You are on page 1of 144

PENGARUH PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN PEGAGAN

(Centella asiatica (L.) Urban) TERHADAP


FUNGSI KOGNITIF TIKUS

ISKANDAR MIRZA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Penggunaan


Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) terhadap Fungsi Kognitif
Tikus adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2012

Iskandar Mirza
NIM I162070111
ABSTRACT
ISKANDAR MIRZA. Effect of Gotu Kola (Centella asiatica (L.) Urban) Leaf
Extract on the Cognitive Functions of Rats. Supervised by HADI RIYADI, ALI
KHOMSAN, SRI ANNA MARLIYATI, EVY DAMAYANTHI, and ADI
WINARTO

The aim of the study was to explore the mechanism of Centella asiatica
leaf extract in improvement of cognitive function. The study used Wistar male
rats, Centella asiatica and reagents for extraction. The evaluated levels are 0,
100, 300 and 600 mg extract/kg body weight. The design was randomized block
design with five replicates. The statistical analyzes method of variance with F-test
was used in this study. The result indicated that the Centella asiatica extract
contains P, K, Mg, Ca, Zn, Mn, and asiaticoside. The daily body weight rats gain
of treatment group was not significantly different (p>0.05). The group on level of
300 mg/kg body weigh of ethanol extract gives a better hematological profile.
The rats with level 2 and 3 showed more activitve from week to week, but not for
those in level 1, as it was markly found stable. On T-maze test there are no
control rats member reached the finish point, while the percentage of treated rats
that reached the finish is various and the highest one is found on level 3 group.
The rat activities of the level of 300 and 600 mg/kg body weigh showed
significant increase compare to those in control (p<0.05). Further more, the
extract also promoted treated rat to have better orientation in T-maze test. In this
study, although the time to reach the finish was significantly different but did not
describe the level of learning activity of each experimental group. While
percentage and frequency on reaching the finish point and activity pattern seem to
be more appropriate as indicator of activity level and learning process compare to
the time limit in achievement of the finish point. The rat activity increased with
increasing level treatment of Centella asiatica extract. Immunohistochemical
staining showed that the population of neuronal cells positive for calbindin
antibodies in the ethanol extract group was higher compared to control. Those
results strongly indicated that the ethanol extract of Centella asiatica can improve
cognitive function through enhance the nerves cells mechanism.

Keywords: Centella asiatica, activity, cognitive, rats


RINGKASAN
ISKANDAR MIRZA. Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Pegagan (Centella
asiatica (L.) Urban) terhadap Fungsi Kognitif Tikus.
Dibimbing oleh HADI RIYADI, ALI KHOMSAN, SRI ANNA MARLIYATI,
EVY DAMAYANTHI, dan ADI WINARTO.

Pegagan adalah salah satu jenis tanaman obat dari ordo Umbelliferae,
famili Apiaceae. Pegagan adalah suatu tanaman merambat yang banyak dijumpai
mulai dataran rendah sampai dataran tinggi, pada lahan terbuka maupun ternaungi
dan tanah basah sampai kering. Manfaat pengobatan dari ekstrak pegagan
mungkin berhubungan dengan keberadaan senyawa fenolik. Penggunaan pegagan
untuk tujuan peningkatan fungsi kognitif telah lama digunakan. Berdasarkan
bukti empiris dan hasil pengujian pra klinis menunjukkan bahwa pegagan
mempunyai suatu reputasi untuk membangun kembali kemunduran fungsi
kognitif. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pengaruh
penggunaan ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) terhadap
peningkatan fungsi kognitif pada tikus dengan melihat pola aktivitas tikus,
kepadatan neuroglia pada region hipokampus CA3 dan penanda biologisnya.
Penelitian ini diawali dengan pengumpulan bahan baku dan analisis
kandungan kimia dari berbagai bagian tanaman pegagan segar. Selanjutnya
dilakukan ekstraksi terhadap masing-masing bagian tersebut dengan
menggunakan pelarut air dan etanol 70%. Ekstrak kental yang diperoleh
kemudian dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer dan dilanjutkan dengan
menganalisis kandungan kimianya. Bagian tanaman pegagan yang terbaik
kandungan kimianya dari masing-masing pelarut ditetapkan sebagai bahan uji
pada hewan model.
Level ekstrak pegagan yang digunakan pada penelitian ini 0 (kontrol), 100,
300 dan 600 mg ekstrak/kg bobot badan yang diuji pada tikus selama 8 minggu.
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok yang terdiri dari satu perlakuan pada empat tingkatan level dan lima
ulangan. Unit percobaan terdiri dari 40 ekor tikus yang berumur lebih kurang 2
bulan yang diuji dengan ekstrak air dan ekstrak etanol daun pegagan. Pengujian
ekstrak air dan etanol dilakukan pada waktu yang berbeda. Variabel yang diukur
adalah konsumsi pakan, bobot badan, aktivitas dan tingkah laku dengan
menggunakan metoda modifikasi Multiple T-maze dan profil darah rutin yang
terdiri dari analisis kadar Hb, Packet Cell Volume (PCV), benda darah putih
(BDP) dan benda darah merah (BDM) differensial leukosit. Untuk melihat
perbedaan respon antar kelompok perlakuan digunakan analisis varian (ANOVA),
dan apabila terdapat perbedaan respon antar kelompok perlakuan maka analisis
dilanjutkan dengan uji beda Duncan.
Analisis morfologi hipokampus diawali dengan mengorbankan tikus dan
selanjutnya dilakukan pemanenan jaringan otak, lalu dimasukkan dalam larutan
paraformaldehid 4%. Selanjutnya diproses lebih lanjut yang terdiri dari trimming,
dehidrasi, clearing, parafinisasi, embedding, dan blocking. Jaringan yang telah
diblok selanjutnya dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan lebih kurang 5
µm dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan metoda imunohistokimia.
Variabel yang diukur adalah sel-sel yang positif terhadap masing-masing antibodi
yang digunakan dan juga kepadatan sel-sel glial.
Secara kualitatif daun, tangkai daun dan keseluruhan tanaman pegagan
mempunyai senyawa alkaloid, flavonoid, dan glikosida yang sama kuatnya,
sedangkan untuk senyawa steroid bagian tangkai daun dan keseluruhan tanaman
mempunyai kualitas yang lebih tinggi daripada di bagian daun. Kadar air pegagan
segar berkisar antara 87-88%. Kadar abu pada bagian daun dan keseluruhan
tanaman lebih baik dibandingkan dengan pada bagian tangkai daun. Kandungan
protein pada pegagan segar berkisar antara 7-16%. Kadar sari dalam air tertinggi
dijumpai di bagian tangkai daun. Kadar sari dalam alkohol tertinggi dijumpai
pada bagian campuran (daun dan tangkai daun). Hampir semua unsur kimia lebih
banyak dijumpai di bagian daun kecuali kandungan K yang lebih banyak dijumpai
di bagian tangkai daun. Kandungan asiatikosida di bagian daun juga lebih banyak
dibandingkan dengan tangkai daun. Jumlah mineral yang paling banyak dijumpai
di dalam bahan segar adalah unsur K dan Ca. Di dalam ekstrak banyak ditemukan
mineral makro dan mikro kecuali unsur Fe dan Cu. Semua jenis mineral yang
dianalisis lebih banyak ditemukan di dalam ekstrak air dibandingkan di dalam
ekstrak etanol, sedangkan kandungan asiatikosida lebih banyak ditemukan di
dalam ekstrak etanol. Unsur Ca dan P di dalam ekstrak ditemukan dalam
perbandingan yang ideal. Kadar asiatikosida dalam ekstrak dari masing-masing
bagian tanaman berkisar antara 15,59-16,44%.
Selama periode percobaan semua tikus yang diberikan ekstrak etanol dan
ekstrak air pegagan tidak menunjukkan tanda-tanda sakit dan juga tidak
menunjukkan penurunan bobot badan. Respon pertambahan bobot badan harian
antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05). Total asupan
pakan antar kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
(p>0,05). Hasil analisis darah lengkap menunjukkan bahwa gambaran darah
berada dalam batasan normal dan bahkan menunjukkan kecenderungan yang lebih
baik dibandingkan dengan kontrol. Jumlah benda darah merah (BDM) dan
eosinofil pada kelompok tikus setelah 2 bulan pemberian ekstrak etanol
menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Terdapat 3 jenis tingkah laku yang dominan yang dijumpai pada tikus
yaitu berjalan, memanjat dan membaui. Tikus yang aktif menunjukkan aktivitas
berjalan, membaui dan memanjat dinding maze yang sangat tinggi. Diduga
bahwa motivasi tikus untuk bergerak melewati setiap lorong adalah karena tikus
berusaha untuk keluar dari lorong yang ada di depannya yang belum dilaluinya,
dan apabila lorong yang di depannya telah buntu, maka tikus akan bergerak
dengan sangat cepat kembali ke kotak start dan tidak kembali lagi ke titik finish.
Aktivitas tikus yang diberi ekstrak etanol dari kelompok level 1, pada minggu
pertama dan ketiga, aktivitasnya tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol
(p>0,05), dan berbeda nyata dengan kelompok level 2 dan 3 pada minggu ketiga
dan keempat (p<0,05). Tikus kontrol pada kelompok yang diberi ekstrak etanol
tidak ada yang mencapai titik finish. Pada kelompok level 1, persentase tikus
yang mencapai titik finish cenderung stabil, sedangkan pada kelompok level 2 dan
3 terjadi peningkatan dari minggu ke minggu. Persentase tikus yang mencapai
titik finish dari kelompok level 2 dan 3 berbeda nyata dengan kelompok kontrol
(p<0,05) dan tidak berbeda nyata dengan kelompok level 1 (p>0,05). Frekuensi
pencapaian titik finish pada kelompok tikus yang diberikan ekstrak air tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05), namun demikian kelompok
level 2 frekuensi pencapaian titik finish lebih baik dibandingkan dengan kelompok
level lainnya. Tikus yang aktif, aktivitas memanjat di dalam maze dapat
mencapai lebih dari 20 kali selama 5 menit. Tikus yang diberikan ekstrak air
kurang aktif dibandingkan dengan aktivitas tikus yang diberikan ektrak etanol.
Aktivitas tikus yang diberikan ekstrak air tidak menunjukkan perbedaan antar
kelompok (p>0,05) kecuali pada minggu ketiga, dan secara umum tikus pada
kelompok level 2 lebih baik daripada kelompok level lainnya.
Hasil pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan antibodi GFAP
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepadatan sel-sel glial antar kelompok
perlakuan. Pada kelompok yang diberi ekstrak etanol, penampakan populasi sel
neuron yang positif terhadap antibodi calbindin D28k lebih banyak dibandingkan
dengan control. Pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan antibodi
dopamine, TNF dan CRP tidak menghasilkan reaksi positif.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN PEGAGAN
(Centella asiatica (L.) Urban) TERHADAP
FUNGSI KOGNITIF TIKUS

ISKANDAR MIRZA

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Gizi Manusia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2 0 12
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS
2. drh. Min Rahminiwarti, MS, Ph.D

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Haryono


2. drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D
Judul Disertasi: Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica
(L.) Urban) terhadap Fungsi Kognitif Tikus

Nama : Iskandar Mirza


NIM : I162070111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS


Ketua

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi
Anggota Anggota

Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS drh. Adi Winarto, Ph.D


Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Gizi Manusia

drh. M.Rizal M. Damanik, MRepSc, Ph.D Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : 27 Juli 2012 Tanggal Lulus : 31 Agustus 2012


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
qudrah dan iradahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi
yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica
(L.) Urban) terhadap Fungsi Kognitif Tikus”.
Terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada Dr. Ir. Hadi
Riyadi, MS selaku ketua komisi pembimbing, serta anggota komisi pembimbing
yaitu Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi, Prof. Dr. Ir.
Evy Damayanthi, MS dan drh. Adi Winarto, Ph.D.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada penguji prelim lisan Prof.
Dr. Ir. Faisal Anwar, MS dan Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi dan penguji proposal Dr.
Rimbawan, serta penguji pada ujian tertutup Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS dan
drh. Min Rahminiwati, MS, Ph.D. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada
Bapak dan Ibu dosen mayor Ilmu Gizi Manusia Departemen Gizi Masyarakat atas
bekal ilmu pengetahuan yang diberikan. Terimakasih juga disampaikan kepada
Rektor dan Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ketua Departemen dan Ketua Program
Studi Ilmu Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Kepada Balai Pengkajian
Teknoogi Pertanian NAD yang telah memberi izin dan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian yang telah memberikan beasiswa
dan biaya penelitian melalui proyek KKP3T juga penulis ucapkan terima kasih.
Terimakasih kepada Laboratorium Histologi FKH IPB dan Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian atas fasilitas laboratorium yang disediakan selama penulis
melaksanakan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-
teman angkatan 2007 GMA, dan teman-teman lainnya atas semangat kebersamaan
dan persaudaraan selama ini.
Kepada isteri tercinta Ir. Farhani Zakaria dan anak-anak tercinta Muna
Ulfia, Farah Rizkina dan Nur Faizah, atas kasih sayang, pengertian, serta
dukungan moril yang tidak pernah berhenti, penulis sampaikan terimakasih yang
sedalam-dalamnya. Tak lupa juga kepada Kakanda dan Adinda sekalian penulis
ucapkan terima kasih. Sembah dan sujud serta doa yang tidak pernah berhenti
penulis sampaikan kepada guru rohani Abu Muhammad ‘Alimin dan Abuya
Syekh H. Amran Waly Al-Khalidy, kepada Ibunda Salamiah Arsyad/Hj. Chairani,
dan Ayahanda Mahmud Ali (Alm)/Ir. H. Zakaria Ibrahim yang telah mendoakan
dan mengikhlaskan penulis untuk melanjutkan pendidikan ini. Kepada semua
pihak yang telah membantu dengan tulus, penulis sampaikan terimakasih.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juli 2012


Iskandar Mirza
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pidie Aceh pada tanggal 16 Maret 1963 sebagai


putra keenam dari dua belas bersaudara dari ayahanda Mahmud Ali (Alm) dan
ibunda Salamiah Arsyad. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Syiah Kuala lulus tahun 1989. Pada tahun 1999 penulis
melanjutkan pendidikan program Strata-2 di Universitas Gadjah Mada Yogjakarta
dengan beasiswa Badan Litbang Pertanian dan menamatkannya pada tahun 2001.
Pada tahun 2007 mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke pendidikan
doktor pada program studi Ilmu Gizi Manusia Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Badan Litbang Pertanian. Penulis bekerja
di Sub Balai Penelitian Ternak Sei Putih Sumatera Utara dari tahun 1992-1996.
Sejak tahun 1996-sekarang, penulis bekerja di Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian NAD.
Selama menempuh program doktor, penulis pernah mengikuti Program
Sandwich Depdiknas di International Islamic University Malaysia selama 4 bulan
pada tahun 2009. Karya ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi yaitu
“Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) terhadap
Gambaran Darah, Aktivitas dan Fungsi Kognitif Tikus”, akan diterbitkan pada
Jurnal Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Darussalam Banda Aceh pada volume 7 No. 1 Maret 2013.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………………........... xix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………....... xxiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………...... xxv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. xxvi

PENDAHULUAN …………………………………………………………...... 1
Latar Belakang …………………………………………………………...... 1
Tujuan …………………………………………………………………….. 4
Tujuan Umum ………………………………………………………….. 4
Tujuan Khusus ………………………………………………………….. 4
Manfaat ………….………………………………………………………… 4
Hipotesis Penelitian ……………………………………………………....... 4

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………. 7


Pengobatan alternatif ……………………………………………………… 7
Obat Herbal sebagai Obat Tradisional …………………………………....... 8
Pasar dan Permintaan Tanaman Obat ……………………………………… 10
Penelitian tentang Manfaat pegagan ……………………………………… 11
Pegagan ……………………………………………………………….......... 15
Kandungan Kimia ………………………………………………………… 16
Manfaat pegagan …………………………………………………………… 19
Antibakteri, anticestoda dan larvicidal ………………………………....... 19
Antiinflamasi dan antinosiseptif ………………………………………… 20
Aktivitas antioksidan …………………………………………………… 21
Antiproliferatif …………………………………………………………… 23
Antithrombotik ………………………………………………………....... 24
Sitotoksisitas …………………………………………………………....... 24
Pangan Fungsional………………………………………………………… 26
Otak Hipokampus ………………………………………………………… 27
Kognitif …………………………………………………………………..... 32

KERANGKA PEMIKIRAN…………………………………………………… 35
METODE PENELITIAN ……………………………………………………… 39
Penelitian 1. Penyiapan Ekstrak Pegagan dan Analisa Kandungan
Zat Gizi ……………………………………………………………………. 39
Tempat dan Waktu …………………………………………………….. .. 39
Bahan dan Alat ………………………………………………………....... 39
Sumber pegagan ………………………………………………………… 39
Penyiapan bahan ekstrak dan skrining ………………………………….. 40
Ekstraksi dan Maserasi ………………………………………………....... 40
Variabel yang diukur ……………………………………………………. 42
xx

Analisis Fitokimia ……………………………………………………. 42


Analisis Proksimat …………………………………………………… 43
Analisis Kadar air ………………………………………………… 43
Kadar Abu ………………………………………………………… 44
Kadar Sari Larut dalam Air ……………………………………....... 44
Kadar Sari Larut dalam Alkohol ………………………………........ 45
Analisis Kandungan Kimia Pegagan ………………………………… 45
Analisis Mineral …………………………………………………… 45
Pengolahan dan Analisis Data …………………………………………… 46

Penelitian 2. Pengujian Ekstrak Pegagan pada Hewan Model ……………. 46


Tempat dan Waktu ……………………………………………………… 46
Bahan dan Alat ………………………………………………………....... 46
Penentuan Level Pegagan ……………………………………………....... 47
Desain Penelitian ………………………………………………………… 48
Variabel yang Diukur …………………………………………………… 49
Konsumsi Pakan ……………………………………………………… 49
Bobot Badan ………………………………………………………...... 49
Aktivitas dan Tingkah Laku ………………………………………....... 49
Analisis Darah Rutin …………………………………………………. 50
Pengolahan dan Analisis Data …………………………………………… 51

Penelitian 3. Analisis Morfologi Hipokampus …………………………….. 51


Tempat dan Waktu ………………………………………………………. 51
Bahan dan Alat ………………………………………………………....... 51
Penyiapan Preparat ……………………………………………………… 52
Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) …………………………………. 52
Pewarnaan Imunohistokimia …………………………………………. 52
Variabel yang Diukur ……………………………………………………. 53
Pengolahan dan Analisis Data …………………………………………… 53

HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………....... 55


Penelitian 1. Penyiapan Ekstrak Pegagan dan Analisa Kandungan
Zat Gizi ……………………………………………………………………. 55
Hasil Analisis Kualitatif Komponen Kimia Pegagan Segar ……….............. 55
Kandungan Zat Gizi Pegagan Segar ………………………………………. 58
Kadar Air ………………………………………………………………… 59
Kadar Abu ……………………………………………………………....... 59
Kadar Protein ……………………………………………………………. 60
Kadar Sari dalam Air dan Sari dalam Alkohol ……………………………. 61
Analisis Mineral …………………………………………………………… 61
Kandungan Komposisi Kimia Ekstrak Pegagan …………………………… 64
Hasil Analisis Proksimat Ekstrak Kering ………………………………... 65
Mineral ……………………………………………………………....... 65
Kandungan Asiatikosida ……………………………………………… 66
xxi

Penelitian 2. Pengujian Ekstrak Pegagan pada Hewan Model ……………. 67


Pertambahan Bobot Badan dan Asupan Pakan ……………………………. 67
Gambaran Darah Lengkap ………………………………………………… 70
Pola Aktivitas ……………………………………………………………… 74
Perlakuan Pemberian Ekstrak Etanol ……………………………………. 75
Perlakuan Pemberian Ekstrak Air ……………………………………….. 79
Penelitian 3. Analisis Morfologi Hipokampus …………………………….. 80
Imunohistokimia Jaringan Otak …………………………………………… 80
Profil Sel Neuroglia ……………………………………………………… 81
Ekspresi Sel yang Positif Terhadap Antibodi Calbindin D28k ……………. 83
Ekspresi Sel yang Positif Terhadap Antibodi Dopamin …………………. 87
Ekspresi Sel yang Positif Terhadap Antibodi CRP dan TNF ……………. 88

PEMBAHASAN UMUM………………………………………………...... 91

KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………. 97


Kesimpulan ………………………………………………………………. 97
Saran …………………………………………………………………....... 98

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 99


LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 109
DAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Tanaman pegagan ........................................ Error! Bookmark not defined.


2 Struktur dari asiatikosida, madekassosida, asam madekassik,
dan asam asiatik…....................................... Error! Bookmark not defined.
3 Jalur biosintesis asiatikosida di dalam tanaman pegagan.Error! Bookmark not defined.
4 Anatomi otak pada posisi pandangan coronalError! Bookmark not defined.
5 Struktur sel neuron ...................................... Error! Bookmark not defined.
6 Kerangka Pemikiran .................................... Error! Bookmark not defined.
7 Diagram alir pembuatan ekstrak pegagan ... Error! Bookmark not defined.
8 Desain penelitian ......................................... Error! Bookmark not defined.
9 Model modifikasi multiple T-maze.............. Error! Bookmark not defined.
10 Kurva pertambahan bobot badan dari masing-masing kelompok
yang diberi ekstrak etanol............................ Error! Bookmark not defined.
11 Kurva pertambahan bobot badan dari masing-masing kelompok
yang diberi ekstrak air ................................. Error! Bookmark not defined.
12 Hasil pewarnaan dengan antibodi GFAP pada bagian hipokampus
pada kelompok kontrol yang diberi ekstrak etanol daun pegagan.Error! Bookmark not
defined.
13 Hasil pewarnaan dengan antibodi GFAP pada bagian hipokampus
pada Kelompok level 3 yang diberi ekstrak etanol daun pegagan.Error! Bookmark not
defined.
14 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian
hipokampus untuk kelompok kontrol yang diberi ekstrak etanol.Error! Bookmark not
defined.
15 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian
hipokampus untuk kelompok level 1 yang diberi ekstrak etanol.Error! Bookmark not
defined.
16 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian
hipokampus untuk kelompok level 2 yang diberi ekstrak etanol.Error! Bookmark not
defined.
17 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian
hipokampus untuk kelompok level 3 yang diberi ekstrak etanol.Error! Bookmark not
defined.
18 Hasil pewarnaan dengan antibodi dopamin pada bagian hipokampus
kelompok level 2 yang diberi ekstrak daun etanol.Error! Bookmark not defined.
19 Hasil pewarnaan dengan antibodi TNF pada bagian hipokampus
kelompok level 1 yang diberi ekstrak daun etanol.Error! Bookmark not defined.
20 Hasil pewarnaan dengan antibodi CRP pada bagian hipokampus
kelompok level 2 yang diberi ekstrak daun etanol.Error! Bookmark not defined.
21 Mekanisme penyerapan Ca dari usus .......... Error! Bookmark not defined.
22 Mekanisme terjadinya kontraksi otot yang diperantarai oleh
penggunaan Ca dan ATP ............................ Error! Bookmark not defined.
23 Penggunaan ATP pada kontraksi ............... Error! Bookmark not defined.
24 Skema peningkatan fungsi kognitif setelah pemberian ekstrak
daun pegagan selama 8 minggu................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1 Data bobot badan (gr) kelompok tikus yang diberi ekstrak


etanol daun pegagan ....................................... Error! Bookmark not defined.
2 Data bobot badan (gr) kelompok tikus yang diberi ekstrak
air daun pegagan ............................................. Error! Bookmark not defined.
3 Data total konsumsi pakan (gr) dari masing-masing kelompok
tikus yang diberi ekstrak etanol daun pegaganError! Bookmark not defined.
4 Data total konsumsi pakan (gr) dari masing-masing kelompok
tikus yang diberi ekstrak air daun pegagan .... Error! Bookmark not defined.
5 Data skor aktivitas dari masing-masing kelompok tikus yang
diberi ekstrak etanol daun pegagan ................ Error! Bookmark not defined.
6 Data skor aktivitas dari masing-masing kelompok tikus yang
diberi ekstrak air daun pegagan ...................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Beberapa hasil penelitian tentang pegagan ... Error! Bookmark not defined.2
2 Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa
asiatikosida, madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik .......... Error!
Bookmark not defined.7
3 Kandungan asiatikosida dan persentase distribusi dari setiap jaringan
dari keseluruhan bagian tanaman pegagan ... Error! Bookmark not defined.8
4 Aktivitas larvicidal dari ekstrak daun pegagan terhadap Culex
quinquefasciatus pada lima temperatur yang berbeda................................... 20
5 Kandungan nutrisi pakan tikus ...................................................................... 47
6 Kandungan fitokimia dari masing-masing bagian pegagan Error! Bookmark
not defined.7
7 Hasil analisis kandungan zat gizi pegagan segar .......... Error! Bookmark not
defined.8
8 Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida di dalam
bagian yang berbeda dari pegagan segar ....................................................... 62
9 Hasil analisis proksimat dan komposisi kimia per 100 g bahan segar ... Error!
Bookmark not defined.3
10 Hasil analisis proksimat dari ekstrak kering daun pegagan . Error! Bookmark
not defined.5
11 Kandungan mineral dari ekstrak kering daun pegagan Error! Bookmark not
defined.6
12 Kadar asiatikosida dari bahan ekstrak yang berbeda .... Error! Bookmark not
defined.7
13 Respon pertambahan bobot badan (g) dan asupan mingguan (g)
pada perlakuan dengan ekstrak etanol .......... Error! Bookmark not defined.9
14 Respon pertambahan bobot badan dan asupan pakan mingguan
pada perlakuan dengan ekstrak air................................................................. 70
15 Rata-rata gambaran darah lengkap tikus setelah 2 bulan pemberian
ekstrak etanol ................................................................................................. 71
16 Rata-rata gambaran darah lengkap tikus setelah 2 bulan pemberian
ekstrak air ...................................................................................................... 73
17 Rata-rata gambaran differensial benda darah putih pada tikus yang
diberi ekstrak etanol....................................................................................... 73
18 Rata-rata gambaran differensial benda darah putih pada tikus yang
diberi ekstrak air ........................................... Error! Bookmark not defined.4
ii

