You are on page 1of 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Listrik saat ini merupakan kebutuhan vital masyarakat yang tidak bisa

dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari mulai fungsinya yang paling

sederhana dalam rumah tangga, sampai fungsi lainnya sebagai jantung penggerak

perindustrian di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian ESDM, konsumsi

listrik Indonesia 2017 mencapai 1.012 Kilowatt per Hour (kWh)/kapita, naik 5,9

persen dari tahun sebelumya. Untuk tahun 2018, pemerintah menargetkan

konsumsi listrik masyarakat akan meningkat menjadi 1.129 kwh/kapita.Namun

hingga akhir 2017, rasio elektrifikasi di Indonesia baru sebesar 95%. Artinya

masih ada 5% atau lebih dari 2.500 desa di Indonesia yang belum memiliki akses

terhadap listrik. Penyebab utama pada masalah ini adalah letaknya yang terpencar

di pelosok dan keterbatasan kemampuan PLN untuk menambah infrastruktur

(Dany, R.R., 2013)

Sumber energi mikrohidro dapat dimanfaatkan dengan cara mengubah

energi tersebut ke dalam bentuk energi listrik melalui teknologi sistem

pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) yang terdiri dari komponen

utama reservoir, turbin air, generator listrik, dan instalasi perpipaan. Turbin air

merupakan penggerak mula yang mengubah energi kinetik dari jet (aliran air

dengan kecepatan tinggi) menjadi energi mekanik berupa putaran roda turbin.

Energi mekanik tersebut kemudian digunakan untuk memutar generator sehingga

menghasilkan listrik. Turbin air yang biasa digunakan adalah jenis impuls, salah
2

satunya adalah turbin pelton. Sistem mikrohidro telah dikembangkan di beberapa

negara untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah pedalaman antara lain Peltric

Set di Nepal, Columbian Alternator System di Kolombia, dan Pico Power Pack di

Amerika. Ketiga sistem tersebut menggunakan turbin impuls sebagai penggerak

(Maher and Smith, 2001).

Turbin impuls yang hingga kini masih digunakan dibuat oleh Alan Lester

Pelton pada tahun 1875. turbin ini kemudian dikenal dengan turbin pelton. Turbin

pelton terdiri dari roda jalan (runner) yang di sekelilingnya dipasang sudu

berbentuk Hemispherical, dan sebuah nosel. Efisiensi turbin pelton bisa mencapai

80 persen. beberapa tahun kemudian, Michell berhasil meningkatkan efisiensi

turbin pelton dengan memodifikasi bentuk sudu pelton (Bellis, 2002).

Kinerja turbin dipengaruhi kualitas aliran jet yang dihasilkan oleh nosel.

Kualitas aliran jet akan berpengaruh terhadap karakteristik aliran selama

berinteraksi dengan permukaan sudu (bucket). Penelitian tentang hal ini dilakukan

oleh Kvicinsky dkk (2002), dimana analisis aliran jet pada permukaan sudu turbin

dilakukan secara numerik maupun eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kualitas aliran jet berpengaruh pada distribusi tekanan dan medan

kecepatan pada permukaan sudu sehingga daya dan efisiensi turbin akan berubah.

Salah satu komponen terpenting dalam turbin pelton adalah nosel, jarak

antara nosel dan daun sudu dapat mempengaruhi kecepatan putar daun sudu

turbin. Selain itu jarak antara terhadap runner menentukan titik jatuh air, karena

harus memiliki jarak yang tepat agar sudu turbin dapat menerima impuls yang

baik. Oleh karena latar belakang tersebut, penulis akan melakukan penelitian
3

dengan judul “Analisis pengaruh karakteristik pancaran fluida terhadap

jarak nosel sudu turbin pelton” sebagai judul penelitian.

1.2 Rumusaan Masalah

Bertolak dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diambil

adalah :

1. Bagaimana pengaruh jarak nosel terhadap debit aliran dan gaya pancaran

fluida yang diterima oleh sudu turbin pelton?

2. Bagaimana pengaruh model sudu terhadap efisiensi pada karakteristik

pancaran fluida?

3. Bagaimana perbandingan hasil perhitungan dengn teori yang digunakan

berdasarkan variasi model sudu dan debit yang digunakan pada turbin

pelton?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh jarak nosel tehadap debit aliran dan gaya pancaran

fluida pada sudu turbin pelton

2. Menentukan model suduyang paling efektif terhadap karkteristik pancaran

fluida pada sudu turbin pelton

3. Membandingkan hasil perhitungan dengan teori berdasarkan variasi model

sudu, debit dan jarak nosel yang digunakan pada turbin pelton

1.4 Batasan Penelitian

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian sehingga tujuan penelitian dapat

dicapai, perlu adanya pembatasan masalah, yaitu:

1. Pengujian dilakukan pada alat uji jet impact


4

2. Spesimen daun sudu yang digunakan merupakan rekayasa daun Sudu

mangkuk (Sudu 1), Sudu Silinder dibelah dua (Sudu 2), dan Sudu Mitchell

(Sudu 3)

3. Jarak nosel yang digunakan adalah h1= 0,04 m, h2= 0,03 m, dan h3= 0,02

m.

4. Variasi debit merupakan debit aliran pada tiap lima pembukaan katup pada

alat uji.

5. Aliran dalam system dianggap satu dimensi dan laminar

6. Kerugian-kerugian yang terjadi di dalam saluran pipa mesin uji tidak

diperhitungkan

7. Besar gaya yang diperhitungkan adalah gaya ke atas

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Bagi peneliti :

a. Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program sarjana di

Departement Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

2. Bagi pembaca :

a. Sebagai refrensi untuk penelitian selanjutnya dilingkup Departemen

Teknik Mesin

b. Sebagai bahan referensi untuk memberikan gambaran efisiensi

pengaruh jarak terhadap sudu mangkuk turbin pelton pada

penerapannya di masyarakat.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pancaran Fluida

Pancaran (jet) dari suatu fluida selalumempunyai kecepatan, oleh karena itu

jet (semburan) juga mempunyai energy kenetik. Jika ada penghalang yang berada

pada lintasan gerak dari jet tersebut, maka penghalang tersebut akan menerima

gaya dinamik (dynamic force) yang disebut sebagai impact of jet.

Jet atau semburan fluida jika menumbuk suatu pelat yang diam akan terjadi

gaya pada pelat tersebut. Besaran gaya ini sama dengan laju perubahan

momentum dari jet tersebut. Jika pelat tidak diam maka pelat akan bergerak dalam

arah gerak jet (semburan). Jet of Impact terbagi atas (Khurmi, 1985) :

2.1.1 Pelat Diam

a. Gaya dari jet yang menumbuk pelat diam secara tegak lurus

Suatu jet (semburan) air yang menumbuk secara normal (tegaklurus) pada

pelat diam ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Pelat Diam Tegak Lurus


(Sumber: Prakash, 2016)
6

Jika jet air menumbuk pelat diam maka kecepatan jet akan turun dan

menjadi nol (0 atau diam) sesudah tumbukan (dalam arah jet). Berikut adalah

rumus yang menjelaskan besarnya gaya dan laju pancaran yang terjadi pada saat

pancaran mengenai pelatdiam.

Gaya normal pada pelat = Laju perubahan momentum

= Perubahan momentum / detik

= (massa fluida yang menumbukpelat / detik) X

(perubahan kecepatan normal terhadap pelat)

Gaya yang dikenakan oleh jet pada pelat diam (F) dapat diketahui dengan

menggunakan persamaan 2.3.

F = 𝑚̇ . ∆𝑉 = (ρ . 𝑎 . 𝑉) . (𝑉 − 0)

w
= ( g . a . V) . V

w = ρ . g ........................................................................................... (2.1)

𝑤
ρ= ............................................................................................... (2.2)
𝑔

Dengan :

𝑤 . 𝑎 . 𝑉2
F= [ kgf ] .............................................................................. (2.3)
𝑔

Keterangan persamaan 2.3:

V = kecepatan jet [ m/s ]

a = luaspenampanglintang jet [ m2]

w = beratjenis[ kgf/m3 ]
7

Laju aliran air ditunjukkan pada persamaan 2.4.


