Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Tegal pada tahun 2015 yang
dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal (2015) menjelaskan bahwa jumlah
kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di puskesmas dengan jumlah penduduk yang
besar yaitu Jatinegara, Bumijawa, dan Adiwerna. Sedangkan jumlah total kasus TB
BTA (+) di Jatinegara sebanyak 66 jiwa, Bumijawa sebanyak 57 jiwa, dan Adiwerna
sebanyak 55 jiwa.
Berdasarkan data di Puskesmas Bumijawa pada tahun 2017 menunjukkan bahwa
terdapat 40 penderita TB Paru. Jumlah penderita TB dengan BTA (+) ditemukan
sebanyak 35 penderita. Pasien TB anak ditemukan sebanyak 5 penderita.
Pada anak, TB secara umum dikenal dengan istilah “flek paru”. TB pada anak
juga mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa, baik
dalam aspek diagnosis, pengobatan, pencegahan, maupun TB pada kondisi khusus
misalnya pada anak dengan infeksi HIV (Anonim, 2011). Selain itu, pemeriksaan TB
yang memerlukan sampel dahak dari sang anak masih sulit dilakukan karena anak
kecil sulit mengeluarkan dahak. Akibatnya kesulitan dan keraguan dalam aspek
diagnosis ini seringkali menimbulkan kecenderungan terjadinya underdiagnosis
maupun underreported pada TB anak.
Usia anak merupakan usia yang sangat rentan terinfeksi tuberkulosis terutama
yang memiliki kontak erat dengan pasien TB BTA positif. Anak dengan infeksi TB
saat ini menunjukkan sumber penyakit di masa depan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi TB anak di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi TB anak di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa
2. Memberikan terapi OAT pada TB anak di wilayah kerja Puskesmas
Bumijawa
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Puskesmas
2
Puskesmas dapat menjadikan program “Tanggap TB Sejak Dini” sebagai
langkah awal untuk menjaring dan memperbanyak penemuan kasus TB anak
di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa.
1.3.2 Bagi Penulis
Penulis mendapatkan pengalaman yang berharga mengenai fakta lapangan
sehingga dapat mengaplikasikan pengalaman di kehidupan sehari-hari
maupun saat pelayanan kepada masyarakat.
1.3.3 Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan tentang penyakit TB dan mempermudah alur
pelayanan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
laten pada akhirnya berkembang menjadi penyakit aktif, yang jika dibiarkan tidak
diobati membunuh lebih dari setengah dari korban (Nelson, 2012).
2.2 Epidemiologi
Paru-paru manusia merupakan dua buah organ yang lunak dan berongga. Di
dalam mediastinum, paru dipisahkan oleh jantung, pembuluh darah, dan struktur lain
mediastinum. Masing-masing paru berbentuk konus, memiliki apeks yang tumpul dan
menjorok keatas serta dilapisi oleh pleura yang terikat dengan paru pada bagian
hilusnya. Pada hilus pulmonalis yang terletak di bagian medialnya terdapat suatu
lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk
membentuk radiks pulmonalis (Snell, 2012).
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura
oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan
inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu
lobus superior dan inferior (Snell, 2012).
4
Bronkus segmentalis yang masuk ke lobus paru-paru secara struktural dan fungsional
adalah independen, dan dinamakan segmen bronkopulmonalis. Segmen ini berbentuk
piramid, mempunyai apeks yang mengarah ke radiks pulmonalis dan basisnya
mengarah ke permukaan paru-paru. Tiap segmen dikelilingi oleh jaringan ikat, dan
selain bronkus juga diisi oleh arteri, vena, pembuluh limfe dan saraf otonom (Snell,
2012).
5
2.4 Fisiologi Paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume
toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi
beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot
seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Selama pernapasan
tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-
paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan
lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan
tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Guyton, 2008).
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan
pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase
gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar
149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan
parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan
tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan
udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan Tahap kedua dari proses
pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler
yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini
adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen
dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi
berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi
6
anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara
darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi
kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir. Dalam
keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-
paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama
0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup
cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat
menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama
sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat
mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Guyton,
2008).
