You are on page 1of 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA DHF (Dengue Haemorrhagic Fever)

OLEH
NI LUH AYU WIDIAWATI SETIARI
16.321.2500

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA
BALI
DENPASAR
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA DHF (Dengue Haemorrhagic Fever)

OLEH
NI LUH GEDE UTARI APRILIA NITA DEWI
16.321.2503

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA
BALI
DENPASAR
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DHF
(DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT DHF


1. DEFINISI DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi pembesaran
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit)
atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai
oleh renjatan/syok. (Amin. Hardhi, 2016)

2. EPIDEMIOLOGI DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)


Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah Virus Dengue
yang termasuk group B Arthropod Borne Viruses (Arbovirosis), terdiri
dari 4 tipe (tipe 1, 2, 3, 4). Serotipe virus dominan di Indonesia adalah tipe
3 yang tersebar di berbagai daerah dan menyebabkan kasus yang berat
Daerah yang terdapat lebih dari satu serotipe berkosirkulasi atau daerah
mengalami epidemi secara berurutan yang disebabkan oleh serotipe yang
berbeda maka akan ditemukan infeksi yang berat dan dikenal sebagai
dengue shock sindrome (DSS). Studi epidemiologis menunjukkan
DHF/DSS sebagian besar terjadi pada penderita yang terinfeksi untuk ke
dua kalinya oleh virus dengan serotipe berbeda dari infeksi virus yang
pertama kalinya. Infeksi virus DHF dapat asimtomatis dan simptomatis.
Kriteria diagnosis klinik DHF menurut WHO berupa panas
mendadak 2-7 hari tanpa sebab jelas, tanda-tanda perdarahan atau
pembesaran hati, jumlah trombosit < 100.000/mm3 (modifikasi Depkes <
150.000/mm3) dan hematokrit meningkat lebih atau sama dengan 20 %.
Menurut Depkes RI, kasus DHF adalah semua penderita DHF dan
tersangka DHF. Penderita penyakit DHF adalah penderita dengan tanda-
tanda yang memenuhi kreteria WHO dan tersangka DHF yang hasil
pemeriksaan serologis (haemaglutination inhibition test atau dengue blot)
positip.

3. ETIOLOGI DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)


Virus dengue, termasuk geneus Flavivirus, keluarga flaviridae.
Tedapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak.
Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya,
keempat serotype virus dengue dapat ditemukan ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia (Sudoyo Aru,dkk 2009)

4. FAKTOR PREDISPOSISI DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC


FEVER)
(1) Lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih
(2) Banyaknya genangan air pada musim hujan
(3) Tidak menutup tempat penampungan air
(4) Kurangnya informasi mengenai DHF
5. PATOFISIOLOGI DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)
DHF adalah suatu pemyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue (arbovirus). Arbovirus masuk kedalam tubuh melalui gigitan
nyamuk aedes aegepty sehingga masuk kedalam aliran darah yang
menyebabkan infeksi virus dengue sehingga mengaktifkan sistem
komplemen pada tubuh yang dapat membentuk dan melepaskan zat C3a
dan zat C5a aka mempengaruh PGE2 hipotalamus sehingga menyebabkan
hipertermi.
Hipertermi akan menyebabkan reabsorbsi NA+ dan H2O yang
mengkibatkan permeabilitas meningkat, yang akan menyebabkan agregasi
trombsit dan kerusakan endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit akan
menyebabkan trombositopeni atau penghambatan pembekuan darah atau
menurunnya jumlah trombosit pada darah sehingga dapat megakibatkan
resiko perdarahan. Kerusakan endotel pembuluh darah akan merangasang
dan mengaktifasi faktor pembeku dimana akan terjadi kondisi DIC
(disseminated intavascular coagulation) sehingga akan terjadinya
perdarahan yang mengakibatkan perfusi jaringan tidak efektif dan akan
mempengaruhi jaringan hipoksia yang akan mengakibatkan asidosis
metabolik sehingga tubuh kemudian akan mengalami rejatan hipovolemi
dan hipotensi sehigga akan mengakibatkan kebocoran plasma dimana
nantinya tubuh akan mengalami Hipovolemia (kekurangan volume
cairan), apabila kekurangan cairan berlebihan (mengalami perdarahan)
maka tubuh akan mengalami resiko syok hipovolemia. Apabila kebocoran
plasma terjadi pada ekstra vaskuler seperti di paru-paru, hepar dan
abdomen. Apabila di paru-paru akan megakibatkan efusi pleura
dikarenakan penumpukan cairan yang diakibatkan oleh kebocoran plasma
sehingga mengalami ketidakefektifan pola nafas. Pada hepar akan
mengalami hepatomegali atau pembengkakan pada hati yang akan
menyebabkan penekanan intra abdomen sehingga tubuh akan merespon
nyeri, dimana nyeri yang dialami saat bergerak sehingga klien akan
enggan dalam melakukan pergerakan sehingga gerakan klien terbatas
maka dari itu klien mengalami gangguan mobilitas fisik. Pada abdomen
akan mengalami asites atau penumpukan cairan pada abdomen yang akan
menyebakan mual muntah sehingga tubuh akan mengalami kebutuhan
nutrisi tidak terpenuhi atau defisit nutrisi.

