You are on page 1of 13

DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN

KEBERSIHAN DIRI SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN X


JOMBANG

Putaka Mastar Purnamasari dan Hario Megatsari


Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Email: puput.puput93@gmail.com

Abstract: Action of personal hygiene is one of the efforts that can be done to maintain health in Islamic
boarding school environment. In the implementation there are many female students who ignore it by
exchanged personal items. This research purposed to determine association knowledge and attitude
as predisposing factors, towards action of personal hygiene female students which supported by
infrastructure and facilities of boarding school as enabling factor, and hygiene regulation as reinforcing
factor in X Jombang Islamic boarding school. This research was an analytical study with cross sectional
design. The population was 90 female students then obtained 48 female students as sampling by used
simple random sampling. Independent variables studied included knowledge and attitudes about
personal hygiene. While the dependent variable studied the action of personal hygiene female students.
Instruments used a questionnaire. Data analysis techniques performed by using the chi square test to
see whether or not an association between knowledge and attitude with action of personal hygiene.
Variables studied and have a relationship with action of personal hygiene female students if fulfill the
requirement p <0.05. From the statistic test show that knowledge has any association with action of
personal hygiene female students with p = 0.000 (p < 0.05) and cofficient contingensy at 0.593. So the
conclusions of this research is, there was any association between knowledge of personal hygiene with
action of personal hygiene female students in X Jombang Islamic boarding school. Infrastructure and
facilities was adequate and there was a regulation about hygiene in this boarding school.

Keyword: predisposing, enabling, reinforcing, action of personal hygiene

Abstrak: Tindakan kebersihan diri merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga
kesehatan di lingkungan pondok pesantren. Saat ini masih banyak santriwati yang mengabaikannya
dengan saling bertukar barang pribadi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan
dan sikap dengan tindakan kebersihan diri santriwati sebagai faktor predisposisi. Didukung dengan
sarana dan prasarana pondok sebagai faktor pendorong dan peraturan kebersihan sebagai faktor penguat
di Pondok Pesantren X Jombang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik dengan pengambilan
data cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 90 santriwati di pondok pesantren X Jombang.
Berdasarkan teknik simple random sampling didapatkan total sampel sebanyak 48 santriwati. Variabel
bebas dalam penelitian ini yakni pengetahuan dan sikap santriwati mengenai tindakan kebersihan diri.
Sedangkan variabel tergantung yakni tindakan kebersihan diri santriwati. Instrumen yang digunakan
yakni berupa kuesioner. Teknik analisa data dilakukan dengan menggunakan uji chi square untuk melihat
ada atau tidaknya hubungan. Variabel yang diteliti dan memiliki hubungan dengan tindakan kebersihan
diri santriwati apabila memenuhi syarat p < 0,05. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini, pengetahuan
memiliki hubungan dengan tindakan kebersihan diri santriwati dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) dengan
cofficient contingency sebesar 0,593. Kesimpulan dari penelitian ini yakni adanya hubungan antara
pengetahuan mengenai kebersihan diri dengan tindakan kebersihan diri santriwati, sarana dan prasarana
pondok yang memadai, dan terdapat peraturan kebersihan di Pondok Pesantren X Jombang.

Kata kunci: predisposisi, pendorong, penguat, tindakan kebersihan diri, santriwati

PENDAHULUAN dan ekonomis. Sehat merupakan hak


Menurut UU Kesehatan Nomor 36 asasi setiap manusia agar hidup menjadi
Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan lebih produktif. Kondisi badan yang sehat
sehat baik secara fisik, mental, spiritual membuat hidup menjadi lebih sejahtera, oleh
maupun sosial, yang memungkinkan karena itu setiap orang wajib menjaga dan
setiap orang hidup produktif secara sosial memelihara kesehatannya. Tidak terkecuali
para santriwati yang hidup di lingkungan

146
147 Jurnal Promkes, Vol. 3, No. 2 Desember 2015: 146–158

pesantren. Pesantren adalah suatu tempat Menurut A.R Dongre (2006) Kebersihan
yang tersedia untuk para santriwati dalam perorangan memiliki dampak yang
menerima berbagai pelajaran agama Islam signifikan untuk mengurangi berbagai
sekaligus tempat berkumpul dan tempat penyakit seperti kutu, cacing, dan kudis.
tinggalnya (Qomar, 2007). Seseorang dikatakan personal hygienenya
Salah satu cara menjaga agar kondisi baik bila yang bersangkutan dapat menjaga
badan tetap sehat adalah dengan menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi
dan memelihara kebersihan diri atau yang kebersihan kulit, kuku, rambut, mulut dan
biasa dikenal dengan personal hygiene. gigi, pakaian, mata, hidung, dan telinga serta
Kebersihan perorangan atau personal kebersihan alat kelamin. (Badri, 2003).
hygiene adalah suatu tindakan untuk Kebersihan kulit dapat dijaga
memelihara kebersihan dan kesehatan dengan mandi minimal dua kali sehari,
seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik setelah mandi mengeringkan tubuhnya
maupun psikisnya (Isro’in & Andarmoyo, menggunakan handuk, dan berganti
2012). Menurut Departemen Kesehatan pakaian secara rutin. Kebersihan kuku
(2007), pada umumnya kebersihan diri dapat dijaga dengan memotong kuku secara
santriwati kurang diperhatikan. Hal ini rutin minimal setiap seminggu sekali dan
didukung dengan perilaku tidak sehat, mencuci tangan sesaat sebelum makan
seperti menggantung pakaian di kamar, dan sesudah melakukan berbagai hal
tidak membolehkan pakaian santriwati menggunakan air yang mengalir dan sabun.
putri dijemur di bawah terik matahari, dan Kebersihan rambut dapat di jaga dengan
saling bertukar pakai benda pribadi, seperti keramas menggunakan shampo minimal
sisir dan handuk. Akibatnya apabila ada satu hingga dua kali dalam seminggu.
salah satu santriwati yang memiliki penyakit Kebersihan mulut dan gigi dapat dijaga
maka persebaran penyakit menjadi lebih dengan teratur menggosok gigi sesudah
mudah, utamanya penyakit menular yang makan dan sebelum tidur menggunakan
bisa menular melalui kontak fisik, maupun sikat gigi dan pasta gigi. Kebersihan mata
udara. dapat dijaga dengan membersihkannya
Menurut Handri (2010), beberapa dengan benar saat mata kotor. Kebersihan
penyakit yang banyak terjadi di pondok hidung dijaga dengan membersihkan
pesantren yang penularannya mudah karena hidung dengan mendenguskan hidung
tidak sadar akan pentingnya menjaga pelan-pelan tanpa ditutup salah satu sisinya.
kebersihan diri dan lingkungannya yakni Kebersihan telinga dapat dijaga dengan
scabies, diare, dan ISPA. Menurut penelitian membersihkannya minimal seminggu sekali
yang dilakukan oleh Ekaningtyas (2011), menggunakan cotton buds. Kebersihan kaki
disalah satu pondok pesantren yang berada dapat dijaga dengan mencuci kaki secara
di Jombang, pada umumnya perilaku santri rutin dan menggeringkannya dengan handuk
masih mengabaikan standart kesehatan serta menggunakan kaos kaki dengan bahan
seperti kurang menjaga kebersihan diri dan yang sesuai (Badri, 2003). Kebersihan
sering meminjam barang milik temannya. kelamin dapat dijaga dengan berganti celana
Kondisi kesehatan yang terjadi, terutama dalam secara rutin dan pembalut pada saat
penyakit infeksi masih tinggi. Hal ini menstruasi (Ariyani, 2012).
dibuktikan dengan adanya penyakit scabies Pondok Pesantren X merupakan salah
yang banyak diderita oleh santri. Scabies satu pondok pesantren modern yang terletak
merupakan penyakit kulit yang disebabkan di kota Jombang. Pada tahun 2015 pondok
karena adanya bakteri sarcoptes scabei. pesantren ini memiliki sekitar 350 santri
Penyakit scabies merupakan indikator yang terdiri dari santri putra dan santri
bahwa perilaku kebersihan diri kurang putri. Berdasarkan observasi pada studi
baik. Sungkar (2000), mengatakan bahwa pendahuluan yang dilakukan terhadap
di pesantren yang padat penghuni dan 15 santriwati, di Pondok Pesantren X
higienenya buruk penderita scabies dapat Jombang masih terdapat santriwati yang
mencapai 78,7% tetapi pada kelompok saling bertukar barang pribadi, hal tersebut
higiene baik prevalensinya hanya 3,8%. menunjukkan bahwa kebersihan diri
Putaka Mastar Purnamasari dan Hario Megatsari, Determinan yang Berhubungan… 148

