Professional Documents
Culture Documents
E
kosistem Meratus merupakan Selatan. Pegunungan ini menjadi
kawasan pegunungan yang bagian dari 8 kabupaten di Provinsi kawasan ini sangat penting bagi
membelah Provinsi Kalimantan Kalimantan Selatan yaitu: Hulu Sungai Provinsi Kalimantan Selatan sebagai
Selatan menjadi dua, membentang Tengah (HST), Hulu Sungai Utara kawasan resapan air. Di sisi lain
sepanjang ± 600 km² dari arah tenggara (HSU), Hulu Sungai Selatan (HSS), kondisi kelerengan lahan yang cukup
dan membelok ke arah utara hingga Tabalong, Kotabaru, Tanah Laut, terjal dan jenis tanah yang peka erosi
perbatasan Kalimantan Timur. Secara Banjar dan Tapin. menjadikannya memiliki nilai
geografis kawasan Pegunungan Pegunungan Meratus merupakan kerentanan (fragility) yang tinggi.
Meratus terletak di antara 115°38’00" kawasan berhutan yang bisa Dengan berbagai pertimbangan di atas
hingga 115°52’00" Bujur Timur dan dikelompokkan sebagai hutan dan juga fungsi kenyamanan
2°28’00" hingga 20°54’00" Lintang pegunungan rendah. Kawasan ini lingkungan (amenities) bagi
masyarakat di bagian hilir, maka
penutupan hutan merupakan satu-
satunya pilihan, sehingga kawasan
hutan Pegunungan Meratus harus
dipertahankan sebagai hutan lindung
dan dijauhkan dari perusakan.
Berdasarkan tipe penutupan
lahan kawasan Pegunungan Meratus
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: Hutan
Dataran Tinggi (+ 11.345 ha), Hutan
Pegunungan (+ 26.345 ha) dan Lahan
Kering tidak Produktif (+ 8.310 ha).
Sedangkan berdasarkan pengamatan
okuler, sebagian besar tataguna lahan
di sekitar hutan lindung Pegunungan
Meratus adalah areal perladangan,
hutan sekunder hingga semak belukar
serta perkebunan rakyat.
Foto: LPMA
hidup dalam interaksi manusia dengan
alamnya, yang oleh masyarakat Dayak
disebut sebagai Aruh.
Salah satu komunitas adat Dayak
yang berada di kawasan pegunungan
Meratus adalah Balai Kiyu. Komunitas
ini menetap di bagian utara kawasan
pegunungan Meratus, sepanjang
Sungai Panghiki dan di kaki Taniti
(bukit) Calang, yang secara
administratif berada dalam wilayah
Desa Hinas Kiri, Kecamatan Batang
Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah. Kampung Kiyu merupakan
satu wilayah adat seluas ±7.632 hektar
dan terdiri dari dua balai (rumah adat)
yaitu Balai Kiyu dan Balai Haraan Hulu
yang membawahi ±67 umbun
(keluarga). Sebagian besar masyarakat
Kiyu menganut sistem kepercayaan
Balian (agama asal).
Memiliki tanah yang luas
merupakan anugerah bagi masyarakat
Meratus. Mereka mengandalkan
sumber daya alam setempat (resource
based activity) dan mengambil
secukupnya yang mereka butuhkan,
karena itu setiap umbun memiliki jatah
tanah masing-masing enam payah (± 3
ha) tanah dan jika memang perlu dan Kegiatan mengikis kulit kayu manis oleh masyarakat Meratus
mampu boleh mengelola lebih dari itu.
Sistem kepemilikan tanah mampu mengelola lahan, tanpa ditanami tanaman keras, dan tentu saja
masyarakat Dayak Meratus didasarkan membedakan jenis kelamin. jika tanah tersebut dijual (yang belum
pada kesepakatan dan kepercayaan Melalui perkawinan kepemilikan pernah terjadi dalam Balai Kiyu).
dalam aturan adat, tanpa menggunakan tanah dapat juga diberikan apabila salah Masyarakat Balai Kiyu mengenal
bukti tertulis. Jadi, meskipun tanah satu warga Balai Kiyu menikah dengan pembedaan bentuk permukaan bumi,
tersebut secara turun-temurun dimiliki orang luar dan memilih untuk tetap terutama berkaitan dengan pembagian
oleh masyarakat Dayak Meratus di tinggal di Kiyu, maka kepadanya peruntukan pengelolaan lahan.