19 Distribusi tikus dari masing-masing kelompok perlakuan berdasarkan


skor kategori aktivitas dan rataan skor kategori ........... Error! Bookmark not
defined.6
20 Persentase tikus yang mencapai titik finish setelah diberi
ekstrak etanol ................................................ Error! Bookmark not defined.7
21 Rata-rata frekuensi dan waktu pencapaian titik finish setelah
pemberian ekstrak etanol selama 10 kali pengamatan.. Error! Bookmark not
defined.8
22 Distribusi tikus dari masing-masing kelompok perlakuan berdasarkan
skor kategori aktivitas dan rataan skor kategori ........... Error! Bookmark not
defined.9
23 Persentase tikus yang mencapai titik finish setelah diberi ekstrak air........... 80
24 Rata-rata frekuensi dan waktu pencapaian titik finish setelah
pemberian ekstrak air selama 10 kali pengamatan ........................................ 80
iii
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan tentang mekanisme kerja otak
mengalami lompatan yang luar biasa. Hasil penelitian yang telah diperoleh saat
ini sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia dan juga dapat dijadikan sebagai
acuan untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kemampuan fungsi
kognitif (Sidiarto & Kusumoputro 2003). Kognitif adalah kemampuan berfikir
dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi
dan memperhatikan. Kemampuan berfikir erat kaitannya dengan fungsi otak,
karena kemampuan seseorang untuk berfikir dapat dipengaruhi oleh keadaan otak.
Dengan demikian, kelainan pada fungsi otak dapat berpengaruh secara langsung
kepada fungsi kognitif seseorang.
Daya ingat adalah sesuatu yang sangat penting dari fungsi kognitif
manusia. Daya ingat akan mengalami kemunduran dengan bertambahnya usia
pada sebagian orang berusia setengah baya dan lanjut. Masalah penuaan dan
kapasitas kerja semakin penting untuk didiskusikan karena kapasitas kerja pada
usia tua sering tidak sepadan dengan tuntutan-tuntutan pekerjaan sehingga dapat
mengakibatkan stress, masalah-masalah kesehatan dan angka kematian yang
tinggi, misalnya karena penyakit kardiovaskular, bunuh diri atau kecelakaan
(Hartanto 1996).
Pada proses otak menjadi tua terjadi perubahan anatomi sel-sel neuron
atau sel-sel otak, dan jumlah sel neuron mengalami penurunan di berbagai bagian
otak. Di bagian hipokampus yang merupakan pusat pantauan memori juga terjadi
penurunan jumlah sel neuron dalam jumlah besar. Secara klinis, pada orang usia
lanjut kemunduran fungsi memori digolongkan ke dalam gangguan memori
fisiologis dan gangguan memori patologis yang disebabkan oleh penyakit otak
misalnya Alzheimer (Sidiarto & Kusumoputro 2003). Dengan demikian,
memahami mekanisme kerja otak akan memudahkan untuk memahami bagian-
bagian fungsinya serta cara penanggulangannya apabila terjadi gangguan dan
menjadi dasar dalam penerapan penanggulangan kemampuan kognitif (Sidiarto &
Kusumoputro 2003).
Pengobatan pada kelainan fungsi kognitif dapat dilakukan dengan
pendekatan medis moderen atau gizi/pangan fungsional atau kombinasinya. Pada
kondisi normal, fungsi kognitif dapat dioptimalkan dengan mengkonsumsi pangan
fungsional yang bermanfaat terhadap fungsi kognitif secara tepat disamping
mengkonsumsi zat gizi lainnya secara berimbang dan menerapkan pola hidup
sehat. Demikian juga pada kondisi dimana fungsi kognitif tidak dicapai secara
maksimal, pemberian pangan fungsional juga dapat membantu memperbaiki
fungsi kognitif. Salah satu pangan fungsional yang bermanfaat untuk
meningkatkan fungsi kognitif adalah pegagan (Centella asiatica).
Pegagan adalah salah satu jenis tanaman obat dari ordo Umbelliferae
(Babu et al. 1995), famili Apiaceae (Sharma & Jaimala 2003) mempunyai
manfaat pengobatan yang tinggi (Babu et al. 1995). Tanaman obat tersebut pada
umumnya dikenal sebagai Gotukola dan Marsh Pennywort (AS) (Sharma &
Jaimala 2003). Pegagan adalah suatu tanaman merambat, tumbuh di tempat
lembab di India dan negara Asia lainnya (Rao et al. 2007) terutama ditemukan di
Asia bagian selatan (Wang et al. 2005). Di Indonesia, pegagan banyak dijumpai
mulai dataran rendah sampai dataran tingggi, pada lahan terbuka maupun
ternaungi dan tanah basah sampai kering (Widowati et al. 1992).
Pegagan telah digunakan berabad-abad sebagai tanaman obat dan
tercantum di dalam Pharmacopoeia Perancis tahun 1884, demikian pula pada
tradisi kuno Chinese Shennong Herbal sekitar 2000 tahun yang lalu, dan juga
pada Indian Ayurvedic Medicine sekitar 3000 tahun yang lalu. Pegagan juga
dikenal sebagai rasayana pada penggunaan Ayurveda sebagai tonikum otak dan
penyembuh luka (Sharma & Jaimala 2003). Manfaat pengobatan dari ekstrak
pegagan mungkin berhubungan dengan keberadaan senyawa fenolik (Zainol et al.
2003). Dengan demikian, pegagan menjadi sangat penting berdasarkan atas peran
kritisnya pada pencegahan penyakit (Shetty et al. 2008).
Penggunaan pegagan untuk tujuan peningkatan fungsi kognitif telah lama
dilakukan. Pada pengobatan sistem ayurvedic, yang merupakan pengobatan
sistem alternatif di India, menggunakan daun pegagan untuk meningkatkan
memori (Rao et al. 2007). Berdasarkan bukti empiris dan hasil pengujian pra
klinis menunjukkan bahwa pegagan mempunyai suatu reputasi untuk membangun
kembali kemunduran fungsi kognitif pada pengobatan tradisional dan pada hewan
model (Wattanathorn et al. 2008). Pada pengujian daya ingat, dilaporkan bahwa
pemberian jus daun segar pegagan selama periode pertumbuhan cepat pada tikus
neonatal dapat meningkatkan kemampuan mengingat. Tikus yang diberi jus daun
segar pegagan dengan dosis yang lebih tinggi (4 dan 6 mL) dengan lama
pemberian 2-6 minggu menghasilkan jumlah alternasi yang lebih tinggi dan juga
memberikan peningkatan prosentase respon alternasi yang benar dibandingkan
dengan kontrol (Rao et al. 2005).
Hasil pemeriksaan secara histologis menunjukkan terjadinya peningkatan
pada panjang dendritik (intersection) dan jumlah titik percabangan dendritik, yaitu
pada dendrit apikal dan dendrit basal pada tikus muda pada masa pertumbuhan
cepat yang diberi pegagan 4 dan 6 mL/kg bobot badan per hari untuk periode
waktu yang lebih panjang (4 dan 6 minggu). Dengan demikian, ekstrak daun
segar pegagan dapat digunakan untuk meningkatkan dendrit neuronal pada
keadaan stres dan neurodegeneratif serta kelainan memori (Rao et al. 2006).
Pengujian pada orang tua yang sehat yang diberi ekstrak pegagan
sebanyak 750 mg/hari selama 2 bulan dapat meningkatkan persentase akurasi
kerja memori dan berpotensi untuk mengurangi kemunduran yang berhubungan
dengan umur pada fungsi kognitif dan ketidakteraturan suasana hati pada orang
tua yang sehat. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak tanaman pegagan
memberikan pengaruh pada kecepatan dan kualitas kerja memori (Wattanathorn et
al. 2008).
Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa pegagan berpotensi sebagai
tanaman obat untuk meningkatkan fungsi kognitif, namun mekanismenya belum
jelas dan bahkan sebagian peneliti menyebutnya tidak diketahui. Oleh karena itu,
melalui penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan sebagian dari serangkaian
mekanisme peningkatan fungsi kognitif akibat penggunaan ekstrak pegagan pada
tikus.
Tujuan

Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pengaruh
penggunaan ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) terhadap
peningkatan fungsi kognitif dengan menggunakan tikus sebagai model.

Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui komposisi kandungan gizi dan bahan aktif pegagan.
2. Mengetahui efek/peran ekstrak pegagan terhadap:
a. Parameter umum metabolisme tubuh (bobot badan dan profil darah
perifer)
b. Aktivitas dan tingkat pembelajaran dalam pengenalan jalur finish T-maze
c. Populasi neuron positif terhadap calbindin dan glial pada area CA3
d. Mengetahui perubahan bahan aktif seluler pada area CA3
3. Mengetahui level efektif terhadap peningkatan fungsi kognitif

Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan jenis ekstrak yang sesuai untuk tujuan penggunaan sebagai
material peningkatan memori dan penghambat kemunduran fungsi memori.
2. Menghasilkan data kandungan bahan aktif dan bahan gizi lainnya dari
pegagan.
3. Menghasilkan data gambaran darah rutin, kimia darah, histologi neuroglia dan
penanda biologis.
4. Menjelaskan sebagian dari serangkaian mekanisme peningkatan fungsi
kognitif karena penggunaan ekstrak daun pegagan pada tikus.

Hipotesis
Rumusan hipotesis yang dapat diajukan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H1: Perlakuan ekstrak daun pegagan dapat meningkatkan fungsi kognitif.
H1: Terdapat perbedaan antar perlakuan ekstrak air daun pegagan dan ekstrak
etanol daun pegagan terhadap gambaran darah, bobot badan, aktivitas dan
gambaran histokimia hipokampus.
7

TINJAUAN PUSTAKA

Pengobatan Alternatif
Pengobatan alternatif didefinisikan sebagai terapi atau praktek di luar dari
praktek medis konvensional sebagai mana yang diajarkan dalam sebagian besar
sekolah medis. Perhatian terhadap praktek penggunaan obat alternatif saat ini
telah meningkat, baik di tingkat konsumen maupun di lingkungan ilmiah.
National Institutes of Health, Office of Alternative Medicine telah ditetapkan pada
tahun 1992 untuk menguji dan meneliti sebagian dari kebanyakan peluang terapi
alternatif. Sasaran dari Office of Alternative Medicine adalah untuk memodifikasi
konsep dari “alternatif,” ke arah istilah “komplementer” untuk menggambarkan
terapi yang mungkin saja berguna untuk suatu intervensi yang menyeluruh di
dalam praktek medis yang konvensional. Beberapa penanganan yang dianggap
sebagai praktek medis outside mainstream US, misalnya akupunktur, telah
menjadi bagian dari perawatan medis standar di beberapa Negara eropa (Borchers
et al. 1997).
Jenis lain dari complementary or alternative medicine (CAM), seperti
acupressure, botanical remedies, homeopathy, dan mind-body therapies, juga
diterima di berbagai tingkat dengan ketetapan medis, demikian pula di masyarakat
umum dari berbagai negara (Farnsworth 1993 Dalam Borchers et al. 1997). Hasil
estimasi World Health Organization (WHO) bahwa pada awal tahun l990-an 80%
populasi dunia tinggal di negara-negara berkembang dan 80% tidak mempunyai
akses untuk atau memilih menggunakan obat berstandar Barat (Borchers et al.
1997). Sebagai gantinya, mereka diarahkan ke obat tradisional, dengan kata lain,
CAM adalah untuk pelayanan kesehatan primer mereka (Farnsworth 1993 Dalam
Borchers et al. 1997). Jumlah orang yang menggunakan atau bentuk lain dari
CAM dengan cepat meningkat di seluruh dunia, bahkan diantara mereka terdapat
orang yang mampu untuk menggunakan obat berstandar Barat (Goldbeck-Wood
et al. 1996 Dalam Borchers et al. 1997).
Efek zat gizi terhadap penyakit degeneratif kronis telah menjadi salah satu
wilayah penelitian yang menarik, yang menyempurnakan konsep dari zat gizi
optimal, dari hanya mencegah terjadinya penyakit karena defisiensi nutrisi ke
mengurangi resiko penyakit kronis (Shils & Rude 1996 Dalam Borchers et al.
1997). Suatu kelompok zat gizi yang berperan penting dalam hal pencegahan
penyakit adalah antioksidan (Borchers et al. 1997). Terkecuali manfaat
antioksidatifnya, tanaman mengandung banyak senyawa yang mempunyai efek
yang berpotensi baik terhadap banyak penyakit dan hal ini adalah salah satu dari
alasan utama mengapa para ilmuwan, menunjukkan peningkatan minat pada
medicinal botanicals.
Sadar akan banyak pertanyaan yang tidak terjawab di sekitar penggunaan
obat herbal, National Institutes of Health’s Office of Alternative Medicine
bekerjasama dengan Food and Drug Administration mensponsori suatu pertemuan
dari orang-orang yang terlibat dalam manufaktur serta distribusi CAM untuk
mendiskusikan 1) keamanan dan kemanjuran medicinal botanicals, dan 2) bukti
yang diperlukan untuk mengijinkan pemberian label efektif dalam penanganan
dari penyakit spesifik. Hal ini menegaskan bahwa pengalaman dari negara lain
mungkin memberikan suatu model demikian pula petunjuk untuk regulasi dari
beberapa klaim kesehatan (Borchers et al. 1997).

Obat Herbal sebagai Obat Tradisional


Obat herbal adalah campuran kompleks, sekurang-kurangnya
pemrosesannya (misalnya bagian-bagian tanaman yang direbus untuk dibuat teh).
Bersama dengan komponen lainnya seperti akupunktur atau pijatan yang juga
termasuk dalam katagori penyembuhan tradisional, obat herbal digunakan untuk
pengobatan dalam suatu jangkauan yang lebih luas terhadap gejala dan penyebab
penyakit (Plaeger 2003).
Penggunaan herbal untuk pengobatan penyakit dalam suatu tradisi
penyembuhan kuno itu dimulai di Asia lebih dari 3,000 tahun yang lalu (Nestler
2002 Dalam Plaeger 2003). Oleh praktisi abad ke-19 dan 20 pengobatan tersebut
sebagian besar telah diabaikan karena pengaruh pengobatan ala Barat. Memasuki
abad ke-21 praktek penyembuhan ramuan obat herbal, seperti obat tradisional
Cina (Traditional Chinese Medicine/TCM), Kampo Jepang, dan Ayurveda India,
dengan cepat meningkat penerimaannya di Barat (Plaeger 2003).
Kebangkitan kembali praktek pengobatan tradisional telah banyak
dijelaskan (Ernst & Pittler 2002 Dalam Plaeger 2003), tetapi kenyataannya bahwa
obat herbal dan obat alami lainnya atau pengobatan alternatif dengan cepat
berasimilasi menjadi praktek medis ala Barat (Plaeger 2003). Pada tahun 1998,
dalam suatu survey dilaporkan bahwa 75% dari dokter Jepang telah meresepkan
obat Kampo, dan dalam asuransi kesehatan nasional Jepang (Japanese National
Health Insurance) sekarang ini juga tercakup pengobatan Kampo (Borchers el al.
2000 Dalam Plaeger 2003). Walaupun pada abad ke-20 Cina dengan cara yang
sama mengadopsi pengobatan ala Barat sebagai pengobatan ortodoks, Institute of
Chinese Medicine senilai $64 juta, sekarang ini sedang dibangun di Hong Kong,
dan Taiwan serta daratan Cina juga sedang memompa dana ke penelitian formula
tradisional (Normile 2003 Dalam Plaeger 2003). Diperkirakan bahwa pada tahun
1997 dan 1998, orang Amerika telah menghabiskan lebih dari $4 milyar terhadap
obat herbal (Ernst & Pittler 2002 Dalam Plaeger 2003). Minat Amerika terhadap
pengobatan dengan obat tradisional bukan semata-mata hanya untuk penggemar
makanan kesehatan atau penduduk West Coast saja (Plaeger 2003).
Untuk menambah dorongan lebih lanjut pada beberapa penelitian telah
tersedia dana penelitian yang sangat memadai untuk penelitian obat herbal
tradisional. Pada tahun 1998, National Institutes of Health mendirikan National
Center for Complementary and Alternative Medicine, yang merupakan suatu
ekspansi yang sebelumnya Office of Alternative Medicine, dengan 2002 anggaran
penelitian lebih dari $100 juta. National Center for Complementary and
Alternative Medicine sekarang ini telah membiayai empat pusat penelitian yang
mengkhususkan pada penelitian botanikal dan banyak menginisiasi untuk
membiayai pelatihan penelitian dari pengobatan alternatif (http://nccam.nih.gov/).
Selain dari pada itu, National Institute of Allergy and Infectious Diseases telah
mendanai penelitian manfaat imunomodulatori dari obat herbal serta efek
terapeutiknya terhadap penyakit infeksi. National Institutes of Health didirikan
yang berminat pada penyakit spesifik (misalnya National Cancer Institute and the
National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases) untuk
mendukung penelitian tentang pengobatan herbal (Plaeger 2003).
Sehubungan dengan keterbatasan ekonomi, sediaan modern medical
healthcare di negara-negara berkembang seperti India adalah masih suatu
pencapaian yang sulit untuk dijangkau. Sehingga penggunaan obat alternatif
menjadi sangat penting dalam penanganan berbagai penyakit. Fenomena ini juga
dialami di Indonesia yang masyarakatnya masih banyak yang miskin. Obat-
obatan yang paling umum digunakan dari obat modern seperti aspirin, anti-
malaria, anti-kanker, digitalis, dan lain-lain awalnya berasal dari sumber tanaman.
Ke depan, harus dapat dilihat pengobatan terintegrasi dan diharapkan bahwa
penelitian obat alternatif akan membantu mengidentifikasikan mana obat yang
aman serta efektif daripada marginalnya, klaim dan penemuan medis yang tak
lazim (Sagrawat & Khan 2007). Dalam pengobatan tradisional, bagian tanaman
yang berbeda dipercaya mempunyai manfaat pengobatan yang spesifik termasuk
kemampuan untuk menstimulasi mekanisme melawan penyakit (Craig 1999;
Jones 1996 Dalam Punturee et al. 2005).

Pasar dan Permintaan Tanaman Obat


Permintaan produk bahan alam untuk tujuan kesehatan dan kebugaran
terus meningkat. Menurut laporan Convention on Biological Diversity (CBD),
pasar herbal dunia tahun 2000 mencapai 43 miliar US$, nilai penjualan suplemen
bahan alam mencapai 20 M US$ (Dennin 2000 dalam Komarawinata 2007) atau
30% dari nilai penjualan produk yang berasal dari bahan alam. Kontribusi
Indonesia terhadap pasar herbal dunia baru 100 juta US$. Nilai perdagangan
dunia meningkat menjadi 60 miliar US$ tahun 2002, pada tahun 2010 diprediksi
menjadi 300 miliar US$ (Bodecker 2003 dalam Komarawinata 2007). Omset
penjualan produk tanaman obat Indonesia saat ini baru mencapai 3 triliun rupiah
dan diharapkan meningkat menjadi 8 triliun rupiah pada tahun 2010.
Di Amerika Serikat, konsumsi tanaman obat naik hampir mendekati 15%
setiap tahunnya (Marwick 1995 Dalam Borchers et al. 1997). Sebagian botanikal
dapat diperoleh atau dibeli, baik keseluruhan dari tanaman, atau bagian-bagian
daripadanya, atau dapat diperoleh sebagai teh, serbuk, ekstrak cair, kapsul, atau
tablet (Wuest & Gossel 1995 Dalam Borchers et al. 1997). Di Amerika Serikat,
ekstrak tanaman secara umum dijual sebagai food supplements sehingga
pertimbangan konsumen untuk memenuhi kebutuhan zat gizi kelihatannya
terjamin (Borchers et al. 1997). Dalam konteks ini adalah menarik untuk dicatat
bahwa hal itu telah diketahui untuk beberapa dekade dimana zat gizi dan
kesehatan adalah saling berhubungan (Feigin 1997 Dalam Borchers et al. 1997).
Indonesia mempunyai keragaman hayati yang cukup luas, mempunyai
prospek yang cukup cerah dalam pengembangan produk obat-obatan dan pangan
fungsional berbasis bahan alami. Potensi Indonesia untuk menghasilkan obat-
obatan atau pangan fungsional berbasis bahan alami sangat tinggi, mengingat
Indonesia kaya akan kekayaan hayati tumbuhan obat yang mencapai 7000 jenis
dan pengetahuan tradisional untuk pemanfaatan tumbuhan obat dari berbagai etnis
yang mencapai 370 etnis. Di negara lain, penggunaan ekstrak tanaman untuk
tujuan pengobatan dan kebugaran telah banyak dilakukan, karena di dalam ekstrak
tanaman mengandung beberapa senyawa, yang dapat memainkan peran penting
terhadap fungsi fisiologis dengan cara spesifik yang dimilikinya (Sharma &
Jaimala 2003). Namun di Indonesia, penelitian tentang tanaman obat serta
pengetahuan tradisional untuk produk alam masih sangat terbatas. Oleh karena itu
investigasi yang luas dan mendalam tentang khasiat berbagai macam tanaman
obat termasuk diantaranya tanaman obat pegagan atau pegagan perlu dilakukan.

Penelitian tentang Manfaat Pegagan


Dilaporkan bahwa pegagan bermanfaat untuk berbagai keadaan klinis
misalnya sebagai antibakteri (Taemchuay et al. 2008), antisestoda (Temjenmongla
& Yadav 2005) larvasida (Rajkumar & Jebanesan 2005), anti-inflamasi dan
antinosiseptif (Somchit et al. 2004) antioksidan (Hamida et al. 2002; Veerendra &
Gupta 2002; Zainol et al. 2003; Gnanapragasam et al. 2007; Hussin et al. 2007;
Shetty et al. 2008), antitumor (Babu et al. 1995; Punturee et al. 2005),
imunostimulan (Punturee et al. 2005; Wang et al. 2004; Wang et al. 2005),
penyembuhan luka (Rao Vishnu et al. 1996; Shukla et al. 1999; Hong et al. 2005;
Shetty et al. 2008; Suwantong et al. 2008), radio protektif (Sharma & Jaimala
2003), dan fungsi kognitif (Veerendra & Gupta 2002; Rao et al. 2005; Rao et al.
2006; Rao et al. 2007; Wattanathorn et al. 2008). Tabel 1 berikut ini menyajikan
sebagian dari hasil penelitian tentang manfaat pegagan terhadap kesehatan.
Tabel 1 Beberapa hasil penelitian tentang pegagan

Indikasi Peneliti
o Anti-inflamasi
Ekstrak air pegagan pada level 10, 30, 100 dan 300 mg/kg Somchit et al.
bobot badan memperlihatkan aktivitas antinociceptive dan 2004
aktivitas antiinflamasi

o Imunostimulasi
Deasetilasi dan carboxyl-reduction, pektin dan produk Wang et al. 2005
turunannya yang terdapat di dalam pegagan menunjukkan
aktivitas imunostimulasi

o Antithrombotik
Ekstrak metanol (45 mg/kg) dan etanol pegagan (14 mg/kg Satake et al.
bobot badan) bermanfaat untuk pencegahan penyakit yang 2007
berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi,
kardiopati dan apopleksia serebral yang disebabkan oleh
pengapuran pembuluh darah (arteriosclerosis).

o Tulang dan Sendi


Pengujian in vitro, fraksi pegagan 10 µg/mL dapat Hartog et al.
menghambat degradasi tulang rawan, menghambat 2009
pelepasan IL-1ß dan produksi nitric okside oleh eksplan
tulang rawan

o Tumor
Pengujian dengan metoda brine shrimp lethality test, Padmaja et al.
ekstrak etanol pegagan 100, 500 dan 1000 µg/mL tidak 2002
menunjukkan aktivitas sitotoksik.

Ekstrak metanol pegagan dapat memperlambat Babu et al. 1995


perkembangan tumor solid dan tumor asites dan
mempunyai tingkat keracunan selektif terhadap sel tumor
serta memberikan manfaat anti-tumor yang potensial
dengan cara menstimulasi sistem kekebalan. Level efektif
dari fraksi aseton ekstrak metanol adalah 17 µg/mL untuk
Ehrlich ascites tumour cells, 22 µg/mL untuk Dalton’s
lymphoma ascites tumour cells dan 8 µg/mL untuk mouse
lung fibroblast.

Di samping sitotoksik langsung terhadap sel tumor, ekstrak Punturee et al.


air pegagan 100 mg/kg bobot badan juga dapat mencegah 2005
karsinogenesis dengan cara memodulasi respon imun
(meningkatkan produksi IL-2 dan TNF-α), sedangkan
ekstrak etanol menunjukkan aktivitas imunosuppressif
(menurunkan produksi IL-2 dan TNF-α)
Indikasi Peneliti
 Antisestoda
Aktivitas antisestoda yang moderat telah dilaporkan untuk Temjenmongla &
ekstrak etanol daun pegagan pada konsentrasi 5 - 40 Yadav 2005
mg/mL, dengan waktu rata-rata kematian parasit berkisar
dari 4 – 14,66 jam

 Larvisidal
Ekstrak etanol daun pegagan pada konsentrasi 6,84 ppm Rajkumar &
(19 °C) dan 1,12 ppm (31°C) dapat membunuh 50% Jebanesan 2005
larva Culex quinquefasciatus

 Antibakteri
Ekstrak air pegagan mempunyai nilai minimum inhibitory Taemchuay et al.
concentration pada konsentrasi 2-3 mg/ml terhadap bakteri 2008
Staphylococcus aureus

 Penyembuhan Luka
Pemberian ekstrak etanol daun pegagan 800 mg/kg bobot Shetty et al. 2008
badan selama 10 hari dapat memacu penyembuhan luka
pada tikus dan juga mampu mengatasi reaksi hambatan
penyembuhan luka oleh steroid

Senyawa asitikosida dari tanaman pegagan diyakini Suwantong et al.


sebagai senyawa aktif yang berhubungan dengan 2008
penyembuhan luka

Pemberian ekstrak air pegagan dalam bentuk suspensi Rao Vishnu et al.
propylene glycol 5% secara topikal dapat meningkatkan 1996
kandungan kolagen pada jaringan luka

Aplikasi larutan yang mengandung 0,2% dan 0,4% Shukla et al.


asiatikosida secara topikal pada marmut normal demikian 1999
pula pada yang diabetik atau pemberian 1 mg/kg bobot
badan secara oral dapat meningkatkan tingkat
penyembuhan luka yang ditandai dengan peningkatan
sintesa kolagen dan kekuatan tensil dari jaringan yang luka

Ekstrak pegagan telah digunakan di Eropa untuk Maquart et al.


penanganan penyembuhan luka 1999

 Perlukaan Lambung
Pemberian ekstrak air pegagan pada tikus dengan dosis 10 Sripanidkulchai
dan 20 mg/kg bobot badan mempu mencegah terjadinya et al. 2007
tukak lambung karena pemakaian obat anti inflamasi
(indomethacin)

 Kecerdasan
Indikasi Peneliti
Pemberian ekstrak air pegagan pada level 200 dan 300 Veerendra &
mg/kg bobot badan tikus selama 14 hari dapat Gupta 2002
meningkatkan kinerja belajar dan memori

Pemberian jus daun segar pegagan selama periode Rao et al. 2005
pertumbuhan cepat pada tikus neonatal dapat
meningkatkan kinerja memori

Pemberian ekstrak daun segar pegagan 0,158-0,474 g/kg Rao et al. 2006
bobot badan tikus dapat menstimulus pertumbuhan
dendritik neuronal, sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan dendrit neuronal pada stres dan
neurodegeneratif serta kelainan memori

Pemberian jus daun segar pegagan dapat meningkatkan Rao et al. 2007
arborisasi dendritik di neuron amygdaloid tikus

Pemberian ekstrak pegagan 750 mg per hari selama 2 bulan Wattanathorn et


berpotensi untuk mengurangi kemunduran fungsi kognitif al. 2008
yang berhubungan dengan umur dan ketidakteraturan
suasana hati pada orang tua yang sehat

 Antioksidan
Ekstrak etanol dari semua bagian pegagan memperlihatkan Hamida et al.
aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi dibandingkan 2002
ekstrak air. Bagian akar menunjukkan aktivitas tertinggi
daripada bagian lainnya

Pemberian ekstrak air 100-300 mg/kg bobot badan tikus Veerendra &
dapat meningkatkan kemampuan belajar dan memori serta Gupta 2002
manfaat antioksidan dengan cara mengurangi peroksidasi
lemak dan memperbanyak enzim antioksidan endogenus di
dalam otak

Aksesi pegagan yang berbeda mempunyai aktivitas Zainol et al. 2003


antioksidatif yang berbeda pula. Bagian daun mempunyai
aktivitas antioksidatif yang tinggi, diikuti bagian akar dan
tangkai

Ekstrak air pegagan 200 mg/kg bobot badan tikus efektif Gnanapragasam
menetralkan perubahan enzim mitokhondria dan sistem et al. 2007
pertahanan mitokhondria (mengurangi kardiomiopati
mitokhondria)

Pemberian 5% tepung dan 0,3% ekstrak pegagan dalam Hussin et al.


