You are on page 1of 16

memiliki keanekaragaman hayati yang

tinggi dengan beberapa vegetasi


dominan, antara lain: Meranti Putih
(Shorea spp), Meranti Merah (Shorea
spp), Agathis (Agathis spp), Kanari
Menggali Kearifan di Kaki (Canarium dan Diculatum BI),
Nyatoh (Palaquium spp), Medang

Pegunungan Meratus (Litsea sp), Durian (Durio sp)


Gerunggang (Crotoxylon arborescen
BI), Kempas (Koompassia sp),
Belatung (Quercus sp).
Kedudukan kawasan hutan yang
menjadi hulu sebagian besar Daerah
Aliran Sungai (DAS) menjadikan

E
kosistem Meratus merupakan Selatan. Pegunungan ini menjadi
kawasan pegunungan yang bagian dari 8 kabupaten di Provinsi kawasan ini sangat penting bagi
membelah Provinsi Kalimantan Kalimantan Selatan yaitu: Hulu Sungai Provinsi Kalimantan Selatan sebagai
Selatan menjadi dua, membentang Tengah (HST), Hulu Sungai Utara kawasan resapan air. Di sisi lain
sepanjang ± 600 km² dari arah tenggara (HSU), Hulu Sungai Selatan (HSS), kondisi kelerengan lahan yang cukup
dan membelok ke arah utara hingga Tabalong, Kotabaru, Tanah Laut, terjal dan jenis tanah yang peka erosi
perbatasan Kalimantan Timur. Secara Banjar dan Tapin. menjadikannya memiliki nilai
geografis kawasan Pegunungan Pegunungan Meratus merupakan kerentanan (fragility) yang tinggi.
Meratus terletak di antara 115°38’00" kawasan berhutan yang bisa Dengan berbagai pertimbangan di atas
hingga 115°52’00" Bujur Timur dan dikelompokkan sebagai hutan dan juga fungsi kenyamanan
2°28’00" hingga 20°54’00" Lintang pegunungan rendah. Kawasan ini lingkungan (amenities) bagi
masyarakat di bagian hilir, maka
penutupan hutan merupakan satu-
satunya pilihan, sehingga kawasan
hutan Pegunungan Meratus harus
dipertahankan sebagai hutan lindung
dan dijauhkan dari perusakan.
Berdasarkan tipe penutupan
lahan kawasan Pegunungan Meratus
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: Hutan
Dataran Tinggi (+ 11.345 ha), Hutan
Pegunungan (+ 26.345 ha) dan Lahan
Kering tidak Produktif (+ 8.310 ha).
Sedangkan berdasarkan pengamatan
okuler, sebagian besar tataguna lahan
di sekitar hutan lindung Pegunungan
Meratus adalah areal perladangan,
hutan sekunder hingga semak belukar
serta perkebunan rakyat.

Pengelolaan SDA Hutan


Hutan adalah satu bagian dari
lingkaran kehidupan komunitas Dayak
Meratus, seperti juga tanah, air, ladang,
palawija, dan makhluk hidup di
sekitarnya. Membicarakan hutan dan
sumberdaya alam lain dalam konteks
masyarakat Dayak tidak bisa
dipisahkan dari pembicaraan tentang
‘tanah’. ‘Tanah’ dalam adat Dayak
Meratus adalah asal mula manusia,
sehingga ia mendapatkan peng-
hormatan yang sangat tinggi dan
merupakan harta kekayaan yang tidak
Foto: LPMA
bisa diperlakukan secara sembarangan.
Landsekap hutan di Pegunungan Meratus Hubungan ini menciptakan tatacara

intip hutan | Februari 2004 1


tertentu untuk mencapai keseimbangan

Foto: LPMA
hidup dalam interaksi manusia dengan
alamnya, yang oleh masyarakat Dayak
disebut sebagai Aruh.
Salah satu komunitas adat Dayak
yang berada di kawasan pegunungan
Meratus adalah Balai Kiyu. Komunitas
ini menetap di bagian utara kawasan
pegunungan Meratus, sepanjang
Sungai Panghiki dan di kaki Taniti
(bukit) Calang, yang secara
administratif berada dalam wilayah
Desa Hinas Kiri, Kecamatan Batang
Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah. Kampung Kiyu merupakan
satu wilayah adat seluas ±7.632 hektar
dan terdiri dari dua balai (rumah adat)
yaitu Balai Kiyu dan Balai Haraan Hulu
yang membawahi ±67 umbun
(keluarga). Sebagian besar masyarakat
Kiyu menganut sistem kepercayaan
Balian (agama asal).
Memiliki tanah yang luas
merupakan anugerah bagi masyarakat
Meratus. Mereka mengandalkan
sumber daya alam setempat (resource
based activity) dan mengambil
secukupnya yang mereka butuhkan,
karena itu setiap umbun memiliki jatah
tanah masing-masing enam payah (± 3
ha) tanah dan jika memang perlu dan Kegiatan mengikis kulit kayu manis oleh masyarakat Meratus
mampu boleh mengelola lebih dari itu.
Sistem kepemilikan tanah mampu mengelola lahan, tanpa ditanami tanaman keras, dan tentu saja
masyarakat Dayak Meratus didasarkan membedakan jenis kelamin. jika tanah tersebut dijual (yang belum
pada kesepakatan dan kepercayaan Melalui perkawinan kepemilikan pernah terjadi dalam Balai Kiyu).
dalam aturan adat, tanpa menggunakan tanah dapat juga diberikan apabila salah Masyarakat Balai Kiyu mengenal
bukti tertulis. Jadi, meskipun tanah satu warga Balai Kiyu menikah dengan pembedaan bentuk permukaan bumi,
tersebut secara turun-temurun dimiliki orang luar dan memilih untuk tetap terutama berkaitan dengan pembagian
oleh masyarakat Dayak Meratus di tinggal di Kiyu, maka kepadanya peruntukan pengelolaan lahan.
Balai Kiyu, namun tidak satu pun dari diberikan izin untuk mengelola tanah Berdasarkan kesepakatan masyarakat
mereka yang memiliki surat di sekitar wilayah Kiyu. Jual beli juga Kiyu, wilayah adat Kiyu dibagi menjadi
kepemilikan tanah. Batas-batas tambit/ menjadi salah satu mekanisme yang beberapa kelompok penggunaan lahan.
kepemilikan yang digunakan adalah dikenal oleh warga Kiyu dimana jual Hampir 6.900 hektar dari kawasan adat
penanaman tanaman keras seperti karet beli tanah bisa dilakukan tetapi sebatas Kiyu merupakan katuan (hutan)
atau kayu manis, rumpun bambu atau hanya antar masyarakat Dayak di Balai larangan yang tidak boleh digunakan
kayu lurus, batang pinang, dan sungai. Kiyu saja. Sedangkan sewa menyewa untuk bahuma (bertanam) karena
Penentuan batas ini merupakan lahan harus dengan persetujuan Kepala dipercayai sebagai kediaman leluhur
kesepakatan antar pemilik-pemilik Padang dan hanya boleh ditanami masyarakat Balai. Katuan larangan
lahan yang berbatasan langsung, palawija atau tanaman berjangka merupakan kawasan hutan yang sama
sehingga tidak timbul masalah di pendek lainnya. Syarat pembayaran sekali tidak boleh ditebang, tetapi hasil
kemudian hari. sewa adalah bagi hasil atas panenan hutan selain kayu masih bisa diambil
Di Balai Kiyu, secara garis besar yang diperoleh penyewa dengan oleh masyarakat. Hutan ini letaknya
sistem kepemilikan tanah digolongkan perbandingan 1 bagian untuk pemilik di gunung-gunung pada ketinggian di
berdasarkan pewarisan, perkawinan, tanah dan 3 bagian untuk penyewa. atas 700 meter dari permukaan laut,
jual beli, dan sistem sewa. Berdasarkan Kepemilikan tanah bisa menjadi dan merupakan daerah perlindungan
pewarisan, pembagian tanah yang hilang apabila si pemilik tanah selain bagi tumbuhan dan hewan di
dilakukan oleh orang tua kepada anak- meninggal dunia, tanah dihumai oleh dalamnya juga sebagai daerah penyedia
anaknya lebih melihat pada seberapa orang lain karena si pemilik lama sumber air bagi masyarakat Kiyu.
besar kemampuan masing-masing anak meninggalkan balai dan lahannya tidak