Balai Kiyu, namun tidak satu pun dari diberikan izin untuk mengelola tanah Berdasarkan kesepakatan masyarakat
mereka yang memiliki surat di sekitar wilayah Kiyu. Jual beli juga Kiyu, wilayah adat Kiyu dibagi menjadi
kepemilikan tanah. Batas-batas tambit/ menjadi salah satu mekanisme yang beberapa kelompok penggunaan lahan.
kepemilikan yang digunakan adalah dikenal oleh warga Kiyu dimana jual Hampir 6.900 hektar dari kawasan adat
penanaman tanaman keras seperti karet beli tanah bisa dilakukan tetapi sebatas Kiyu merupakan katuan (hutan)
atau kayu manis, rumpun bambu atau hanya antar masyarakat Dayak di Balai larangan yang tidak boleh digunakan
kayu lurus, batang pinang, dan sungai. Kiyu saja. Sedangkan sewa menyewa untuk bahuma (bertanam) karena
Penentuan batas ini merupakan lahan harus dengan persetujuan Kepala dipercayai sebagai kediaman leluhur
kesepakatan antar pemilik-pemilik Padang dan hanya boleh ditanami masyarakat Balai. Katuan larangan
lahan yang berbatasan langsung, palawija atau tanaman berjangka merupakan kawasan hutan yang sama
sehingga tidak timbul masalah di pendek lainnya. Syarat pembayaran sekali tidak boleh ditebang, tetapi hasil
kemudian hari. sewa adalah bagi hasil atas panenan hutan selain kayu masih bisa diambil
Di Balai Kiyu, secara garis besar yang diperoleh penyewa dengan oleh masyarakat. Hutan ini letaknya
sistem kepemilikan tanah digolongkan perbandingan 1 bagian untuk pemilik di gunung-gunung pada ketinggian di
berdasarkan pewarisan, perkawinan, tanah dan 3 bagian untuk penyewa. atas 700 meter dari permukaan laut,
jual beli, dan sistem sewa. Berdasarkan Kepemilikan tanah bisa menjadi dan merupakan daerah perlindungan
pewarisan, pembagian tanah yang hilang apabila si pemilik tanah selain bagi tumbuhan dan hewan di
dilakukan oleh orang tua kepada anak- meninggal dunia, tanah dihumai oleh dalamnya juga sebagai daerah penyedia
anaknya lebih melihat pada seberapa orang lain karena si pemilik lama sumber air bagi masyarakat Kiyu.
besar kemampuan masing-masing anak meninggalkan balai dan lahannya tidak
Foto: ARuPA
untuk pertumbuhan ekonomi. Untuk
melihat bagaimana “politik penjarahan
hutan” di masa ini bekerja maka saya
akan memfokuskan pada pengalaman
Penjarahan hutan pinus di Wonosobo, di kawasan hutan negara
masyarakat adat sebagai kelompok
utama penduduk negeri ini. Kelompok memimpin pemberontakan di daerah) Sejak semula, penerapan sistem
yang secara tekstual dilindungi hak- dan keluarga serta kerabat Presiden konsesi HPH telah menjadi bagian dari
haknya oleh UUD 1945 dan saat ini Soeharto yang berkuasa pada masa itu. skenario politik kekuasaan untuk
populasinya diperkirakan hanya Para elit penguasa ini kemudian menjamin dominasi militer dalam
berkisar antara 50 – 70 juta orang, membangun kerjasama dengan para pemerintahan, tentunya disamping
paling menderita secara materil dan pedagang untuk mengeksploitasi hutan tujuan resmi untuk meningkatkan
spritual atas penerapan politik dengan keterlibatan yang sangat penerimaan pendapatan bagi
pembangunan Rejim Orde Baru terbatas dari para rimbawan (forester). pemerintah untuk melaksanakan
sebagaimana dialami masyarakat adat Di sebagian besar perusahaan HPH pembangunan ekonomi. Penerapan
di Jawa pada masa kolonial. keterlibatan para rimbawan ini bahkan sistem konsesi HPH sejak awal sudah