6. PATHWAY DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)


Terlampir

7. KLASIFIKASI DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)


Klasifikasi derajat penyakit infeksivirus dengue :
DD/DBD Derajad Derajad Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau Leukopenia seroligi
lebih tanda : myalgia, trombositopenia, tidak
sakit kepala, nyeri dengue ditemukan bukti
retroorbital, artralgia ada positif kebocoran
plasma
DBD I Gejala diatas ditambah Trombositopenia
uji bending positif (<100.000/ul) bukti ada
kebocoran plasma
DBD II Gejala diatas ditambah
perdarahan spontan
DBD III Gejala diatas ditambah
kegagalan sirkulasi
(kulit dingin dan
lembab serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai
dengan tekanan darah
dan nadi tidak terukur

Klasifikasi derajad DHF menurut WHO :


Derajat 1 Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perarahan adalah uji tornoquet positif
Derajat 2 Derajat 1 disertai perdarahan spntan dikulit dan/atau
perdarahan lain
Derajat 3 Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lembut, tekanan nadi menurun (20 mmHg) atau hipotensi
disertai kulit dingin, lembab dan paien menjadi gelisah
Gejala 4 Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur

8. GEJALA KLINIS DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)


(1) Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. Myalgia/arthralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan
f. Leukopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
(2) Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegagkan
bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik

b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :


a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purapura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna, tempat bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia<100.000/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a) Peningkatan nilai hematocrit ≥ 20% dari nilai baku sesuai umur
dan jenis kelamin
b) Penurunan nilai hematocrit ≥ 20% setelah pemberian cairan
yang adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi
pleura
9. PEMERIKSAAN FISIK DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC
FEVER)
(1) kepala dan rambut
a. inspeksi
kepala : bentuk, ukuran deformitas, cacat
Rambut : distribusi, kualitas, kuantitas, pola kehilangan dan warna
Wajah : ekspredisi, perubahan warna, bentuk, acne, implamasi,
bekas luka, tumor
b. palpasi
pada orang dewasa : tebal dan banayaknya rambut, pigmentasi atau
perubahan warna kulit kepala, mudah atau tidaknya rambut
dicabut,adanya beka luka, peradangan, sisik atau tumor
c. perkusi
secara sistematis lakukan perkusi dengan hati – hati dan pelan –
pelan, tanyakan pada penderita apakah ada rasa sakit atau tidak