2.5 Etiologi
Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang
merupakan patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 spesies dari Mycobacterium
yang paling umum menyebabkan infeksi, yaitu: M. tuberculosis, M. bovis, M.
africanum, M. microti dan M. canetti. Dari kelima jenis ini M. tuberculosis
merupakan penyebab paling penting dari penyakit tuberkulosis pada manusia. Ada 3
varian M. tuberculosis yaitu varian humanus, bovinum dan avium. Yang paling
banyak ditemukan menginfeksi manusia M. tuberkulosis varian humanus (Chintu,
2002).
Mycobacterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm. M. tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37-
410C dan merupakan bakteri aerob obligat yang berkembang biak secara optimal pada
jaringan yang mengandung banyak udara seperti jaringan paru. Dinding sel yang kaya
akan lipid menjadikan basil ini resisten terhadap aksi bakterisid dari antibodi dan
komplemen. Sebagian besar dari dinding selnya terdiri atas lipid (80%),
peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid membuat kuman tahan terhadap asam
sehingga disebut BTA dan kuman ini tahan terhadap gangguan kimia dan fisika. Oleh
karena ketahanannya terhadap asam, M. tuberculosis dapat membentuk kompleks
7
yang stabil antara asam mikolat pada dinding selnya dengan berbagai zat pewarnaan
golongan aryl methan seperti carbolfuchsin, auramine dan rhodamin. Kuman ini
dapat bertahan hidup di udara yang kering atau basah karena kuman dalam keadaan
dorman. Dan dari keadaan dorman ini kuman dapat reaktivasi kembali (Chintu, 2002).
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler. Kuman ini
bersifat aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman ini menyenangi jaringan yang
tinggi mengandung oksigen sehingga tempat predileksi penyakit ini adalah bagian
apikal paru karena tekanan O2 pada apikal lebih tinggi dari pada tempat lainnya. M.
tuberculosis dapat tumbuh pada medium klasik yang terdiri kuning telur dan glyserin
(medium Lowenstein-Jensen). Bakteri ini tumbuh secara lambat, dengan waktu
generasi 12-24 jam. Pengisolasian dari spesimen klinis dari media sintetik yang solid
membutuhkan waktu 3-6 minggu dan untuk uji sensitivitas terhadap obat
membutuhkan tambahan waktu 4 minggu. Sementara itu, pertumbuhan bakteri ini
dapat dideteksi dalam 1-3 minggu dengan menggunakan medium cair yang selektif
seperti BACTEC dan uji sensitivitas terhadap obat hanya membutuhkan waktu
tambahan 3-5 hari (Chintu, 2002).
8
risiko lebih tinggi untuk terkena infeksi TB dibanding dengan laki-laki
dengan usia yang sama.
c. Status Gizi
Hubungan antara penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang
merupakan hubungan timbal balik sebab akibat yang terjadi secara
tidak langsung seperti keadaan malnutrisi akan mempengaruhi sistem
imun dan secara tidak langsung akan menyebabkan daya tahan tubuh
anak lebih rentan terkena penyakit infeksi dibandingkan dengan anak
yang sehat. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit
tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.
d. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah pemberian vaksin yang terdiri dari basil
hidup yang dihilangkan virulensinya. Pemberian imunisasi BCG dapat
memberikan perlindungan daya tahan tubuh pada bayi penyakit TB
paru tanpa menyebabkan kerusakan. Imunisasi BCG akan memberikan
kekebalan aktif dalam tubuh sehingga anak tidak mudah terkena
penyakit TB Paru.