santriwati kurang diperhatikan. Berdasarkan data proporsi diperoleh sample sebanyak


hal tersebut besar kemungkinan, 48 santriwati yang akan dijadikan subjek
pengetahuan dan sikap santriwati mengenai penelitian.
kebersihan diri juga masih kurang. Variabel tergantung yakni tindakan
Tindakan kebersihan diri tidak hanya kebersihan diri. Variabel bebas adalah
dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap pengetahuan dan sikap santriwati mengenai
saja. Menurut Lawrence Green perilaku kebersihan diri. Tindakan kebersihan diri
dipengaruhi oleh tiga faktor yakni faktor yang dimaksud dalam penelitian ini yakni
predisposisi (predisposing factor), segala tindakan yang dilakukan santriwati
faktor pendorong (enabling factor), dalam menjaga kebersihan kulit, kuku,
dan faktor penguat (reinforcing factor). rambut, mulut dan gigi, pakaian, mata,
Faktor predisposisi (predisposing factor) hidung, dan telinga serta kebersihan alat
merupakan faktor yang mengawali terjadinya kelamin. Sementara variabel bebas yakni
suatu perilaku seperti pengetahuan, pengetahuan dan sikap santriwati mengenai
sikap, dan keyakinan. Faktor pendorong tindakan kebersihan diri. Pengetahuan
(enabling factor) merupakan faktor yang yakni segala hal yang diketahui responden
memungkinkan terjadinya suatu perilaku mengenai kebersihan diri dalam menjawab
seperti sarana dan prasarana fisik, serta pertanyaan pada kuesioner yang diberikan.
keberadaan pelayanan kesehatan. Faktor Sedangkan sikap yakni segala reaksi
penguat (reinforcing factor) merupakan responden mengenai kebersihan diri yang
faktor yang memperkuat terjadinya suatu dinyatakan dalam kuesioner menggunakan
perilaku seperti misalnya kelompok skala likert.
referensi dan tokoh masyarakat. Oleh Pengumpulan data dilakukan
karena itu penelitian ini dilakukan untuk dengan instrumen berupa kuesioner
mengetahui apakah terdapat hubungan untuk mengetahui pengetahuan, sikap,
antara pengetahuan dan sikap dengan serta tindakan kebersihan diri santriwati.
tindakan kebersihan diri santriwati di Pengetahuan diukur menggunakan kuesioner
Pondok Pesantren X di Jombang dengan benar atau salah yang dituangkan dalam 15
memperhatikan faktor pendukung dan pernyataan. Pengetahuan dikatakan baik
juga faktor pendorong yang ada di Pondok apabila skor yang diperoleh santriwati >
Pesantren X Jombang sebagai faktor yang median dan dikatakan kurang apabila skor
mempengaruhi terjadinya suatu perilaku. ≤ median. Nilai median diperoleh dari hasil
penjumlahan antara skor minimal dan skor
maksimal yang kemudian dibagi dengan
METODE
kategori yang diinginkan. Pengetahuan
Penelitian ini merupakan penelitian dikatakan baik apabila skor yang diperoleh
analitik dengan menjelaskan hubungan santriwati dalam menjawab pertanyaan
pengetahuan dan sikap dengan tindakan >7,5 dan dikatakan kurang apabila ≤ 7,5.
kebersihan diri pada santriwati di Sikap diukur menggunakan kuesioner dalam
Pondok Pesantren X di Jombang dengan bentuk skala likert. Sikap dikategorikan baik
memperhatikan faktor kemungkinan berupa apabila skor menunjukkan > nilai median
sarana dan prasarana pondok dan faktor dan dikategorikan ke dalam kurang apabila
pendorong berupa peraturan kebersihan. skor ≤ nilai median. Sikap dikatakan baik
Metode pengambilan data dilakukan apabila skor yang diperoleh santriwati >
secara cross sectional karena observasi 37,5 dan dikatakan kurang apabila skor
atau pengumpulan data dilakukan secara ≤37,5. Tindakan kebersihan diri dikatakan
sekaligus pada suatu waktu (point time baik apabila skor > 210 dan kurang apabila
approach). Penelitian dilakukan pada bulan skor ≤210.
Desember hingga bulan April Tahun 2015. Kemudian untuk memperdalam
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh hasil penelitian dilakukan juga observasi
santriwati yang berada di pondok pesantren mengenai keberadaan dan kondisi kebersihan
X Jombang sejumlah 90 orang. Berdasarkan sarana dan prasarana pondok sebagai faktor
teknik simple random sampling untuk pendorong dan indepth interview untuk
149 Jurnal Promkes, Vol. 3, No. 2 Desember 2015: 146–158

mengetahui keberadaan peraturan kebersihan Tabel 2. Distribusi Pengetahuan, Sikap,