𝑤. 𝑎. 𝑉
𝑚̇ = ........................................................................................ (2.4)
𝑔

b. Gaya dari jet yang menumbuk pelat diam miring

Jet (semburan) yang terjadi pada suatu pelat miring dapat diilustrasikan

pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Pelat Diam Miring


(Sumber: Prakash, 2016)

Keterangan gambar 2.2:

V = kecepatan jet [ m/s ]

A = luas penampang lintang jet [ m2 ]

θ = sudutantara jet dan pelat[ m/s ]

Untuk mengetahui besarnya gaya yang terjadi pada pelat miring, dapat

digunakan persamaan 2.5.

Gaya normal pada pelat = laju perubahan momentum

= perubahan momentum / detik

= (massa fluida yang menumbuk pelat / detik) X

( perubahan kecepatan normal terhadap pelat)


8

F = 𝑚̇ . ∆𝑉 = (𝜌 . 𝑎 . 𝑉) . (𝑉 − 0)
𝑤 . 𝑎 . 𝑉2
F= [ kgf ] ...............................................................................(2.5)
𝑔

Gaya oleh jet pada arah tegak lurus pelat miring dapat diketahui dengan

menggunakan persamaan 2.6.

𝑤 . 𝑎 . 𝑉2
F= . sin 𝜃 …………………………………………………...(2.6)
𝑔

Sedangkan gaya oleh jet pada arah aliran didapatkan dengan persamaan 2.7

𝑤 . 𝑎 . 𝑉2 𝑤 . 𝑎 . 𝑉2 2
Fx= F .sin 𝜃 = ( . sin 𝜃) . sin 𝜃 = . 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 . cos 𝜃 (2)
𝑔 𝑔

𝑤 . 𝑎 . 𝑉2
. = . sin 2𝜃 …………………………………………………(2.7)
2. 𝑔

Dengan :

sin(2 . 𝜃 ) = 2 . sin 𝜃 . cos 𝜃 …………………………………………..(2.8)

2.1.2. Plat Melengkung

a. Gaya dari jet yang menumbuk sudu lengkung yang diam

Suatu jet air yang masuk dan keluar pada suatu sudu lengkung yang diam

secara tangensial dapat diilustrasikan seperti pada gambar 2.3.


9

Gambar 2.3. Pelat Melengkung Diam


(Sumber: Prakash, 2016)

Keterangan dari gambar 2.3.:

V = kecepatan jet

a = luas penampang jet

α = sudut masuk jet

ᵝ = sudut keluar jet

Semburan jet saat melalui sudu akan memberikan gaya pada sudu, Gaya ini

dapat ditentukan dengan menentukan komponen-komponen gaya sepanjang arah

normal dan arah tangensial terhadap sudu. Gaya jet sepanjang arah normal

terhadap sudu ditunjukkan pada persamaan 2.9.

Fn = lajualiranmassa X perubahankecepatanarah normal sudu


𝑤 .𝑎 .𝑉
Fn = . (𝑉 . cos ∝ + 𝑉 . cos 𝛽) …………………………………..(2.9)
𝑔

Sedangkan gaya dari jet arah tangentsial terhadap sudu ditunjukkan dengan

persamaan 2.10.
𝑤 .𝑎 .𝑉
Ft = . (𝑉 . cos ∝ − 𝑉 . cos 𝛽) ………………………………...(2.10)
𝑔
10

b. Gaya dari jet yang menumbuk sudu lengkung yang bergerak

Suatu semburan yang masuk dan keluar suatu sudu lengkung yang bergerak

dapat diilustrasikan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Pelat Melengkung Bergerak


(Sumber: Prakash, 2016)

Keterangan gambar 2.4:

V = kecepatan jet masuk sudu

V1 = kecepatan jet keluar sudu

v,v1 = kecepatan sudu (inlet dan outlet)

α = sudut jet masuk ke sudu

ᵝ = sudut jet keluardarisudu

Vr = kecepatanr elatif jet dan sudu pada sisi masuk sudu

Vrl = kecepatan relatif jet dan sudu pada sisi keluar sudu

Θ = sudut sudu pada sisi masuk

ϕ = sudut sudu pada sisi keluar


11

Vw = komponen horizontal dari V (sejajar dengan arah gerak sudu dikenal

sebagai kecepatan whirl pada sisi masuk)

Vwl =komponen horizontal dari V1 (sejajar dengan arah gerak sudu dikenal

dengan kecepatan whirl pada outlet)

Vf = komponen vertical dari V (tegak lurus terhadap arah gerak sudu dikenal

dengan kecepatan aliran pada inlet)

Vfl= komponen vertical dari V1 (tegak lurus terhadap gerak sudu dikenal dengan

kecepatan aliran pada outlet)

a = luas penampang lintang dari semburan jet

Hubungan antara segitiga sudut inlet dan outlet adalah :

v = v1

Vr =Vrl

Gaya jet dalam arah gerak sudu (Fx) ditunjukkan dengan persamaan 2.11.

Fx= laju aliran massa fluida x perubahan kecepatan whirl


𝑤. 𝑎. 𝑉
Fx = . (𝑉𝑤 − 𝑉𝑤,1 ) ……………………………………………(2.11)
𝑔

Sedangkan daya yang dilakukandalam arah gerak sudu ditunjukkan pada

persamaan 2.12.

W/t = gaya x (jarak/t)


𝑊 𝑤. 𝑎. 𝑉
= . ( 𝑉𝑤 − 𝑉𝑤,1 ) . 𝑣 ………………………………………(2.12)
𝑡 𝑔

Kerja yang dilakukan dalam arah gerak sudu per satuan berat adalah :
𝑊 1
= . (𝑉𝑤 − 𝑉𝑤,1 ). 𝑣 ……………………………………………(2.13)
𝑘𝑔𝑓 𝑔
12

2.2 Bagian-bagian Jet Impact

Bagian-bagian jet impact dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Komponen Jet Impact


(Sumber: Prakash, 2016)

Keterangan gambar 2.5:

1. Spring supporting :Merupakan penahan gaya dorong yang dihasilkan oleh

jokcey weight

2. Jockey weight :Berfungsi sebagai pemberat yang digunakan untuk

mengukur gaya semprot dari nosel

3. Nozzle :Bagian konstruksi yang menentukan kecepatan pancaran

dimana ekspansi berlangsung yang dimana terdiri atas Jet.

4. Tally :Untuk mengembalikan jockey weight ke dalam posisi

horizontal atau semula


13

5. Vane (Sudu) :Bagian yang menerima daya pancaran dalam skripsi ini

digunakan dua bentuk sudu yaitu pelat datar dan pelat

melengkung

6. Fulcrum : Tuas tumpungan dari Jockey weight

7. From Supply :Berfungsi untuk menyediakan suplay air yang berasal dari

pompa sentrifugal untuk disalurkan ke nosel.

8. Weighing Tank : Sarana pengembaliaan air ke Hydraulic Bench

2.3. Turbin Pelton

Turbin pelton merupakan pengembangan dari turbin impuls yang

ditemukan oleh S.N.Knight tahun 1872 dan N.J. Colenatahun 1873 dengan pasang

mangkok-mangkok pada roda turbin. Setelah itu turbin impuls dikembangkan oleh

orang Amerika Lester G. Pelton (1880) yang melakukan perbaikan dengan

penerapan mangkok ganda simetris, punggung membelah membagi jet manjadi

dua paruh yang sama yang dibalik menyamping.

Menurut Simamora (2017) pada turbin pelton putaran terjadi akibat

pembelokan pada mangkok ganda runner, oleh sebab itu turbin pelton disebut juga

sebagai turbin pancaran bebas. Turbin Pelton merupakan suatu jenis turbin yang

mengandalkan suatu reaksi impuls dari suatu daya yang dihasilkan dari daya

hidrolisis. Semakin tinggi head yang dimiliki maka semakin baik untuk turbin

jenis ini. Walaupun ns (kecepatan spesifik) relative kecil tapi memungkinkan

untuk kecepatan yang tinggi dengan ketentuan jumlah nosel yang banyak dalam

meningkatkan daya yang lebih tinggi.