2 intip hutan | februari 2004


Pembagian lainnya adalah kawasan biasanya juga memilih daerah dengan
kebun gatah (karet) seluas ±278 hektar kelerengan sekitar 45 derajat, untuk
dan ladang seluas ±156 hektar. Kebun menghindari gangguan babi hutan.
gatah adalah kawasan yang khusus Manugal memiliki peran sangat
ditanami karet untuk memenuhi penting dalam adat Dayak karena
kebutuhan ekonomi masyarakat Kiyu diyakini bahwa padi adalah buah pohon
sedangkan ladang adalah kawasan yang langit sehingga sifatnya suci, dan
ditanami dengan tanaman jangka kedudukannya dalam upacara adat atau
pendek (padi, cabe, mentimun, aruh sebagai sesajen wajib (berbentuk
palawija, dsb). Ladang biasanya dibuka lemang, ketan yang dimasak dalam
di daerah taniti atau datar. ruas bambu) tidak tergantikan. Karena
Hanya sebagian kecil wilayah adat kepercayaan inilah maka secara turun
berupa kampung yang merupakan temurun masyarakat Dayak tetap
daerah pemukiman, termasuk di menanam padi meskipun di daerah sulit
dalamnya Balai Adat, seluas kurang yang bergunung-gunung dan tanahnya
dari 2 hektar. Kampung biasanya relatif tidak subur.
terletak di datar (lembah) ataupun Masyarakat Dayak Meratus
taniti (pebukitan) yang merupakan mengatasi hambatan alam dalam
daerah yang relatif landai. berladang sekaligus menjaga katuan
Bagi masyarakat Dayak Meratus adat mereka dengan mengembangkan
mengetahui daerah-daerah yang boleh pola perladangan “gilir balik” atau yang
dan tidak boleh dikelola adalah suatu biasa dikenal sebagai perladangan
keharusan agar tidak ada salah berpindah. Setelah membuka payah
pengambilan wilayah kelola dan untuk (ladang) dengan menebang dan
menghindari kutuk dari leluhur mereka. membakar, mereka menanaminya
Dalam wilayah adat Kiyu, pengaturan dengan padi dan palawija satu kali
pemanfaatan lahan ini ditangani oleh hingga tiga kali tanam untuk mengatasi
seorang Kepala Padang yang secara ketidaksuburan tanah dan menghindari
kelembagaan berada di bawah Balian erosi. Mereka kemudian akan
(Kepala Adat). Pemilihan daerah berpindah beberapa kali hingga kembali
pahumaan tidak dilakukan dengan ke payah (ladang) yang dibuka pertama
sembarangan tetapi ada perhitungan- kali untuk memberi waktu pemulihan
Disamping hutan larangan, perhitungan khusus menurut kearifan kesuburan dan tumbuhnya pepohonan
kawasan hutan yang bisa dimanfaatkan mereka, mengingat ladang merupakan setelah 10 hingga 15 tahun.
oleh masyarakat Dayak di kampung sumber pangan yang penting bagi Ikatan yang kuat antara masyarakat
Kiyu adalah katuan adat seluas ±290 kehidupan masyarakat Dayak. Dayak Meratus dengan alam yang
hektar. Hutan ini milik adat yang Pemilihan lahan yang kurang tepat akan memberikan segala kekayaan hidup,
sebagian bisa dibuka untuk pahumaan mempengaruhi hasil panen. Pertemuan diwujudkan dengan Aruh. Secara tidak
dan masyarakat boleh memanfaatkan untuk memilih lahan bisa berlangsung langsung, aruh merupakan pesan
kayu di dalamnya untuk memenuhi berbulan-bulan dengan kepada warga balai untuk tetap
kebutuhan membangun rumah dan memperhitungkan banyak hal secara menjaga keseimbangan hubungan
kayu bakar. Kawasan ini juga bisa cermat, misalnya kemiringan lahan, antara manusia dengan alam dan roh-
ditanami tanaman perkebunan atau kesuburan tanah dengan indikator roh pemeliharanya. Ada sembilan aruh
kayu keras oleh semua warga berupa warna atau jenis tumbuhan yang dilakukan masyarakat Dayak
masyarakat Kiyu setelah mereka tidak tertentu sebagai penciri (yang Meratus sejak persiapan membuka
bahuma (berladang) di situ. Bagian sebenarnya berkaitan erat dengan ladang hingga setelah panen, antara
katuan adat yang semacam ini disebut tahapan suksesi vegetasi). lain: (1) Mamuja Tampa, atau memuja
dengan jurungan atau wilayah bekas Dalam kepercayaan alat-alat pertanian; (2) Aruh mencari
pahumaan yang ditinggalkan dan suatu masyarakat Dayak di Kiyu, manugal daerah tabasan (ladang baru); (3)
waktu akan dibuka kembali. (berladang padi) yang baik adalah di Patilah, aruh menebang rumpun
Kawasan hutan, selain katuan daerah yang memiliki ketinggian hingga bambu bila di bakal ladang itu
larangan dan katuan adat terdapat ±700 meter saja (biasa disebut sebagai ditumbuhi rumpun bambu; (4) Katuan
juga katuan keramat seluas ±30 hektar. munjal), karena di atas ketinggian atau Marandahka Balai Diyang
Kawasan ini merupakan tempat tersebut adalah gunung-gunung Sanyawa, yaitu merobohkan balai
pemakaman bagi leluhur dan sama berhutan (katuan larangan dan katuan Diyang Sanyawa; (5) Bamula, yaitu
sekali tidak bisa dimanfaatkan untuk keramat) yang dihuni oleh nenek upacara untuk memulai menanam padi;
apa pun selain sebagai makam. Katuan moyang masyarakat Dayak dan (6) Basambu Umang, yaitu
keramat ini biasanya terletak di gunung menjaga wilayah adat mereka agar menyembuhkan atau merawat umang;
atau munjal tetap selamat. Selain itu mereka (7) Menyindat padi, yaitu mengikat

intip hutan | Februari 2004 3


rumput dan tangkai padi dan
Manatapakan Tihang Babuah, yaitu Bentuk-bentuk permukaan bumi menurut masyarakat Kiyu
menegakkan tangkai padi yang
berbuah; (8) Bawanang, yaitu
memperoleh wanang; dan (9) Mamisit
padi, yaitu memasukkan padi ke dalam
lumbung. Tiga aruh pertama
dilakukan oleh umbun yang Gunung Munjal
bersangkutan, sedangkan aruh-aruh
lainnya dilakukan oleh beberapa
umbun dalam bubuhan (lingkungan)
yang bersangkutan. Saat panen raya
adalah aruh yang paling besar yaitu
aruh wanang atau sering disebut Taniti Datar
sebagai aruh ganal (aruh besar).
Ketergantungan masyarakat
Dayak Meratus terhadap padi
menjadikan manugal sebagai mata
pencaharian utama, sementara itu padi Dayak Meratus akan mengutuk mereka adat. (1 tahil = 1 piring kaca, jika
pantang untuk diperjualbelikan yang menghan-curkan hutan, sehingga dirupiahkan dihitung berdasarkan
sehingga untuk pemenuhan kebutuhan dalam kehidupan Dayak Meratus kesepakatan bersama masyarakat).
sehari-hari, mereka memanfaatkan hasil manusia dan hutan adalah satu kesatuan Menebang pohon yang menjadi
hutan. Masyarakat balai Kiyu yang saling memberikan perlindungan. keramat, bisa dituntut oleh hak waris,
memanfaatkan hasil hutan non kayu dan denda diserahkan ke adat (Kepala
Pemanfaatan hutan dan isinya diatur Adat). Menebang pohon damar didenda
yang berupa damar, rotan, bambu, dalam hukum adat yang mereka
getah karet, getah jelutung, kemiri, oleh semua masyarakat yang termasuk
sepakati, bahkan diberlakukan sanksi wilayahnya, denda diserahkan ke adat.
madu dan sebagainya untuk ditukar adat bagi pelanggarnya yang diputuskan
dengan kebutuhan sehari-hari selain Menebang pohon lalu menimpa pohon
oleh Kepala Adat atau Damang. Aturan buah-buahan sendiri/orang lain
padi. ini tergambar dalam sanksi adat bagi dikenakan denda yang dibayarkan
Kedudukan hutan sebagai mereka yag menebang pohon dengan sesuai kerugian atas robohnya pohon
napas kehidupan masyarakat Dayak sembarangan atau melakukan buah tersebut. Menebang pohon lalu
Meratus, bertimbal balik dengan perbuatan yang merugikan orang lain menimpa rumah/pondok orang lain,
kesadaran mereka menjaga dan di seluruh wilayah adat Kiyu di diminta ganti rugi jika pohon menimpa
memelihara hutan dengan baik. Hutan pegunungan Meratus, antara lain: rumah orang lain. Membakar ladang/
menjadi landasan ideologi, sosial dan Menebang pohon buah-buahan didenda sawah dan apinya merambat ke kebun
sekaligus sumber penunjang oleh adat dan dibayarkan kepada yang orang lain didenda sesuai kerugian atas
perekonomian mereka. Mereka bersangkutan. Menebang pohon madu kebun tersebut.
percaya bawa Jubata, Duwata (Tuhan) didenda 10-15 tahil, dituntut oleh hak
dalam sistem kepercayaan masyarakat waris dan denda diserahkan kepada Terdapat lima prinsip dasar
pengelolaan sumber daya alam yang
bisa dicermati dalam budaya Dayak,
yaitu: keberlanjutan, kebersamaan,
keanekaragaman hayati, subsisten, dan
kepatuhan kepada hukum adat. Bila
kelima prinsip ini dilaksanakan secara
konsisten maka akan menghasilkan
pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan yang
mencakup secara ekonomis bermanfaat,
secara ekologis tidak merusak dan
secara budaya tidak menghancurkan.
Dengan kelima prinsip ini,
masyarakat Dayak menjaga
kelestarian alamnya, meskipun
seringkali mereka dipersalahkan
Foto: LPMA

dengan kerusakan hutan yang terjadi


saat ini.

Penulis: Yasir Al Fatah & Betty Tio


Balai Adat Datar Ajab, di desa Hinas Kanan Kec. Hantakan Minar/LPMA

4 intip hutan | februari 2004


Sejarah Penjarahan Hutan
NASIONAL
Bagian 2

Penjarahan Hutan di Masa


Rejim ORBA

Pemerintahan Rejim Orde Baru


sejak awal berkuasa telah menunjukkan
wataknya yang merupakan perpaduan
antara kapitalisme, militerisme dan
budaya politik kerajaan dataran rendah
pedalaman Jawa yang kemudian
dibungkus dalam politik pembangunan

Foto: ARuPA
untuk pertumbuhan ekonomi. Untuk
melihat bagaimana “politik penjarahan
hutan” di masa ini bekerja maka saya
akan memfokuskan pada pengalaman
Penjarahan hutan pinus di Wonosobo, di kawasan hutan negara
masyarakat adat sebagai kelompok
utama penduduk negeri ini. Kelompok memimpin pemberontakan di daerah) Sejak semula, penerapan sistem
yang secara tekstual dilindungi hak- dan keluarga serta kerabat Presiden konsesi HPH telah menjadi bagian dari
haknya oleh UUD 1945 dan saat ini Soeharto yang berkuasa pada masa itu. skenario politik kekuasaan untuk
populasinya diperkirakan hanya Para elit penguasa ini kemudian menjamin dominasi militer dalam
berkisar antara 50 – 70 juta orang, membangun kerjasama dengan para pemerintahan, tentunya disamping
paling menderita secara materil dan pedagang untuk mengeksploitasi hutan tujuan resmi untuk meningkatkan
spritual atas penerapan politik dengan keterlibatan yang sangat penerimaan pendapatan bagi
pembangunan Rejim Orde Baru terbatas dari para rimbawan (forester). pemerintah untuk melaksanakan
sebagaimana dialami masyarakat adat Di sebagian besar perusahaan HPH pembangunan ekonomi. Penerapan
di Jawa pada masa kolonial. keterlibatan para rimbawan ini bahkan sistem konsesi HPH sejak awal sudah
Kalau perambahan hutan sebagai tidak lebih dari sekedar pemenuhan cacat politik dan hukum. Sebagian
kekayaan rakyat di Jawa oleh organisasi syarat administratif untuk mendapatkan besar dari areal konsesi HPH yang
pedagang swasta VOC dilakukan hanya ijin atau pengesahan Rencana Karya diberikan kepada perusahaan
atas dasar kekuasaan politik dan Tahunan (RKT). penebangan hutan berada di kawasan-
penaklukan, sedangkan di masa Rejim Pemerintah juga merasa perlu kawasan hutan yang belum
Orde Baru yang dipimpin oleh militer, mengeksploitasi kawasan-kawasan dikukuhkan, yang artinya bahwa
perambahan hutan yang juga dilakukan hutan secara langsung dengan kawasan-kawasan yang belum
oleh perusahaan-perusahaan swasta membentuk perusahaan negara dikukuhkan ini tidak memiliki bukti-
telah dilandasi dengan produk hukum kehutanan (BUMN) untuk bukti hukum menyatakan bahwa
yang diterbitkan secara tidak mendapatkan areal-areal konsesi HPH kawasan hutan tersebut adalah hutan
demokratis, yaitu UU Pokok di luar Jawa. Sudah menjadi cerita yang negara yang bebas dari atau sama sekali
Kehutanan No. 5 Tahun 1967. Dengan umum bahwa BUMN ini digunakan tidak dibebani hak milik pihak lain.
UU ini dimulailah era sistem konsesi oleh para elit penguasa untuk Dengan demikian, penerapan sistem
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di kepentingan politik pribadi atau konsesi HPH di masa Rejim Orde Baru
Indonesia kepada perusahaan- kelompoknya, salah satunya dengan adalah bentuk penjarahan hutan
perusahaan swasta, baik perusahaan menempatkan orang-orang “yang nasional yang paling umum dan
asing yang disinyalir dekat dengan dipercaya” di posisi paling berpengaruh dilakukan secara vulgar oleh kelompok
pusat kekuasaan di negara asalnya di BUMN. Pada tahun 1995 paling kepentingan politik yang dominan pada
maupun perusahaan swasta nasional sedikit ada 586 konsesi HPH dengan waktu itu, yaitu militer yang didukung
yang sebagian diantaranya memiliki luas keseluruhan 63 juta ha, atau lebih para politisi sipil di parlemen
keterkaitan dengan institusi militer atau separuh dari luas hutan tetap, baik yang (khususnya GOLKAR sebagai partai
polisi, petinggi atau mantan petinggi dieksploitasi persahaan swasta maupun politik bentukan militer) dan sebagian
militer (termasuk yang pernah BUMN. para ahli serta praktisi kehutanan.