Indikasi Peneliti
makanan dapat memperbaiki stres oksidatif dengan cara 2007
mengurangi peroksidasi lemak melalui perubahan sistem
pertahanan antioksidan

Ekstrak alkohol pegagan 800 mg/kg bobot badan tikus Shetty et al. 2008
dapat menigkatkan konsentrasi antioksidan, protein dan
lysyl oxidase dan mengurangi peroksidasi lemak

Pegagan
Pegagan merupakan tanaman merambat yang tumbuh di tempat lembab di
India dan negara Asia lainnya (Rao et al. 2007), terutama ditemukan di Asia
bagian selatan (Wang et al. 2005). Ekstrak tanaman pegagan mengandung
beberapa senyawa yang dapat berperan pada fungsi fisiologi dengan cara spesifik
yang dimilikinya (Sharma & Jaimala 2003). Pegagan adalah tanaman obat dari
famili Apiaceae/Umbelliferae (Sharma & Jaimala 2003), dan menurut Babu et al.
(1995), pegagan merupakan salah satu tanaman dari famili Umbelliferae yang
mempunyai manfaat pengobatan yang tinggi. Tanaman obat ini pada umumnya
dikenal sebagai Gotukola dan Marsh Pennywort (AS) (Sharma & Jaimala 2003).

Gambar 1 Tanaman pegagan

Di Thailand, tanaman ini umumnya dikenal sebagai Buabok dan biasanya


diminum sebagai teh atau jus (Farnsworth & Bunyapraphatsara 1992 Dalam
Punturee et al. 2005). Di Indonesia, pegagan banyak dijumpai mulai di dataran
rendah sampai di dataran tinggi, pada lahan terbuka maupun ternaungi dan tanah
basah sampai kering (Widowati et al. 1992). Pegagan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Klas : Dicotyledenae
Sub-Klas : Polypetalae
Series : Calyciflorae
Order : Umbellales
Famili : Umbelliferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Spesies : asiatica
Pegagan telah digunakan berabad-abad sebagai tanaman obat dan
tercantum di dalam Pharmacopoeia Perancis tahun 1884, demikian pula pada
tradisi kuno Chinese Shennong Herbal sekitar 2000 tahun yang lalu, dan juga
pada Indian Ayurvedic Medicine sekitar 3000 tahun yang lalu (Sharma & Jaimala
2003). Menurut Satake et al. (2007) pegagan juga telah digunakan di seluruh
dunia untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Pegagan juga dikenal
sebagai rasayana pada penggunaan Ayurveda sebagai tonikum otak dan
penyembuh luka (Sharma & Jaimala 2003), dan juga pegagan menjadi sangat
penting berdasarkan peran kritisnya pada pencegahan penyakit (Shetty et al.
2008). Manfaat pengobatan dari ekstrak pegagan mungkin berhubungan dengan
keberadaan senyawa fenolik yang dikandungnya (Zainol et al. 2003).

Kandungan Kimia
Ekstrak air pegagan mengandung senyawa asiatikosida, asam asiatik,
triterpines, centoic acid, centellic acid dan esternya. Ekstrak tanaman ini juga
kaya akan vitamin, mineral dan nutrien yang secara umum tidak beracun terhadap
tubuh. Disamping senyawa tersebut, juga banyak dijumpai senyawa lainnya
termasuk asam askorbik (Sharma & Jaimala 2003), dan senyawa pektin yang
mengandung arabinose, rhamnose, galactose, xylose serta galacturonic acid
(Wang et al. 2005), serta sterol bebas (Mangas et al. 2008). Di dalam pegagan
juga ditemukan senyawa flavonoid lainnya seperti castilliferol, castillicetin, dan
isochlorogenic acid (Subban et al. 2008).
Menurut Zhang et al. (2009), selain asiatikosida, pegagan juga
mengandung madekassosida, brahmosida, brahminosida dan thankunisida yang
merupakan komponen utama dari triterpene dalam bentuk saponin triterpenoid.
Diantara senyawa aktif tersebut, asam asiatik merupakan suatu senyawa triterpin
yang digunakan dalam penanganan demensia dan dapat meningkatkan kognisi
(Rao et al. 2005). Asam asiatik tersebut adalah suatu metabolit aktif dari
asiatikosida, dan juga merupakan senyawa ionik (Thongnopnua 2008).
Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa asiatikosida,
madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik disajikan pada Tabel 2 (Aziz et
al. 2007).

Tabel 2 Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa
asiatikosida, madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik

Senyawa aktif Rumus molekul Berat molekul


Asiatikosida C 48 H 78 O 19 958
Madekassosida C 48 H 78 O 20 974
Asam madekassik C 30 H 48 O 6 504
Asam asiatik C 30 H 48 O 5 488
Sumber: (Aziz et al. 2007)

Gambar berikut menjelaskan struktur asiatikosida, madekassosida, asam


madekassik dan asam asiatik (Aziz et al. 2007).

Gambar 2 Struktur dari asiatikosida, madekassosida, asam madekassik, dan asam


asiatik. Asiatikosida (R1 = H; R2 = O-glu-glu-rham), Madekassosida
(R1 = OH; R2 = O-glu-glu-rham), Asam madekassik (R1 = OH; R2 =
OH), Asam asiatik (R1 = H; R2 = OH) (Aziz et al. 2007).

Distribusi senyawa asiatikosida dan madekassosida di dalam bagian organ


spesifik pegagan adalah berbeda, dimana bagian daun mengandung senyawa
tersebut yang lebih tinggi (Aziz et al. 2007). Zainol et al. (2003) juga melaporkan
bahwa ekstrak daun mengandung senyawa fenolik yang tertinggi pada semua
aksesi tanaman pegagan, diikuti oleh akar sementara konsentrasi paling rendah
adalah pada bagian tangkai daun, dengan aktivitas antioksidatif yang serupa.
Sedangkan menurut Kim et al. (2007), asiatikosida dan madekassosida dihasilkan
dalam jumlah yang sedikit di dalam bagian akar (Tabel 3).

Tabel 3 Kandungan asiatikosida dan persentase distribusi dari setiap jaringan


dari keseluruhan bagian tanaman pegagan

Asiatikosida
Jaringan
Kandungan (mg/g BK) Distribusi (%)
Daun 9,56 + 0,91 82,6
Tangkai daun 1,85 + 0,07 15,9
Akar 0,17 + 0,01 1,5
Node ND 0
Keseluruhan tanaman 4,32 + 0,35
Sumber: Kim et al. (2007). BK = Berat Kering, ND = Tidak ada data

Pegagan dari dua fenotip yang berbeda memperlihatkan perbedaan pada


kandungan asiatikosida dan madekassosida. Pada phenotype-Smoot kandungan
asiatikosida dan madekassosida lebih tinggi dibandingkan dengan phenotype-
Fringed. Kandungan asiatikosida dan madekassosida pada tanaman yang
diregenerasi bervariasi sesuai dengan medium regenerasi yang digunakan.
Kandungan rata-rata dari kedua senyawa tersebut paling banyak dijumpai di
dalam daun (Aziz et al. 2007). Variasi kandungan kimia juga dijumpai di antara
populasi pegagan (Zhang et al. 2009).
Peningkatan senyawa target yang dihasilkan pada pegagan dapat dilakukan
dengan suatu protokol transformasi genetik yang efisien menggunakan strain
R1000 dari Agrobacterium rhizogenes yang mengandung encoding
pCAMBIA1302 gen hygromycin phosphotransferase (hpt) dan green fluorescence
protein (mgfp5) (Kim et al. 2007). Kandungan senyawa aktif tersebut juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana kondisi lingkungan harus optimal
untuk memaksimalkan sintesa senyawa aktif tersebut. Variasi kandungan
asiatikosida di dalam pegagan juga berhubungan dengan asal tanaman. Tanaman
yang diperoleh dari ketinggian 609 m di atas permukaan laut mengandung 0,11 %
asiatikosida per daun kering, sedangkan yang diperoleh dari ketinggian yang lebih
rendah yaitu 5 m di atas permukaan laut mengandung hampir setengah nilai
tersebut (Aziz et al. 2007).
Jalur biosintesis senyawa asiatikosida dan madekassosida masih belum
diketahui secara pasti (Aziz et al. 2007), namun diduga bahwa sintesis
asiatikosida adalah melalui jalur squalene (Gambar 3).

Gambar 3 Jalur biosintesis asiatikosida di dalam tanaman pegagan. HMGCoA


(3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A), MVA (mevalonic acid),
IPP (isopentenyl diphosphate), DMAPP (dimethylallyl diphosphate),
FPP (farnesyl diphosphate), CYS (cycloartenol synthase), bAS (β-
amyrin synthase), LUS (lupeol synthase) (Aziz et al. 2007).

Manfaat Pegagan

Antibakteri, Antisestoda dan Larvisidal


Pemanfaatan pegagan sebagai phytochemical telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti. Dinyatakan bahwa pegagan dapat bertindak sebagai alternatif
yang tepat untuk insektisida sintetis pada masa mendatang karena relatif aman,
tidak mahal, dan banyak tersedia di banyak area (Rajkumar & Jebanesan 2005).
Ekstrak kasar pegagan, terutama sekali yang diekstrak dengan air, mempunyai
efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Taemchuay et al. 2008),
antisestoda (Temjenmongla & Yadav 2005), larvisida dan menghambat
munculnya Culex quinquefasciatus serta dapat digunakan secara langsung dalam
volume yang kecil di habitat air atau pada tempat pembiakan ukuran terbatas di
sekitar manusia (Rajkumar & Jebanesan 2005). Aktivitas biologis dari ekstrak
tanaman ini berhubungan dengan senyawa phenol, terpenoid, dan alkaloid yang
ada di dalam tanaman tersebut. Senyawa ini secara bersama-sama atau secara
terpisah berperan untuk menghasilkan aktivitas larvisidal dan menghambat
munculnya nyamuk dewasa Culex quinquefasciatus. Ekstrak ini dapat digunakan
untuk mengontrol larva Culex quinquefasciatus pada cakupan temperatur yang
luas (Rajkumar & Jebanesan 2005).
Ekstrak daun pegagan dapat menyebabkan kematian larva Culex
quinquefasciatus pada semua temperature yang diuji. Pada 24 jam, LC 50 (Lethal
Concentration) adalah 1,12 ppm pada 31°C dan nilai LC 50 meningkat mencapai
6,84 ppm dengan menurunnya temperatur menjadi 19°C (Tabel 4) (Rajkumar &
Jebanesan 2005).

Tabel 4 Aktivitas larvisidal dari ekstrak daun pegagan terhadap Culex


quinquefasciatus pada lima temperatur yang berbeda.

Temperatur LC 50 95% Confidence LC 90 95% Confidence


(oC) (ppm) limit (ppm) (ppm) limit (ppm)
19 6,84+1,32a 4,85-8,79 9,12+2,12a 5,92-12,57
22 5,64+1,57b 3,78-7,56 8,32+1,82b 4,98-11,39
25 3,92+1,23c 2,22-4,82 6,78+1,47c 4,06-8,71
28 2,79+1,43d 1,37-3,57 5,28+1,43d 3,32-7,19
31 1,12+1,23e 0,22-2,08 3,63+1,57e 2,68-4,52

Sumber: Rajkumar & Jebanesan (2005). Nilai dalam kolom dengan superscript
yang berbeda adalah perbedaan signifikan pada tingkat P<0,05
(DMRT test).

Anti-inflamasi dan Antinosiseptif


Ekstrak air pegagan memperlihatkan aktivitas antinosiseptif. Aktivitas
antinosiseptif tersebut sama dengan aspirin tetapi tidak lebih kuat dibandingkan
dengan morfin. Ekstrak pegagan juga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori.
Efek antiinflamatori tersebut sama dengan asam mefenamat yaitu sejenis obat
antiinflamatori non-steroid. Pemberian ekstrak pegagan 2 mg/kg menunjukkan
aktivitas antiinflamatori dan pemberian dengan dosis yang lebih besar
memberikan aktivitas yang lebih efektif dari asam mefenamat. Penemuan ini
memberikan alasan penggunaan secara tradisional dari tanaman ini pada
penanganan peradangan atau rheumatik (Somchit et al. 2004).
Aktivitas Antioksidan
Aktivitas antioksidan dari suatu tanaman sangat ditentukan oleh
kandungan senyawa aktif yang dijumpai di dalam tanaman tersebut. Dilaporkan
bahwa antioksidan alami dari tanaman memperkuat pertahanan antioksidan
endogenus dari kerusakan reactive oxygen species (ROS) dan membangun
kembali keseimbangan optimal dengan cara menetralkan reactive species (Shetty
et al. 2008) juga dapat memberikan perlindungan dari kerusakan oksidatif (Hussin
et al. 2007).
Ekstrak air dari keseluruhan tanaman pegagan mempunyai dua efek yaitu
untuk meningkatkan kemampuan belajar dan memori serta sebagai antioksidan
dengan cara mengurangi peroksidasi lemak serta memperbanyak enzim
antioksidan endogenus di dalam otak (Veerendra & Gupta 2002). Laporan
lainnya menyebutkan bahwa pemberian ekstrak pegagan dapat meningkatkan
konsentrasi antioksidan, protein dan lysyl oxidase serta mengurangi kadar lipid
peroksidasi (Shetty et al. 2008). Efek ini kemungkinan berhubungan dengan
kehadiran senyawa flavonoid, quersetin, katekhin dan rutin, yang diketahui adalah
sebagai antioksidan yang kuat (Hussin et al. 2007).
Aktivitas enzim penanda kardiak (laktat dehydrogenase, kreatin
fosfokinase, amino transferase), enzim siklus TCA (isositrat dehydrogenase, α-
ketoglutarat dehydrogenase, malat dehydrogenase), enzim penanda respirasi
(NADH-dehydrogenase, sytochrom-C-oksidase), dan enzim antioksidan
mitokhondria (glutathion peroksidase, glutathione, superokside dismutase,
katalase) pada tikus yang diinduksi dengan adriamycin dapat diturunkan dan
tingkat peroksidasi lemak dapat ditingkatkan dengan pemberian pegagan.
Aktivitas protektif dari pegagan terhadap kardiotoksisitas menunjukkan bahwa
efek protektif ini merupakan efek yang utama dari manfaat antioksidannya
(Gnanapragasam et al. 2007).
Data ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air pegagan sebanyak 200
mg/kg bobot badan secara oral, efektif menetralkan perubahan pada enzim
mitokhondria dan sistem pertahanan mitokhondria. Dilaporkan juga bahwa
ekstrak air dari pegagan tidak hanya memiliki keuntungan antioksidan tetapi juga
mengurangi tingkat kerusakan mitokhondria. Manfaat dari pegagan tersebut
menawarkan sesuatu yang penting untuk mengurangi kardiomiopati mitokhondria
yang merupakan faktor pembatas dalam terapi antineoplastik (Gnanapragasam et
al. 2007).
Pegagan juga mempunyai efek stimulatori terhadap antioksidan seluler
serta sistem kekebalan yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk penggunaan
profilaktik terhadap sejumlah penyakit pada manusia seperti penyakit
kardiovaskuler dan kelainan yang berhubungan dengan stres (Shetty et al. 2008).
Veerendra & Gupta (2002) melaporkan bahwa diantara dosis ekstrak air
yang diuji terhadap parameter stres oksidatif, hanya dosis 200 dan 300 mg/kg
menunjukkan penurunan malondialdehyde (MDA) pada otak dengan
meningkatkan simultan pada level glutathione. Kadar MDA yang rendah pada
tikus yang diberi ekstrak dan tepung pegagan juga dilaporkan oleh Hussin et al.
(2007), yang mengindikasikan telah terjadi pengurangan peroksidasi lemak pada
tikus tersebut. Pengurangan produksi MDA tersebut menunjukan terjadinya
hambatan peroksidasi lemak. Pengurangan MDA membuktikan bahwa pegagan
mempunyai aktivitas antioksidasi yang baik sekali (Hussin et al. 2007).
Pemberian 300 mg/kg bobot badan ekstrak air pegagan dapat memberikan
peningkatan level katalase tetapi tidak ada perubahan pada level superoxide
dismutase (SOD) (Veerendra & Gupta 2002), sedangkan pada laporan lainnya
menyebutkan bahwa pemberian pegagan dapat mengurangi aktivitas superoxide
dismutase pada minggu ke 25 (Hussin et al. 2007). Peningkatan aktivitas katalase
adalah sebagai respon terhadap akumulasi H 2 O 2 , sedangkan penurunan aktivitas
superoxide dismutase kemungkinan karena kemampuan senyawa antioksidan
yang terdapat di dalam pegagan (Hussin et al. 2007). Penurunan aktivitas
superoxide dismutase pada tikus yang disupplementasi dengan pegagan
menunjukkan kebutuhan yang lebih rendah akan enzim dan ini mengindikasikan
efek protektif dari tanaman ini dalam serangan stres oksidatif (Hussin et al. 2007).
Pemberian 100 mg/kg bobot badan, tidak memberikan perubahan pada parameter
antioksidan kecuali terhadap level glutathione (Veerendra & Gupta 2002).
Laporan lainnya menyebutkan bahwa ekstrak etanol dari semua bagian
pegagan memperlihatkan aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air, sementara pegagan yang diekstrak dengan light petroleum
ether menunjukkan aktivitas yang lebih rendah (Hamida et al. 2002).
Aktivitas antioksidatif juga ditentukan oleh jenis aksesi (Zainol et al.
2003). Selain aksesi, bagian yang berbeda dari pegagan (daun, tangkai daun, dan
akar) juga memperlihatkan aktivitas antioksidatif yang berbeda pula (Hamida et
al. 2002). Bagian daun dari pegagan mempunyai aktivitas antioksidatif yang
tinggi, diikuti bagian akar dan tangkai daun (Zainol et al. 2003), sedangkan
Hamida et al. (2002) melaporkan bahwa bagian akar menunjukkan aktivitas
antioksidatif tertinggi daripada bagian lainnya. Perbedaan aktivitas antioksidatif
dari bagian yang berbeda dari pegagan mungkin saja sehubungan dengan reduksi
hidroperoksida, inaktivasi radikal bebas, selasi dari ion logam atau kombinasi
daripadanya (Zainol et al. 2003).
Perbedaan aktivitas antioksidatif juga ditentukan oleh beberapa faktor
lainnya seperti mekanisme yang berbeda dari metoda yang berbeda, struktur dari
senyawa fenolik yang berbeda, dan mungkin juga sehubungan dengan efek
sinergistik dari senyawa yang berbeda. Faktor lainnya yang menentukan aktivitas
antioksidatif potensial dari senyawa fenolik adalah stabilitas dari bentuk radikal
aroxy dalam struktur dari senyawa itu sendiri (Zainol et al. 2003).
Mekanisme, demikian pula senyawa spesifik yang bertanggungjawab
terhadap manfaat oksidatif yang diamati dari pegagan masih belum jelas. Diduga
bahwa terdapat hubungan yang kuat antara aktivitas antioksidatif dan senyawa
fenolik, sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa fenolik tersebut mungkin
bertanggungjawab terhadap aktivitas antioksidatif dari pegagan. Walaupun
senyawa fenolik tersebut mempunyai kontribusi utama terhadap aktivitas
antioksidatif pada pegagan, namun ciri-ciri dari senyawa tersebut masih belum
diketahui (Zainol et al. 2003).

Antiproliferatif
Dilaporkan bahwa telah diperoleh 10 senyawa antiproliferatif dari ekstrak
pegagan dari bagian aerialnya. Sepuluh senyawa antiproliferatif tersebut adalah
11,12-dehydroursolic acid lactone, asam ursolik, asam pomolik, 2α ,3α-
dihydroxyurs-12-en-28-oic acid, 3-epimaslinic acid, asam asiatik, asam korosolik,
8-acetoxy-1,9-pentadecadiene-4,6-diyn-3-ol, β-sitosterol 3-O-β-glucopyranoside,
dan asam rosmarinik (Yoshida et al. 2005).

Antithrombotik
Pegagan adalah tanaman obat yang juga bermanfaat untuk pencegahan
penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi, kardiopati dan
apopleksia serebral yang disebabkan oleh pengapuran pembuluh darah
(arteriosclerosis). Efek dari pemberian kronis yaitu dengan frekuensi pemberian
dua kali sehari untuk 14 hari terhadap hambatan kereaktivan platelet dan
koagulasi dinamis dapat memicu sirkulasi darah untuk menghilangkan stasis
darah. Fase larutan EtOAc dari ekstrak MeOH memperlihatkan aktivitas
hambatan yang paling kuat untuk menghambat kereaktifan platelet dan koagulasi
dinamis, sedangkan fase larutan n-BuOH juga memperlihatkan hambatan
kereaktifan platelet tetapi tidak mempengaruhi koagulasi dinamis (Satake et al.
2007).
Senyawa 3,5-di-O-caffeoylquinic acid menunjukkan kemampuan untuk
menghambat aktivasi platelet (anti-thrombotic) dan hambatan koagulasi dinamis,
sehingga mendukung fakta bahwa senyawa ini mempunyai efek antihipertensi.
Komponen aktif lainnya seperti asiatikosida yang merupakan saponin utama dari
tanaman ini, tidak menghambat kereaktifan platelet dan koagulasi dinamis,
demikian juga dengan senyawa 1,5-disubstituted isomer dan flavonoid. Efek
hambatan terhadap reaksi platelet dan koagulasi dinamis menunjukkan aktivitas
yang maksimum pada konsentrasi 0,4 mg/kg bobot badan, dan menurun pada
konsentrasi 4 mg/kg bobot badan serta 0,2 mg/kg bobot badan (Satake et al.
2007).

Sitotoksisitas
Manfaat pegagan terhadap anti tumor masih belum konsisten. Terdapat
laporan yang mengatakan bahwa ekstrak etanol pegagan tidak menunjukkan
aktivitas sitotoksik (Padmaja et al. 2002) sedangkan pada laporan lainnya
dinyatakan bahwa pegagan mempunyai efek sitotoksisitas (Babu et al. 1995).
Pegagan memberikan manfaat sitotoksik dan anti-tumor yang potensial (Babu et
al. 1995). Aktivitas kemopreventif atau antikanser tersebut mungkin diperoleh
melalui aktivitas imunostimulasi (Punturee et al. 2005). Stimulasi sistem
kekebalan ini secara langsung menyebabkan sitotoksik terhadap sel tumor serta
diyakini bahwa ekstrak kasar dan fraksi yang dipurifikasi mempunyai tingkat
keracunan selektif terhadap sel tumor (Babu et al. 1995).
Di samping sitotoksik langsung terhadap sel-sel tumor, pegagan dapat
mencegah karsinogenesis dengan cara memodulasi respon imun. Dilaporkan juga
bahwa ekstrak air pegagan mendesak aktivitas imunostimulasi terhadap proliferasi
mitogenstimulasi dari human peripheral blood mononuclear cells (PBMCs).
Ekstrak air pegagan juga meningkatkan produksi IL-2 dan TNF-α pada human
PBMCs (Punturee et al. 2005).
Penelitian secara in vivo, menunjukkan bahwa tikus yang diberi ekstrak air
pegagan (100 mg/kg bobot badan) menunjukkan respon yang lebih tinggi terhadap
antibodi primer dan sekunder. Berbeda dengan ekstrak air, ekstrak etanol pegagan
menunjukkan aktivitas imunosupresif. Hal itu ditandai dengan pengurangan
proliferasi mitogen-stimulated human PBMCs dan produksi IL-2 serta TNF-α.
Produksi TNF-α yang berlebihan berhubungan dengan berbagai penyakit
termasuk penyakit infeksi, penyakit autoimun dan kanker. Dengan demikian,
hambatan produksi TNF-α oleh ekstrak etanol dari pegagan mungkin saja penting.
Walaupun, mekanisme yang tepat dari efek ini tidak jelas, namun mekanisme
tersebut mungkin saja dimediasi oleh interaksi antara komponen aktif dari ekstrak
dan sel molekul atau faktor-faktor pertumbuhan yang terlibat dalam aktivasi
mitogen. Kemungkinan aktivitas yang lain adalah mungkin saja interferensi
dengan sel signaling (Punturee et al. 2005).
Berbeda dengan pengujian secara in vivo, pengujian sitotoksisitas secara in
vitro menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan fraksi yang dipurifikasi
menunjukkan efek sitotoksisitas terhadap berbagai cell line yang
ditransformasikan, demikian juga aktivitas terhadap sel fibroblast. Efek
sitotoksisitas terhadap multiplikasi sel mouse lung fibroblast (L-929) secara in
vitro dari ekstrak metanol pegagan dan fraksi aseton dari kolom khromatografi
memberikan hasil yang bermanfaat pada konsentrasi 100 µg/mL. Demikian juga
dengan pemberian secara oral dari ekstrak metanol pegagan dan fraksi aseton
dapat memperlambat perkembangan tumor solid dan tumor asites. Konsentrasi
ekstrak etanol yang diperlukan untuk menghasilkan 50% kematian sel adalah 62
µg/mL untuk EAC (Ehrlich ascites tumour cells) dan 75 µg/mL untuk DLA
(Dalton’s lymphoma ascites tumour cells) dan untuk fraksi yang dipurifikasi
adalah 17 µg/mL untuk EAC dan 22 µg/mL untuk DLA (Babu et al. 1995).
Pemberian ekstrak kasar dan fraksi yang dipurifikasi dapat mengurangi
perkembangan murine solid tumour. Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa
fluorescent juga menghambat proliferasi sel L-929 di dalam kultur pada
konsentrasi 8 dan 3,5 µg/mL. Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa fluorescent
menghambat sintesa DNA dengan pengurangan produksi (3H)-thymidine dan
tidak mempunyai peran terhadap hambatan sintesa protein dan sintesa RNA.
Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa fluorescent kurang menyebabkan
peningkatan (3H)-leucin dan (3H)-uridine, mungkin karena terjadi peningkatan
transkripsi dan translasi sel tumor selama kematian sel (Babu et al. 1995).

Pangan Fungsional
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa pegagan mengandung berbagai macam
zat gizi dan juga dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan maka pegagan
dapat dikatagorikan sebagai nutraceutical dan pangan fungsional karena telah
terbukti dapat mengobati dan mencegah terjadinya penyakit disamping sebagai
gizi dasar. Terdapat beberapa definisi tentang pangan fungsional yang
dikeluarkan oleh lembaga Internasional. Menurut International Food Information
Council (IFIC), pangan fungsional adalah makanan atau komponen makanan yang
dapat memberikan manfaat kesehatan di luar gizi dasar. International Life
Sciences Institute of North America (ILSI), mendefinisikan pangan fungsional
adalah pangan yang secara fisiologis komponen bahan aktifnya memberikan
manfaat kesehatan di luar gizi dasar. Health Canada mendefinisikan bahwa
pangan fungsional adalah makanan yang mirip dalam hal tampilannya dengan
makanan konvensional, dikonsumsi sebagai bagian dari diet biasa, dengan
manfaat fisiologis mengurangi risiko penyakit kronis diluar fungsi gizi dasar.
Nutrition Business Journal mengklasifikasikan pangan fungsional sebagai
makanan yang diperkaya dengan bahan-bahan tambahan atau konsentrat yang
dapat meningkatkan kesehatan atau kinerja. Pangan fungsional termasuk sereal
yang diperkaya, roti, minuman olahraga, makanan ringan fortifikasi, makanan
bayi, makanan siap saji, dan banyak lagi yang lainnya (Wildman & Kelley, 2007).
Tren terbaru dalam pemasaran pangan fungsional menunjukkan bahwa
beberapa manfaat produk menjadi hal yang paling umum yang ditawarkan oleh
produsen kepada konsumen. Ketertarikan konsumen untuk mengkonsumsi
pangan fungsional untuk tujuan kesehatan tidak lepas dari bukti ilmiah dari
khasiat pangan fungsional, penetahuan gizi, promosi dan penawaran produk yang
lebih beragam untuk dijual. Konsumen cenderung akan merespon dengan
berbagai latar belakang misalnya kondisi kesehatan dan tingkat pengetahuan.
Teratanavat & Hooker (2006) melaporkan bahwa manfaat kesehatan dan
kealamihan produk pangan fungsional lebih dipilih oleh konsumen, namun
preferensi tersebut tergantung pada tingkat pendidikan individu, pendapatan, dan
perilaku pembelian makanan. Berdasarkan bentuk produk pangan fungsional, zat
gizi alami lebih disukai oleh konsumen daripada produk fortifikasi.
Produk pangan fungsional yang diterima oleh konsumen biasanya
melibatkan beberapa tahap yang berbeda dari suatu konsep untuk pelaksanaan
pasar yang berhasil. Dimulai dengan menterjemahkan konsep penting menjadi
prototipe yang diterima dan bermanfaat. Prototipe tersebut kemudian
memerlukan penilaian untuk efikasi dan pengujian keamanan melalui hewan coba
dan manusia. Publikasi data efikasi dan keamanan pangan merupakan tahap akhir
dari suatu proses pengembangan pangan fungsional (Jones & Jew 2007).
Pengembangan dan pemasaran produk pangan fungsional agak rumit, mahal dan
berisiko. Selain hambatan teknologi, aspek legislatif, serta tuntutan konsumen
perlu dipertimbangkan ketika mengembangkan pangan fungsional. Penerimaan
konsumen adalah faktor kunci untuk sukses dalam bernegosiasi peluang pasar
(Siró et al. 2008).