14

Jenis Turbin ini memiliki satu atau beberapa jet penyemprot air seperti yang

ditunjukkan pada gambar 2.6 untuk memutar piringan, tidak seperti turbin jenis

reaksi, turbin ini tidak memerlukan tabung diffuser. Ketinggian air (head) = 200

s.d 2000 meter. Debit air = 4 s.d 15 m3/s. Turbin pelton digolongkan kedalam

jenis turbin impuls atau tekanan sama. Karena selama mengalir di sepanjang sudu-

sudu turbin tidak terjadi penurunan tekanan, sedangkan perubahan seluruhnya

terjadi pada bagian pengarah pancaran atau nozzel. Energi yang masuk ke roda

jalan dalam bentuk energy kinetik (Simamora, 2017).

Turbin Pelton yang bekerja dengan prinsip impuls, semua energy tinggi dan

tekanan ketika masuk ke mangkok jalan turbin dirubah menjadi energy kecepatan.

Pancaran air tersebut yang akan menjadi gaya tangensial F yang bekerja pada

mangkok roda jalan. Turbin pelton beroperasi pada tinggi jatuh yang besar .

Tinggi air jatuh dihitung mulai dari permukaan atas sampai tengah tengah

pancaran air.

Gambar 2.6. Pandangan atas Turbin Pelton


(Sumber: Quanz/Meerwarth, 1936)
15

Bentuk mangkok terbelah menjadi dua bagian yang simetris, dengan

maksud adalah agar dapat membalikan pancaran air dengan baik dan

membebaskan mangkok dari gaya-gaya samping. Dalam perancangan turbin

pelton telah ada suatu ketentuan yang mengatur dari desain / rancangan turbin

pelton secara baku. Intinya kita tinggal menggunakan beberapa parameter utama

untuk menghasilkan dimensi lain Turbin jenis ini biasanya digunakan untuk

menghasilkan listrik berkapasitas besar pada pusat tenaga air tekanan tinggi.

Turbin pelton dilengkapi dengan empat sampai dengan enam nozzle.

2.4 Sudu Turbin Pelton

Sudu pada turbin air berfungsi untuk menerima beban pancaran yang

disemprotkan oleh nosel. Sudu-sudu turbin pelton kecil terbuat dari besi tuang,

sedangkan turbin daya besar terbuat baja tuang yang meiliki kekerasan tinggi.

Sudu-sudu tersebut diperkuat oleh rusuk-rusuk memanjang atau melintang. Turbin

pelton memiliki tiga jenis daun sudu yakni daun sudu mangkuk (gambar), sudu

silinder dibelah dua (gambar), serta sudu Mitchell (gambar). Namun yang paling

banyak digunakan adalah sudu mangkuk karena dianggap memiliki efisiensi

yanglebih besar dalam praktiknya.

Kinerja turbin dipengaruhi kualitas aliran jet yang dihasilkan oleh nosel.

Kualitas aliran jet akan berpengaruh terhadap karakteristik aliran selama

berinteraksi dengan permukaan sudu (bucket). Penelitian tentang hal ini dilakukan

oleh Kvicinsky dkk (2002), dimana analisis aliran jet pada permukaan sudu turbin

dilakukan secara numerik maupun eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan


16

bahwa kualitas aliran jet berpengaruh pada distribusi tekanan dan medan

kecepatan pada permukaan sudu sehingga daya dan efisiensi turbin akan berubah.

Perubahan Daya turbin dapat diperoleh dengan berbagai cara, diantaranya

melakukan perubahan dimensi, perubahan bentuk sudu, dan juga bentuk

penampang noselnya. Bono dkk. (2013) berhasil membuat turbin impuls

memanfaatkan pipa galvanis sebagai bahan sudu. Turbin ini kemudian dikenal

dengan turbin pipa belah dua. Keistimewaan turbin pipa belah dua adalah cara

pembuatan yang sangat sederhana dibanding turbin lain. Hal ini menguntungkan

bagi masyarakat desa (terpencil) yang memiliki potensi energi mikrohidro. Hasil

pengujian terhadap turbin pipa belah dua menunjukkan efisiensi turbin ini masih

rendah yaitu 40,01 %. Secara teoritis turbin pipa belah dua mestinya dapat

menghasilkan efisiensi tinggi jika sudut outlet sudu 00 . Namun dalam

kenyataannya jika sudu dipasang dengan sudut outlet 00 aliran jet keluar akan

menumbuk sudu di depannya. Hal ini akan mengakibatkan kerugian daya

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan bentuk sudu

terhadap daya yang dibangkitkan turbin, maka perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut tentang perubahan bentuk sudu terhadap kinerjanya, mengacu pada model

sudu yang digunakan oleh Bono dkk (2013) yang awalnya berbentuk mangkuk

(gambar 2.7) selanjutnya diubah menjadi bentuk setengah silinder (gambar 2.8)

dan bentuk sudu Mitchell (gambar 2.9).


17

Gambar 2.7. Sudu Gambar 2.8. Sudu Gambar 2.9. Sudu


Mangkuk Silinder dibelah dua Mitchell
(Sumber: Bono, 2006)

2.5. Nosel

Nosel adalah sebuah alat yang yang didesain untuk mengontrol arah atau

karakteristik dari sebuah fluida yang mengalir (terutama untuk meningkatkan

kecepatan) saat keluar atau masuk dalam sebuah system pipa atau ruangan

tertutup. Nosel juga kerap digunakan untuk mengontrol kecepatan mengalir, arah,

berat, bentuk, atau aliran tekanan.

Banyak penerapan dari cara kerja yang kita temui dalam kehidupan sehari –

hari, terutama pada kasus meningkatkan kecepatan serta jangkauan aliran fluida.

Contohnya adalah penggunaan pada selang cuci steam, selang pemadam

kebakaran, water jet pack. Dengan adanya fenomena berubahnya tekanan menjadi

kecepatan pada fluida maka salah satu penerapannya yaitu pada Turbin Pelton.

Rendy (2015) dalam skripsinya mengemukakakn bahwa Nozzle mempunyai

beberapa fungsi penting terhadap pengaruh putaran sudu Turbin Pelton tersebut,

yaitu :
18

• Mengarahkan pancaran air ke sudu turbin

• Mengubah tekanan menjadi energi kinetik

• Mengatur kapasitas air yang masuk ke turbin

Jarak antara nozzle dan daun sudu dapat mempengaruhi kecepatan putar

daun sudu turbin. Selain itu jarak antara nozzle terhadap runner menentukan titik

jatuh air, karena nozzle harus memiliki jarak yang tepat agar sudu turbin dapat

menerima impuls yang baik. Jarak antara runner dengan nosel yang terlalu dekat

dapat memecah aliran sehingga pancaran air tidak tepat atau tidak fokus. Selain

itu jarak antara nosel terhadap runner menentukan titik jatuhnya aliran air.

2.6. Persamaan-Persamaan Yang Digunakan

2.6.1 Debit

Debit adalah banyaknya air yang mengalir dalam satu sekon, satuannya

meter kubik per sekon (m3/s). Dari ilmu mekanika fluida debit air yang mengalir

dari suatu tempat penampungan ditentukan oleh kecepatan aliran dan luas

penampang aliran. Maka dapat ditulis dengan persamaan (Frank,W.,1998 )

sebagai berikut:
𝑉
Q = 𝑡 .................................................................................................... (2.14)

Dimana:

Q = debit air (m3 /s)

v = volume air (m3)

t = waktu (s)
19

2.6.2 Laju Pancaran

Laju Pancaran merupakan kecepatan air yang keluar dari nozzle, dimana nilai

laju pancaran ditentukan oleh debit aliran, dapat ditulis dalam persamaan

(Frank,W.,1998 ) sebagai berikut :


𝑄
𝑉 = 𝐴 .................................................................................................... (2.15)

Keterangan :

Q = debit aliran (m3/s)

A = luas penampang (m)

Untuk menghitung luas penampang (A) digunakan persamaan sebagai berkut:

Untuk penampang bulat

1
𝐴= 𝜋D2 ............................................................................................. (2.16)
4

Keterangan :

A = luas penampang(m2)

d = diameter nozzel (m)

2.6.3 Efisiensi

Dalam menentukan efisiensi daya dari suatu sudu tergantung pada daya input

sudu dan daya output sudu, yang dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

(Erwin, 2012)

𝐹
ᶯ = 𝐹𝑡 × 100%............................................... ……………………….(2.17)
𝑛

Keterangan :

Η = efisiensi (%)
20

Fn = gaya pancaran (N)

Ft = gaya akhirpancaran (N)

Dimana

𝐹𝑡 . 0.15= 0.216 (𝑎 + 𝑏)

𝐹𝑎 ( 𝑎+𝑏)
𝐹𝑡 = ......................................................................................... (2.18)
0.15

Keterangan :

𝑎 = jarak awal (m)

𝑏 = jarak akhir (m)

Dan
1
𝐹𝑛 = 2 . 𝜌. 𝐴. 𝑉𝑛 2 ..................................................................................... (2.19)

Keterangan :

𝜌 = densitas air ( 997 Kg/m3)

A= luas penampang nozzle (m2)

Vn= laju pancaran (m/s)


21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan di laksanakan pada bulan September 2018 di

Laboratorium Mesin-mesin Fluida Teknik Universitas Hasanuddin, Gowa.

