You are on page 1of 27

Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Penyakit Stroke

Disusun :

Kelompok 5

Sitti Nur Ainun Yahya

Siti Sintiya Palowa

Sitti Fadhila Mawadah Soleman

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, semata-mata
atas segala limpahan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Asuhan Keperawatan Komunitas pada Klien dengan pasca stroke ini,
penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kesalahan dalam hal bentuk
dan isi dari pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca agar dapat bermanfaat dan diaplikasikan kedalam
kehidupan pribadi, keluarga maupun bermasyarakat dalam pengembangan Asuhan
Keperawatan yang profesional.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan maupun kekurangan
dalam pembuatan Makalah ini, baik dalam bentuk maupun dari isi Makalah ini.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan Makalah atau karya ilmiah kedepannya.

Gorontalo, maret 2019

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Merupakan masalah neurologik primer di dunia. Banyak upaya yang
dilakukan untuk mengurangi tingkat kematian akibat stroke, meskipun upaya
pencegahan itu telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam beberapa tahun
terakhir, tetapi stroke masih merupakan peringkat ketiga penyebab kematian. Orang
yang menderita stroke, dalam kesehariannya sering tidak mampu melakukan aktivitas
sehari-hari dengan baik. Mereka selalu membutuhkan bentuan orang lain untuk
melakukannya. Kesabaran orang yang merawat penderita stroke sangat diperlukan
dalam hal ini.

1.2.Tujuan
Tujuan Umum :
Keluarga dan penderita stroke mampu memahami dan melaksanakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan penyakit stroke sehingga dapat mengurangi atau
menghindari stroke kambh lagi.
Tujuan Khusus :
1. Melaksanakan asuhan keperawatan individu dalam keluarga dengan penyakit
stroke.
2. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang penyakit stroke.
3. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan penderita pasca stroke
di rumah.

1.3.Batasan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang dibahas adalah :
1. Pengertian stroke
2. Penyebab stroke
3. Faktor resiko terjadinya stroke
4. Tanda dan gejala
5. Jenis-jenis komplikasi stroke
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR STROKE


2.1. Pengertian Stroke
Stroke atau cidera cerebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak (Suzanne).
Stroke adalah kerusakan sirkulasi dalam satu atau lebih pembuluh darah yang
menyediakan darah pada otak. Penyediaan oksigen dan darah ke otak menjadi kurang
atau berhenti, yang kemudian merusak atau memusnahkan area – area tertentu dalam
jaringan otak (discases penyakit )
Storke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di indonesia, serangan otak ini merupakan kegawat daruratan media yang
harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat.
Stroke adalah sindrome klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan global yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Doengoes, 2004:290).
Cidera serebrovaskuler atau stroke adalah penyekit cerebrovaskuler
menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsioanal maupun
struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau
dari seluruh sistem pembuluh darah otak (doengoes:290)
Stroke adalah gangguan aliran darah otak yang bersifat mendadak dan disertai
dengan defisit neuologik (Dr. H. Soedomo Hadinoto)
Menurut kriteria WHO stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan
kematian yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran dareh otak.
2.2 Klasifikasi stroke
a. Transtient Iskemia Attach (TIA)
Yaitu gangguan neurologik setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja, gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam
b. Stroke in evolution ( SIE)
Yaitu stroke yang wujud kelainannya terjadi secara bertahap
c. Completeted stroke iskemic (CSI)
Yaitu stroke yang wujud kelainannya bersifat menetap
d. Reversible iscemic neurological defisit (RIND)
Yaitu stroke yang mirip dengan transient iskemik attack hanya saja kelainan
yang ada menghilang sesudah berlangsung lebih dari 24 jam
2.3 Penyebab Stroke
Berdasarkan penyebab stroke dibedakan menjadi 2:
a. Stroke hemorhagic
Merupakan perdarahan cerebral dan mungkin perdarahan sub arachnoid.
Disebabkan oleh pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu biasanya
kejadiannya saat melakukan aktifitas atau saat aktif namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b. Stroke non hemorhagic
Dapat berupa ischemia atau emboli dan trombosis cerebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksi dan selanjutnya dapat timbul
oedema skunder. Kesadaran umumnya baik

2.4. Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain:
a. Trombosis cerebral
b. Emboli
c. Tumor otak
d. Hemorhagic
e. Tekanan darah tinggi
f. Kelemahan dinding arteri
g. Cidera kepala

2.5. Faktor resiko


Sedangkan faktor resiko dari stroke adalah kondisi atau penyakit atau kelainan
yang memiliki potensi untuk memudahkan seseorang mengalami serangan stroke
pada suatu saat.