Efek dari imunisasi BCG adalah timbul pembengkakan merah
kecil di tempat vaksinasi setelah 1-2 minggu, kemudian akan berubah
melepuh keluar nanah dan tidak lama kemudian berubah lagi jadi
keropeng yang berkerak sampai mengelupas. Luka ini tidak perlu
pengobatan khusus karena akan sembuh dengan sendirinya dalam
waktu 8-12 minggu setelah vaksinasi. Apabila ada yang tidak terjadi
pembentukkan scar itu berarti imunisasi BCG tidak jadi, maka akan
diulang dan apabila bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus
dilakukan uji Mantoux (tuberkulin) terlebih dahulu. Efek ini akan
bertahan sampai 15 tahun pada anak dengan gizi yang berkecukupan.
e. Status ekonomi
Dari data WHO ada 90% penderita TB pada kelompok sosial
ekonomi rendah yang sebagian besar terjadi di negara berkembang
9
sebanyak 15-40%. TB Paru merupakan faktor penyebab kemiskinan, di
mana garis kemiskinan ini menjadi faktor terjadinya infeksi TB yang
diakibatkan adanya faktor lain seperti kondisi kepadatan hunian yang
tinggi, kondisi lingkungan yang buruk, pengetahuan yang kurang,
tingkat pendidikan yang rendah dan kondisi ventilasi yang tidak sehat.
Faktor kondisi sosial ekonomi bukan merupakan faktor penyebab
secara langsung. Salah satu penyebab faktor ekonomi adalah
Pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita merupakan variabel
terpenting dalam penggunaan pelayanan kesehatan.
2. Faktor Lingkungan
a. Kepadatan hunian
Kepadatan hunian merupakan salah satu faktor risiko infeksi TB
yang lebih banyak ditemukan pada kelompok subjek yang mempunyai
sumber penularan lebih dari satu orang. Apabila hunian semakin padat
maka perpindahan penyakit menular melalui udara akan semakin
mudah dan cepat, apalagi dalam satu rumah terdapat anggota keluarga
yang terkena TB, anak akan sangat rentan terpapar langsung. Jumlah
sumber penularan dalam satu rumah akan meningkatkan risiko infeksi
TB pada anak.
b. Ventilasi Rumah
Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa kondisi rumah yang
mempunyai ventilasi buruk dapat meningkatkan transmisi kuman TB
yang disebabkan adanya aliran udara yang statis, sehingga
menyebabkan udara yang mengandung kuman terhirup oleh anak
yang berada dalam rumah.
3. Perilaku
Perilaku kebiasaan merokok akan menyebabkan penyakit pada
perokok aktif dan pada perokok pasif lebih besar risiko terpapar. Dari hasil
10
survey sosial ekonomi 90% perilaku merokok dilakukan didalam rumah
saat berkumpul dengan keluarga termasuk pada anak. Kelompok yang
rentan terhadap gangguan saluran pernafasan terjadi pada anak-anak yang
di dalam anggota keluarganya terdapat perokok.
5. Penyakit penyerta
Daerah dengan prevalensi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
tinggi diperlukan konseling dan uji HIV yang diindikasikan pasien TB
sebagai bagian dari penatalaksaan rutin. Apabila untuk daerah yang
prevalensi dan uji HIV lebih rendah dapat diindikasikan bahwa pasien TB
11
dengan gejala seta tanda yang berhubungan dengan HIV pada pasien TB
mempunyai riwayat risiko tinggi terpapar HIV. Semua pasien dengan TB
dan infeksi HIV perlu ditindak lanjuti guna menentukan perlu tidaknya
diberikan pengobatan (Behrman, 2002).
12
Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan
telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap
TB terbentuk yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji
tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian kecil kuman TB akan dapat tetap
hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru
yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas seluler
spesifik (cellular mediated immunity) (Kemenkes RI, 2016).
13
tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap
hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di
apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang dapat mengalami reaktivasi dan
terjadi TB apeks paru saat dewasa (Kemenkes RI, 2016).
14
2.8 Klasifikasi
Pasien TB dapat diklasifikasikan berdasarkan (Kemenkes RI, 2016):
1. Lokasi anatomi
a. TB paru
Adalah TB yang terjadi pada parenkim paru.
b. TB ekstra paru
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru TB
Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (<28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB
1) Pasien kambuh
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh dan saat ini terdiagnosis
kembali.
