You are on page 1of 15

MAKALAH

MOUTH ULCER

DISUSUN OLEH :
Aditya Hagung K. G99181003
Dwi Pratika Anjarwati G99172064
Nanda Kurnia Ramadhan G991903043
Maghfira Ayuni Sekar Gemati G991905037
Rani Luthfiany Putri G99172138
Nathasya Vania G991903044
Margareth Hildaria G991905038

PEMBIMBING :
drg. Widia Susanti, M. Kes

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
RSUD DR. MOEWARDI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu kelainan di dalam rongga mulut yang banyak dikeluhkan


masyarakat adalah adanya ulkus di rongga mulut dan sering kali terasa nyeri
(Casiglia et al., 2011). Ulkus merupakan keadaan patologis yang ditandai dengan
hilangnya jaringan epitel (lapisan epitelium), akibat dari ekskavasi permukaan
jaringan yang lebih dalam dari jaringan epitel (Dorland, 2002).
Prevalensi ulkus di rongga mulut rata-rata berkisar antara 15-30%. Kejadian
ulkus di rongga mulut cenderung pada wanita usia 16 – 25 tahun dan lebih jarang
terjadi pada usia di atas 55 tahun Sedangkan frekuensi terjadinya sangat
bervariasi, mulai dari 4 (empat) episode setiap tahun (85% dari seluruh kasus)
hingga lebih dari satu episode setiap bulan (10% dari seluruh kasus) termasuk
penderita recurrent aphthous stomatitis (RAS) (Axéll dan Henricsson, 2011).
Adanya ulkus di rongga mulut dapat disebabkan gangguan lokal namun juga
dapat merupakan pertanda penyakit sistemik lain di dalam tubuh, dimana dapat
disebabkan karena berbagai faktor seperti trauma (mekanik atau kimia), infeksi
(bakteri, virus, jamur atau protozoa), gangguan sistem imun (imnodefisiensi,
penyakit autoimun, ataupun alergi), defisiensi zat makanan tertentu (vitamin C,
B12, zat besi, atau zinc) serta kelainan sistemik lainnya (North East Valley
Division of General Practice, 2011).
Pasien dengan ulkus rongga mulut biasanya saat awal datang ke dokter
umum atau dokter gigi. Sebagian besar ulkus jinak dan dapat sembuh spontan
namun sebagian kecil bersifat ganas. Penelitian menunjukkan deteksi dini pada
ulkus rongga mulut dapat menurunkan morbiditas dan mortalitasnya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ulkus merupakan keadaan patologis yang ditandai dengan hilangnya
jaringan epitel (lapisan epitelium), akibat dari ekskavasi permukaan
jaringan yang lebih dalam dari jaringan epitel (Dorland,2002). Ulkus
rongga mulut merupakan luka atau lesi terbuka pada selaput lendir rongga
mulut, terjadi dalam hubungan dengan berbagai penyakit dan banyak
mekanisme yang berbeda, tetapi biasanya secara mendasar tidak
ditemukan penyebab yang serius (Vorvick dan Zieve, 2012).
Ulkus rongga mulut terdiri dari akut dan kronis. Ulkus disebut akut
bila terdapat kurang dari tiga minggu. Ulkus kronik bila terjadi selama
lebih dari tiga minggu. Ulkus rongga mulut dapat terjadi kekambuhan
(Paleri et al.,2010)