1. Faktor resiko yang tidak dapat diobati terutama


a. Usia
Stroke dapat menyerang segala usia, tetapi semakin tua usia seseorang
maka semakin besar kemungkinan orang tersebut terserang stroke.
b. Jenis Kelamin
Laki - laki dua kali lebih berisiko daripada perempuan, tetapi jumlah
perempuan yang meninggal akibat stroke lebih banyak.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami stroke berisiko
lebih besar daripada keluarga tanpa riwayat stroke.
d. Ras
Ras Afrika - Amerika mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami
kematian dan kecatatan akibat stroke dibandingkan dengan ras kulit putih.

2. Faktor Risiko yang Dapat Diobati


a. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama penyebab stroke.
b. Merokok
Merokok dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan peningkatan
plak pada dinding pembuluh darah yang dapat menghambat sirkulasi darah.
Nikotin dari rokok dapat meningkatkan tekanan darah.
c. Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak pada pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya stroke iskemik. Penderita
diabetes cenderung menderita obesitas. Obesitas dapat mengakibatkan
hipertensi dan tingginya kadar kolesterol, di mana keduanya merupakan faktor
risiko stroke.
d. Obesitas
Peningkatan berat badan dapat meningkatkan risiko stroke. Obesitas juga
dapat menimbulkan faktor risiko lainnya seperti tekanan darang tinggi,
tingginya kolesterol jahat, dan diabetes.
e. Penyakit pada Arteri Carotid dan Arteri Lainnya
Pembuluh darah arteri carotid merupakan pembuluh darah utama yang
membawa darah ke otak dan leher. Rusaknya pembuluh darah carotid akibat
lemak menimbulkan plak pada dinding arteri sehingga menghalangi aliran
darah di arteri.
f. Kurangnya Aktivitas Fisik
Latihan penting untuk mengontrol faktor risiko stroke, seperti berat badan,
tekanan darah, kolesterol, dan diabetes.
g. Alkohol, Kopi, dan Penggunaan Obat – Obatan
Konsumsi alkohol meningkatkan risiko stroke. Minum alkohol lebih dari satu
gelas pada pria dan lebih dua gelas pada pria dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Selain itu, minum tiga gelas kopi sehari dapat
meningkatkan tekanan darah dan risiko stroke. Penggunaan obat - obatan
seperti kokain dan amphetamine merupakan risiko terbesar terjadinya stroke
pada dewasa muda.
h. Kurang Nutrisi
Diet tinggi lemak, gula, dan garam meningkatkan risiko stroke. Penelitian
menunjukkan bahwa mengkonsumsi 5 porsi buah dan sayur sehari dapat
mengurangi risiko stroke sebesar 30%.
i. Stres
Penelitian menunjukkan hubungan antara stress dengan mempersempit
pembuluh darah carotid.
j. Estrogen
Pemakaian pil KB atau Hormone Replacement Theraphy (HRT) yang
mengandung estrogen dapat mengubah kemampuan penggumpalan darah
yang dapat mengakibatkan stroke.

