You are on page 1of 17

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN VARISELA

Dosen Pembimbing:

Disusun Oleh :
1. (P27820117001)
2. (P27820117010)
3. Dinda Cahyaning Pramesti (P27820117020)
4. Anisa Febra Ayuningtias (P27820117040)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KAMPUS SOETOMO SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat Taufiq Hidayah dan Karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan


Anak yang membahas tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan Varisela.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi.
Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga mereka mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik yang membangun dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada saya
sebagai penulis kususnya dan dapan memberikan tambahan informasi dan ilmu
kepada pembaca .

Surabaya, 20 Maret 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit cacar air ( varicella ) mungkin sudah tidak asing lagi dan
merupakan penyakit yang mendunia. Varicella merupakan penyakit menular
yang dapat menyerang siapa saja. Terutama mereka yang belum mendapat
imunisasi di indonesia, tidak banyak data yang mencatat kasus varicella secara
nasional. Data yang tercatat merupakan data epidemi cacar air pada daerah
tertentu.
Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara
bermusin empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-
anak , pada umumnya penyakit ini tidak begitu berat.
Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak
remaja dan orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus
varisela terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya
usia pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat.
Varicella dikaitkan dengan respon imun humoral dan sel-dimediasi.
Respon ini menginduksi kekebalan yang tahan lama. Ulangi infeksi subklinis
dapat terjadi pada orang-orang ini, namun serangan kedua dari cacar air sangat
jarang terjadi di orang imunokompeten. Reexposure dab infeksi subklinis
dapat berfungsi untuk meningkatkan kekebalan yang diperoleh setelah episode
cacar air, ini dapat berubah di era post vaksin.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa definisi dari Varicella?
1.2.2 Apa etiologi dari Varicella?
1.2.3 Apa saja manifestasi klinis yang terjadi akibat Varicella?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari Varicella?
1.2.5 Bagaimana pathway dari Varicella?
1.2.6 Apa saja komplikasi yang terjadi pada Varicella?
1.2.7 Apa saja klasivikasi dari Varicella?
1.2.8 Pemeriksaan penunjang apa saja yang dilakukan pada Varicella
1.2.9 Penatalaksanaan apa saja yang diberikan pada Varicella?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan varicella?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui Tentang Definisi Dari Varicella
1.3.2 Mengetahui Etiologi Dari Varicella
1.3.3 Mengetahui Apa Saja Manifestasi Klinis Yang Terjadi Akibat
Varicella
1.3.4 Mengetahui Patofisiologi Dari Varicella
1.3.5 Mengetahui pathway dari Varivella
1.3.6 Mengetahui Komplikasi Yang Terjadi Pada Varicella
1.3.7 Untuk mengetahui apa saja klasivikasi dari Varicella
1.3.8 Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Apa Saja Yang Dilakukan Pada
Varicella
1.3.9 Mengetahui Penatalaksanaan Apa Saja Yang Diberikan Pada Varicella
1.3.10 Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan
varicella
BAB II
TINJAUAAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Varisela adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus
varisela-zister (VVZ) terdapat di seluruh dunia, tanpa perbedaan pada ras dan
jenis kelamin.Penyakit ini terutama mengenai anak-anak dan merupakan
infeksi primer VVZ pada individu yang rentan. Kurang lebih 90% kasus
terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan kurang dari 5% pada usia
lebih dari 15 tahun. Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer
menular yang disebabkan oleh varicella Zoster Virus (VZV) yang menyerang
kulit dan mukosa, dengan ditandai oleh adanya vesikel-vesikel (Rampengan,
1993).
Varisela merupakan penyakit akut menular yang ditandai oleh vesikel
di kulit dan selaput lendir yang disebabkan oleh virus varisella. Varisela
adalah infeksi akut prime yang menyerang kulit dan mukosa secara klinis
terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi terutama berlokasi di
bagian sentral tubuh, disebut juga cacar air, chicken pox (Kapita Selekta,
2000).
Varisela merupakan penyaki menular akut.Penularan dapat melalui
kontak langsung dengan lesi, terutama melalui udara (Siti Aisyah, 2003).