(2) Mata
a. Inspeksi
Bagian – bagian yang perlu diamati adalah bola mata, kelopak
mata, konjungtiva, sclera dan pupil
b. Palpasi
Palpasi pada mata bertujuan untuk mengetahui tekanan bola mata
akibat yang di gunakan yaitu tunometri dan untuk mengetahui
adanya nyeri tekan
Palpasi untuk mengetahui tekan bola mata dapat dilakukan dengan
cara :
a) Anjurkan klien untuk duduk
b) Anjurkan klien untuk memejamkan mata
c) Lakukan palpasi pada ke dua mata
(3) Telinga
a. Inspeksi
Amati telinga secara menyeluruh, periksa terhadap ukuran,
bentuk, warna, cariran, lessi
b. Palpasi
Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari jaringan
lunak, jaringan keras dan cacat apabila adanya nyeri
(4) Hidung dan sinus
Tujuan : mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung dimulai dari
bagian luar, bagian dalam, dan sinus – sinusnya
a. Inspeksi
Amati kulit terhadap bentuk tulang, kesimetrisan lubang hidung,
warna, pembengkakan, dan adanya cairan
b. Palpasi
Lakukan palpasi pada hidung luar, catat bila ada ke abnormalan
kulit dan tulang hidung
(5) Mulut dan faring
Pengkajian mulut dan faring siapkan pencahayaannya yang baik mulai
dengan mengamati bibir, gigi, gusi, lidah, selaput lender, pipi bagian
dalam, lantai dasar mulut, kemudian faring.
a. Inspeksi
Amati adanya kelainan pada bibir, gigi, gusi, lidah, selaput lender,
pipi bagian dalam, lantai dasar mulut, kemudian faring amati
terhadap kesimetrisan ovula
b. Palpasi
Palpasi meliputi pipi, dasar mulut,langit – langit mulut dan lidah
(6) Leher
a. Insfeksi
a) Perhatikan leher
b) Bandingkan kiri dan kanan
c) Perhatikan posisi kepala terhadap leher
d) Adanya pembengkakan atau pembesaran
b. Palpasi
a) Lakukan palpasi secara sistematis
b) Mulailah dari daerah subementalis
c) Lakukan palpasi
c. Auskultasi
a) Letakkan stetoskop pada daerah laring tepat di atas tepi sternum
b) Cobalah mendengarkan adanya suara vesikuler yang
menunjukkan adanya kelainan di kelenjar tiroid
c) Kemudian letakkan stetoskop pada tempat pulsasi arteri karotis
komunis dan dengarkan adanya bising
(7) Dada
a. Inspeksi
a) Perhatikan bentuk dada
b) Cari adanya lessi
c) Perhatikan ruangan intercostal, mencekung atau adanya
retraksi pada saat inspirasi
d) Cari adanya pulsasi
e) Cari adanya bendongan venusa
b. Palpasi
a) Letakkan kedua telapak tangan pada bagian dada depan
b) Penderita diminta menarik nafas
c) Rasakan gerakan, bandingkan kanan dan kiri
d) Dokter berdiri di belakang penderita letakkan telapak tangan
seperti rasakan dan bandingkan gerakan nafas kanan dan kiri
e) Penderita diminta untuk mengatakan angka 88
c. Perkusi
Tehknik perkusi dapat dilatih pada permukaan apa saja prinsipnya
adalah : hiperekstensikan jari tangan kiri, tekan sendi
interfalangeal pada permukaan yang diperkusi. Dengan kuat dan
tajam dengan gerakan pergelangan yang santai, ketuklah ujung jari
tengah kiri dengan ujung jari tengah kanan. Gunakan ujung jari
dengan posisi yang sedapat mungkin tegak lurus dengan jari yang
anda ketok. Sesudah mengetuk cepat angkat lagi tangan anda, agar
tidak mengganggu getaran yang anda ciptakan.
d. Auskultasi
Auskultasi paru
a) Penderita diminta tarik nafas pelan – pelan dengan mulut
terbuka
b) Lakukan auskultasi dengan cara sistematis
c) Bandingkan kanan dan kiri
d) Setelah mendengarkan daerah ini teruskan auskultasi ke sisi –
sisi dinding
e) Perhatikan apabila ada perubahan suara

Auskultasi daerah jantung


a) Penderita diminta bernafas biasa dan suasana relaks
b) Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
c) Perhatikan adanya suara tambahan atau suara yang pecah
apakah suara tambahan (bising) sistolik atau diastolic
(8) Abdomen
a. Inspeksi
a) Kulit
b) Umbilicus, perhatikan bentuk dan lokasinya dan apakah ada
tanda – tanda inflamasi hernia
c) Perhatikan bentuk permukaan abdomen termasuk daerah
inguinal dan femoral
d) Simetri dinding abdomen
e) Pembesaran organ
f) Masa
g) Peristaltic
h) Palpasi
b. Auskultasi
Auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus,
dan kemungkinan adanya gangguan vasikuler. Auskultasi abdomen
dilakukan sebelum perkusi dan palpasi karena kedua pemeriksaan
tersebut dapat mempengaruhi frekuensi suara usus, letakkan
diafragma dari stetoskop lembut pada abdomen
c. Perkusi
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, untuk memperbaiki
didtribusi ukuran hepar dan kadang – kadang lien, menentukan
asites, mengetahui apakah suatu masa pada atau kristik, dan untuk
mengetahui adanya udara pada lambung dan usus