2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal
Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus obat
Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
(default).
4) Lain-lain
Pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
Adalah pasien TB yang tidak masuk dalam kelompok (a) dan (b).
3. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain isoniazid dan rifampisin secara bersamaan.
c. Multi drug resistance (TB MDR): resisten terhadap isoniazid dan
rifampisin secara bersamaan.
d. Extensive drug resistance (TB XDR): TB MDR yang juga resisten
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu
15
dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, kapreomisin, dan
amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
4. Status HIV
a. HIV positif
b. HIV negatif
c. HIV tidak diketahui
2.9 Diagnosis
Definisi anak menurut IDAI adalah usia 0-18 tahun. Penegakan diagnosis TB paling
tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang diambil dari penderita
misalnya dahak bilasan lambung biopsi dll, tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang
didapat sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambar klinis
gambar foto rontgen dada dan uji tuberkulin.
a. Anamnesis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
satu bulan. Seorang anak harus dicurugai menderita tuberculosis kalau
• Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC BTA positif
• Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG ( dalam 3–7 hari )
• Terdapat gejala umum TBC pada anak :
- Berat badan turun selama 3 bulan berturutturut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik
(failure to thrive).
- Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan
tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
- Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau
infeksi saluran nafas akut) dapat disertai keringat malam.
16
- Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya multipel
paling sering didaerah leher ketiak dan lipatan paha (inguinal).
- Gejala –gejala dari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari 30 hari
(setelah disingkirkan sebab lain dari batuk) tanda cairan didada dan nyeri
dada.
- Gejala-gejala dari saluran cerna misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare benjolan (masa) di abdomen dan tanda-tanda cairan
dalam abdomen.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam (subfebris), badan kurus atau
berat badan menurun, dan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia.
Pada tuberkulosis paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot-otot interkostal.
c. Pemeriksaan radiologi
Akan tetapi, tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Foto toraks penderita TB dapat
memberikan gambaran berupa kompleks Ghon yang membentuk nodul perifer
bersama dengan kelenjar limfe hilus yang mengalami kalsifikasi. Infiltrasi
multinodular pada segmen apikal posterior lobus atas dan segmen superior lobus
bawah merupakan lesi yang paling khas pada tuberkulosis paru.
d. Pemeriksaan laboratorium:
Tes tuberkulin/PPD yang paling sering digunakan adalah tes Mantoux yakni
dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purifed Protein Derivative)
intrakutan berkekuatan 5 TU (intermediate strength).
Pada pemeriksaan darah saat tuberkulosis baru mulai (aktif) ditemukan jumlah
leukosit sedikit meninggi, limfosit dibawah normal, dan peningkatan laju endap
darah.
Pada pemeriksaan sputum, kriteria sputum BTA (Bakteri Tahan Asam) positif
adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa
17
ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB
nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama.
Pemeriksaan biakan sangat berperan dalam mengidentifikasi M.tuberkulosis
pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang
bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas
memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes
resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1) Pasien TB yang masuk
tipe pasien kronis, 2) Pasien TB ekstra paru dan pasien TB anak, dan 3) Petugas
kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA bakteri
tuberkulosis dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi bakteri yang tidak
tumbuh pada sediaan biakan (Supriyatno, 2007)
Anak bisa berasal dari keluarga penderita BTA positif ( Kontak serumah ),
masyarakat ( kunjungan posyandu ) , atau dari penderita –penderita yang berkunjung
ke Puskesmas maupun yang langsung ke Rumah Sakit. Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan
system scoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai
tersebut. Untuk mendiagnosis TB dengan system scoring, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang, antara lain :
- Pemeriksaan mikroskopis dahak BTA untuk anak yang dapat mengeluarkan dahak
- PA : sitologik dan histopatologik kelenjar getah bening
- Pencitraan : USG, Radiologi dan CT Scan termasuk foto tulang dan sendi.
18
19
Catatan :
2.10 Terapi
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat, dan dosis OAT lini-1 dapat dilihat pada
tabel 2.1 berikut ini.