di pondok sebagai faktor penguat. Teknik dan Tindakan Kebersihan Diri
analisa data dilakukan dengan menggunakan Santriwati di Pondok Pesantren X
uji chi square untuk mengetahui apakah Jombang pada Bulan April 2015
terdapat hubungan antara pengetahuan
Variabel Jumlah Persentase
dan sikap dengan tindakan kebersihan
Pengetahuan
diri santriwati. Variabel yang diteliti dan
Kurang 6 12,5%
memiliki hubungan terhadap tindakan
kebersihan diri santriwati apabila memenuhi Baik 42 87,5%
syarat p < 0,05. Kuat lemahnya hubungan Sikap
Kurang 6 12,5%
dilihat dari nilai coefficient contingensy.
Hubungan dikatakan kuat apabila nilai Baik 42 87,5%
coefficient contingency semakin mendekati Tindakan
angka 1. Kurang 7 14,6%
Baik 41 85,4%
Jumlah 48 100,0%
HASIL
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan diperoleh informasi sebagai sakit selama 3 bulan. Penyakit yang paling
berikut: banyak di derita santri yakni maag sebanyak
Berdasarkan tabel 1, diperoleh bahwa 10,4%, demam 10,4%, dan penyakit kulit
santriwati yang menjadi responden, berada sebanyak 8,3%.
pada rentang usia 12–18 tahun dengan Berdasarkan tabel 2, diperoleh
tingkat pendidikan SMP/MTS dan SMA/ hasil penelitian bahwa sebagian besar
MA. Santriwati mayoritas sudah tinggal responden memiliki pengetahuan, sikap
di pondok pesantren selama 1–4 tahun dan dan juga tindakan kebersihan diri yang
hampir dari separuh santriwati mengalami baik. Pengetahuan dan sikap santriwati
baik karena mayoritas skor pengetahuan
yang diperoleh santriwati > 7,5 dan sikap
Tabel 1. Karakteristik Santriwati Yang santriwati > 37,5. Tindakan kebersihan diri
Menjadi Responden di Pondok santri mayoritas berada pada rentang skor
Pesantren X Jombang pada Bulan > 210.
April 2015.
Karakteristik Jumlah Persentase Tabel 3. Distribusi Tindakan Kebersihan
Kelompok umur Diri Santriwati di Pondok
12-13 Tahun 17 35,4% Pesantren X Jombang pada Bulan
14-15 Tahun 15 31,3% April 2015
16-18 Tahun 16 33,3%
Jumlah 48 100,0% Kebersihan Kurang Baik
Lama Tinggal Diri N % N %
< 1 Tahun 17 35,4% Rambut 2 4,2 46 95,8
1-4 Tahun 26 54,2% Tangan dan
2 4,2 46 95,8
>4 Tahun 5 10,4% kuku
Jumlah 48 100,0% Tempat tidur 24 50,0 24 50,0
Tingkat pendidikan Kulit 0 0 48 100,0
SMP/MTS 27 56,3% Mulut dan gigi 2 4,2 46 95,8
SMA/MA 21 43,7% Mata 8 16,7 40 83,3
Jumlah 48 100,0% Telinga dan
hidung 6 12,5 42 87,5
Status Kesehatan 3 bulan terakhir
Sakit 21 43,7% Kaki 8 16,7 40 83,3
Sehat 27 56,3%
Jumlah 48 100,0%
Putaka Mastar Purnamasari dan Hario Megatsari, Determinan yang Berhubungan… 150

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui Tabel 4. Distribusi Pengetahuan dan Sikap


bahwa mayoritas tindakan kebersihan diri Santriwati Mengenai Kebersihan
santriwati mulai dari kebersihan rambut, D i r i B e r d a s a r k a n Ti n g k a t
tangan dan kuku, tempat tidur, kulit, mulut Pendidikan di Pondok Pesantren X
dan gigi, mata, telinga dan hidung, kaki, Jombang pada Bulan April 2015
serta genetalia dikategorikan ke dalam
kategori baik. Hanya pada kebersihan Tingkat pendidikan
tempat tidur memiliki jumlah persentase SMP/ SMA/ Total
Variabel
yang seimbang. Tindakan kebersihan diri MTS MA
yang diukur menggunakan kuesioner dengan n % N % n %
menanyakan bagaimana cara menjaga Pengetahuan
kebersihan, waktu membersihkan, dan Kurang 2 7,4 4 19,0 6 12,5
frekuensi membersihkan diri sesuai dengan Baik 25 92,6 17 81,0 42 87,5
apa yang dilakukan oleh responden. Sikap
Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui Kurang 2 7,4 4 19,0 6 12,5
bahwa baik santriwati yang memiliki Baik 25 92,6 17 81,0 42 87,5
tingkat pendidikan SMP/MTS dan SMA/
Total 27 100,0 21 100,0 48 100,0
MA sebagian besar memiliki pengetahuan
dan sikap yang baik. Berdasarkan tabel 5,
diperoleh hasil bahwa sebagian besar yang hubungan antara sikap dengan tindakan
memiliki tindakan kebersihan diri yang baik kebersihan diri santriwati.
memiliki pengetahuan dan sikap yang juga Pada hasil observasi yang dilakukan
baik. mengenai sarana dan prasarana pondok
Berdasarkan hasil uji crosstab pada diperoleh hasil bahwa sarana dan prasarana
tabel 5, pengetahuan dengan tindakan pondok dikategorikan ke dalam kategori
kebersihan diri menunjukkan nilai signifikasi baik. Sarana dan prasarana pondok yang
0,000 sehingga p < 0,05. Maka dapat dimaksud disini yakni keberadaan dan
disimpulkan bahwa variabel pengetahuan kondisi kebersihan kamar mandi, tempat
memiliki hubungan dengan tindakan menjemur dan mencuci baju, penyediaan
kebersihan diri santriwati dengan coeffiesient air bersih, tempat pembuangan sampah,
contigency sebesar 0, 593. Sedangkan pada lemari pakaian, luas kamar, serta kerapian
hasil crosstab antara variabel sikap dengan dan kebersihan kamar.
kebersihan diri santriwati menunjukkan nilai Berdasarkan hasil observasi yang
signifikasi sebesar 0,273 sehingga p>0,05. dilakukan kondisi kamar mandi di Pondok
Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada Pesantren X Jombang keberadaannya

Tabel 5. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Tindakan Kebersihan Diri Santriwati di
Pondok Pesantren X Jombang pada Bulan April 2015
Tindakan
Variabel Total P Coefficient contingensi
Kurang Baik
Pengetahuan
Kurang 5 1 6
(83,3%) (16,7%) (100%)
0,000 0, 593
Baik 2 40 42
(4,8%) (95,2%) (100%)
Sikap
Kurang 1 1 2
(50%) (50%) (100%)
0,273 -
Baik 6 40 46
(13%) (87%) (100%)
Total 7 41 48
(14,6%) (85,4%) (100%)
151 Jurnal Promkes, Vol. 3, No. 2 Desember 2015: 146–158