intip hutan | Februari 2004 5


Bersamaan dengan meningkatnya fungsi ekologis dan sosial hutan berbagai proyek-proyek pesanan dari
jumlah konsesi HPH dan pesatnya produksi, tetapi juga telah mengancam pemerintah, organisasi pengusaha
pertumbuhan volume ekspor kayu, kelestarian produksi kayu yang justru kehutanan dan perusahaan kehutanan.
kelompok politik dominan ini juga terus menjadi sumber keuntungan bagi
mengkonsolidasikan kekuasaannya perusahaan. Penjarahan Hutan di Masa
dalam bisnis kayu ini. Soeharto, lewat Selain penjarahan secara langsung Reformasi dan Otonomi Daerah
salah satu kroninya yang paling sumberdaya ekonomi primer
Di tengah pemberlanjutan
dipercaya, Bob Hasan, mengintervensi masyarakat adat/lokal berupa tanah dan
‘ideologi’ pembangunan eksploitatif
berbagai organisasi yang paling penting sumber daya alam di dalamnya,
dari rejim Orde Baru Soeharto-Habibie
yang sudah ada sebelum masa Rejim pemerintah melalui berbagai kebijakan
ke KH. Abdurrahman Wahid dan saat
Orde Baru atau membentuk organisasi perdagangan hasil bumi secara
ini Megawati Sukarnoputri,
baru yang terkait dengan kehutanan. sistematis mengendalikan kegiatan
reorganisasi Negara Kesatuan Republik
Hasil dari konsolidasi kekuasaan ini ekonomi masyarakat adat. Pemberian
Indonesia melalui otonomi daerah telah
adalah terbentuknya APKINDO tahun monopoli kepada asosiasi atau
menjadi tema sentral perdebatan hampir
1976, MPI dan APHI tahun 1983 serta perusahaan kroni dalam perdagangan
di seluruh lapisan masyarakat. Dalam
ASMINDO tahun 1988. Lewat orang- komoditas yang diproduksi masyarakat
otonomi daerah ini, yang secara formal
orang kepercayaannya, Bob Hasan adat, seperti rotan dan sarang burung
ditandai dengan keluarnya UU No. 22
mampu mengendalikan beberapa walet, telah menempatkan pemerintah
Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun
organisasi profesi yang berpengaruh di sebagai “pelayan” bagi para pemilik
1999, ada kehendak dari para
dunia kehutanan. Sampai jatuhnya modal untuk merampas pendapatan
pembuatnya untuk memperbaharui
Soeharto dari kursi Presiden, Bob yang sudah semestinya diperoleh
hubungan antara pemerintah pusat
Hasan yang dikenal rajin merekrut rakyat.
dengan daerah melalui penyerahan
mantan aktifis kampus menjadi Kritik, protes dan keluhan dari
kewenangan pusat ke daerah atau
karyawannya ini, telah menjadi rakyat di kampung-kampung, ORNOP,
desentralisasi, antara eksekutif
individu yang paling berkuasa di sektor para intelektual kampus atas praktik-
(PEMDA) dengan legislatif (DPRD)
kehutanan selama puluhan tahun. praktik penguasahaan hutan ini tidak
melalui “kemitraan sejajar” diantara
Kekuasaan yang demikian besar di mampu mendorong perubahan berarti
keduanya, dan terakhir mendekatkan
tangan segelintir pedagang “kroni di sektor ini selama masa Rejim Orde
secara politik dan geografis antara
penguasa” telah menempatkan sektor Baru. Berbagai upaya telah dilakukan
penentu kebijakan (yang
kehutanan menjadi sasaran penjarahan oleh ORNOP nasional untuk
kewenangannya diserahkan ke DPRD
dana untuk berbagai tujuan, termasuk mengkampanyekan kebobrokan
dan PEMDA Kabupaten) dengan
salah satunya penggunaan dana pengelolaan hutan di Indonesia sejak
rakyat sehingga diharapkan kebijakan
reboisasi untuk memodali pembuatan akhir tahun 1970-an, termasuk
yang dihasilkan akan lebih sesuai
pesawat oleh IPTN. Praktek-praktek menggalang dukungan di luar negeri
dengan hajat hidup rakyat banyak.
korupsi, kolusi dan nepotisme di masa sehingga ORNOP dalam negeri dicap
ini telah menjadi suatu hal yang biasa sebagai antek pemerintah asing yang Dalam konteks memberi jalan bagi
di masa ini, hampir sama dengan tidak nasionalis, tidak berdampak pada tumbuhnya demokrasi di Indonesia,
kejadian VOC di masa pemerintah perubahan kebijakan yang berarti. hal-hal yang dikehendaki tersebut perlu
kolonial. Dengan posisi politik yang Pengorganisasian rakyat di daerah- dikaji dan dipertanyakan secara kritis
sangat kuat dari para pemilik HPH yang daerah juga sulit dilakukan karena mengingat bahwa UU 22/1999 dan UU
umumnya pedagang itu maka praktek- pendekatan keamanan yang represif 25/1999 ini hanya mengatur sistem
praktek penebangan hutan di lapangan sudah terintegrasi dalam kelembagaan pemerintahan (government system),
juga banyak melanggar aturan-aturan pemerintahan di desa lewat BABINSA bukan sistem pengurusan (governance
teknis, sedikit diantaranya adalah dan kekuasaan nyata di sebagian besar system). Ini berarti bahwa kedua UU
penebangan di luar blok tebangan dan pelosok nusantara sudah berpindah dari ini baru mengatur hubungan antara
bahkan di luar areal konsesi HPH yang lembaga adat ke kepala desa. pemerintah pusat dan daerah, belum
diijinkan, “cuci mangkok”, “tebang Masyarakat di dalam dan sekitar hutan menyentuh pada persoalan mendasar
matahari”, dibawah diameter pohon hanya bisa menyaksikan penjarahan tentang hubungan rakyat dengan
yang diijinkan dan sebagainya. Pada berlangsung. Pada saat-saat yang pemerintah yang selama Orde Baru
saat yang bersamaan, pemerintah juga memungkinkan sebagian masyarakat justru merupakan akar dari segala
tidak mampu melakukan pengawasan juga melibatkan diri dalam penjarahan persoalan yang dihadapi oleh
yang efektif karena kebanyakan di ini untuk bisa bertahan hidup atau pun masyarakat adat/lokal, yaitu tidak
antara pejabat di Departemen menikmati sedikit kemewahan dari hasil adanya kejelasan dan ketegasan adanya
Kehutanan justru menggunakan bukti- hutannya. Para akademisi kampus dan kebebasan bagi rakyat untuk memasuki
bukti pelanggaran untuk tujuan korupsi para ilmuwan juga terpecah-pecah oleh arena penentuan kebijakan yang
dengan memeras perusahaan HPH. perilaku politik “almamaterisme” dan sifatnya kepentingan bersama (publik).
Praktek-praktek penebangan “illegal” tidak memiliki kekuatan moral yang Yang muncul sebagai akibat dari
oleh perusahaan-perusahaan “legal” cukup untuk mempengaruhi kebijakan ketidak-tegasan dan ketidak-jelasan ini
sudah sangat lazim dan praktek ini kehutanan karena keterlibatan mereka adalah tumbuh-suburnya perilaku
bukan hanya mengancam keberlanjutan terlalu jauh sebagai “konsultan” dalam politik pengurasan hutan di kalangan

