Professional Documents
Culture Documents
Abstract: Action of personal hygiene is one of the efforts that can be done to maintain health in Islamic
boarding school environment. In the implementation there are many female students who ignore it by
exchanged personal items. This research purposed to determine association knowledge and attitude
as predisposing factors, towards action of personal hygiene female students which supported by
infrastructure and facilities of boarding school as enabling factor, and hygiene regulation as reinforcing
factor in X Jombang Islamic boarding school. This research was an analytical study with cross sectional
design. The population was 90 female students then obtained 48 female students as sampling by used
simple random sampling. Independent variables studied included knowledge and attitudes about
personal hygiene. While the dependent variable studied the action of personal hygiene female students.
Instruments used a questionnaire. Data analysis techniques performed by using the chi square test to
see whether or not an association between knowledge and attitude with action of personal hygiene.
Variables studied and have a relationship with action of personal hygiene female students if fulfill the
requirement p <0.05. From the statistic test show that knowledge has any association with action of
personal hygiene female students with p = 0.000 (p < 0.05) and cofficient contingensy at 0.593. So the
conclusions of this research is, there was any association between knowledge of personal hygiene with
action of personal hygiene female students in X Jombang Islamic boarding school. Infrastructure and
facilities was adequate and there was a regulation about hygiene in this boarding school.
Abstrak: Tindakan kebersihan diri merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga
kesehatan di lingkungan pondok pesantren. Saat ini masih banyak santriwati yang mengabaikannya
dengan saling bertukar barang pribadi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan
dan sikap dengan tindakan kebersihan diri santriwati sebagai faktor predisposisi. Didukung dengan
sarana dan prasarana pondok sebagai faktor pendorong dan peraturan kebersihan sebagai faktor penguat
di Pondok Pesantren X Jombang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik dengan pengambilan
data cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 90 santriwati di pondok pesantren X Jombang.
Berdasarkan teknik simple random sampling didapatkan total sampel sebanyak 48 santriwati. Variabel
bebas dalam penelitian ini yakni pengetahuan dan sikap santriwati mengenai tindakan kebersihan diri.
Sedangkan variabel tergantung yakni tindakan kebersihan diri santriwati. Instrumen yang digunakan
yakni berupa kuesioner. Teknik analisa data dilakukan dengan menggunakan uji chi square untuk melihat
ada atau tidaknya hubungan. Variabel yang diteliti dan memiliki hubungan dengan tindakan kebersihan
diri santriwati apabila memenuhi syarat p < 0,05. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini, pengetahuan
memiliki hubungan dengan tindakan kebersihan diri santriwati dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) dengan
cofficient contingency sebesar 0,593. Kesimpulan dari penelitian ini yakni adanya hubungan antara
pengetahuan mengenai kebersihan diri dengan tindakan kebersihan diri santriwati, sarana dan prasarana
pondok yang memadai, dan terdapat peraturan kebersihan di Pondok Pesantren X Jombang.
146
147 Jurnal Promkes, Vol. 3, No. 2 Desember 2015: 146–158
pesantren. Pesantren adalah suatu tempat Menurut A.R Dongre (2006) Kebersihan
yang tersedia untuk para santriwati dalam perorangan memiliki dampak yang
menerima berbagai pelajaran agama Islam signifikan untuk mengurangi berbagai
sekaligus tempat berkumpul dan tempat penyakit seperti kutu, cacing, dan kudis.
tinggalnya (Qomar, 2007). Seseorang dikatakan personal hygienenya
Salah satu cara menjaga agar kondisi baik bila yang bersangkutan dapat menjaga
badan tetap sehat adalah dengan menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi
dan memelihara kebersihan diri atau yang kebersihan kulit, kuku, rambut, mulut dan
biasa dikenal dengan personal hygiene. gigi, pakaian, mata, hidung, dan telinga serta
Kebersihan perorangan atau personal kebersihan alat kelamin. (Badri, 2003).
hygiene adalah suatu tindakan untuk Kebersihan kulit dapat dijaga
memelihara kebersihan dan kesehatan dengan mandi minimal dua kali sehari,
seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik setelah mandi mengeringkan tubuhnya
maupun psikisnya (Isro’in & Andarmoyo, menggunakan handuk, dan berganti
2012). Menurut Departemen Kesehatan pakaian secara rutin. Kebersihan kuku
(2007), pada umumnya kebersihan diri dapat dijaga dengan memotong kuku secara
santriwati kurang diperhatikan. Hal ini rutin minimal setiap seminggu sekali dan
didukung dengan perilaku tidak sehat, mencuci tangan sesaat sebelum makan
seperti menggantung pakaian di kamar, dan sesudah melakukan berbagai hal
tidak membolehkan pakaian santriwati menggunakan air yang mengalir dan sabun.