2.6. Patofisiologi
Pada keadaan fisiologis normal, aliran darah pada otak selalu tetap yaitu 50
ml/ menit / 100 gr otak. Hal ini terjadi karena auto regulasi yang mengembangkan
arteri pada waktu hipotensi yang menguncup waktu hipertensi. Apabila tekanan darah
tinggi terus menerus terjadi maka dapat menimbulkan perubahan atroklerotik karena
perfusi dapat menyebabkan perdarahan intra kranial. Ruptur arteri juga dapat
menyebabkan perdarahan yang akan menimbulkan ekstavasasi darah ke jaringan otak
sekitarnya. Darah yang merembes ini dapat menekan, mengiritasi, dan menimbulkan
fase spasme arteri hemisfer otak.
Ruptur arteri juga dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah sehingga
timbul iskemik focal dan infark jaringan otak. Daerah ini akan mengalami defisit
neurologis yang berupa hemiparalisis. Keluarnya darah yang mendadak dari
pembuluh darah otak dapat meningkatkan tekanan darah cerebrospinalis, hilang
kesadaran maupun gegar otak. Koma terjadi karena apabila daerah ekstravasal terjadi
hematoma yang menimbulkan penekanan pada seluruh isi kranial (Dr. H. Soedomo)
2.7 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Suzane (2001) adalah:
a. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain.
b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi
dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
berbicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang terutama
ekspresif atau reseptif.

2.8.Komplikasi
a. Komplikasi-komplikasi yang yang biasa disebabkan oleh stroke antara lain :
a. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang
adekuat ke otak, pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan
hemoglobin dan hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membentu
dalam mempertahankan oksigen jaringan.
b. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan
integritas pembuluh darah serebral, hipertensi atau hipotensi perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluanya
area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infrak miokard atau fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katub jantung protestik, embolisme akan menurunkan
aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.
(Smeltzer, 2002, p.2137)
d. Vasospasme, terjadi stroke hemorrhage juga sebelum pembedahan. Pada
individu dengan aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemorrhage
aubarakhnoid.
e. Hidrosefalus, menandakan adanya ketidak seimbangan antara pembetukan dan
reabsorbsi dari cairan serebro spinal (CSS). Hidrosefalus terjadi pada 15-20 %
pasien dengan hemorrhage subaraknoid.
f. Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi
area tersebut, batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya
iritasi kimia, dapat mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung
g. Perdarahan ulang, pada pasien hemorrhage subarakhnoid mengalami
perdarahan ulang aneurisme yang tidak diperbaiki. (Hudak and Gallo, 1996,
p.273)

2.9 Pemeriksaan diagnostik


a. Computerized tomografi Scan (CT Scan) dapat memperlihatkan adanya
hematoma, infark dan perdarahan. Scan ini baik untuk meneliti lesi yang
letaknya dipermukaan
b. Fungsi lumbal untuk menunjukkan kelainan cerebro spinalis fluid (CSF).
Tekanan yang meningkat dan adanya cairan darah menunjukkan adanya
hemorhagic.
c. Elektro Encephalography (EEG) menggunakan gelombang untuk menentukan
lesi spesifik
d. Angiografi (arteriografi) sangat esensial untuk memperlihatkan penyebab dan
letak ganguan otak, biasanya menggunakan arteri femoralis. Ada tidaknya
oklusi, rupture atau obstruksi dapat difisualisasi dengan alat ini.
e. Magnetik Resonance Imaging (MRI) dapat menampakkan daerah patologis
2.10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
Untuk mengobati keadaan acut perlu diperhatikan faktor faktor kritis
sebagai berikut:
1) Berusaha menstabilkan tanda – tanda vital
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
3) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi setiap 2 jam dan dilakukan
latihan-latihan gerak pasif
b. Tindakan konservatif
1) Fasodilator yang meningkatkan aliran darah cerebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibutuhkan
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, acetazolamide, papaverin intra
arterial
3) Anti agregasi trombosis seperti aspirin, digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi. Trombosis yang terjadi ulcerasi alteroma
c. Tindakan pembedahan untuk memperbaiki aliran darah cerebral, misalnya
pada tindakan endarterectomy carotis.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke.
Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk
memperoleh kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk
memaksimalkan fungsi tubuh pada penderita stroke (Stroke and Heart
Foundation, 2010). Lumbantobing (2004) menyatakan bahwa tujuan
rehabilitasi ialah menjaga atau meningkatkan kemampuan jasmani, rohani,
keadaan ekonomi dan kemampuan kerja semaksimal mungkin. Berbagai
usaha dilakukan untuk mencapai tujuan ini, diantaranya terapi fisik/
fisioterapi, latihan bicara, latihan mental, terapi okupasi, psikoterapi ,
memberi alat bantu, ortotik prostetik, dan olah raga. Bentuk tindakan di atas
tentunya disesuaikan dengan berat ringan cacat, bentuk cacat, kemampuan
atau tingkat mental penderita. Young & Forster (2007) dan Duncan et al
(2005) menyatakan bahwa penanganan rehabilitasi merupakan pendekatan
multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja sama, misalnya
dokter keluarga, ahli rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan anggota
keluarga. Koordinator tindakan rehabilitasi ini sebaiknya dipegang oleh
dokter keluarga, yang lebih banyak mengetahui penderita, keluarganya,
latar belakang pendidikannya, serta tugas jabatan. Dokter keluarga dapat
bertidak sebagai motivator, memberi bimbingan dan petunjuk kepada
penderita dan keluarganya (Bradford Institute for Health Research, 2010).

