You are on page 1of 28

MAKALAH

SISTEM INVESTASI (AKAD) ASURANSI SYARIAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah :


ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
Dosen Pengampu :
YULIA MARIS HERDIANTI, S.E, M.E

Kelas: ES 4N

Disusun Oleh Kelompok 7 :

1. NOVAN RAHMADI (12402173616)


2. IRFANINDRA LINTANG (12402173620)
3. BINTI FATICHATUN NAFI’AH (12402173622)
4. REKANIKA ASRININGTYAS (12402173625)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
APRIL 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam atas rahmat, taufik dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah
sudah ada ditangan pembaca.
Kata terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa
dan mahasiswi, atas bantuan dan partisipasinya untuk penyelesaian makalah ini.
penulis juga menghaturkan ucapan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Asuransi dan Reasuransi Syariah Bu Yiulia Maris Herdianti, S.E, M.E
yang telah memberikan dukungan pada kami.Adapun isi makalah ini tentang
Sistem Investasi ( Akad ) dalam Asuransi Syariah.
Besar harapan kami agar makalah ini dapat berguna untuk para rekan-
rekan sesama mahasiswa dan mahasiswi dalam proses perkuliahan untuk
membantu Mahasiswa dalam mencari informasi yang relevan dan aktual serta
menambah dan memperluas wawasan kita mengenai ekonomi.
Akhir kata yang kami ucapkan mohon maaf jika dalam proses penulisan
makalah ini banyak kekurangan disana dan disini. Pikiran kritis dan sumbang
saran sangat diharapkan demi perbaikan makalah ini.

Tulungagung, 8 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
BAB I : PENDAHULUAN1

A. Latar Belakang1
B. Rumusan Masalah1
C. Tujuan Masalah1

BAB II : PEMBAHASAN2

A. Sistem Operasional Asuransi Syariah2


B. Pengeloaan Investasi Dalam Asuransi Syariah3
C. Investasi Akad Tijarah Dalam Asuransi Syariah4

BAB III : PENUTUP23

A. Kesimpulan 23
B. Saran 24

DAFTAR RUJUKAN25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asuransi dalam literatur keislaman termasuk sesuatu yang langka dan jarang
ditemukan dalam buku-buku yang membahas tentang ekonomi islam. Asuransi
sebagai satu bentuk kontrak modern tidak dapat terhindar dari akad yang
membentuknya. Hal ini dalam praktiknya asuransi melibatkan dua orang yang
terikat oleh perjanjian untuk saling melaksanakan kewajiban. Sebagai manusia
tidak lepas dari hubungan dengan orang lain dalam rangka memenuhi
kebutuhannya. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam
memenuhi kebutuhan harus terdapat aturan dan kesepakatan. Proses dalam
membuat kesepakatan keduanya disebut dengan akad. Adapun mengenai praktik
asurasi dalam pandangan merupakan akad yang berkaitan dalam hal proses analogi
hukum terhadap praktik operasional asuransi.
Asuransi syariah dalam pengertian muamalah adalah saling memikul resiko
diantara sesama peserta, sehingga antara satu dengan yang lain menjadi
penanggung atas resiko yang muncul. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar
saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan
dana tabarru’ (dana kebajikan/derma) yang ditujukan untuk menanggung resiko.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Sistem Operasional Asuransi Syariah?
2. Bagaimana Pengelolaan Investasi Dalam Asuransi Syariah?
3. BagaimanaInvestasi Akad tijarah Dalam Asuransi Syariah?

C. TUJUAN MASALAH
1. MenjelaskanSistem Operasional Asuransi Syariah.
2. MenjelaskanPengelolaan Investasi Dalam Asuransi Syariah.
3. MenjelaskanInvestasi Akad tijarah Dalam Asuransi Syariah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. SISTEM OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH

Akad pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada akad


tabarru’, yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari satu pihak
kepada pihak yang lain. Sistem operasional asuransi syariah dapat diangsur secara
bulanan, tahunan, setengah tahunan sekaligus. Jumlah angsuran minimal ditentukan
oleh perusahaan dihitung sesuai dengan jangka waktu kontak, dan jumlah
pertanggungan. Adapun jumlah kontribusi yang dibayar peserta dimasukkan ke
dalam dua jenis rekening, yaitu rekening peserta dan rekening khusus peserta sesuai
dengan porsi masing-masing yang ditetapkan perusahaan. Rekening peserta
berfungsi sebagai investasi dan simpanan, sedangkan rekening khusus peserta
berfungsi sebagai sumbangan/ derma (tabarru’) jika terjadi musibah pada peserta
takaful. Sistem operasional asuransi syari’ah pada dasarnya dilandasi oleh tiga
prinsip yaitu rasa saling tanggungjawab, kerja sama dan saling membantu, serta
saling melindungi antara para peserta dan perusahaan.
Perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai mudharib, yaitu pihak
yang diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta sebagai shahibul maal untuk
mengelola uang premi dan mengembangan dengan jalan yang halal sesuai dengan
syar’i serta memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai dengan
akad.
Ciri-ciri asuransi syariah dalam operasionalnya antara lain :
1. Menghindari Riba
2. Menghindari unsur penipuan (gharar)
3. Menghindari unsur Maisir
Ada akad lain dapat diterapkan dalam bisnis asuransi adalah akad
mudharabah , yaitu satu bentuk akad yang didasarkan pada prinsip profit dan loss
sharing atas untung dan rugi, dimana dana yang terkumpul dalam total rekening

2
tabungan dapat di investasikan oleh perusahaan asuransi yang risiko investasi
ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.1

B. PENGELOLAAN INVESTASI DALAM ASURANSI SYARIAH


Definisi Investasi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik
berupa harta maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil
pendapatan atau meningkatkan nilainya di masa yang akan datang. Sedangkan
investasi keuangan adalah menanamkan pada suatu surat berharga yang diharapkan
akan meningkatkan hasilnya di masa mendatang.
Investasi keuangan menurut syariah dapat berkaitan dengan kegiatan
perdagangan atau kegiatan usaha, di mana kegiatan usaha dapat berbentuk usaha
yang berkaitan dengan suatu produk atau aset maupun usaha jasa. Namun, investasi
keuangan menurut syariah harus terkait secara langsung dengan suatu aset atau
kegiatan usaha yang spesifik dan menghasilkan manfaat, karena hanya atas manfaat
tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Karena itu, salah satu bentuk investasi yang
sesuai dengan syariah adalah membeli saham perusahaan, baik perusahaan nonpublik
(private equity) maupun perusahaan publik/terbuka.
Salah satu bentuk pengelolaan dana asuransi yang paling dominan adalah
menginvestasikan dana yang terkumpul dari premi. Pihak asuransi dapat
menginvestasikan dana tersebut dalam bentuk investasi apa saja selama investasi itu
tidak mengandung salah satu dari unsur yang disebutkan di atas tadi. Upaya untuk
mengabaikan prinsip ini, akan mengakibatkan investasi tersebut diharamkan menurut
syariat Islam.
Sekiranya investasi tersebut dilakukan dalam bentuk penyertaan modal
dalam sebuah perusahaan, maka pihak asuransi harus mengetahui bahwa perusahaan
tersebut tidak memperjualbelikan barang-barang yang diharamkan. Seandainya
investasi dalam bentuk deposito, maka pihak asuransi harus mengetahui bahwa bank
tempat dana asuransi tersebut didepositokan adalah bank-bank yang beroperasi tidak