20
Tabel 2.1 Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang
direkomendasikan sesuai dengan berat badan
21
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Paduan OAT ini diberikan untuk
pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya, yakni pasien yang kambuh,
pasien gagal OAT, dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
(default).
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
Kategori Anak: 2HRZ/4HR.
Terdapat beberapa tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,
yaitu:
Baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT < 4 minggu.
Kambuh (Relaps): penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Putus berobat (Default): penderita yang telah berobat dan putus berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif.
Gagal (Failure): penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan (Kemenkes RI, 2016).
22
BAB III
METODOLOGI
PROSES
1. P1 (Perencanaan)
1) Membuat rencana pelaksanaan kegiatan
23
2) Menemui Pembina (koordinator program pemberantasan penyakit menular TB)
untuk mendiskusikan metode pelaksanaan kegiatan skrining TB anak
3) Mengumpulkan data TB paru di Puskesmas Bumijawa
4) Memilih data penderita TB paru yang serumah dengan anak berusia <14 tahun
5) Mencari referensi tentang TB anak
6) Mempersiapkan sarana untuk melakukan skrining TB anak
2. P2
Penggerakan
1) Mengajukan surat perintah tugas kepada Kepala Puskesmas Bumijawa
2) Berkoordinasi dengan pembimbing dokter internsip, koordinator bidang
tuberkulosis, dan bidan desa tentang metode pelaksanaan kegiatan skrining Tb
anak
Pelaksanaan
1) Menata dan memeriksa sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan.
Daftar penderita TB di Puskesmas Bumijawa
Alat tulis (pulpen, kertas)
Kuesioner
Alat dokumentasi (kamera digital/kamera handphone)
Timbangan
Metline
Tabel Z-score
Termometer
2) Melakukan kunjungan rumah pada penderita TB yang serumah dengan anak usia
< 18 tahun
3) Melakukan pengisian kuesioner skoring TB anak dengan wawancara dan
melakukan pemeriksaan fisik.
4) Menentukan hasil dari skoring
5) Memberikan terapi OAT pada anak yang memiliki jumlah skor ≥ 6
6) Memberikan biskuit sebagai makanan tambahan.
3. P3
Pengawasan
Mengawasi pelaksanaan kegiatan skrining TB anak sesuai dengan rencana yang telah
disusun, baik sasaran, waktu, maupun hasil yang dicapai
Pengendalian
Mengendalikan pelaksanaan kegiatan apabila didapatkan hal-hal yang tidak sesuai
24
dengan perencanaan
Penilaian
Menilai pelaksanaan kegiatan skrining TB anak
OUTPUT
1. Terlaksananya kegiatan kunjungan rumah pada penderita TB
2. Terkumpulnya data penderita TB anak di Puskesmas Bumijawa
3. Tercapainya pemberian OAT pada TB anak dengan skor ≥6
Cara Kerja
a. Daftar Istilah
1) Skrining
Skrining adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas
dengan menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang
dapat digunakan secara cepat.
2) TB anak
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculossis, penyakit ini biasanya menyerang paru,
namun dapat juga mengenai hampir semua organ tubuh. Sumber
penuluaran adalah pasien TB paru dewasa melalui percikan dahak
3) Z score
25
Tabel untuk mengetahui status gizi anak dengan menggunakan berat
badan dan tinggi badan yang disesuaikan dengan usia.
4) KMS
Kartu menuju sehat adalah suatu grafik yang menunjukan
pertumbuhan anak.
b. Daftar Masalah
1) Apakah tujuan skrining TB anak?
2) Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan kegiatan
skrining TB anak?
3) Apa saja langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan
kegiatan skrining TB anak?
4) Siapa saja sasaran pelaksanaan skrining TB anak?
5) Dimana lokasi pelaksanaan skrining TB anak?
6) Kapan kegiatan skrining TB anak dilaksanakan?
7) Apakah hasil yang diharapkan dalam skrining TB anak?