Otak dan Hipokampus


Otak adalah pusat dari sistem saraf pada semua hewan vertebrata, dan
merupakan organ yang paling kompleks dari tubuh. Secara visual, bagian dalam
otak terdiri dari daerah yang warna gelap (grey matter) yang dipisahkan oleh
warna lebih terang (white matter). Otak dari semua spesies terutama terdiri dari
dua jenis sel yaitu sel neuron dan sel glial. Sel glial juga dikenal sebagai glia atau
neuroglia ada beberapa jenis, dan melakukan sejumlah fungsi penting, namun
neuron biasanya dianggap sebagai sel yang paling penting di otak. Jumlah sel
neuron dan sel glial pada pria lebih banyak 24% dari wanita. Pada wanita jumlah
keseluruhan neuron neokorteks dan sel glial adalah 49,3 miliar dan pada pria 65,2
miliar (Pelvig 2008).
Neuron memiliki manfaat yang unik karena mampu mengirim sinyal ke sel target
yang jauh sekalipun. Neuron berkomunikasi dengan neuron lainnya melalui
serabut protoplasma panjang yang disebut akson yang membawa potensial aksi ke
bagian yang jauh dari otak atau tubuh. Neuron menghasilkan sinyal listrik yang
berjalan di sepanjang akson. Ketika sinyal listrik mencapai persimpangan
(sinaps), mengakibatkan neurotransmiter dilepaskan dan mengikat pada reseptor
pada sel lain dan dengan demikian mengubah aktivitas listriknya. Sinaps
merupakan elemen fungsional utama dari otak.

Sumber: www.loni.ucla.edu/data/rat/ Sumber: synapses.bu.edu/anatomy/hippo/hippo2.stm


Gambar 4 Anatomi otak pada posisi pandangan coronal. Inside adalah bagian
hipokampus yang dibagi menjadi subdevisi CA1, CA2 dan CA3 (CA
= Cornu Ammonis)

Fungsi penting dari otak adalah membangun komunikasi sel ke sel, dan
sinaps merupakan titik dimana komunikasi terjadi. Fungsi otak sangat tergantung
pada kemampuan neuron untuk mengirim sinyal elektrokimia ke sel lain, dan
kemampuan sel neuron untuk merespon dengan tepat terhadap sinyal-sinyal
elektrokimia yang diterima dari sel lain. Sifat listrik dari neuron dikendalikan
oleh berbagai proses biokimia dan metabolik, terutama interaksi antara
neurotransmiter dan reseptor yang terjadi pada sinaps. Jaringan otak memerlukan
sejumlah besar energi dan tergantung pada volume otak. Sebagian besar spesies
vertebrata memerlukan antara 2-8% metabolisme basal ke otak dan pada manusia
meningkat hingga 20-25%.

Gambar 5 Struktur sel neuron (http://en.wikipedia.org/wiki/File: Chemical_


synapse_schema_cropped.jpg

Hipokampus adalah komponen utama dari otak manusia dan vertebrata


lainnya. Hipokampus mempunyai sistem limbik dan memainkan peran penting
dalam konsolidasi informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka
panjang dan navigasi spasial. Manusia dan mamalia lainnya memiliki dua
hipokampus, satu di setiap sisi otak. Hipokampus sangat erat kaitannya dengan
korteks serebral, dan pada primata terletak di lobus temporal medial, di bawah
permukaan kortikal. Hipokampus terdiri dari dua bagian utama yaitu Ammon's
horn dan dentate gyrus, yang pada awalnya digambarkan sebagai pes hippocampi
major dan pes hippocampi minor. Kerusakan pada hipokampus juga bisa terjadi
akibat kekurangan oksigen (hipoksia), ensefalitis, atau epilepsi lobus temporal
medial. Orang yang mengalami kerusakan hipokampus bilateral akan mengalami
anterograde amnesia yaitu ketidakmampuan untuk membentuk atau
mempertahankan memori baru. Pada hewan pengerat, hipokampus telah
dipelajari secara ekstensif sebagai bagian dari sistem otak yang bertanggung
jawab untuk memori spasial dan navigasi. Oleh karena berbagai jenis sel saraf
yang tersusun rapi di dalam lapisan di hipokampus, sehingga sering digunakan
sebagai model untuk mempelajari neurofisiologi.
Secara historis, pada awalnya diduga bahwa hipokampus berfungsi dalam
sistem penciuman, namun hanya sedikit orang yang percaya bahwa penciuman
adalah fungsi utamanya. Saat ini sudah ada kesepakatan umum bahwa
hipokampus memainkan peran penting dalam memori, namun sifat yang tepat dari
peran ini masih banyak diperdebatkan. Peran hipokampus dalam fungsi kognitif
dipopulerkan oleh O'Keefe dan muridnya Dostrovsky pada tahun 1971 yang
menemukan neuron di hipokampus tikus yang menjelaskan tentang aktivitas tikus
dalam lingkungannya. Selanjutnya pada tahun 1978 O'Keefe & Lynn Nadel
menyusun buku yang diberi judul The Hipokampus as a Cognitive Map.
Sel di hipokampus yang bertanggung jawab dalam memberi respon adalah
sel pyramidal dan sel granula di dentate gyrus yang terdapat di hipokampus
lapisan padat. Tipe sel neuronal utama dari hipokampus adalah sel piramidal.
Walaupun neuron piramidal sebagian besar neuron pada CA3, namun ada juga
kelompok dari interneuron yang heterogen. Pada tingkat dorsal, sel-sel kecil
(dengan ukuran diameter soma ~300 µm2 atau 20 µm) terletak di dalam otot
dentate gyrus dan mempunyai total panjang dendritik 8–11 mm. Sel-sel besar
(dengan ukuran diameter soma ~700 µm2 atau 30 µm), terletak di bidang distal,
mempunyai total panjang dendritik 16–19 mm. Total panjang dendritik tidak
berhubungan dengan panjang aksonal karena sel piramidal di bagian proksimal
dari CA3, dengan keseluruhan poros tempat dendritik yang paling pendek,
mempunyai pohon aksonal yang paling besar (Witter 2007). Stres sosial yang
kronis mendorong penurunan jumlah titik percabangan dan total panjang dendritik
di pohon dendritik apikal dari neuron CA3 piramidal (Mckittrick et al. 2000).
Banyak sel piramidal ventral mempunyai pohon dendritik yang besar juga
cenderung mempunyai pohon aksonal yang lebih besar dibandingkan dengan yang
di posisi dorsal. Distribusi dari pohon dendritik sel CA3 piramidal lebih lanjut
bervariasi tergantung pada dimana badan sel terletak sepanjang poros melintang
(Witter 2007).
Secara bilateral ukuran soma CA3 secara positif berhubungan dengan
umur. Somata CA3 lebih kecil dibandingkan dengan somata CA2. Variabilitas
pada bentuk soma atau ukuran meningkat dengan bertambahnya umur di kedua
sub bidang, sementara variabilitas pada orientasi soma kurang berhubungan
dengan pertumbuhan otak. Di awal perkembangan terdapat persamaan dalam pola
pertumbuhan hemisfer di CA3 dan CA2. Somata CA2 adalah 34% dan 32% lebih
besar dari somata CA3 di sisi kiri dan kanan. Secara bilateral, ukuran soma
meningkat secara linear dengan pertumbuhan otak. Demikian juga variabilitas
ukuran soma meningkat secara sistematis ketika otak bertumbuh. Di sisi lain,
secara bilateral variabilitas dalam orientasi soma kurang berhubungan dengan
berat otak, dan secara konsisten ke arah negatif. Korelasi antara kepadatan
neuronal dan berat otak mengungkapkan satu pola konsisten yang kuat di kedua
sub bidang. Hubungan yang kuat antara ukuran soma dan kepadatan hanya
ditemukan pada CA3 kanan. Pola pertumbuhan yang serupa diamati di dua sisi
berkenaan dengan ukuran soma dan variabilitas dari ukuran, bentuk, dan orientasi.
Ketika neuron pada sub bidang hipokampus ini tumbuh lebih besar, kepadatan
merosot, yang menunjukkan kematangan dari neuron. Rendahnya nilai korelasi
mengisyaratkan laju maturasi neuronal lambat. Secara bilateral, ukuran neuron
dan perbedaan bentuk meningkat dengan berat otak (umur), sedangkan
keteraturan di dalam orientasi neuronal adalah sama (Zaidel 1999).
Neuron pada CA3, baik sel piramidal demikian pula interneuron,
menerima input masif dari sel granul di dentate gyrus, yang disebut sistem serat
mossy. Secara proksimal di dalam CA3, serat mossy didistribusikan ke superfisial
lapisan sel piramidal. Bagian distal dari CA3 menerima input serat mossy secara
preferensial dari sel granul pada blade tertutup dari dentate gyrus. Permulaan
input dari bagian berbeda dari dentate gyrus dapat juga menggunakan pengaruh
yang berbeda sepanjang pohon dendritik dari CA3 piramidal individual demikian
pula dapat secara selektif menginervasi kelompok tertentu dari neuron CA3. Pada
kebanyakan ujung distal dari bagian dorsal dari CA3, populasi sel CA3 piramidal
sebagian besar mengintegrasikan input dari keseluruhan dorsal ujung dentate
gyrus, fitur itu tidak ada pada level proksimal dan pertengahan transversal
demikian pula pada level CA3 ventral. Dalam hal keterkaitan fungsional, peran
CA3 di luar jejaring yang autoasosiatif menyediakan input ke CA1. Di bagian
distal CA3, dan lebih khususnya pada level dorsal, neuron CA3 individual
menerima input serat mossy yang berasal dari bagian dorsal yang tersebar luas ke
lokasi neuron penerima. Dengan demikian distal CA3 neuron ini
mengintegrasikan output dari bagian yang cukup besar dari dentate gyrus. Bagian
proksimal dari CA3 mungkin saja secara fungsional berbeda dari bagian distal.
Distribusi transversal dari input serat mossy infrapiramidal dapat berubah
tergantung pada pengalaman behavioral (Witter 2007).
Restrukturisasi morfologis dari pohon dendrit sel CA3 piramidal mungkin
saja bagian dari respon adaptip normal terhadap stres, dari langkah pertama dalam
kaskade yang mendorong ke arah kematian sel pyramidal. Beberapa observasi
mendukung hipotesis bahwa remodeling dendritik tidak perlu merepresentasikan
suatu respon mengenai patologis terhadap stres. Penyusutan pohon dendritik
dengan stres berpotensi memberikan fungsi adaptip dengan cara membatasi input
ke neuron CA3 piramidal, dengan demikian penyaringan informasi ekstraneous
keluar selama waktu stress. Penyusunan kembali vesikel kecil dekat zona aktif
sinaptik adalah disertai dengan hipertropi mitokhondrial, menegaskan bahwa,
setelah stres kronis, terminal serat mossy meningkatkan output eksitatori.
Beberapa kemungkinan manfaat dari remodeling dapat terjadi bersama dengan
pengurangan yang kecil pada spasial learning (Mckittrick et al. 2000).

Kognitif
Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kemampuan
berfikir erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan seseorang untuk
berfikir dipengaruhi oleh keadaan otak.
Hampir semua makhluk mampu memodifikasi perilakunya sebagai hasil
dari pengalaman. Perilaku didorong oleh aktivitas otak, sehingga perubahan
perilaku juga diikuti dengan perubahan dalam otak. Hipokampus dan korteks
serebral sangat berperan pada fungsi tersebut. Pada proses otak menjadi tua
terjadi perubahan anatomi sel-sel neuron atau sel-sel otak, dan jumlah sel neuron
mengalami penurunan di berbagai bagian otak. Di bagian hipokampus yang
merupakan pusat pantauan memori juga terjadi penurunan jumlah sel neuron
dalam jumlah besar. Tulving & Markowitsch (1998) melaporkan bahwa
hipokampus sangat berperan pada kemampuan memori seseorang. Orang yang
mengalami kerusakan pada hipokampus dapat menimbulkan gangguan pada
memori episodik yaitu ketidakmampuan untuk mengingat rincian peristiwa
tertentu.
Secara klinis, pada orang usia lanjut kemunduran fungsi memori
digolongkan ke dalam gangguan memori fisiologis dan gangguan memori
patologis yang disebabkan oleh penyakit otak misalnya Alzheimer (Sidiarto &
Kusumoputro 2003). Dilaporkan juga bahwa penuaan yang normal juga akan
memberi perubahan pada struktur hipokampus dan biokimia hipokampus (Driscoll
et al. 2003). Dengan demikian, kelainan pada fungsi otak akan berpengaruh
secara langsung kepada fungsi kognitif seseorang.
Perkembangan ilmu pengetahuan tentang mekanisme kerja otak saat ini
mengalami lompatan yang luar biasa, dan hasil penelitian yang telah diperoleh
saat ini sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia dan juga dapat dijadikan
sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kemampuan
fungsi kognitif (Sidiarto & Kusumoputro 2003). Dengan demikian, memahami
mekanisme kerja otak akan memudahkan untuk memahami bagian-bagian
fungsinya serta cara penanggulangannya apabila terjadi gangguan dan menjadi
dasar dalam penerapan penanggulangan kemampuan kognitif (Sidiarto &
Kusumoputro 2003) dan peningkatan fungsi kognitif.
35

KERANGKA PEMIKIRAN
Kemampuan fungsi kognitif sangat dipengaruhi oleh keadaan otak.
Asupan zat gizi yang baik dan berimbang selama masa kehamilan sampai dengan
usia periode emas, sangat membantu untuk mengoptimalkan fungsi kognitif.
Apabila pada periode tersebut kecukupan zat gizi tidak terpenuhi maka fungsi
kognitif tidak dapat dicapai secara maksimal. Penyakit atau kelainan
pengembangan kemampuan kognitif baik karena perolehan atau karena faktor
lingkungan, atau karena faktor bertambahnya usia juga merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya penurunan fungsi kognitif.
Pada kondisi normal, fungsi kognitif dapat dioptimalkan dengan
mengkonsumsi pangan fungsional yang bermanfaat terhadap fungsi kognitif
secara tepat disamping mengkonsumsi zat gizi lainnya secara berimbang dan
menerapkan pola hidup sehat. Demikian juga pada kondisi dimana fungsi kognitif
tidak dicapai secara maksimal, pemberian pangan fungsional juga dapat
membantu memperbaiki fungsi kognitif.
Kemunduran fungsi kognitif dapat dicegah atau diatasi dengan cara
pendekatan medis moderen atau pendekatan gizi terutama penggunaan pangan
fungsional. Penanganan dengan cara pendekatan medis moderen biasanya
terdapat beberapa hambatan, diantaranya belum ada teknologi yang benar-benar
sesuai, memerlukan biaya yang cukup mahal, tingkat keamanannya rendah, dan
efektifitasnya masih dipertanyakan. Pendekatan dengan cara gizi terutama dengan
menggunakan pangan fungsional memberikan beberapa keuntungan diantaranya
tidak memerlukan biaya yang tinggi, tingkat keamanan yang tinggi dan dapat
diaplikasi secara langsung oleh masyarakat.
Berdasarkan bukti empiris pegagan telah digunakan secara meluas di India
untuk semua golongan umur pada pengobatan sistem ayurvedic, yaitu suatu sistem
pengobatan alternatif untuk meningkatkan memori. Di Indonesia, pegagan
umumnya digunakan untuk sayur sebagai lalapan, sedangkan untuk tujuan
meningkatkan memori belum dikenal secara meluas. Perbaikan fungsi kognitif
karena penggunaan pegagan belum diketahui secara pasti Data sebelumnya
menyatakan bahwa di dalam pegagan mengandung mineral makro dan mikro,
asiatikosida dan zat gizi lainnya. Diantara senyawa tersebut, asiatikosida diduga
berperan pada perbaikan fungsi kognitif, namun mekanismenya belum diketahui,
apakah mekanismenya langsung melalui kinerja neuron atau melalui aktivitas
antioksidan. Keberadaan mineral makro dan mikro serta zat gizi lainnya yang
terdapat di dalam pegagan juga belum diketahui secara pasti, apakah keberadaan
senyawa tersebut dapat memperbaiki sistem metabolism umum yang pada
akhirnya memperbaiki fungsi kognitif, atau senyawa tersebut langsung
memperbaiki kinerja saraf. Oleh karena itu, kajian tentang mekanisme
peningkatan fungsi kognitif dan analisis kandungan bahan aktif yang terdapat di
dalam pegagan sangat diperlukan sebelum pangan fungsional tersebut
direkomendasikan kepada masyarakat luas untuk tujuan meningkatkan memori.
Lebih jauh, sebelum pegagan direkomendasikan untuk tujuan sebagaimana
disebut di atas, perlu dilakukan uji empiris menggunakan hewan model. Beberapa
variabel penting yang menjadi fokus pengamatan dalam penelitian ini guna
menjelaskan mekanisme peningkatan memori adalah sebagai berikut:
a. Penentuan jenis ekstrak dan bahan ekstrak yang potensial untuk tujuan
meningkatkan fungsi memori.
b. Analisis komponen bahan aktif dan unsur kimia lainnya yang terdapat dalam
masing-masing bahan ekstrak.
c. Pengamatan tingkah laku dan keaktifan hewan model dengan menggunakan
metode labirin.
d. Analisis terhadap gambaran darah yang meliputi defferensial leukosit, Hb,
Packet Cell Volume (PCV), total leukosit dan eritrosit
e. Analisis penanda biologis yang mengindikasikan keadaan fungsi memori
seperti, GFAP, calbindin, dopamin, CRP, TNF-α dengan metode
imunohistokimia
f. Pertumbuhan neuronal pada region CA3 dari hipokampus yang mencakup
struktur kepadatan neuronal dengan metode histokimia.
Data tentang pertumbuhan neuronal karena pemberian pegagan sudah
tersedia namun masih parsial sehingga belum menjawab pengaruh dari pegagan
terhadap peningkatan fungsi memori. Oleh karena itu sangat diperlukan data yang
menggambarkan mekanisme yang berhubungan dengan peningkatan fungsi
kognitif, sehingga mampu menjawab sebagian dari mekanisme peningkatan
kecerdasan. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi terhadap manfaat pegagan pada peningkatan fungsi memori. Data yang
diperoleh diharapkan dapat menjadi acuan untuk program pengembangan dan
pemanfaatan tanaman pegagan sebagai tanaman obat atau pangan fungsional.
Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 6.

• Penyakit
• Kelainan pengembangan KUALITAS FUNGSI KOGNITIF
(perolehan/lingkungan)
• Usia
• Asupan makanan Peningkatan fungsi
kognitif

Pendekatan Pendekatan gizi


medis modern (pangan fungsional)

• Blm ada teknologi yang sesuai • Telah diketahui secara meluas


• Biaya cukup mahal • Biaya rendah
• Tingkat keamanannya rendah • Tingkat keamanan tinggi
• Efektivitasnya? • Dapat diaplikasi langsung
• Efektifitasnya?

• Mineral makro Pegagan Asiatikosida


• Mineral mikro
• Zat gizi lainnya

Metabolisme umum
Antioksidan

Kinerja saraf Kinerja Otot

Kognitif

Gambar 6 Kerangka Pemikiran


39

METODE PENELITIAN
Penelitian 1. Penyiapan Ekstrak Pegagan dan Analisis Kandungan Zat Gizi

Tujuan:
Mendapatkan bahan ekstrak dan data kandungan kimia yang terdapat
pada berbagai bagian tanaman pegagan yang bermanfaat untuk
kesehatan.

Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik (Balittro) Bogor.

Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari pegagan
segar, etanol teknis 70%, aquades, dan bahan untuk analisis kimia. Untuk analisis
fitokimia bahan yang digunakan terdiri dari daun pegagan segar, kloroform,
amoniak, H 2 SO 4 , pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner,
metanol, air, etanol, eter, pereaksi Liebermen Burchard dan FeCl 3 . Bahan yang
digunakan untuk analisis bahan aktif terdiri dari etanol p.a, metanol, asetonitrit,
toluene, oli vacuum dan silica gel 60F 254. Alat yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari alat yang digunakan untuk melakukan ekstraksi yang terdiri dari
ekstraktor destilasi, rotavapor, blender, eksikator, oven, kertas dan kain saring.
Untuk analisis fitokimia dan analisis bahan aktif, alat yang digunakan terdiri dari
Thin Layer Chromatography (TLC) Scanner, cawan porselen, aufhauser, hot
plate, labu didih, kondensor, eksikator, oven, tanur, alat pendorong dan hitter
mantel.

Sumber Pegagan
Jenis pegagan yang digunakan pada penelitian ini adalah aksesi Bojolali
yang berasal dari kebun percobaan Balittro, Gunung Putri, Cipanas yang ditanam
pada hamparan terbuka pada kondisi tanah yang seragam. Lokasi kebun tersebut
berada pada ketinggian 1500 m dpl. Pegagan yang digunakan pada penelitian ini
berumur lebih kurang 90 hari dan telah dipanen beberapa kali.

Penyiapan Bahan Ekstrak dan Skrining


Penyiapan bahan ekstrak diawali dengan pemanenan pegagan yang
dilakukan pada pagi hari dan selanjutnya segera dilakukan penyortiran di lokasi
untuk menghindari kerusakan bahan baku pegagan. Kegiatan penyortiran yang
dilakukan adalah memisahkan tanaman pegagan menjadi 3 bagian yaitu daun,
tangkai daun dan keseluruhan bagian tanaman (kecuali stolon dan akar).
Selanjutnya bagian tanaman yang telah disortir tersebut dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang terpisah. Jumlah masing-masing bagian tanaman pegagan
tersebut adalah sebanyak 3 kg. Sebelum diekstraksi, terlebih dahulu pegagan
tersebut dicuci ringan agar tidak banyak zat gizi yang hilang. Setelah pencucian
selanjutnya dilakukan pemeriksaan fitokimia untuk mengetahui mutu awal dari
pegagan dalam keadaan segar.

Ekstraksi dan Maserasi


Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Proses ekstraksi bahan
nabati atau tumbuhan dapat dilakukan berdasarkan teori penyarian. Penyarian
merupakan suatu proses pemindahan massa dari bahan ke cairan penyari.
Beberapa metode penyarian antara lain: maserasi, perkolasi, dan soxhletasi.
Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan banyak
digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia halus.
Simplisia ini direndam dalam cairan penyari sampai meresap dan melemahkan
susunan sel sehingga zat-zat akan larut. Serbuk simplisia yang akan disari
ditempatkan dalam wadah atau bejana bermulut besar, ditutup rapat kemudian
dikocok berulang-ulang sehingga memungkinkan pelarut masuk ke seluruh
permukaan serbuk simplisia.
Masing-masing bagian pegagan sebanyak 3 kg dicampur dengan pelarut
air (aquades) untuk mendapatkan ekstrak air, dan pelarut etanol 70% untuk
mendapatkan ekstrak etanol dengan perbandingan 1 bagian daun dan 5 bagian

Bahan baku segar, disortasi (daun,


tangkai daun, gabungan)

Analisis mutu awal (analisis


Pencucian (Air) proksimat, skrining fitokimia, analisis
bahan aktif, analisis mineral)

Ekstraksi Bahan: Pelarut = 1:5

Aquadest Etanol

Penghancuran Penghancuran

Pengadukan 4 jam, 250-500 rpm Pengadukan

Maserasi Maserasi

Penyaringan Ampas Penyaringan

Filtrat Filtrat

Penguapan (rotavapor) Penguapan (rotavapor)

Ekstrak kental (oleoresin) Ekstrak kental (oleoresin)

Analisis mutu Analisis mutu

Pengujian pada tikus


Gambar 7 Diagram alir pembuatan ekstrak pegagan
pelarut, lalu dihancurkan dengan menggunakan blender. Kemudian masing-
masing campuran tersebut diekstrak (diaduk) selama 4 jam. Setelah 4 jam, mixer
dimatikan dan didiamkan (dimaserasi) selama 24 jam, lalu disaring secara
bertahap menggunakan kain dan kertas saring. Hasil saringan berupa filtrat
selanjutnya diuapkan menggunakan alat rotavapor pada 60 oC sehingga dihasilkan
ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak kental tersebut dikeringkan dengan
menggunakan freeze dryer. Kemudian dilakukan analisis kandungan bahan aktif
pada masing-masing ekstrak dengan menggunakan TLC Scanner. Dua jenis
ekstrak dari bagian tanaman yang mempunyai kandungan bahan aktif asiatikosida
yang paling tinggi dipilih sebagai bahan uji untuk diuji ke tikus model. Semua
proses dilakukan sesuai dengan prosedur standar Laboratorium Balittro. Diagram
alir penyiapan ekstrak disajikan pada Gambar 7.

Variabel yang Diukur

Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia dilakukan berdasarkan Harborne (1987) untuk
mengetahui mutu awal dari pegagan segar. Alasan lain melakukan analisis
fitokimia ialah untuk menentukan ciri senyawa aktif (Harborne, 1996).
Identifikasi yang dilakukan adalah uji alkaloid, tannin, flavonoid, saponin, steroid,
dan triterpenoid.
Uji Alkaloid: Sebanyak 1 gram daun digerus dan ditambahkan 1,5 mL kloroform
dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 5 tetes
H 2 SO 4 2M. Fraksi asam dibagi menjadi 3 tabung kemudian masing-masing
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai
dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada
pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner.
Uji Flavonoid dan Fenolik Hidrokuinon. Sebanyak 1 g contoh ditambah
metanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditaruh kedalam spot
plate (papan uji) dan kemudian ditambahkan NaOH 10% (b/v) atau H2SO4 pekat.
Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH menunjukkan adanya
senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan adanya flavonoid.
Uji Saponin: Setengah gram daun ditambahkan air secukupnya dan dipanaskan
selama lima menit. Larutan tersebut didinginkan kemudian dikocok selama ± 10
menit. Timbulnya busa yang bertahan lebih dari 10 menit menunjukkan adanya
saponin.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 2 g contoh ditambah 25 mL etanol 30%
lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambah eter.
Lapisan eter dipipet dan diujikan pada spot plate dengan menambahkan pereaksi
Liebermen Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat).
Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau
menunjukkan adanya steroid.
Uji Tannin: Lima gram daun ditambahkan air kemudian dididihkan selama
beberapa menit. Disaring dan filtrat ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3. Warna
biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya tanin.

Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan analisis kandungan makro zat dalam suatu
bahan makanan. Analisis proksimat dilakukan dengan menggunakan metode
grafimetri dan untuk analisis kadar abu dan abu tak larut asam dilanjutkan dengan
menggunakan alat Muffel Furnase. Analisis kadar sari yang terlarut dalam air dan
alkohol juga dilakukan dengan menggunakan metode grafimetri.

Analisis Kadar Air


Analisis kadar air dilakukan untuk mengukur banyaknya kadar air yang
terkandung di dalam bahan yang dianalisis yang dinyatakan dalam persen.
Penentuan kadar air dalam bahan uji dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu metode pengeringan dengan oven biasa, metode destilasi, metode kimia dan
metode khusus (kromatografi dan nuclear magnetic resonance/NMR).
Pada penelitian ini pengujian kadar air dilakukan dengan metode
aufhauser. Sepuluh gram pegagan segar dihaluskan dan selanjutnya dimasukkan
ke dalam labu didih 250 mL. Ditambah toluena hingga bahan terendam
seluruhnya. Labu didih tersebut dihubungkan dengan alat aufhauser dan
kondensor yang dipasang secara seri. Labu dipanaskan di atas hot plate selama 3
jam, selanjutnya didinginkan. Setelah dingin, tetesan air yang menempel di
dinding kondensor dan di dinding alat aufhauser didorong dengan menggunakan
alat pendorong hingga air berada di dalam leher skala alat aufhauser. Selanjutnya
dilakukan pembacaan skala yang menunjukkan jumlah mL air yang dihasilkan.
Kadar air adalah volume air yang dihasilkan (mL) dibagi dengan bobot contoh,
dikali dengan 100%.

Kadar Abu
Penentuan abu total digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu selain sebagai
parameter nilai gizi dalam bahan makanan juga untuk mengetahui baik tidaknya
suatu proses pengolahan, serta untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan.
Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral
yang terdapat dalam bahan uji. Mineral sebagai senyawa anorganik dapat
ditetapkan dengan cara pengabuan. Pembakaran akan menghancurkan senyawa-
senyawa organik ke dalam bentuk gas yang mudah terbang, sedangkan mineral
sebagai senyawa anorganik akan tinggal dalam bentuk abu yang kadarnya dapat
diketahui melalui penimbangan.
Terlebih dahulu cawan porselen dipanaskan selama 15 menit di dalam
oven. Selanjutnya didinginkan dalam eksikator selama 15-20 menit, lalu
ditimbang bobot cawan kosong. Ke dalam cawan kosong ditambah contoh
sebanyak 2 gram, lalu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 400 oC dan setelah
asapnya hilang suhu dinaikkan menjadi 800 oC dan didiamkan selama 5-8 jam.
Selanjutnya didiamkan di dalam eksikator lalu ditimbang sampai bobot tetap.
Kadar abu adalah berat cawan kosong yang ditambah contoh setelah dipanaskan
dikurangi dengan berat cawan kosong, dibagi dengan berat contoh, dikali 100%.

Kadar Sari Larut dalam Air


Pengukuran sari larut dalam air dilakukan untuk mengetahui seberapa
banyak komponen dalam bahan uji yang terlarut dalam air. Lima gram bahan
contoh dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Selanjutnya ditambahkan
kloroform-air dengan perbandingan 1:1 sebanyak 1/3 volume labu ukur.
Didiamkan selama 24 jam dan sesekali dikocok. Dihimpitkan dengan kloroform-
air hingga batas tera, lalu disaring dengan kertas saring kasar. Filtratnya dipipet
sebanyak 25 mL, dimasukkan ke dalam cawan penguap lalu diuapkan dalam oven
dengan suhu 105 oC selama 3-4 jam. Didinginkan dalam eksikator selama 20
menit, lalu ditimbang sampai bobot tetap.
Kadar sari yang larut dalam air adalah berat cawan kosong yang ditambah
dengan contoh setelah dipanaskan dikurangi dengan berat cawan kosong, dibagi
dengan berat contoh, dikali dengan faktor pengeceran, dikali dengan 100%.

Kadar Sari Larut dalam Alkohol


Pengukuran kadar sari yang larut dalam alkohol dilakukan untuk
mengetahui seberapa banyak komponen dalam bahan uji yang terlarut dalam
alkohol. Lima gram bahan contoh dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Selanjutnya ditambahkan alkohol 96% sebanyak 1/3 volume labu ukur.
Didiamkan selama 24 jam dan sesekali dikocok. Dihimpitkan dengan alkohol
sampai tanda tera, lalu disaring dengan kertas saring kasar. Filtratnya dipipet
sebanyak 25 mL, dimasukkan ke dalam cawan penguap lalu diuapkan dalam oven
dengan suhu 105 oC selama 3-4 jam. Didinginkan dalam eksikator selama 20
menit, lalu ditimbang sampai bobot tetap.
Kadar sari yang larut dalam alkohol adalah berat cawan kosong yang
ditambah dengan contoh setelah dipanaskan dikurangi dengan berat cawan
kosong, dibagi dengan berat contoh, dikali dengan faktor pengeceran, dikali
dengan 100%.

Analisis Kandungan Kimia Pegagan


Analisis kimia yang dilakukan terhadap bahan segar dan ekstrak pegagan
terdiri dari analisis kadar mineral (K, Na, Mg, Ca, Cu, Zn, Fe, Mn dan P) dan
analisis bahan aktif (asiatikosida) dengan metoda TLC Scanner.

Analisis Mineral
Analisis mineral dilakukan dengan metoda Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) yang merupakan salah satu teknik analisis untuk mengukur jumlah
unsur berdasarkan jumlah energi cahaya yang diserap oleh unsur tersebut dari
sumber cahaya yang dipancarkan. Prinsip kerja alat ini berdasarkan penguapan
larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi
atom bebas. Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang
dipancarkan dari lampu katoda (hollow cathode lamp) yang mengandung unsur
yang akan dianalisis. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada
panjang gelombang tertentu menurut jenis unsur yang dianalisis.

Pengolahan dan Analisis Data


Setiap data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dianalisis secara
diskriptif dengan kaidah yang telah ditetapkan guna menjawab pertanyaan dan
tujuan yang telah ditetapkan. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara
bertahap yang diawali dengan pengumpulan dan entri data.

Penelitian 2. Pengujian Ekstrak Pegagan pada Hewan Model


Tujuan:
Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan terhadap
pertambahan bobot badan, asupan pakan, gambaran darah, aktivitas dan
fungsi kognitif pada tikus.

Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari ekstrak etanol
dan ekstrak air pegagan, tikus jantan breed Wistar yang berumur lebih kurang 2
bulan sebanyak 40 ekor, sonde lambung, kandang dan peralatannya serta maze
model Multiple T yang telah dimodifikasi. Pakan tikus yang digunakan adalah
pakan standar (PT Indofeed) yang sesuai dengan status fisiologis hewan coba.
Kandungan nutrisi pakan yang diberi untuk semua tikus disajikan pada Tabel 5.
Sebelum dimulai penelitian, semua tikus terlebih dahulu diadaptasi dengan
pakan yang digunakan dalam penelitian ini selama 7 hari. Selama masa adaptasi,
pakan dan air minum diberi secara ad libitum dan pada masa perlakuan jumlah
pakan yang diberi adalah sebanyak 10% dari bobot badan. Setiap tikus dari
masing-masing perlakuan diberi kesempatan untuk memperoleh pakan dan
minuman secara bebas. Pakan diberi dalam wadah khusus dan terhindar dari
pencemaran. Bentuk kandang yang digunakan adalah bentuk kandang kelompok
yang terpisah, yang dilengkapi dengan wadah pakan, minuman, dan tempat
penampungan kotoran.

Tabel 5 Kandungan nutrisi pakan tikus

Komposis nutrisi Kandungan


Protein 23%
Lemak 4%
Serat 5%
Abu 9%
TDN 2 650 ME/kkal
Ca:P 1:0,8

Penentuan Level Pegagan


Penentuan level yang digunakan mengacu kepada jumlah pegagan yang
layak dikonsumsi per hari, dan juga berdasarkan kepada level yang telah
digunakan oleh peneliti sebelumnya. Level yang pernah digunakan oleh peneliti
sebelumnya tidak mengacu kepada kandungan bahan aktifnya. Level yang
digunakan adalah berdasarkan gram bahan ekstrak per kg bobot badan hewan
coba. Level pemberian oral yang telah pernah dicoba berkisar antara 0,5 – 300
mg per kg bobot badan dengan lama pemberian paling sedikit satu kali dan paling
lama 4 bulan. Rao et al. (2006) menggunakan level 0,158 – 0,474 mg ekstrak
daun segar per kg bobot badan per hari untuk melihat pengaruhnya terhadap
pertumbuhan neuron dendritik hipokampus CA3. Dilaporkan bahwa level
tertinggi dengan waktu pemberian yang paling lama memberi pengaruh yang lebih
baik terhadap pertumbuhan neuron dendritik dibandingkan dengan level rendah
dengan waktu pemberian yang singkat (Rao et al. 2006). Oleh karena terdapat
variasi level yang sangat tinggi, maka pada penelitian ini terlebih dahulu
dilakukan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan level yang tepat. Setelah
diperoleh level yang tepat, selanjutnya ditetapkan 4 level perlakuan yaitu level 0
(kontrol), 100, 300 dan 600 mg ekstrak/kg bobot badan yang diuji pada tikus
selama 8 minggu.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok yang terdiri dari satu perlakuan pada empat tingkatan level dan
lima ulangan. Desain penelitian dimaksud seperti disajikan Gambar 8. Unit
percobaan terdiri dari 40 ekor tikus yang berumur lebih kurang 2 bulan yang diuji
dengan ekstrak air dan ekstrak etanol pegagan. Pengujian ekstrak air dan etanol
dilakukan pada waktu yang berbeda.

Tikus
n = 40 ekor

Ekstrak Air Ekstrak Etanol

Kontrol Kontrol
0 mg/kg BB 0 mg/kg BB
n=5 n=5

Level 1 Level 1
100 mg/kg BB 100 mg/kg BB
n=5 n=5

Level 2 Level 2
300 mg/kg BB 300 mg/kg BB
n=5 n=5

Level 3 Level 3
600 mg/kg BB 600 mg/kg BB
n=5 n=5

Gambar 8 Desain penelitian

Untuk mendapatkan validitas eksternal yang tinggi maka masing-masing


set percobaan (kontrol dan perlakuan) didesain atas 5 ulangan. Hewan percobaan
dan ekstrak pegagan diperoleh dari sumber yang seragam sehingga dapat
mengurangi pengaruh variabel lain selain variabel yang diteliti atau variabel
perlakuan. Penempatan tikus di masing-masing set percobaan didasarkan kepada
pola aktivitasnya yaitu aktif dan tidak aktif. Tikus-tikus yang aktif dan tidak aktif
ditempatkan pada masing-masing set percobaan secara acak sehingga semua tikus
dari masing-masing blok tersebut mendapat kesempatan yang sama terhadap
setiap set percobaan. Ekstrak pegagan diberi secara oral dengan menggunakan
sonde lambung dan ekstrak tersebut terlebih dahulu dilarutkan dengan air suling
dalam volume yang sama yaitu 1 mL untuk setiap set percobaan. Untuk
kelompok kontrol juga diberi air suling sebanyak yang diberi atau yang digunakan
pada kelompok perlakuan yaitu 1 mL.

Variabel yang Diukur

Konsumsi Pakan
Total pakan yang dikonsumsi diukur pada setiap harinya dan direkap
dalam asupan mingguan. Rata-rata konsumsi pakan per ekor tikus per hari pada
masing-masing kelompok percobaan adalah total pakan yang dikonsumsi dibagi
dengan jumlah tikus pada masing kelompok percobaan dan selang waktu
pengukuran (g/ekor/hari).

Bobot Badan
Penimbangan bobot badan masing-masing tikus dilakukan pada setiap 2
hari dengan menggunakan timbangan standar. Pertambahan bobot badan harian
(g/hari) adalah total bobot badan dikurangi dengan bobot badan awal kemudian
dibagi dengan selang waktu pengukuran.

Aktivitas dan Tingkah Laku


Pengamatan aktivitas dan tingkah laku dilakukan terhadap semua tikus.
Kategori aktivitas dibagi atas 4 kategori dengan memberi skor 1-4 yaitu sangat
aktif = 4; aktif = 3; kurang aktif = 2 dan tidak aktif = 1. Diskripsi untuk masing-
masing skor kategori adalah sebagai berikut:
Sangat Aktif : Setelah dimasukkan ke dalam T-maze secara terus-menerus
melakukan aktivitas membaui dan berjalan, memanjat dinding
T-maze dan mencapai titik finish kurang dari 5 menit.
Aktif : Setelah dimasukkan ke dalam T-maze secara terus-menerus
melakukan aktivitas membaui dan berjalan, memanjat dinding
T-maze namun tidak mencapai titik finish.
Kurang Aktif : Setelah dimasukkan ke dalam T-maze, aktivitas membaui dan
berjalan dilakukan berkisar 0,5 menit, memanjat dinding T-
maze jarang dilakukan, selanjutnya diam dan tidak mencapai
titik finish.
Tidak Aktif : Setelah dimasukkan ke dalam T-maze, aktivitas membaui dan
berjalan dilakukan berkisar 0,5 menit, memanjat dinding T-
maze tidak dilakukan, selanjutnya diam dan tidak mencapai titik
finish.
Pengamatan dilakukan dengan selang waktu 2 hari sekali dengan menggunakan
metoda modifikasi Multiple T-maze (http://www.ratbehavior.org) (Gambar 9).

Gambar 9 Model modifikasi multiple T-maze (http://www.ratbehavior.org)

Data yang diamati adalah waktu yang dibutuhkan untuk melewati alat tersebut,
persentase tikus yang mencapai titik finish serta data aktivitas dan tingkah laku
lainnya yang mungkin muncul selama percobaan tersebut berlangsung.

Analisis Darah Rutin


Analisis darah rutin terdiri dari pemeriksaan differensial leukosit, kadar
Hb, Packet Cell Volume (PCV), benda darah putih (BDP) dan benda darah merah
(BDM). Pemeriksaan darah rutin ini dilakukan terhadap semua tikus dari masing-
masing blok perlakuan yang dilakukan. Pemeriksaan darah rutin ini dilakukan
setelah hewan coba dikorbankan.

Pengolahan dan Analisis Data


Setiap data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dianalisis secara
statistik dengan kaidah yang telah ditetapkan guna menjawab pertanyaan dan
tujuan yang telah ditetapkan. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara
bertahap yang diawali dengan pengumpulan dan entri data. Untuk melihat
perbedaan antar kelompok perlakuan digunakan analisis varian (ANOVA). Untuk
mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan dengan uji beda
Duncan.

Penelitian 3. Analisis Morfologi Hipokampus


Tujuan:
Mendapatkan data tentang pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan
terhadap gambaran morfologi hipokampus tikus.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari jaringan otak
yang telah difiksasi dengan paraformaldehid 4%, antibodi PGF, antibodi
monoclonal anti human calbindin (Novocastra. Lab), antibodi anti-tumor necrosis
factor/TNF (Boster (Boster Biological Technology Ltd), antibodi anti-C-reactive
protein/CRP (Boster (Boster Biological Technology Ltd), antibodi poliklonal
anti-dopamine (Abcam Inc), antibodi anti- glial fibrillary acidic protein (GFAP),
antibodi anti-vimentin (VIM), antibodi anti-desmin (DES), antibodi serotonin,
antibodi toludin, larutan untuk dehidrasi, larutan untuk clearing, parafin,
mikrotom dan mikroskop.
Penyiapan Preparat

Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE)


Pewarnaan HE dilakukan untuk mengamati struktur umum jaringan otak.
Tahapan yang dilakukan dalam pewarnaan ini dimulai dengan deparafinisasi,
yaitu penghilangan parafin dengan memasukkan preparat ke dalam larutan xylol
III, II, I secara berseri. Tahap selanjutnya adalah rehidrasi, yaitu dengan
memasukkan jaringan otak ke dalam larutan alkohol absolut sampai dengan
alkohol 70% secara berseri. Selanjutnya jaringan otak direndam di dalam air
keran, kemudian di dalam aquadest. Jaringan otak selanjutnya diwarnai dengan
pewarna hematoxylin dan dilanjutkan dengan perendaman dalam aquadest.
Selanjutnya jaringan otak diwarnai dengan menggunakan eosin alcohol, dan
dilanjutkan dengan perendaman kembali dalam aquadest. Kemudian dilakukan
proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat serta penjernihan (clearing) dengan
menggunakan xylol. Selanjutnya jaringan otak ditutup dengan cover glass
(mounting).

Pewarnaan Immunohistokimia
Pewarnaan immunohistokimia diawali dengan memasukkan preparat
jaringan otak ke dalam inkubator 65 oC selama 5 menit dan selanjutnya
didinginkan pada suhu kamar lebih kurang selama 5 menit. Kemudian dilanjutkan
dengan deparafinisasi secara berseri dimulai dari xylol III sampai dengan xylol I
masing-masing 3 menit. Berikutnya dilakukan rehidrasi secara berseri dimulai
dari alkohol absolut III sampai dengan alkohol absolut I dan alcohol teknis 96%
sampai dengan alcohol teknis 70%, dan kemudian preparat direndam di dalam
dionize water masing-masing 10-15 menit.
Langkah selanjutnya adalah menghilangkan peroksidase endogen pada
preparat dengan cara mencelupkan preparat dalam 50 mL larutan metanol yang
dicampur dengan 0,5 mL H 2 O 2 dalam keadaan gelap selama 15 menit.
Penghilangan peroksidase harus dilakukan dengan segera, kalau terlambat
hasilnya positif semua. Selanjutnya preparat dicuci dengan distilled water (DW)
sebanyak 2 kali masing-masing 5-10 menit, dilanjutkan mencuci dengan
phosphate buffer saline (PBS) sebanyak 2 kali masing-masing 5-10 menit.
Preparat selanjutnya diinkubasi dengan normal serum (10% dalam PBS)
selama 30-60 menit untuk memblok antigen non spesifik agar tidak mengacaukan
reaksi. Setelah itu, preparat dicuci kembali dengan menggunakan PBS sebanyak 3
kali masing-masing 5 menit. Langkah berikutnya preparat diinkubasi dengan
antibodi primer yang telah ditetapkan pada suhu 4°C (disimpan di dalam
refrigerator) selama 1-2 malam.
Selanjutnya dikeluarkan dari refrigerator dan dibiarkan pada suhu kamar
lebih kurang 1 jam, kemudian dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing
10 menit. Langkah berikutnya preparat diinkubasi dalam antibodi sekunder dako
envision peroxydase system (DEPS) (50-60 µl/preparat pada suhu 37 oC dalam
keadaan gelap selama 30-60 menit. Selanjutnya dicuci dengan PBS sebanyak 3
kali masing-masing 5 menit. Kemudian divisualisasi dengan diaminobenzidin
(DAB) 10 mg dalam 50 mL tris buffer dan 50 µl H 2 O 2 . Selanjutnya dicuci
dengan DW (stoping point). Jika dianggap perlu dapat juga dilakukan
counterstain dengan hematoxylin. Langkah akhir pewarnaan ini adalah dehidrasi,
clearing, dan mounting.

Variabel yang Diukur


Data yang diamati pada penelitian ini adalah sel-sel yang positif terhadap
masing-masing antibodi yang digunakan dan juga kepadatan sel-sel astrosit.

Pengolahan dan Analisis Data


Setiap data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dianalisis secara
diskriptif dengan kaidah yang telah ditetapkan guna menjawab pertanyaan dan
tujuan yang telah ditetapkan.
55

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian 1. Penyiapan Ekstrak Pegagan dan Analisis Kandungan Zat Gizi

Hasil Analisis Kualitatif Komponen Kimia Pegagan Segar


Fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi disiplin ilmu
tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan,
serta berkaitan erat dengan keduanya. Bidang perhatian fitokimia adalah
keanekaragaman senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan,
yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis, perubahan serta metabolismenya,
penyebaran secara alamiah dan fungsi biologis. Analisis fitokimia atau uji
fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan senyawa
kimia spesifik seperti alkaloid, senyawa fenol (termasuk flavonoid), steroid,
saponin, dan terpenoid. Uji ini sangat bermanfaat untuk memberikan informasi
jenis senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa-senyawa ini
merupakan metabolit sekunder yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai bahan
obat. Analisis ini merupakan tahapan awal dalam isolasi senyawa bahan alam
sehingga menjadi panduan bersama-sama dengan uji aktivitas biologis senyawa
tersebut. Salah satu tujuan pengelompokan senyawa-senyawa aktif ini adalah
untuk mengetahui hubungan biosintesis dan famili tumbuhan. Informasi ini
sangat berguna bagi ahli sintesis kimia organik untuk memprediksi senyawa aktif
tersebut sehingga dapat lebih berkhasiat. Tanaman yang diuji fitokimianya dapat
berupa tanaman segar, kering yang berupa rajangan, serbuk, ekstrak atau dalam
bentuk sediaan (Harborner, 1996).
Uji fitokimia yang dilakukan berdasarkan pada reaksi yang menghasilkan
warna atau endapan. Selama bertahun-tahun uji warna sederhana dan reaksi tetes
dikembangkan untuk menunjukkan adanya senyawa tertentu atau golongan
tertentu karena sudah terbukti khas dan peka. Uji fitokimia masih sering
digunakan dalam pencirian senyawa karena mudah dan tidak memerlukan
peralatan yang rumit akan tetapi kadang kala tidak dapat memberikan hasil yang
memuaskan (Harborner, 1996).
Hasil analisis fitokimia secara kualitatif terhadap masing-masing bagian
pegagan segar aksesi Boyolali disajikan pada Tabel 6. Dipilihnya aksesi Boyolali
dalam penelitian ini karena aksesi ini merupakan salah satu dari nomor harapan
yang mempunyai potensi hasil dan mutu yang baik dan telah direkomendasikan
oleh Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Cimanggu Bogor. Bermawie
et al. (2008) dan Nugroho (2009) melaporkan bahwa terdapat keragaman pada
sifat morfologi kualitatif dan kuantitatif antar aksesi dan masing-masing aksesi
mempunyai keunggulan yang berbeda.
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa secara kualitatif daun, tangkai
daun dan campuran tanaman pegagan mengandung senyawa alkaloid yang sama
kuatnya. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar,
pada umumnya mencakup senyawa yang bersifat basa dan mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.
Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan yang lainnya berupa senyawa aromatic
yang mengandung gugus basa sebagai gugus rantai samping. Fungsi alkaloid
dalam tumbuhan masih sangat kabur, meskipun masing-masing senyawa telah
dinyatakan terlibat sebagai pengatur tumbuh, penghalau atau penarik serangga
(Harborner, 1996). Senyawa alkaloid juga bermanfaat untuk menghambat
pertumbuhan parasit plasmodium falciparum (Lusiana 2009) dan anti mikroba
(Kurniasari 1999)
Flavonoid di bagian daun, tangkai daun dan campuran tanaman pegagan
juga ditemukan dalam kualitas yang sama yaitu positif lemah. Berdasarkan
strukturnya, semua flavonoid merupakan turunan senyawa induk flavon yang
terdapat berupa tepung putih dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama.
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstrak
dengan etanol 70%. Flavonoid berupa senyawa fenol, sehingga warnanya
berubah bila ditambah basa atau ammonia. Flavonoid umumnya terdapat dalam
tumbuhan yang berpembuluh, dan terikat pada gula sebagai glikosida serta
aglikon flavonoid yang manapun yang mungkin saja terdapat dalam satu
tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida (Harborner, 1996). Fungsi
flavonoid adalah sebagai antioksidan penangkap radikal bebas, dan kemampuan
daya antioksidan dari setiap isolat adalah berbeda (Sunarni et al. 2007).
Zainol et al. (2008) melaporkan bahwa bagian yang berbeda dari pegagan
menghasilkan kandungan fitokimia yang berbeda pula. Keberadaan senyawa
flavonoid dan senyawa fenolik lainnya di dalam pegagan sangat penting karena
mempunyai efek multifungsi dengan donor hidrogen yang efektif (Zainol et al.
2003) dan juga sebagai antioksidan yang kuat (Hussin et al. 2007). Keberadaan
flavonoid di dalam daun kemungkinan dipengaruhi oleh proses fotosintesis
sehingga pada daun muda tidak banyak ditemukan senyawa tersebut. Keberadaan
senyawa alkaloid dengan senyawa fenol dan terpenoid memberikan efek biologis
yang baik dari tanaman ini (Rajkumar & Jebanesan 2005).

Tabel 6 Kandungan fitokimia dari masing-masing bagian pegagan

No Senyawa Hasil pemeriksaan


Daun Tangkai Daun Campuran
1 Alkaloid ++ ++ ++
2 Saponin - - -
3 Tanin - - -
4 Fenolik - - -
5 Flavonoid + + +
6 Triterpenoid - - -
7 Steroid + +++ +++
8 Glikosida + + +
Keterangan:
- : Negatif
+ : Positif lemah
++ : Positif
+++ : Positif kuat

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kandungan steroid di bagian daun


lebih lemah (+) dibandingkan dengan bagian tangkai daun (+++) dan keseluruhan
tanaman (+++). Steroid adalah molekul kompleks yang larut di dalam lemak
dengan empat cincin yang saling bergabung. Steroid yang paling banyak
dijumpai adalah sterol yang merupakan steroid alkohol (Lehninger 1982). Sterol
adalah triterpena yang kerangka dasarnya adalah sistem cincin siklopentana
perhidrofenantrena. Sterol yang terdapat pada tumbuhan tinggi terdapat dalam
bentuk bebas dan sebagai glukosida sederhana (Harborne 1996). Kandungan
steroid pada tanaman pegagan juga dipengaruhi oleh tingkat naungan. Pegagan
yang ditanam di bawah naungan 55% lebih banyak mengandung steroid dibanding
dengan naungan 65% (Musyarofah et al. 2007). Di samping tingkat naungan,
ketersedian unsur hara juga berpengaruh terhadap kandungan steroid (Kristina et
al. 2009).
Hasil analisis terhadap kandungan glikosida di bagian daun, tangkai daun
dan campuran tanaman pegagan menunjukkan kualitas yang sama yaitu positif
lemah. Kandungan glikosida yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan
laporan sebelumnya yang menyebutkan bahwa glikosida di dalam pegagan
terdeteksi sangat kuat (++++) (Kristina et al. 2009; Nugroho 2009; Bermawie et
al. 2008).
Untuk senyawa saponin, tanin, fenolik dan triterpenoid tidak terdeteksi
secara kualitatif. Samy et al. (2011), melaporkan bahwa tannin dan flavonoid
tidak terdeteksi pada analisis fitokimia. Sementara Kristina et al. (2009)
melaporkan bahwa senyawa tersebut terdeteksi pada analisis fitokimia. Tidak
terdeteksinya senyawa tersebut dalam proses pengujian fitokimia dapat
disebabkan karena jumlah material yang dianalisis tidak mencapai jumlah
minimal yang dibutuhkan di dalam bahan yang dianalisis (Zainol et al. 2008), asal
bahan yang berbeda, dan mungkin juga karena waktu pengambilan sampel yang
berbeda.