e. Perawatan Penderita Stroke di Rumah


Menurut Batticaca (2008), penanganan dan perawatan penderita stroke
di rumah antara lain, berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan
atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter, meminta
bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh
yang lemah atau lumpuh, memperbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur
di rumah, membantu kebutuhan klien, memotivasi klien agar tetap
bersemangat dalam latihan fisik, memeriksakan tekanan darah secara
teratur, dan segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda
dan gejala stroke. Vallery (2006) dalam Agustina,dkk (2009)
mengemukakan bahwa pasien dan orang yang merawat/ keluarga perlu
menyadari semua tantangan dan tanggung jawab yang akan dihadapi
sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain. Meskipun
sebagian besar pasien telah mengalami pemulihan yang cukup bermakna
sebelum di pulangkan, sebagian masih memerlukan bantuan untuk turun
dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan, dan berjalan. Keluarga
sebaiknya mengetahui tentang layanan komunitas lokal yang dapat
memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan rumah,
ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan relawan.
Kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Berikut ini merupakan perawatan penderita
stroke yang dapat dilakukan oleh keluarga di rumah.
1. Jika pasien selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata
mereka dapat mengering dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea.
Untuk mencegah hal ini, keluarga dianjurkan penggunaan pelumas,
salep, atau air mata buatan yang dapat dibeli bebas (Edmund, 2007).
Penderita stroke yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus
membersihkan mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas
penyerap sekitar satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting,
terutama untuk penderita yang sulit atau tidak dapat menelan (Edmund,
2007).
2. Menangani masalah makan dan minum
Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan
seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan
miktonutrien. Jika nafsu makan penderita berkurang maka penedrita
stroke dapat diberi makanan ringan tinggi - kalori yang lezat dalam
jumlah terbatas setiap 2 -3 jam, bersama dengan minuman suplemen
nutrisional. Penderita stroke harus makan dalam posisi duduk, bukan
berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia aspirasi (John,
2004; Lotta, 2006; David 2004). Keluarga dapat elakukan modifikasi
dalam penggunaan alat makan penderita stroke, seperti meletakkan
antiselip pada alas piring atau menggunakan piring yang cekung
sehingga makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga
menyediakankan alat - alat bantu untuk penderita stroke yang makan
dengan satu tangan, seperti mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada
meja (John, 2004; Lotta, 2006; David 2004).
3. Kepatuhan program pengobatan di rumah
Pelayanan kesehatan berperan dalam upaya promotif, pencegahan,
diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan
(rehabilitasi) suatu penyakit (Maryam, 2008). Dukungan keluarga
diketahui sangat penting dalam kepatuhan terhadap program pengobatan
jangka panjang (Schatz, 1998 dalam Stanley, 2006). Keluarga
bertanggung jawab terhadap semua prosedur dan pengobatan anggota
keluarga yang sakit, seperti menggunakan obat menggunakan alat - alat
khusus, dan menjalankan latihan (Friedman, 2005).
4. Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif
Sebagian masalah emosional muncul segera setelah stroke, sebagai
akibat kerusakan di otak. Hampir 70% pasien stroke sedikit banyak
mengalami masalah emosional, misalnya reaksi sedih, mudah
tersinggung, tidak bahagia, murung, atau depresi. Terdapat bukti bahwa