sudah memadai hanya saja kebersihannya “Beberapa bentuk hukuman yang


kurang terjaga karena lantainya licin dan diterapkan apabila melanggar
berlumut. Tempat wudhu disediakan kran peraturan yakni Jika ketahuan tidak
air bukan lagi bak air seperti pada pondok mengikuti ro’an maka membersihkan
pesantren tradisional. Keberadaan tempat kamar mandi 3 hari, jika kamar
menjemur dan mencuci baju juga sudah terkotor maka membersihkan aula 1
memadai dengan kondisi yang baik. minggu, jika tidak menaruh sandal dan
Tempat menjemur baju berada langsung sepatu pada tempatnya maka harus
di bawah terik matahari. Air bersih yang merapikan dan membersihkan tempat
di sediakan juga memenuhi syarat fisik sandal dan sepatu” (DK)
air bersih yakni tidak keruh, tidak berbau,
tidak berasa, dan tidak berwarna. Tempat
PEMBAHASAN
pembuangan sampah juga sudah disediakan
di Pondok Pesantren X Jombang, hanya saja Menurut Undang-Undang Nomor 20
kondisinya tidak memiliki tutup. Masih ada Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
sampah yang hanya dibiarkan terkumpul Nasional, pesantren atau pondok
di sudut ruangan tanpa dibuang di tempat pesantren adalah lembaga pendidikan
sampah. Pada sarana berupa lemari pakaian keagamaan Islam berbasis masyarakat
kondisinya sudah memadai karena setiap yang menyelenggarakan pendidikan
santriwati memiliki lemari sendiri. Pada diniyah atau secara terpadu dengan jenis
aspek luas kamar, yang idealnya 4 m2/orang pendidikan lainnya. Salah satu komponen
terdapat 2 dari 8 kamar yang memiliki dari pondok pesantren menurut Departemen
kepadatan kurang. Kepadatan masing- Agama (2003) yaitu adanya santri. Santri
masing kamar tersebut yakni sebesar 2,2 merupakan murid yang bermukim di asrama
m2/orang dan 3,5 m2/orang. Aspek kerapian dan belajar kepada kyai. Sehingga dalam
dan kebersihan kamar masih ada beberapa penelitian ini responden di fokuskan kepada
kamar yang tidak tertata rapi karena banyak santri utamanya santriwati, untuk melihat
baju bergelantungan dan banyak tidak tertata faktor yang mempengaruhi kebersihan diri
rapi. Berdasarkan hasil indepth interview santri melihat masih banyaknya penyakit
untuk mengetahui peraturan kebersihan santriwati yang bertukar barang pribadi
di sebagai faktor pendorong, diperoleh Berdasarkan hasil penelitian yang
informasi bahwa terdapat peraturan secara dilakukan diperoleh hasil bahwa santriwati
tertulis mengenai kebersihan yang dibuat yang menjadi responden rata berada pada
oleh sie divisi kebersihan di Pondok rentang usia 12–18 tahun, menurut Depkes
Pesantren X Jombang. Berikut penuturan (2009) rentang usia tersebut berada pada
nara sumber ketika ditanyakan seperti apa rentang usia remaja awal hingga remaja
peraturan kebersihan yang ada di Pondok akhir. Mayoritas santriwati yang menjadi
Pesantren X Jombang responden sudah tinggal dipesantren selama
1–4 tahun, dengan tingkat pendidikan
“Dilarang membuang sampah SMP/MTS. Hal tersebut karena santriwati
sembarangan dan menaruh barang yang tinggal di pondok pesantren juga
sembarangan, setiap anak wajib diwajibkan untuk menempuh pendidikan
memiliki satu pasang sandal dan di lembaga yayasan pendidikan dan sosial
sepatu, setiap kamar wajib memiliki milik X Jombang. Selama kurun waktu
satu bak sampah dan sapu, santriwati tiga bulan terakhir semenjak dilakukan
wajib meletakkan sandal dan sepatu penelitian, mayoritas santriwati mengatakan
pada tempatnya serta apabila sehat. Demam, maag dan kulit merupakan
selesai melakukan amaltandif harus penyakit yang banyak terjadi pada santriwati
mengembalikan alat kebersihan dengan yang mengalami sakit selama kurun waktu
lengkap” (DK) tiga bulan. Demam merupakan gejala dari
berbagai penyakit sehingga dalam hal ini
Berikut pernyataan narasumber ketika
demam yang dialami satriwati tidak bisa
ditanyakan mengenai hukuman yang
diidentifikasi mengapa bisa terjadi. Penyakit
mendukung peraturan tersebut
Putaka Mastar Purnamasari dan Hario Megatsari, Determinan yang Berhubungan… 152

maag yang dialami santriwati dikarenakan kesehatan dan makin besar pula perhatian
beberapa santriwati tidak seberapa suka terhadap kesehatan diri dan keluarganya.
dengan makanan catering yang disediakan Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
pondok pesantren selain itu karena padatnya pola berpikir seseorang, apabila tingkat
aktivitas yang dilakukan sehingga santriwati pendidikan seseorang tinggi maka cara
terkadang lupa untuk makan. Penyakit berpikir seseorang lebih luas. Hal tersebut
kulit masih terjadi di Pondok Pesantren X ditunjukkan oleh berbagai kegiatan yang
Jombang. Menurut Depkes (2007) adanya dilakukannya sehari-hari (Entjang, 2000).
penyakit kulit tersebut didukung oleh Pengetahuan seseorang terhadap suatu
perilaku santri yang tidak sehat seperti, hal memiliki tingkat yang berbeda-beda,
menggantung pakaian dikamar, tidak menurut Notoatmodjo (2010), tingkat
membolehkan pakaian santri dijemur di pengetahuan seseorang dibedakan menjadi 6
bawah terik matahari dan saling bertukar yaitu: (1) Tahu (know), tahu hanya diartikan
pakai benda pribadi seperti handuk dan sebagai memanggil atau mengingat kembali
sisir. Berdasarkan penelitian Purnamasari sesuatu yang telah diamati sebelumnya.
(2015), barang-barang yang masih banyak Pada penelitian ini santriwati tahu bahwa
digunakan secara bersama yakni sisir, menjaga kebersihan diri itu penting. (2)
handuk, alat mandi, alat makan, mukena dan memahami (comprehension), yang berarti
baju. Hanya pakaian dalam yang digunakan bahwa seseorang tidak hanya sekedar
sendiri oleh santri. Seharusnya barang tahu terhadap suatu objek tetapi juga
pribadi harus digunakan sendiri untuk dapat menginterpretasikan secara benar
menghindari berbagai penularan penyakit tentang objek tersebut. Pada penelitian
yang mudah menular. Di Pondok Pesantren ini, santriwati bukan hanya tahu tentang
X Jombang sendiri, masih banyak santriwati kebersihan diri itu penting tetapi juga dapat
yang bertukar barang pribadi. Hal tersebut menjelaskan mengapa kebersihan diri itu
merupakan faktor yang bisa menyebabkan penting. (3) Aplikasi (application), dapat
terjadinya penularan penyakit kulit. diartikan bahwa apabila seseorang telah
Pengetahuan terjadi setelah orang memahami suatu objek, maka seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu dapat mengaplikasikan prinsipnya pada
objek tertentu melalui panca indera. situasi yang lain. Pada penelitian ini
Pengetahuan pada dasarnya terdiri santriwati sudah memahami pentingnya
dari sejumlah fakta dan teori yang menjaga kebersihan diri, kemudian
memungkinkan seseorang untuk dapat santriwati dapat mengaplikasikannya
memecahkan masalah yang dihadapinya. dengan membuat suatu yang menunjang
Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari untuk menjaga kebersihan diri, seperti
pengalaman langsung maupun melalui dibuatlah peraturan mengenai kebersihan.
pengalaman orang lain (Notoatmodjo, (4) Analisis (analysis) merupakan indikasi
2014). Seseorang menjadi paham terhadap bahwa pengetahuan seseorang sudah
suatu hal karena adanya pengetahuan. sampai pada tahap dapat membedakan,
Berdasarkan penelitian yang dilakukan atau memisahkan dan mengelompokkan
diperoleh bahwa sebagian besar pengetahuan terhadap pengetahuannya akan suatu objek.
santriwati terhadap tindakan kebersihan Pada penelitian ini, santriwati mampu
diri baik. Berdasarkan tingkat pendidikan membedakan bagaimana cara- menjaga
mayoritas santriwati memiliki pengetahuan kebersihan diri yang benar dan bagaimana
yang baik pada tingkat pendidikan SMP/ cara menjaga kebersihan diri yang salah.
MTS dan SMA/MA. Pendidikan merupakan (5) Sintesis (synthesis) menunjukkan
kewajiban yang harus ditempuh seseorang kemampuan seseorang untuk merangkum,
untuk mendapatkan pengetahuan secara atau meletakkan dalam suatu hubungan yang
formal. Menurut penelitian Utama (2006), logis dari berbagai komponen pengetahuan
dikatakan bahwa tingkat pendidikan formal yang dimiliki dengan pemahaman mereka
menentukan tingkat pengetahuan seseorang. sendiri. Pada penelitian ini, santriwati
Semakin tinggi pendidikan semakin mampu menjelaskan kembali masing-
tinggi pula pemahaman seseorang tentang masing cara menjaga kebersihan diri dimulai
153 Jurnal Promkes, Vol. 3, No. 2 Desember 2015: 146–158