6 intip hutan | februari 2004


elit politik, khususnya para bupati yang gerakan masyarakat sipil yang menguat dan perorangan tidak memiliki ijin
mendapatkan penambahan wewenang di Jakarta, maka tekanan politik penebangan hutan tetapi mengenda-
yang cukup besar. Para bupati terhadap Menteri Kehutanan akan lebih likan operasi penebangan dan
berlomba-lomba mengeluarkan besar dari kedua komponen tersebut perdagangan kayu. Operasi pene-
PERDA untuk menarik pendapatan asli yang secara terus-menerus mendesak bangan liar seperti ini hampir
daerah (PAD) sebanyak-banyaknya, untuk menghentikan penjarahan hutan seluruhnya melibatkan pengusaha
termasuk dengan pemberian ijin HPHH dan memfokuskan kebijakannnya untuk daerah yang disebut dengan “cukong”.
skala kecil, IPK dan sebagainya tanpa melakukan rehabilitasi terhadap Mereka umumnya memiliki industri
perhitungan ketersediaan sumberdaya kawasan-kawasan hutan tetap yang pengolahan kayu atau sawmill yang
hutan yang matang. Kalau sudah rusak berat dan bahkan sebagian resmi (ada ijin), tetapi tidak memiliki
kecenderungan ini tidak segera sudah menjadi lahan-lahan kritis. ijin atas konsesi wilayah tebangan.
dihentikan (atau paling tidak Sebaliknya, Bupati justru men- Operasi penebangan seperti ini
dikendalikan) maka otonomi daerah dapatkan tekanan yang sangat kuat dari berpindah-pindah (mobile), terorganisir
tidak pernah jadi solusi, bahkan akan DPRD yang memilihnya untuk dengan baik dengan melibatkan
meningkatkan laju pengrusakan hutan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah organisasi preman dan mendapatkan
karena bentuk-bentuk kegiatan (PAD) –yang penggunaannya salah dukungan kuat dari militer dan/atau
penjarahan hutan secara legal semakin satunya adalah untuk membiaya gaji polisi, pejabat pemerintah dan politisi
beragam di banding sebelumnya. dan biaya operasional DPRD– yang di daerah operasi dan juga di Jakarta.
Hal menarik dan penting dicatat bersumber dari eksploitasi hutan Bagi masyarakat adat/lokal,
dari perjalanan otonomi daerah selama dengan cara sebanyak-banyaknya penebangan dengan modus seperti ini
setahun terakhir ini adalah bahwa pemberian ijin penebangan hutan skala sangat berbahaya untuk menegakkan
bertambahnya kekuasaan/wewenang di kecil sebagaimana terjadi di banyak hukum adat, khususnya jika di dalam
tangan para Bupati dan DPRD bukan kabupaten saat ini. Dengan orientasi bisnis ini terlibat para tokoh-tokoh
berarti dengan sendirinya mengurangi politik demikian maka kepentingan adat, atau jika kebanyakan dari anggota
kekuasaan/wewenang pemerintah pengusaha kehutanan, baik perusahaan komunitas terlibat. Dalam berbagai
pusat di daerah atas sumber daya alam. penebangan hutan maupun industri kasus penjarahan hutan seperti ini,
Sementara para bupati sudah memiliki pengolahan kayu, akan lebih dekat anggota-anggota komunitas adat dan
kewenangan yang besar sesuai dengan dengan kepentingan Bupati untuk tetap segelintir pengurus masyarakat adat
UU No. 22/1999 untuk mengeluarkan meproduksi kayu sebanyak-banyaknya. juga ada yang terlibat. Keterlibatan
ijin IHPH dan IPK, di sisi lain DEPHUT Aliansi strategis inilah yang saat ini mereka umumnya karena desakan pasar
–sebagai instansi teknis pemerintah berkembang dengan pesat, khususnya dan juga sekedar memfaatkan peluang
pusat– masih tetap menggunakan UU yang dijalin oleh MPI/APHI sebagai berusaha yang difasilitasi oleh mafia
No. 41 Tahun 1999 dan peraturan organisasi para pengusaha kehutanan penebangan kayu liar. Apa pun
turunannya, khususnya PP No. 34 dengan APKASI sebagai organisasi alasannya, anggota atau pemimpin
Tahun 2002 –peraturan terbaru yang para bupati. Kalau kepentingan komunitas masyarakat adat yang
kontroversial– untuk mempertahankan keduanya kemudian terlembagakan menebang pohon di hutan adatnya
kepengurusannya yang mutlak dalam berbagai kebijakan daerah maka tanpa memenuhi prosedur dan
(“kekuasaannya”) atas kawasan hutan, kita akan menyaksikan meningkatkan mekanisme hukum adat yang berlaku,
termasuk untuk memberi dan mencabut operasi “penjarahan” hutan secara sudah semestinya dikategorikan
ijin HPH dan HPHTI, serta pelepasan resmi. sebagai penjarah hutan.
kawasan hutan untuk penggunaan lain. Bertambahnya wewenang Di sisi lain, “reformasi” yang
Pada kondisi ini kepentingan para Pemerintah Daerah dalam pemberian ditandai dengan mulai tumbuhnya
pemilik HPH yang berjaya selama ijin-ijin baru untuk mengeksploitasi kesadaran politik rakyat disertai dengan
Rejim Orde Baru menjadi sangat hutan, sementara kapasitas pemerintah melemahkanya institusi negara juga
terganggu dengan posisi hukum antara sendiri untuk mengendalikannya telah mendorong dinamika politik lokal
wewenang pemerintah pusat dan penggunaan ijin-ijin sebelumnya saja yang memberi ruang partisipasi politik
pemerintah daerah. Di satu sisi tidak mampu, maka beberapa tahun bagi masyarakat adat, baik melalui
kekuasaan atas ijin HPH yang mereka terakhir semakin tumbuh suburnya mekanisme politik yang formal maupun
pegang masih tetap berada di tangan praktek-praktek penebangan hutan yang informal. Organisasi-organisasi
Menteri Kehutanan, sementara di sisi yang melanggar hukum nasional dan rakyat yang berbasis komunitas
yang lain Pemerintah Daerah memiliki juga hukum adat (keduanya sama-sama merupakan tanda-tanda baik kalau
wewenang yang besar untuk bisa dikategorikan “illegal logging”) di didukung secara bersama oleh ORNOP
memberikan ijin-ijin penebangan hutan seluruh pelosok nusantara, termasuk dan ilmuwan-ilmuwan yang lebih
skala kecil di daerah masing-masing. juga di kawasan-kawasan konservasi. progresif untuk membangun agenda-
Posisi politik kedua pemerintahan Penjarahan hutan secara illegal ini jauh agenda politik kehutanan yang dimulai
tersebut saat ini menjadi persoalan lebih berbahaya, baik terhadap dari bawah. Dinamika ini tentu
paling penting bagi para pemilik HPH kerusakan hutan maupun keselamatan berdampak pada konflik itu sendiri.
untuk bisa mempertahankan usahanya. masyarakat adat/lokal yang berada di Berbagai konflik hutan dan kehutanan
Dengan posisinya yang secara langsung dalam dan sekitar hutan. Bentuk yang tadinya bersifat laten
berinteraksi dengan masyarakat penjarahan hutan seperti ini umumnya (tersembunyi) menjadi terbuka (berakar
internasional dan juga para aktivis dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dan nyata) dan menjadi keharusan

intip hutan | Februari 2004 7


untuk mengatasi penyebab dan Oleh sebab itu, proses-proses membuka kebenaran lembar demi
dampaknya. Adalah suatu kenyataan dialog muti-pihak sudah semestinya lembar masa lalu politik hukum
bahwa ternyata konflik-konflik terbuka menjadi pilihan terbaik untuk mulai kehutanan kita memang sangat suram
ini tidak mampu diselesaikan oleh membangun saling percaya satu sama selama masa kekuasaan Orde Baru.
tatanan hukum dan kelembagaan lain dan saling mempengaruhi satu Hanya dengan pelajaran-pelajaran dari
negara yang ada saat ini (karena pilar- sama lain secara terbuka dan lebih lembaran-lembaran kebenaran masa
pilar utama masih warisan dari Rejim rendah hati. Hanya dengan proses- lalu itulah bangsa ini bisa memetik
Orde Baru). proses yang demikian inilah kita bisa pelajaran untuk melangkah ke depan.
Penulis: Abdon Nababan

MASYARAKAT DITENGAH JEPITAN


KONTROVERSI EKOSISTEM LEUSER DAN
LADIA GALASKA
(oleh: : Fachrurrazi “rajidt” Ch. Malley)

Kemiskinan di Negeri Nan Kaya semen, pupuk dan kertas, atau di sekitar sungai-sungai. Namun demikian, sangat
Raya industri-industri perkayuan– terpapar gampang pula menemukan pengalaman
Sulit memungkiri bahwa negeri keadaan memprihatinkan tentang mengharukan ketika harus menerima
serambi Mekkah – Nanggroe Aceh kehidupan masyarakatnya. Sementara keramahan masyarakat sederhana –
Darussalam – yang membentang di kehidupan lingkungan usaha ini yang mendiami gubuk-gubuk kecil di
ujung utara pulau Sumatera adalah gemerlap dengan guyuran berbagai tengan hutan– dalam bentuk suguhan
daerah yang teramat kaya. fasilitas modern, masyarakat sekitarnya makanan yang mereka ambil dari
kebanyakan hidup serba sederhana cadangan terakhir yang masih ada.
Kelimpahan sumberdaya alamnya dengan rumah berlantai tanah atau
sungguh menjanjikan kemakmuran dan semen retak-retak, berdinding papan
kesejahteraan merata bagi anak negeri Menguras Hutan Dengan Beragam
keropos atau bata tak berplester, serta Cara
sampai ke pelosok-pelosoknya. beratapkan rumbia atau seng berkarat.
Beragam jenis sumberdaya alam –baik Hanya sebagian kecil dari masyarakat Sumberdaya alam yang melimpah
yang tampak di permukaan bumi seperti sekitarnya yang sedikit mampu memang semestinya dimanfaatkan
hutan dengan manfaat ekonomi maupun berkehidupan sebaliknya. untuk kesejahteraan rakyat. Salah satu
jasa ekologisnya, atau yang tersimpan sumberdaya alam yang dimanfaatkan
di dalam perut bumi berupa bahan Sementara itu pula, nun jauh dari besar-besaran untuk maksud tersebut
tambang berbagai jenis– terserak di imbas gemerlap guyuran fasilitas adalah hasil hutan, terutama kayu.
mana-mana. Ini semua tersedia dan siap modern dan sering luput dari amatan, Agaknya, untuk maksud itulah sejak
untuk dikelola, tentu bagi sebesar- keadaan yang lebih parah dihadapi awal 70-an telah diberikan konsesi
besarnya kemakmuran “rakyat” dalam masyarakat yang memukimi wilayah- pengusahaan hutan kepada lebih dari
jangka panjang. wilayah pedalaman yang masih dua-puluh perusahaan HPH/HTI serta
berhutan dan hanya sesekali dapat cukup banyak perkebunan yang
Namun, kekayaan hasil bumi ini terkunjungi oleh “orang luar”.
ternyata tidak serta merta menjamin mengkonversi hutan di seantero
Kunjungan ini hanya dapat di- Nanggroe Aceh Darussalam.
perolehan kemakmuran dan kesejah- mungkinkan dengan menumpang jeep
teraan merata bagi anak negeri. gardan empat yang sarat penumpang Guna kelancaran usaha produksi
Kelimpahan sumberdaya alam justeru hingga ke atapnya, berbaur pula dengan kehutanan dan perkebunan berskala
berbanding terbalik dengan kenyataan hasil bumi dan ternak, yang berjalan besar itu, para pemegang konsesi
hidup yang dialami masyarakat terseok-seok menyusuri jalan-jalan membuka wilayah hutan dan
setempat. sempit tanpa aspal yang berlobang- membangun berbagai sarana
Di wilayah-wilayah yang mudah lobang dari satu kampung ke kampung transportasi yang menjangkau hutan-
diamati –semisal di sekitar proyek- lain, lalu mesti dilanjutkan dengan hutan pedalaman Aceh. Jalan-jalan
proyek industri vital seperti di dekat berjalan kaki melipir gigir jurang dan utama, jalan cabang dan jalan sarad
kilang-kilang gas dan minyak, pabrik sesekali melompati bebatuan licin di berikut sarana pendukung lainnya

