Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
20151050022
PENDAHULUAN
KONSEP TEORI
A. Anatomi Fisiologi
1. Servikal I-VII
Vertebra servikal I juga disebut atlas, pada dasarnya
berbeda dengan lainnya karena tidak mempunyai corpus vertebra oleh
karena pada atlas dilukiskan adanya arcus anterior terdapat permukaan
sendi, fovea, vertebralis, berjalan melalui arcus posterior untuk
lewatan arcus posterior untuk lewatnya arteri vertebralis. Vertebra
servikal II juga disebut aksis, berbeda dengan vertebra servikal ke-3
sampai ke-6 karena adanya dens atau processus odontoid.
Pada permukaan cranial corpus aksis memiliki tonjolan
seperti gigi, dens yang ujungnya bulat, aspek dentis. Vertebra servikal
III-V processus spinosus bercabang dua. Foramen transversarium
membagi processus transversus menjadi tuberculum anterior dan
posterior. Lateral foramen transversarium terdapat sulcus nervi
spinalis, didahului oleh nervi spinalis. Vertebra servikal VI perbedaan
dengan vertebra servikal I sampai dengan servikal V adalah
tuberculum caroticum, karena dekat dengan arteri carotico. 9 Vertebra
servikal VII merupakan processus spinosus yang besar, yang biasanya
dapat diraba sebagai processus spinosus columna vertebralis yang
tertinggi, oleh karena itu dinamakan vertebra prominens (Syaifuddin,
2003).
Gambar 4. Gambaran umum perjalanan rangsang sensorik dari sistem saraf perifer
sampai pusat sensorik di korteks serebral (First-order neuron sampai third-order
neuron).
Gambar dikutip dari: Snell RS. Chapter 4. The Spinal Cord and the Ascending and
Descending Tracts. In: Snell RS. Clinical Neuroanatomy. 7 th Edition. Lippincott Williams
& Wilkins, Philadelphia. 2010. p. 133-84
Gambar 5. Traktus spinotalamik lateral
Gambar dikutip dari: Snell RS. Chapter 4. The Spinal Cord and the Ascending and
Descending Tracts. In: Snell RS. Clinical Neuroanatomy. 7 th Edition. Lippincott Williams
& Wilkins, Philadelphia. 2010. p. 133-84
3. Pengertian
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang
belakang servikal dan medulla spinalis yang disebabkan oleh
dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra servikalis dan ditandai
dengan kompresi pada medula spinalis daerah servikal. Dislokasi
servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal.
Subluksasi servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal
lepas. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari badan tulang
vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).
Cedera medulla spinalis atau Spinal Cord Injury (SCI)
didefinisikan sebagai cedera atau kerusakan pada medulla spinalis
yang menyebabkan perubahan fungsional, baik secara sementara
maupun permanen, pada fungsi motorik, sensorik, atau otonom.
4. Penyebab
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma
langsung yang mengenai tulang belakang di mana tulang tersebut
melampaui kemampauan tulang belakang dalam melindungi saraf-
saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung tersebut
dapat berupa :
1) Kecelakaan lalulintas
2) Kecelakaan olahraga
3) Kecelakaan industry
4) Jatuh dari pohon/bangunan
5) Luka tusuk
6) Luka tembak
7) Kejatuhan benda keras
5. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma
servikal adalah sebagai berikut:
1) Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot
plastisma masih berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal
mengalami partalisis dan tidak ada gerakan (baik secara fisik
maupun fungsional di bawah transeksi spinal tersebut.
Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah
oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori
diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3
membutuhkan perhatian penuh karena ketergantungan pada
semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi, dan
berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan
ventilator mekanis tetapi mungkin dapat dilepaskan dari
ventilator secara intermiten pasien biasanya tergantung pada
orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
meskipun dia mungkin dapat makan sendiri dengan alat khusus.
2) Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan,
fungsi diafragma rusak sekunder terhadap edema pascatrauma
akut. paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai
dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi
ke arah luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus.
Bahu dapat di angkat karena tidak ada kerja penghambat levator
skapula dan otot trapezius. setelah fase akut, refleks di bawah
lesi menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan
triagular anterior dari daerah lengan atas.
3) Lesi C6
Pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena
paralisis intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis.
Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan lengan bawah
fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep dan
otot brakhioradialis.
4) Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot
diafragma dan aksesori untuk mengkompensasi otot abdomen
dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis yang sama
seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika
kerja refleks kembali.
6. Patofisiologi
Adanya trauma pada medulla spinalis menyebabkan munculnya
gejala dan tanda klinis akibat dari cedera primer dan sekunder.
Terdapat 4 jenis mekanisme cedera primer pada medulla spinalis,
antara lain benturan dengan kompresi persisten, benturan dengan
kompresi sementara, distraksi, dan laserasi/transection.
Mekanisme cedera primer yang paling umum adalah benturan
disertai kompresi persisten, yang terutama terjadi pada burst fracture
dengan retropulsi dari fragmen tulang yang memberikan kompresi
pada medulla spinalis (tear drop fracture), fraktur-dislokasi, dan ruptur
diskus akut. Mekanisme kedua yaitu benturan dengan kompresi
sementara yang contohnya terjadi pada cedera hiperekstensi di
individu dengan penyakit degenerasi servikal.
Distraksi yaitu regangan kuat yang terjadi pada medulla spinalis
akibat gaya fleksi, ekstensi, rotasi atau dislokasi yang menyebabkan
(dapat menyebabkan gangguan perfusi) merupakan mekanisme ketiga.