dari kebersihan rambut hingga kebersihan (1) Menerima (receiving), yang diartikan
kaki termasuk didalamnya kebersihan bahwa seseorang mau menerima stimulus
tempat tidur dengan bahasa dan pemahaman yang diberikan. Pada penelitian ini sikap
mereka sendiri. Dan tingkatan yang terakhir santriwati dapat dilihat dari penerimaannya
yakni (6) Evaluasi (evaluation), merupakan akan informasi tentang kebersihan diri (2)
kemampuan seseorang untuk memberikan Menanggapi (responding), yang diartikan
penilaian atau justifikasi terhadap suatu bahwa responden memberikan jawaban atau
objek tertentu. Pada penelitian ini, santriwati tanggapan terhadap pertanyaan atau objek
dapat menilai manfaat yang diperoleh yang dihadapi. Pada penelitian ini santriwati
apabila menjaga kebersihan diri dengan mau menjawab kuesioner mengenai sikap
baik dan kerugian yang didapatkan ketika kebersihan diri yang diajukan peneliti.
mengabaikan kebersihan diri. (3) Menghargai (valuing), yang diartikan
Sikap merupakan kecenderungan yang bahwa subjek atau seseorang memberikan
berasal dari dalam diri individu untuk nilai positif terhadap suatu stimulus. Pada
berkelakuan dengan pola tertentu, terhadap penelitian ini santriwati mendiskusikan
suatu objek akibat pendirian dan perasaan kebersihan diri dengan temannya atau
terhadap objek tersebut. Sikap tidak dapat mengajak teman untuk menjaga kebersihan
dilihat, tetapi dapat ditafsirkan dari perilaku diri. (4) Bertanggung jawab (responsible)
yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang merupakan sikap yang paling tinggi
bersifat emosional terhadap stimulus sosial tingkatannya. Pada tahap ini seseorang harus
(Maulana, 2013). Menurut Notoadmodjo mampu mempertanggung jawabkan sikap
(2014), sikap merupakan kesiapan yang diambilnya berdasarkan keyakinannya
atau kesediaan untuk bertindak, bukan meskipun dicemooh orang lain. Pada
merupakan pelaksanaan motif tertentu. penelitian ini santriwati yang benar-benar
Kesimpulannya sikap merupakan reaksi menjaga kebersihan dirinya harus rela
emosial seseorang terhadap suatu stimulus mengeluarkan uang lebih untuk membeli
baik yang ditunjukkan dalam suatu tindakan sabun, sikat gigi, pasta gigi, shampo dan
(reaksi terbuka) maupun yang hanya berupa berbagai peralatan lain yang dibutuhkan
persepsi saja (reaksi tertutup). untuk menunjang kebersihan dirinya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Tindakan kebersihan diri santriwati
didapatkan bahwa sikap santriwati mengenai diteliti untuk melihat sebaran bagaimana
kebersihan diri dinyatakan baik. Berdasarkan tindakan kebersihan diri santriwati di
tingkat pendidikan baik yang memiliki Pondok Pesantren X Jombang. Kebersihan
pendidikan SMP/MTS dan SMA/MA diri merupakan salah satu upaya yang bisa
sebagian besar juga memiliki sikap yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya
baik. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan penyakit menular yang terjadi di pondok
Notoadmodjo (2007), yang menyatakan pesantren. Karena menurut Notoadmodjo
bahwa melalui pendidikan manusia akan (2014), suatu sikap belum otomatis terwujud
dianggap berpengetahuan. Pengetahuan yang dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap
didukung kesadaran sikap yang positif maka menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
akan menimbulkan perilaku yang langgeng. faktor pendukung berupa fasilitas dan
Apabila seseorang memiliki pengetahuan dukungan dari pihak lain.
yang baik tetapi kesadaran sikapnya negatif Berdasarkan penelitian yang dilakukan
maka tidak akan terwujud suatu perilaku di Pondok Pesantren X Jombang, diperoleh
yang langgeng, begitu juga sebaliknya. tindakan kebersihan rambut santriwati
Perilaku yang langgeng tidak akan terbentuk sebagian besar baik. Kebersihan rambut
apabila seseorang memiliki pengetahuan dikatakan baik karena apa yang dilakukan
yang kurang tetapi memiliki kesadaran sikap santriwati dalam menjaga kebersihan rambut
yang positif. sudah sesuai dengan apa yang diungkapkan
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga Rahardian (2008), yang menyatakan bahwa
memiliki beberapa tingkatan berdasarkan rambut harus dicuci sesering mungkin
intensitasnya. Menurut Notoatmodjo dengan shampo 1–2 kali seminggu atau
(2010), tingkatan sikap dibedakan menjadi: sesuai kebutuhan supaya tetap bersih.
Putaka Mastar Purnamasari dan Hario Megatsari, Determinan yang Berhubungan… 154