1
Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Deskripsi Dan Ilustrasi, (Ekonisia,
Yogyakarta, 2004), hlm. 117

3
dengan sistem bunga, tetapi dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Begitu pula
usaha-usaha dimana di dalamnya terdapat unsur maksiat, meskipun akan mendapat
keuntungan yang sangat besar, investasi seperti ini tetap baik dibenarkan.

Dalam asuransi berbasis investasi terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu :

a. Peserta asuransi, sebagai penyalur dana


b. Perusahaan asuransi, sebagai pengelola dana peserta
c. Unit bisnis halal, sebagai pihak yang menerima investasi.

Akad yang digunakan dalam asuransi adalah akad tabarru dan tijarah.
Akad tabarru adalah hibah, dan akan tijarah adalah mudharabah. Akad mudharabah
pada asuransi syariah mendudukkan peserta sebagai shahibul mall dan perusahaan
bertindak sebagai mudharib(pengelola). Modal yang dimaksud adalah premi dari
peserta yang dibayarkan kepada perusahaan dimana perusahaan sebagai pemegang
amanah, akan mengelola atau menginvestasikan dana tersebut melalui investasi yang
sesuai dengan ketentuan syariah sebagaimana telah ditentukan dalam Kep.
4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian, dan pembatasan Investasi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

Secara umum, tujuan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok,


yaitu: profitabilitas, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup. Kelangsungan hidup
tanpa pertumbuhan hanya menempatkan perusahaan hidup segan mati tak mau.
Sedangkan profitabilitas tanpa memperhatikan kelangsungan hidup adalah sangat
riskan. Sementara itu, pertumbuhan tanpa profitabilitas adalah tidak mungkin.
Karena dalam pencapaian tujuan kelangsungan hidup sulit dianalisa secara numerik,
maka isu sentral yang yang memerlukan pembahasan secara mendalam adalah
pertumbuhan. Sebab dalam pengertian pertumbuhan terkandung perusahaan itu
sudah pasti profitable dan pasti mengarah kepada survived.

Instrumen investasi syariah di Indonesia saat ini masih dalam tahap


tumbuh dan berkembang. Beberapa instrumen investasi syariah atau islami yang

4
sudah ada saat ini dan menjadi outlet investasi bagi asuransi syariah adalah sebagai
berikut:

1. Investasi ke bank-bank umum syariah, seperti BMI (Bank Muamalat


Indonesia) dan BSM (Bank Syariah Mandiri).
2. Investasi ke bank umum yang memiliki cabang syariah, seperti BNI syariah,
BRI syariah, BII syariah, Danamon syariah, bank IFI syariah, Bukopin
syariah dan sebagainya.
3. Investasi ke Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan Baitul Mal wat
Tamwil (BMT).
4. Investasi langsung ke perusahaan-perusahaan yang tidak menjual barang-
barang haram atau maksiat dengan sistem mudharabah, wakalah, wadiah, dsb.
5. Investasi ke lembaga keuangan syariah lainnya, seperti reksadana syariah,
modal ventura syariah, leasing syariah, pegadaian syariah, obligasi syariah di
BEJ, koperasi syariah, dsb.2

Beberapa jenis investasi syari’ah yang saat ini diimplementasikan di


perusahaan asuransi syari’ah di Indonesia di antaranya sebagai berikut:

a. Deposito Mudhorobah
Investasi yang dilakukan pada bank syari’ah dengan menanamkan dalam
bentuk dana tunai jangka waktu 1 bulan, 3 bulan, 6 buln, 12 bulan dengan
nisbah tertentu. Investasi ini dapat dilakukan pada BMI, BSM, IFI Syari’ah,
Jabar Syari’ah, BRIS.
b. Obligasi Syari’ah
Investasi yang dilakukan dengan membeli surat obligasi yang diterbitkan oleh
bank syari’ah dengan nisbah tertentu. misalnya obligasi syariah orbadinasi.
Obligasi ini merupakan kontrak obligasi yang diterapkan dalam perjanjian
dengan rasio dalam bagi hasil tetap.

2
Handayani, Profit Testing dan Penggunaan Estimasi Break Event Point di PT Asuransi Jiwa (Bringin
Sejahtera, AAMAI, 1999), hlm. 21

5
c. Saham
Investasi yang dilakukan dengan membeli saham-saham blue chip di bursa
efek jakarta.
d. Dll.
C. INVESTASI AKAD TIJARAH DALAM ASURANSI SYARIAH

Akad Tijarah adalah segala macam perjanjian. Ada beberapa akad tijarah
yang digunakan dalam praktik asuransi syariah yaitu : Akad Wakalah, Akad
Wadi’ah, Akad Musyarakah, Akad Mudharabah. Akad-akad ini dalam praktiknya
diimplementasikan dalam beberapa perusahaan asuransi syariah di Indonesia.
Misalnya asuransi syari’ah pasa produk-produk saving menggunakan akad wadi’ah.

1. Akad Wakalah
Wakalah berarti menyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandat. Dalam bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidin. Jadi
wakalah merupakan pelimpahan wewenang atau kuasa dari pihak pertama
kepada pihak kedua untuk melaksanakan sesuatuatas nama pihak pertama dan
untuk kepentingan dan tanggung jawab sepenuhnya oleh pihak pertama. Dalam
hal ini pihak kedua hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang
yang diberikan oleh pihak pertama. Apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai
dengan yang disyaratkan.
Akad wakalah dapat kita lihat juga pada asuransi umum dalam
mekanime pengelolaan dananya menggunakan akad wakalah. Premi
tertanggung yang terkumpul sebagai dana tabarru’ diserahkan kepada
perusahaan asuransi sebagai pengelola melalui akad wakalah, dan selanjutnya
perusahaan asuransi terhadap perusahaan re-asuransi mengunakan akad
tabaduli. Antara peserta dan perusahaan asuransi akan terjadi bagi hasil
manakala dalam operasional terdapat keuntungan atau surplus usaha.
Wakalah merupakan perjanjian mengenai pelimpahan,
pendelegasian wewenang atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua
untuk melaksanakan sesuatu sebatas atas nama pihak pertama, untuk
kepentingan dan tanggung jawab sepenuhnya oleh pihak pertama. Akad