Kalau perambahan hutan sebagai tidak lebih dari sekedar pemenuhan cacat politik dan hukum. Sebagian
kekayaan rakyat di Jawa oleh organisasi syarat administratif untuk mendapatkan besar dari areal konsesi HPH yang
pedagang swasta VOC dilakukan hanya ijin atau pengesahan Rencana Karya diberikan kepada perusahaan
atas dasar kekuasaan politik dan Tahunan (RKT). penebangan hutan berada di kawasan-
penaklukan, sedangkan di masa Rejim Pemerintah juga merasa perlu kawasan hutan yang belum
Orde Baru yang dipimpin oleh militer, mengeksploitasi kawasan-kawasan dikukuhkan, yang artinya bahwa
perambahan hutan yang juga dilakukan hutan secara langsung dengan kawasan-kawasan yang belum
oleh perusahaan-perusahaan swasta membentuk perusahaan negara dikukuhkan ini tidak memiliki bukti-
telah dilandasi dengan produk hukum kehutanan (BUMN) untuk bukti hukum menyatakan bahwa
yang diterbitkan secara tidak mendapatkan areal-areal konsesi HPH kawasan hutan tersebut adalah hutan
demokratis, yaitu UU Pokok di luar Jawa. Sudah menjadi cerita yang negara yang bebas dari atau sama sekali
Kehutanan No. 5 Tahun 1967. Dengan umum bahwa BUMN ini digunakan tidak dibebani hak milik pihak lain.
UU ini dimulailah era sistem konsesi oleh para elit penguasa untuk Dengan demikian, penerapan sistem
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di kepentingan politik pribadi atau konsesi HPH di masa Rejim Orde Baru
Indonesia kepada perusahaan- kelompoknya, salah satunya dengan adalah bentuk penjarahan hutan
perusahaan swasta, baik perusahaan menempatkan orang-orang “yang nasional yang paling umum dan
asing yang disinyalir dekat dengan dipercaya” di posisi paling berpengaruh dilakukan secara vulgar oleh kelompok
pusat kekuasaan di negara asalnya di BUMN. Pada tahun 1995 paling kepentingan politik yang dominan pada
maupun perusahaan swasta nasional sedikit ada 586 konsesi HPH dengan waktu itu, yaitu militer yang didukung
yang sebagian diantaranya memiliki luas keseluruhan 63 juta ha, atau lebih para politisi sipil di parlemen
keterkaitan dengan institusi militer atau separuh dari luas hutan tetap, baik yang (khususnya GOLKAR sebagai partai
polisi, petinggi atau mantan petinggi dieksploitasi persahaan swasta maupun politik bentukan militer) dan sebagian
militer (termasuk yang pernah BUMN. para ahli serta praktisi kehutanan.
Kemiskinan di Negeri Nan Kaya semen, pupuk dan kertas, atau di sekitar sungai-sungai. Namun demikian, sangat
Raya industri-industri perkayuan– terpapar gampang pula menemukan pengalaman
Sulit memungkiri bahwa negeri keadaan memprihatinkan tentang mengharukan ketika harus menerima
serambi Mekkah – Nanggroe Aceh kehidupan masyarakatnya. Sementara keramahan masyarakat sederhana –
Darussalam – yang membentang di kehidupan lingkungan usaha ini yang mendiami gubuk-gubuk kecil di
ujung utara pulau Sumatera adalah gemerlap dengan guyuran berbagai tengan hutan– dalam bentuk suguhan
daerah yang teramat kaya. fasilitas modern, masyarakat sekitarnya makanan yang mereka ambil dari
kebanyakan hidup serba sederhana cadangan terakhir yang masih ada.
Kelimpahan sumberdaya alamnya dengan rumah berlantai tanah atau
sungguh menjanjikan kemakmuran dan semen retak-retak, berdinding papan
kesejahteraan merata bagi anak negeri Menguras Hutan Dengan Beragam
keropos atau bata tak berplester, serta Cara
sampai ke pelosok-pelosoknya. beratapkan rumbia atau seng berkarat.
