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC
9. Chintu C, Mudenda V, Lucas S. 2002. Lung Diseases at Necropsy in African
Children Dying from Respiratory Illnesses : a Descriptive Necropsy Study.
Berlin : Lancet

36
Lampiran

7.2.1. Data Sampel


NO. DESA NAMA PASIEN ALAMAT NAMA SAMPEL

1. Dukuh Benda Ibnu Hajar (12) Wadas Malang Dk. 1. Ahmad Fais (12)
2. Arsyil (14)
Benda 5/1

2. Dukuh Benda Inawati (29) Dk. Glampang Dk. 1. Fariz (10)


2. Tiara (4,5)
Benda 3/5

3. Gunung Putri Nada Ratnasari Dk. Krajan Gn. Agung 1. Elma Dela (11)
2. M. Kian (10)
Agung (18) 2/2

4. Gunung Titis Nuras Shobah Dk. Pengindangtu Gn. 1. M. Malkan (13)


2. Jihan Sabila (7)
Agung (16) Agung 2/5
3. Wiyik (1 bulan)
5. Bumijawa Anisatun Mahdiyah Bumijawa Utara 4/3 1. Adeeta Ainaya (2)
2. Yina Raudatun (15)
(26)

6. Bumijawa Soliichati (38) Dk. Karanganyar 1. Uswatun Khasanah


Bumijawa 2/6 (15)
2. Asifa Nurfadilah (6)
3. Laelatu Sabila
7. Guci Rosalina Ardianti (15) Dk. Krajan Guci 1/1 1. Salesia Dini (11)

8. Cempaka Toid (64) Dk. Krikil Cempaka 1. Ines (11)


10/4

9. Batumirah Nur Bati (20) Mangli Utara Batumirah 1. Abdul Fakih (12)
2. Lulu Nayiroh (17)
1/3

10. Batumirah Istiqomah (20) Dk. Mangli Barat 1. Siti A. (5)


Batumirah 2/3

11. Sokatengah Karyo (64) Dk. Malar Sokatengah 1. Nada (2)


2. Safana (2 bulan)
4/1

37
12. Sokatengah M. Lathif Dk. Senggang 1. Dinda (12)
2. Niken (8)
Sokatengah 2/4

13. Sumbaga Nur Kholis (44) Dk. Krajan Sumbaga 1. Nila Afiyatun (10)
2. Alif (5)
3/1

14. Sumbaga Rizka Tanzila (20) Ps. Lawas Sumbaga 1/1 1. Reza (10)

15. Begawat Ilyas (21) Mabok Begawat 6/3 1. Salsabila (5)

16. Begawat Siti Muhariroh (29) Dk. Sirabig Begawat 1. Bilqis (3,5)
2. Izazi (6)
3/5
3. Dinka (8 bulan)
17. Cintamanik Ari Adrianingsih (22) Dk. Mayanegara 1. Hendi (14)
Cintamanik 1/4

18. Pagerkasih Himatul Aryani (24) Lenti Pagerkasih 4/1 1. Bathral Munawar (17)
2. Bayi

38
2. Data Hasil Skoring

NO NAMA USIA ALAMAT SKOR

1. M. Afwad Fais 12 tahun Wadas Malang Dk. Benda 5/1 3

2. M. Febri Ralihanul 14 tahun Wadas Malang Dk. Benda 5/1 4


Arsyil H.