Mengingat santriwati selalu beraktivitas Berdasarkan teori segitiga epidemiologi


menggunakan kerudung sehingga kebersihan penyakit terjadi karena ketidakseimbangan
rambut harus selalu dijaga dengan baik agar antara host, agent, dan environment. Dalam
tidak terjadi masalah kebersihan rambut hal ini kebersihan tempat tidur merupakan
seperti ketombe dan kutu rambut. Menurut lingkungan yang digunakan secara bersama
Ansyah (2013), penyakit kutu berhubungan oleh santriwati sehingga harus dijaga
dengan tindakan personal hygiene di pondok kebersihannya. Penyakit bisa terjadi
pesantren modern. ketika perilaku santriwati dalam menjaga
Kebersihan tangan dan kuku santriwati kebersihan diri baik tetapi tidak didukung
di Pondok Pesantren X Jombang sebagian dengan adanya kebersihan lingkungan yang
besar tergolong baik. Dikatakan baik karena juga baik. Apalagi di lingkungan pondok
mayoritas santriwati mengatakan bahwa pesantren merupakan lingkungan yang padat
membersihkan kuku seminggu sekali dan penghuni. Di Pondok Pesantren X sendiri
mencuci tangan menggunakan sabun saat ada 2 kamar yang memiliki kepadatan
sebelum dan sesudah makan serta setelah hunian yang kurang dari standar oleh karena
buang air besar. Hal tersebut sejalan dengan itu kebersihan kamar harus dijaga dengan
yang diungkapkan Rahardian (2008), bahwa baik. Diharapkan dengan mendapatkan
kebersihan tangan dapat dijaga dengan hukuman untuk membersihkan aula selama
mencuci tangan. Mencuci tangan yang benar seminggu apabila kamar merupakan kamar
adalah saat sebelum dan sesudah makan terkotor mampu dijadikan acuan agar
serta setelah buang air besar. Mencuci santriwati mau menjaga kebersihan dan
tangan dengan air bersih dan sabun dapat kerapian kamar.
mematikan semua kuman yang melekat Kebersihan kulit dapat dijaga dengan
ditangan. Selain itu untuk mencegah mandi secara teratur dan mandi hendaknya
masuknya kuman ke dalam mulut, kuku dilakukan dengan menggunakan sabun
harus dipotong secara rutin minimal setiap dan air bersih. kemudian setelah mandi
seminggu sekali. Tangan merupakan anggota dikeringkan menggunakan handuk
bagian tubuh yang paling sering digunakan (Rahardian, 2008). Pada kebersihan kulit,
untuk memegang suatu benda, seringkali berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
seseorang lupa untuk mencuci tangan setelah keseluruhan santriwati memiliki tindakan
melakukan aktivitas kemudian makan kebersihan kulit yang baik. Hanya saja hal
dengan menggunakan tangan. Hal tersebut tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian
dapat menyebabkan masuknya bakteri ke yang diperoleh bahwa salah satu penyakit
dalam tubuh, sehingga kebersihan tangan yang banyak diderita santri dalam kurun
harus benar-benar diperhatikan agar kondisi waktu 3 bulan terakhir adalah penyakit kulit
badan tetap sehat. sebanyak 8,3%. Sehingga dapat disimpulkan
Kebersihan tempat tidur dapat dijaga bahwa kejadian penyakit kulit tidak bisa
dengan mencuci seprei, sarung bantal, dikaitkan dengan adanya kebersihan kulit
bantal dan selimut minimal satu kali dalam dalam kasus ini. Penyakit kulit di Pondok
seminggu. Berdasarkan hasil penelitian yang Pesantren X Jombang, bisa terjadi karena hal
dilakukan tindakan santriwati di Pondok lain. Berdasarkan teori segitiga epidemiologi
Pesantren X Jombang dalam menjaga yang dikemukakan oleh Gordon dan La
kebersihan tempat tidur 50% baik dan 50% Richt (1950) bahwa timbulnya suatu
kurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyakit dipengaruhi oleh tiga faktor
50% santriwati yang menjaga kebersihan utama yakni host, yang merupakan tuan
tempat tidurnya dengan baik. Santriwati rumah/penjamu, agent (penyebab), dan
yang menjaga kebersihan tempat tidurnya environment. Host merupakan santriwati,
kurang bisa dikatakan tidak mencuci penyakit kulit bisa terjadi karena kondisi
alat-alat tidurnya setiap seminggu sekali. santriwati yang memang rentan atau
Selain itu berdasarkan pengamatan karena perilaku santriwati yang tidak
singkat di Pondok Pesantren X Jombang, sehat, agent dalam hal ini adalah bakteri
masih banyak baju-baju bergelantungan yang menyebabkan penyakit kulit, dan
dikamar dan buku-buku tidak tertata rapi. environment merupakan lingkungan fisik
155 Jurnal Promkes, Vol. 3, No. 2 Desember 2015: 146–158

maupun sosial yang mempengaruhi kondisi sebagai pusat keseimbangan, sehingga


host. Di pondok pesantren X Jombang apabila terjadi gangguan pada telinga bisa
kamar mandi yang disediakan sudah menyebabkan gangguan pendengaran juga
memadai, sehingga santriwati dapat menjaga keseimbangan. Oleh karena itu, menjaga
kebersihan kulit melalui mandi secara kebersihan telinga sangat penting. (Isro’in
teratur. Tempat mencuci dan menjemur baju & Andarmoyo, 2012) Sedangkan menjaga
juga disediakan secara memadai sehingga kebersihan hidung dapat dilakukan dengan
kebersihan baju dapat dijaga dengan baik mendenguskannya secara perlahan.
pula. Lemari pakaian sudah disediakan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
untuk masing-masing santriwati sehingga sebagian tindakan kebersihan telinga dan
menghindari bercampurnya barang pribadi hidung santri di Pondok Pesantren X
milik santriwati. Hanya saja masih banyak Jombang baik. Karena mereka mayoritas
santriwati yang saling bertukar barang membersihkan telinga menggunakan cotton
pribadi. Kebersihan kamar yang kurang buds.
serta kepadatan kamar yang terlalu padat Berdasarkan hasil penelitian yang
dapat menyebabkan penularan penyakit kulit dilakukan di Pondok Pesantren X Jombang,
menjadi lebih mudah. kebersihan kaki santriwati mayoritas baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang Dikatakan baik karena santriwati menjaga
diperoleh, didapatkan bahwa kebersihan kebersihan kaki dengan mencuci kaki
mulut dan gigi santri di Pondok Pesantren menggunakan sabun dan mengeringkannya
X Jombang mayoritas baik. Dikatakan menggunakan handuk sesuai dengan apa
baik karena santriwati menjaga kebersihan yang diungkapkan Isro’in dan Andarmoyo
mulut dan gigi dengan menyikat gigi setiap (2012).
sebelum tidur atau sesudah makan serta Berdasarkan hasil penelitian yang
bangun tidur dengan menggunakan sikat dilakukan di Pondok Pesantren X Jombang,
gigi dan pasta gigi. Kebersihan mulut harus kebersihan genetalia santri sebagian
dijaga agar terhindar dari penyakit seperti besar baik. Dikatakan baik karena apa
bau mulut, sariawan, karies, gingivitis, serta yang dilakukan santri dalam menjaga
penyakit periodontal. Karies merupakan kebersihannya sesuai dengan apa yang
kerusakan jaringan keras gigi, gingivitis diungkapkan oleh Ariyani (2012), bahwa
merupakan peradangan pada gingiva (gusi), membersihkan alat kelamin dilakukan
sedangkan periodontal adalah penyakit yang dengan membersihkannya dari bagian depan
terjadi pada jaringan penyangga gigi (Isro’in kebelakang. Kemudian frekuensi berganti
& Andarmoyo, 2012) celana dalam yang baik adalah sebanyak
Kebersihan mata harus selalu dijaga dua kali sehari dan berganti pembalut saat
untuk menghindari berbagai penyakit infeksi haid yang baik adalah 4–5 kali dalam sehari
pada mata. Berdasarkan hasil penelitian untuk menghindari pertumbuhan bakteri
yang dilakukan sebagian besar kebersihan yang dapat masuk ke dalam vagina.
mata santriwati di Pondok Pesantren Berdasarkan hasil penelitian diatas
X Jombang baik. Dikatakan baik karena dapat disimpulkan bahwa keseluruhan
apa yang dilakukan santri dalam menjaga tindakan kebersihan diri santri yang meliputi
kebersihan mata sesuai dengan apa yang kebersihan rambut, kebersihan tangan dan
diungkapkan oleh Depkes (1989), bahwa kuku, kebersihan tempat tidur, kebersihan
cara membersihkan mata yang kotor adalah kulit, kebersihan mulut, kebersihan mata,
dengan mengusap kotoran mata dari sudut kebersihan telinga dan hidung, kebersihan
mata bagian dalam kesudut mata bagian luar kaki serta kebersihan alat kelamin mayoritas
dengan menggunakan sapu tangan. baik. Sehingga pada saat dikelompokkan
Kebersihan telinga dapat dijaga dengan keseluruhannya diperoleh hasil bahwa
membersihkannya menggunakan cotton tindakan kebersihan diri santriwati di
buds karena membersihkan dengan peniti pondok pesantren X Jombang sebesar
bisa mengakibatkan kerusakan gendang sebagian besar baik.
telinga (Depkes, 1989). Telinga merupakan Berdasarkan hasil penelitian yang
indera pendengaran yang juga berfungsi dilakukan diperoleh informasi bahwa
Putaka Mastar Purnamasari dan Hario Megatsari, Determinan yang Berhubungan… 156