d. Palpasi
Palpasi ringan berguna untuk mengetahui adanya ketegangan otot
nyeri tekan abdomen dan beberapa organ dan masa supenicial
(9) Ekstremitas
Ekstremitas atas
a. Inspeksi
Perhatikan : postur tubuh, status gizi
b. Palpasi
Perhatikan adanya deviasi : adanya tonjolan prosesus atau tidak
adanya prosesus, adanya rasa sakit pada penekanan
Ekstremitas bawah
a. Inspeksi
Perhatikan : postur kolumna vl, keadaan kulit, adanya inflamasi
bekas luka, dislokasi, pembesaran tonjolan tulang atau adanya
pembengkakan
b. Palpasi
Lakukan palpasi menyeluruh secara sistematis, perhatikan
temperature, struktur, konsistensi, ukuran tulang – tulang,
hubungan antara tulang. Perhatikan : keadaan pembuluh darah,
adanya pembengkakan dan penonjolan
10. PEMERIKSAAN DIGNOSTIK DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC
FEVER)
(1) Trombositpeni (100.000/mm3)
(2) Hb dan PCV meningkat (20%)
(3) Leukopeni (mungkin normal atau lekositosis)
(4) Isolasi virus
(5) Serologi ( uji H ) : respon antibody sekunder
(6) Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali (setiap jam
atau 4 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan), faal
hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinine serum.

11. THERAPY DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)


Untuk penderita DHF sebaiknya dirawat dikamar yang bebas
nyamuk (berkelambu) untuk membatasi penyebaran. Perawatan kita
berikan sesuai dengan masalah yang ada pada penderita sesuai dengan
beratnya penyakit.
(1) Derajat I
Terdapat gangguan kebutuhan nutrisi dan keseimbangan

elektrolit karena adanya muntah, anorexsia. Gangguan rasa

nyaman karena demam, nyeri epigastrium, dan perputaran bola

mata.
Perawat: istirahat baring, makanan lunak (bila belum ada nafsu

makan dianjurkan minum yang banyak 1500-2000cc/hari), diberi

kompre dingin, memantau keadaan umum, suhu, tensi, nadi dan

perdarahan, diperiksakan Hb, Ht, dan thrombosit, pemberian obat-

obat antipiretik dan antibiotik bila dikuatirkan akan terjadi infeksi

sekunder
(2) Derajat II
Peningkatan kerja jantung adanya epitaxsis melena dan

hemaesis.
Perawat: bila terjadi epitaxsis darah dibersihkan dan pasang

tampon sementara, bila penderita sadar boleh diberi makan dalam

bentuk lemak tetapi bila terjadi hematemesis harus dipuaskan dulu,

mengatur posisi kepala dimiringkan agar tidak terjadi aspirasi, bila

perut kembung besar dipasang maag slang, sedapat mungkin

membatasi terjadi pendarahan, jangan sering ditusuk, pengobatan

diberikan sesuai dengan intruksi dokter, perhatikan teknik-teknik

pemasangan infus, jangan menambah pendarahan, tetap

diobservasi keadaan umum, suhu, nadi, tensi dan pendarahannya,

semua kejadian dicatat dalam catatan keperawatan, bila keadaan

memburuk segera lapor dokter


(3) Derajat III
Terdapat gangguan kebutuhan O2 karena kerja jantung

menurun, penderita mengalami pre shock/ shock


Perawatan: mengatur posisi tidur penderita, tidurkan dengan posisi

terlentang denan kepala extensi, membuka jalan nafas dengan cara

pakaian yang ketat dilonggarkan, bila ada lender dibersihkan dari

mulut dan hidung, beri oksigen, diawasi terus-meneris dan jangan

ditinggal pergi, kalau pendarahan banyak (Hb turun) mungkin

berikan transfusi atas izin dokter, bila penderita tidak sadar diatur

selang selin perhatian kebersihan kulit juga pakaian bersih dan

kering.

Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :


(1) Menggunakan insektisida
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan

demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh

nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik

(larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan

atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan

pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana

tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm

atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.


