You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN ENCHAPHALITIS

Dosen Pengampu :

Isna Tauhidah,. Ns.,M.Kep

Di Susun Oleh :

Kelompok 3

Siti Patimah 17142011100

Sri Rahmawati 17142011100

Tiara 1714201110064

Rahma Indah Islamy 1714201110064

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TAHUN 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus

atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus

kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan

adenovirus. Ensefalitis bisa juga terjadi pasca infeksi campak, influenza, varicella, dan pasca

vaksinasi pertusis.

Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan

bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli,

Mycobacterium, dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus

Parotitis), virus morbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B,

herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,

protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2010).

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh

virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus

kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan

adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan

pascavaksinasi pertusis.

Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam mikroorganisme.

Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus

otak sampai dengan medula spinalis (Smeltzer, 2012). Encephalitis adalah infeksi yang mengenai

CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang menyebabkan infliltrasi

limfositik yang kuat pada jaringa otak dan leptomeningen menyebabkan edema serebral,

degenarasi sel ganglion otak dan kehancuran sel saraf difusi (Anania, 2012).

B. ETIOLOGI

Berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan ensefalitis, misalnya bakteri

protozoa, cacing, jamur, spiroxhaeta dan virus. Penyebab terpenting dan paling sering adalah

virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung ke otak atau reaksi radang akut karena infeksi

sistemik atau vaksinasi terdahulu.

Macam-macam ensefalitis virus menurut Robin :

a. Infeksi virus yang bersifat epidemic

b. Infeksi virus yang bersifat sporadic


c. Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, dan pasca varisela.

C. PATOFISIOLOGI

Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna, setelah masuk

kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan secara lokal: aliran virus terbatas

menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu, penyebaran hematogen primer : virus

masuk kedalam darah, kemudian menyebar keorgan dan berkembang biak diorgan tersebut dan

menyebar melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar

melalui sistem persarafan.

Setelah terjadi penyebaran keotak, timbul manifestasi klinis ensefalitis, Masa Prodromal

berlangsung selama 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, sulit mengunyah, suhu badan

naik, muntah, kejang hingga penurunan kesadaran, paralisis, dan afasia.

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:

1. Infeksi virus yang bersifat endemik

a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

b. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern

equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis,

Murray valley encephalitis.

2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,

Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap

disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

3. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia,

pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus

respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit. Hassan, 2013).


E. MANIFESTASI KLINIS

Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah ensefalitis adalah :

a. Panas badan meningkat.

b. Sakit kepala.

c. Muntah-muntah lethargi.

d. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.

e. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.

f. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.

F. PENATALAKSANAAN

Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya

gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ dengan

mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga

keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2010). Tata

laksana yang dikerjakan sebagai berikut :

a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat.

Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan

Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung

umur) dan pemberian oksigen.

c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri

dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.


d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena

dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12

jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan

dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk

waktu lama.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Biakan

b. Pemeriksaan serologis

c. Pemeriksaan darah

d. Punksi lumbal

e. EEG

f. CT scan

H. KOMPLIKASI

Komplikasi pada ensefalitis berupa :

a. Retardasi mental

b. Iritabel

c. Gangguan motorik

d. Epilepsi

e. Emosi tidak stabil

f. Sulit tidur

g. Halusinasi

h. Enuresis

i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.


I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas

Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

b. Keluhan utama

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.

c. Riwayat penyakit sekarang

Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat kurang lebih

1-4 hari, sakit kepala.

d. Riwayat penyakit dahulu

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita

penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes

dll. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E, Coli, dll.

f. Imunisasi

Kapan terakhir diberi imunisasi DTP

g. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

1) Kebiasaan

Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang air besar

di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)

2) Status Ekonomi

Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.


3) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi

4) Pola Eliminasi

Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien

tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.

5) Pola tidur dan istirahat

Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat

dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.

6) Pola Aktivitas

a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis

dengan gizi buruk mengalami kelemahan.

b) Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak

dilakukan latihan positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada

px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM Kekuatan otot

berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk. Kesulitan yang dihadapi bila

terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal, mudah terInfeksi berat, aktifitas togosit

turun, Hb turun, punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan

7) Pola Hubungan Dengan Peran

Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis

kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.

b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.


c. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.

d. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.

e. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM Terbatas.

f. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.