B. Etiologi
1. Trauma
a. Minor physical injuries
Trauma yang terjadi pada mulut merupakan penyebab yang
umum terjadinya mouth ulcer. Cedera - seperti bergesekan
dengan gigi palsu atau kawat gigi, tergores dari sikat gigi yang
keras,begesekan dengan gigi yang tajam, dan lain-lain.
b. Chemical injuries
Bahan-bahan kimia seperti aspirin dan alkohol dapat
menyebabkan mukosa oral menjadi nekrosis yang akan
menyebabkan terjadinya ulcer. Selain . Sodium lauryl sulfate
(SLS), adalah bahan utama yang terdapat pada kebanyakan pasta
gigi, juga meningkatkan insiden terjadinya mouth ulcer.
2. Infeksi
a. Viral
Yang paling umum adalah Herpes simplex virus yang
menyebabkan herpetiform ulcerations yang berulang.
b. Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya mouth ulcer antara
lain adalah Mycobacterium tuberculosis (TBC) dan Treponema
pallidum (sifilis).
c. Jamur
Coccidioides immitis (demam lembah), Cryptococcus neoformans
(kriptokokosis), Blastomyces dermatitidis ("Amerika Utara
Blastomycosis") diduga menyebabkan terjadinya mouth ulcer.
d. Protozoa
Entamoebahistolytica, suatu parasit protozoa ini terkadang
menyebabkan mouth ulcer.
3. Sistem Imun
Peneliti menenukan bahwa mouth ulcer merupakan produk akhir
dari suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun.
a. Imunodeficiency
Adanya mouth ulcer yang terjadi secara berulang merupakan
indikasi adanya immunodeficiency. Kemoterapi,HIV, dan
mononukleosis adalah semua penyebab immunodeficiency pada
mouth ulcer yang menjadi manifestasi umum.
b. Autoimun
Autoimmunity juga merupakan penyebab mouth ulcer.
Pemphigoid Membran mukosa, reaksi autoimmune epitel
membran basal, menyebabkan desquamation / ulserasi dari
mukosa oral.
c. Alergi
4. Diet
Defisiensi dari vitamin B12, zat besi dan asam folat diduga
merupakan penyebab terjadinya mouth ulcer.
5. Kanker pada mulut.
(Paleri et al.,2010).

C. Patogenesis
Ulkus pada mulut merupakan defek pada epitel dan dasar jaringan
pengikat atau keduanya, yang disebabkan oleh berbagai macam faktor
(Sivapathasundharam B et al., 2018; Mortazavi et al., 2016). Sebagian
besar ulkus pada mulut menandakan trauma kronis pada mulut, beberapa
menandakan adanya gangguan sistemik seperti gangguan pada saluran
pencernaan, keganasan, abnormalitas sistem imun, atau penyakit
subkutan. Ulkus dapat terjadi karena pecahnya suatu vesikel maupun
bulla. Pada ulkus oral mempunyai penampakan klinis yang mirip namun
mereka mempunyai etiologi yang berlainan yaitu dari reaksi reaktif dapat
menjadi neoplastik (Mortazavi et al., 2016).
Ulkus pada mulut merupakan akibat dari inflamasi atau peradangan
pada mukosa mulut, yang meliputi :
1. Dilatasi arteriol yang kadang-kadang didahului vasokontriksi
singkat.
2. Aliran darah menjadi cepat dalam arteriol, kapiler, dan venula.
3. Dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler.
4. Eksudasi cairan yaitu keluarnya cairan radang melalui membran
luka termasuk semua protein plasma seperti albumin, globulin, dan
fibrinogen.
5. Konsentrasi sel darah merah dalam kapiler.
6. Stasis atau aliran darah menjadi lambat, kadang–kadang aliran
darah berhenti atau yang disebut stagnasi komplit.
7. Orientasi periferal sel darah putih pada dinding kapiler.
8. Eksudat dari sel darah putih dari dalam pembuluh darah ke fokus
radang. Sel darah putih yang pertama keluar adalah
polimorfonuklear, kemudian monosit, limfosit dan sel plasma.
Urutan kejadian pada pembuluh darah ini merupakan proses yang
kompleks dan dinamis, sehingga sering perubahan di atas terjadi
bersamaan. Oleh karena itu, proses radang dikelompokkan dalam
tiga kejadian yang saling berhubungan, yaitu perubahan pada
pembuluh darah atau perubahan hemodinamik, eksudasi cairan atau
perubahan permeabilitas, dan eksudasi seluler atau perubahan sel
leukosit. Setiap ada cidera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya
zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan
jaringan pada reaksi radang tersebut. Walaupun belum diketahui
secara pasti, tetapi salah satu zat yang dimaksud adalah histamin.
Selain itu ada pula zat lainnya misalnya, serotonin atau 5-
hidroksitritamin, globulin tertentu, nukleosida, dan nukleotida. Zat-
zat ini akan tersebar di dalam jaringan dan menyebabkan dilatasi
pada arteriol (Price & Wilson, 2005).
Ulkus mulut atau stomatitis dapat terjadi pada area permukaan
mukosa yang tidak berkeratin atau berkeratin sedikit seperti pada:
- Mukosa mulut dan buccal
- Pada tonsila palatina
- Pada ginggiva
- Pada dasar mulut
- Bagian ventral lidah