Kandungan Zat Gizi Pegagan Segar


Hasil analisis kandungan zat gizi dari pegagan segar secara rinci disajikan
pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis kandungan zat gizi pegagan segar

Hasil analisis (%)


No Jenis Pemeriksaan
Daun Tangkai Daun Daun + T. Daun
1 Kadar air 88,13 88,39 87,15
2 Kadar abu 1,27 1,01 1,31
3 Kadar abu tak larut asam 0,05 0,11 0,03
4 Kadar sari dalam air 3,20 5,14 4,25
5 Kadar sari dalam alkohol 2,65 3,67 4,18
6 Kadar serat 1,85 2,45 2,19
7 Kadar Protein 16,27 7,01 14,49
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada
bahan pegagan karena kandungan air dalam bahan pangan menentukan
acceptability (penerimaan), kesegaran dan daya tahan bahan pangan (Winarno
1997). Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan
khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan
Buckle et al. (2007). Menurut Pramono (2005) jika kadar air dalam bahan masih
tinggi dapat mendorong enzim melakukan aktivitasnya mengubah kandungan
kimia yang ada dalam bahan menjadi produk lain yang mungkin tidak lagi
memiliki efek farmakologi seperti senyawa aslinya.
Hasil analisis kadar air pada pegagan segar berkisar antara 87-88%, dan
bagian daun serta tangkai daun mempunyai persentase sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan keseluruhan bagian tanaman. Nurjanah (2008) melaporkan
bahwa terdapat perbedaan kadar air pada tanaman pegagan dari aksesi yang
berbeda. Kadar air tertinggi dijumpai pada aksesi Cilember (87,25%) dan
terendah pada aksesi Smukren (75,18%), sedangkan aksesi Boyolali 81,45%.
Data ini menunjukkan bahwa terdapat variasi pada nilai kadar air meskipun dari
aksesi yang sama. Afrida (2009) melaporkan bahwa tanaman pegagan yang
dipupuk dengan fosfor tidak memberi pengaruh terhadap kandungan kadar air.

Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Penentuan abu total digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu selain sebagai
parameter nilai gizi dalam bahan makanan juga untuk mengetahui baik tidaknya
suatu proses pengolahan, serta untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan.
Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara mengoksidasikan semua zat organik
pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 600 oC sekitar 3-5 jam dan kemudian
dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
dan berat abu yang tertinggal menunjukkan kadar abu (Indrayan et al. 2005).
Hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa pada bagian daun dan
keseluruhan tanaman mempunyai persentase yang lebih baik dibandingkan
dengan pada bagian tangkai daun. Data ini sejalan dengan hasil analisis mineral,
bahwa sebagian besar kandungan mineral banyak dijumpai dibagian daun dan
keseluruhan tanaman. Hasil analisis kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini
lebih rendah dibandingkan dengan laporan Odhav et al. (2007).

Kadar Protein
Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari polipeptida yang
mempunyai rantai yang amat panjang, tersusun atas banyak unit asam amino.
Masing-masing asam amino tersebut dihubungkan oleh suatu ikatan kovalen yang
disebut ikatan peptida. Sebanyak dua puluh jenis asam amino berbeda terdapat
secara alami dalam protein. Setiap protein dibedakan satu sama lain karena
masing-masing mempunyai sekuen unit asam amino sendiri-sendir. Protein
dibagi menjadi dua golongan utama yaitu protein globular dan protein serabut.
Penggolongan ini berdasarkan bentuk dan sifat-sifat fisik tertentu. Protein
globular rantai atau rantai-rantai polipeptida berlipat rapat-rapat menjadi bentuk
globular atau bulat yang padat. Protein globular biasanya larut di dalam air dan
hampir semua mempunyai fungsi gerak atau dinamik. Protein serabut bersifat
tidak larut di dalam air, merupakan molekul serabut panjang, dengan rantai
polipeptida yang memanjang pada satu sumbu dan tidak berlipat menjadi bentuk
globular. Hampir semua protein serabut memberikan peranan strukturan atau
pelindung (Lehninger 1982).
Salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan
kandungan protein suatu sediaan tumbuhan adalah berdasarkan reaksi warna
antara pereaksi Folin-Ciocalteu dan ikatan polipeptida. Kandungan protein dapat
juga ditentukan berdasarkan serapan UV pada panjang gelombang tertentu.
Jumlah protein juga dapat dianalisis dengan cara mikro-Kjeldahl, berdasarkan
penguraian dengan H 2 SO 4 yang mengandung K 2 SO 4 -CuSO 4 , kemudian titrasi
ammonia yang dibebaskan (Harborne 1996).
Hasil analisis kandungan protein pada pegagan segar berkisar antara 7-
16%, dan bagian daun serta keseluruhan bagian tanaman mempunyai persentase
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tangkai daun. Kandungan protein
yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan laporan
Odhav et al. (2007) dan Kormin (2005). Lailani (2008) melaporkan bahwa
kandungan protein total pada tanaman pegagan in vitro lebih tinggi dibanding
dengan pegagan lapang. Diduga bahwa perbedaan kandungan protein tersebut
karena perbedaan unsur hara pada media atau tanah.

Kadar Sari dalam Air dan Sari dalam Alkohol


Analisis kadar sari dalam air menunjukkan bahwa persentase tertinggi
dijumpai di dalam bagian tangkai daun. Data ini menunjukkan bahwa bagian
tangkai daun mempunyai kelarutan yang lebih baik di dalam air dibandingkan
dengan dua bagian lainnya. Untuk analisis kadar sari dalam alkohol menunjukkan
bahwa persentase tertinggi dijumpai pada keseluruhan bagian tanaman. Data
secara keseluruhan menunjukkan bahwa kadar sari dalam air lebih baik
dibandingkan dengan kadar sari dalam alkohol.

Analisis Mineral
Komposisi kandungan zat gizi mempunyai peran penting untuk
meningkatkan kesehatan. Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida
pegagan disajikan pada Tabel 8. Zainol et al. (2008) melaporkan bahwa bagian
yang berbeda dari pegagan menghasilkan kandungan fitokimia yang berbeda pula.
Laporan tersebut sejalan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, dimana di
bagian daun kandungan asiatikosida lebih banyak dibandingkan dengan bagian
tangkai daun. Hampir semua unsur kimia lebih banyak dijumpai di bagian daun
kecuali kandungan K yang lebih banyak dijumpai di bagian tangkai daun. Rasyid
et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan K pada pegagan segar adalah sebesar
2,19%. Kandungan K tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh pada penelitian ini. Perbedaan nilai ini mungkin saja disebabkan karena
metoda analisis yang digunakan berbeda atau karena aksesi pegagan yang
berbeda.
Kandungan asiatikosida di bagian daun juga lebih banyak dibandingkan
dengan tangkai daun. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan
laporan Aziz et al. (2007) yang melaporkan bahwa distribusi asiatikosida lebih
banyak dijumpai di bagian daun, dibandingkan akar dan tangkai daun meskipun
kandungan asiatikosida juga dipengaruhi oleh jenis pegagan, dan keadaan ini
dijumpai pada semua aksesi pegagan (Zainol et al. 2008), demikian juga pada
tanaman pegagan hasil kultur jaringan (Kim et al. 2004).

Tabel 8 Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida di dalam bagian
yang berbeda dari pegagan segar

Hasil pemeriksaan (%)


No Unsur kimia
Daun Daun+T. Daun Tangkai Daun
1 P 0,0249 0,0139 0,0334
2 K 2,36 2,72 2,69
3 Na ttd ttd ttd
4 Mg 1,58 1,49 0,83
5 Ca 2,06 2,14 1,00
6 Cu 0,0062 0,0087 0,0137
7 Zn 0,0091 0,0055 0,0051
8 Fe 0,0801 0,0505 0,0660
9 Mn 0,0046 0,0008 0,0009
10 Asiatikosida 2,48 2,46 2,39
Keterangan:
ttd: Tidak terdeteksi

Kandungan asiatikosida sangat ditentukan oleh asal dan jenis (aksesi)


pegagan. Bermawie et al. (2008) melaporkan bahwa kandungan asiatikosida dari
16 aksesi yang dianalisis berkisar antara 0,15-1,49%, kandungan asiatikosida yang
tertinggi diperoleh dari pegagan asal Ungaran Jawa Tengah (1,49%) dan
Sumedang Jawa Barat (1,37%), sedangkan aksesi Gunung Putri hanya
mengandung 0,23%. Kandungan asiatikosida dari pegagan aksesi Gunung Putri
yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dari pada yang dilaporkan oleh
Bermawie et al. (2008).
Bermawie et al. (2008) melaporkan bahwa kandungan asiatikosida pada
pegagan aksesi Manoko yang ditanam di Cicurug Sukabumi adalah sebesar
0,15%, sedangkan hasil penelitian Riyadi et al. (2011) melaporkan bahwa
kandungan asiatikosida dari pegagan aksesi Manoko yang ditanam di Manoko
adalah sebesar 0,66%. Data ini menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida juga
sangat dipengaruhi oleh tempat penanamannya terutama ketinggian tempat
penanamannya. Cicurug dan Manoko adalah dua lokasi yang sangat berbeda
ketinggian tempatnya, dimana Cicurug berada pada ketinggian 550 m dpl,
sedangkan Manoko berada pada ketinggian 1200 m dpl. Data ini juga
mengindikasikan bahwa kandungan asiatikosida di dalam pegagan kemungkinan
akan diperoleh secara maksimal jika ditanam di tempat asalnya. Data di atas
menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida sangat dipengaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan.

Tabel 9 Hasil analisis proksimat dan komposisi kimia per 100 g bahan segar

Kandungan zat gizi Hasil analisis Referensi


Kadar air (g) 87,15 ND
Kadar abu (g) 1,31 2,06 a; 2,54f
Kadar abu tak larut asam (g) 0,03 ND
Kadar sari dalam air (g) 4,25 ND
Kadar sari dalam alkohol (g) 4,18 ND
Kadar serat (g) 2,19 18,33d; 1,92f
Protein (g) 14,49 2,4a; 4,58c; 9,94d; 3f
Ca (mg) 2.140 174 a; 1.994,28c; 1.060d; 2.425f
P (mg) 13,9 17 a; 370d; 327f
K (mg) 2.720 345 a
Na (mg) ttd 107,8 a
Mg (mg) 1.490 87 a; 271f
Fe (mg) 50,5 14,86 a; 43,26 c; 32d; 18f
Zn (mg) 5,5 0,97 a; 3,93b; 20f
Cu (mg) 8,7 0,24 a; 0,55 b; 7f
Cr (mg) NA 0,046 a
Mn (mg) 4,6 23f
Asiatikosida ( %) 2,46 1,04e; 0,66c
Keterangan:
ttd: Tidak terdeteksi
NA: Tidak dianalisis
ND: Tidak ada data
a. Gupta et al, 2005
b. Atukorala & Waidyanatha, 1987
c. Riyadi et al, 2011
d. KIRDI 2009- Laboratory analysis report on Centella asiatica Dalam Kiuru
et al. 2010
e. Bermawie et al, 2008
f. Odhav et al, 2007
Kandungan triterpenoid dan steroid juga sangat dipengaruhi oleh tingkat
naungan. Meskipun tingkat naungan 75% dapat menghasilkan panjang tangkai
daun yang cukup maksimal, namun secara kualitatif, kandungan triterpenoid dan
steroid pada jenis pegagan tertentu sangat kuat terdeteksi pada tingkat naungan
25% sedangkan pada jenis pegagan lainnya tingkat naungan tidak mempunyai
pengaruh yang negatif (Kurniawati et al. 2005).
Hampir semua mineral yang dianalisis paling banyak dijumpai di dalam
bagian daun dan keseluruhan tanaman, sedangkan pada bagian tangkai daun
semua unsur kimia yang dianalisis juga dijumpai namun jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan dengan dua bagian tanaman lainnya kecuali terhadap unsur K, Cu
dan Fe. Jumlah mineral yang paling banyak dijumpai di dalam bahan segar (daun,
tangkai dan keseluruhan tanaman) adalah unsur K dan Ca. Kadar protein juga
paling banyak dijumpai di dalam daun dan keseluruhan bagian tanaman,
sedangkan kadar asiatikosida relatif sama di semua bagian daun.
Perbandingan kandungan antara komposisi kimia hasil analisis seluruh
bagian tanaman pegagan segar dengan referensi disajikan pada Tabel 9. Data
pada Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat variasi yang cukup tinggi antara hasil
analisis dengan data referensi. Perbedaan nilai ini dapat saja terjadi karena
perbedaan cara analisis, penanganan pascapanen, asal dan jenis (aksesi) bahan
yang digunakan.

Kandungan Komposisi Kimia Ekstrak Pegagan


Ekstrak merupakan kumpulan senyawa-senyawa dari berbagai golongan
yang terlarut di dalam pelarut yang sesuai, termasuk didalamnya senyawa-
senyawa aktif atau yang tidak aktif (Sidik & Mudahar 2000). Ekstraksi bahan
tumbuhan obat dengan pelarut yang sesuai (air, alkohol dan pelarut organik lain)
menjadi ekstrak cair atau ekstrak kering banyak dilakukan untuk tujuan
standarisasi sediaan obat herba sekaligus memberi keuntungan dari segi formulasi
sediaannya (Sinambela 2003). Pemilihan pelarut sangat penting dalam proses
ekstraksi sehingga bahan berkhasiat yang akan ditarik dapat tersari secara
sempurna. Departemen Kesehatan merekomendasikan air, dan alkohol untuk
cairan penyari ekstrak untuk keperluan bahan baku obat tradisional (Farouq 2003).
Hasil Analisis Proksimat Ekstrak Kering
Hasil analisis proksimat dari ekstrak etanol dan ekstrak air daun pegagan
disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil analisis proksimat dari ekstrak kering daun pegagan

Hasil pemeriksaan (%)


No Jenis pemeriksaan Ekstrak etanol Ekstrak air
b/b b/k b/b b/k
1 Kadar air 2,16 - 6,44 -
2 Kadar abu 3,26 3,33 3,21 3,43
3 Kadar lemak 2,14 2,19 2,13 2,28
4 Kadar karbohidrat 89,82 91,80 85,54 91,43
5 Protein 2,61 2,67 2,68 2,86

Perbandingan hasil analisis proksimat antara basis basah dan basis kering
terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak dan protein dari masing-masing
ekstrak cenderung tidak terlalu berbeda kecuali terhadap kadar karbohidrat pada
ekstrak air. Kadar karbohidrat menunjukkan nilai yang paling tinggi
dibandingkan dengan parameter proksimat lainnya, dengan demikian kadar dalam
basis kering juga menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada basis
basah. Kadar karbohidrat di dalam ekstrak etanol pada basis basah cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air, namun pada basis kering kadarnya
cenderung sama karena kadar air dalam ekstrak air cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak etanol sehingga pengaliannya juga menjadi lebih
tinggi.

Mineral
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa di dalam bahan ekstrak
banyak ditemukan mineral makro dan mikro kecuali unsur Fe dan Cu. Odhav et
al. (2007), Gupta et al. (2005) dan Atukorala & Waidyanatha (1987) juga
melaporkan bahwa di dalam pegagan banyak dijumpai mineral makro dan mikro
seperti Ca, P, K, Na, Mg, Fe, Zn, Cu dan Mn. Manfaat klinis dari pegagan ini
mungkin saja bukan hanya karena senyawa asiatikosida tapi juga mungkin karena
unsur makro dan mikro mineral tersebut. Linder (2006) melaporkan bahwa makro
dan mikromineral memegang peranan penting dalam berbagai reaksi dan sistim
metabolisme tubuh.
Kadar mineral yang terdapat di dalam bahan ekstrak dipengaruhi oleh jenis
pelarut yang digunakan. Semua mineral lebih banyak ditemukan di dalam ekstrak
air dibandingkan di dalam ekstrak etanol (Tabel 11), sedangkan kandungan
asiatikosida (di dalam daun) cenderung lebih banyak ditemukan di dalam ekstrak
etanol (16,03% vs 15,77%) (Tabel 12). Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui
bahwa di dalam ekstrak air dan etanol tidak ditemukan unsur Fe dan Cu (Tabel
11) sedangkan hasil dari analisis bahan segar, unsur tersebut ada ditemukan
(Tabel 8). Artinya, proses ekstraksi kemungkinan dapat menyebabkan hilangnya
sebagian dari mineral penting di dalam bahan baku. Unsur Ca dan P di dalam
ekstrak ditemukan dalam perbandingan yang ideal, dimana kadar Ca lebih tinggi
dibandingkan dengan P kecuali pada ekstrak air kering pada bagian tangkai daun
dijumpai dalam imbangan yang tidak ideal (0,19% vs 0,11%).

Tabel 11 Kandungan mineral dari ekstrak kering daun pegagan

Ekstrak air (%) Ekstrak etanol (%)


Jenis mineral
b/b b/k b/b b/k
Fe 0 0 0 0
P 0,25 0,27 0,11 0,11
K 5,83 6,23 5,09 5,20
Na 0,0370 0,0396 0,0294 0,0301
Ca 11,11 11,87 0,78 0,80
Mg 2,07 2,21 1,23 1,26
Cu 0 0 0 0
Mn 0,0030 0,0032 0,0012 0,0012
Zn 0,0042 0,0045 0,0010 0,0010

Kandungan Asiatikosida
Kandungan asiatikosida disajikan pada Tabel 12. Kadar asiatikosida dari
masing-masing bagian tanaman berkisar antara 15,59-16,44%. Asiatikosida
adalah senyawa yang paling aktif dari 3 triterpen lainnya (Maquart et al. 1999)
dan merupakan unsur utama dari tanaman pegagan (Zhang et al. 2009). Di dalam
pegagan banyak ditemukan senyawa triterpenoid, dan senyawa utama yang
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat adalah senyawa asiatikosida (Zainol et
al. 2008). Dilaporkan bahwa pemberian pegagan dapat meningkatkan
kemampuan memori dan pembelajaran pada tikus muda. Hal ini mungkin saja
berhubungan dengan aktivitas antioksidan, anti inflamasi, neuroprotektif, pro-
kolinergik dan anti-kolinergik dari berbagai komponen yang terdapat di dalam
tanaman pegagan (Joshi & Parle 2006).
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida di masing-
masing bagian tanaman berbeda, dan tertinggi dijumpai di bagian daun. Hasil
analisis ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Kim et al. (2004) dan Aziz et al.
(2007) bahwa bahwa produksi asiatikosida terutama terjadi di bagian daun.
Kandungan asiatikosida dari bagian tanaman yang berbeda disajikan pada Tabel
12.

Tabel 12 Kadar asiatikosida dari bahan ekstrak yang berbeda

Kadar asitikosida (%)


Jenis Bahan
b/b b/k
Ekstrak etanol kering (daun) 16,03 16,38
Ekstrak air kering (daun) 15,77 16,66
Ekstrak air kental (tangkai) 15,59 ND
Keterangan: ND (Tidak dianalisis)

Penelitian 2. Pengujian Ekstrak Pegagan pada Hewan Model

Pertambahan Bobot Badan dan Asupan Pakan


Selama periode percobaan semua tikus yang diberi ekstrak etanol dan
ekstrak air pegagan tidak menunjukkan tanda-tanda sakit dan juga tidak
menunjukkan penurunan bobot badan (Gambar 10 dan 11). Respon pertambahan
bobot badan harian antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
(p>0,05). Hasil penelitian ini sama dengan Anand et al. (2012) dan Meutia &
Ibrahim (2008) tapi tidak sejalan dengan Rao et al. (2006) dan Babu et al. (1995)
yang melaporkan bahwa tikus yang diberi pegagan meningkat bobot badannya
dibandingkan dengan kontrol.
Gambar 10 Kurva pertambahan bobot badan dari masing-masing kelompok yang
diberi ekstrak etanol

Hasil pertambahan bobot badan yang didapat menunjukkan bahwa ekstrak


etanol daun pegagan tidak mengubah pola pertumbuhan yang terdapat pada
kontrol. Kondisi demikian mungkin dapat diartikan bahwa ekstrak etanol pegagan
aman terhadap pola pertumbuhan karena tidak berpotensi menurunkan atau
menaikkan bobot badan. Pola yang sama juga ditemukan pada pemberian ekstrak
air pegagan yang pola pertumbuhannya juga sama, hal ini menegaskan bahwa
pemberian ekstrak pegagan tidak merubah pola dasar pertumbuhan hewan coba.

Gambar 11 Kurva pertambahan bobot badan dari masing-masing kelompok yang


diberi ekstrak air
Total asupan pakan antar kelompok perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0,05). Hal yang sejalan juga dilaporkan oleh Meutia &
Ibrahim (2008). Semua kelompok menunjukkan penurunan asupan mingguan.

Tabel 13 Respon pertambahan bobot badan (g) dan asupan mingguan (g) pada
perlakuan dengan ekstrak etanol

Level (mg ekstrak/kg BB)


Parameter 0 100 300 600
(Kontrol) Level 1 Level 2 Level 3
Bobot Badan Awal (g) 270 + 25a 266 + 13a 287 + 42a 268 + 26a
Bobot Badan Akhir (g) 362 + 32a 369 + 18a 391 + 67a 368 + 42a
a a
Pertambahan BB Harian (g/hr) 1,42 + 0,19 1,59 + 0,34 1,61 + 0,39a 1,54 + 0,25a
a a
Asupan Minggu 1 (g) 27,71 + 1,06 21,64 + 2,54 21,96 + 2,07a 19,61 + 2,68a
Asupan Minggu 2 (g) 22,46 + 2,05a 19,36 + 2,01a 21,82 + 2,86a 19,00 + 2,20a
Asupan Minggu 3 (g) 18,43 + 1,77a 17,61 + 2,05a 21,25 + 1,10a 19,07 + 1,79a
Asupan Minggu 4 (g) 18,79 + 3,29a 16,05 + 2,97a 19,50 + 3,26a 19,64 + 2,44a
Asupan Minggu 5 (g) 19,76 + 1,10a 19,57 + 0,90a 21,10 + 1,44a 20,38 + 1,15a
Asupan Minggu 6 (g) 23,76 + 4,78a 25,62 + 3,86a 25,05 + 5,87a 24,52 + 5,40a
Asupan Minggu 7 (g) 22,71 + 7,44a 22,10 + 6,58a 22,29 + 4,97a 21,95 + 6,83a
Asupan Minggu 8 (g) 24,29 + 5,30a 24,57 + 5,44a 24,57 + 6,41a 24,24 + 5,65a
Asupan Minggu 9 (g) 22,56 + 0,51a 22,67 + 1,73a 22,89 + 3,83a 20,67 + 1,67a
Total asupan (g) 145,90+4,64a 137,06+4,59a 145,71+4,05a 137,88+4,23a
Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
(p>0,05).

Pada kelompok kontrol, penurunan asupan mingguan terjadi sampai akhir


pengamatan, kelompok level 1 dan 2 sampai minggu kelima sedangkan pada
kelompok level 3 sampai minggu ketiga. Untuk kelompok tikus yang diberi
ekstrak etanol (Tabel 13), pada minggu pertama, asupan tertinggi dijumpai pada
kelompok kontrol yaitu mencapai 10% dari bobot badan, sedangkan pada
kelompok level 1 dan 2 sebesar 8%, dan pada kelompok level 3 sebesar 7% dari
bobot badan. Pada minggu ketiga, semua kelompok hanya mengkonsumsi pakan
sekitar 6% dari bobot badan. Asupan pakan mingguan dan total asupan antar
kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05).
Kaitan antara total asupan pakan dengan aktivitas tidak menunjukkan
hubungan yang linier karena tikus perlakuan level 1 dan 3 mengkonsumsi jumlah
pakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol dan
cenderung sama dengan tikus perlakuan level 2, sedangkan data aktivitas
menunjukkan bahwa tikus pada perlakuan level 1, 2 dan 3 lebih aktif
dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol. Data ini mengindikasikan bahwa
peningkatan aktivitas tikus pada penelitian ini tidak mengakibatkan peningkatan
asupan pakan. Pada umumnya, peningkatan aktivitas akan mengakibatkan
peningkatan penggunaan energi. Pada penelitian ini, diduga bahwa pemberian
ekstrak etanol daun pegagan dapat menyebabkan efisiensi penggunaan energi.

Tabel 14 Respon pertambahan bobot badan dan asupan pakan mingguan pada
perlakuan dengan ekstrak air

Level (mg ekstrak/kg BB)


Parameter 0 100 300 600
(Kontrol) Level 1 Level 2 Level 3
Bobot Badan Awal (g) 163+22a 162+7a 157+14a 165+17a
a a a
Bobot Badan Akhir (g) 292+41 315+5 299+15 296+35a
a a a
Pertambahan BB Harian (g) 2,07+0,38 2,46+0,08 2,29+0,28 2,13+0,41a
Asupan Minggu 1 (g) 18,46+0,93a 18,11+0,96a 17,49+0,99a 19,14+1,06a
a a a
Asupan Minggu 2 (g) 20,69+0,88 20,29+0,76 19,46+0,94 21,97+1,10a
a a a
Asupan Minggu 3 (g) 22,74+0,70 22,46+0,75 21,74+0,66 23,63+0,78a
Asupan Minggu 4 (g) 24,57+0,57a 24,77+0,80a 23,83+0,63a 25,51+0,58a
a a a
Asupan Minggu 5 (g) 25,19+0,45 26,44+0,32 25,03+0,39 26,04+0,57a
a a a
Asupan Minggu 6 (g) 25,82+0,59 27,64+0,43 26,04+0,39 26,43+0,40a
Asupan Minggu 7 (g) 27,11+0,35a 28,86+0,35a 27,18+0,28a 27,57+0,40a
a a a
Asupan Minggu 8 (g) 27,86+0,13 29,86+0,13 28,43+0,35 28,25+0,25a
a a a
Asupan Minggu 9 (g) 28,50+0,31 30,60+0,34 29,20+0,11 28,95+0,11a
a a a
Total asupan (g) 297,90+3,21 308,40+4,16 294,06+3,82 306,92+3,06a
Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
(p>0,05).

Pada kelompok yang diberi ekstrak air (Tabel 14), asupan pakan dari
minggu pertama sampai dengan minggu ke sembilan juga tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p>0,05) antar kelompok perlakuan. Jumlah asupan
pakan dari masing-masing kelompok perlakuan yang diberi ekstrak air meningkat
dari minggu ke minggu. Hal ini disebabkan karena meningkatnya bobot badan
sehingga jumlah asupan pakannya juga meningkat.

Gambaran Darah Lengkap


Semua tikus yang diberi ekstrak pegagan dalam jumlah yang tinggi (600
mg/kg bobot badan per hari) selama periode percobaan tidak menunjukkan tanda-
tanda toksik. Keadaan ini didukung oleh hasil analisis darah lengkap yang
menunjukkan bahwa gambaran darah dari tikus tersebut berada dalam batasan
normal dan bahkan menunjukkan kecenderungan yang lebih baik dibandingkan
dengan kontrol. Data gambaran darah lengkap (Tabel 15 dan 16) tikus setelah 2
bulan pemberian ekstrak etanol dan ekstrak air daun pegagan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0,05), kecuali terhadap jumlah benda darah merah
(BDM) dan eosinofil (Tabel 17).