pengetahuan memiliki hubungan dengan yang bertentangan dengan sikapnya, karena


tindakan kebersihan diri santriwati. sikap merupakan reaksi emosional seseorang
Pengetahuan memiliki hubungan dengan terhadap sesuatu. Melalui sikap secara
tindakan kebersihan diri santriwati sebesar minimal masyarakat memiliki pola berpikir
0,593. Karena berada pada rentang nol dan tertentu dan pola pikir diharapkan dapat
satu, dapat dikatakan bahwa pengetahuan berubah dengan diperolehnya pengalaman,
memiliki hubungan yang tidak seberapa kuat pendidikan, dan pengetahuan melalui
dengan tindakan kebersihan diri santriwati. interaksi dengan lingkungannya.
Dalam hal ini memang mayoritas santriwati Apabila dikaitkan dengan teori
yang memiliki pengetahuan yang baik juga konsistensi sikap dan perilaku menurut
memiliki tindakan kebersihan diri yang Azwar (2013), sikap santriwati mengenai
baik. Hal tersebut sesuai dengan apa yang tindakan kebersihan diri memenuhi postulat
diungkapkan Notoadmodjo (2007), yang variasi independen dan postulat kontingensi
menyatakan bahwa pengetahuan merupakan tergantung. Variasi independen menyatakan
domain yang penting untuk pembentukan bahwa sikap dan perilaku tidak memiliki
perilaku seseorang (overt behavior), hubungan yang konsisten, artinya sikap dan
karena perilaku yang didasari oleh adanya perilaku bukan merupakan satu kesatuan.
pengetahuan lebih bersifat langgeng Sikap dan perilaku merupakan dua dimensi
daripada perilaku yang tidak didukung dalam diri individu yang berdiri sendiri,
dengan adanya pengetahuan. terpisah, dan berbeda. Mengetahui sikap
Pengetahuan diperoleh baik dari tidak berarti dapat memprediksi perilaku.
pendidikan formal maupun nonformal. Sehingga bisa dikatakan bahwa sikap tidak
Pengetahuan diperoleh seseorang langsung terwujud dalam suatu perilaku atau
berdasarkan proses belajar dari sebuah dengan kata lainnya disebut sebagai perilaku
pengamatan atau penginderaan terhadap tertutup (covert behaviour) yang merupakan
suatu objek tertentu. Salah satu faktor respons seseorang terhadap suatu stimulus
yang mempengaruhi pengetahuan adalah belum dapat diamati oleh orang lain secara
pendidikan. Pendidikan merupakan jelas. Hal tersebut ditunjukkan dengan
bimbingan yang diberikan oleh seseorang adanya hasil penelitian yang menunjukkan
kepada orang lain, agar seseorang dapat bahwa meskipun sikap santriwati
memahami sesuatu. Tidak dapat dipungkiri mengenai kebersihan diri baik dan juga
bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang tindakan kebersihan dirinya baik keduanya
semakin mudah pula penerimaannya tidak memiliki hubungan yang berarti.
terhadap suatu informasi, sehingga semakin Berdasarkan postulat kontingensi tergantung,
bertambah pengetahuannya. Sebaliknya dalam hubungan sikap dan perilaku sangat
jika tingkat pendidikan seseorang rendah, ditentukan oleh berbagai faktor situasional
akan menghambat perkembangan perilaku tertentu seperti norma, peranan, keanggotaan
seseorang terhadap penerimaan terhadap kelompok, kebudayaan dan lain sebagainya.
suatu informasi dan nilai-nilai yang Oleh karena itu, sejauh mana prediksi
baru diperkenalkan. Pendidikan lebih perilaku dapat disandarkan pada sikap
menekankan pada pembentukan manusianya akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari
(penanaman sikap dan nilai-nilai) (Mubarak situasi ke situasi lainnya. Selain itu masih
dkk, 2007). Pengetahuan yang dimiliki oleh ada faktor lain yang mendasari adanya
seorang yang berpendidikan mempengaruhi suatu perilaku seperti faktor pendukung dan
keputusan seseorang untuk berperilaku faktor pendorong. Menurut Notoadmodjo
sehat. (2003), sikap positif terhadap nilai-nilai
Pada variabel sikap didapatkan suatu kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu
kesimpulan bahwa sikap santriwati tidak tindakan nyata. Hal tersebut disebabkan
memiliki hubungan dengan tindakan oleh beberapa hal, antara lain sikap akan
kebersihan diri. Sarwono (2000), sikap terwujud dalam suatu tindakan tergantung
tidak sama dengan perilaku dan perilaku pada situasi saat itu. Serta sikap akan diikuti
tidak selalu mencerminkan sikap seseorang. atau tidak diikuti oleh tindakan mengacu
Individu seringkali memperlihatkan perilaku
157 Jurnal Promkes, Vol. 3, No. 2 Desember 2015: 146–158