putri dijemur di bawah terik matahari, dan Kebersihan rambut dapat di jaga dengan
saling bertukar pakai benda pribadi, seperti keramas menggunakan shampo minimal
sisir dan handuk. Akibatnya apabila ada satu hingga dua kali dalam seminggu.
salah satu santriwati yang memiliki penyakit Kebersihan mulut dan gigi dapat dijaga
maka persebaran penyakit menjadi lebih dengan teratur menggosok gigi sesudah
mudah, utamanya penyakit menular yang makan dan sebelum tidur menggunakan
bisa menular melalui kontak fisik, maupun sikat gigi dan pasta gigi. Kebersihan mata
udara. dapat dijaga dengan membersihkannya
Menurut Handri (2010), beberapa dengan benar saat mata kotor. Kebersihan
penyakit yang banyak terjadi di pondok hidung dijaga dengan membersihkan
pesantren yang penularannya mudah karena hidung dengan mendenguskan hidung
tidak sadar akan pentingnya menjaga pelan-pelan tanpa ditutup salah satu sisinya.
kebersihan diri dan lingkungannya yakni Kebersihan telinga dapat dijaga dengan
scabies, diare, dan ISPA. Menurut penelitian membersihkannya minimal seminggu sekali
yang dilakukan oleh Ekaningtyas (2011), menggunakan cotton buds. Kebersihan kaki
disalah satu pondok pesantren yang berada dapat dijaga dengan mencuci kaki secara
di Jombang, pada umumnya perilaku santri rutin dan menggeringkannya dengan handuk
masih mengabaikan standart kesehatan serta menggunakan kaos kaki dengan bahan
seperti kurang menjaga kebersihan diri dan yang sesuai (Badri, 2003). Kebersihan
sering meminjam barang milik temannya. kelamin dapat dijaga dengan berganti celana
Kondisi kesehatan yang terjadi, terutama dalam secara rutin dan pembalut pada saat
penyakit infeksi masih tinggi. Hal ini menstruasi (Ariyani, 2012).
dibuktikan dengan adanya penyakit scabies Pondok Pesantren X merupakan salah
yang banyak diderita oleh santri. Scabies satu pondok pesantren modern yang terletak
merupakan penyakit kulit yang disebabkan di kota Jombang. Pada tahun 2015 pondok
karena adanya bakteri sarcoptes scabei. pesantren ini memiliki sekitar 350 santri
Penyakit scabies merupakan indikator yang terdiri dari santri putra dan santri
bahwa perilaku kebersihan diri kurang putri. Berdasarkan observasi pada studi
baik. Sungkar (2000), mengatakan bahwa pendahuluan yang dilakukan terhadap
di pesantren yang padat penghuni dan 15 santriwati, di Pondok Pesantren X
higienenya buruk penderita scabies dapat Jombang masih terdapat santriwati yang
mencapai 78,7% tetapi pada kelompok saling bertukar barang pribadi, hal tersebut
higiene baik prevalensinya hanya 3,8%. menunjukkan bahwa kebersihan diri
Putaka Mastar Purnamasari dan Hario Megatsari, Determinan yang Berhubungan… 148
Tabel 5. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Tindakan Kebersihan Diri Santriwati di
Pondok Pesantren X Jombang pada Bulan April 2015
Tindakan
Variabel Total P Coefficient contingensi
Kurang Baik
Pengetahuan
Kurang 5 1 6
(83,3%) (16,7%) (100%)
0,000 0, 593
Baik 2 40 42
(4,8%) (95,2%) (100%)
Sikap
Kurang 1 1 2
(50%) (50%) (100%)
0,273 -
Baik 6 40 46
(13%) (87%) (100%)
Total 7 41 48
(14,6%) (85,4%) (100%)
151 Jurnal Promkes, Vol. 3, No. 2 Desember 2015: 146–158
maag yang dialami santriwati dikarenakan kesehatan dan makin besar pula perhatian
beberapa santriwati tidak seberapa suka terhadap kesehatan diri dan keluarganya.
dengan makanan catering yang disediakan Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
pondok pesantren selain itu karena padatnya pola berpikir seseorang, apabila tingkat
aktivitas yang dilakukan sehingga santriwati pendidikan seseorang tinggi maka cara
terkadang lupa untuk makan. Penyakit berpikir seseorang lebih luas. Hal tersebut
kulit masih terjadi di Pondok Pesantren X ditunjukkan oleh berbagai kegiatan yang
Jombang. Menurut Depkes (2007) adanya dilakukannya sehari-hari (Entjang, 2000).