3. Naqib Hayadar Latief 2 tahun 6 Wadas Malang Dk. Benda 5/1 3


bulan

4. M. Fariz Maulana 10 tahun Dk. Glampang Dk. Benda 3/5 4

5. Tiara 5 tahun Dk. Glampang Dk. Benda 3/5 5

6. Rosvita Sari 16 tahun Dk. Krajan Gn. Agung 2/2 5

7. Elma Dela 11 tahun Dk. Krajan Gn. Agung 2/2 3

8. M. Kian 10 tahun Dk. Krajan Gn. Agung 2/2 4

9. M.Malkan 13 tahun Dk. Pengindangtu Gn. Agung 2/5 3

10. Jihan Sabila 7 tahun Dk. Pengindangtu Gn. Agung 2/5 3

11. Wafiq 5 bulan Dk. Pengindangtu Gn. Agung 2/5 3

12. Adeefa Ainaya 2 tahun Bumijawa Utara 4/3 3

13. Anasya S. 2 bulan Bumijawa Utara 4/3 3

14. Uswatun Khasanah 15 tahun Dk. Karanganyar Bumijawa 2/6 4

15. Asifa Nurfadilah 6 tahun Dk. Karanganyar Bumijawa 2/6 5

16. Laelatu Sabila 2 tahun 10 Dk. Karanganyar Bumijawa 2/6 5


bulan

17. Salesia Dini 11 tahun Dk. Krajan Guci 1/1 3

18. Ines 11 tahun Dk. Krikil Cempaka 10/4 5

19. Abdul Fakih 12 tahun Mangli Utara Batumirah 1/3 3

20. Lulu Nayiroh 17 tahun Mangli Utara Batumirah 1/3 3

39
21. Gibran Mirza Ukair 8 bulan Dk. Mangli Barat Batumirah 2/3 4

22. Febrian Rafasya 1 tahun 4 Dk. Mangli Barat Batumirah 2/3 3


Valerian bulan

23. Nada Farah 2 tahun Dk. Malar Sokatengah 4/1 5

24. Safana Naifa 6 bulan Dk. Malar Sokatengah 4/1 3

25. Dinda 12 tahun Dk. Senggang Sokatengah 2/4 5

26. Niken 8 tahun Dk. Senggang Sokatengah 2/4 3

27. Nila Afiyatun 12 tahun Dk. Krajan Sumbaga 3/1 4

28. M. Alif 5 tahun Dk. Krajan Sumbaga 3/1 3

29. Reza 10 tahun Pasar Lawas Sumbaga 1/1 3

30. Bilqis 3,5 tahun Dk. Sirabig Begawat 3/5 3

31. Izazi 6 tahun Dk. Sirabig Begawat 3/5 3

32. Dinka 8 bulan Dk. Sirabig Begawat 3/5 3

33. Salsabila 5 tahun Mobok Begawat 6/3 3

34. Aries Hendi Prasetyo 14 tahun Dk. Mayanegara Cintamanik 1/4 3

35. Bahrul Munawar 17 tahun Lenti Pagerkasih 4/1 5

36. M. Aenul Yaqin 3 bulan Lenti Pagerkasih 4/1 4

40
3. Dokumentasi

41
4. Informed Consent

42
LEMBAR PERSETUJUAN

Yang bertandatangan dibawah ini

Nama =

Umur =

Jenis kelamin =

Alamat =

Setelah mendapat keterangan secukupnya, serta mengetahui tujuan dan manfaat dari
kegiatan yang akan dilakukan, saya menyatakan (Bersedia/Tidak Bersedia) untuk
menjadi responden tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Bumijawa, .............................

Responden Pemeriksa

......................................... ............................................

5. Data Skoring TB Anak

43
DATA SKORING TB ANAK
Identitas
Nama =
Tanggal lahir/usia =
Alamat =

0 1 2 3 Skor

Kontak TB Tidak jelas - Laporan BTA (+)


keluarga,
BTA (-) /
BTA tidak
jelas / tidak
tahu

Uji Tuberkulin - - - (+)

BB/Gizi - BB/TB <90% Klinis gizi -


atau BB/U buruk atau
<80% BB/TB
<70% atau
BB/U <60%

Demam yang - ≥ 2 minggu - -


tidak diketahui
penyebabnya

Batuk kronik - ≥3 minggu - -

Pembesaran - ≥1 cm, >1 - -


kelenjar colli, KGB, tidak
axilla, inguinal nyeri

Pembengkakan - Ada - -
ulang sendi pembengkakan
lutut, falang

Foto toraks Normal / Gambaran - -


kelainan sugestif /
tidak jelas mendukung TB

Total Skor

6.Usulan SOP Tuberkulosis Anak

44
1. Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang paru dan organ lainnya.

2. Tujuan Dapat mendeteksi secara dini tuberkulosis anak untuk segera mendapatkan
penanganan agar tercapai tumbuh kembang anak yang optimal.

3. Langkah- Hal hal yang mencurigakan TB


langkah Penemuan secara aktif :
1. Riwayat kontak erat dengan penderita TB BTA (+)
Penemuan secara pasif :
Gejala sistemik/umum
1. Batuk ≥ 2 minggu, bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan pemberian antibiotika
atau obat asma (sesuai indikasi).
2. Demam ≥ 2 minggu dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi.
3. BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi
gagal tumbuh meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik
dalam waktu 1-2 bulan
4. Lesu atau malaise ≥ 2 minggu, anak kurang aktif bermain.
Gejala – gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang
adekuat.

Gejala spesifik terkait organ


Pada TB ekstra paru dapat dijumpai :
1. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) tidak nyeri, konsistensi
kenyal, multiple, dan kadang saling melekat (konfluens). Biasanya
didaerah leher.
2. Penonjolan tulang belakang (gibbus).
3. Pincang dan atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang jelas.
4. Konjungtivitis fliktenularis.
5. Skrofuloderma, ditandai dengan ulkus disertai jembatan kulit antar tepi
ulkus.

4. Pengobatan 2HRZ/4RH :

 2 bulan pertama (fase inisial) terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),

45
dan Pirozinamid (Z)
 4 bulan (fase lanjutan) terdiri dari Isoniazid (H), dan Rifampisin (R)

Dosis OAT anak

Obat Dosis harian Dosis maksimum


(mg/kgBB/hari) (mg/hari)

Isoniazid (H) 10 (7-5) 300

Rifampisin (R) 15 (10-20) 600

Pirazinamid (Z) 35 (30-40) -

Etambutol (E) 20 (15-25) -

Dosis OAT KDT anak

BB Fase inisial (2 bulan) Fase lanjutan (4 bulan)


(kg)
RHZ RH (75mg/50mg)
(75mg/50mg/150mg)

5-7 1 tab 1 tab

8-11 2 tab 2 tab

12-16 3 tab 3 tab

17-22 4 tab 4 tab

23-30 5 tab 5 tab

>30 OAT dewasa

Penderita BB < 5 kg harus dirujuk.

5. Pemantauan Terjadinya perbaikan klinis ditandai dengan naiknya berat badan anak dan
anak menjadi lebih aktif dibanding sebelum pengobatan.

6. Pencegahan Semua anak usia < 5 tahun yang kontak erat dengan penderita TB aktif perlu
dilakukan :

 Bila anak mempunyai gejala seperti TB harus dilakukan pemeriksaan

46
sesuai alur deteksi dini TB
 Bila anak tidak mempunyai gejala TB harus diberikan INH
5mg/kgBB/hari selama 6 bulan
 Bila anak belum pernah imunisasi BCG perlu diberikan BCG setelah
pengobatan dengan INH

7. Bagan Alur

8. Referensi Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB Anak, Kementerian

47
Kesehatan Republik Indonesia, 2016.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 67 Tahun 2016 Tentang


Penanggulangan Tuberkulosis.

48

You might also like