2.2 ETIOLOGI
Menurut Richar E, varisela disebabkan oleh Herpes virus varicella atau
disebut juga virus varicella-zoster (virus V-Z). Virus tersebut dapat pula
menyebabkan herpes zoster.Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis
yang berbeda. Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan virus V-Z akan
terjadi varisela; kemudian setelah penderita varisela tersebut sembuh, mungkin
virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan
kemudian virus V-Z diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes
zoster. Virus V-Z dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah
penderita verisela dapat dilihat dengan mikroskop electron dan dapat diisolasi
dengan menggunakan biakan yang terdiri dari fibroblas paru embrio manusia
2.3 MANIFESTASI KLINIS
1. Masa tunas penyakit berkisar antara 8-12 hari.
2. Didahului stadium prodromal yang ditandai :
a. Demam
b. Malaise
c. Sakit kepala
d. Anoreksia
e. Sakit punggung
f. Batuk kering
g. Sore throat yang berlangsung 1-3 hari.
3. Stadium : erupsi yang ditandai dengan terbentuknya verikula yang khas,
seperti tetesan embun (teardrops) vesikula akan berubah menjadi pustule,
kemudian pecah menjadi kusta, sementara proses ini berlangsung, timbul
lagi vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.

4. Penyebaran lesi terutama adalah di daerah badan kemudian menyebar


secara satrifugal ke muka dan ekstremitas. (Prof.dr. Marwali Harahap,
2000 : 94 – 95 )

2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi menurut Siti Aisyah 2003, Virus varisela-zoster masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran nafas atau
orofaring.Multiplikasi virus ditempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus
dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer).Virus
dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial, yang merupakan tempat utama
replikasi virus selama masa inkubasi.Selama masa inkubasi virus dihambat
sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh yang terinfeksi, replikasi virus
dapat mengalahkan pertahanan tubuh yang belum berkembang, sehingga 2
minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih
banyak.Viremia tersebut menyebabkan demam dan malese anorexia serta
menyebarkan virus ke seluruh tubuh, terutama ke kulit dan mukosa.
Respons imun pasien yang kemudian berkembang akan menghentikan
viremia dan menghambat berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain.
Terjadinya komplikasi varisela (pneumonia dan lain-lain) mencerminkan
gagalnya respons imun tersebut menghentikan replikasi serta penyebaran virus
dan berlanjutnya infeksi.Keadaan ini terutama terjadi pada pasien
imunokompromais.Dalam 2-5 hari setelah gejala klinis varisela terlihat,
antibody (IgG, IgM, IgA) spesifik terhadap VVZ dapat dideteksi dan
mencapai titer tertinggi pada minggu kedua atau ketiga.Setelah itu titer IgG
menurun perlahan, sedangkan IgM dan IgA menurun lebih cepat dan tidak
terdeteksi satu tahun setelah infeksi.Imunitas selular terhadap VVZ juga
berkembang selama infeksi dan menetap selama bertahun-tahun.Pada pasien
imunokompeten imunitas humoral terhadap VVZ berfungsi protektif terhadap
varisela, sehingga pajanan ulang tidak menyebabkan infeksi (kekebalan
seumur hidup).Imunitas selular lebih penting daripada imunitas humoral untuk
penyembuhan varisela.Pada pasien imunokompromais, oleh karena imunitas
humoral dan selularnya terganggu, pajanan ulang dapat menyebabkan
rekurensi dan varisela menjadi lebih berat dan berlangsung lebih lama.
2.5 PATHWAY

2.6 KOMPLIKASI
Cacar air jarang menyebabkan komplikasi. Jika terjadi komplikasi
dapat berupa infeksi kulit. Komplikasi yang paling umum ditemukan adalah
1. Bekas luka yang menetap. Hal ini umumnya ditemukan jika cacar air
terjadi pada anak yang usianya lebih tua atau cenderung pada orang
dewasa.
2. Acute Cerebral Ataxia Komplikasi ini tidak umum ditemukan dan
cenderung lebih mungkin tejadi pada anak yang lebih tua. Komplikasi ini
ditandai dengan gerakan otot yang tidak terkoordinasi sehingga anak dapat
mengalami kesulitan berjalan, kesulitan bicara, gerakan mata yang
berganti-ganti dengan cepat. Ataxia ini akan menghilang dengan
sendirinya dalam waktu beberapa minggu atau bulan.

