You are on page 1of 19

Nama Peserta : dr.

Galang Prahanarendra
Nama Wahana : RS Krakatau Medika
Topik : Hipokalemia pada ISK
Tanggal (kasus) : 7 Maret 2019
Nama Pasien : Tn. J No. RM : 0030-54-xx
Tanggal Presentasi : Maret 2019 Pendamping : dr. Devy Nugraha
Tempat Presentasi : RS Krakatau Medika
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan
Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
Deskripsi : Laki-laki, 63 tahun, nyeri ulu hati
Tujuan : Mengetahui penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan ACS atipikal (UAP)
Bahan Bahasan :  Tinj. Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas :  Diskusi  Presentasi &  Email  Pos
diskusi
Data pasien: Nama : Tn.J No. Registrasi: 0030-54-xx
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
Pasien datang ke IGD RSKM dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 7 ½ jam yang lalu.
Nyeri ulu hati dirasakan seperti tertusuk-tusuk, tidak menjalar ke atas dada, leher,
punggung belakang, lengan kiri, atau belikat. Nyeri ulu hati dirasakan disertai dengan
sesak nafas dan mual. Nyeri ulu hati dirasakan berat hingga pasien sulit beraktivitas
seperti biasa. Nyeri ulu hati muncul mendadak saat pasien beraktivitas. Keluhan seperti
nyeri dada seperti tertindih benda berat, nyeri pada leher, lengan, dan belikat disangkal.
Keluhan seperti sesak nafas apabila beraktivitas berat, sesak apabila tidur terlentang
malam hari, dan kaki bengkak disangkal. Keluhan seperti muntah, BAB cair, dan demam
disangkal.
Pasien sudah pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya berulang sejak 1 bulan
yang lalu. Nyeri ulu hati muncul apabila pasien beraktivitas lebih berat dibandingkan
biasanya. Nyeri ulu hati muncul dalam waktu 15-20 menit lalu menghilang kembali

1
apabila istirahat. Nyeri ulu hati kadang membaik apabila diberikan obat maag atau
diberikan kompres dingin. Pasien belum pernah berobat untuk sakit ini sebelumnya
karena selalu membaik apabil beristirahat.

2. Pengobatan :
Lansoprazole 1x1
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan dispepsia. Hipertensi ditegakkan sejak 5 tahun
yang lalu, jarang kontrol ke rumah sakit hingga sekarang. Pasien memiliki riwayat
merokok selama 15 tahun 20 tahun yang lalu, habis 1 bungkus perhari. Riwayat seperti
DM, jantung, stroke, ginjal, paru disangkal.
4. Riwayat Keluarga :
Ayah pasien meninggal akibat sumbatan pada jantung dan pembengkakan jantung.
5. Lain-lain : -
6. Pemeriksaan :
Tanda-Tanda Vital (diperiksa tanggal 07/03/19)
 Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6 (15)
 Tanda vital
 Heart Rate : 109 x/menit, regular
 Tensi : 140/100 mmHg
 Pernapasan : 28 x/menit
 Suhu : 36,3 C (aksilla)
 SpO2 : 98%
 Akral : Hangat, CRT < 2 detik
Status Generalis
 Kepala
 Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-, pupil bulat,
isokor, diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung +/+, reflek cahaya
tidak langsung +/+
 Leher : jejas (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
 THT : faring/laring tidak hiperemis, T1/T1 tidak hiperemis

2
 Thorax
 Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
 Jantung : bunyi jantung S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : datar, massa (-)
 Auskultasi : bising usus (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
 Perkusi : timpani (+), ascites (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai (-)
 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai (-)
 Nyeri Ketok CVA -/-

Pemeriksaan Penunjang
 EKG (07/03/19) : sinus rhythm, HR 111x/m, reguler, T inverted (+) gelombang I, II,
aVL, V5, dan V6
 Foto roentgen torax AP ditempat : kardiomegali (58%)
 Laboratorium
(07/03/19)
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
Gula Darah Sewaktu 146 g/dL 80-200
Hemoglobin 13.0 g/dL 13.0 – 16.0
Leukosit 7.8 /mm3 5.00 – 10.00
Hematokrit 38.4 % 40.0 – 48.0
Trombosit 388 /mm3 150 – 400
Natrium 143 mmol/L 135 – 155
Kalium 3.7 mmol/L 3.6 – 5.0
Ureum 19 20 – 40
Kreatinin 0.7 0,1 – 1,5
CK-MB 19 19 – 25
Daftar Pustaka :
1. PERKI, 2015. Pedoman Tatalaksana Sindroma Koroner Akut. PDSKI : Jakarta
2. S.Lilly, 2016. Patophysiology of Heart Disease, 5th edition, Colaboration Project. US :