6
wakalah/wakalah bil ujrah ini dapat terjadi antara perusahaan asuransi syariah
dengan peserta, perusahaan asuransi dengan marketing/agen, ataupun
perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi.3
Akad wakalah merupakan perjanjian pendelegasian dan
penunjukkan seseorang dalam hal ini agen untuk mewakili badan/perusahaan
dalam hal mensosialisasikan, memasarkan dan menjual produk asuransi
syariah. Akad wakalah bil ujrah merupakan perjanjian antara perusahaan
asuransi syariah dengan pihak lain dimana salah satu pihak memberikan
amanah dan pihak lain menerima amanah untuk melakukan suatu perbuatan
yang telah ditentukan dengan memberikan ujrah atas jasa yang telah dilakukan.
yaitu untuk saling tolong menolong dalam hal ini lending yourself dimana
perusahaan maupun mitra kerjanya meminjamkan/memberikan jasa kepada
pihak lain dalam hal pengelolaan dana melalui investasi syariah sekaligus
asuransi syariah. Dengan demikian asuransi syariah merupakan ta’awun dan
sehingga asuransi ini berbeda dengan asuransi konvensional.
Tidak setiap responden paham akan akad wakalah/wakalah bil
ujrah ini, karena menurut mereka perjanjian asuransi syariah yaitu polis
asuransi syariah mengandung prinsip tabarru’ dan mudharabah yang
merupakan salah satu dari hak dan kewajiban setiap peserta. Namun demikian,
menurut peserta asuransi syariah akad wakalah/wakalah bil ujrah ini
mengandung pengertian sebagai berikut :
“setiap peserta memberikan amanah kepada perusahaan untuk
mengelola dananya berupa premi yang disetor secara syariah dan memberikan
perlindungan terhadap dirinya apabila mengalami musibah yang diperjanjikan
dengan memberikan fee kepada perusahaan;dalam akad wakalah perusahaan
merupakan wakil dari peserta berdasarkan amanah yang telah diberikan
olehnya untuk mengelola premi sesuai ketentuan syariah, selain itu

3
Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan,( IIIT, Jakarta, 2003), hlm.353-354

7
perusahaan memberikan kuasa kepada agen untuk melakukan fungsi marketing
dan field underwriting”
Berdasarkan keterangan responden tersebut, tidak setiap
masyarakat mengenal akad wakalah/wakalah bil ujrah karena asuransi syariah
identik dengan akad tabarru’ dan akad mudharabah, sedangkan bagi sebagian
orang akad wakalah/wakalah bil ujrah diasumsikan bahwa perusahaan sebagai
wakil peserta asuransi syariah dalam hal pengelolaan dana (Premi) berdasarkan
amanah yang diberikan pesertanya dan peserta memberikan fee (ujrah) kepada
perusahaan atas jasa yang telah diberikan. Akad wakalah ini juga berlaku
dalam operasional perusahaan yaitu marketing dan field underwriting.Contoh:
AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Syariah Yogyakarta
menggunakan akad wakalah ini dalam hal keagenan melalui perjanjian kerja
keagenan. Perjanjian kerja keagenan ini mengandung prinsip akad wakalah
dimana perusahaan memberikan mandat/kuasa kepada seorang agen untuk
mensosialisasikan, memasarkan dan menjual produk asuransi syariah yang
dikeluarkan oleh AJB Bumiputera 1912 di wilayah operasional Kantor Cabang
Syariah Yogyakarta. Sebelum terjadi perjanjian kerja keagenan ini seorang
calon agen diwajibkan mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh
AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Yogyakarta untuk jangka waktu tertentu
dan setelah dinyatakan lulus dalam masa pendidikan dan pelatihan tersebut
maka diadakan negoisasi antara perusahaan dengan agen tersebut.
Akad wakalah bil ujrah digunakan oleh PT. Takaful Indonesia
(ATK dan ATU) Kantor Cabang Yogyakarta dalam hal mitra kerja dengan
financial consultant/perbankan/kantor pos maupun dalam produk takafulink
baik takafulink mizan, alia maupun istiqomah yang dikeluarkan oleh PT.
Asuransi Takaful Keluarga, serta takaful kendaraan bermotor yang dikeluarkan
oleh PT. Asuransi Takaful Umum. Akad wakalah bil ujrah tercermin dalam
perjanjian kerja kemitraan dengan financial consultant, akad wakalah ini juga
tercermin pada produk fulprotek yang dipasarkan melalaui lembaga perbankan
sebagai salah satu wujud perjanjian cobranding. Selain itu, akad wakalah ini
juga tercermin dalam perjanjian kerjasama dengan bank-bank syariah dan PT.

8
Pos Indonesia untuk memberikan pelayanan dan dalam pembayaran premi,
meskipun demikian pelayanan online ini baru dapat dilakukan melalui Bank
Syariah Mandiri, Bank Muamalat dan PT. Pos Indonesia. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa akad wakalah/wakalah bil ujrah digunakan
oleh AJB Bumiputera 1912 dan PT. Takaful Indonesia, khususnya wilayah
operasional Yogyakarta dapat terjadi antara perusahaan dengan mitra usahanya
baik secara kelembagaan maupun individu sebagai peserta takaful.
Mekanisme akad wakalah secara sederhana dalam praktik asuransi
syariah antara perusahaan asuransi syariah dengan peserta asuransi syariah
adalah peserta memberikan kontribusi/fee kepada perusahaan untuk kemudian
apabila perusahaan menerima fee maka fee yang diterima akan masuk dalam
rekening perusahaan yang dipisahkan dari rekening konstribusi sedangkan
kontribusi tersebut akan dikelola sehingga menghasilkan keuntungan yang
mana kontribusi dan keuntungan ini akan dimasukkan dalam rekening tertentu
dan setelah dikurang dengan biaya-biaya apabila terdapat surplus maka surplus
ini akan dibagikan kepada peserta.
Akad wakalah bil ujrah ini menggunakan Fatwa DSN-MUI
No.52/DSN-MUI/III/2006 tentang Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah
sebagai pedoman operasional. Ketentuan akad wakalah bil ujrah dalam Fatwa
DSN-MUI No.52/DSN-MUI/III/2006 adalah sebagai berikut :
1) Obyek akad wakalah bil ujrah antara lain meliputi kegiatan
administrasi, pengelolaan dana, pembatalan klaim, underwriting,
pengelolaan portofolio risiko, pemasaran, dan investasi
2) Akad wakalah bil ujrah sekurang-kurangnya harus menyebutkan
mengenai hak dan kewajiban peserta dan perusahaan asuransi;
besaran, cara, dan waktu pemotongan ujrah fee atas premi; syarat-
syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang
diakadkan
3) Perusahaan asuransi bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa)
tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang
diterimanya, kecuali mendapatkan ijin dari peserta dan selaku