Pada beberapa kelompok, cacar air mungkin menyebabkan komplikasi


yang serius seperti cacar air yang berat dan seluruh tubuh, pneumonia dan
hepatitis yang termasuk dalam kelompok tersebut :
1. Bayi dibawah usia 28 hari.
2. Orang dengan kekebalan tubuh rendah
3. Komplikasi yang terjadi pada orang dewasa berupa ensefalitis, pneumonia,
karditis, glomerulonefritis, hepatitis, konjungtivitis, otitis, arthritis dan
kelainan darah (beberapa macam purpura).
4. Infeksi pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan kelainan
congenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varisela congenital pada neonatus.

2.7 KLASIFIKASI
Menurut Siti Aisyah (2003). Klasifikasi Varisela dibagi menjadi 2 :
1. Varisela congenital
Varisela congenital adalah sindrom yang terdiri atas parut
sikatrisial, atrofi ekstremitas, serta kelainan mata dan susunan syaraf pusat.
Sering terjadi ensefalitis sehingga menyebabkan kerusakan neuropatiki.
Risiko terjadinya varisela congenital sangat rendah (2,2%), walaupun pada
kehamilan trimester pertama ibu menderita varisela. Varisela pada
kehamilan paruh kedua jarang sekali menyebabkan kematian bayi pada
saat lahir. Sulit untuk mendiagnosis infeksi varisela intrauterin. Tidak
diketahui apakah pengobatan dengan antivirus pada ibu dapat mencegah
kelainan fetus.

2. Varisela neonatal
Varisela neonatal terjadi bila terjadi varisela maternal antara 5 hari
sebelum sampai 2 hari sesudah kelahiran. Kurang lebih 20% bayi yang
terpajan akan menderita varisela neonatal. Sebelum penggunaan varicella-
zoster immune globulin (VZIG), kematian varisela neonatal sekitar 30%.
Namun neonatus dengan lesi pada saat lahir atau dalam 5 hari pertama
sejak lahir jarang menderita varisela berat karena mendapat antibody dari
ibunya. Neonatus dapat pula tertular dari anggota keluarga lainnya selain
ibunya. Neonatus yang lahir dalam masa risiko tinggi harus diberikan
profilaksis VZIG pada saat lahir atau saat awitan infeksi maternal bila
timbul dalam 2 hari setelah lahir. Varisela neonatal biasanya timbul dalam
5-10 hari walaupun telah diberikan VZIG. Bila terjadi varisela progresif
(ensefalitis, pneumonia, varisela, hepatitis, diatesis pendarahan) harus
diobati dengan asiklovir intravena. Bayi yang terpajan dengan varisela
maternal dalam 2 bulan sejak lahir harus diawasi. Tidak ada indikasi klinis
untuk memberikan antivirus pada varisela neonatal atau asiklovir
profilaksis bila terpajan varisela maternal.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes Tzanck (Imunohistokimia)

Pada tes tzanck, dilakukan pemeriksaan menggunakan kerokan kulit luar


dari vesikel varicella. Kemudian, preparat difiksasi di atas api sebanyak 3
kali. Lalu preparat direndam dalam alkohol 96% dan dibilas. Setelah itu,
teteskan larutan Giemsa (1:10) dan diamkan selama 30 menit, lalu bilas
dengan air mengalir lalu keringkan.

Pada pemeriksaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali,


akan didapat kanhasil positif jika ditemukan sel datia berinti banyak dan
badaninklusi.

2. Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)

Teknik polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu metode kultur virus
yang dapat digunakan untuk mendeteksi DNA maupun protein virus.
Spesimen sebaiknya disimpan di dalam es atau pendingin dengan suhu –
70 C. Hasil PCR dikatakan positif apabila ditemukan DNA VZV pada
jaringan kulit ataupun vesikel.

3. Tes Serologi

Tesserologi yang dapat digunakan adalah pemeriksaan IgM dan IgG


varicella. IgM adalah antibody penanda infeksi primer atau akut dari
varicella. Sementara IgG merupakan penanda status imunoloi seseorang
terhadap varicella, yaitu untuk mengetahui adanya antibodi yang didapat
dari vaksinasi atau riwayat infeksi varicella sebelumnya.