3.2 Model Uji

3.2.1 Sudu silinder dibelah dua

Desain 2 dimensi (Gambar 3.1) dan 3 dimensi (Gambar 3.2) Model sudu

sillinder dibelah dua menggunakan perangkat lunak

Gambar 3.1. Desain 2D model sudu Silinder dibelah dua


22

Gambar 3.2. Desain 3D model sudu Silinder dibelah dua

3.2.2. Sudu mangkok

Desain 2 dimensi (Gambar 3.3) dan 3 dimensi (Gambar 3.4) Model sudu

mangkok menggunakan perangkat lunak

Gambar 3.3. Desain 2D model sudu Silinder dibelah dua


23

Gambar 3.4. Desain 3D model sudu Mangkok

3.2.3. Sudu Mitchell

Desain 2 dimensi (Gambar 3.5) dan 3 dimensi (Gambar 3.6) Model sudu

sillinder dibelah dua menggunakan perangkat lunak

Gambar 3.5. Desain 2D model sudu Mitchell


24

Gambar 3.6. Desain 3D model sudu Mangkok

3.3 Alat dan Bahan

1. Alat uji Pancaran Fluida

2. Stopwatch

3. Ember berkapasitas 5 liter

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang akan digunakan pada penelitian ini terdiri dari : variable

bebas, variable terikat dan variable terkontrol.

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang ditentukan nilainya sebelum

melakukanpenelitian terdiri dari :

a. Variasi model sudu yaitu sudu mangkuk (sudu 1), sudu silinder dibelah

dua (sudu 2), dan sudu Mitchell (sudu 3)

b. Variasi jarak nosel tehadap sudu pada 0,04 m (h1), 0,03 m (h2), serta

0,02 m (h3) .
25

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang nilainya sangat bergantung pada

variabel bebas dan merupakan hasil dari penelitian. Variabel terikat yang

diperoleh dalam penelitian ini adalah :

a. Debit

b. Momentum

c. Laju aliran massa

d. Kecepatan aliran keluar nosel

e. Kecepatan aliran setelah keluar dari system

f. Besar gaya sembur pada sumbu x

g. Perhitungan besar gaya pada sudu berdasarkan penimbangan

3. Variabel terkontrol

a. Sudut sudu dikondisikan konstan pada posisi90o

b. Diameter nosel yang digunakan 5 mm

3.5 Prosedur penelitian

Cara pengambilan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Mengkondisikan keadaan mesin uji Jet impact dengan mengecek

kemungkinan adanya kebocoran, ketinggian air pada bak penampung, juga

input tegangan yang masuk

2. Memasang sudu pada lengan beban

3. Meletakkan beban pada lengan beban dengan garis tengah berada tepat pada

posisi nol
26

4. Mengatur lengan beban agar dalam keadaan setimbang (lurus searah bidang

horizontal) dengan cara memutar mur penyetel pegas

5. Mengatur jarak antara nosel dengan permukaan sudu

6. Mengatur bukaan katup, untuk tahap pertama yaitu bukaan 1/3

7. Mengalirkan air ke nosel dengan mengatur Voltage regulator sesuai dengan

putaran yang diinginkan dengan menggunakan Tachometer, tunggu hingga

putaran pompa stabil.

8. Membaca laju aliran massa pada Water meter, gunakan stopwatch untuk

menghitung lama waktu (t) untuk mencapai volume air sebanyak 5 liter

9. Menggeser pemberat sehingga posisi lengan benar-benar setimbang,

kemudian bacalah jarak pemberat tersebut ketika bergeser (y)

10. Mengulangi langkah ke 4dan seterusnya dengan memvariasi jarak nosel 60

mm dan 70 mm.

11. Mengulangi langkah ke 4 dan seterusnya dengan memvariasi bukaan 2/3

dan bukaan penuh

12. Mengulangi langkah ke 2 dan seterusnya dengan memvariasi sudu silinder

terbelah dua dan sudu Mitchell.


27

3.4 InstalasiAlat

Berikut adalah instalasi dari alat uji pancaran fluida yang diperlihatkan pada

gambar 3.7.

Gambar 3.7. Instalasialat jet impact


(Sumber: Megg,2015)
28

3.6 Diagram Alur Penelitian

Diagram alir penelitian ditampilkan pada gambar 3.8

Mulai

Tinjauan
Pustaka

Pengambilan data
(s, t, ρ)

Pengolahan Data
(Q, v, Ft, Fa, 𝜂)

Tida
Data telah benar? k
Ft ≥ Fa

Y
a
Analisis/Pembahasan

Kesimpulan

Selesa
i

Gambar 3.8. Diagram alir


29

3.6 Jadwal Kegiatan

Tahap
No. Uraian Kegiatan
I II III IV V VI

1 Studi Pustaka

2 Penyusunan Proposal

3 Pemodelan Spesimen

4 Pengumpulan Data

5 Analisis Data

6 Seminar Hasil

7 Ujian Akhir
30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

Data yang telah diperoleh dari hasil penilitian karakteristik pancaran fluida

terhadap jarak nosel sudu turbin pelton dengan variasi model sudu silinder dibelah

dua, sudu mangkuk, dan sudu Mitchell, variasi jarak nosel 0.04 m, 0,03 m, dan

0,02 m, pada debit Q1 (0,00008928), Q2 (0,00021459), Q3 (0,00022421), Q4

(0,00023041), dan Q5 (0,0002463). Selanjutnya akan terbagi dalam empat

indicator yaitu debit aliran (Q), kecepatan aliran (V), gaya pancaran (Ft), dan

efisiensi (n). dapat dilihat pada table lampiran.

4.1.1. Contoh Perhitungan

Untuk contoh perhitungan diambil data pada pembukaan katup 20%

dengan menggunakan Sudu 1 (sudu mangkuk) dan jarak nosel 0,04 m sebagai

berikut:

V = 0,005m3

𝑡 = 55 s

d = 0.01 m

s = 0,01 m

𝐴𝑛𝑜𝑠𝑒𝑙 = 0,09 m

𝑊𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 = 0,216 kg

𝜌 = 997 Kg/m3
31

1. Debit (Q,𝐦𝟑 /𝐬)

Untuk menentukan debit dari variasi bukaan katub dilakukan dengan

menampung air yang mengalir melalui saluran ke dalam ember yang bervolume5

liter. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dengan mengambil hasil rata-rata

sehingga debit dapat diketahui. Untuk debit pertama (Q1) diketahui sebagai

berikut:
V
Q= ……………………………………………………… (2.13)
t

Dimana:

V = 5 liter = 0,005m3

t1 = 55 s

Sehingga:

0,005
𝑄=
55
3
𝑄 = 9,09 𝑥 10−5 𝑚 ⁄𝑠

Untuk hasil perhitungan debit pada variasi jmodel sudu dan jarak nosel

yang lain terdapat pada tabel lampiran B.

2. Kecepatan aliran air (V, m/s)

Dalam pengujian yang dilakukan, kecepatan air dapat diketahui dengan

menggunakan persamaan 21.

Q
V= (m/s) …………………………………………………(2.14)
A
32

Dimana :
3
𝑄 = 9,09 𝑥 10−5 𝑚 ⁄𝑠

𝐴 = 7,85 × 105 𝑚2

Maka :
3
9,09 × 10−5 𝑚 ⁄𝑠
𝑉=
7,85 × 105 𝑚2

𝑉 = 1,158 𝑚⁄𝑠

Untuk hasil perhitungan kecepatan aliran pada variasi model sudu dan

jarak nosel yang lain terdapat pada tabel lampiran B.