Tabel 15 Rata-rata gambaran darah lengkap tikus setelah 2 bulan pemberian


ekstrak etanol

BDM PCV Hb BDP


Kelompok
(Juta/mm3) (%) (g%) (Ribu/mm3)
Kontrol 7,02+2,1a 37,33+11,8a 14,77+1,8a 7,18+4,9a
Level 1 (100 mg/kg bb) 7,58+0,5ab 47,83+0,6a 15,28+0,9a 8,72+2,0a
Level 2 (300 mg/kg bb) 8,22+0,3c 44,67+0,8a 17,04+1,7a 10,33+1,3a
Level 3 (600 mg/kg bb) 7,90+4,4bc 43,67+25,2a 15,32+7,81 a 8,40+4,7a
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata
(p<0,05), BDM (Benda Darah Merah), PCV (Packet Cell Volume), Hb (hemoglobin), BDP (Benda
Darah Putih)

Secara statistik, jumlah BDM pada tikus level 2 dan 3 berbeda nyata
(p<0,05) dengan kelompok kontrol, level 2 tidak berbeda nyata dengan level 3
(p>0,05) namun berbeda nyata dengan level 1 (p<0,05), sedangkan PCV, Hb dan
BDP tidak berbeda nyata (p>0,05) antar kelompok perlakuan. Data benda darah
putih yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan
Jayathirtha dan Mishra (2004), bahwa tikus yang diberi ekstrak metanol dapat
meningkatkan jumlah sel darah putih. Tikus pada kelompok yang diberi ekstrak
etanol, meskipun nilai PCV, Hb dan total benda darah putih tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0,05) dengan kontrol, namun nilai gambaran darah
tersebut cenderung lebih baik dibandingkan dengan nilai pada kelompok kontrol.
Terdapat variasi antara hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan laporan
sebelumnya. Sihombing & Tuminah (2011) melaporkan bahwa tikus Wistar
jantan yang berumur 3 bulan dengan rata-rata bobot badan 156 g mempunyai nilai
BDM 8,46 juta/mm3, PCV 45,12%, Hb 14,94 g/dL dan BDP 5,74 ribu/mm3.
Data gambaran darah tersebut menunjukkan bahwa kelompok level 2 (300
mg/kg bobot badan) yang diberi ekstrak etanol cenderung lebih baik dibandingkan
dengan kelompok lainnya. Hal ini ditandai dengan nilai BDM, Hb dan BDP yang
lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya, sedangkan nilai PCV lebih
baik pada kelompok level 1.
Tingginya nilai BDM pada kelompok perlakuan berkonsekuensi pada
peningkatan nilai PCV dan Hb menuju nilai normal atas, terutama pada level 300
mg/kg bb. Smith & Mangkoewidjojo dalam Anwar 1988 melaporkan bahwa nilai
BDM, Hb dan BDP tikus putih adalah berturut-turut 7,2-9,6 juta/mm3, 15-16
g/100 mL, dan 5-13 ribu/mm3. Rendahnya nilai BDM pada level 600 mg/kg bb
sangat mungkin mengindikasikan ketepatan level 300 mg/kg bb dalam pemakaian
8 minggu. Hubungan antara nilai Hb dan fungsi kognitif telah dilaporkan oleh
Jacobsen et al. (2004), bahwa terdapat perubahan yang negatif pada kinerja
kognitif pasien kanker yang mengalami penurunan nilai Hb.
Jumlah BDP tikus yang diberi perlakuan level 2 adalah tertinggi diantara
kelompok yang ada. Keadaan demikian mengindikasikan dengan kuat bahwa
ekstrak pegagan yang diberi menginduksi pengeluaran sel darah ke sirkulasi.
Peningkatan nilai BDP pada tikus yang diberi ekstrak etanol menandakan bahwa
pegagan juga bermanfaat sebagai imunostimulan. Peran pegagan sebagai
imunostimulan juga pernah dilaporkan oleh Wang et al. (2005) dan Punturee et al.
(2005). Imunostimulan adalah suatu istilah yang menunjukkan adanya suatu
perubahan yang memperkuat penekanan dari indikator faktor kekebalan seluler
dan humoral serta faktor pertahanan nonspesifik (Sagrawat & Yaseen 2007).
Tikus yang diberi ekstrak air nilai BDP lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol. Data ini mengindikasikan bahwa ekstrak air kemungkinan kurang
bermanfaat sebagai imunostimulan. Hal ini berbeda dengan laporan Punturee et
al. (2005) yang melaporkan bahwa ekstrak air pegagan dengan level 100 mg/kg
BB menunjukkan respon yang tinggi terhadap antibodi primer dan sekunder
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ekstrak etanol pegagan menunjukkan
aktivitas imunosupresif yang ditandai dengan pengurangan proliferasi mitogen-
stimulated human PBMCs dan produksi IL-2 serta TNF-α.
Tabel 16 Rata-rata gambaran darah lengkap tikus setelah 2 bulan pemberian
ekstrak air

kelompok BDM PCV Hb BDP


(Juta/mm3) (%) (g%) (Ribu/mm3)
Kontrol 7,38+0,3a 42,06+4,5a 14,81+1,3a 12,09+1,5a
Level 1 (100 mg/kg bb) 7,05+0,8a 39,81+5,7a 13,76+1,9a 6,71+4,3a
Level 2 (300 mg/kg bb) 7,92+1,7a 39,56+9,8a 13,99+3,4a 8,31+4,9a
Level 3 (600 mg/kg bb) 7,94+0,7a 43,56+3,1a 15,14+1,3a 9,20+2,7a
Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
(p>0,05). BDM (Benda Darah Merah), PCV (Packet Cell Volume), Hb (hemoglobin), BDP
(Benda Darah Putih)

Tabel 17 Rata-rata gambaran differensial benda darah putih pada tikus yang
diberi ekstrak etanol

Differensial BDP (%)


kelompok
L N M E
Kontrol 73+18,0a 25+17,8 a
2+1,0a 1+1,2ab
Level 1 (100 mg/kg bb) 78+9,0a 19+8,6a 2+1,0a 1+1,0b
Level 2 (300 mg/kg bb) 70+0,6a 26+2,7a 4+2,0a 0a
Level 3 (600 mg/kg bb) 86+52,6a 12+3,9a 2+1,2a 1+0,5ab
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata
(p<0,05), L (limfosit), N (netrofil), M (monosit) dan E (eosinofil)

Perbedaan ini mungkin saja disebabkan oleh perbedaan kandungan


senyawa kimia yang berperan pada sistem imun. Wang et al. (2005) melaporkan
bahwa pektin yang merupakan kompleks polisakarida heterogen yang terdapat di
dalam tanaman pegagan berperan sebagai imunostimulan. Punturee et al. (2005)
tidak melaporkan kandungan karbohidrat dari masing-masing ekstrak yang
digunakan. Pada penelitian ini, kandungan karbohidrat di dalam ekstrak etanol
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air (89,82% vs 85,54%),
sehingga perbedaan pada sistem imun seluler ini sangat dimungkinkan karena
perbedaan pada kandungan karbohidrat, dengan asumsi jika kandungan pektin
ekivalen dengan kandungan karbohidrat dari masing-masing ekstrak tersebut.
Perbedaan pada respon imun seluler ini berkontribusi pada nilai
differensial leukosit. Pada tikus yang diberi ekstrak etanol (kecuali pada level 2)
nilai limfosit cenderung lebih tinggi, sedangkan nilai netrofil lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebaliknya pada tikus yang diberi
ekstrak air nilai limfosit lebih rendah, sedangkan nilai netrofil lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Lebih tingginya nilai netrofil pada tikus
yang diberi ekstrak air sangat mungkin terkait dengan keberadaan mikroba yang
mudah tumbuh dalam ekstrak air. Secara umum dapat ditegaskan bahwa ekstrak
etanol lebih baik dari pada ekstrak air dalam meningkatkan profil hematologi.
Volume darah merah dan nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh jenis
kelamin dan bobot badan. Tikus Wistar dengan bobot badan 114,22 g, memiliki
volume darah merah sebanyak 2,12 mL/100 g dan hematokrit 40%, sedangkan
tikus dengan bobot badan 270,19 memiliki volume darah merah sebanyak 2,27
mL/100 g dan hematokrit 43,94% (Lee & Blaufox, 1985).

Tabel 18 Rata-rata gambaran differensial benda darah putih pada tikus yang
diberi ekstrak air

Differensial BDP (%)


kelompok
L N M E
Kontrol 82+4,4a 14+3,3 a
4+2,7a 1+1,5a
Level 1 (100 mg/kg bb) 74+6,1a 20+5,3a 4+1,0a 1+1,0a
Level 2 (300 mg/kg bb) 76+3,9a 20+2,5a 3+1,6a 1+0,6a
Level 3 (600 mg/kg bb) 78+4,3a 15+4,2a 6+2,2a 1+1,2a
Keterangan: L (limfosit), N (netrofil), M (monosit) dan E (eosinofil)

Pola Aktivitas Tikus


Pengamatan aktivitas tikus dilakukan setiap 2 hari sekali terhadap semua
tikus dari setiap kelompok dengan menggunakan lorong T-maze, dan aktivitas
tersebut direkap dalam aktivitas mingguan. Terdapat 3 jenis tingkah laku yang
dominan dijumpai pada tikus yang diuji yaitu berjalan, memanjat dan membaui.
Aktivitas perawatan tubuh juga dijumpai selama di dalam kotak Maze, namun
aktivitas ini tidak umum dijumpai. Aktivitas perawatan tubuh hanya sesekali
dijumpai pada tikus-tikus yang termasuk dalam kategori aktif. Aktivitas
perawatan tubuh dilakukan dengan menggunakan kedua kaki depan dengan cara
menjilati kedua kaki depan tersebut, lalu mulai mengusap-usap bagian muka dan
dilanjutkan pada bagian tubuh lainnya.
Tikus yang aktif menunjukkan aktivitas berjalan, membaui dan memanjat
dinding maze yang sangat tinggi. Aktivitas memanjat dinding maze yang sangat
tinggi dijumpai pada saat tikus baru dilepaskan dari kotak start, setelah melewati
kotak maze bagian start, aktivitas memanjat berkurang. Aktivitas membaui dari
tikus yang aktif sangat tinggi, dan aktivitas membaui ini dilakukan terus menerus
selama tikus berada di dalam kotak maze. Aktivitas membaui ini dilakukan ke
segala arah, dan lebih sering dilakukan ke lantai kotak maze, diduga bahwa
aktivitas membaui ini dilakukan untuk mengenal lorong-lorong yang akan
dilaluinya.
Motivasi tikus untuk melewati setiap lorong belum diketahui secara pasti.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pakan yang disediakan di titik finish
bukan faktor utama yang menyebabkan tikus bergerak untuk melewati lorong,
karena setiap tikus yang telah mencapai titik finish tidak pernah mengambil pakan
yang telah disediakan. Diduga bahwa motivasi tikus untuk bergerak melewati
setiap lorong adalah karena tikus berusaha untuk keluar dari lorong yang ada di
depannya yang belum dilaluinya, dan apabila lorong yang di depannya telah
buntu, maka tikus akan bergerak dengan sangat cepat kembali ke kotak start dan
tidak kembali lagi ke titik finish. Tikus yang aktif akan terus bergerak di dalam
kotak maze selama di depannya belum ditemukan lorong yang buntu.

Perlakuan Pemberian Ekstrak Etanol


Distribusi tikus dari masing-masing kelompok perlakuan berdasarkan skor
kategori aktivitas dan rataan skor kategori disajikan pada Tabel 19. Hasil
pengamatan aktivitas pada masing-masing kelompok perlakuan menunjukkan
bahwa tikus dari kelompok kontrol menunjukkan aktivitas yang tidak konsisten
dan secara umum menunjukkan tingkah laku yang tidak aktif.
Pada minggu pertama dan ketiga skor rata-rata kategori aktivitas kelompok
level 1 tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (p>0,05), dan berbeda nyata
dengan kelompok level 2 dan 3. Di seluruh minggu kelompok level 2 dan 3 lebih
aktif dari pada kelompok level 1 dan kontrol. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Rao et al. (2006) yang melaporkan bahwa tikus yang diberi ekstrak
daun lebih aktif dibandingkan dengan tikus kontrol dan kalau diberi dengan level
yang lebih tinggi dalam periode yang lama dapat memberikan pengaruh yang
positif terhadap proses pembelajaran dan memori. Tikus yang aktif
mengindikasikan adanya peningkatan kekuatan otot. Mato et al. (2011)
melaporkan bahwa pemberian ekstrak pegagan sebanyak 500 dan 750 mg/hari
selama 2 bulan dapat meningkatkan performa fisik pada manula sehat yang
ditandai dengan meningkatnya kekuatan otot pada bagian ekstremitas bawah.

Tabel 19 Distribusi tikus dari masing-masing kelompok perlakuan berdasarkan


skor kategori aktivitas dan rataan skor kategori

Distribusi tikus (%)


Skor rata-rata
Kelompok 4 3 2 1
katagori
(Sangat aktif) (Aktif) (Kurang aktif) (Tidak aktif)
Minggu I
Kontrol 0 0 50,0 50,0 1,1+1,1b
Level 1 12,5 12,5 50,0 25,0 1,4+0,9ab
Level 2 62,5 0 25,0 12,5 2,1+0,9a
Level 3 25,0 25,0 50,0 0 1,7+1,2a
Minggu II
Kontrol 0 0 0 100,0 1,0+1,2b
Level 1 25,0 25,0 25,0 25,0 1,6+0,7a
Level 2 50,0 12,5 12,5 25,0 1,9+0,9a
Level 3 37,5 25,0 25,0 12,5 1.9+1,4a
Minggu III
Kontrol 0 8,3 33,3 58,3 1,1+1,0b
Level 1 25,0 0 25,0 50,0 1,3+1,3b
Level 2 58,3 0 16,7 25,0 1,9+1,2a
Level 3 75,0 16,7 8,3 0 3,1+1,4a
Minggu IV
Kontrol 0 0 8,3 91,7 1,0+0,8c
Level 1 33,3 25,0 25,0 16,7 1,7+1,1b
Level 2 83,3 8,3 0 8,3 3,1+1,2a
Level 3 91,7 8,3 0 0 3,6+1,1a
Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); 4 =
Sangat aktif; 3 = Aktif; 2 = Kurang aktif; 1 = Tidak aktif

Pengaruh yang positif ini mungkin karena perubahan struktural,


neurokimia dan neurofisiologikal di dalam otak tikus (Rao et al. 2005). Laporan
lainnya menyebutkan bahwa peningkatkan kemampuan memori dan pembelajaran
pada tikus muda mungkin berhubungan dengan aktivitas antioksidan, anti
inflamasi, neuroprotektif, pro-kholinergik dan anti-kholinergik dari berbagai
komponen yang terdapat di dalam tanaman pegagan (Joshi & Parle 2006).
Dilaporkan bahwa senyawa aktif yang terdapat di dalam pegagan efektif dalam
melindungi neuron dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh paparan akibat
kelebihan glutamat (Lee et al. 2000).
Peningkatan aktivitas tikus seiring dengan meningkatnya level ekstrak
yang diberikan mengindikasikan adanya peningkatan asupan zat gizi yang
berpengaruh terhadap kontraksi otot. Linder (2006) melaporkan bahwa kalsium
merupakan mineral makro yang juga berperan pada kontraksi otot. Kontraksi otot
terutama diatur oleh konsentrasi Ca++ bebas di dalam sitosol. Berbagai stimulus
yang menginduksi kontraksi otot memicu peningkatan Ca++ bebas di dalam
sitosol. T-maze yang digunakan untuk mengukur pola aktivitas merupakan
stimulus yang menyebabkan peningkatan Ca++ di dalam sitosol. Oleh karena
kandungan kalsium pada level 3 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
lainnya, maka peningkatan aktivitas pada level 3 sangat dimungkinkan.
Persentase tikus dari masing-masing kelompok yang mencapai titik finish
setelah diberi ekstrak etanol disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Persentase tikus yang mencapai titik finish setelah diberi ekstrak etanol

% tikus yang mencapai finish


Kelompok
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Kontrol 0,00 0,00 0,00 0,00
Level 1 (100 mg/kg bb) 12,50 37,50 25,00 33,33
Level 2 (300 mg/kg bb) 37,50 50,00 58,33 83,33
Level 3 (600 mg/kg bb) 12,50 50,00 66,67 91,67

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada satu ekorpun dari tikus kontrol
yang mencapai titik finish, sedangkan pada kelompok level 1, 2 dan 3 persentase
tikus yang mencapai titik finish bervariasi. Pada kelompok level 1, persentase
tikus yang mencapai titik finish cenderung stabil, sedangkan pada kelompok level
2 dan 3 terjadi peningkatan dari minggu ke minggu. Hal ini sesuai dengan laporan
Rao Mohandas (2005) bahwa tikus yang diberi pegagan dengan level yang lebih
rendah selama 2 minggu belum memberikan efek yang berarti, namun tikus yang
diberi pegagan dengan level yang lebih tinggi menunjukkan adanya perbaikan
yang signifikan dalam perilaku belajar. Pola aktivitas tikus juga dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Suaskara et al. (2007) melaporkan bahwa pemaparan cahaya
dapat mengubah pola aktivitas tikus dan aktivitas tikus cenderung meningkat
sebanding dengan lama cahaya. Dalam penelitian ini digunakan pencahayaan
yang sama sehingga semua tikus berada dalam keadaan lingkungan yang sama.
Dari 10 kali pengamatan (Tabel 21), frekuensi tikus yang mencapai titik
finish dari kelompok level 2 dan 3 berbeda nyata dengan kelompok kontrol
(p<0,05) dan tidak berbeda nyata dengan kelompok level 1 (p>0,05). Rata-rata
waktu yang diperlukan untuk mencapai titik finish (Tabel 21) dari tikus yang
diberi ekstrak etanol menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara
kelompok level 2 dan 3 dengan kelompok kontrol, namun tidak berbeda nyata
dengan level 1 (p>0,05). Meskipun waktu mencapai titik finish berbeda nyata
namun tidak menggambarkan tingkat aktivitas dari masing-masing kelompok
percobaan, karena pola aktivitas tikus di dalam kotak maze tidak hanya berjalan,
dan bahkan waktu di dalam maze banyak digunakan untuk aktivitas memanjat.

Tabel 21 Rata-rata frekuensi dan waktu pencapaian titik finish setelah


pemberian ekstrak etanol selama 10 kali pengamatan

Kelompok Pencapaian finish Waktu pencapaian


Frekuensi Persentase (menit)
a
Kontrol 0,00+0,00 0 0,00+0,00a
Level 1 (100 mg/kg bb) 2,75+3,59ab 27,5 0,98+1,06ab
Level 2 (300 mg/kg bb) 6,00+4,08b 60,0 1,69+0,94b
Level 3 (600 mg/kg bb) 6,00+2,45b 60,0 1,49+0,64b
Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05).

Tikus yang aktif, aktivitas memanjat di dalam maze dapat mencapai lebih
dari 20 kali selama 5 menit. Dengan demikian, waktu yang diperlukan untuk
mencapai titik finish bukan merupakan indikator yang baik untuk mengukur
aktivitas dan kecerdasan tikus coba. Berdasarkan data pola aktivitas yang
diperoleh, data persentase dan frekuensi pencapaian titik finish serta pola aktivitas
di dalam maze lebih tepat digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat
aktivitas dan kecerdasan dibandingkan waktu yang diperlukan untuk pencapaian
titik finish, karena pola aktivitas, persentase dan frekuensi pencapaian titik finish
konsisten di masing-masing kelompok percobaan.
Data gambaran darah pada kelompok yang diberi ekstrak etanol sejalan
dengan gambaran aktivitasnya. Data gambaran aktivitas menunjukkan bahwa
kelompok yang diberi ekstrak etanol lebih aktif dibandingkan dengan kelompok
yang diberi ekstrak air. Data ini menggambarkan bahwa aktivitas sangat terkait
dengan gambaran darah umum terutama dengan total benda darah merah, PCV,
Hb dan total benda darah putih.

Perlakuan Pemberian Ekstrak Air


Aktivitas tikus yang diberi ekstrak air tidak lebih baik dibandingkan
dengan aktivitas tikus yang diberi ektrak etanol (Tabel 22).

Tabel 22 Distribusi tikus dari masing-masing kelompok perlakuan berdasarkan


skor kategori aktivitas dan rataan skor kategori

Skor katagori aktivitas (%)


Skor rata-rata
Kelompok 4 3 2 1
katagori
(Sangat aktif) (Aktif) (Kurang aktif) (Tidak aktif)
Minggu I
Kontrol 37,5 25,0 25,0 12,5 1,9 +1,1a
Level 1 12,5 25,0 50,0 12,5 1,5 +0,9a
Level 2 75,0 0 25,0 0 2,7 +0,9a
Level 3 37,5 37,5 0 25,0 1,9 +1,2a
Minggu II
Kontrol 50,0 0 37,5 12,5 1,9 +1,2a
Level 1 12,5 12,5 75,0 0 1,5 +0,7a
Level 2 62,5 12,5 25,0 0 2,5 +0,9a
Level 3 37,5 12,5 12,5 37,5 1,6 +1,4a
Minggu III
Kontrol 41,7 16,7 41,7 0 2,0+1,0ab
Level 1 25,0 16,7 16,7 41,7 1,5 +1,3b
Level 2 66,7 16,7 0 16,7 2,4 +1,2a
Level 3 41,7 16,7 8,3 33,3 1,7 +1,4ab
Minggu IV
Kontrol 16,7 33,3 50,0 0 1,7 +0,8a
Level 1 41,7 0 50,0 8,3 1,8 +1,1a
Level 2 41,7 16,7 25,0 16,7 1,8 +1,2a
Level 3 25,0 16,7 41,7 16,7 1,6 +1,1a
Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); 4 =
Sangat aktif; 3 = Aktif; 2 = Kurang aktif; 1 = Tidak aktif

Data pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas tikus yang diberi ekstrak


air tidak menunjukkan perbedaan antar kelompok (p>0,05) kecuali pada minggu
ketiga, aktivitas tikus kelompok level 2 berbeda (p<0,05) dengan aktivitas tikus
kelompok level 1, namun tidak berbeda dengan kontrol dan level 3 (p>0,05).
Secara umum tikus pada kelompok level 2 lebih baik daripada kelompok level
lainnya.
Data aktivitas tikus yang diberi ekstrak air tidak menunjukkan hasil yang
memuaskan, karena hampir semua parameter aktivitas yang diamati tidak
menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol. Data ini mengindikasikan
bahwa ekstrak air pegagan kurang bermanfaat jika digunakan untuk memperbaiki
aktivitas dan pembelajaran pada tikus. Data ini tidak sejalan dengan laporan
Veerendra & Gupta (1995) yang mengatakan bahwa ekstrak air pegagan memiliki
efek meningkatkan fungsi kognitif. Laporan lainnya menyebutkan bahwa ekstrak
etanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan
ekstrak air (Hamid et al. 2002). Data ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol
mempunyai efek yang konsisten terhadap fungsi kognitif, sedangkan ekstrak air
sebaliknya.

Tabel 23 Persentase tikus yang mencapai titik finish setelah diberi ekstrak air

% tikus yang mencapai finish


Kelompok
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Kontrol 50,00 37,50 33,33 16,67
Level 1 (100 mg/kg bb) 12,50 12,50 25,00 41,67
Level 2 (300 mg/kg bb) 62,50 62,50 66,67 41,67
Level 3 (600 mg/kg bb) 50,00 37,50 41,67 25,00

Hasil pengamatan mengindikasikan bahwa ekstrak air pegagan lebih


bermanfaat terhadap penambahan bobot badan dibandingkan terhadap aktivitas.
Frekuensi pencapaian titik finish pada kelompok tikus yang diberi ekstrak air
(Tabel 24) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05), namun
demikian kelompok level 2 frekuensi pencapaian titik finish lebih baik
dibandingkan dengan kelompok level lainnya.

Tabel 24 Rata-rata frekuensi dan waktu pencapaian titik finish setelah


pemberian ekstrak air selama 10 kali pengamatan

Kelompok Pencapaian finish Waktu pencapaian


Frekuensi Persentase (menit)
Kontrol 3,25+2,75 32,5 0,57+0,11a
Level 1 (100 mg/kg bb) 2,50+1,91 25,0 0,55+0,32a
Level 2 (300 mg/kg bb) 6,00+4,24 60,0 0,97+0,48a
Level 3 (600 mg/kg bb) 3,75+2,87 37,5 0,96+0,16a
Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05).

Penelitian 3. Analisis Morfologi Hipokampus

Imunohistokimia Jaringan Otak


Pewarnaan imunohistokimia dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi
kandungan atau komponen aktif yang ada dalam jaringan atau sel dengan
penggunaan antibodi tertentu. Prinsip dasar pewarnaan ini adalah adanya ikatan
antara antigen dan antibodi. Pada penelitian ini menggunakan beberapa jenis
antibodi yang dianggap dapat memberi keterangan tentang mekanisme terjadinya
peningkatan aktivitas (kognitif) pada tikus. Antibodi dimaksud adalah Glial
Fibrillary Acidic Protein (GFAP), calbindin-28k, dopamin, TNF-α, dan CRP.

Profil Sel Neuroglia


Terdapat 3 tipe sel glial di sistem susunan saraf pusat, dan ketiga sel glial
tersebut dijumpai lebih dari setengah dari semua sel yang ada di otak. Sel glial
berperan dalam pengolahan informasi di sistem susunan saraf pusat (Newman
2003). Berbagai kelainan klinis dapat mengurangi jumlah sel glial diantaranya
keadaan depresi (Cotter et al. 2001) dan stres hipoksia (Sturrock 1976).
Dilaporkan bahwa stres dapat meningkatkan kompleksitas internal dari mikroglia
yaitu meningkatkan ramifikasi (percabangan) tanpa mengubah area keseluruhan
yang ditempati oleh sel dan efek ini lebih jelas dalam sel yang lebih besar
(Hinwood 2012).

ED0

Gambar 12 Hasil pewarnaan dengan antibodi GFAP pada bagian hipokampus


pada kelompok kontrol yang diberi ekstrak etanol daun pegagan.
Skala bar = 30 µm

Sel mikroglial adalah sel makrofag dalam sistem susunan saraf pusat. Sel-
sel ini berasal dari mesodermal/mesenchymal dan bermigrasi ke seluruh wilayah
dari sistem susunan saraf pusat, lalu menyebar melalui parenkim otak. Melalui
signaling pathways sel-sel mikroglia bisa berkomunikasi dengan sel neuron dan
sel-sel sistem kekebalan tubuh. Setelah terdeteksi adanya tanda-tanda lesi otak
atau disfungsi sistem saraf, selanjutnya sel mikroglial menjalani proses, aktivasi
kompleks, dan seterusnya sel-sel mikroglia berubah menjadi “sel mikroglial yang
diaktifkan." Bentuk sel mikroglia yang telah diaktifkan memiliki kapasitas untuk
melepaskan sejumlah besar substansi yang dapat bertindak merugikan atau
bermanfaat bagi sel-sel sekitarnya. Sel mikroglial yang telah diaktifkan dapat
bermigrasi ke lokasi cedera, berproliferasi, menfagosit sel dan kompartemen
selular (Kettenmann et al. 2011).

ED3
Gambar 13 Hasil pewarnaan dengan antibodi GFAP pada bagian hipokampus
pada Kelompok level 3 yang diberi ekstrak etanol daun pegagan.
Skala bar = 30 µm

Pada penelitian ini, untuk melihat ekspresi dan kepadatan sel glial pada
masing-masing kelompok perlakuan digunakan antibodi GFAP. Hasil pewarnaan
secara imunohistokimia menunjukkan bahwa perbedaan kepadatan sel-sel glial
antar kelompok perlakuan tidak jauh berbeda (Gambar 12 dan 13). Jumlah sel
glial bahwa kelompok kontrol 691, kelompok yang diberi ekstrak air 624 dan
kelompok yang diberi ekstrak etanol 678. Kemungkinan jumlah sel glial akan
sangat berbeda apabila otak dalam keadaan tidak sehat, karena salah satu fungsi
sel glial adalah sebagai makrofag.
Data ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini ekstrak pegagan tidak
memberi pengaruh kepada populasi glial meskipun secara klinis pemberian
ekstrak pegagan memberi pengaruh yang positif terhadap pola aktivitas dan
gambaran darah. Diduga bahwa peningkatan kognitif yang ditandai dengan
peningkatan aktivitas karena pemberian ekstrak etanol daun pegagan tidak melalui
neuroglial pathways. Meskipun sel glial berperan dalam pengolahan informasi di
sistem susunan saraf pusat (Newman 2003) dan juga pada sistem kekebalan tubuh
(Kettenmann 2011), namun pada penelitian ini tidak menunjukkan perubahan
pada kepadatan populasinya.