9
pemegang amanah wajib menginvestasikan dana yang terkumpul
melalui investasi sesuai syariah.
Akad wakalah bil ujrah ini juga digunakan dalam hubungan
kerjasama antara perusahaan dengan peserta asuransi syariah. Adapun konsep
dasar akad wakalah bil ujrah antara perusahaan asuransi dengan peserta dalam
asuransi syariah :
1) Wakalah bil ujrah adalah akad pemberian kuasa kepada perusahaan
asuransi (takaful) untuk mengelola dana peserta dan/atau melakukan
kegiatan lain dengan imbalan pemberian ujrah (fee);
2) Peserta bertindak sebagai pemberi kuasa pada perusahaan untuk
mengelola dananya berupa premi yang telah disetorkan menjadi dana
investasi dan/atau dana tabarru’ (kebajikan);
3) Premi/kontribusi yang dibayar peserta asuransi tidak serta merta
menjadi pendapatan perusahaan asuransi tetapi milik peserta asuransi
secara kolektif setelah dikurangi fee pengelolaan untuk perusahaan
asuransi;
4) Premi tersebut diakumulasikan untuk membagi risiko yang timbul
diantara peserta asuransi (tabarru’ fund);
5) Premi/kontribusi yang dibayarkan peserta memiliki komposisi dana
tabarru’ dan ujrah yang besarnya sebagaimana tercantum dalam polis
6) Peranan perusahaan asuransi terbatas pada peran underwriter,
collector dan claim payer and fund manager dengan kompensasi
perlindungan (manfaat takaful) bagi peserta
7) Sumber pendapatan perusahaan asuransi berasal dari fee pengelolaan
dan bagi hasil investasi
8) Setiap surplus operasi atau deficit operasi merupakan tanggung jawab
peserta asuransi secara kolektif

Selain itu, akad wakalah/wakalah bil ujrah digunakan oleh


perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya, dengan mendelegasikan
kepada lembaga perbankan/ institusi lain dalam hal kemudahan pelayanan

10
maupun kepada agen/pemasar untuk melaksanakan fungsi marketing.
Kerjasama antara perusahaan dengan agen/financial consultant ini bersifat
kemitraan. Meskipun marketing berkedudukan sebagai mitra perusahaan untuk
melaksanakan dinas luar, agen/pemasar dalam kegiatan marketing berfungsi
sebagai duta perusahaan, menjual produk asuransi syariah dan financial advisor
calon peserta. Kerjasama ini tertuang dalam perjanjian kerja keagenan/, dan
dalam perjanjian ini mengunakan prinsip wakalah. Ini berarti pemasaran
(marketing) merupakan manifestasi bentuk akad wakalah dalam asuransi
syariah. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam akad wakalah dalam hal
pemasaran (marketing) adalah :

1) Pokok dari perjanjian dengan agen adalah proposal dan penerimaan dari
posisi tersebut.
2) Adalah sebuah syarat dimana seseorang yang telah ditunjuk sebagai
seorang agen harus kompeten dalam melakukan pekerjaannya.
3) Seseorang dapat menunjuk seorang agen untuk mengerjakan semua
transaksi bisnis yang dapat dilakukannya sendiri.
4) Seorang agen adalah pemelihara dari kekayaan prinsipalnya dan dalam
posisi sebagai wakil.
5) Seorang agen akan menerima upah selama ia dikontrak.

Marketing/agen merupakan penghubung antara perusahaan dengan


peserta dan bekerja untuk perusahaan berdasarkan perjanjian keagenan dengan
prinsip wakalah sebagai mitra usaha, serta bekerja sebagai financial consultant
bagi peserta berdasarkan pendelegasian tugas yang diterimanya dari
perusahaan. Kontrak keagenan ini menggunakan prinsip wakalah, dimana
seorang agen/pemasar sebagai wakil perusahaan dan diberi wewenang untuk
melakukan kegiatan/transaksi atas nama perusahaan asuransi syariah baik
sosialisasi, produksi maupun pasca produksi dan menerima fee/ujrah sebagai
haknya yang diberikan perusahaan. AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang
Syariah Yogyakarta menggunakan akad wakalah ini dalam hal perjanjian
keagenan, sedangkan PT. Takaful Indonesia Kantor Cabang Yogyakarta dalam

11
hal mitra kerja ini menggunakan akad wakalah bil ujrah. Ini berarti pada kedua
kantor cabang tersebut dalam hal mitra kerja untuk keagenan/financial
consultant menggunakan prinsip wakalah/wakalah bil ujrah.
Akad wakalah bil ujrah ini dapat ditemui pada asuransi jiwa (life
insurance) dan asuransi umum (general insurance) misalnya pada produk
asuransi syariah yang dikeluarkan oleh PT. Takaful Indonesia yaitu produk
takafulink alia yang merupakan produk unit link dari PT. Asuransi Takaful
Keluarga (ATK) dan takaful kendaraan bermotor yang merupakan produk dari
PT. Asuransi Takaful Umum (ATU).
Akad wakalah bil ujrah ini dinyatakan secara tegas dalam polis
asuransi yang dikeluarkan oleh PT. Asuransi Takaful Umum, yaitu bahwa akad
yang diberlakukan dalam polis adalah akad wakalah bil ujrah.4
2. Akad Wadi’ah
Al wadi’ah dapat diartikan dengan meninggalkan atau meletakkan
yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga.
Sedangkan menurut istilah, al-wadi’ah adalah memberikan kekuasaan kepada
orang lain untuk menjaga hartanya / barangnya dengan secara terang-terangan
atau isyarat dengan makna itu. Dalam prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah
wadiah yad dhamanah yaitu dimana pihak yang dititipi bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Dan bukan wadiah amanah yaitu pada prinsipnya harta yang dititipkan tidak
boleh dimanfaatkan oleh orang yang dititipi.
Dalam praktik asuransi syariah menggunakan akad wadiah, dana
yang terkumpul dari nasabah berupa premi dititipkan kepada perusahaan
asuransi untuk dikelola seperti halnya akad wadiah yang ada di bank syariah,
hanya saja dalam asuransi mengandung unsur asuransi dengan nilai
pertanggungan sesuai yang diperjanjikan. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

4
Delil Khairat,“Konsep dan Operational Asuransi Syariah”, Materi Pelatihan Program Sertifikasi
Asuransi Syariah Tingkat Dasar Angkatan XX,(AASI-LPKG BPPK Departemen Keuangan, Jakarta ,
2006) Hlm. 5-11