Beragam jenis sumberdaya alam –baik Hanya sebagian kecil dari masyarakat Sumberdaya alam yang melimpah
yang tampak di permukaan bumi seperti sekitarnya yang sedikit mampu memang semestinya dimanfaatkan
hutan dengan manfaat ekonomi maupun berkehidupan sebaliknya. untuk kesejahteraan rakyat. Salah satu
jasa ekologisnya, atau yang tersimpan sumberdaya alam yang dimanfaatkan
di dalam perut bumi berupa bahan Sementara itu pula, nun jauh dari besar-besaran untuk maksud tersebut
tambang berbagai jenis– terserak di imbas gemerlap guyuran fasilitas adalah hasil hutan, terutama kayu.
mana-mana. Ini semua tersedia dan siap modern dan sering luput dari amatan, Agaknya, untuk maksud itulah sejak
untuk dikelola, tentu bagi sebesar- keadaan yang lebih parah dihadapi awal 70-an telah diberikan konsesi
besarnya kemakmuran “rakyat” dalam masyarakat yang memukimi wilayah- pengusahaan hutan kepada lebih dari
jangka panjang. wilayah pedalaman yang masih dua-puluh perusahaan HPH/HTI serta
berhutan dan hanya sesekali dapat cukup banyak perkebunan yang
Namun, kekayaan hasil bumi ini terkunjungi oleh “orang luar”.
ternyata tidak serta merta menjamin mengkonversi hutan di seantero
Kunjungan ini hanya dapat di- Nanggroe Aceh Darussalam.
perolehan kemakmuran dan kesejah- mungkinkan dengan menumpang jeep
teraan merata bagi anak negeri. gardan empat yang sarat penumpang Guna kelancaran usaha produksi
Kelimpahan sumberdaya alam justeru hingga ke atapnya, berbaur pula dengan kehutanan dan perkebunan berskala
berbanding terbalik dengan kenyataan hasil bumi dan ternak, yang berjalan besar itu, para pemegang konsesi
hidup yang dialami masyarakat terseok-seok menyusuri jalan-jalan membuka wilayah hutan dan
setempat. sempit tanpa aspal yang berlobang- membangun berbagai sarana
Di wilayah-wilayah yang mudah lobang dari satu kampung ke kampung transportasi yang menjangkau hutan-
diamati –semisal di sekitar proyek- lain, lalu mesti dilanjutkan dengan hutan pedalaman Aceh. Jalan-jalan
proyek industri vital seperti di dekat berjalan kaki melipir gigir jurang dan utama, jalan cabang dan jalan sarad
kilang-kilang gas dan minyak, pabrik sesekali melompati bebatuan licin di berikut sarana pendukung lainnya
O
tonomi daerah yang diimplementasikan 3 tahun tidak ada lagi kawasan hutan yang memiliki potensi kayu
terakhir, secara umum berdampak negatif terhadap tinggi selain di TNBBS.
sumber daya alam yang ada di daerah. Kebijakan TNBBS sendiri memiliki luas total 356.800 Ha, dan
pengelolaan yang tidak mengacu pada prinsip kelestarian/ secara administratif terbagi di tiga provinsi, masing-masing
sustainable dan hanya memegang prinsip profit oriented Lampung (280.300 Ha), Bengkulu (64.711 Ha) dan
belaka, lebih banyak lahir dan menjadi ancaman baru di Sumatera Selatan (11.789 Ha). Secara Geografis kawasan
Daerah otonom yang berpotensi sumber daya alam. Sumber ini terletak antara 4029‘ - 5057‘ LS dan 103024‘ - 104044‘
daya hutan (SDH), merupakan kekayaan alam terbesar yang BT, dengan dataran rendah (0-600 mdpl) dan dataran tinggi
terkena dampak keserakahan dari kebijakan yang salah di (600-1000 mdpl) di bagian selatan, serta berupa daerah
daerah. Dengan gamblang, izin-izin baru pengusahaan hutan pegunungan di bagian tengah dan utara (1000-2000 mdpl).