(2) Tanpa insektisida
Caranya adalah: Menguras bak mandi, tempayan dan

tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan

telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari); Menutup tempat penampungan

air rapat-rapat; Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas,

botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari
pengumpulan, verifikasi, komunikasi dan data tentang pasien. Pengkajian
ini didapat dari dua tipe yaitu data subyektif dan persepsi tentang masalah
kesehatan mereka dan data obyektif yaitu pengamatan/pengukuran yang
dibuat oleh pengumpulan data.
Berdasarkan klasifikasi fokus pengkajian yang harus dikaji
tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus:
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya,
pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi.
b. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD, HR, nadi, kulit hangat dan kemerahan.
c. Eliminasi
Gejala: riwayat ISK, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urin,
rasa terbakar.
Tanda: oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.
d. Pencernaan
Tanda: mual-mual, muntah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
(efusi pleura)
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(hepatomegaly)
d. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan (mual, muntah)
e. Hypovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
(kebocoran plasma)
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
g. Resiko syok hypovolemia berhubungan dengan kekurangan volume
cairan
h. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

3. INTERVENSI
No. Nama Tujuan Dan Intervensi Rasional
Diagnosa Kriteria Hasil
1. Hipertermia Setelah 1. Monitor suhu 1. Untuk
dilakukan tubuh mengetahui
tindakan perkembang
keperawatan …. 2. Monitor kadar an suhu
x 24 jam elektrolit pasien
2. Untuk
diharapkan
mengetahui
hipertermia klien 3. Tutup klien
keseimbanga
teratasi dengan dengan
n cairan
kriteria hasil: selimut atau
1. Suhu tubuh tubuh
pakaian ringan
3. Untuk
dalam batas
memberikan
normal
kehangatan
(36,5-37,50
sehingga
C)
2. Kulit tidak hipotalamus
4. Berikan cairan
merah memberikan
oral
3. Takikardi (-) respon
4. Kejang (-)
dingin pada
5.
suhu tubuh
4. Untuk
mencegah
5. Lembabkan
klien
bibir dan
dehidrasi
mukosa
karena
hidung yang
kehilangan
kering
cairan tanpa
disadari
6. Anjurkan tirah
baring 5. Untuk
membantu
7. Kolaborasi agar bibir
pemberian tetap lembar
cairan dan tidak
intravena pecah-pecah
(antipiretik)
6. Untuk
meningkatka
n
pemenuhan
istirahat
7. Untuk
membantu
penurunan
suhu tubuh
klien
2. Pola nafas Setelah 1. Monitor pola 1. Untuk
tidak efektif dilakukan nafas mengetahui
tindakan (frekuensi, perkembang
keperawatan …. kedalaman, an nafas
x 24 jam uasaha nafas) klien
2. Monitor 2. Untuk
diharapkan pola
bunyi nafas mengetahui
nafas kembali
tambahan adanya
efektif dengan
bunyi nafas
kriteria hasil:
1. Frekuensi tambahan
3. Posisikan 3. Untuk
nafas normal
semi-fowler mengurangi
16-20x /
sesak
menit 4. Beri minum
4. Untuk
2. Tidak ada
air hangat
melebarkan
pernafasan
pembuluh
cuping
5. Berikan
darah
hidung
oksigen 5. Untuk
3. Tidak ada
mengurangi
penggunaan
sesak dan
otot bantu
membantu
nafas
pemenuhan
6. Anjurkan
oksigen
asupan cairan
pada tubuh
2000 ml/hari 6. Untuk
7. Anjurkan
menghindar
teknik batuk
i dehidrasi
efektif 7. Untuk
membantu
mengeluark
8. Kolaborasi
an sputum
pemberian
apabila ada
bronkodilator 8. Untuk
, ekspektoran, mengurangi
mukolitik sesak
3 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk
. tindakan lokasi, mengetahui
keperawatan …. x karakteristik, lokasi,
24 jam diharapkan durasi, karakteristi
nyeri akut dapat frekuensi, k, durasi,
teratasi dengan kualitas, frekuensi,
kriteria hasil: intensitas kualitas,
1. Keluhan nyeri
nyeri intensitas
menurun skala 1
nyeri
(1-10)
2. Meringis (-) 2. Untuk
2. Identifikasi
3. Gelisah (-)
mengetahui
skala nyeri
skala nyeri
yang
3. Berikan
dialami
teknik
3. Untuk
nonfarmakolo
mengurang
gis untuk
i
mengurangi
penggunaa
nyeri
n obat
4. Control farmakolog
lingkungan i
4. Untuk
yang
membantu
memperberat
mengurang
rasa nyeri
5. Pertimbangka i rasa nyeri
5. Untuk
n jenis dan
memaksim
sumber nyeri
alkan
dalam dalam
pemulihan
pemilihan
strategi nyeri
meredakan
nyeri 6. Untuk
6. Jelaskan
lebih
penyebab,
memahami
periode, dan
mengenai
pemicu nyeri
nyeri
7. Jelaskan
7. Untuk
strategi
mengetahui
meredakan
strategi
nyeri
mengurang
i nyeri
8. Untuk
8. Anjurkan
membantu
menggunakan
mengurang
analgetik
i nyeri
secara tepat 9. Agar klien
9. Ajarkan
mampu
teknik
mengurang
nonfarmakolo
i rasa nyeri
gis untuk
dengan
mengurangi
mandiri
rasa nyeri 10. Untuk
membantu
10. Kolaborasi
mengurang
pemberian
i nyeri
analgetik
yang
dialami
4 Deficit Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk
. nutrisi tindakan status nutrisi mengetahui
keperawatan …. x status
24 jam diharapkan 2. Identifikasi nutrisi
Deficit nutrisi
alergi dan klien
teratasi dengan 2. Untuk
intoleransi
kriteria hasil: mengetahui
makanan
1. Bising usus
alergi dan
normal (5-35x /
intoleransi
3. Identifikasi
menit)
makanan
2. Frekuensi makan kebutuhan
klien
terpenuhi kalori dan
3. Untuk
3. Nafsu makan
jenis nutrien
mengetahui
normal
kebutuhan
4. Lakukan oral
kalori dan
hygiene
jenis
sebelum
nutrient
makan 4. Untuk
membantu
5. Beri makanan meningkatk
tinggi serat an nafsu
untuk makan
mencegah klien
5. Untuk
konstipasi
mencegah
konstipasi
6. Berikan
apabila
makanan
klien
tinggi kalori
kekurangan
dan protein
serat
7. Ajarkan diet 6. Untuk
yang meningkatk
diprogramkan an
pemenuhan
nutrisi
klien
8. Kolaborasi
7. Untuk
dengan ahli
membantu
gizi untuk
patuh diet
menentukan
dalam
jumlah kalori
pemenuhan
dan jenis
nutrisi
nutrient yang 8. Untuk
dibutuhkan membantu
pemenuhan
nutrisi
klien
5 Hypovolemi Setelah dilakukan 1. Periksa tanda 1. Untuk
. a tindakan dan gejala mengetahu
keperawatan …. x hypovolemia i tanda dan
24 jam diharapkan gejala
hypovolemia 2. Monitor hypovolem
teratasi dengan intake dan ia
2. Untuk
kriteria hasil: output cairan
1. Tanda vital mengetahu
dalam batas i
normal 3. Hitung keseimban
2. Membrane
kebutuhan gan cairan
mukosa
cairan tubuh klien
lembab 3. Untuk
3. Turgor kulit
mengetahu
4. Berikan
elastis
i status
asupan cairan
cairan
oral
tubuh
4. Untuk
5. Anjurkan
mencegah
memperbany hypovolem
ak asupan ia berat
5. Untuk
cairan oral
membantu
6. Kolaborasi
memenuhi
pemberian
kebutuhan
cairan IV
cairan
isotonis,
tubuh
hipotonis dan 6. Untuk
koloid membantu
meningkat
kan cairan
tubuh klien
6 Gangguan Setelah 1. Identifikasi 1. Untuk
. mobilitas dilakukan adanya nyeri mengetahui
fisik tindakan atau keluhan penyebab
keperawatan fisik lainnya gangguan
…. x 24 jam mobilitas fisik
diharapkan 2. Monitoring klien
2. Untuk
gangguan kondisi umum
mengetahui
mobilitas fisik selama
kondisi klien
teratasi melakukan
saat
dengan mobilitas
melakukan
kriteria hasil:
3. Fasilitasi
1. Nyeri saat mobilisasi
aktivitas 3. Untuk
bergerak
mobilisasi membantu
(-)
2. Gerakan dengan alat mobilisasi
terbatas bantu klien apabila