12
Asuransi Mubarokah Syariah memandang bahwa akad wadi’ah merupakan
akan yang tepat baik bagi sisi nasabah (shohibul maal) maupun perusahan
asuransi (pengelola)
Dalam operasionalnya wadiah diinvestasikan Perusahaan Asuransi
sehingga dapat memperoleh hasil positif, lalu diadakah bagi hasil dengan
prinsip Mudharabah.
Dalam Akad Mudharabah dana Premi Wadi’ah : Bilamana
investasi mengalami kerugian, pemegang polis tidak turut menanggung
kerugian investasi tersebut karena Akad Mudharabah tersebut tidak dapat
membatalkan Akad Wadi’ah yang mendasari setoran premi pemegang polis.5
3. Akad Musyarakah
Musyarakah adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih
dalam suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak akan memberikan kontibusi
dengan kesepakatan, jika ada keuntungan atau kerugian masing-masing pihak
akan mendapat margin dan menaggung resiko. Pada hakekatnya bentuk
kerjasama dalam asuransi adalah bentuk kerjasama yang dilandasi oleh prinsip
musyarakah dimana ada pihak yang punya modal dan ada pihak lain yang
hanya memiliki tenaga kerja dan skill serta profosionalisme.
Transaksi musyarakah dilandasi dengan adanya keinginan para
pihak yang ingin bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka
miliki secara bersama-sama. Yakni semua bentuk usaha yang melibatkan dua
belah pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan
seluruh sumber daya yang ada.
Akad musyarakah ini kedua pihak menjadi pemilik modal dan
pengelola dan terjadi percampuran modal di dalamnya, modal ini dapat berupa
modal finansial, modal non finansial (keahlian/keterampilan, kewirausahaan,
barang perdagangan, kepercayaan/reputasi, dan lain-lain) maupun percampuran
antara modal finansial dengan non finansial dari para pihak yang berserikat.
Apabila dalam kerjasama ini terdapat keuntungan maka pembagian keuntungan
didasarkan pada nisbah bagi hasil yang telah disepakati oleh para pihak yang

M. Syakir Sula, Asuransi Syari’ah,( Gema Insani, Jakarta, 2004) hlm. 356
5

13
berserikat, dan apabila terjadi kerugian maka pembagiannya didasarkan
menurut porsi modal masing-masing pihak yang berserikat.
Bentuk kerjasama dalam asuransi syariah merupakan bentuk
kerjasama yang dilandasi oleh prinsip musyarakah, dimana terdapat pihak yang
mempunyai modal berupa dana dan ada pihak lain yang tenaga, skill, serta
profesionalisme. Perjanjian takaful ini merupakan perjanjian kerjasama mutual
yang mana pertimbangan dibutuhkan tidak hanya dari satu pihak tetapi kedua
pihak, sehingga pengelola juga secara sama terikat dengan perjanjian tadi dan
dalam ganti rugi maupun keuntungan.
Akad musyarakah dalam asuransi syariah ini dapat terjadi antara
peserta (individu/sekelompok) sebagai pemilik modal finansial dengan
perusahaan asuransi syariah sebagai pemilik modal non finansial dan
bertanggung jawab dalam hal pengelolaan dana. Perjanjian kerjasama dengan
prinsip musyarakah ini dapat terjadi antara lembaga/perusahaan lain baik
lembaga keuangan maupun lembaga non keuangan dengan perusahaan asuransi
ataupun antar perusahaan asuransi (coinsurance), dimana perusahaan tersebut
saling menanggung risiko (risk sharing) dan perusahaan asuransi memberikan
manfaat asuransi berupa perlindungan. Kerjasama antara perusahaan asuransi
dalam coinsurance ini dilatarbelakangi apabila salah satu perusahaan asuransi
tersebut dalam memberikan perlindungan dengan manfaat asuransi yang
melebihi dari retensi perusahaan tetapi tidak berkenan menggunakan
reasuransi, sehingga untuk dapat menanggung risiko (berkaitan dengan klaim)
tersebut bekerjasama dengan perusahaan asuransi lain. Kerjasama saling
menanggung risiko (risk sharing) antar perusahaan asuransi apabila terjadi
klaim ini mempunyai prosentase pembagian yang sudah diperjanjikan dan
diatur secara nasional melalui lembaga asosiasi perasuransian.
Perjanjian dengan akad musyarakah ini dilakukan oleh PT. Takaful
Indonesia dengan perusahaan lain secara corporate yaitu dengan lembaga
keuangan bank syariah seperti Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan juga
PT. Pos Indonesia dalam rangka memberikan pelayanan secara online,
memberi kemudahan membayar premi, dan memberikan proteksi kepada

14
customer/nasabah/peserta dari lembaga/perusahaan yang bersangkutan melalui
asuransi syariah. Kerjasama ini biasa disebut sebagai cobranding dan tertuang
dalam MoU. Perjanjian kerjasama berupa cobranding ini dilakukan oleh PT.
Takaful Indonesia yang berkedudukan di Kantor Pusat. Contoh kerjasama
cobranding antara PT. Takaful Indonesia dengan Bank Muamalat dalam
penyelenggaran, pemasaran produk asuransi fulprotek (kartu investasi
berasuransi) dan sekaligus memberikan proteksi kepada nasabah Bank
Muamalat yaitu seorang peserta akan berkedudukan sebagai nasabah Bank
Muamalat sekaligus mendapat perlindungan dari PT. Takaful Indonesia apabila
mengikuti asuransi fulprotek melalui Bank Muamalat dengan memilih paket
fulprotek yang ditawarkan yaitu paket 175, paket 275, paket 750 dengan
prinsip wakalah bil ujrah. Contoh apabila seorang peserta mengambil paket
175 maka calon peserta tersebut membuka tabungan pada Bank Muamalat
sebesar Rp 175.000,00 dimana Rp 100.000,00 untuk saldo awal tabungan dan
Rp 75.000,00 untuk asuransi fulprotek dan dari Rp 75.000,00 tersebut nantinya
akan dibagi untuk asuransi sebesar Rp 50.500,00 dan untuk ujrah (Bank
Muamalat) sebesar Rp 24.500,00. Kerjasama cobranding ini juga dilakukan
dengan PT. Pos Indonesia dalam hal PT. Pos Indonesia sebagai tempat
pembayaran premi dari para peserta PT. Takaful Indonesia, perjanjian ini
tertuang dalam MoU dan di dalamnya mengandung prinsip wakalah karena PT.
Pos Indonesia merupakan wakil dari PT. Takaful Indonesia dalam hal
pembayaran.
4. Akad Mudharabah
Mudharabah adalah pemilik harta memberikan kepada mudharib
orang yang bekerja atau pengusaha suatu harta supaya dia mengelola dalam
bisnis dan keuntungan dibagi diantara mereka berdua mengikuti syarat yang
mereka buat. Dalam rangka untuk menghindari praktik riba, maka
implementasi mudharabah pada takaful keluarga (asuransi jiwa) dapat diihat
misalnya pada perhitungan rate premi. Cara perhitungan dengan asumsi bunga
tetap diganti dengan skim mudharabah (bagi hasil), demikian juga dalam skim-
skim investasi dan perhitungan surplus underwriting. Penentuan hak atas dana