penyakit kulit tersebut didukung oleh Pengetahuan seseorang terhadap suatu
perilaku santri yang tidak sehat seperti, hal memiliki tingkat yang berbeda-beda,
menggantung pakaian dikamar, tidak menurut Notoatmodjo (2010), tingkat
membolehkan pakaian santri dijemur di pengetahuan seseorang dibedakan menjadi 6
bawah terik matahari dan saling bertukar yaitu: (1) Tahu (know), tahu hanya diartikan
pakai benda pribadi seperti handuk dan sebagai memanggil atau mengingat kembali
sisir. Berdasarkan penelitian Purnamasari sesuatu yang telah diamati sebelumnya.
(2015), barang-barang yang masih banyak Pada penelitian ini santriwati tahu bahwa
digunakan secara bersama yakni sisir, menjaga kebersihan diri itu penting. (2)
handuk, alat mandi, alat makan, mukena dan memahami (comprehension), yang berarti
baju. Hanya pakaian dalam yang digunakan bahwa seseorang tidak hanya sekedar
sendiri oleh santri. Seharusnya barang tahu terhadap suatu objek tetapi juga
pribadi harus digunakan sendiri untuk dapat menginterpretasikan secara benar
menghindari berbagai penularan penyakit tentang objek tersebut. Pada penelitian
yang mudah menular. Di Pondok Pesantren ini, santriwati bukan hanya tahu tentang
X Jombang sendiri, masih banyak santriwati kebersihan diri itu penting tetapi juga dapat
yang bertukar barang pribadi. Hal tersebut menjelaskan mengapa kebersihan diri itu
merupakan faktor yang bisa menyebabkan penting. (3) Aplikasi (application), dapat
terjadinya penularan penyakit kulit. diartikan bahwa apabila seseorang telah
Pengetahuan terjadi setelah orang memahami suatu objek, maka seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu dapat mengaplikasikan prinsipnya pada
objek tertentu melalui panca indera. situasi yang lain. Pada penelitian ini
Pengetahuan pada dasarnya terdiri santriwati sudah memahami pentingnya
dari sejumlah fakta dan teori yang menjaga kebersihan diri, kemudian
memungkinkan seseorang untuk dapat santriwati dapat mengaplikasikannya
memecahkan masalah yang dihadapinya. dengan membuat suatu yang menunjang
Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari untuk menjaga kebersihan diri, seperti
pengalaman langsung maupun melalui dibuatlah peraturan mengenai kebersihan.
pengalaman orang lain (Notoatmodjo, (4) Analisis (analysis) merupakan indikasi
2014). Seseorang menjadi paham terhadap bahwa pengetahuan seseorang sudah
suatu hal karena adanya pengetahuan. sampai pada tahap dapat membedakan,
Berdasarkan penelitian yang dilakukan atau memisahkan dan mengelompokkan
diperoleh bahwa sebagian besar pengetahuan terhadap pengetahuannya akan suatu objek.
santriwati terhadap tindakan kebersihan Pada penelitian ini, santriwati mampu
diri baik. Berdasarkan tingkat pendidikan membedakan bagaimana cara- menjaga
mayoritas santriwati memiliki pengetahuan kebersihan diri yang benar dan bagaimana
yang baik pada tingkat pendidikan SMP/ cara menjaga kebersihan diri yang salah.
MTS dan SMA/MA. Pendidikan merupakan (5) Sintesis (synthesis) menunjukkan
kewajiban yang harus ditempuh seseorang kemampuan seseorang untuk merangkum,
untuk mendapatkan pengetahuan secara atau meletakkan dalam suatu hubungan yang
formal. Menurut penelitian Utama (2006), logis dari berbagai komponen pengetahuan
dikatakan bahwa tingkat pendidikan formal yang dimiliki dengan pemahaman mereka
menentukan tingkat pengetahuan seseorang. sendiri. Pada penelitian ini, santriwati
Semakin tinggi pendidikan semakin mampu menjelaskan kembali masing-
tinggi pula pemahaman seseorang tentang masing cara menjaga kebersihan diri dimulai
153 Jurnal Promkes, Vol. 3, No. 2 Desember 2015: 146–158
dari kebersihan rambut hingga kebersihan (1) Menerima (receiving), yang diartikan
kaki termasuk didalamnya kebersihan bahwa seseorang mau menerima stimulus
tempat tidur dengan bahasa dan pemahaman yang diberikan. Pada penelitian ini sikap
mereka sendiri. Dan tingkatan yang terakhir santriwati dapat dilihat dari penerimaannya
yakni (6) Evaluasi (evaluation), merupakan akan informasi tentang kebersihan diri (2)
kemampuan seseorang untuk memberikan Menanggapi (responding), yang diartikan
penilaian atau justifikasi terhadap suatu bahwa responden memberikan jawaban atau
objek tertentu. Pada penelitian ini, santriwati tanggapan terhadap pertanyaan atau objek
dapat menilai manfaat yang diperoleh yang dihadapi. Pada penelitian ini santriwati
apabila menjaga kebersihan diri dengan mau menjawab kuesioner mengenai sikap
baik dan kerugian yang didapatkan ketika kebersihan diri yang diajukan peneliti.