D. Manifestasi Klinis
Ulkus mulut dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian
berdasarkan penyebabnya antara lain ulkus reaktif, ulkus karena infeksi,
ulkus karena gangguan sistem imun dan ulkus karena neoplasma
(Regezi dkk., 2009). Berdasarkan gejala klinis radang mukosa mulut dapat
diklasifikasikan menjadi 4 bentuk klinis (Wray dkk., 2003).
1. Bentuk minor
Sebagian besar pasien (85%) menderita ulser bentuk minor, yang
ditandai dengan ulser bentuk bulat atau oval, disertai rasa nyeri
dengan diameter antara 2−4 mm, kurang dari 1 cm dan dikelilingi
oleh pinggiran yang eritematous. Ulser ini cenderung mengenai
daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal,
dan dasar mulut Ulsernya bisa tunggal atau merupakan kelompok
yang trediri dari 4-5 dan menyembuh dalam waktu 7-14 hari tanpa
disertai pembentukan jaringan parut
2. Bentuk mayor
Radang mukosa mulut tipe mayor dijumpai pada kira-kira 10%
penderita. Ulser bentuk mayor ini lebih besar dari bentuk minor.
Ulsernya berdiameter 1-3 cm, sangat sakit dan disertai dengan demam
ringan, serta terlihat adanya limfadenopati submandibula. Ulser ini
dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk
daerah berkeratin. Berlangsung selama 4 minggu atau lebih dan ketika
3. Bentuk Herpetiformis
Bentuk herpetiformis mirip dengan ulser yang terlihat pada
infeksi herpes primer, sehingga dinamakan herpetiformis. Gambaran
yang paling menonjol adalah adanya ulser kecil berjumlah banyak,
dari 90 hingga ratusan, dengan ukuran mulai sebesar kepala jarum (1-
2 mm) sampai gabungan ulser kecil menjadi ulser besar yang tidak
terbatas jelas sehingga bentuknya tidak teratur.
4. Bentuk Sindrom Behcet
Sindrom behcet merupakan sindrom yang mempunyai tiga gejala,
yaiut aphthae dalam mulut, ulser pada genital dan radang mata.
Aphthae dalam mulut mirip dengan radang mukosa mulut dan
biasanya merupakan gejala awal dari sindrom behcet.
E. Klasifikasi
Ulkus pada mulut dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok mayor
yaitu akut, kronik dan berulang. Kemudian dapat dibagi kembali menjadi
5 subkelompok, yaitu akut soliter, akut multipel, kronik soliter, kronik
multipel, dan multipel/soliter berulang, berdasarkan pada jumlah dan
lamanya lesi (Mortazavi et al., 2016). Ulkus akut biasanya terjadi tidak
lebih dari tiga minggu, sedangkan ulkus kronis bertahan selama
berminggu-minggu dan berbulan-bulan (Sivapathasundharam B et al.,
2018).

Gambar 1. Penentuan klasifikasi ulkus pada mulut (Mortazavi et al., 2016)


Gambar 2. Ulkus mulut pada Recurrent Aphthous Stomatitis (kiri), ulkus mulut
karena trauma (kanan)

F. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dari ulkus pada mulut :
1. Satu atau lebih luka yang dangkal dan terasa nyeri, dengan lapisan
berwarna putih dan tepi yang berwarna merah.
2. Terdapat pada mukosa dan dasar dari gusi.
3. Terkadang disertai demam, lesu, dan pembengkakan pada limfonodi.

G. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik permukaan mukosa mulut yang
mengalami ulserasi dihitung menggunakan Ulcer Severity Score
(USS) meliputi jumlah , ukuran, durasi, periode bebas ulkus, lokasi ,
dan nyerinya.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan HIV
- Pemeriksaan Tzank test/ pemeriksaan virus
- Pemeriksaan kadar besi, feritin, folat, vit.B 1, B2, B6, B12,
hemocystein
H. Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan dari mouth ulcer adalah mengurangi
simptom, jumlah dan ukuran ulcer, serta meningkatkan perode bebas
gejala (Tarakji et al, 2014). Pemberian medikasi dan tatalaksana harus
berdasarkan derajat keparahan, riwayat medis pasien, frekuensi
kekambuhan, dan toleransi pasien terhadap obat-obat yang diberikan.
Sebelum terapi medikamentosa diberikan, kemungkinan defisiensi nutrisi
ataupun alergi pada pasien harus segera diidentifikasi dan ditangani.
Kozlak et al (2010) menyatakan bahwa konsumsi vitamin B12 dan asam
folat dapat menurunkan jumlah dan/atau durasi dari mouth ulcer. Obat-
obatan yang biasa diberikan termasuk glukokortikoid dan antimikrobial,
yang dapat berupa obat topikal, obat kumur, injeksi, dan obat sistemik
peroral. Dapat digunakan anastesi topikal seperti lidokain 2% untuk
terapi paliatif dalam mengurangi nyeri (Tarakji et al, 2014).
a) Agen topikal
Beberapa pasta atau gel seperti bioadherent oral (gelclair) dapat
digunakan untuk melindungi permukaan ulkus dan membentuk
barrier yang dapat mencegah infeksi sekunder. Pasien dianjurkan
untuk menggunakan pasta atau gel 3-4 kali sehari, dan tidak makan
atau minum selama 30 menit (Thoppay, 2018).
b) Mouth wash
Tetrasiklin digunakan sebagai antibiotik dalam bentuk obat
kumur. Tetrasiklin berfungsi mengecilkan lesi, mengurangi durasi
dan nyeri dengan cara kerja memblok aktivitas kolagenase (Tarakji
et al, 2014). Chlorhexidine gluconate juga dapat menngurangi
derajat keparahan dan nyeri, namun tidak terlalu berpengaruh dalam
mengurangi frekuensi kekambuhan. Chlorhexidine juga dapat
menimbulkan warna kecoklatan pada gigi dan lidah (Thoppay,
2018).
c) Kortikosteroid topikal (Thoppay, 2018)
- Hidrokortison, triamsinolon, bethametasone  menurunkan respon
inflamasi dengan menekan migrasi dari PMN dan menurunkan
permeabilitas kapiler
- Fluosinolon  merupakan high-potency kortikosteroid, bekerja
dengan inhibisi proliferasi sel serta bersifat imunosipresan,
antriproliferasi, dan antiinflamasi
- Klobetasol  menekan proses mitosis dan meningkatkan sintesis
protein-protein yang menurunkan proses inflamasi dan
menyebabkan vasokonstriksi
d) Obat-obat sistemik
Obat-obatan sistemik diindikasikan untuk pasien mouth ulcer
dengan derajat keparahan yang tinggi dan tidak efektif dengan
pengobatan topikal (Tarakji, 2014). Penelitian Pakfetrat et al pada
tahun 2010 melaporkan bahwa kombinasi prednisolon dosis rendah
dan kolkiksin efektif dalam mengobati mouth ulcer.
Natrium diklofenak digunakan untuk mengurangi durasi nyeri
dengan menghambat produksi enzim COX-2 dam mencegah asam
arakidonat berubah menjadi prostaglandin, sehingga mencegah
terjadinya proses inflamasi (Kozlak, 2010).
Terapi laser daya tinggi maupun rendah telah digunakan untuk
terapi mouth ulcer, terutama RAS dan dilaporkan memiliki efek
lebih baik daripada penggunaan kortikosteroid (Tezel et al, 2009).

I. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi dari mouth ulcer adalah
(Daniels, 2016):
 Selulitis di daerah mulut, sebagai akibat infeksi bakteri sekunder dari
ulkus
 Infeksi gigi atau periodontal yang dapat menyebabkan abses
 Kanker mulut
J. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan diet dan menjaga kebersihan
mulut. Makanan yang dapat mengiritasi mukosa mulut seperti makanan
asam, pedas, atau yang tajam dapat dihindari. Sejak malnutrisi dan
defisiensi vitamin dapat menjadi penyebab mouth ulcer, maka perlu
asupan nutrisi dan vitamin yang adekuat, terutama vitamin B12 dan asam
folat (Frank C, 2017).

Menjaga kebersihan dan keintakan mukosa mulut sangat penting.


Membersihkan mulut dengan benar, kontrol ke dokter gigi secara teratur,
menggunakan sikat gigi yang lembut serta pasta gigi yang mengandung
sodium lauryl sulfat dapat membantu memelihara kesehatan intraoral
(Weinberg, 2013). Kebiasaan makan yang benar seperti tidak berbicara
saat mengunyah menurunkan risiko mouth ulcer dengan mengurangi
kemungkinan tergigitnya mukosa ataupun bibir saat mengunyah (Frank C,
2017).
BAB III

KESIMPULAN

Luka atau lesi pada mulut, atau yang dikenal dengan mouth ulcer terdiri dari
banyak jenis serta etiologi. Dikarenakan tidak semua lesi oral tersebut bersifat
jinak, maka penentuan diagnosis banding secara hati-hati dan tepat sangat penting.
Banyak kondisi dari lesi yang mirip dengan lesi lainnya, serta beberapa obat-
obatan yang dapat memicu mouth ulcer. Penegakan diagnosis kebanyakan
dilakukan berdasarkan klinis lesi, manifestasi yang ditimbulkan, serta riwayat
penyakit pasien. Namun, jika setelah terapi diberikan tidak ada tanda-tanda
perbaikan, perlu dilakukan biopsi untuk memastikan penyakit.