15
hasil investasi produk saving dan hak atas dana dari produk non saving
semuanya bebas dari bunga dan sebagai gantinya digunakan instrumen
mudharabah. Dengan demikian, takaful keluarga dalam sistem dan
operasionalnya bersih dari praktek riba.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa akad dalam
asuransi syariah bersifat takafuli (tolong menolong), yang didalamnya
mengandung unsur tabarru’ dan mudharabah. Mudharabah merupakan
hubungan kontrak investasi para pemilik modal yaitu penyedia dana (shahibul
maal/investor) dengan pengelola (mudharib), investor mempercayakan
modalnya kepada pengelola untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan
dalam jangka waktu yang disepakati.6
Mudharib dalam hal ini memberikan konstribusi pekerjaan, waktu,
dan mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam
kontrak. Salah satunya adalah untuk mencapai keuntungan (profit) yang
nantinya akan dibagi antara investor dengan pengelola berdasarkan proporsi
yang disetujui bersama (nisbah). Jika terdapat kerugian karena risiko bisnis
(bussiness risk) dan bukan kelalaian mudharib (character risk), maka kerugian
ditanggung oleh shahibul maal (penyedia modal). Akad mudharabah ini dapat
menggunakan prinsip profit and loss sharing ataupun revenue sharing, dimana
bagi hasil ini ditentukan berdasarkan ratio perhitungan bagi hasil yang telah
ditentukan dalam perjanjian. Ratio ini dikenal sebagai nisbah bagi hasil.
Besarnya nisbah bagi hasil ini untuk setiap perusahaan asuransi syariah
mempunyai kebijakan tersendiri dan terkait dengan produk asuransi syariah
dalam perusahaan tersebut. Hasil investasi ini akan ditambahkan pada dana
peserta untuk digunakan sebagai biaya klaim, simpanan (dana cadangan), biaya
reasuransi, biaya operasional dan jika terjadi surplus maka akan dibagikan

6
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah : Wacana Ulama & Cendekiawan, (Bank Indonesia dan
Tazkia Institute, Jakarta, 1999) hlm. 173

16
sesuai dengan nisbah bagi hasil tadi, namun jika mengalami kerugian maka
akan diambilkan dari rekening perusahaan dan bagian peserta tetap dibagikan.
Mekanisme akad mudharabah bermula dari seorang participant
(peserta) memberikan kontribusinya berupa premi kepada perusahaan asuransi
dan dimasukkan ke dalam rekening khusus yaitu takaful account untuk
kemudian dana tersebut diinvestasikan melalui lembaga investasi syariah, hasil
investasi ini akan dimasukkan ke dalam takaful account yang akan digunakan
dan apabila takaful account terdapat surplus setelah dikurangi dengan
reasuransi, pembayaran klaim dan operational maka surplus tersebut akan
dibagikan kepada peserta dan perusahaan dengan menggunakan nisbah bagi
hasil yang telah ditentukan dan apabila takaful account mengalami defisit maka
akan dilakukan qard hasan oleh perusahaan dengan mengambil dana cadangan
dari rekening perusahaan, sedangkan pembayaran klaim seorang participant
diambilkan dari takaful account.
Akad mudharabah dalam asuransi syariah mendudukkan peserta
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan perusahaan bertindak sebagai
mudharib (pengelola), yaitu peserta mempercayakan dananya untuk dikelola.
Modal yang dimaksud adalah premi dari peserta yang dibayarkan kepada
perusahaan dimana perusahaan, sebagai pemegang amanah terhadap modal
yang diterimanya dari shahibul maal, akan mengelola atau menginvestasikan
dana tersebut melalui investasi yang sesuai dengan ketentuan syariah
sebagaimana telah ditentukan dalam Kep. DJLK No. Kep. 4499/LK/2000
tentang Jenis, Penilaian, dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah, terhadap hasil investasi ini
apabila mengalami keuntungan akan dibagikan kepada peserta dan perusahaan
sesuai dengan nisbah yang disepakati dalam perjanjian, misalnya 70 : 30, atau
60 : 40, atau 50 : 50.
Prinsip mudharabah yang diterapkan dalam akad oleh PT. Takaful
Indoneisa (ATK) lebih tepatnya adalah mudharabah musytarakah, karena di
dalamnya mengandung unsur kerjasama antara PT. Asuransi Takaful Indonesia
dengan peserta asuransinya dalam hal menempatkan dan pengelolaan dana

17
berdasarkan amanah dari peserta takaful, sedangkan disisi lain peserta dan
perusahaan bersedia untuk membagi hasil investasi tersebut berdasarkan nisbah
yang ditentukan. Sedangkan prinsip mudharabah bagi AJB Bumiputera 1912
khususnya Kantor Cabang Syariah dimaknai sebagai mudharabah yaitu
perjanjian antara perusahaan sebagai mudharib dan peserta sebagai shahibul
maal dalam pengelolaan premi asuransi dengan menggunakan prinsip bagi
hasil berdasarkan nisbah yang ditentukan yaitu 70 : 30.
Adapun mudharabah menurut pengertian peserta asuransi syariah
pada pada perusahaan asuransi dengan prinsip syariah adalah :
1) Bagi hasil dari hasil pengelolaan premi yang besarnya bagian masing-masing
telah ditentukan oleh perusahaan asuransi syariah;
2) Mudharabah merupakan bagi hasil dari pengelolaan dana peserta (premi)
khususnya premi tabungan dengan menggunakan prosentase yang besarnya
ditentukan oleh perusahaan;
3) Hak peserta mendapatkan bagian hasil investasi berdasarkan prosentase yang
ditentukan perusahaan;
4) Keuntungan yang diperoleh dari hasil pengelolaan premi sesuai besarnya
prosentase bagi hasil yang ditentukan perusahaan;
5) Bagi hasil dari pengelolaan dana peserta yang nantinya merupakan suatu
keuntungan yang akan diterima peserta;
6) Mudharabah merupakan bagi hasil investasi dari hasil pengelolaan dana peserta
(premi) yang terkumpul dengan menggunakan nisbah bagi hasil 30% untuk
perusahaan dan 70% untuk peserta.