(-) tidak dapat
3. Kekuatan
melakukan
otot (+)
mobilisasi
4. Fasilitasi
mandiri
melakukan
4. Untuk
pergerakan
membantu
5. Libatkan pergerakan
keluarga untuk klien
5. Untuk
membantu
mendukung
pasien dalam
dan membantu
meningkatkan
mobilisasi
pergerakan
6. Jelaskan tujuan klien
dan prosedur
6. Untuk
mobilisasi mengetahui
pemahan klien
akan
pentingnya
mobilisasi
untuk
7. Ajarkan
kekuatan otot
mobilisasi
dan kekakuan
sederhana yang
sendi
harus dilakukan
7. Untuk
mencegah
terjadinya
kekakuan
sendi pada
klien apabila
tidak
melakukan
pergerakan
sama sekali
7 Resiko Setelah 1. Monitoring 1. Untuk
. syok dilakukan kardiopulmonal mengetahui
hypovolem tindakan status
ia keperawatan kardiopulmon
2. Monitoring
…. x 24 jam al klien
oksigenasi 2. Untuk
diharapkan
mengetahui
resiko syok
status
hypovolemia
3. Monitoring status
okgesigen
teratasi
cairan
klien
dengan
3. Untuk
kriteria hasil:
4. Monitoring mengetahui
1. Tanda
vital tingkat kesadaran status cairan
normal tubuh klien
2. Saturasi 4. Untuk
oksigen memantau
5. Berikan oksigen
normal tingkat
3. Akral untuk
kesadaran
hangat mempetahankan
yang dialami
4. Tingkat
saturasi oksigen
klien
kesadaran
>94% 5. Untuk
compos 6. Pasang jalur IV
memantau
mentis
tingkat
saturasi dalam
7. Anjurkan batas normal
6. Untuk
melaporkan jika
membantu
menemukan/
asupan cairan
merasakan tandan
dan terapi
dan gejala awal
klien
syok
7. Untuk
8. Anjurkan
mencegah
memperbanyak
terjadinya
asupan cairan oral
syok lebih
berat
9. Kolaborasi
8. Untuk
pemberian IV
membantu
pemenuhan
kebutuhan
cairan tubuh
klien
9. untuk
membantu
pemenuhan
cairan dan
terapi klien
8 Resiko Setelah 1. Monitoring tanda 1. Untuk
perdarahan dilakukan dan gejala memantau
tindakan perdarahan tanda dan
2. Monitoring
keperawatan gejala
hematocrit/hemo
…. x 24 jam perdarahan
globin sebelum 2. Untuk
diharapkan
dan setelah mengetahui
resiko syok
kehilangan darah kadar
teratasi
3. Pertahankan bed
hematocrit/he
dengan
rest selama
moglin klien
kriteria hasil:
perdarahan 3. Untuk
1. Tanda
4. Jelaskan tanda
mencegah
vital
dan gejala
perdarahan
normal
perdarahan
2. Membran lebih berat
5. Anjurkan segera
4. Untuk
e mukosa
melaporkan jika
mengetahui
lembab
terjadi
3. Kulit pemahaman
perdarahan
elastis tanda dan
6. Kolaborasi
4. Perdaraha
gejala
pemberian obat
n (-)
perdarahan
pengontrol
yang klien
perdarahan
alami
5. Untuk
mencegah
perdarahan
yang lebih
berat
6. Untuk
membantu
pencegahan
perdarahan
pada klien

4. IMPLEMENTASI
Setelah intervensi tersusun, selanjutnya diterapkam dalam tindakan
yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat
khusus agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu
yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat
langsung melaksanakan atau dapat memdelegasikan kepada perawat lain
yang dipercaya.

5. EVALUASI
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan yang dilakukan dengan format SOAP.
Daftar Pustaka

Huda, amin nurarif. 2016. Asuhan keperawatan Praktis. Edisi revisi jilid 1
Jogjakarta : Mediaction
Huda, amin nurarif. Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi revisi jilid 1.
Jogjakarta : Mediaction
Tim Pogja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis keperawatan Indonesia. Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pogja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pogja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi ke-5.
Singapore: Elservier
Bulechek, Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi
Ke-6. Singapore : Elservier

You might also like