3
Harvard University.
3. Anonymous, 2010. Acute Coronary Syndrome Algorithm. US : AHA.
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi ACS
2. Epidemiologi ACS
3. Etiologi dan Patofisiologi ACS
4. Klasifikasi ACS
5. Pendekatan Diagnosis ACS
6. Tatalaksana ACS
7. Komplikasi ACS
8. Prognosis ACS

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif
Pasien datang ke UGD dengan nyeri ulu hati sejak 7 ½ jam yang lalu. Nyeri ulu hati
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, berat hingga pasien tidak dapat beraktivitas, menjalar
hingga punggung belakang, disertai sesak nafas dan mual. Pasien pernah mengalami
keluhan yang sama berulang sejak 1 bulan yang lalu, muncul apabila pasien beraktivitas
lebih berat dibandingkan biasanya, muncul dalam waktu 15-20 menit lalu menghilang
kembali dengan beristirahat, membaik kadang apabila diberi obat maag atau kompres
dingin. Pasien memiliki riwayat hipertensi ditegakkan sejak 5 tahun yang lalu, jarang
kontrol ke rumah sakit hingga sekarang. Pasien memiliki riwayat merokok selama 15
tahun 20 tahun yang lalu, habis 1 bungkus perhari. Pasien juga memiliki riwayat
dispepsia. Ayah pasien meninggal akibat sumbatan pada jantung dan pembengkakan
jantung.
2. Obyektif
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit sedang, tanda vital HR
109x/menit, tensi 140/100 mmHg, dan RR 28x/menit. Pemeriksaan penunjang ditemukan
EKG terdapat T inverted (+) gelombang I, II, aVL, V5, dan V6. Pada pemeriksaan lab
ditemukan CK-MB 19 (normal).
3. Assesment
Definisi ACS
ACS (Acute Coronary Syndrome) atau SKA (Sindrom Koroner Akut) adalah istilah medis

4
yang menggambarkan kondisi dimana aliran darah menuju ke jantung berkurang secara
drastic atau tiba-tiba. Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrous yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini
akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah
thrombus yang kaya trombosit (white thrombus).Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif
yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.
Berkurangnya aliran darah koroner menybabkan iskemia miokardium. Pasokan osigen
yang berhenti selama kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami
nekrosis (infark miokard).1

Epidemiologi ACS
Diperkirakan epidemiologi kunjungan pasien ke IGD akibat nyeri dada adalah 5,3 juta
setiap tahunnya. Sepertiga dari seluruh kunjungan tersebut adalah Unstable
Angina/NSTEMI, sehingga merupakan penyebab tersering kunjungan pasien akibat
penyakit jantung. Dewasa ini terdapat trend peningkatan angka kejadian NSTEMI dan
penurunan angka kejadian STEMI. 1,2

Etiologi dan Patofisiologi ACS – Atherosklerosis


Secara bahasa, atherosklerosis artinya pengerasan pembuluh darah. Pembuhul
darah pada manusia terdiri dari tiga lapisan, yaitu tunika intima, tunika media, dan tunika
adventisia. Tunika intima terdiri dari selapis sel endotel. Tunika media terdiri dari sel-sel
otot polos dan matriks ekstraselular yang berperan dalam kontraktilitas dan elastisitas
pembuluh darah. Sedangkan tunika adventisia terdiri dari syaraf, vasa vasorum, dan
pembuluh limfatik. Ketiga lapisan ini, dipisahkan oleh lamina elastika interna dan
eksterna. 2

5
Gambar 1. Lapisan pembuluh darah normal. 2

Sebuah teori mengatakan bahwa atherosclerosis diawali oleh proses inflamasi


kronis yang terjadi pada endotel dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Ketika terjadi
inflamasi pada endotel dan sel-sel otot polos pembuluh darah, maka mekanisme
seperti di bawah ini dapat terjadi: 2

Gambar 2. Sel endotel yang otot polos yang mengalami inflamasi. 2

Kondisi inflamasi kronis akibat iritasi kimiawi ataupun stress hemodinamik


dapat menyebabkan gangguan fungsi endotel pembuluh darah. Hal tersebut
mengakibatkan sel-sel endotel memproduksi sitokin-sitokin proinflamasi serta sel-sel
lemak dapat menerobos masuk ke dalam lapisan subendotel. Hal inilah yang menjadi
inisiator utama terbentuknya plak atherosclerosis. Masuknya lemak ke dalam lapisan
subendotel dan peningkatan sitokin inflamasi, mengakibatkan peningkatan jumlah
molekul adhesi leukosit dan kemokin yang mengakibatkan akumulasi leukosit di
subendotel. Lipid yang terakumulasi tersebut kemudian akan mengalami

6
oksidasi/glikasi sehingga menghasilkan senyawa yang dideteksi sebagai ancaman
(senyawa superoksida) oleh leukosit. Saat leukosit berusaha memfagosit sel-sel lemak
yang termodifikasi tersebut, justru sel leukosit tersebut akan mati, dan dihasilkanlah
sel-sel busa.2