3. Densitas air yang mengalir (ρ)

Untuk menentukan densitas air yang mengalir dilakukan dengan mengukur

besarnya suhu dari air yang mengalir pada saluran kemudian melihat nilai densitas

air pada tabel A.1 kerapatan dan kekentalan air dengan tekanan 1 atm. Pada

pengujian didapatkan data suhu air yang mengalir adalah 250C sehingga diperoleh

nilai pada tabel A.1 adalah 997 kg/m3.

4. Gaya fluida(Fa)

Untuk menghitung gaya fluida menggunakan persamaan 2.19.


1
𝐹𝑎 = 2 𝜌 𝐴 𝑉 2 …………………………………………….(2.19)
33

Dimana:

ρ = 997 Kg/m3

𝐴 = 7,85 × 105 𝑚2

𝑉 = 1,158 𝑚⁄𝑠

Maka:

1
𝐹𝑎 = 997 × 7.58 × 10−5 × (1.158)2
2

𝐹𝑎 = 5,24819 × 10−5

𝐹𝑎 = 0,05248 𝑘𝑔

𝐹𝑎 = 0,5248 𝑁

Untuk hasil perhitungan gaya fluida pada variasi jmodel sudu dan jarak

nosel yang lain terdapat pada tabel lampiran B.

5. Gaya pancaran (𝐅𝐭 )

Gaya yang dipancarkan oleh air dapat diketahui dengan menggunakan

persamaan 2.17.

𝐹𝑡 × 𝐿 = 𝑤 (𝑠 + 𝐿) ………………………………………...(2.18)

Dimana:

𝐿 = 0,15 m

w = 0,216 kg

s = 0,01 m
34

Maka:

𝐹𝑡 × 0.15 𝑚 = 0.216 𝑘𝑔 (𝑠 + 0.15 𝑚)

0.216 (0.01 + 0.15)


𝐹𝑡 =
0.15

𝐹𝑡 = 0.02304 𝑘𝑔

𝐹𝑡 = 2,304 𝑁

Untuk hasil perhitungan gaya pancaran pada variasi jmodel sudu dan jarak

nosel yang lain terdapat pada tabel lampiran B.

6. Efisiensi (𝜼, %)

Efisiensimerupakan perbandingan antara gaya pancaran dan gaya fluida

yang dapat diperoleh dari persamaan 2.16.

F
η = Fa x 100% ………………………………………………(2.17)
t

Dimana:

Fa = 0,5248 N

Ft = 2,304 N

Maka:

0,5248
𝜂= × 100%
2,304

𝜂 = 22,7 %

Untuk hasil perhitungan efisiensi pada variasi jmodel sudu dan jarak nosel

yang lain terdapat pada tabel lampiran B.


35

4.1.2 Hubungan gaya pancaran terhadap debit aliran dan jarak nosel

Hubungan gaya pancaran terhadap debit aliran dan jarak nosel di

perlihatkan pada Tabel 4.1 dan Grafik 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.5, dan 4.6.

Tabel 4.1. Hasil perhitungan gaya pancaran berdasarkan debit pada variasi
jarak nosel dan model sudu.

Jarak Gaya, F (N)


Model sudu nosel,
h (m) Q1 Q2 Q3 Q4 Q5
(0.00008928) (0.000205) (0.000214) (0.0002304) (0.0002415)

0.04 2.304 3.571 3.787 3.902 3.945

Sudu 1 0.03 2.361 3.6 3.83 3.945 4.046

0.02 2.376 3.715 3.873 4.003 4.06

0.04 2.88 3.916 3.888 4.003 4.032

Sudu 2 0.03 3 3.931 4.06 4.075 4.161

0.02 3.456 3.974 4.089 4.262 4.348

0.04 3.312 3.916 3.902 4.0032 4.348

Sudu 3 0.03 3.456 4.003 4.075 4.2624 4.406

0.02 3.744 4.046 4.089 4.334 4.4208


36

4.5

3.5
Q1= 0,000089 m3/s
gaya (N)

3 Q2= 0,000214 m3/s


Q3= 0,000224 m3/s
2.5
Q4= 0,0002304 m3/s
2 Q5= 0,000246 m3/s

1.5

1
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
jarak nosel (m)

Grafik 4.1. Hubungan gaya pancaran terhadap jarak nosel dengan variasi debit
aliran pada Sudu 1

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Grafik 4.1 dapat dilihat bahwa pada Sudu 1

(sudu mangkuk), untuk debit 1 gaya pancaran maksimal yang diterima yaitu

sebesar 2,376 N dengan nosel berjarak 0,02 m. Untuk debit 2 gaya pancaran

maksimal yang diterima oleh sudu 1 yaitu sebesar 3,715 N oleh nosel berjarak

0,02 m.

Gaya pancaran maksimal yang diperoleh pada sudu 1 untuk debit 3 yaitu

sebesar 3,873 N yang terjadi pada jarak nosel 0,02 m. Untuk debit 4 gaya

pancaran maksimal yang diterima yaitu sebesar 3,902 N oleh nosel berjarak 0,02.

Gaya pancaran maksimal yang diperoleh pada sudu 1 untuk debit 5 yaitu

sebesar3,945 N yang terjadi pada jarak nosel 0,02 m.


37

4.5

3.5
Q1= 0,000089 m3/s
gaya (N)

3 Q2= 0,000214 m3/s


Q3= 0,000224 m3/s
2.5
Q4= 0,0002304 m3/s
2 Q5= 0,000246 m3/s

1.5

1
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
jarak nosel (m)

Grafik 4.2 Hubungan gaya pancaran terhadap jarak nosel dengan variasi debit
aliran pada Sudu 2

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Grafik 4.2 dapat dilihat bahwa pada sudu 2

(silinder dibelah dua), untuk debit 1 gaya pancaran maksimal yang diterima yaitu

sebesar 3,456Ndengan nosel berjarak 0,02 m. Untuk debit 2 gaya pancaran

maksimal yang diterima yaitu sebesar 3,974Noleh nosel berjarak 0,02.

Gaya pancaran maksimal yang diperoleh pada sudu 2 untuk debit 3 yaitu

sebesar 4,089 N yang terjadi pada jarak nosel 0,02 m. Untuk debit 4 gaya

pancaran maksimal yang diterima yaitu sebesar 4,262N oleh nosel berjarak

0,02.Gaya pancaran maksimal yang diperoleh pada sudu 2 untuk debit 5 yaitu

sebesar 4,348 N yang terjadi pada jarak nosel 0,02 m.


38

4.5

3.5
Q1= 0,000089 m3/s
gaya (N)

3 Q2= 0,000214 m3/s


Q3= 0,000224 m3/s
2.5
Q4= 0,0002304 m3/s
2 Q5= 0,000246 m3/s

1.5

1
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
jarak nosel (m)

Grafik 4.3. Hubungan gaya pancaran terhadap jarak nosel dengan variasi
debit aliran pada Sudu 3

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Grafik 4.3 dapat dilihat bahwa pada Sudu 3

(sudu Mitchell), untuk debit 1 gaya pancaran maksimal yang diterima yaitu

sebesar 3,744 N dengan nosel berjarak 0,02 m. Untuk debit 2 gaya pancaran

maksimal yang diterima yaitu sebesar 4,046 N oleh nosel berjarak 0,02.

Gaya pancaran maksimal yang diperoleh pada sudu 3 untuk debit 3 yaitu

sebesar 4,089 N yang terjadi pada jarak nosel 0,02 m. Untuk debit 4 gaya

pancaran maksimal yang diterima yaitu sebesar 4,334 N oleh nosel berjarak 0,02

m. Sedangkan untuk debit 5 yaitu sebesar 4,348 N yang terjadi pada jarak nosel

0,02 m.
39

4.5

4
gaya (N)

3.5 h1=0.04 m
h2=0.03 m
3 h3=0.02 m

2.5

2
0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025
debit (𝑚^3⁄𝑠)

Grafik 4.4. Hubungan gaya pancaran terhadap debit aliran dengan variasi jarak
nosel pada Sudu 1

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Grafik 4.4 dapat dilihat bahwa pada Sudu 1

(sudu mangkuk), untuk jarak nosel 0.04 m, gaya pancaran minimal yang diterima

adalah 2,304 N pada debit 1, sedangkan gaya pancaran maksimal yang yaitu

sebesar 3,945 N pada debit 5.