orang yang menderita depresi pasca stroke memiliki kemungkinan tiga
kali lebihbesar meninggal dalam 10 tahun dibandingkan dengan
penderita stroke tanpa depresi. Namun, jika penderita stroke dan orang
yang merawatnya menyadari masalah ini, biasanya ada hal - hal yang
dapat dikerjakan untuk mengatasi masalah tersebut (Lotta, 2006).
Ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sendiri
akibat masalah bahasa dapat menimbulkan sikap mudah marah. Masalah
emosional lain timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu
pasien akhirnya menyadari dampak penuh stroke atas kemandirian
mereka. Orang yang pernah mengalami stroke sangat rentan terhadap
perubahan dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan
meninggalkan rumah sakit atau saat mereka pertama kali keluar rumah
untuk berjalan - jalan. Ini merupakan reaksi fisiologis normal, dan
penderita stroke harus didorong untuk membahas kekhawatiran mereka
akan karier serta anggota keluarga sehingga masalah tersebut dapat
diatasi sebanyak mungkin (Lotta, 2006). Pada sebagian besar kasus,
masalah emosional mereda seiring waktu, tetapi ketika terjadi, masalah
itu dapat menyebabkan penderita stroke menolak terapi atau kehilangan
motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi
pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat
dikurangi secara substansial dengan mendorong penderita stroke
membicarakan ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke harus
merasa bahwa mereka adalah anggota keluarga yang berharga. Penting
bagi keluarga untuk mempertahankan lingkungan rumah yang suportif,
yang mendorong timbulnya perhatian orang lain dan aktivitas waktu
luang, misalnya membaca, memasak, berjalan -jalan, berbelanja,
bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang keluarganya atau orang
yang merawatnya tidak suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga
yang tidak berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih buruk
dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian penderita stroke
mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka
dengan penderita stroke lain (Lotta, 2006). Masalah emosional penderita
stroke dapat diatasi dengan konseling individual atau terapi kelompok.
Psikoterapi juga dapat membantu sebagian penderita, misalnya mereka
yang mengalami apatis berat, depresi, tak tertarik atau menentang
pengobatan. Jika masalahnya menetap, terutama depresi, dokter
mungkin menganjurkan obat antidepresan (misalnya, fluoksetin dan
amitriptilin) atau berkonsultasi dengan psikiater atau ahli psikologi
klinis. Konsultasi dini biasanya dianjurkan untuk penderita stroke yang
mengalami depresi berat, terutama mereka yang mungkin ingin bunuh
diri (Lotta, 2006). Masalah kognitif pada penderita stroke mencakup
kesulitan berpikir, memusatkan perhatian, mengingat, membuat
keputusan, menggunakan nalar, membuat rencana, dan belajar. Hal - hal
ini sering menjadi komplikasi stroke, mengenai sekitar 64% dari
penderita stroke yang selamat dan menyebabkan demensia pada 1 dari 5
penderita stroke usia yang lebih lanjut. Namun, bagi banyak penderita
stroke, masalah kognitif yang ringan cenderung akan mereda seiring
dengan waktu, dan kemampuan mereka akan pulih sepenuhnya (John,
2004). Jika penderita stroke tidak dapat mengikuti instruksi di obat
resep, orang yang merawat perlu menjamin bahwa penderita stroke
minum obat dalam jumlah dan saat yang tepat. Ada baiknya dibuat
bagan atau tabel tentang aktivitas harian, obat, dan kemajuan penderita
stroke pada selembar kertas (John, 2004). Penderita stroke dengan
gangguan kognitif yang parah, misalnya demensia, jarang pulih
sempurna dan dapat bertambah buruk seiring dengan waktu. Hal ini
terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang pernah mengalami
beberapa kali stroke serta mengidap penyakit - penyakit lain (John,
2004).