dikeluarkan. Sasarannya adalah kawasan lindung dan TN BBS merupakan hutan hujan dataran rendah terluas yang
konservasi. Ini yang juga terjadi di Bengkulu. tersisa di Pulau Sumatera yang karena alasan ekologis, fauna,
Pengrusakan hutan seperti praktek illegal logging, flora, geomorfologi, atau asosiasi zoologinya, penting untuk
perambahan liar, dan bentuk lainnya sudah terjadi di Taman dilindungi dan dilestarikan. Disamping fungsinya sebagai
Nasional Bukit Barisan Selatan (TN BBS) sejak lama. Sejak tempat hidup bagi flora dan fauna yang dilindungi, berfungsi
dimulainya kebijakan Pemerintah untuk mengkomersilkan juga bagi masyarakat di sekitarnya seperti Provinsi Lampung,
sumber daya hutan (kayu) dalam bentuk pengusahaan hutan Bengkulu, Sumatera Selatan dan lain-lain, sebagai sumber
(HPH), TN BBS pun tidak luput dari bencana perusakan oksigen terbesar di daerah mereka. Begitu pun beberapa
besar-besaran tersebut. Keberadaan HPH PT. Bengkulu hulu sungai besar di dalam kawasan yang mengalirkan air
Raya Timber (BRT), yang selanjutnya diteruskan oleh PT. sepanjang tahun, sebagai sumber air minum, pertanian dan
Inhutani V yang konsesinya berbatasan langsung dengan TN lain-lain. Di Bengkulu, TN BBS terletak di Kabupaten Kaur
BBS, secara signifikan turut menyumbang lebih dari 1.000 (dulunya Kab. Bengkulu Selatan) dengan luas 64.711 ha,
hektar hutan yang sudah gundul di kawasan ini. meliputi Kecamatan-kecamatan Linau, Maje, dan Air
Seperti halnya yang terjadi di banyak taman nasional Nasal.uli 2003
di Indonesia, saat ini TN BBS justru menjadi sumber utama Hutan TN BBS yang terdapat di wilayah Bengkulu
bagi para pencari kayu, baik yang dilakukan oleh perusahaan dikelilingi oleh hutan produksi baik hutan produksi terbatas
(IUPHHK/IPKTM) maupun masyarakat/pendatang, untuk maupun tetap, dan berdasarkan wilayah pembagian kawasan
mendapatkan kayu-kayu dengan kualitas baik, minimal untuk termasuk Register-83 untuk hutan produksi terbatas (HPT)
kelas standar jual. Ini disebabkan karena di wilayah tersebut Kaur Tengah (13.932,27 Ha), Register-85 HPT Bukit
atas nama PT. BUMD Semaku Jaya Sakti –dengan luas areal menggunakan izin IPKTM berdasarkan SK Bupati No 787
konsesi 21.000 Ha di wilayah HPT Bukit Kumbang dan HP s/d 790 tgl 29 Oktober 2002; No. 816 s/d 820 tgl. 1
Air Sambat, Kaur, Bengkulu Selatan– yang sudah lebih dulu Nopember 2002; No. 109 s/d 113 tgl. 18 Maret 2003; dan
keluar tanpa dilengkapi dengan dokumen Amdalnya. Ini juga No. 218 s/d 224 tgl. 24 April 2003. Namun Kegiatan ini
menjadi sesuatu yang sangat buruk yang ditunjukkan pemda mengalami perubahan rencana dan bahkan terhenti karena
Bengkulu Selatan dalam memberikan izin tersebut. Untuk adanya permasalahan pembukaan lahan tanpa seizin
izin yang ini, PT. Sirlando Reksa Utama, kontraktor lapangan masyarakat setempat. Dengan terhentinya aktivitas
Semaku, sudah membangun infrastruktur jalan logging dan penebangan di lahan konsesi Koprasi Tani Famili maka PT.
sudah masuk ke TN BBS lebih dari 1 km. Indo Bangun Jaya pun menggalang kerjasama dengan PT.