Untuk jarak nosel 0.03 m, gaya pancaran minimal yang diterima adalah

2,361 N pada debit 1, sedangkan gaya pancaran maksimal yang yaitu sebesar

4,046Npada debit 5. Untuk jarak nosel 0.02 m, gaya pancaran minimal yang

diterima adalah 2,376 N pada debit 1, sedangkan gaya pancaran maksimal yang

yaitu sebesar 4,06 N pada debit 5.


40

4.5

4
gaya (N)

3.5 h1=0.04 m
h2=0.03 m
3 h3=0.02 m

2.5

2
0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025
debit (𝑚^3⁄𝑠

Grafik 4.5 Hubungan gaya pancaran terhadap debit aliran dengan variasi jarak
nosel pada Sudu 2

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Grafik 4.5 dapat dilihat bahwa pada Sudu 2

(silinder dibelah dua), untuk jarak nosel 0.04 m, gaya pancaran minimal yang

diterima adalah 2,88 N pada debit 1, sedangkan gaya pancaran maksimal yang

yaitu sebesar 4,032Npada debit 5.

Untuk jarak nosel 0.03 m, gaya pancaran minimal yang diterima adalah

3,024 N pada debit 1, sedangkan gaya pancaran maksimal yang yaitu sebesar

4,161 N pada debit 5. Untuk jarak nosel 0.02 m, gaya pancaran minimal yang

diterima adalah 3,456 N pada debit 1, sedangkan gaya pancaran maksimal yang

yaitu sebesar 4,348Npada debit 5.


41

4.5

4
gaya (N)

3.5 h1=0.04 m
h2=0.03 m
3 h3=0.02 m

2.5

2
0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025
debit (𝑚^3⁄𝑠

Grafik 4.6. Hubungan gaya pancaran terhadap debit aliran dengan variasi jarak
nosel pada Sudu 3

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Grafik 4.6 dapat dilihat bahwa pada Sudu 3,

untuk jarak nosel 0.04 m, gaya pancaran minimal yang diterima adalah 4.348 N

pada debit 1, sedangkan gaya pancaran maksimal yang yaitu sebesar 3,945Npada

debit 5.

Untuk jarak nosel 0.03 m, gaya pancaran minimal yang diterima adalah

3,456 N pada debit 1, sedangkan gaya pancaran maksimal yang yaitu sebesar

4,406Npada debit 5. Untuk jarak nosel 0.02 m, gaya pancaran minimal yang

diterima adalah 3,744 N pada debit 1, sedangkan gaya pancaran maksimal yang

yaitu sebesar 4,42 N pada debit 5.


42

4.1.3 Hubungan jarak nosel terhadap efisiensi

Hubungan jarak nosel terhadap efisiensi dengan variasi debit dan model

sudu diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan Grafik 4.7, 4.8, 4.9, 4.10, 4.11, dan 4.12

Tabel 4.2. Hasil perhitungan efisiensi berdasarkan debit pada variasi jarak nosel
dan model sudu

Jarak Efisiensi (%)


Model
nosel,
Sudu Q1 Q2 Q3 Q4 Q5
h (m)
(0.00008928) (0.00021459) (0.00022421) (0.00023041) (0.00024630)

0.04 22.77 75.28 77.21 86.39 93.9

Sudu 1 0.03 22.2 74.68 76.34 85.44 91.56

0.02 22.08 72.36 75.49 84.21 91.23

0.04 18.22 68.64 75.21 84.21 91.89

Sudu 2 0.03 17.35 68.39 72.01 82.73 89.02

0.02 15.18 67.64 71.5 79.09 85.19

0.04 15.84 68.64 74.93 84.21 85.19

Sudu 3 0.03 15.18 67.16 71.75 79.09 84.08

0.02 14.01 66.44 71.5 77.78 83.809


43

100

90

80

70
efisiensi (%)

60 Q1= 0,000089 m3/s


50 Q2= 0,000214 m3/s

40 Q3= 0,000224 m3/s

30 Q4= 0,0002304 m3/s


Q5= 0,000246 m3/s
20

10

0
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
jarak nosel (m)

Grafik 4.7. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi debit aliran
pada Sudu 1

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Grafik 4.7 terlihat bahwa pada Sudu 1 (sudu

mangkuk), untuk debit 1 efisiensi maksimal yang diterima yaitu sebesar 22.77 N

dengan nosel berjarak 0,04 m, efisiensi minimal 21,43 N pada nosel berjarak 0,02

m. Untuk debit 2 efisiensi maksimal yaitu sebesar 75.28 N oleh nosel berjarak

0,04. Efisiensi minimal 72,36 N pada nosel berjarak 0,02 m. Untuk debit 3

efisiensi maksimal yaitu sebesar 77.21 N oleh nosel berjarak 0,04, efisiensi

minimal 75,49 N pada nosel berjarak 0,02 m.

Pada debit 4 efisiensi maksimal yaitu sebesar 86,39 N oleh nosel berjarak

0,04.Efisiensi minimal 84,21 N pada nosel berjarak 0,02 m. Pada debit 5 efisiensi

maksimal yaitu sebesar 93.9 N oleh nosel berjarak 0,04.Efisiensi minimal 91,23 N

pada nosel berjarak 0,02 m.


44

100

90

80

70

60
efisiensi (%)

Q1= 0,000089 m3/s


50 Q3= 0,000205 m3/s

40 Q3= 0,000224 m3/s


Q4= 0,0002304 m3/s
30
Q5= 0,000246 m3/s
20

10

0
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
jarak nosel (m)

Grafik 4.8. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi debit aliran
pada Sudu 2

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Grafik 4.8 terlihat bahwa pada Sudu 2 (sudu

silinder dibelah dua), untuk debit 1 efisiensi maksimal yang diterima yaitu

sebesar 18,22 N dengan nosel berjarak 0,04 m efisiensi minimal 15.18 N pada

nosel berjarak 0,02 m. Untuk debit 2 efisiensi maksimal yaitu sebesar 68.64 N

oleh nosel berjarak 0,04. Efisiensi minimal 67,64 N pada nosel berjarak 0,02 m.

Untuk debit 3 efisiensi maksimal yaitu sebesar 75.21 N oleh nosel berjarak

0,04. Efisiensi minimal 71,5 N pada nosel berjarak 0,02 m Pada debit 4 efisiensi

maksimal yaitu sebesar 84,21 N oleh nosel berjarak 0,04. Efisiensi minimal 79,09

N pada nosel berjarak 0,02 m Pada debit 5 efisiensi maksimal yaitu sebesar 91,89

N oleh nosel berjarak 0,04. Efisiensi minimal 85,19 N pada nosel berjarak 0,02 m.
45

100

90

80

70
efisiensi (%)

60 Q1= 0,00089 m3/s


50 Q2= 0,000214 m3/s

40 Q3= 0,000224 m3/s

30 Q4= 0,0002304 m3/s


Q5= 0,000246 m3/s
20

10

0
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
jarak nosel (m)

Grafik 4.9. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi debit
aliran pada Sudu 3

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Grafik 4.9 terlihat bahwa pada Sudu 3 (sudu

Mitchell), untuk debit 1 efisiensi maksimal yang diterima yaitu sebesar 15,84

Ndengan nosel berjarak 0,04 m efisiensi minimal 14,01 N pada nosel berjarak

0,02 m. Untuk debit 2 efisiensi maksimalyaitu sebesar 66,64 N oleh nosel

berjarak 0,04. Efisiensi minimal 66,44 N pada nosel berjarak 0,02 m.

Untuk debit 3 efisiensi maksimal yaitu sebesar 74,93 N oleh nosel berjarak

0,04. Efisiensi minimal 71,5 N pada nosel berjarak 0,02 m Pada debit 4 efisiensi

maksimal yaitu sebesar 84,21 N oleh nosel berjarak 0,04. Efisiensi minimal 77,78

N pada nosel berjarak 0,02 m Pada debit 5 efisiensi maksimal yaitu sebesar 85,19

N oleh nosel berjarak 0,04. Efisiensi minimal 83,809 N pada nosel berjarak 0,02

m.
46

100

90

80

70

60
efisiensi (%)

50 h1=0,04 m

40 h2=0,03 m
h3=0,02 m
30

20

10

0
0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025
debit (𝑚^3⁄𝑠)

Grafik 4.10. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi debit
aliran pada Sudu 1

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Grafik 4.10 dapat dilihat bahwa pada Sudu 1

(sudu mangkuk), untuk jarak nosel h1=0.04 m, efisiensi minimal yang diterima

adalah 22,77% pada debit 1, sedangkan efisiensi maksimal yang yaitu sebesar

93.903%pada debit 5.