mengabaikan kebersihan diri. (3) Menghargai (valuing), yang diartikan
Sikap merupakan kecenderungan yang bahwa subjek atau seseorang memberikan
berasal dari dalam diri individu untuk nilai positif terhadap suatu stimulus. Pada
berkelakuan dengan pola tertentu, terhadap penelitian ini santriwati mendiskusikan
suatu objek akibat pendirian dan perasaan kebersihan diri dengan temannya atau
terhadap objek tersebut. Sikap tidak dapat mengajak teman untuk menjaga kebersihan
dilihat, tetapi dapat ditafsirkan dari perilaku diri. (4) Bertanggung jawab (responsible)
yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang merupakan sikap yang paling tinggi
bersifat emosional terhadap stimulus sosial tingkatannya. Pada tahap ini seseorang harus
(Maulana, 2013). Menurut Notoadmodjo mampu mempertanggung jawabkan sikap
(2014), sikap merupakan kesiapan yang diambilnya berdasarkan keyakinannya
atau kesediaan untuk bertindak, bukan meskipun dicemooh orang lain. Pada
merupakan pelaksanaan motif tertentu. penelitian ini santriwati yang benar-benar
Kesimpulannya sikap merupakan reaksi menjaga kebersihan dirinya harus rela
emosial seseorang terhadap suatu stimulus mengeluarkan uang lebih untuk membeli
baik yang ditunjukkan dalam suatu tindakan sabun, sikat gigi, pasta gigi, shampo dan
(reaksi terbuka) maupun yang hanya berupa berbagai peralatan lain yang dibutuhkan
persepsi saja (reaksi tertutup). untuk menunjang kebersihan dirinya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Tindakan kebersihan diri santriwati
didapatkan bahwa sikap santriwati mengenai diteliti untuk melihat sebaran bagaimana
kebersihan diri dinyatakan baik. Berdasarkan tindakan kebersihan diri santriwati di
tingkat pendidikan baik yang memiliki Pondok Pesantren X Jombang. Kebersihan
pendidikan SMP/MTS dan SMA/MA diri merupakan salah satu upaya yang bisa
sebagian besar juga memiliki sikap yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya
baik. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan penyakit menular yang terjadi di pondok
Notoadmodjo (2007), yang menyatakan pesantren. Karena menurut Notoadmodjo
bahwa melalui pendidikan manusia akan (2014), suatu sikap belum otomatis terwujud
dianggap berpengetahuan. Pengetahuan yang dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap
didukung kesadaran sikap yang positif maka menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
akan menimbulkan perilaku yang langgeng. faktor pendukung berupa fasilitas dan
Apabila seseorang memiliki pengetahuan dukungan dari pihak lain.
yang baik tetapi kesadaran sikapnya negatif Berdasarkan penelitian yang dilakukan
maka tidak akan terwujud suatu perilaku di Pondok Pesantren X Jombang, diperoleh
yang langgeng, begitu juga sebaliknya. tindakan kebersihan rambut santriwati
Perilaku yang langgeng tidak akan terbentuk sebagian besar baik. Kebersihan rambut
apabila seseorang memiliki pengetahuan dikatakan baik karena apa yang dilakukan
yang kurang tetapi memiliki kesadaran sikap santriwati dalam menjaga kebersihan rambut
yang positif. sudah sesuai dengan apa yang diungkapkan
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga Rahardian (2008), yang menyatakan bahwa
memiliki beberapa tingkatan berdasarkan rambut harus dicuci sesering mungkin
intensitasnya. Menurut Notoatmodjo dengan shampo 1–2 kali seminggu atau
(2010), tingkatan sikap dibedakan menjadi: sesuai kebutuhan supaya tetap bersih.