Semaku Jaya Sakti. Dari jalan yang telah dibuat di wilayah
28 Mei 2003 Pengadilan Negeri Bengkulu
ini terlihat penimbunan anak sungai dan pembongkaran tanah
mengeluarkan keputusan No. 08/put.pit/2003. tentang
untuk meratakan jalan. Lebar jalan tersebut (jalan poros)
hukuman terdakwa Syabiin dalam kasus TN BBS
mencapai 8 – 12 M, dan pembuatan jembatan yang akan
dengan penjara 1 tahun dan denda satu juta rupiah serta
menyeberangi Sungai Nasal dengan badan jalan di sekitar
putusan No. 09/put.pit/2003 tanggal 28 Mei 2003.
jembatan, melalui kebun masyarakat (tanaman durian dan
tentang hukuman terdakwa Alfonso dalam kasus TN
damar). Semua kegiatan tersebut sama sekali tanpa
BBS dengan penjara 1,5 tahun dan denda satu juta
perundingan dengan pemilik tanah (masyarakat Adat
rupiah.
Semende), yang akhirnya memunculkan konflik baru.
Oktober 2003, sebuah formalitas hukum digelar
Sejak Kaur resmi menjadi kabupaten baru, dan
Pengadilan Negeri. Setelah sebelumnya dikabarkan Polda
memisahkan diri dari Kabupaten Bengkulu Selatan, pada
bahwa tidak cukup bukti untuk mengajukan Idrus Sanusi ke
dasarnya semua gerak PT. Semaku semakin sulit untuk
meja hijau, akhirnya Pengadilan Negeri Bengkulu melakukan
melakukan eksploitasi dengan bebas seperti sebelumnya.
persidangan dan memutuskan Idrus Sanusi bersalah dan
Walaupun demikian, Pemda Bengkulu Selatan tetap
diganjar tahanan 4 bulan penjara, dipotong masa tahanan.
mempertahankan BUMD tersebut meneruskan izin PT.
Monitoring dan investigasi Ulayat Agustus 2003–18 Semaku di wilayah Kaur. Pihak Pemda Bengkulu Selatan
bulan paska terangkatnya kasus PT. Semaku di permukaan– sendiri menilai PT. Semaku Jaya Sakti tidak melakukan
juga membuktikan bahwa kegiatan logging di lapangan, kesalahan. Menurut mereka, semua proses pelaksanaan di
termasuk log pond di pelabuhan Linau Kec. Maje Kab. Kaur, lapangan sepenuhnya dilakukan mitra PT. Semaku, dan harus
masih terus dilakukan PT. Semaku. Pembangunan jalan bertanggung jawab langsung sebagai perusahaan yang
logging baru, juga dilakukan PT. Sirlando, kontraktor melakukan kegiatan penebangan. Dan itu di luar tanggung
lapangan PT. Semaku yang sudah bekerja sama sejak awal jawab perusahaan induk, dalam hal ini PT. Semaku Jaya Sakti.
kasus. Kasus lain yang teridentifikasi dalam investigasi ini Karena alasan-alasan tersebut, maka pemerintah Kabupaten
adalah bahwa PT. Semaku Jaya Sakti melanjutkan aktivitas Bengkulu Selatan mengeluarkan kebijakan untuk
penebangan yang bekerjasama dengan PT. Indo Bangun Jaya memberlakukan kembali izin PT. Semaku Jaya untuk
(perusahaan dari Jambi). PT. Indo Bangun Jaya merupakan pemanfaatan sisa tebangan. Situasi lapangan terakhir, PT
mitra Koperasi Tani Famili yang mengantongi izin lokasi Semaku Jaya Sakti masih melakukan penebangan dan
dibidang perkebunan sawit berdasarkan SK Bupati No. 672 pengeluaran log di pelabuhan Linau. Bahkan telah
Tahun 2001 tanggal 27 Desember 2001, dengan lokasi mengapalkan 4.000 M3 log yang siap diangkut ke Medan
perkebunan pada kawasan Areal Peruntukan lainnya (APL) Sumatera Utara, walau pada bulan September 2003 kapal
di Kec. Kaur Selatan dan Kec. Maje dengan luas areal 4.615 tersebut kandas di pelabuhan, sebelum sempat berangkat,
ha. Dalam kegiatan landclearing, Koptan Famili karena perizinan yang belum lengkap.
Aktivis
KAkaPP
membawa
Foto: ARuPA
simbol
nisan
korban
penganiayaan
Perhutani