8 intip hutan | februari 2004


dibangun untuk mempermudah dipungut langsung karena ketersediaan membawa pulang ke rumah sejumlah
mengangkuti kayu-kayu hutan hasil yang melimpah. uang untuk bisa membeli berbagai
tebangan. Sejalan dengan itu, Untuk memasarkan hasil usahanya keperluan rutin sehari-hari guna
berlangsung pula proses penyusutan pada hari-hari pasar di kota kecamatan, memenuhi keperluan keluarga selama
luasan hutan yang cepat di daerah ini. warga kampung kadangkala seminggu berikutnya.
Proses penyusutan luasan hutan diperbolehkan menumpang truk Dwi Megaproyek yang
dengan cepat terjadi karena eksploitasi logging perusahaan atau truk Membingungkan
resmi oleh para pemegang HPH/HTI pengangkut kayu hasil tebangan haram. Menyusutnya luasan hutan dengan
atau konversi hutan untuk perkebunan Pada tempat lainnya di beberapa cepat dan tak kunjung meningkatnya
berskala besar itu, ternyata diimbuhi penggal jalan, masyarakat meng- kesejahteraan masyarakat setempat
pula oleh praktek-praktek menyalah gunakan alat transportasi umum yang (…kabarnya, lebih 60% rakyat Aceh
dan melanggar ketentuan yang dengan tertatih-tatih mencoba mampu masih miskin sementara lebih 80%
seharusnya. Akses jalan yang dibangun menjangkau lokasi-lokasi tertentu. pendapatan Aceh diperoleh dari
oleh perusahaan-perusahaan perkayuan Selebihnya, ditempuh dengan berjalan hutan), merisaukan banyak pihak pula.
dan perkebunan kemudian diman- kaki belasan kilometer ke pasar-pasar Pada tahun 1995 muncul gagasan dua
faatkan pula oleh banyak pihak untuk terdekat. Dengan kondisi seperti ini, megaproyek, yakni Program
ikut menguras hasil hutan. Apa yang pada beberapa kasus ditemukan Pengembangan Leuser dan Program
disebut dengan penebangan liar atau kenyataan ada juga warga kampung Ladia Galaska (semula disebut dengan
pembalakan haram justru berlangsung yang sakit dan menemui ajalnya 16 ruas jalan tembus jaring laba-laba).
semakin marak dengan memanfaatkan sebelum sempat sampai di rumah sakit
jalan-jalan yang dibangun oleh terdekat guna memperoleh usaha Program Pengembangan
perusahaan-perusahaan ini. pengobatan yang memadai. Leuser merupakan megaproyek
seluas sekitar 1,79 juta hektar
Sesungguhnya, tak sulit bagi siapa Kenyataan ini sungguh dengan beragam status kawasan
pun untuk mengamati belasan truk bertolak-belakang dari maksud hutan di dalamnya. Megaproyek
pengangkut kayu gelondongan atau “luhur” memanfaatkan yang ingin memadukan pelestarian
kayu olahan yang diperoleh dari kelimpahan sumberdaya alam hutan dengan pembangunan untuk
pembalakan haram (penebangan liar) untuk meningkatkan menyejahterakan rakyat ini
berseliweran menggunakan jalan yang kesejahteraan atau kemakmuran direncanakan berlangsung 30
dibangun perusahaan perkayuan masyarakat setempat. tahun dan yang semula hanya
kemudian melintasi perkampungan Kehidupan pahit ini pada berdasarkan keputusan menteri
sederhana sebelum ke luar dari hutan. gilirannya mendorong keberanian kehutanan lalu ditingkatkan
Dengan pengamatan seksama akan masyarakat sekitar hutan untuk ikut menjadi sebuah keputusan
diketahui pula bahwa pengemudi truk- terlibat dalam usaha menjarah hasil presiden.
truk ini senantiasa berhenti pada pos- hutan. Sayangnya, mereka hanya
pos tak resmi di pinggir jalan untuk Gagasan dengan iktikad “luhur”
berperan sebagai orang suruhan atau ini sudah diimplementasikan selama 7
menyetor sejumlah uang pada oknum- upahan dari para pemilik modal yang
oknum yang seyogyanya mempunyai tahun dengan rencana anggaran selama
dilindungi aparat keamanan. Kaum kurun waktu tersebut sebesar 50 juta
kewenangan jabatan untuk ikut lelaki dari desa-desa setempat sering
mengamankan kawasan hutan dari mata uang Eropa.
diupah –dengan dipinjamkan senso atau
praktek-praktek penebangan hutan dikreditkan pembeliannya– untuk Melalui publikasi media yang
yang melanggar hukum. Persekong- melakukan penebangan pohon dan dilansir oleh pemrakarsa proyek ini,
kolan penjarah hutan ini berlangsung membelahnya di dalam hutan, lalu kecuali keberhasilan programnya dapat
sangat rapi, meluas dan berlanjut. Itu menyaradnya dengan kerbau atau dikatakan hampir tidak diketahui
mungkin sebabnya maka jarang sekali memanggulnya keluar hutan sampai di publik berbagai kegagalan atau
pelaku utama atas kasus kejahatan di pinggir jalan cabang. Mereka juga penyimpangan dari proyek ini. Namun,
bidang kehutanan yang sampai diadili diupah untuk membongkar-muat di kebingungan publik mulai meruak
di ruang pengadilan. Kalau pun ada – kilang-kilang kayu yang tak jelas pula ketika banyak pula media massa yang
satu dua kasus - maka yang menjadi izinnya. Sementara, kaum perempuan mengungkapkan bahwa Taman
terdakwa dan duduk di kursi pesakitan mengambil upah mengupas kulit-kulit Nasional Gunung Leuser yang menjadi
adalah warga kampung setempat! kayu gelondongan di base-camp HPH. kawasan inti proyek ini ternyata terus
dirambah selama proyek ini membiayai
Menjadi Orang Upahan di Negeri Pekerjaan penuh resiko ini berbagai kegiatannya, sedang luas
Sendiri sesungguhnya hanya mendapat upah kawasan yang dikelola pemrakarsa
Akses jalan menuju sumber- yang kecil pula berdasarkan menggelembung menjadi lebih dari 2,5
sumber kayu di dalam hutan banyak kemampuan jumlah hasil tebangan. juta hektar dengan beberapa kegiatan
terdapat di mana-mana. Jaringan jalan Untuk 2 minggu di dalam hutan – berulang seperti penghijauan dan
ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat setelah dipotong biaya keperluan pematokan tapal batas (..tak jelas
yang memukimi daerah terpencil untuk konsumsi sederhana, rokok murahan apakah tanaman penghjauan ini
mengangkut hasil panen usaha budidaya dan minyak senso, yang dipasok oleh terbakar alami atau sengaja dibakar,
mereka atau hasil hutan dan sungai yang pengupah– mereka kemudian hanya sedang patok-patok ini tak jelas

intip hutan | Februari 2004 9


apakah sengaja dicabut kembali atau membangun jalan ini sangat gencar Seperti inilah agaknya penyikapan
pematokannya fiktif belaka?). dikumandangkan. Kehendak yang masyarakat pedalaman terhadap kedua
Kenyataan membingungkan ini terkesan dipaksakan ini segera saja megaproyek ini. Dan, ini tentu sangat
menunjukkan bahwa tak ada hubungan memunculkan reaksi penolakan rawan untuk menyulut konflik
signifikan antara besarnya terutama dari kalangan organisasi non- horizontal dan vertikal!
sumberdaya yang dikeluarkan untuk pemerintah yang berkantor di Jakarta
yang kemudian diketahui merupakan Aneka Kesamaan Dwi-Megaproyek
membiayai proyek ini dengan upaya
mengamankan kawasan dari bagian dari skenario penolakan yang Dwi-megaproyek ini –
gencarnya perambahan, serta tak ada dimobilisasi oleh pemrakarsa mega pengembangan Kawasan Ekosistem
pula kepastian luas kawasan ekosistem proyek pertama. Leuser dan jejaring jalan Ladia Galaska
Leuser ini. Menarik juga mengamati Promosi dua itikad “luhur” di atas – kecuali berbeda dalam menempuh
bahwa meski di tahun 2001 telah berlangsung gegap-gempita di kota- cara untuk menyejahterakan rakyat,
dikeluarkan sebuah intruksi presiden kota besar jauh dari pedalaman hutan sesungguhnya mempunyai banyak
kepada 8 pejabat tinggi setingkat Aceh. Informasi terbatas tentang kesamaan. Jika dirunut maka
menteri untuk memberantas keduanya benar-benar membingungkan setidaknya akan diperoleh senarai
penebangan liar di Taman Nasional banyak kalangan, terutama rakyat kesamaan itu, antara lain: proyek
Gunung Leuser, namun kegiatan setempat yang diterpa kehidupan sangat sama-sama di daerah Aceh, sama-
memorakporandakan hutan di kawasan menyulitkan. Di saat-saat mereka masih sama mendapat restu presiden dan
megaproyek ini tidak juga berhenti. harus tertatih memikul hasil buminya persetujuan gubernur, sama-sama
(……apakah sedang berlangsung untuk dijual ke kota dengan berjalan terkesan punya niat luhur dan
“pembangkangan struktural” yang kaki menempuh belasan bahkan kehendak yang kuat, sumberdana
mengiringi megaproyek ini?). puluhan kilometer jalanan kampung, sama-sama berasal dari luar negeri
sebagian dari keluarga mereka ada yang (hibah dan hutang), sama-sama
Sementara itu, megaproyek melibatkan perantau Aceh, sama-sama
pembangunan jejaring jalan yang tak jelas kuburnya atau tak tentu
nasibnya di pengungsian, serta hutan memobilisasi dukungan ornop luar
disebut dengan Ladia Galaska diduga Aceh untuk lebih risau dari orang Aceh
akan dimulai pada tahun 2003 ini dan yang dipasangi plang himbauan untuk
dilestarikan ternyata digerus habis- di daerah, pelibatan masyarakat sama-
ditengarai telah pula mendapat sama dilakukan dari atas (top-down),
rekomendasi presiden. habisan di depan mata, ternyata hanya
sayup-sayup mereka mendengar ada sama-sama ditengarai rawan perilaku
Proyek ini juga dimaksudkan proyek-proyek besar untuk kepentingan korupsi oleh banyak pihak, dan banyak
untuk menyejahterakan masyarakat mereka. Yang satu proyek melestarikan aneka kesamaan lainnya.
pedalaman Aceh dengan membuka sumber-sumber daya alam untuk Dalam perspektif seperti ini,
daerah-daerah yang terisolir dengan kesejahteraan hidup dalam jangka keberatan dari masing-masing pihak
membangun ruas-ruas jalan sepanjang panjang namun tak begitu mereka sebagai implikasi perbedaan pilihan cara
lebih dari 1.200 kilometer (…kemudian pahami manfaat langsungnya, sedang tak semestinya harus “dipertarungkan”
memanjang lagi menjadi lebih dari yang lain proyek membuka isolasi dengan mengatasnamakan masyarakat.
1.600 kilometer?) dan jembatan- daerah mereka dengan membangun Kompromi tentu jauh lebih baik bagi
jembatan dengan panjang total sekitar sarana jalan padahal jalan-jalan yang masyarakat setempat. Karena,
2.650 meter. sudah ada nyatanya digunakan pula kompromi dalam hal ini tentu
Pembangunan jalan dengan untuk merambahi sumber-sumber dimaksudkan untuk mengurangi,
daerah milik jalan selebar 30 meter ini kehidupan mereka. meredam, bahkan menghilangkan
direncanakan tuntas dalam waktu 5 Masyarakat pedalaman yang berbagai ragam kekhawatiran yang
tahun dengan biaya lebih dari 1,18 turun-temurun sangat akrab dengan ditengarai oleh yang lain apabila dwi-
trilyun rupiah. Informasi tentang potensi sumberdaya alam asli daerah ini megaproyek ini mesti dilanjutkan juga.
rencana pembangunan yang dilansir sesungguhnya tak tahu persis bahwa Untuk sampai pada maksud ini,
pihak terkait mengungkapkan bahwa nama mereka teramat sering disebut- keterbukaan tentang banyak hal
sebagian ruas jalan memang sebut dalam presentasi dwi menjadi keharusan. Sikap menutup
merupakan jalan-jalan lama yang megaproyek itu di ibukota propinsi dan diri yang cenderung eksklusif dan anti-
hendak ditingkatkan mutunya, sedang ibukota negara ini, bahkan dalam dialog dengan maksud hanya
sebagian lagi merupakan ruas jalan forum-forum internasional di luar melindungi “kepentingannya semata”
baru yang mesti membuka kawasan negeri. Mereka juga tak tahu bahwa lalu menyerang pihak lainnya dengan
hutan alam –termasuk yang akan kedua megaproyek di daerah mereka ini memobilasi dukungan semu hanya
membelah Taman Nasional Gunung saling bertentangan satu sama lain. akan menyuburkan prasangka yang
Leuser. dapat berkembang menjadi tuduhan
Beberapa di antara mereka –
Kebingungan banyak kalangan terutama yang merasa memperoleh membabi-buta, yang berujung pada
serta merta muncul karena ditengah sedikit keuntungan dari proyek, karena fitnah.
belum redanya konflik politik yang pendekatan “cerdik” dari pemrakarsa Keterbukaan akan banyak hal
menimbulkan korban jiwa dari hari ke proyek– kemudian merasa pula menjadi tentang kedua proyek besar ini memang
hari dan ribuan pengungsi masih hidup bagian salah satu diantaranya untuk akan menuai banyak kritik. Namun,
terlunta-lunta, kehendak “luhur” untuk menentang dan mencerca yang lain. kritikan ini tentu dapat pula digunakan