Putaka Mastar Purnamasari dan Hario Megatsari, Determinan yang Berhubungan… 154
kepada pengalaman pribadi dan pengalaman terakhir mayoritas santri tidak mengalami
orang lain. sakit. Tetapi mereka yang sakit pada tiga
Menurut Notoatmodjo (2007), tidak bulan terakhir saat dimulai penelitian,
semua pengetahuan dan sikap akan di penyakit yang paling banyak diderita yakni
wujudkan menjadi suatu tindakan atau demam, maag, dan kulit.
bisa juga disebut sebagai perilaku tertutup. Pengetahuan dan sikap santriwati
Respons atau reaksi terhadap stimulus mengenai tindakan kebersihan diri mayoritas
pada perilaku tertutup masih terbatas pada baik. Hal tersebut didukung dengan adanya
perhatian, persepsi, pengetahuan atau tindakan kebersihan diri santriwati yang juga
kesadaran, dan sikap yang terjadi pada baik. Faktor determinan yang berhubungan
orang yang menerima stimulus tersebut, dengan tindakan kebersihan diri santriwati
dan belum dapat diamati secara jelas oleh di Pondok Pesantren X Jombang yakni
orang lain. Sehingga apabila santriwati faktor predisposisi berupa pengetahuan.
memiliki pengetahuan dan sikap yang baik Pengetahuan tersebut didukung dengan
mengenai kebersihan diri, santriwati belum adanya sarana dan prasarana pondok yang
tentu menerapkannya dalam suatu tindakan. memadai sebagai faktor pendorong dan
Hal tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak peraturan kebersihan yang juga memadai
faktor. Menurut Lawrence Green (1999), sebagai faktor penguat tindakan kebersihan
perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yakni diri santriwati, sehingga menghasilkan
faktor predisposisi yang merupakan faktor tindakan kebersihan diri yang juga baik.
yang mengawali terjadinya suatu perilaku
dalam hal ini pengetahuan dan sikap.
DAFTAR PUSTAKA
Kemudian faktor pemungkin seperti sarana
dan prasarana fisik serta faktor penguat Ansyah, Achmad Nur. 2013. Hubungan
seperti kelompok referensi dan tokoh Personal Hygiene dengan Angka Kejadian
masyarakat yang dianggap penting. Perilaku Pediculus Capitis Pada Santri Putri
memang dipengaruhi oleh tiga faktor Pondok Pesantren Modern Islam Assalam
tersebut tetapi faktor predisposisi merupakan Surakarta 2013. Jurnal. Surakarta:
faktor yang mengawali terjadinya suatu Universitas Muhammadiyah Surakarta.
perilaku sehingga diharapkan apabila faktor Ariyani. 2012. Penelitian Parasit dan
predisposisi sudah baik, maka faktor lainnya Bakteri pada Akseptor KB dan Ibu Hamil
harus mendukung untuk terciptanya suatu yang Menderita Flour Albus.
perilaku yang baik. Di Pondok Pesantren Azwar, S. 2013. Sikap Manusia dam
X Jombang, pengetahuan dan sikap Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
santriwati mengenai kebersihan sebagai Belajar Offset
faktor predisposisi sudah baik. Sarana dan Badri, Mohamad. 2003. Perubahan
prasarana yang disediakan pondok juga Pemeliharaan Kebersihan Diri Santri
sudah cukup memadai. Peraturan kebersihan Melalui Pemberdayaan Ustadz di Pondok
sebagai faktor pendorong juga sudah jelas Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo
peraturannya dan bagaimana hukuman yang Tahun 2003. Tesis. Surabaya: Universitas
diberlakukan apabila peraturan tersebut Airlangga
tidak dipatuhi. Depag RI. 2003. Pola Pembelajaran di
Pesantren. Jakarta: Departemen Agama
RI.
KESIMPULAN
Depkes RI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Perawatan) Pandangan Kini di Bidang
santriwati yang menjadi responden Pendidikan Perawatan Perubahan
mayoritas berada pada rentang usia 12–18 Masalah Edisi Pertama. Jakarta:
tahun dan sudah tinggal di pondok pesantren Pusdiknakes Depkes RI.
Al-Aqobah Jombang selama 1–4 tahun Depkes RI. 2007. Cegah dan Hilangkan
dengan tingkat pendidikan SMP/MTS dan Penyakit ‘Khas’ Pesantren.
SMA/MA. Selama kurun waktu tiga bulan
Putaka Mastar Purnamasari dan Hario Megatsari, Determinan yang Berhubungan… 158