8) Hambatan apa saja yang mungkin timbul dalam pelaksanaan kegiatan
skrining TB anak dan upaya apa saja yang dipersiapkan untuk
mengantisipasinya?
9) Apakah alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang muncul?
b. Pengelompokan Masalah
1) Tujuan
1. Apakah tujuan pelaksanaan skrining TB anak ?
2) Pelaksanaan
1. Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan kegiatan
skrining TB anak?
2. Apa saja langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan
kegiatan skrining TB anak?
3. Siapa saja sasaran pelaksanaan skrining TB anak?
4. Dimana lokasi skrining TB anak?
5. Kapan kegiatan skrining TB anak dilaksanakan?
3) Evaluasi
1. Apakah hasil yang diharapkan dalam skrining TB anak ?
2. Hambatan apa saja yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
kegiatan skrining TB anak dan upaya apa saja yang dipersiapkan
untuk mengantisipasinya?
4) Hasil
26
1. Apakah alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan
untuk memecahkan masalah yang muncul?
27
BAB IV
HASIL
28
4.2 Data Kesehatan Masyarakat
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan di balai pengobatan Puskesmas
Bumijawa pada bulan Januari – Juni 2018. Ditemukan 29 penderita TB klinis,
masing-masing 20 pasien dengan sputum BTA positif, dan 9 pasien dengan
sputum BTA negatif. Pasien TB usia ≤18 tahun sebanyak 6 anak.
Dari 29 pasien, 18 pasien memiliki kontak erat (satu rumah) dengan anak-
anak. Jumlah anak yang dilakukan kunjungan rumah sebanyak 36 anak.
29
4.3 Data Hasil Skoring TB Anak
Berdasarkan data yang didapat melalui pengisian kuesioner skoring TB
ditemukan 21 anak dengan skor 3, 7 anak dengan skor 4, dan 8 anak dengan skor
5.
30
BAB V
PEMBAHASAN
Kegiatan skrining ini dilaksanakan di rumah pasien yang memiliki kontak erat
dengan anak. Rumah pasien tersebar di Kecamatan Bumijawa yaitu Desa Dukuh
Benda, Sokatengah, Begawat, Cintamanik, Sumbaga, Cempaka, Guci, Gunung
Agung, Batumirah, Pagerkasih dan Bumijawa. Kegiatan yang dilakukan berupa
konsultasi kesehatan terutama tentang penyakit TB, pemeriksaan terhadap pasien dan
pemeriksaan terhadap anak-anak yang memiliki kontak erat terhadap pasien dengan
melakukan skoring TB anak.
5.1 Monitoring
Berdasarkan hasil skoring terhadap anak yang memiliki kontak erat dengan
penderita TB dewasa, didapatkan hasil skoring yaitu 3, 4, dan 5. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada anak yang memiliki skor ≥ 6 yang mana jika ada anak dengan skor ≥
6 dapat didiagnosis sebagai TB anak dan mendapatkan OAT.
Saat dilakukan kunjungan rumah, penderita beserta keluarga sangat antusias
dan banyak bertanya kepada pemeriksa mengenai penularan TB, gejala TB anak serta
komplikasi jika anak tidak mendapat pengobatan TB secara tuntas. Setelah diberikan
penjelasan mengenai hal tersebut, diharapkan kedepannya penderita dan keluarga
lebih waspada terhadap penularan penyakit TB.
5.2 Evaluasi
Dari hasil kegiatan skrining TB anak dapat dievaluasi dengan bekerja sama
antara petugas kesehatan dan keluarga pada saat penderita kontrol untuk mengambil
obat. Evaluasi dilakukan dengan menanyakan dan melihat kembali perkembangan
status kesehatan penderita dan anak saat ini dan sebelumnya terkait masalah TB.
31
BAB VI
DISKUSI
6.1 Pembahasan
Salah satu faktor penyebab tingginya kasus TB disebabkan karena kurangnya
kesadaran masyarakat mengenai TB perihal penyebab, faktor risiko, penularan,
pengobatan, serta komplikasi yang dapat terjadi jika penderita TB tidak diobati
sampai sembuh.