10 intip hutan | februari 2004


untuk menyempurnakan gagasan dan dikemas menjadi produk media nan mengetahui sepenuhnya tentang
memperbaiki kekeliruan, jika ada. Ini rancak– agaknya tak ada yang dapat rencana, persiapan, pelaksanaan,
juga akan membantu memperoleh dibantah dari argumen yang dibangun pengawasan dan hasil-hasil yang akan
berbagai tawaran pilihan untuk keduanya. Namun, cukup mudah untuk dan telah diperoleh. Dengan kata lain,
mengantisipasi hal-hal buruk dari ke- dapat menemukan bahwa sering sekali masyarakat mesti berperan dalam
dua proyek. apa yang dipaparkan di tahap setiap tahapan proses proyek dan
perencanaan jarang sekali persis pelibatan ini harus terinternalisasi
Lazim dalam pelaksanaan proyek
sungguh dengan kenyataan kejadian pula dalam anggaran proyek.
di era reformasi ini, akan dituai pula
dan peristiwa yang kemudian
tuntutan banyak kalangan –terutama Berperannya masyarakat setempat
berlangsung. Kadangkala diketahui
para pemangku kepentingan utama/ dalam setiap tahapan selayaknya
pula kemudian bahwa apa yang
pendukung– agar pemrakarsa proyek menjadi keniscayaan, karena atas nama
dilaporkan resmi atau dipublikasikan
senantiasa menganut prinsip-prinsip merekalah dwi-megaproyek ini
meluas ternyata berbeda dengan apa
atau nilai-nilai tertentu seperti mendapat dukungan dan bantuan dari
yang ada.
berkeadilan, pelestarian, berkelanjutan, mana-mana. Karena itu, sudah
transparansi, akuntabilitas, kontributif- Pada situasi seperti ini, biasanya semestinya menjadi jelas bagi
partisipatif, dan lain sebagainya. upaya pembenaran agar mendapat masyarakat pedalaman Aceh apa
kemakluman dilakukan dengan cara- manfaat dan kerugiannya bagi mereka
Untuk itu, seyogyanya masing-
cara yang kurang pantas. Karena itu, kalau dwi mega proyek ini dilanjutkan,
masing pemrakarsa beserta para
bagaimana kegiatan-kegiatan proyek serta bagaimana pula kalau bagian
pemangku kepentingan lainnya
dapat dipantau perkembangannya serta proyek yang sedang berjalan
menghindari perbedaan tafsir tentang
bagaimana hasil-hasilnya dapat dinilai dihentikan dan yang belum dikerjakan,
pemaknaan prinsip-prinsip ini dalam
baik-buruk atau benar-salahnya oleh ditunda dulu atau dibatalkan saja.
pengerjaan proyek. Perbedaan tafsir
banyak pihak, menjadi sangat penting
yang dibiarkan, akan membuka peluang Berikan dengan tulus dan
untuk selalu dibicarakan. Dengan
untuk mengelak dari tanggung-jawab seutuhnya pilihan itu pada pada mereka
begini, umpan balik yang konstruktif
ketika penyimpangan-penyimpangan agar apa yang disebut dengan
akan lebih mudah diperoleh.
terjadi, meski disengaja mau pun karena kedaulatan rakyat bukan sekedar
lalai atau ceroboh. Dalam kaitan itu semua, retorika dan rekayasa manipulatif!
masyarakat luas –terutama
Lalu, bila sekedar hanya
masyarakat setempat– semestinya
menyimak paparan proyek –yang
Foto: FWI

Pembangunan Jalan LADIA GALASKA

intip hutan | Februari 2004 11


Illegal Logging TN BBS:
PT SEMAKU JAYA SAKTI
Tumpukan Log di TN Bukit Barisan Selatan Foto: ULAYAT

Ketika BUMD meng-Eksploitasi Taman Nasional di Wilayahnya.


Kasus PT. Semaku Jaya Sakti, sebuah BUMD milik pemerintah Kabupaten Bengkulu
Selatan, membabat TNBBS di Bengkulu Selatan. Out of Control dari pemberlakuan Otonomi
Daerah?

O
tonomi daerah yang diimplementasikan 3 tahun tidak ada lagi kawasan hutan yang memiliki potensi kayu
terakhir, secara umum berdampak negatif terhadap tinggi selain di TNBBS.
sumber daya alam yang ada di daerah. Kebijakan TNBBS sendiri memiliki luas total 356.800 Ha, dan
pengelolaan yang tidak mengacu pada prinsip kelestarian/ secara administratif terbagi di tiga provinsi, masing-masing
sustainable dan hanya memegang prinsip profit oriented Lampung (280.300 Ha), Bengkulu (64.711 Ha) dan
belaka, lebih banyak lahir dan menjadi ancaman baru di Sumatera Selatan (11.789 Ha). Secara Geografis kawasan
Daerah otonom yang berpotensi sumber daya alam. Sumber ini terletak antara 4029‘ - 5057‘ LS dan 103024‘ - 104044‘
daya hutan (SDH), merupakan kekayaan alam terbesar yang BT, dengan dataran rendah (0-600 mdpl) dan dataran tinggi
terkena dampak keserakahan dari kebijakan yang salah di (600-1000 mdpl) di bagian selatan, serta berupa daerah
daerah. Dengan gamblang, izin-izin baru pengusahaan hutan pegunungan di bagian tengah dan utara (1000-2000 mdpl).
dikeluarkan. Sasarannya adalah kawasan lindung dan TN BBS merupakan hutan hujan dataran rendah terluas yang
konservasi. Ini yang juga terjadi di Bengkulu. tersisa di Pulau Sumatera yang karena alasan ekologis, fauna,
Pengrusakan hutan seperti praktek illegal logging, flora, geomorfologi, atau asosiasi zoologinya, penting untuk
perambahan liar, dan bentuk lainnya sudah terjadi di Taman dilindungi dan dilestarikan. Disamping fungsinya sebagai
Nasional Bukit Barisan Selatan (TN BBS) sejak lama. Sejak tempat hidup bagi flora dan fauna yang dilindungi, berfungsi
dimulainya kebijakan Pemerintah untuk mengkomersilkan juga bagi masyarakat di sekitarnya seperti Provinsi Lampung,
sumber daya hutan (kayu) dalam bentuk pengusahaan hutan Bengkulu, Sumatera Selatan dan lain-lain, sebagai sumber
(HPH), TN BBS pun tidak luput dari bencana perusakan oksigen terbesar di daerah mereka. Begitu pun beberapa
besar-besaran tersebut. Keberadaan HPH PT. Bengkulu hulu sungai besar di dalam kawasan yang mengalirkan air
Raya Timber (BRT), yang selanjutnya diteruskan oleh PT. sepanjang tahun, sebagai sumber air minum, pertanian dan
Inhutani V yang konsesinya berbatasan langsung dengan TN lain-lain. Di Bengkulu, TN BBS terletak di Kabupaten Kaur
BBS, secara signifikan turut menyumbang lebih dari 1.000 (dulunya Kab. Bengkulu Selatan) dengan luas 64.711 ha,
hektar hutan yang sudah gundul di kawasan ini. meliputi Kecamatan-kecamatan Linau, Maje, dan Air
Seperti halnya yang terjadi di banyak taman nasional Nasal.uli 2003
di Indonesia, saat ini TN BBS justru menjadi sumber utama Hutan TN BBS yang terdapat di wilayah Bengkulu
bagi para pencari kayu, baik yang dilakukan oleh perusahaan dikelilingi oleh hutan produksi baik hutan produksi terbatas
(IUPHHK/IPKTM) maupun masyarakat/pendatang, untuk maupun tetap, dan berdasarkan wilayah pembagian kawasan
mendapatkan kayu-kayu dengan kualitas baik, minimal untuk termasuk Register-83 untuk hutan produksi terbatas (HPT)
kelas standar jual. Ini disebabkan karena di wilayah tersebut Kaur Tengah (13.932,27 Ha), Register-85 HPT Bukit