Nisbah bagi hasil yang diberlakukan oleh AJB Bumiputera 1912


Divisi Syariah termasuk didalamnya Kantor Cabang Syariah Yogyakarta
adalah 70 : 30 untuk semua produk yang dipasarkan, dimana perusahaan
mendapat bagian 30% dari hasil investasi yang diperoleh dan peserta
mendapatkan bagian 70% dari hasil investasi tersebut apabila mengalami
keuntungan dalam pengelolaannya. Nisbah bagi hasil yang diberlakukan oleh
PT. Takaful Indonesia dalam hal ini PT. Asuransi Takaful Keluarga termasuk

18
di dalamnya Kantor Cabang Yogyakarta dengan ratio 60 : 40 dimana peserta
mendapatkan 60% dari hasil investasi dan 40% untuk perusahaan apabila
dalam pengelolaan mengalami keuntungan, namun nisbah tersebut tidak
berlaku untuk produk fulnadi (pendidikan anak) dan produk takafulinkalia
(unitlink) tetapi terhadap produk tersebut berlaku nisbah 70 : 30 untuk fulnadi
yaitu 70% untuk peserta dan 30% untuk perusahaan apabila dalam pengelolaan
dana tersebut mendapatkan keuntungan, sedangkan untuk takafulink tidak
terdapat nisbah bagi hasil karena untung rugi dari hasil investasi 100%
diberikan pada peserta dan perusahaan sebagai pengelola mendapatkan ujrah,
sehingga produk takafulink menggunakan akad wakalah bil ujrah.

Adapun rincian nisbah bagi hasil yang berlaku pada AJB


Bumiputera 1912 adalah :

1) Produk asuransi perorangan (ASPER), merupakan produk saving yaitu mitra


iqra’, mitra mabrur’ dan mitra sakinah menggunakan nisbah bagi hasil 70 : 30,
dalam pengertian hasil investasi akan dibagikan 70% untuk peserta dan 30%
untuk perusahaan.
2) Produk asuransi kumpulan (ASKUM), merupakan non saving product
mempunyai ketentuan bagi hasil keuntungan atas rekening tabarru’ akan
dibagikan antara perusahaan dengan peserta (profit sharing) dengan rumusan
sebagai berikut :
Profit sharing ini baru terjadi apabila jumlah keseluruhan premi
lebih besar dari biaya operasional dan klaim.Nisbah bagi hasil yang berlaku
pada PT. Takaful Indonesia adalah :
1) Produk untuk program pendidikan sebesar 70 : 30 yaitu 70% untuk peserta dan
30% untuk perusahaan
2) Produk untuk program investasi sebesar 40 : 60 yaitu 40% untuk peserta dan
60% untuk perusahaan
3) Produk untuk program kesehatan sebesar 60 : 40 yaitu 60% untuk peserta dan
40% untuk perusahaan

19
4) Produk untuk program unit link (takafulink alia) tidak ada nisbah bagi hasil,
karena seluruh keuntungan maupun kerugian sebesar 100% untuk peserta, dan
tidak ada bagi hasil investasi karena dalam pengelolaan dananya menggunakan
akad wakalah bil ujrah.

Untuk produk-produk asuransi umum yang dikeluarkan oleh PT.


Takaful Indonesia dalam hal ini PT. Asuransi Takaful Umum tidak mengenal
adanya nisbah bagi hasil, karena akad yang digunakan adalah akad wakalah bil
ujrah dan akad tabarru, dimana dalam pengelolaan perusahaan mendapatkan
ujrah dan apabila pengelolaan tersebut mengalami surplus dan sudah
diperjanjikan dalam klausula maka surplus tersebut akan diberikan kepada
peserta sebagai pengembalian dana tabarru’ sebagai berikut :

Prinsip mudharabah dalam praktik asuransi syariah ini belum


dilaksanakan secara murni (profit and loss sharing) tetapi masih sebatas pada
berbagi keuntungan/pendapatan (profit sharing/revenue sharing) dan apabila
mengalami kerugian peserta tetap mendapatkan bagian sesuai dengan nisbah
bagi hasil dengan diambilkan dari dana cadangan perusahaan.

Mengenai penggunaaan prinsip mudharabah dalam praktik asuransi


yang belum dilaksanakan secara murni,Perusahaan asuransi syariah dalam hal
ini AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Syariah Yogyakarta dan PT. Takaful
Indonesia Kantor Cabang Yogyakarta, ketika mengelola dana peserta yang
diinvestasikan melalui investasi syariah dan mengalami keuntungan maka hasil
investasi ini akan dibagi (sharing) dengan peserta sesuai dengan nisbah yang
telah ditentukan dalam perjanjian yaitu untuk AJB Bumiputera 1912
menggunakan nisbah 70% bagian peserta dan 30% bagian perusahaan namun
apabila terjadi kerugian hanya ditanggung oleh perusahaan dan peserta tetap
mendapat bagian hasil investasi 70%. Begitupula dengan prinsip mudharabah
dalam hal ini mudharabah musytarakah yang digunakan oleh PT. Takaful
Indonesia (ATK) Kantor Cabang Yogyakarta belum dilaksanakan secara murni
masih sebatas pada berbagi penghasilan apabila hasil investasi mengalami

20
keuntungan dengan besarnya nisbah bagi hasil untuk produk dana siswa
(Fulnadi) sebesar 70% bagian peserta dan 30% bagian perusahaan, sedangkan
jika terjadi kerugian maka kerugian tersebut tidak dibebankan kepada peserta
tetapi perusahaan meminjam dana cadangan perusahaan untuk tetap
memberikan hak bagi hasil bagian peserta. Profit sharing/revenue sharing ini
mempunyai pengertian apabila investasi yang dijalankan perusahaan dalam
rangka mengelola dana perserta mempunyai hasil investasi berupa keuntungan
maka keuntungan tersebut dibagi antara peserta dengan perusahaan sesuai
dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati dalam akad. Namun jika terjadi
kerugian dalam hasil investasi tersebut, maka kerugian hanya akan ditanggung
oleh perusahaan dan pelaksanaaan bagi hasil investasi tetap berjalan tanpa
membebankan kerugian pada peserta, sehingga peserta tetap mendapat bagian
hasil investasi sesuai dengan nisbah yang disepakati dalam akad. Pembayaran
nisbah bagi hasil sebagai hak dari peserta ini apabila terjadi kerugian akan
diambilkan dari dana cadangan klaim, dana cadangan ini sesuai dengan
kebijakan pemerintah dalam KMK Republik Indonesia No. 422/KMK.06/2003
tentang Kesehatan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi mengenai
batasan tingkat solvabilitas sebesar 120% sebagai rate based capital, namun
apabila dana cadangan tersebut tidak dapat memenuhi besarnya kerugian maka
akan dilakukan penyuntikan dana dari pemegang saham. Sebenarnya, usaha
asuransi di Indonesia yang menerapkan prinsip mudharabah secara murni
adalah AJB Bumiputera 1912 karena perusahaan tersebut merupakan usaha
bersama (mutual), dimana kekuasaan tertinggi bukan para pemegang saham
melainkan para pemegang polis itu sendiri yang terpilih dan terwakili dalam
Badan Perwakilan Anggota (BPA), sehingga apabila terjadi kerugian dan
kerugian tersebut tidak bisa tercover oleh RBC maka penyuntikan dana
dilakukan oleh para peserta sekaligus para pemegang polis dalam Badan
Perwakilan Anggota (BPA).