Untuk jarak nosel h2=0.03 m, efisiensi minimal yang diterima adalah

22,22% pada debit 1, sedangkan efisiensi maksimal yang yaitu sebesar 91,56%

pada debit 5. Untuk jarak nosel h3=0.02 m, efisiensi minimal yang diterima

adalah 22,08% pada debit 1, sedangkan efisiensi maksimal yang yaitu sebesar

91,23% pada debit 5.


47

100

90

80

70

60
efisiensi (%)

50 h1=0.04 m

40 h2=0.03 m
h3=0.02 m
30

20

10

0
0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025
debit (𝑚^3⁄𝑠)

Grafik 4.11. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi debit
aliran pada Sudu 2

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Graik 4.11 dapat dilihat bahwa pada Sudu 2

(silinder dibelah dua), untuk jarak nosel h1=0.04 m, efisiensi minimal yang

diterima adalah 18,22% pada debit 1, sedangkan efisiensi maksimal yang yaitu

sebesar 91,89% pada debit 5.

Untuk jarak nosel 0.03 m, efisiensi minimal yang diterima adalah 17,35%

pada debit 1, sedangkan efisiensi maksimal yang yaitu sebesar 89,02% pada debit

5. Untuk jarak nosel h3=0.02 m, efisiensi minimal yang diterima adalah 15,18%

pada debit 1, sedangkan efisiensi maksimal yang yaitu sebesar 85,19% pada debit

5.
48

90

80

70

60
efisiensi (%)

50
h1=0.04 m
40
h2=0.03 m
30 h3=0.02 m

20

10

0
0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025
debit (𝑚^3⁄𝑠)

Grafik 4.12. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi debit aliran
pada Sudu 3

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Grafik 4.12 dapat dilihat bahwa pada Sudu 3

(sudu Mitchell), untuk jarak nosel h1=0.04 m, efisiensi minimal yang diterima

adalah 15,84% pada debit 1, sedangkan efisiensi maksimal yang yaitu sebesar

85,19% pada debit 2.

Untuk jarak nosel 0.03 m, efisiensi minimal yang diterima adalah 15,18 %

pada debit 1, sedangkan efisiensi maksimal yang yaitu sebesar 84,08% pada debit

5. Untuk jarak nosel 0.02 m, efisiensi minimal yang diterima adalah 14,01% pada

debit 1, sedangkan efisiensi maksimal yang yaitu sebesar 83,809% pada debit 5.
49

4.1.4 Hubungan efesiensi terhadap jarak nosel dengan variasi model sudu

Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi model sudu

diperlihatkan pada Tabel 4.3 dan Grafik 4.13, 4.14, 4.15, 4.16, dan 4.17.

Tabel 4.3. Hasil perhitungan efisiensi berdasarkan jarak nosel pada variasi debit
dan model sudu

Efisiensi (%)
Debit Model Sudu Nosel Nosel Nosel
h1= 0.04 m h2= 0.03 m h3= 0.02 m
Sudu 1 22.77 22.22 22.08

Q1 (0.0000909) Sudu 2 18.22 17.35 15.18

Sudu 3 15.84 15.18 14.01

Sudu 1 75.28 74.68 72.36

Q2 (0.000205) Sudu 2 68.64 68.39 67.64

Sudu 3 68.64 67.16 66.44

Sudu 1 77.21 76.34 75.49

Q3 (0.000214) Sudu 2 75.21 72.01 71.5

Sudu 3 74.93 71.75 71.5

Sudu 1 86.39 85.44 84.21

Q4 (0.0002304) Sudu 2 84.21 82.73 79.09

Sudu 3 84.21 79.09 77.78

Sudu 1 93.903 91.56 91.23

Q5 (0.0002415) Sudu 2 91.89 89.02 85.19

Sudu 3 85.19 84.08 83.8


50

50
Sudu 1 (mangkuk)
45

40
Sudu 2 (silinder dibelah dua)
35
efisisiensi (%)

30 Sudu 3 (mitchell)

25

20

15

10

0
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
jarak nosel (m)

Grafik 4.13. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi model sudu
pada debit 1

Berdasarkan Tabel 4.3 dan Grafik 4.13 dapat dilihat bahwa pada Sudu 1

memiliki efisiensi terbesar yaitu 22,77% dengan jarak nosel 0,04 m. dan untuk

efisiensi terkecil yaitu 22,08% dengan jarak nosel 0,02 m.

Untuk Sudu 2, menghasilkan efisiensi terbesar yaitu 18,22% yang

diperoleh pada jarak nosel 0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil yaitu 15,18% yang

diperoleh pada jarak nosel 0,02 m. Untuk Sudu 3, menghasilkan efisiensi terbesar

yaitu 15,84% yang diperoleh pada jarak nosel 0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil

yaitu 14,01% yang diperoleh pada jarak nosel 0,02 m.


51

100
Sudu 1 (mangkuk)
95

90 Sudu 2 (silinder dibelah dua)

85
Sudu 3 (mitchell)
80
efisiensi (%)

75

70

65

60

55

50
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
jarak nosel (m)

Grafik 4.14. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi


model sudu pada debit 2

Berdasarkan Tabel 4.3 dan Grafik 4.14 dapat dilihat bahwa pada Sudu 1,

menghasilkan efisiensi terbesar yaitu 75,28% yang diperoleh pada jarak nosel

0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil yaitu 72,36% yang diperoleh pada jarak nosel

0,02 m.

Untuk Sudu 2, menghasilkan efisiensi terbesar yaitu 68,64% yang

diperoleh pada jarak nosel 0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil yaitu 67,64% yang

diperoleh pada jarak nosel 0,02 m. Untuk Sudu 3, menghasilkan efisiensi terbesar

yaitu 68,64% yang diperoleh pada jarak nosel 0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil

yaitu 66,44% yang diperoleh pada jarak nosel 0,02 m.


52

100

95

90

85

80
efisiensi (%)

75

70 Sudu 1 (mangkuk)

65
Sudu 2 (silinder dibelah dua)
60

55 Sudu 3 (mitchell)
50
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
jarak nosel (m)

Grafik 4.15. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi model
sudu pada debit 3

Berdasarkan Tabel 4.5 dan Grafik 4.15 dapat dilihat bahwa pada Sudu 1,

menghasilkan efisiensi terbesar yaitu 77,21% yang diperoleh pada jarak nosel

0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil yaitu75,49% yang diperoleh pada jarak nosel

0,02 m.

Untuk Sudu 2, menghasilkan efisiensi terbesar yaitu 75,21% yang

diperoleh pada jarak nosel 0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil yaitu 71,50% yang

diperoleh pada jarak nosel 0,02 m. Untuk Sudu 3, menghasilkan efisiensi terbesar

yaitu 74,93% yang diperoleh pada jarak nosel 0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil

yaitu 71,50% yang diperoleh pada jarak nosel 0,02 m.


53

100

95

90

85

80
efisiensi (%)

75 Sudu 1 (Mangkuk)
70

65 Sudu 2 (silinder dibelah dua)

60
Sudu 3 (Mitchell)
55

50
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
jarak nosel (m)

Grafik 4.16. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi model
sudu pada debit 4

Berdasarkan Tabel 4.5 dan Grafik 4.16 dapat dilihat bahwa pada Sudu 1,

menghasilkan efisiensi terbesar yaitu 86,39% yang diperoleh pada jarak nosel

0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil yaitu 84,21% yang diperoleh pada jarak nosel

0,02 m.

Untuk Sudu 2, menghasilkan efisiensi terbesar yaitu 84,21% yang

diperoleh pada jarak nosel 0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil yaitu 79,09% yang

diperoleh pada jarak nosel 0,02 m. Untuk Sudu 3, menghasilkan efisiensi terbesar

yaitu 84,21% yang diperoleh pada jarak nosel 0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil

yaitu 77,78% yang diperoleh pada jarak nosel 0,02 m.