12 intip hutan | februari 2004


Kumbang (10.772,91 Ha), serta Register-84 hutan produksi Gencarnya pemberitaan di media lokal dan nasional, dan
Air Sambat (1.938 Ha). besarnya tekanan yang dilakukan Ulayat dan mitra terhadap
Ulayat telah melakukan monitoring dan investigasi illegal kasus tersebut, akhirnya mendapatkan respon serius dari
logging di TN BBS dan sekitarnya di wilayah Bengkulu Dirjen Kehutanan di Jakarta. Agustus 2002, perintah Dirjen
sejak awal 2002. Dan hingga saat ini, Ulayat masih terus Kehutanan kepada Kapolda Bengkulu untuk segera
melakukan monitoring dan investigasi di wilayah yang sama, melakukan penyelidikan lapangan pun dikeluarkan. Kapolda
sekaligus melakukan pendampingan dan pengorganisasian dan jajarannya segera melakukan operasi lapangan
masyarakatnya yang tinggal di sekitar TN BBS dalam rangka sehubungan dengan laporan illegal logging oleh PT. Semaku
menguatkan posisi penolakan masyarakat terhadap illegal di TN BBS. Dalam operasi tersebut, Polda menahan 6 orang
logging di TN BBS dan sekitarnya. yang dijadikan tersangka dan bertanggung jawab atas
kegiatan ilegal tersebut. Di antaranya adalah Idrus Sanusi
Kasus Illegal Logging oleh BUMD PT. Semaku Jaya sebagai Direktur Utama PT. Semaku Jaya Sakti dan Alfonso
Sakti sebagai Ketua Koperasi Rahmad Wana Desa. Arogansi Polda
Bengkulu untuk menangani langsung kasus tersebut,
Februari 2002, dalam sebuah investigasi yang dilakukan didasarkan atas bukti keterlibatan aparat dan melempemnya
Ulayat di TN BBS dan sekitarnya, ditemukan beberapa bukti fungsi pengawasan yang dilakukan Polres dan Polsek
dan fakta lapangan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh setempat. Sekda Kab. Bengkulu Selatan pun dituduh ikut
sebuah perusahaan, yang jelas - jelas melakukan penebangan bertanggung jawab atas terjadinya penebangan di TN BBS
di dalam kawasan TN BBS, berdasarkan bukti foto-foto oleh PT. Semaku tersebut.
dan rekaman video saat itu.
Kasus illegal logging PT. Semaku di TN BBS semakin
Belakangan dari investigasi meja , diketahui perusahaan berkembang. Monitoring dan investigasi di lapangan pun
tersebut adalah PT. Semaku Jaya Sakti, sebuah BUMD milik masih terus dilakukan, untuk melihat situasi, kondisi dan
pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan yang beroperasi perkembangan terbaru dari kasus di lapangan, agar tidak
atas izin IPKTM. Di dalam izinnya, disebutkan bahwa kecolongan. Setelah beberapa waktu, akhirnya proses
Semaku kerjasama operasi (KSO) dengan Koperasi Rahmat peradilan terhadap pelaku illegal logging di TN BBS mulai
Wana Desa (Izin IPK Khusus No.291 th 2001 atas nama dilakukan. Polda pun masih terus melakukan penyidikan
PT. BUMD. Semaku Jaya Sakti KSO Koperasi Rahmat mendalam terhadap siapa saja yang terlibat dalam kasus
Wana Desa) dengan target produksi 11.084,44 m3 (selama tersebut.
8 bulan), dengan lokasi konsesi di Eks PT. HPH BRT- lokasi
Perjalanan proses PT. Semaku dan orang-orangnya
Perambah, seluas 1.250 Ha.
menuju ke persidangan, masih menjadi topik dalam
Berdasarkan hasil investigasi lapangan dan meja tersebut, pemberitaan media-media lokal dan nasional. Koran, Televisi
jelas bahwa Semaku dan mitra kerjanya terbukti melakukan dan Radio, semakin sering mengangkat kasus Semaku
penebangan di dalam TN BBS, sekaligus menyalahi izin sebagai berita lokal. Situasi tersebut menjadi salah satu yang
konsesi, karena ketika itu mereka sama sekali tidak menguntungkan bagi Ulayat, dalam hal studi kliping dan
melakukan penebangan dan pemungutan kayu di konsesi monitoring kasus PR. Semaku di media.
yang sudah ditetapkan dalam izin yang dikantongi.
Walaupun status tersangka terhadap PT. Semaku Jaya
Berdasarkan pengamatan Ulayat langsung di lapangan waktu
Sakti sudah ditetapkan, dan berkas perkara beberapa
itu, memang wilayah konsesi PT. Semaku yang seharusnya,
tersangka mulai diproses untuk diajukan ke pengadilan,
tidaklah lagi memiliki potensi kayu yang baik atau standar
namun dalam kasus ini beberapa kejanggalan mulai terbaca
jual, karena hanya menyisakan tegakan muda, tegakan tak
dan menjadi catatan sejarah penting dalam penanganan
berkelas, dan rebahan kayu yang terbakar hasil pembukaan
sebuah kasus illegal logging di Bengkulu. Mungkin ini sudah
lahan untuk perkebunan oleh masyarakat setempat/
menjadi tabiat pihak yang berwenang dalam menangani kasus
pendatang. Ini ironis, ketika kegiatan ilegal menebang di
illegal logging. Dalam kasus PT. Semaku, dari 6 tersangka
dalam kawasan konservasi, dilakukan oleh sebuah BUMD
hanya 2 tersangka yang berkasnya diajukan ke Pengadian
secara terang-terangan, dan berjalan lancar dengan tanpa
Negeri Bengkulu untuk disidangkan. Sisa berkas lainnya
pengawasan sama sekali. Padahal, sebuah pos aparat yang
dikembalikan Polda, karena menurut tim penyidik Polda,
berada tepat di sisi pintu gerbang jalan logging utama PT.
tidak cukup bukti untuk mengajukan berkas tersebut ke
Semaku, setiap harinya selalu penuh dengan polisi-polisi
pengadilan. Salah satu tersangka yang luput dari itu adalah
yang berjaga. Kondisi tersebut semakin menguatkan bahwa
Idrus Sanusi, aktor intelektual PT. Semaku.
kegiatan illegal PT. Semaku dan mitranya, di bekingi penuh
oleh aparat setempat. Walaupun sempat ditahan beberapa hari, akhirnya Idrus
pun dibebaskan. Keanehan sudah terjadi sewaktu Idrus masih
Sampai pada sebuah konferensi pers yang dilakukan
dalam tahanan Polda. Saat itupun proses pengajuan Amdal
Ulayat untuk sebuah koran nasional terbesar, yang akhirnya
di Bapeda Propinsi tetap berjalan (Izin Pengajuan Amdal
memberitakan kasus tersebut dalam laporan khusus dua
dilakukan di propinsi karena belum ada Bapedalda TK II di
halaman, berdasarkan informasi dan bukti yang Ulayat
Kab. Bengkulu Selatan), tanpa ada perlakuan hukum khusus
berikan. Dan media lokal pun menjadi proaktif dalam
terhadap BUMD tersebut, berkenaan dengan status hukum
pemberitaan perkembangan kasus tersebut. Semakin besar
dan tahanan yang sedang dijalani oleh direktur utamanya.
dan ramai dibicarakan, menjadikan kasus ini sebagai kasus
Amdal yang diajukan adalah Amdal untuk Izin Usaha
illegal logging terbesar di Bengkulu.
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) No.496. th 2001

intip hutan | Februari 2004 13


Foto: ULAYAT

Aktivitas pembukaan jalan di TN BBS

atas nama PT. BUMD Semaku Jaya Sakti –dengan luas areal menggunakan izin IPKTM berdasarkan SK Bupati No 787
konsesi 21.000 Ha di wilayah HPT Bukit Kumbang dan HP s/d 790 tgl 29 Oktober 2002; No. 816 s/d 820 tgl. 1
Air Sambat, Kaur, Bengkulu Selatan– yang sudah lebih dulu Nopember 2002; No. 109 s/d 113 tgl. 18 Maret 2003; dan
keluar tanpa dilengkapi dengan dokumen Amdalnya. Ini juga No. 218 s/d 224 tgl. 24 April 2003. Namun Kegiatan ini
menjadi sesuatu yang sangat buruk yang ditunjukkan pemda mengalami perubahan rencana dan bahkan terhenti karena
Bengkulu Selatan dalam memberikan izin tersebut. Untuk adanya permasalahan pembukaan lahan tanpa seizin
izin yang ini, PT. Sirlando Reksa Utama, kontraktor lapangan masyarakat setempat. Dengan terhentinya aktivitas
Semaku, sudah membangun infrastruktur jalan logging dan penebangan di lahan konsesi Koprasi Tani Famili maka PT.
sudah masuk ke TN BBS lebih dari 1 km. Indo Bangun Jaya pun menggalang kerjasama dengan PT.
Semaku Jaya Sakti. Dari jalan yang telah dibuat di wilayah
28 Mei 2003 Pengadilan Negeri Bengkulu
ini terlihat penimbunan anak sungai dan pembongkaran tanah
mengeluarkan keputusan No. 08/put.pit/2003. tentang
untuk meratakan jalan. Lebar jalan tersebut (jalan poros)
hukuman terdakwa Syabiin dalam kasus TN BBS
mencapai 8 – 12 M, dan pembuatan jembatan yang akan
dengan penjara 1 tahun dan denda satu juta rupiah serta
menyeberangi Sungai Nasal dengan badan jalan di sekitar
putusan No. 09/put.pit/2003 tanggal 28 Mei 2003.
jembatan, melalui kebun masyarakat (tanaman durian dan
tentang hukuman terdakwa Alfonso dalam kasus TN
damar). Semua kegiatan tersebut sama sekali tanpa
BBS dengan penjara 1,5 tahun dan denda satu juta
perundingan dengan pemilik tanah (masyarakat Adat
rupiah.
Semende), yang akhirnya memunculkan konflik baru.
Oktober 2003, sebuah formalitas hukum digelar
Sejak Kaur resmi menjadi kabupaten baru, dan
Pengadilan Negeri. Setelah sebelumnya dikabarkan Polda
memisahkan diri dari Kabupaten Bengkulu Selatan, pada
bahwa tidak cukup bukti untuk mengajukan Idrus Sanusi ke
dasarnya semua gerak PT. Semaku semakin sulit untuk
meja hijau, akhirnya Pengadilan Negeri Bengkulu melakukan
melakukan eksploitasi dengan bebas seperti sebelumnya.
persidangan dan memutuskan Idrus Sanusi bersalah dan
Walaupun demikian, Pemda Bengkulu Selatan tetap
diganjar tahanan 4 bulan penjara, dipotong masa tahanan.
mempertahankan BUMD tersebut meneruskan izin PT.
Monitoring dan investigasi Ulayat Agustus 2003–18 Semaku di wilayah Kaur. Pihak Pemda Bengkulu Selatan
bulan paska terangkatnya kasus PT. Semaku di permukaan– sendiri menilai PT. Semaku Jaya Sakti tidak melakukan
juga membuktikan bahwa kegiatan logging di lapangan, kesalahan. Menurut mereka, semua proses pelaksanaan di
termasuk log pond di pelabuhan Linau Kec. Maje Kab. Kaur, lapangan sepenuhnya dilakukan mitra PT. Semaku, dan harus
masih terus dilakukan PT. Semaku. Pembangunan jalan bertanggung jawab langsung sebagai perusahaan yang
logging baru, juga dilakukan PT. Sirlando, kontraktor melakukan kegiatan penebangan. Dan itu di luar tanggung
lapangan PT. Semaku yang sudah bekerja sama sejak awal jawab perusahaan induk, dalam hal ini PT. Semaku Jaya Sakti.
kasus. Kasus lain yang teridentifikasi dalam investigasi ini Karena alasan-alasan tersebut, maka pemerintah Kabupaten
adalah bahwa PT. Semaku Jaya Sakti melanjutkan aktivitas Bengkulu Selatan mengeluarkan kebijakan untuk
penebangan yang bekerjasama dengan PT. Indo Bangun Jaya memberlakukan kembali izin PT. Semaku Jaya untuk
(perusahaan dari Jambi). PT. Indo Bangun Jaya merupakan pemanfaatan sisa tebangan. Situasi lapangan terakhir, PT
mitra Koperasi Tani Famili yang mengantongi izin lokasi Semaku Jaya Sakti masih melakukan penebangan dan
dibidang perkebunan sawit berdasarkan SK Bupati No. 672 pengeluaran log di pelabuhan Linau. Bahkan telah
Tahun 2001 tanggal 27 Desember 2001, dengan lokasi mengapalkan 4.000 M3 log yang siap diangkut ke Medan
perkebunan pada kawasan Areal Peruntukan lainnya (APL) Sumatera Utara, walau pada bulan September 2003 kapal
di Kec. Kaur Selatan dan Kec. Maje dengan luas areal 4.615 tersebut kandas di pelabuhan, sebelum sempat berangkat,
ha. Dalam kegiatan landclearing, Koptan Famili karena perizinan yang belum lengkap.