Gambar 3. Pembentukan sel-sel busa. 2

Setelah terbentuk sel-sel busa, keberadaan sitokin inflamasi yang terus


dihasilkan oleh endotel dan sel-sel otot polos pembuluh darah mengakibatkan
proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos menuju ke lapisan subendotel (tunica intima).
Sel-sel otot polos tersebut kemudian akan menghasilkan matriks ekstraselular yang
menjadikan pembuluh darah menjadi kaku. Plak atherosklerosis kini sudah menjadi
plak fibrosa. 2

7
Gambar 4. Pembentukan plak fibrosa. 2

Integritas plak fibrosa bergantung dari selisih antara sel-sel otot polos yang
terus menghasilkan matriks ekstraselular (serat elastin dan kolagen) serta sel-sel busa
yang menghasilkan enzim degenerasi kolagen metalloproteinase yang mengakibatkan
penipisan fibrous cap. 2

Gambar 5. Penebalan dan degenerasi plak fibrosa. 2

8
Secara keseluruhan, proses atherosklerosis diilustrasikan melalui kedua
gambar di bawah ini:

Gambar 6. Proses atherosklerosis sederhana. 2

Gambar 7. Proses atherosklerosis molekuler. 2

Atheroma tau plak atherosklerosis tersebut, dapat mengalami dua hal. Yang
pertama plak tersebut dapat stabil, atau yang kedua, plak tersebut dapat rupture dan
menginisiasi kaskade pembekuan darah untuk menutup luka. Thrombus yang terbentuk
tersebut dapat mengoklusi total pembuluh darah sehingga menimbulkan nekrosis jaringan di
jantung. 2

9
Gambar 8. Acute Miokard Infark. 2

Klasifikasi ACS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan marka
jantung, ACS dibagi menjadi :
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)
2. Infark miokar dengan non elevasi segmen ST

10
3. Angina pektoris tidak stabil 1

STEMI merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner.
Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokardium secepatnya, secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik
atau secra mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEM ditegakkan
apabila terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi revaskularisasi tidak memerlukan enunggu hasil
peningkatan marka jantung. 1
NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Rekaman EKG dapat depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T datar
gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan. UAP dan NSTEMI
dibedakan dengan peningkatan marka jantung yang apabila jika terjadi pengingkatan
bermakna, diagnosis menjadi NSTEMI. Pada UAP marka jantung tidak meningkat secara
bermakna. Jika pemeriksaan EKG awal tdak menunjukkan kelainan atau menunjukkan
kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, pemeriksaan diulang
10-20 menit kemudian. Apaila EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik
sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG
diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang. 1

Pendekatan Diagnosis ACS


Pendekatan didapatkan dari anamnesis, PF, EKG, tes marka jantung, dan foto polos dada.
1. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal
(angina tipikal) atau atipikal (angna ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa
rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan berlangsung intermitten atau
persisten (>20 menit). Keluhan sering disertai penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdomen, sesak nafas, dan sinkop. 1
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai adalah nyeri didaerah penjalaran
angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak nafas yang tidak
dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan
atipikal sering ditemui pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75

11
tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Keluhan
patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner. Hilangnya
keluhan angina setelah terapi nitrat SL tidak prediktif terhadap diagnosis SKA.
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat apabila ditemukan pada pasien dengan
karakteristik sebagai berikut :
 Pria
 Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri
perifer/karotis)
 Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,
bedah pintas koroner, atau IKP
 Mempunyai faktor risiko : umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga. 1

Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa :


 Angina tipikal persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh sebagian
besar pasien (80%)
 Angina awitan baru, terdapat pada 20% pasien
 Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat.
 Angina pascainfark-miokard : angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah
infark miokard.1
Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia miokard (nyeri
dada nonkardiak) :
 Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau
batuk)
 Nyeri abdomen tengah atau bawah
 Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks
ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
 Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
 Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
 Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah1
2. Pemeriksaan Fisik

12
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,
komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding.
Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan
hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengientifikasi komplikasi iskemia.
Ditemukan tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi
basah halus atau eema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. 1
3. Pemeriksaan EKG
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada
iskemia harus menjalani pemerksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sadapan V7-V9 juga harus direkam pada
semua pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik. Rekaman EKG
dibuat 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. 1
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina bervariasi dari
mulai normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block)
baru/persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun
tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang
bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria
dan perempuan sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Nilai ambang elevasi
segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria
usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai ambang
elevasi segmen ST di lead V1-V3, tanpa memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Nilai
ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal,
sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi dapat
dijumpai keculi jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien
SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB
(komplet) baru/persangkaan baru. Pasien dengan EKG yang diagostik untuk
STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka
jantung tersedia. 1
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien
dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥
1mm pada sadapan dengan kompleks QRS positifdan depresi segmen ST ≥1mm
di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebaga perubahan yang