2Teknik serologi lainnya yang juga popular adalah tes aglutinasilateks


yang akan mendeteksi keberadaan antibody terhadap VZV. Tes serologi
yang sensitive dan spesifik namun tidak banyak tersedia
adalah fluorescent antibody to membrane assay.

2.9 PENATALAKSANAAN

Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak


memerlukan terapi khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang
cukup. Yang justru sering menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai
erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari kita tentu ingin segera menggaruknya.
Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat timbul jaringan parut pada
bekas gelembung yang pecah. Tentu tidak menarik untuk dilihat.
1. Umum :
a Isolasi untuk mencegah penularan.
b Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
c Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
d Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian
antiseptik pada air mandi.
e Upayakan agar vesikel tidak pecah.
1) Jangan menggaruk vesikel.
2) Kuku jangan dibiarkan panjang.
3) Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pda
kulit, jangan digosok.
2. Farmakoterapi
a Asiklovir oral
Biasanya diberikan pada penyakit - penyakit lain yang melemah
kan daya tahan tubuh.
b Antipiretik dan untuk menurunkan demam
1) Parasetamol atau ibuprofen.
2) Jangan berikan aspirin pda anak anda, pemakaian aspirin pada
infeksi virus (termasuk virus varisela) telah dihubungkan
dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu Syndrom Reye.
c Salep antibiotika : untuk mengobati ruam yang terinfeksi.
d Antibiotika : bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri
pada kulit.
e Dapat diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio
kalamin).

2.10 ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

1. Identitas : nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan agama,
alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
Identitas orang tua :
a. Ayah
Nama
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Agama alamat
b. Ibu
Nama
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Agama alamat
2. Dat subjektif
pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu, makan dan sakit kepala.
4. Data Objektif :
a Integumen : kulit hangat, pucat., adanya bintik-bintik kemerahan pda kulit yang
berisi cairan jernih.

b Metabolik : peningkatan suhu tubuh.

c Psikologis : menarik diri.

d GI : anoreksia.

e Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela

2. Diagnose
a. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya


intake makanan.

d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan

3. Intervensi
1. Diagnosa 1

a) Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak demam.

b) Intervensi

1) Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua


individu yang datang kontak dnegan pasien.

R/ : mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi

2) Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptic, selama


perawatan kulit.
R/ : mencegah masuknya organisme infeksius.

3) Awasi atau batasi pengunjung bila perlu.


R/ : mencegah kontaminasi silang dari pengunjung.

4) Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi.


R/ : rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.

5) Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh)


R/ : meningkatkan penyembuhan.

6) Awasi tanda vital

R/ : Indikator terjadinya infeksi.

2. Diagnosa 2

a Tujuan : mencapai penyembuhan tepat waktu dan adanya regenerasi


jaringan

b Intervensi

1) Pertahankan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

R/ : mengetahui keadaan integritas kulit.

2) Berikan perawatan kulit


R/ : menghindari gangguan integritas kulit.
3. Diagnosa 3

a Tujuan : terpenuhinya kebutuhan nitrisi sesuai dengan kebutuhan.

b Intervensi

1) Berikan makanan sedikit tapi sering.


R/ : membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan
meningkatkan pemasukan.

2) Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai. Dorong orang terdekat


untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.
R/ : meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki
pemasukan.

4. Diagnosa 4

a. Tujuan : pasien dapat menerima keadaan tubuhnya.

b. Intervensi

a) Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.

R/ : memanfaatkan kemampuan dapat menutupi kekurangan.


b. Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
R/ : memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan.

5 . Diagnosa 5

a. Tujuan : adanya pemahaman kondisi dan kebutuhan pengobatan.

b. Intervensi
a) Diskusikan perawatan erupsi pada kulit.
R/ : meningkatkan kemampuan perawatan diri dan menngkatkan kemandirian.

4. Implementasi

1) Diagnosa 1

a. Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang
datang kontak dengan pasien.

b. Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama perawatan luka.

c. Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu.

d. Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat erupsi.

e. Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya lepuh).

f. Mengawasi tanda vital.

Diagnosa 2

a. Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

b. Memberikan perawatan kulit.

Diagnosa 3

a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.

b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat untuk


membawa makanan dari rumah yang tepat.

Diagnosa 4
a. Membantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.

b. Mengeksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.

Diagnosa 5

a. Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit.

5. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam intervensi.

You might also like