K. INTERVENSI

1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun

Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen

Intervensi:

a. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau

pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.

R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber

infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas

atas.

b. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.

R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan

Meningkosamia .

c. Berikan antibiotika sesuai indikasi

R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.

2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.

Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi

sensorik/motorik. Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan tak adanya/menurunkan

sakit kepala.

Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai

indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal

R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi

batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.

b. Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan

normalnya, seperti GCS.

R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial

peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,

penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral

c. Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi sistolik yang

terus-menerus dan tekanan nadi yang melebar

R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral dengan

konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada tekanan darah sistemik. Kehilangan

fungsi autoregulasi mungkin mengikuti kerusakan vaskuler serebral local atau difus

yang menimbulkan peningkatan TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan oleh

peningkatan TD sistemik yang bersamaan dengan tekanan darah diastolic(tekanan

darah yang melebar)

d. Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan

R/. Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang terdekat/keluarga tampaknya

menimbulkan pengaruh trelaksasi pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat

menurunkan TIK.

Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason, metilprednison(medrol)

R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema

serebral, dapat juga menurunkan risiko terjadinya”fenomena rebound” ketika

menggunakan manitol.

3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum


Tujuan : Tidak terjadi trauma

Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Intervensi :

a. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur

tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.

R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.

Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.

b. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.

R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.

c. Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.

R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

d. Observasi tanda-tanda vital

R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.

Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan :

menunjukkan postur rileks dan mampu istirahat/tidur dengan tepat

Intervensi :

a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai dengan indikasi

R/. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan

meningkatkan istirahat/rileksasi

b. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata

R/. Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik yang selanjutnya

akan menurunkan nyeri

c. Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting

R/. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri


d. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak tinggi sedikit pada

meningitis

R/. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut

e. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher dan

bahu.

R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri

atau rasa tidak nyaman tersebut.

f. Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein

R/. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat, catatan : narkotik

mungkin merupakan kotra indikasi sehingga menimbulkan ketidakakuratan dalam

pemeriksaaan neurologis

5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.

Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang

ditunjukkan oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop. Mempertahankan/meningkatkan

kekuatan dan fungsi umum. Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan

usus.

Intervensi :

a. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)

R/. Pasien mampu mandiri (nilai 0), atau memerlukan bantuan peralatan yang minimal

(nilai 1); memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan/diajarkan (nilai 2);

memerlukan bantuan/ peralatan yang terus-menerus dan alat khusus (nilai 3);

tergantung secara total pada pemberi asuhan (nilai 4).

b. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.

Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu

perubahan posisi tersebut.


R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan

meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh. Jika ada paralysis atau

keterbatasan kognitif, pasien harus diubah posisinya secara teratur dan posisi dari

daerah yang sakit hanya dalam jangka waktu yang sangat terbatas.

c. Berikan/Bantu untuk melakukan rentang gerak

R/. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan

menurunkan terjadinya vena yang statis.

d. Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.

R/. Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan membantu

meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan risiko terjadinya trauma jaringan.

6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.

Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat dengan Kriteria : BB dalam

batas normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak ditemukan defisiensi nutrisi

Intervensi :

a. Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai’

R/. Mengidentifikasi defisiensi serta pemberian intervensI

b. Kaji antropometri setiap hari

R/. Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan status nutrisi

c. Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitamin

R/. Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi klien

d. Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat. Hindari makan

pedas/terlalu asam

R/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi klien
e. Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukan

R/. Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan penyembuhan jaringan

mulut dan memudahkan masukan diet

f. Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikan

R/. Meningkatkan masukan protein dan kalori


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Pada encephalitis

terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula

spinalis.

Etiologi : Virus, Bakteri, dan Jamur. Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan

Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab

Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum.

Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala :

kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon

dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

Patofisiologi : Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah

masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh.

Manifestasi klinis : Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai dengan demam, sakit

kepala, pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Kemudian di

ikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron.

Komplikasi pada ensefalitis berupa : Retardasi mental, Iritabel, Gangguan motorik, Epilepsi,

Emosi tidak stabil, Sulit tidur dan Halusinasi.

You might also like