13
konkordan yang memunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah. Perubahan
segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS negatif
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah. 1
Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia NSTEMI dan UAP adalah
sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan
dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak
persisten (<20 menit) dan dapat terdeteksi di > 2 sadapan berdekatan. Inversi
gelombang T yang simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk iskemia
akut. Selain itu dapat ditemukan pula gelombang Q yang menetap, EKG
nondiagnostik, dan normal. 1
4. Pemeriksaan marka jantung
CK-MB (Kreatin kinase-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis miosit
jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T
memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CKMB diamana memang
merupakan standard baku emas dalam diagnosis NSTEMI. Peningkataan marka
jantung tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis, hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit jantung. Troponin I/T juga dapat meningkat
oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardik, gagal
jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak
yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal
nafas, penyakit neurologic akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi,
dan insufisiensi ginjal. Troponin T dan I memberikan informasi terhadap kejadian
ekrosis miosit kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I
mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T. 1
Pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-
6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah
awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditemukan dengan jelas, pemerisaan
diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat
dapat dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal dengan waktu
paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih
terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang). 1
Peningkatan troponin I/T akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan apabila marka jantung meningkat sedikit melampai nilai

14
normal atas. Kadar tropoin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam
darah perifer 3-4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu.
Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari,
namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan dapat menetap hingga 2 minggu.
CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncak saat 12
jam, dan menetap sampai 2 hari. 1
Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda :
 Nyeri dada sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya
tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat darurat
 EKG normal atau nondiagnostik
 Marka jantung normal1
Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda :
 Angina tipikal
 EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST
atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau
LBBB baru/persangkaan.
 Peningkatan marka jantung1

Kemungkinana SKA perlu menjalani observasi di ruang gawat darurat. Definitif


SKA sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam ruang ICCU (Intensive
Cardiovascular Care Unit). 1
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang harus dikumpulkan di IGD adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid.
Pemeriksaan lab tidak boleh menunda terapi SKA. 1
6. Pemeriksaan foto polos dada
Pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat darurat untuk tujuan
pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di ruang gawat darurat.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta. 1

15
Tabel 1. Derajat kemungkinan NSTEMI1

Penatalaksanaan ACS

Gambar 9. Algoritma evaluasi dan tatalaksana ACS. 1

16
Gambar 10. Algoritma penatalaksanaan ACS. 3

Komplikasi ACS
Komplikasi ACS lebih sering muncul pada pasien dengan STEMI. Komplikasi yang
muncul berupa gangguan hemodinamik seperti gagal jantung (sering terjadi pada infark
dinding anterior), hipotensi, kongesti paru, keadaan output rendah, syok kardiogenik.
Selain itu komplikasi yang dapat muncul berupa aritmia dan gangguan konduksi dalam
fase akut seperti aritmia supraventricular, aritmia ventricular, sinus bradikardi dan blok
jantung dan juga komplikasi kardiak seperti regurgitasi katup mitral, ruptur jantung,
rupture septum ventrikel, infark ventrikel kanan, pericarditis, aneurisma ventrikel kiri,
dan trombus ventrikel kiri. 1

17
Prognosis ACS
Menurut sebuah penelitian, pada penderita STEMI memiliki angka mortalitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan NSTEMI dalam rentang waktu 6 bulan setelah onset.
Sedangkan setelah melewati 6 bulan pascaonset, angka mortalitas NSTEMI lebih tinggi
dibandingkan STEMI. 1
4. Plan
Diagnosis :
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratoium, maka diagnosis
pasien ini adalah obs.abdominal pain ec UAP dd dispepsia
Tatalaksana: mengatasi nyeri ulu hati, menangani penyebab nyeri ulu hati (UAP)
Tatalaksana di IGD
Non-Medikamentosa (UGD) : -
Medikamentosa (UGD) :
 Cedocard 5 mg SL
 Tromboaspilet loading 1x160 mg
 CPG loading 1x300 mg
 Arixtra 1x2,5 mg
 Ranitidine injeksi 50 mg
 RL 20 tpm
 O2 via nasal kanul 3 liter per menit
Tatalaksana di ruangan
Non-Medikamentosa : -
Medikamentosa :
 Cedocard 3x5 mg
 Tromboaspilet 1x80 mg
 CPG 1x75 mg
 Arixtra 1x2,5 mg
 Alprazolam 1x0,5 mg
 Laxadine syrup 3x15 cc
Edukasi :
Menjelaskan kondisi pasien, kemungkinan penyebabnya, dan tatalaksananya.
Menjelaskan kepada pasien pentingnya olahraga, bahaya merokok, dan diet rendah
kolesterol untuk pencegahan terjadinya serangan jantung berulang.

18
19

You might also like