kepada pengalaman pribadi dan pengalaman terakhir mayoritas santri tidak mengalami
orang lain. sakit. Tetapi mereka yang sakit pada tiga
Menurut Notoatmodjo (2007), tidak bulan terakhir saat dimulai penelitian,
semua pengetahuan dan sikap akan di penyakit yang paling banyak diderita yakni
wujudkan menjadi suatu tindakan atau demam, maag, dan kulit.
bisa juga disebut sebagai perilaku tertutup. Pengetahuan dan sikap santriwati
Respons atau reaksi terhadap stimulus mengenai tindakan kebersihan diri mayoritas
pada perilaku tertutup masih terbatas pada baik. Hal tersebut didukung dengan adanya
perhatian, persepsi, pengetahuan atau tindakan kebersihan diri santriwati yang juga
kesadaran, dan sikap yang terjadi pada baik. Faktor determinan yang berhubungan
orang yang menerima stimulus tersebut, dengan tindakan kebersihan diri santriwati
dan belum dapat diamati secara jelas oleh di Pondok Pesantren X Jombang yakni
orang lain. Sehingga apabila santriwati faktor predisposisi berupa pengetahuan.
memiliki pengetahuan dan sikap yang baik Pengetahuan tersebut didukung dengan
mengenai kebersihan diri, santriwati belum adanya sarana dan prasarana pondok yang
tentu menerapkannya dalam suatu tindakan. memadai sebagai faktor pendorong dan
Hal tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak peraturan kebersihan yang juga memadai
faktor. Menurut Lawrence Green (1999), sebagai faktor penguat tindakan kebersihan
perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yakni diri santriwati, sehingga menghasilkan
faktor predisposisi yang merupakan faktor tindakan kebersihan diri yang juga baik.
yang mengawali terjadinya suatu perilaku
dalam hal ini pengetahuan dan sikap.
DAFTAR PUSTAKA
Kemudian faktor pemungkin seperti sarana
dan prasarana fisik serta faktor penguat Ansyah, Achmad Nur. 2013. Hubungan
seperti kelompok referensi dan tokoh Personal Hygiene dengan Angka Kejadian
masyarakat yang dianggap penting. Perilaku Pediculus Capitis Pada Santri Putri
memang dipengaruhi oleh tiga faktor Pondok Pesantren Modern Islam Assalam
tersebut tetapi faktor predisposisi merupakan Surakarta 2013. Jurnal. Surakarta:
faktor yang mengawali terjadinya suatu Universitas Muhammadiyah Surakarta.
perilaku sehingga diharapkan apabila faktor Ariyani. 2012. Penelitian Parasit dan
predisposisi sudah baik, maka faktor lainnya Bakteri pada Akseptor KB dan Ibu Hamil
harus mendukung untuk terciptanya suatu yang Menderita Flour Albus.
perilaku yang baik. Di Pondok Pesantren Azwar, S. 2013. Sikap Manusia dam
X Jombang, pengetahuan dan sikap Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
santriwati mengenai kebersihan sebagai Belajar Offset
faktor predisposisi sudah baik. Sarana dan Badri, Mohamad. 2003. Perubahan
prasarana yang disediakan pondok juga Pemeliharaan Kebersihan Diri Santri
sudah cukup memadai. Peraturan kebersihan Melalui Pemberdayaan Ustadz di Pondok
sebagai faktor pendorong juga sudah jelas Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo
peraturannya dan bagaimana hukuman yang Tahun 2003. Tesis. Surabaya: Universitas
diberlakukan apabila peraturan tersebut Airlangga
tidak dipatuhi. Depag RI. 2003. Pola Pembelajaran di
Pesantren. Jakarta: Departemen Agama
RI.
KESIMPULAN
Depkes RI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Perawatan) Pandangan Kini di Bidang
santriwati yang menjadi responden Pendidikan Perawatan Perubahan
mayoritas berada pada rentang usia 12–18 Masalah Edisi Pertama. Jakarta:
tahun dan sudah tinggal di pondok pesantren Pusdiknakes Depkes RI.
Al-Aqobah Jombang selama 1–4 tahun Depkes RI. 2007. Cegah dan Hilangkan
dengan tingkat pendidikan SMP/MTS dan Penyakit ‘Khas’ Pesantren.
SMA/MA. Selama kurun waktu tiga bulan
Putaka Mastar Purnamasari dan Hario Megatsari, Determinan yang Berhubungan… 158

Dibuka pada website http://suhelmi. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi


wordpress.com/2007/10/23/cegah- Kesehatan Teori dan Aplikasinya Edisi
danhilangkan-penyakit-khas-pesantren/. Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Diakses 03 Maret 2015 Notoatmodjo, Soekidjo. 2014. Ilmu Perilaku
Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI Purnamasari, Putaka Mastar. 2015. Faktor
Dongre, A.R, P.R Deshmukh, B.S Garg. Yang Mempengaruhi Perilaku Santriwati
2006. The Impact of School Health Mengenai Tindakan Kebersihan Diri
Education Programme on Personal (Studi di Pondok Pesantren Al-Aqobah
Hygiene Related Morbidities in Tribal Jombang). Skripsi. Surabaya: Universitas
School Children of Wardha District. Airlangga
Indian Journal of Community Medicine Qomar, M. 2007. Pesantren. Yogyakarta:
Vol. 31, No.2. Erlangga.
Ekaningtyas, Novie Putri. 2011. Hubungan Rahardian, Dhini Marga. 2008. Sanitasi
Sanitasi dan Higiene Perorangan dengan Pondok dan Higiene Perorangan Santri
Kejadian Skabies Pada Santri Pondok di Pesantren Putri KHA. Wahid Hasyim
Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng Kecamatan Bangil Pasuruan. Skripsi.
Jombang. Skripsi. Surabaya: Universitas Surabaya: Universitas Airlangga.
Airlangga. Republik Indonesia. 2003. Undang-undang
Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan
Bandung: Citra Aditya Bakti. Nasional. Lembaran Negara Republik
Green, Lawrence., Kreuter, Marshall W. Indonesia No.4301 Pendidikan.
1999. Health Promotion Planning: An Sekretariat Negara. Jakarta.
Educational and Ecological Approach. Republik Indonesia. 2009. Undang-undang
Universitas Michigan: Mayfield No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Publishing Company Lembaran Negara Republik Indonesia
Handri. 2010. Info kesehatan Penyakit Kulit. Tahun 2009 No.144. Sekretariat Negara.
Jakarta. Jakarta.
Isro’in, Laily dan Sulistyo Andarmoyo. 2012. Sarwono, Wirawan, S., 2000. Pengantar
Personal Hygiene Konsep, Proses, dan Umum Psikologi. Jakarta: PT. Bulan
Aplikasi dalam Praktik Keperawatan. Biintang.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Sungkar, S. 2000. Skabies. Jakarta: Yayasan
Maulana, Heri D.J. 2013. Promosi Kesehatan. Penerbit Ikatan Dokter Indonesia.
Jakarta: ECG. Utama, I Dewa. 2006. Hubungan Pengetahuan
Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu dan Sikap Remaja Putra Jalanan Dengan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Seks Bebas Terhhadap Tindakan Berisiko
Cipta Tertular Penyakit Menular Seksual (PMS)
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi (Studi Kasus di Kota Denpasar Provinsi
Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Bali) Skripsi. Surabaya: Universitas
Rineka Cipta Airlangga.

You might also like