TB pada anak merupakan kasus unik dan mempunyai permasalahan yang
berbeda dengan TB pada orang dewasa. Perbedaan mencolok ini menyebabkan
sulitnya mengenali TB pada anak karena gejalanya tidak khas seperti TB dewasa. Hal
ini menyebabkan orangtua seringkali terlambat mengenalinya. Sebenarnya ada dua
pendekatan yang dapat dilakukan sebagai deteksi awal yaitu investigasi terhadap anak
yang kontak erat dengan penderita TB dewasa aktif dan menular, serta anak yang
datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan tanda klinis yang mengarah ke TB.
Kontak erat yang dimaksud adalah anak yang tinggal satu rumah dengan
penderita TB dewasa. Biasanya TB ditularkan oleh penderita dengan dahak positif
(BTA+), sehingga anak yang memiliki kontak erat wajib dilakukan skrining TB dan
dilakukan upaya pencegahan jika skor ≥ 6.
Tujuan dari skrining ini adalah mengetahui prevalensi serta memberikan terapi
OAT pada anak dengan TB di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa. Dari hasil
skrining didapatkan skor 3, 4, dan 5 yang mana tidak memenuhi kriteria TB anak
sehingga pemberian OAT tidak dilakukan. Keterbatasan pada kegiatan ini diantaranya
adalah tidak dilakukannya uji tuberkulin serta rontgen dada sehingga memungkinkan
hasilnya negatif palsu.
Setelah dilakukan kegiatan skrining TB anak sejak dini, diharapkan masyarakat
mendapat bekal pengetahuan yang cukup untuk dapat melaksanakan pola hidup sehat
sehingga dapat mencegah terjadinya penularan TB terutama bagi anak, sedangkan
bagi yang sudah menderita dapat memberikan gambaran bahwa TB adalah penyakit
yang dapat disembuhkan apabila meminum obat dengan rutin sehingga pasien dapat
sembuh secara total dan mengurangi komplikasi yang terjadi akibat putus obat.
32
33
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil skoring TB pada anak yang memiliki kontak erat dengan
penderita TB di wilayah Puskesmas Bumijawa didapatkan hasil 21 anak dengan
skor 3, 7 anak dengan skor 4, dan 8 anak dengan skor 5. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada anak yang memiliki skor ≥ 6 sehingga tidak ada
yang diberikan terapi OAT.
7.2. Saran
Saran untuk pihak puskesmas sesuai dengan program pokok puskesmas:
1. Promosi kesehatan
Meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang penyakit TB, penularan
terhadap orang sekitar termasuk anak, bahaya TB jika tidak diobati, serta
mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam pencegahan dan
pemberantasan TB di lingkungannya.
2. Kesehatan lingkungan
Skrining TB dilakukan saat pemeriksaan kesehatan lingkungan
terutama bagi lingkungan yang rentan terhadap penyakit TB. Menciptakan
lingkungan yang sehat, melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas
perumahan dan lingkungan sesuai persyaratan baku rumah sehat.
3. Pencegahan pemberantasan penyakit (P2P)
Meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) terhadap
pasien TB supaya menjalankan pengobatan secara tuntas, rutin kontrol,
skrining terhadap anggota keluarga serta orang yang memiliki kontak erat
dengan penderita. Skrining dapat dilakukan secara aktif (melakukan
kunjungan rumah) atau pasif. Pemberian profilaksis diberikan terhadap
anak dengan keluhan TB yang memiliki kontak erat dengan pasien TB BTA
(+), anak usia kurang dari 5 tahun, dan pasien dengan HIV/AIDS, serta
34
pasien dengan indikasi lainnya seperti silikosis. Profilaksis dilakukan
selama 6 bulan.
4. Kesehatan keluarga dan reproduksi
Skrining dan edukasi TB dilakukan pada keluarga yang datang untuk
kontrol kehamilan maupun pasien yang datang untuk kontrol KB.