Penerapan akad mudharabah pada asuransi jiwa (life insurance)


baik AJB Bumiputera 1912 maupun PT. Asuransi Takaful Keluarga, Kantor

21
Cabang Syariah/Kantor Cabang Yogyakarta, tercermin dalam hal pengelolaan
dana yaitu berkaitan dengan bagi hasil antara perusahaan dengan peserta atas
hasil investasi berdasarkan nisbah bagi hasil yang diperjanjikan untuk produk
saving, dan bagi hasil atas surplus underwriting antara peserta dengan
perusahaan untuk produk non saving yaitu surplus dari hasil pengelolaan dana
(premi) akan dibagikan antara perusahaan sebagai operator dengan peserta
sebagai partisipan berdasarkan rata-rata tertimbang surplus underwriting yang
diperoleh. Bagi hasil ini tidak berlaku pada produk takafulink yang dikeluarkan
oleh PT. Takaful Indonesia (ATK) karena dalam produk tersebut menggunakan
akad wakalah bil ujrah dan hasil investasi baik untung maupun rugi seluruhnya
diberikan kepada peserta. Bagi hasil ini dilakukan apabila dalam pengelolaan
dana tersebut mengalami keuntungan dan jika mengalami kerugian maka
seluruh kerugian tersebut ditanggung oleh perusahaan tetapi peserta tetap
mendapatkan bagian sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah ditentukan.
Selain itu, peserta sebagai shahibul mal tidak ikut campur dalam pengelolaan
dana karena peserta telah mengamanahkan pengelolaan dana tersebut kepada
perusahaan asuransi syariah sebagai mudharib. Akad mudharabah tidak
digunakan dalam asuransi umum (general insurance) yang dijalankan oleh PT.
Asuransi Takaful Umum sebagai anak perusahaan PT. Takaful Indonesia
Kantor Cabang Yogyakarta, karena dalam operasionalnya PT. Takaful
Indonesia (ATU) menggunakan akad wakalah bi ujrah dimana setiap peserta
mempunyai hak untuk menerima pengembalian dana tabarru’ sebagai surplus
yang sudah diperjanjikan dalam klausula.7

7
Delil Khairat, 2006, “Konsep dan Operational Asuransi Syariah”, Materi Pelatihan Program Sertifikasi
Asuransi Syariah Tingkat Dasar Angkatan XX,......Hlm.12-16

22
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
1. Akad pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada akad tabarru’,
yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari satu pihak
kepada pihak yang lain. Sistem operasional asuransi syariah dapat diangsur
secara bulanan, tahunan, setengah tahunan sekaligus. Jumlah angsuran
minimal ditentukan oleh perusahaan dihitung sesuai dengan jangka waktu
kontak, dan jumlah pertanggungan. Adapun jumlah kontribusi yang dibayar
peserta dimasukkan ke dalam dua jenis rekening, yaitu rekening peserta dan
rekening khusus peserta sesuai dengan porsi masing-masing yang ditetapkan
perusahaan
2. Salah satu bentuk pengelolaan dana asuransi yang paling dominan adalah
menginvestasikan dana yang terkumpul dari premi. Pihak asuransi dapat
menginvestasikan dana tersebut dalam bentuk investasi apa saja selama
investasi itu tidak mengandung salah satu dari unsur yang disebutkan di atas
tadi. Upaya untuk mengabaikan prinsip ini, akan mengakibatkan investasi
tersebut diharamkan menurut syariat Islam.
3. Akad Tijarah adalah segala macam perjanjian. Ada beberapa akad tijarah
yang digunakan dalam praktik asuransi syariah yaitu : Akad Wakalah, Akad
Wadi’ah, Akad Musyarakah, Akad Mudharabah. Akad-akad ini dalam
praktiknya diimplementasikan dalam beberapa perusahaan asuransi syariah di
Indonesia. Misalnya asuransi syari’ah pasa produk-produk saving
menggunakan akad wadi’ah.
B. PANDANGAN KELOMPOK
Akad pada Asuransi Syariah memang di dasarkan pada akad tabarru',
namun selain itu juga masih ada akad lainnya. Dana yang di setorkan pada
Asuransi Syariah selain digunakan untuk kegitan tolong-menolong antar peserta
Asuransi syariah tetapi juga tidak mengkesampingkan tentang nilai ekonomi,
dimana dana Asuransi Syariah ini juga dapat di Investaskan. Dengan adanya
Investasi , tentu saja hal ini akan membuat uang terus berputar.

23
Ada begitu banyak manfaat dari Asuransi Syariah ini, tidak hanya
untuk kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Ketika
banyak orang yang memilih aruransi syariah maka bisa dibayangkan seberapa
besar manfaat yang akan diperoleh. Manfaat ini tidak hanya dari sudut pandang
pihak pertama dan pihak kedua saja, tetapi jika terdapat investasi di dalamnya
maka itu juga akan berdampak positif pada perekonomian negara. Dengan adanya
Investasi pada asuransi syariah , tentu saja ini akan meningkatkan kesadaran
masyarakat bahwa, uang itu tidak boleh hanya di simpan saja tetapi harus
dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.
Dalam pembahasan materi ini penyusun mendapatkan tambahan
pengetahuan tentang asuransi syariah, khususnya pada akad-akad yang menjurus
pada kegiatan investasi. Penyusun menjadi lebih yakin bahwa asuransi syariah
memiliki keunggulan tersendiri bila dibandingkan dengan asuransi konvensional.

24
DAFTAR RUJUKAN

Antonio,Muhammad Syafi’i ,1999,Bank Syari’ah : Wacana Ulama & Cendekiawan,


Bank Indonesia dan Tazkia Institute, Jakarta.
Handayani, 1999, Profit Testing dan Penggunaan Estimasi Break Event Point di PT
Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera, AAMAI
Sudarsono, Heri , 2004, Bank Dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Deskripsi Dan
Ilustrasi, Ekonisia, Yogyakarta.
Karim, Adiwarman Karim, 2003, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan,IIIT,
Jakarta.

Khairat, Delil,2006, “Konsep dan Operational Asuransi Syariah”, Materi Pelatihan


Program Sertifikasi Asuransi Syariah Tingkat Dasar Angkatan XX, AASI-LPKG
BPPK Departemen Keuangan, Jakarta .

Sula, Muhammad Syakir , 2004, Asuransi Syari’ah,Gema Insani, Jakarta.

25

You might also like