5. Pencegahan cedera/ jatuh


Thomas (2004) dan Leigh (2005) menyatakan faktor risiko yang
mempermudah pasien jatuh antara lain masalah ayunan langkah dan
keseimbangan, obat - obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas sehari -
hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya
kekuatan tungkai bawah. Yudi (2007) menyatakan bahwa indikasi
terbaik bahwa penderita stroke siap bergerak ke tingkat mobilitas vang
lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang telah
mereka capai. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua
orang asisten berdiri di samping penderita stroke dan membantu
penderita, terutama pada tahap - tahap awal. Ketika berdiri atau berjalan,
penderita stroke sebaiknya berupaya menggunakan tungkai mereka yang
lumpuh dengan menopangkan beban badan mereka pada tungkai
tersebut sebisa mungkin dan dengan memindahkan beban badan dari
satu sisi tubuh ke sisi lainnya. Pada awalnya, penderita stroke harus
mencoba hanya beberapa langkah kecil. Sesi latihan yang sering dan
singkat, dengan peningkatan gerakan secara perlahan, merupakan cara
yang paling aman dan efektif. Jika penderita stroke telah yakin dapat
berjalan di lantai yang datar, mereka dapat mulai naik tangga, tetapi
tetap memperhatikan bahwa susunan tangganya telah aman dan kuat.
Selain itu, Graham (2006) menyatakan jika penderita stroke
menggunakan kursi roda, sebaiknya rumah mereka memiliki tangga,
dibangun jalan masuk landai dari kayu atau beton. Keluarga juga
mungkin perlu memperlebar pintu - pintu rumah agar penderita stroke
dapat bergerak bebas di dalam rumah. Pemasangan kabel listrik yang
aman, pegangan tangan di kamar mandi dan adaptasi rumah lainnya juga
dapat membantu penderita stroke.
B. KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS
I. PENGKAJIAN
A. Data Inti Komunitas
1. Sejarah / Riwayat Daerah Komunitas
Lokasi provinsi, kabupaten/kotamadya, kecamatan, kelurahan/desa, RW, RT,
luas wilayah, batas wilayah.
2. Data Demografi
a) Distribusi Penduduk Penderita Stroke Berdasarkan Usia Dan Jenis
Kelamin
Pria dan wanita
b) Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
1) Belum sekolah
2) Tidak sekolah
3) TK
4) SD
5) SMP
6) SMA
7) Perguruan Tinggi
c) Distribusi Pekerjaan
1) Pelajar/belum bekerja
2) Tidak bekerja
3) PNS
4) TNI/POLRI
5) Pensiunan
6) Swasta
7) Distribusi Ras Dan Etnis
3. Status Perkawinan
a. Kawin
b. Duda/janda
c. Single
4. Statistik Vital
a. Kelahiran
b. Kematian Kelompok
c. Penyebab Kematian
5. Nilai – Nilai, Keyakinan Dan Agama
a. Islam
b. Kristen
c. Hindu
d. Budha
e. Konghucu

B. Data Subsistem Komunitas


1. Lingkungan Fisik
a. Kualitas Air
1) Berwarna
2) Berbau
3) Berasa
4) Tidak berasa/tidak berwarna
b. Pembuangan Limbah
1) Resapan
2) Selokan
3) Sembarang tempat
c. Kualitas Udara
Tercemar atau tidak
d. Flora
e. Ruang Terbuka
f. Perumahan
1. Tipe Perumahan
Permanen, semipermanen atau tidak permanen
2. Status Kepemilikan Rumah
Milik sendiri, numpang atau sewa
3. Jenis Lantai
Tanah, papan, tehel, atau semen
4. Sistem ventilasi rumah
Ada atau tidak ada
5. Sistem pencahayaan pada siang hari
Terang, remang-remang atau gelap
6. Jarak rumah dengan tetangga
Bersatu, dekat, atau terpisah
7. Halaman disekitar rumah
8. Pemanfaatan Pekarangan Rumah
Dimanfaatkan sebagai kebun, kolam, kandang, atau tidak
dimanfaatkan
g. Daerah Hijau