5. Perbaikan gizi masyarakat
Apabila menemukan pasien dengan gizi kurang atau gizi buruk, segera
laporkan ke bagian P2P untuk dilakukan pemeriksaan TB.
6. Penyembuhan penyakit dan pelayanan kesehatan
Skrining dan edukasi terhadap pasien yang memiliki keluhan dan
gejala TB. Serta menyediakan fasilitas uji tuberkulin dan pemeriksaan
rontgen dada.
35
DAFTAR PUSTAKA
8. Behrman, et al. 2002. Nelson - Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC
9. Chintu C, Mudenda V, Lucas S. 2002. Lung Diseases at Necropsy in African
Children Dying from Respiratory Illnesses : a Descriptive Necropsy Study.
Berlin : Lancet
36
Lampiran
1. Dukuh Benda Ibnu Hajar (12) Wadas Malang Dk. 1. Ahmad Fais (12)
2. Arsyil (14)
Benda 5/1
3. Gunung Putri Nada Ratnasari Dk. Krajan Gn. Agung 1. Elma Dela (11)
2. M. Kian (10)
Agung (18) 2/2
9. Batumirah Nur Bati (20) Mangli Utara Batumirah 1. Abdul Fakih (12)
2. Lulu Nayiroh (17)
1/3
37
12. Sokatengah M. Lathif Dk. Senggang 1. Dinda (12)
2. Niken (8)
Sokatengah 2/4
13. Sumbaga Nur Kholis (44) Dk. Krajan Sumbaga 1. Nila Afiyatun (10)
2. Alif (5)
3/1
14. Sumbaga Rizka Tanzila (20) Ps. Lawas Sumbaga 1/1 1. Reza (10)
16. Begawat Siti Muhariroh (29) Dk. Sirabig Begawat 1. Bilqis (3,5)
2. Izazi (6)
3/5
3. Dinka (8 bulan)
17. Cintamanik Ari Adrianingsih (22) Dk. Mayanegara 1. Hendi (14)
Cintamanik 1/4
18. Pagerkasih Himatul Aryani (24) Lenti Pagerkasih 4/1 1. Bathral Munawar (17)
2. Bayi
38
2. Data Hasil Skoring
39
21. Gibran Mirza Ukair 8 bulan Dk. Mangli Barat Batumirah 2/3 4
40
3. Dokumentasi
41
4. Informed Consent
42
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama =
Umur =
Jenis kelamin =
Alamat =
Setelah mendapat keterangan secukupnya, serta mengetahui tujuan dan manfaat dari
kegiatan yang akan dilakukan, saya menyatakan (Bersedia/Tidak Bersedia) untuk
menjadi responden tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Bumijawa, .............................
Responden Pemeriksa
......................................... ............................................
43
DATA SKORING TB ANAK
Identitas
Nama =
Tanggal lahir/usia =
Alamat =
0 1 2 3 Skor
Pembengkakan - Ada - -
ulang sendi pembengkakan
lutut, falang
Total Skor
44
1. Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang paru dan organ lainnya.
2. Tujuan Dapat mendeteksi secara dini tuberkulosis anak untuk segera mendapatkan
penanganan agar tercapai tumbuh kembang anak yang optimal.
4. Pengobatan 2HRZ/4RH :
2 bulan pertama (fase inisial) terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),
45
dan Pirozinamid (Z)
4 bulan (fase lanjutan) terdiri dari Isoniazid (H), dan Rifampisin (R)
5. Pemantauan Terjadinya perbaikan klinis ditandai dengan naiknya berat badan anak dan
anak menjadi lebih aktif dibanding sebelum pengobatan.
6. Pencegahan Semua anak usia < 5 tahun yang kontak erat dengan penderita TB aktif perlu
dilakukan :
46
sesuai alur deteksi dini TB
Bila anak tidak mempunyai gejala TB harus diberikan INH
5mg/kgBB/hari selama 6 bulan
Bila anak belum pernah imunisasi BCG perlu diberikan BCG setelah
pengobatan dengan INH
7. Bagan Alur
47
Kesehatan Republik Indonesia, 2016.
48