Cedera distraksi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya cedera
medulla spinalis tanpa ditemukan adanya kelainan pada pencitraan
radiologi.
Mekanisme cedera terakhir yaitu laserasi dapat disebabkan oleh
cedera karena roket, luka karena senapan api, dislokasi dari fragmen
tulang yang tajam, dan distraksi hebat. Laserasi dapat menyebabkan
transection total sampai cedera minor. Seluruh mekanisme cedera
primer menyebabkan kerusakan pada substansia kelabu bagian sentral,
tanpa kerusakan substansia alba (bagian perifer).
Adanya kecenderungan cedera pada bagian substansia kelabu
dispekulasikan merupakan akibat konsistensi yang lebih lunak dan
adanya pembuluh darah yang lebih banyak. Cedera tersebut
menyebabkan kerusakan pembuluh darah (microhemorrhage) dalam
hitungan menit awal pascatrauma sampai beberapa jam kedepan yang
berlanjut mengakibatkan iskemia dan hipoksia medulla spinalis.
Kerusakan terjadi akibat dari kebutuhan metabolisme yang
tinggi dari medulla spinalis. Selain pembuluh darah, neuron juga
mengalami kerusakan (ruptur akson dan membran sel neuron) dan
transmisinya terganggu akibat adanya edema pada daerah cedera.
Edema hebat medulla spinalis terjadi dalam hitungan menit awal dan
nantinya berlanjut menyebabkan iskemia cedera sekunder. Substansia
kelabu mengalami kerusakan ireversibel dalam 1 jam pertama setelah
cedera, sedangkan substansia alba dalam 72 jam setelah cedera.
Cedera primer merupakan penyebab dari kerusakan sekunder
dari cedera medulla spinalis. Mekanisme cedera sekunder , meliputi
shok neurogenik, gangguan vaskular berupa perdarahan dan iskemia-
reperfusi, eksitotoksisitas, kerusakan sekunder akibat kalsium,
gangguan cairan-elektrolit, cedera imunologis, apoptosis, gangguan
fungsi mitokondria, dan proses lainnya.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang
trauma servikal yaitu:
1) Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi)
untuk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau
operasi.
2) CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan
struktural.
3) MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi.
4) Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika
faktor patologisnya tidak jelas atau di curigai adanya oklusi
pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.
5) Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada
diagfragma, anterlektasis).
6) GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
9. Pengkajian
Teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan
ditujukan kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan
keperawatan mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Dalam
konsep praktik keperawatan Orem mengembangkan tiga bentuk teori
Self Care, di antaranya:
1) Teori self care
a) Self Care: merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu
serta dilaksananakan oleh individu itu sendiri dalam
memenuhi serta mempertahankan kehidupan, kesehatan serta
kesejahteraan.
b) Self Care Agency: merupakan suatu kemampuan individu
dalam melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat
dipengaruhi oeh usia, perkembangan, sosiokultural,
kesehatan dan lain-lain.
c) Theurapetic Self Care Demand: tuntutan atau permintaan
dalam perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan
mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk
perawatan diri sendiri dengan menggunakan metode dan alat
dalam tindakan yang tepat.
d) Self Care Requisites: kebutuhan self care merupakan suatu
tindakan yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri
sendiri yang bersifat universal dan berhubungan dengan
proses kehidupan manusia serta dalam upaya
mempertahankan fungsi tubuh. Self Care Reuisites terdiri
dari beberapa jenis, yaitu:
e) Universal Self Care Requisites (kebutuhan universal manusia
yang merupakan kebutuhan dasar).
2) Self Care Defisit
Self Care Defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara
umum dimana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat
perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat
tidak mampu atau terbatas untuk melakukan self carenya secara terus
menerus. Self care defisit dapat diterapkan pada anak yang belum
dewasa, atau kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya
perkiraan penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam
peningkatan self care, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam
pemenuhan perawatan diri sendiri serta membantu dalam proses
penyelesaian masalah, Orem memiliki metode untuk proses tersebut
diantaranya bertindak atau berbuat untuk orang lain, sebagai
pembimbing orang lain, memberi support, meningkatkan
pengembangan lingkungan untuk pengembangan pribadi serta
mengajarkan atau mendidik pada orang lain.
3) System Keperawatan
Teori Sistem Keperawatan merupakan teori yang
menguraikan secara jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri
pasien terpenuhi oleh perawat atau pasien sendiri. Dalam
pandangan sistem ini, Orem memberikan identifikasi dalam
sistem pelayanan keperawatan diantaranya:
a) Sistem Bantuan Secara Penuh (Wholly Copensatory System ).
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan
bantuan secara penuh pada pasien dikarenakan
ketidamampuan pasien dalam memenuhi tindakan perawatan
secara mandiri yang memerlukan bantuan dalam pergerakan,
pngontrolan, dan ambulansi serta adanya manipulasi
gerakan. Contoh: pemberian bantuan pada pasien koma.
b) Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System).
Merupakan sistem dalam pemberian perawatan diri sendiri
secara sebagian saja dan ditujukan kepada pasien yang
memerlukan bantuan secara minimal. Contoh: perawatan
pada pasien post operasi abdomen di mana pasien tidak
memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan luka.
c) Sistem Supportif dan Edukatif. Merupakan sistem bantuan
yang diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan
pendidikan dengan harapan pasien mampu memerlukan
perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien
mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan
pembelajaran. Contoh: pemberian sistem ini dapat dilakukan
pada pasien yang memerlukan informasi pada pengaturan
kelahiran.