14 intip hutan | februari 2004


PERHUTANI VS
Masyarakat sekitar Hutan:
Sudah 12 Nyawa Melayang
Yogyakarta-Sejak 1998-2003, Setidaknya dua belas Darsit, Rebo, dan Kasmin adalah tiga dari ribuan massa
orang telah menemui ajalnya akibat penembakan dan itu. Melihat adanya prospek menambah penghasilan, mereka
penganiayaan aparat keamanan hutan negara di seluruh meninggalkan pekerjaan menyiangi sawah dan pergi ke hutan
kawasan hutan yang dikelola Perhutani. Setidaknya tiga dengan berbekal sebuah kapak. Belum satu pohon mereka
puluh enam orang terluka, juga akibat penembakan dan tebang, pasukan Brimob dan Polhut menyerbu dan
penganiayaan petugas keamanan. Keluarga korban yang memberikan tembakan peringatan.
tewas tidak pernah mendapatkan penjelasan yang Berondongan itu menakutkan mereka. Bertiga mereka
memuaskan. Berikut kilas balik peristiwa bersejarah dalam lari tunggang-langgang meninggalkan hutan. Beristirahat
pengelolaan hutan Jawa yang telah menyia-nyiakan nyawa sebentar di pinggir hutan, di dekat sawah. Mereka mengira
manusia. pasukan tersebut tidak akan mengejar sampai ke desa; ke
luar kawasan hutan; ke luar dari tempat yang dianggap
28 Juni 1998. Angin reformasi bertiup kencang di
‘wilayah kewenangan’ mereka. Tiba-tiba tembakan terdengar
Randublatung, Blora. Jatuhnya Soeharto membongkar
lagi. Bertiga mereka kembali lari, menembus sawah Desa
semua rasa marah masyarakat yang selama ini direpresi.
Mendenrejo.
Ratusan, bahkan ribuan orang, berangkat ke hutan untuk
melakukan panen raya di hutan negara tanpa menghiraukan Berondongan peluru mengikuti mereka. Darsit terkena
apa yang selama ini dibakukan: hutan negara adalah milik tembakan. Sebuah peluru menembus punggung kirinya
Perhutani dan masyarakat dilarang menebang di sana. Hari membekaskan lubang menganga di dada kirinya. Rebo
itu, dan bulan-bulan sesudahnya, hutan menjadi milik terjungkal setelah sebuah peluru merobek ususnya. Kasmin
masyarakat. Hutan diklaim sepihak, dan aparat keamanan roboh ditembak di bokongnya.
tidak berdaya menjaga hutan, kalau tidak malah ikut Mereka bertiga ditembak dari belakang. Darsit tewas
berkecimpung dalam bisnis kayu gelap ini. seketika. Rebo meninggal 11 hari kemudian. Kasmin tak
pernah menginjakkan kakinya lagi di hutan sejak saat itu.
Tiga laki-laki paling dicintai Sawi, istri Darsit dan kakak
kandung Rebo dan Kasmin, ditembak hari itu. Sawi
kehilangan dua di antaranya.

4 November 2000. Pagi itu Jani, seorang petani tanpa


lahan asal Desa Cabak, Kecamatan Jiken, Blora, sedang
berjalan menuju ladangnya. Ia membawa sebuah cangkul dan
bukan kapak. Ia berjalan melewati kawasan hutan negara
yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Cepu.
Sebuah pohon yang sudah tumbang sejak semalam
tergeletak di jalan. Jani sempat menghentikan langkahnya.
Pada saat yang sama, secara tiba-tiba, pasukan Brimob dan
polisi hutan memuntahkan tembakan. Jani terkejut dan lari
tunggang-langgang. Malang, langkahnya kembali terhenti.
Bukan pohon tumbang kali ini, sebuah peluru menembus
tubuhnya dari punggung, tembus melalui perut.
Jani ditembak dari belakang. Ia tumbang dan tewas saat
itu juga.
Musim kemarau, 2002. Supadi dan Pasir pergi
menjaring burung di hutan jati KPH Randublatung. Burung
bisa menjadi tambahan sumber protein bagi petani yang
kehidupannya tak bisa dipenuhi tanah pertanian yang tak
sampai seperempat hektar itu. Tak jauh dari tempat mereka
menjaring burung, kebakaran alang-alang di hutan sedang
Foto: ARuPA

terjadi. Beberapa aparat Perum Perhutani yakin bahwa


kebakaran itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan
dibakar dengan sengaja oleh penduduk sekitar. Entah
mengapa? Dan, persisnya, oleh siapa?
Aksi KAkaPP menentang kekerasan oleh Perhutani di Yogyakarta

intip hutan | Februari 2004 15


Supadi dan Pasir yang hendak adalah yang terakhir. Widji tidak tahu meninggalkan seorang istri yang tengah
menjaring burung, ketika melintas tak hal itu ketika berangkat. Juga mengandung tiga bulan.
jauh dari hutan yang menyala, menjadi keluarganya. Dan teman-teman lainnya Pada saat otopsi jenazah, mereka
tersangka, tertuduh, terdakwa, yang beriringan bersepeda bersama. menyaksikan jenazah Musri dengan dua
tervonis, dan terhukum. Seketika itu Di tengah perjalanan Widji luka tembak di betisnya. Dan sebuah
juga. Pengadilan dilakukan di tempat. dihadang pasukan patroli gabungan lebam menghitam di kepala bagian
Barang bukti berupa tangan mereka Brimob dan Polhut KPH Cepu. belakangnya. Apa yang menyebabkan
berdua yang hitam seperti kena Tembakan peringatan diberikan aparat. Musri tewas? Kehabisan darah akibat
gosongan dianggap cukup untuk Semua teman Widji kabur luka tembak? Sebuah pukulan yang
mendakwa Supadi dan Pasir. Hukuman menyelamatkan diri. Tak ada yang tahu telak di otak kecil? Musri tergulung
yang dijalani mereka adalah pukulan persis apa yang terjadi dengan Widji masuk ke dalam jurang? Musri
bertubi-tubi oleh sekelompok aparat yang tertinggal sendirian. Di tengah tertembak dan jatuh sehingga bagian
Perhutani. Sebuah jenis hukuman yang hutan. Dekat Desa Payaman. belakang kepalanya terantuk benda
tak pernah disebut dalam kitab undang- keras? Dua bulan berlalu sudah. Tak ada
undang mana pun. Tak ada perlawanan Di rumah Widji, istrinya menunggu
sampai malam hari dengan hati was- hasil otopsi. Keluarga tak tahu harus
dari dua petani kurus itu. berbuat apa.
was. Pukul 11 tengah malam, Ningwati
Tangan Supadi dan Pasir hitam memutuskan untuk mencari suaminya
karena melumuri jaring burung dengan Di Seluruh Jawa, 1998-2003.
ke hutan Payaman. Baru keesokan Setidaknya dua belas orang telah
isi batu baterai dicampur getah pohon harinya, Ningwati mengetahui bahwa
pisang. Cara tradisional menggelapkan menemui ajalnya akibat penembakan
Widji terbaring di rumah sakit. Dalam dan penganiayaan aparat keamanan
benang nilon jaring burung ini tak keadaan koma. Dengan tubuh dan
diketahui oleh para waker Perhutani. hutan negara di seluruh kawasan hutan
wajah babak belur hingga sukar yang dikelola Perhutani. Setidaknya
Seandainya saja para waker itu sempat dikenali. Telinga Widji mengeluarkan
bertanya. tiga puluh enam orang terluka, juga
darah. Widji koma selama 10 hari, akibat penembakan dan penganiayaan
Mereka berdua pulang dengan sampai ia dinyatakan meninggal, 18 petugas keamanan. Keluarga korban
wajah kuyu, penuh lebam, bonyok, dan Oktober 2002. yang tewas tidak pernah mendapatkan
berdarah. Dengan tubuh ringkih dan penjelasan yang memuaskan.
16 Desember 2003. Musri dan
lunglai.
empat temannya membelah pohon kayu Penyelesaian tuntas terhadap kasus-
13 November 2002. Widji, seorang jati di Petak 26 RPH Sugih BKPH kasus di atas sampai saat ini tak kunjung
petani yang juga pedagang kayu, Sugih KPH Randublatung. Di kawasan terlihat. Akar persoalan dari kejadian
membeli beberapa balok kecil kayu dari hutan negara itu juga Musri ditembak inipun tak kunjung diselesaikan oleh
Desa Payaman dan mengangkutnya di kakinya oleh pasukan patroli pemerintah. Jikalau pendekatan seperti
dengan sepeda. Ia sering melakukan gabungan Brimob dan Polhut. Kabar ini terus dilakukan oleh Perhutani, maka
perjalanan ini, sungguh seperti rutinitas menyebar dan akhirnya sampai pada tak diragukan lagi korban-korban
saja, setiap saat ia membutuhkan keluarga, “Musri tertembak!” Empat berikutnya akan muncul dalam jumlah
tambahan penghasilan karena hasil jam kemudian. yang lebih besar lagi.
pertanian tidak mencukupi; tanahnya Keluarganya menyusul ke rumah Sumber: Koalisi Advokasi Anti Penembakan
tidak cukup luas. Tapi perjalanan ini sakit. Musri telah meninggal dunia, dan Penganiayaan oleh Perum Perhutani

Aktivis
KAkaPP
membawa
Foto: ARuPA

simbol
nisan
korban
penganiayaan
Perhutani

16 intip hutan | februari 2004

You might also like