54

100

95

90

85

80
efisiensi (%)

75 Sudu 1 (mangkuk)

70
Sudu 2 (silinder dibelah dua)
65

60
Sudu 3 (mitchell)
55

50
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
jarak nosel (m)

Grafik 4.17. Hubungan efisiensi terhadap jarak nosel dengan variasi model sudu
pada debit 5

Berdasarkan Tabel 4.5 dan Grafik 4.17 dapat dilihat bahwa pada Sudu 1,

menghasilkan efisiensi terbesar yaitu 93,903% yang diperoleh pada jarak nosel

0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil yaitu 91,23% yang diperoleh pada jarak nosel

0,02 m.

Untuk Sudu 2, menghasilkan efisiensi terbesar yaitu 91,89% yang

diperoleh pada jarak nosel 0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil yaitu 85,19% yang

diperoleh pada jarak nosel 0,02 m. Untuk Sudu 3, menghasilkan efisiensi terbesar

yaitu 85,19% yang diperoleh pada jarak nosel 0,04 m., dan untuk efisiensi terkecil

yaitu 83,109% yang diperoleh pada jarak nosel 0,02 m.


55

4.2. PEMBAHASAN

4.2.1. Pengaruh jarak nosel terhadap gaya pancaran

Pada grafik 4.1, 4.2, dan 4.3 dapat dilihat perbandingan antara jarak nosel

dengan gaya pancaran. Ketiga grafik menunjukkan terjadinya penurunan gaya

pancaran ketika jarak nosel semakin menjauh. Hal ini disebabkan karena semakin

bertambahnya jarak antara sudu dengan ujung nosel yang mnegakibatkan

berkurangnya gaya yang diterima oleh sudu.Hal ini disebabkan olehkarena ketika

bukaan katup ditingkatkan, maka pancaran air akan semakin kuat mendorong

sudu, yang mengakibatkan bertambahnya gaya pancaran.

Pada semua model sudu, nosel dengan jarak 0,04 menghasilkan gaya

pancaran terkecil, seperti yang terjadi pada sudu mangkuk dengan debit 0,000

menghasilkan 2,12 N. dibandingkan dengan nosel berjarak 0,02 pada sudu

Mitchell dengan debit yang sama menghasilkan gaya pancaran sebesar 2,47 N.

Nosel yang semakin mendekati sudu turbin, akan menerima gaya pancaran

yang semakin besar. Hal ini dapat kita ketahui dengan semakin besarnya angka

yang ditunjukkan pada jockey weight di alat uji pancaran fluida yang ketika

dimasukkan pada persamaan 2.17, maka akan juga memperbesar nilai gaya

pancaran. Hal ini membuktikan bahwa jarak nosel berbanding terbalik dengan

gaya pancaran.

𝐹𝑡 × 𝐿 = 𝑤 (𝑠 + 𝐿)………………………………(2.17)

Peningkatan bukaan katup, mengakibatkan banyaknya volume air yang terpancar

yang akhirnya akan mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam mencapai volume

0,0005 m3.
56

V
Q = t ………………………………….(2.13)

Persamaan 2.13 dapat menjadi alasan meningkatnya debit aliran disetiap bukaan

katup untuk semua model sudu. Hal ini juga didukung oleh Rizki (2006) yang

dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa semakin besar bukaan katup,

Berkurangnya waktu yang digunakan, akan memperbesar nilai debit.

4.2.2. Pengaruh jarak nosel terhadap efisiensi

Berdasarkan Grafik 4.4, 4.5, dan 4.6 di atas dapat diketahui efisiensi

maksimum yang dihasilkan pada setiap posisi. Posisi pertama dengan jarak 0.04

m mampu menghasilkan efisiensi sebesar 84% pada sudu silinder dibelah dua,

87,5% pada pada sudu mangkuk, dan 84% pada sudu mitchell. Posisi kedua

dengan jarak 0,03 m mampu menghasilkan efisiensimasing-masing sebesar 80%,

85,4%, dan 81,5%. Sedangkan pada posisi ketiga dengan jarak 0,02 m mampu

menghasilkan efisiensi sebesar 78%, 84% dan 77,5%.

Jarak untuk menghasilkan efisiensi yang optimum sebesar 0,04 m dari

sudu turbin pelton menghasilkan 87,5% pada debit 0,00018 m3/s. Hal ini dapat

dianalisis bahwa apabila jarak yang terlalu dekat seperti pada data yang ada di

Tabel 4.4, grafik 4.10, 4.11 dan 4.12 di mana diketahui bahwa efisiensi pada

posisi ketiga dengan jarak 0,02 m menghasilkan efisiensi maksimum sebesar

77.5% belum mampu menghasilkan daya listrik yang tinggi.

Hal ini disebabkan oleh arah aliran air semprotan yang keluar dari

nozzletidak terlalu tepat mengenai titik optimum pada sudu turbin yang

menyebabkan kurangnya gaya pancaran yang diterima, selain itu juga akan

mengakibatkan banyaknya air yang terbuang dengan sia-sia dan tidak dapat
57

dimanfaatkan secara maksimum. Penelitian ini juga didukung dengan hasil

penelitan yang dilakukan oleh Yani dkk (2017) yang telah mendapati bahwa jarak

nosel terhadap sudu turbin turbin pelton sangat mempengaruhi daya yang

dihasilkan.

4.2.3. Pengaruh model sudu dan jarak nosel terhadap efisiensi

Berdasarkan tabel 4.5 dapat kita lihat bahwa efisiensi yang dihasilkan

pada Sudu 1 lebih besar jika dibandingkan dengan Sudu 2 maupun Sudu 3, hal

ini disebabkan karena distribusi massa air melewati sudu mangkuk memantul

kembali secara halus kesegala arah, sedangkan pada sudu mitchell dan sudu

setengah silinder pada saat pancaran air memantul kembali sebagian ke arah

samping kiri dan kanan melalui kelengkungan sudut pantul yang halus, dan

sebagian lagi memantul kembali kearah radial melalui kelengkungan sudut

pantul yang tajam akibat dari konstruksi sudunya.

Sudu 1 dengan efisiensi maksimum yang terjadi sebesar 97,64%, pada

Sudu 3 sebesar 86,78%. sedangkan pada Sudu 2 87,71%. Sedangkan erbedaan

daya antara sudu mangkuk dengan sudu setengah mitchell adalah sebesar

10,86%.

Lebih jauh lagi, Bono (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

pantulan yang berasal dari kaki sudu iniakan mengenai sudu berikutnya, yang

akibatnya akan menghambat laju putaran sudu, sehingga daya yang

dibangkitkan turbin juga makin berkurang.


58

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Bertambahnya jarak antara sudu dengan ujung nosel akan mengakibatkan

berkurangnya gaya yang diterima oleh sudu. Gaya pancaran terbesarkan

dihasilkan oleh nosel berjarak 0,02 m yaitu sebesar 4,4208 N dan terkecil

pada jarak nosel 0,04 m yaitu 2,304 N.

2. Karakteristik pada sudu mangkuk, sudu mitchell, maupun sudu

setengah silinder memiliki kecenderungan yang sama. Namun efisiensi

yang dihasilkan pada sudu mangkuk lebih besar jika dibandingkan

dengan sudu mitchell maupun sudu setengah silinder. Sudu mangkuk

mampu menghasilkan efisiensi sebesar 93,903 % pada jarak nosel 0,04

m. Hal ini disebabkan karena distribusi massa air melewati sudu

mangkuk memantul kembali secara halus kesegala arah.

3. Hasil perhitungan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan ini

sesuai dengan teori dari penelitian yang dilakukan oleh Muliawan &

Yani (2016) bahwa semakin besar debit maka efisiensi semakian besar

pula. Debit terbesar pada penelitian ini yaitu 0,0002415 m3/s

menghasilkan efisiensi terbesar yaitu 93,903%.


59

5.2. SARAN

1. Untuk penelitian berikutnya sebaiknya posisi sudut sudu turbin pelton

diperbaiki, mengacu pada hasil yang didapatkan dari penelitian

Anagnostopoulos dan Papantonis (2006) yang menunjukkan bahwa

kondisi beban maksimum tercapai jika pada saat interaksi antara

pancaran dan sudu dimulai pada sudut sebesar -39

2. Untuk penelitian berikutnya sebaiknya variabel jarak nosel ditambah agar

lebih banyak untuk mendapatkan posisi jarak nosel yang lebih optimal.

3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan perbandingan

menggunakan perangkat lunak Analisa fluida.

You might also like