h. Musim

i. Binatang Peliharaan

j. Kualitas Makanan
2. Pelayanan Kesehatan Dan Sosial
Apakah terdapat puskesmas, klinik, atau rumah sakit
3. Ekonomi
a. Status Pekerja
b. Lokasi Industri
c. Pasar
d. Pusat bisnis
4. Transportasi Dan Keamanan
a. Alat Transportasi Penduduk Keluar Masuk Wilayah
b. Transportasi Umum
c. Layanan Perlindungan Kebakaran
d. Kantor Polisi
e. Sanitasi
5. Politik Dan Pemerintahan
a. Pemerintahan (RT, RW, Desa / Kelurahan, Kecamatan)
Bagaimana kebijakan pemerintah dan pelayanan kesehatan terkait
penderta stroke
b. Kelompok Pelayanan Masyarakat (Posyandu, PKK, Karang Taruna,
Posbindu, Poskesdes, Panti DLL)
c. Politik
d. Peran serta partai politik dalam pelayanan masyarakat.
6. Komunikasi
a. Komunikasi Formal
Memperoleh informasi kesehatan melalui surat kabar, radio, atau televisi
b. Komunikasi Informal
Memperoleh informasi kesehatan melalui papan pengumuman, poster,
brosur atau smartphone
7. Pendidikan
a. Sekolah yang ada dikomunitas
b. Perpustakaan
c. Pendidikan khusus
d. Pelayanan kesehatan disekolah
e. Program disekolah
f. Akses Pendidikan
8. Rekreasi
a. Taman
b. Area Bermain
c. Rekreasi Umum dan Privat
d. Fasilitas khusus

1. Lansia
a. Jumlah lansia penderita stroke
b. Keluhan Lansia dengan Penyakit Stroke
c. Komplikasi
No Jenis Penyakit Frekuensi

1 Asma

2 TBC

3 Hipertensi

4 DM

5 Rematik
6 Katarak

7 Lain-Lain

Jumlah
d. Penanganan penyakit lansia dengna penyakit stroke
No Penanganan Penyakit Frekuensi

1 Sarana Kesehatan

2 Non Medis

3 Diobati Sendiri

Jumlah

II ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O.
1 DO: Ketidakcukupan Pemeliharaan
- Masyarakat kurang finansial keuangan kesehatan yang tidak
menunjukan perilaku efektif
sehat
- Masyarakat tidak mampu
menjalankan perilaku
sehat
- Memiliki riwayat
perilaki mencari bantuan
kesehatan yang kurang
DS: -
2 DO: Ketidakadekuatan Ketidakpatuhan
- menolak menjalani pemahaman
pengobatan/perawatan
- menolak mengikuti
anjuran untuk diet
makanan berlemak
DS:
- masyarakat tidak
mengikuti program
pengobatan/perawatan
secara tuntas
- perilaku tidak
menjalankan anjuran
untuk diet makanan
berlemak

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pemeliharaan tidak efektif berhubungan dengan ketidakcukupan finansial


keuangan ditandai dengan memiliki riwayat perilaku mencari bantuan
kesehatan yang kurang
2. Ketidakpatuhan berhubungan dengan ketidakedekuatan pemahaman
ditandai dengan menolak mengikuti anjuran diet rendah lemak
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stroke (CVA) adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, prograsif
cepat, berupa defisit neurologist fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam /
lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke disebabkan faktor-faktor penyumbatan pembuluh darah oleh jendalan
darah (thrombus / embolus), robek dan adanya gangguan susunan komponen darah.
3.2 Saran
- Klien sebaiknya mematuhi semua pengobatan terhadap penyakit stroke yang
dideritanya guna mempertahankan kesehatan yang optimal.
- Keluarga yang merawat sebaiknya melakukan perawatan dengan sabar dan selalu
memberikan dukungan kepada klien.

You might also like