Perlu dilakukan intervensi awal pada mouth ulcer sebelum diberikan terapi
spesifik. Sampai saat ini, terapi yang efektif dalam menangani mouth ulcer adalah
kortikosteroid topikal dan pemberian obat sistemik yang bekerja dengan cara
menekan respon inflamasi.

Pencegahan mouth ulcer tidak sulit dilakukan, yaitu dengan menjaga


kebersihan gigi dan mulut dengan baik, sikat gigi dan kontrol kesehatan secara
teratur, serta asupan nutrisi dan vitamin yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Axéll, T dan Henricsson, V. 2011. The occurrence of recurrent aphthous ulcers in


an adult Swedish population.
http://www.mendeley.com/research/theoccurrence-of-recurrent-aphthous-
ulcers-in-adultswedish-population

Casiglia JM, Mirowski GW, dan Nebesio CL , 2011, Aphthous Stomatitis,


Emedecine: http:// en.wikipedia.org/wiki/Aphthae.

Daniels TE, Jordan RC. Disease of the mouth and salivary glands. Dalam:
Goldman-Cecil Medicine 25th Edition. Philadelphia: Elsevier chap 425.

Dorland WA, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Andy Setiawan dkk.,
penerjemah; Hemi Koesoemawati, penyunting. Ed ke-29. Jakarta: EGC,
Terjemahan dari Dorland’s Illustrated Medical Dictionary.

Kozlak ST, Walsh SJ, Lalla RV (2010). Reduced dietary intake of vitamin B12
and folate in patients with reccurent aphthous stomatitis. J Oral Pathol Med
39(5): 420-3.

Medscape (2018). Aphthous Ulcers Medication. [online]. Available at


https://emedicine.medscape.com/article/867080-medication#showall
[Accessed 8 May 2019].

Mortazavi H, Safi Y, Baharvand M, Rahmani S (2016). Diagnostic features of


common oral ulcerative lesions: an updated decision tree. International
Journal of Dentistry 2016:1-14.

North East Valley Division of General Practice. Mouth Ulcers . 2011,


http://www.disability.vic.gov.au/ bhcv2/bhcarticles.nsf/
pages/Mouth_ulcers.
Pakfetrat A, Mansourian A, Momen-Heravi F, Delavarian Z, Momen-Beitollahi J,
Khalilzadeh O, et al (2010). Comparison of colchicine versus prednisolone
in reccurent aphthous stomatitis: A double-blind randomized clinical trial.
Clin Invest Med 33(3): 189-95.

Paleri, V., Staines, K., Sloan, P., Douglas, A., & Wilson, J. (2010). Evaluation of
oral ulceration in primary care. BmJ, 340, c2639.

Price SA, Wilson LM (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6 volume 1. Jakarta: EGC.

Regezi JA, Sciubba J, Richard CKJ (2009). Oral pathology clinical-pathologic


correlation.W. B. Saunders Company Elsevier 5th Edition. New Delhi, pp.
32-35, 39-40.

Sivapathasundharam B et al. 2018. Oral Ulcers - A Review. Journal of Dentistry


& Oral Disorders. volume 4(4).
Tarakji B, Gazal G, Al-Maweri SA, Azzeghaiby SN, Alaizari N (2015). Guideline
for the diagnosis and treatment of recurrent aphthous stomatitis for dental
practitioners. Journal of International Oral Health 7(5): 74-80.

Tezel A, Kara C, Balkaya V, Orbak R (2012). An evaluation of different


treatments for reccurent aphthous stomatitis and patient perceptions.
Photomed Laser Surg 27(1): 101-6.

Vorvick, L.J., Zieve, D. 2012. Mouth ulcers on MedlinePlus. A.D.A.M. Inc.

Weinberg MA, Segelnick SL (2013). Management of common oral sores. US


Pharm 38(6): 43-48.

Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE (2003). Textbook for General and Oral
Surgery. London: Churchill Livingstone.

You might also like