Ekspresi Sel yang Positif terhadap Antibodi Calbindin D28k


Penelitian tentang kemampuan Ca2+ untuk mengikat protein calbindin
D28k untuk memodulasi peningkatan konsentrasi ion Ca2+ bebas intraseluler di
ganglion tikus telah dilakukan oleh Chard et al. (1993), dan dilaporkan bahwa
calbindin D28k efektif sebagai buffer ion Ca2+ dalam lingkungan seluler sehingga
dapat mengatur Ca2+-dependent dari fungsi neuron. Dilaporkan bahwa
persentase calbindin D28k endogen di ganglia dewasa mencapai lebih kurang 10%
(Chard et al. 1993).
Antibodi calbindin biasanya digunakan untuk melihat diferensiasi
neuroblas menjadi sel neuron dewasa dan mengevaluasi kehilangan sel neuron di
daerah hipokampus. Pewarnaan immuno dengan calbindin memperlihatkan
gradasi dalam intensitas antara neuron dari populasi yang berbeda. Hal ini
merupakan suatu fenomena yang kompatibel dengan keberadaan berbagai
konsentrasi protein tersebut.
Calbindin sangat baik sebagai penanda anatomi neuron yang dapat
dimanfaatkan untuk memvisualisasikan secara selektif neuron tertentu dan
pathways dalam sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Calbindin terbentuk
di semua jalur utama dari sistem limbik kecuali di forniks. Calbindin terutama
berhubungan dengan neuron dengan akson yang panjang (sel Golgi tipe I) seperti
pada neuron talamus, neuron strionigral, neuron Meynert nucleus basalis, sel
Purkinje serebelum, dan sel ganglion vestibular.
Gambar 14 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian
hipokampus untuk kelompok kontrol yang diberi ekstrak etanol.
Skala bar = 30 µm

Gambar 15 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian


hipokampus untuk kelompok level 1 yang diberi ekstrak etanol.
Skala bar = 30 µm
Calbindin juga ditemukan di beberapa sel akson yang pendek sel (Golgi
tipe II), misalnya di interneuron sumsum tulang belakang di lapisan II dan
interneuron dari korteks serebral. Calbindin juga terdeteksi di beberapa sel
ependymal dan paling banyak di pusat vegatatif dari hipotalamus (Celio 1990).
Pada penelitian ini, ekspresi sel neuron yang positif terhadap calbindin
dari masing-masing kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan (Gambar 14,
15, 16 dan 17). Hasil Imunohistokimia pada area hipokampus CA3 kelompok
penerima ektraks etanol daun pegagan menunjukan angka rata-rata populasi sel
yang positif terhadap Calbindin lebih besar (39,56 vs 34,75) dibandingkan
dengan kontrol. Peningkatan yang terjadi sangat mungkin mengindikasikan
terjadinya peningkatan pembentukan ATP yang terkait dengan peningkatan
aktivitas dan pencapaian titik finish pada T-maze test yang dilakukan.

Gambar 16 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian


hipokampus untuk kelompok level 2 yang diberi ekstrak etanol.
Skala bar = 30 µm

Mekanisme peningkatan aktivitas tikus yang diberi ekstrak etanol diduga


terkait dengan pembentukan calbindin. Calbindin akan menjadi bentuk aktif
apabila terikat dengan protein allosteric effector. Selanjutnya calbindin bentuk
aktif tersebut akan merangsang pembentukan ATP dari glikogen otot dengan
bantuan glycogen posporilasekinase yang pada akhirnya akan merangsang
terjadinya kontraksi otot. Mekanisme peningkatan aktivitas juga terkait dengan
aktivitas metabolisme di dalam jaringan otot. Aktivitas metabolisme di dalam
jaringan otot harus disertai dengan suplai darah yang optimal dan pada setiap serat
otot juga harus dilengkapi dengan beberapa kapiler untuk memperkaya
vaskularisasi (deVries & Housh 1994). Dengan demikian dapat dipahami bahwa
pencapaian peningkatan aktivitas tikus yang diberi ekstrak etanol daun pegagan
juga terkait dengan terjadinya perbaikan pada sistem sirkulasi darah (profil
hematologi).

Gambar 17 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian


hipokampus untuk kelompok level 3 yang diberi ekstrak etanol.
Skala bar = 30 µm

Calbindin dipahami sebagai calcium binding protein yang terkait dengan


metabolisme seluler terkait dengan pertukaran dan pengaturan Ca dalam sel. Pada
sel saraf Calbindin dilaporkan dapat berperan sebagai buffer untuk ion Ca2+
(Chard et al. 1993) yang dapat mencegah kerusakan sel karena peningkatan
konsentrasi Ca+ baik pada sel saraf maupun sel lain yang mengandung protein ini
(Leranth & Ribak 1991). Chard et al. (1993) juga melaporkan bahwa Calbindin
dapat juga berperan sebagai neurotransmiter. Peningkatan populasi sel positif
calbindin pada kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol dapat dipahami bahwa
sel yang mengalami peningkatan metabolisme meningkat dan sangat mungkin
bermakna bahwa sel-sel yang dalam kondisi siap kerja (standby) juga miningkat.

Ekspresi Sel yang Positif terhadap Antibodi Dopamin


Reseptor dopamin adalah target utama untuk neuroleptik tipikal dan
atipikal. Untuk memahami kontribusi fungsionalnya dari neuron yang
mengandung dopamin maka dapat digunakan antibodi anti-peptida. Dilaporkan
bahwa reseptor dopamine terdistribusi di korteks serebral, hipokampus, ganglia
basalis, serebelum, dan otak tengah (Khan et al. 1998).
Defagot (1997) juga melaporkan bahwa reseptor dopamin terdistribusi
secara meluas di dalam sistem saraf pusat tikus dan tertinggi dijumpai di dalam
korteks frontal hipokampus (CA1, CA2, CA3 dan dentate gyrus), korteks
entorhinal, putamen kaudatus, nukleus akkumbens, tuberkulum olfaktorius, otak
kecil, nukleus supraoptik dan sustansia nigra.

Gambar 18 Hasil pewarnaan dengan antibodi dopamin pada bagian hipokampus


Kelompok level 2 yang diberi ekstrak daun etanol. Skala bar = 30
µm
Pada penelitian ini, pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan
antibodi dopamin tidak menghasilkan reaksi positif (Gambar 18). Artinya,
pemberian ekstrak etanol daun pegagan tidak berpengaruh pada penampakan sel-
sel yang positif terhadap dopamine. Dengan demikian, diduga bahwa peningkatan
aktivitas tikus pada penelitian tidak melalui mekanisme neurotransmiter dopamin.

Ekspresi Sel yang Positif terhadap Antibodi CRP dan TNF


Hasil pewarnaan dengan antibodi TNF (Gambar 19) dan CRP (Gambar
20) tidak menunjukkan reaksi positif pada semua kelompok perlakuan. Artinya,
pada penelitian ini pemberian ekstrak etanol daun pegagan tidak berpengaruh
pada ekspresi sel-sel yang positif terhadap CRP dan TNF.

Gambar 19 Hasil pewarnaan dengan antibodi TNF pada bagian hipokampus


kelompok level 1 yang diberi ekstrak daun etanol. Skala bar = 30
µm
Gambar 20 Hasil pewarnaan dengan antibodi CRP pada bagian hipokampus
kelompok level 2 yang diberi ekstrak daun etanol. Skala bar = 30
µm

Hal ini mungkin saja karena tikus yang digunakan pada penelitian ini
masih berumur muda (berumur lebih kurang 4 bulan pada saat dikorbankan) dan
sel neuron belum mengalami degenerasi sehingga ekspresi sel neuron yang positif
terhadap antibodi tersebut tidak ditemukan. Dilaporkan bahwa TNF endogen
memainkan peran penting dalam fungsi kognitif pada saat usia tua (McAfoose et
al. 2009), sedangkan pada kondisi non-inflamasi kadar TNF yang rendah
tampaknya penting untuk fungsi kognitif normal (Baune et al. 2008).
92

PEMBAHASAN UMUM
Berdasarkan bukti empiris menunjukkan bahwa pegagan yang kaya
mineral, bahan gizi dan bahan aktif telah lama digunakan untuk tujuan
meningkatkan fungsi memori. Hasil analisa kandungan kimia dan fitokimia dari
daun pegagan yang digunakan dalam penelitian mengandung mineral baik yang
makro maupun mikro cukup beragam, demikian juga kandungan zat gizi seperti
karbohidrat dan protein serta bahan aktif lain seperti senyawa asiatikosida
ditemukan dalam jumlah yang relative cukup tinggi, sebagaimana dilaporkan oleh
hasil peneliti-peneliti sebelumnya. Diantara senyawa tersebut, asiatikosida diduga
berperan pada perbaikan fungsi kognitif. Keberadaan mineral makro dan mikro
serta zat gizi lainnya yang terdapat di dalam pegagan belum banyak digali
perannya dalam perbaikan metabolism sel. Berdasarkan hasil analisis fitokimia
atau uji fitokimia yang merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan
senyawa kimia spesifik maka dapat diketahui bahwa di dalam pegagan ditemukan
senyawa alkaloid, flavonoid, steroid dan glikosida. Laporan lainnya menyebutkan
bahwa, selain senyawa tersebut juga ditemukan senyawa lainnya seperti saponin,
tannin, triterpenoid dan fenolik. Tidak terdeteksinya beberapa senyawa tersebut
dalam proses pengujian fitokimia dapat disebabkan karena jumlah material yang
dianalisis tidak mencapai jumlah minimal yang dibutuhkan di dalam bahan yang
dianalisis (Zainol et al. 2008), atau asal tanaman yang berbeda, dan mungkin juga
karena waktu pengambilan sampel yang berbeda. Fungsi senyawa-senyawa yang
ada dilaporkan selain terkait dengan fungsi kognitif dapat sebagai insektisida, anti
parasit, anti mikroba, antioksidan penangkap radikal bebas dan juga berfungsi
sebagai donor hidrogen yang efektif.
Hasil pengamatan aktivitas proses pengenalan lorong dalam T-maze pada
kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol sebanyak 300 mg/kg bobot badan
memberikan peningkatan aktivitas yang tidak berbeda nyata dengan tikus yang
diberi ekstrak etanol sebanyak 600 mg/kg bobot badan. Gambaran peningkatan
persentase dari tikus yang mencapai finish juga peningkatan aktivitas dalam
lorong T-maze dapat dipahami sebagai keberhasilan individu dalam mengenali
lorong buntu dan keberhasilan mengingat jalur menuju titik finish. Hasil demikian
menggambarkan dengan jelas adanya pengaruh pemberian ekstrak pegagan,
mengingat pada periode yang sama perubahan tidak ditemukan pada kelompok
kontrol. Bila mengenali lorong dan mengingat jalur menuju finish dapat dipahami
sebagai proses belajar maka hasil pengamatan aktivitas menegaskan bahwa
pemeberian ekstrak pegagan dapat meninngkatkan fungsi kognitif.
Hasil analisa darah pada tikus yang diberi ekstrak etanol sebanyak 300
mg/kg bobot badan, cenderung memiliki Hb yang lebih tinggi dan peningkat
seiring dengan meningkatnya nilai persen hematokrit/PCV yang disebabkan oleh
meningkatanya jumlah sel darah merah yang beredar pada sirkulasi perifer.
Gambaran darah demikian sangat mungkin menjelaskan bahwa pemberian ektrak
pegagan pengeluaran darah merah ke sirkulasi perifer, sehingga meningkatkan
nilai Hb yang secara fisiologis menggambarkan tingkat kecukupan asupan gizi.
Peningkatan nilai Hb yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan
mengikat jumlah O2 untuk didestribusikan ke seluruh sel dalam jaringan tubuh..
Peningkatan jumlah O2 terangkut akan menjamin pemenuhan kebutuhan
metabolisme aerob dalam sel yang terjadi dalam pemenuhan energi untuk

Gambar 21 Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: http://quizlet.com/


4867071/16-calcium-physiology-flash-cards/)
aktivitas. Hal ini selaras dengan hasil pengamatan aktivitas yang meningkat pada
kelompok tikus yang diberi ekstrak pagagan. Peningkatan aktivitas otot motorik
tentunya ada beberapa faktor yang berperan di dalamnya selain ketersediaan O2,
diantaranya ketersediaan Ca++, mineral makro secaara umum (Ca, F dan Mg)
sangat dominan peranannya pada aktivitas neuromuskular yang mencakup
penyediaan energi dan transmisi impuls syaraf. Demikian juga halnya dengan
aktivitas fungsi syaraf, mineral makro juga mempunyai peran yang cukup penting.
Ketersediaan Ca++ tentunya dipengaruhi oleh penyerapan Ca++ di dalam usus, dan
penyerapan Ca++ tersebut dipengaruhi oleh keberadaan calcium binding protein.
Gambar 21 menjelaskan mekanisme penyerapan Ca++ dari usus yang difasilitasi
oleh calcium binding protein.
Linder (2006) melaporkan bahwa kalsium merupakan mineral makro yang
juga berperan pada kontraksi otot. Kontraksi otot terutama diatur oleh konsentrasi
Ca++ bebas di dalam sitosol. Berbagai stimulus yang menginduksi kontraksi otot
memicu peningkatan Ca++ bebas di dalam sitosol. Funsi Ca++ intraseluler selain
berperan pada kontraksi otot, juga terlibat dalam sekresi neurotransmiter, hormon
dan enzim, aktivasi limfosit dan proliferasi.

Gambar 22 Mekanisme terjadinya kontraksi otot yang diperantarai oleh


penggunaan Ca dan ATP (Sumber: http://www.easyvigour.net.nz/
trigger_ points/h_triggerpoint4.htm)

Peran Ca++ dalam mekanisme terjadinya kontraksi otot secara umum


terkait dengan ketersediaan energy (ATP) di dalam sel otot. Secara singkat proses
kontraksi terjadi karena pemendekan unit sarkomir otot lurik yang disusun oleh
serat aktin dan myosin. Ketersediaan Ca++ dan energi yang tinggi dalam myosin
akan mengikat aktin dan terjadi kontraksi. Secara skematis proses terjadinya
kontraksi dijelaskan pada gambar 22.
Kontraksi otot juga dirangsang oleh calcium binding protein yang sudah
terikat dengan protein allosteric effector. Selanjutnya calcium binding protein
bentuk aktif tersebut merangsang pembentukan ATP dari glikogen otot dengan
bantuan glycogen posporilasekinase yang pada akhirnya merangsang terjadinya
kontraksi otot. Pembentukan ATP pada mekanisme kontraksi otot tidak hanya
berasal dari glikogen otot, tapi dapat juga dari sumber lainnya (Gambar 23).

Gambar 23 Penggunaan ATP pada kontraksi (Sumber: http://users.rcn.com/


Jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/M/Muscle.htm1)

Hasil Imunohistokimia pada area hipokampus CA3 kelompok penerima


ektraks etanol daun pegagan menunjukan angka rata-rata populasi sel yang positif
terhadap Calbindin lebih besar (39,56 %) dibandingkan dengan control (34,75 %)
Berdasarkan penjelasan tentang mekanisme terjadinya kontraksi otot maka dapat
dipahami bahwa peningkatan populasi sel yang positif terhadap Calbindin yang
terjadi sangat mungkin mengindikasikan terjadinya peningkatan pembentukan
ATP yang terkait dengan peningkatan aktivitas dan pencapaian titik finish pada T-
maze test yang dilakukan. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa calbindin
merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas.
Pada penelitian ini, pengaruh calbindin tidak hanya pada pemanfaatan ATP
sebagai sumber energi untuk kontraksi otot tapi juga efektif sebagai buffer ion
Ca2+ dalam lingkungan seluler sehingga dapat mengatur Ca2+-dependent dari
fungsi neuron, dengan demikian kerja neuron di bagian CA3 hipokampus lebih
optimal.
Keberadaan asiatikosida yang terkandung di dalam ekstrak pegagan dan
gambaran hematologi yang didapat setidaknya dapat diajukan dua pendekatan
mekanisme yang mungkin dapat menjelaskan kerja ekstrak pegagan dalam
meningkatkan fungsi kognitif. Kemungkinan mekanisme pertama terkait dengan
fungsi pegegan sebagai tonikum seperti yang dipahami berkemampuan dalam
memperbaiki metabolism sel secara umum. Peningkatan metabolisme pada sel
otot kerangka berdampak pada kesiapan tikus dalam beraktivitas di dalam T-
maze sebagaimana terlihat pada kelompok yang diberi ekstrak pegagan. Pada
kemungkinan mekanisme ke dua sangat mungkin terkait dengan fungsi senyawa
asiatikosida yang dapat berperan sebagai anti-oksidan yang mampu mengamankan
sel saraf dari kerusakan oksidatif.

Gambar 24 Skema peningkatan fungsi kognitif setelah pemberian ekstrak daun


pegagan selama 8 minggu
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian dengan menggunakan
tikus usia produktif dapat dijelaskan bahwa peningkatan fungsi kognitif yang
diperoleh karena pemberian ekstrak etanol daun pegagan dicapai melalui
peningkatan kinerja neuron hipokampus di region CA3 yang ditandai dengan
meningkatnya populasi sel yang positif terhadap calbindin dan kinerja otot
melalui peningkatan aktivitas (neuro muskular). Peningkatan tersebut diperoleh
melalui perbaikan metabolisme secara umum yang ditandai dengan adanya unsur
mineral makro dan mikro serta pengaruh dari asiatikosida dan senyawa flavonoid
yang berfungsi sebagai antioksidan penangkap radikal bebas. Secara skematis
peningkatan fungsi kognitif dijelaskan pada Gambar 24.
Data ini mengindikasikan bahwa penggunaan sebanyak 300 mg/kg bobot
badan untuk jangka waktu pemakaian 8 minggu adalah lebih tepat. Berdasarkan
data tersebut dapat dipahami bahwa efek klinis yang ditimbulkan pada
penggunaan ekstrak etanol daun pegagan tidak menggambarkan hubungan linier
dengan jumlah pemberian.
Laporan sebelumnya menyebutkan bahwa ekstrak air pegagan bermanfaat
untuk fungsi kognitif sedangkan ekstrak etanol tidak memberi pengaruh yang
positif, namun sebaliknya pada penelitian ini. Jika dilihat dari keberadaan jenis
mineral yang dianalisis, di dalam ekstrak air semua mineral yang dianalisis
kandungannya lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak etanol. Berdasarkan
kandungan mineral, seharusnya ekstrak air pegagan memberikan pengaruh yang
lebih baik dibandingkan dengan ekstrak etanol, namun pada penelitian ini hasil
yang diperoleh sebaliknya. Berdasarkan data tersebut dapat dipahami bahwa efek
dari suatu sediaan tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan zat gizinya tapi juga
dipengaruhi oleh faktor lainnya misalnya kemampuan usus untuk menyerap zat
gizi tersebut.
98

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Di dalam ekstrak etanol dan ekstrak air daun pegagan terkandung mineral
makro dan mikro serta senyawa asiatikosida. Ekstrak etanol daun pegagan
bermanfaat untuk meningkatkan profil hematologi dan aktivitas. Ekstrak etanol
dan ekstrak air daun pegagan tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot
badan harian. Profil hematologi pada kelompok level 2 yang diberi ekstrak etanol
cenderung lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Terdapat 3 jenis tingkah laku yang dominan pada tikus yaitu berjalan,
memanjat dan membaui. Tikus yang aktif cenderung mempunyai gambaran darah
lengkap yang lebih baik. Tikus kontrol menunjukkan tingkah laku yang tidak
aktif. Tikus dari kelompok yang diberi ekstrak etanol menunjukkan peningkatan
aktivitas dari minggu ke minggu. Tikus kontrol tidak ada yang mencapai titik
finish, sedangkan pada kelompok perlakuan persentase tikus yang mencapai titik
finish bervariasi dan tertinggi di jumpai pada level 3. Pada penelitian ini, waktu
untuk mencapai titik finish tidak menggambarkan tingkat aktivitas dari masing-
masing kelompok percobaan. Persentase dan frekuensi pencapaian titik finish
serta pola aktivitas di dalam maze lebih tepat digunakan sebagai indikator untuk
mengukur tingkat aktivitas dan kecerdasan.
Secara imunohistokimia, populasi sel neuron yang positif terhadap
antibodi calbindin pada kelompok yang diberi ekstrak etanol lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol. Ekstrak pegagan tidak berpengaruh terhadap
populasi sel glial pada hipokampus di region CA3. Dengan demikian dapat
ditegaskan bahwa salah satu mekanisme peningkatan fungsi kognitif karena
pemberian ekstral etanol daun pegagan yang digambarkan dengan peningkatan
aktivitas adalah melalui mekanisme calbindin pathways.
Berdasarkan parameter profil hematologi, aktivitas dan populasi neuron
yang positif terhadap calbindin maka kelompok level 2 yang diberi ekstrak etanol
daun pegagan (300 mg ekstrak/kg bobot badan, ekivalen dengan 48,09 mg
asiatikosida/kg bobot badan) memberi pengaruh yang lebih baik dibandingkan
dengan kelompok lainnya. Ekstrak etanol daun pegagan bermanfaat untuk
meningkatkan aktivitas dan pembelajaran pada tikus.

Saran
Perlu dilakukan penelitian yang lebih luas tentang mekanisme, aplikasi
pada manusia dan peluang pasar yang mencakup:
1. Penelitian praklinis pada kelompok umur yang lebih muda (1-2 minggu) dan
kelompok umur tua (>2 tahun).
2. Pengujian klinis sebagai pangan fungsional atau suplemen pada semua
kelompok umur dengan berbagai macam varian produk berbasis pegagan.
3. Uji efikasi pada berbagai macam keadaan klinis.
4. Kajian potensi pegagan sebagai pangan fungsional dan obat tradisional.
5. Uji daya terima dan keamanan produk dari berbagai macam varian produk.
100

DAFTAR PUSTAKA
Afrida A. 2009. Pengaruh pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) di dataran tinggi. Skripsi.
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Anand T, Kumar GP, Ilaiyaraja N, Khanum F, Bawa AS. 2012. Effect of


asiaticosida rich extract from Centella asiatica (L.) Urb. on physical fatigue
induced by weight-loaded forced swim test. Asian Journal of Animal and
Veterinary Advances, 7(9):832-841.

Anwar R. 1988. Pengaruh pemberian ekstrak daun gamal Gliricidia sepium


(Jacq) Steud. Terhadap beberapa nilai hematologis tikus putih (Rattus
norvegicus strain albino. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Atukorala, TMS, Waidyanatha US de S. 1987. Zinc and copper content of some


common foods. J. Natn. Sci. Coun. Sri Lanka, 15(1): 61-69.

Aziz ZA et al. 2007. Production of asiaticoside and madecassoside in Centella


asiatica in vitro and in vivo. Biologia Plantarum, 51 (1): 34-42.

Babu TD, Kuttan G, Padikkala J. 1995. Cytotoxic and anti-tumour properties of


certain taxa of umbelliferae with special reference to Centella asiatica (L.)
Urban. Journal of Ethnopharmacology, 48: 53-57.

Baune BT, Wiede F, Braun A, Golledge J, Arolt V, Koerner H. 2008. Cognitive


dysfunction in mice deficient for TNF- and its receptors. American Journal
of Medical Genetics Part B: Neuropsychiatric Genetics, 147B(7):1056-
1064.

Bermawie N, Purwiyanti S, Mardiana. 2008. Keragaan sifat morfologi, hasil dan


mutu plasma nutfah pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.). Bul. Littro,
19(1):1- 17.

Borchers AT et al. 1997. Complementary Medicine: A review of


immunomodulatory effects of Chinese herbal medicines. Am J Clin Nutr, 66:
1303-12.

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton M. 2007. Ilmu Pangan. Purnomo H,
Adiono, Penerjemah; Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Food Science.

Celio MR. 1990. Calbindin D-28k and parvalbumin in the rat nervous system.
Neuroscience, 35:375-47.
Chard PS, Bleakman D, Christakost S, Fullmer CS, Miller RJ. 1993. Calcium
buffering properties of calbindin D28k and parvalbumin in rat sensory
neurones. Journal of Physiology, 472:341-357.

Cotter D, Mackay D, Landau S, Kerwin R, Everall I. 2001. Reduced glial cell


density and neuronal size in the anterior cingulate cortex in major depressive
disorder. Arch Gen Psychiatry, 58:545-553.

Defagot MC, Malchiodi EL, Villar MJ, Antonelli MC. 1997. Distribution of D4
dopamine receptor in rat brain with sequence-specific antibodies. Molecular
Brain Research, 45:1-12.

devRies HA, Housh TJ. 1994. Physiology of exercise for physical education,
athletics and exercise science. 5th ed. Brown & Benchmark Publishers,
Medison, Wisconsin Dubuque, Iowa.

Driscoll et al. 2003. The Aging Hippocampus: Cognitive, biochemical and


structural findings. Cerebral Cortex, 13:1344-1351.

Farouq. 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengembangan bentuk obat tradisional.
Seminar POKJANAS TOI XXIII. Unversitas Pancasila, Jakarta. hal. 12.

Gnanapragasam et al. 2007. Adriamycin induced myocardial failure in rats:


Protective role of Centella asiatica. Molecular and Cellular Biochemistry,
294: 55–63.

Gupta S, Lakshmi AJ, Manjunath MN, Prakash J. 2005. Analysis of nutrient and
antinutrient content of underutilized green leafy vegetables. LWT, 38: 339–
345.

Hamid AA, Shah ZM, Muse R, Mohamed S. 2002. Characterisation of


antioxidative activities of various extracts of Centella asiatica (L) Urban.
Food Chemistry, 77: 465–469.

Harborne JB. 1987. Metode fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis


tumbuhan. K Padmawinata, I Sudiro, penerjemah; Bandung: ITB.
Terjemahan dari: Phytochemical Method.

Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis


tumbuhan. K Padmawinata, I Sudiro, Penerjemah; Bandung: ITB.
Terjemahan dari: Phytochemical Method.

Hartanto H. 1996. Penuaan dan Kapasitas Kerja. Doewes M, penerjemah;


Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Aging and
working capacity.

Hartog A, Smit HF, M van der KV, Hoijer MA, Garssen J. 2009. In vitro and in
vivo modulation of cartilage degradation by a standardized Centella asiatica
fraction. Experimental Biology and Medicine, first published online March
23, as doi:10.3181/0810-RM-298.

Hinwood M, Ross JT, Janine LC, Sarah BB, Trevor AD, Walker FR. 2012.
Chronic Stress Induced Remodeling of the Prefrontal Cortex: Structural re-
organization of microglia and the inhibitory effect of minocycline. Cereb.
Cortex, June 17

Hong SS, Kim JH, Hong L, Shim CK. 2005. Advanced formulation and
pharmacological activity of hydrogel of the titrated extract of C. asitica.
Arch Pharm Res, 28 (4): 502-508.

Hussin et al. 2007. Protective effect of Centella asiatica extract and powder on
oxidative stress in rats. Food Chemistry, 100: 535–541.

Indrayan AK, Sharma S, Durgapal D, Kumar N, Kumar M. 2005. Determination


of nutritive value and analysis of mineral elements for some medicinally
valued plants from Uttaranchal. Current Science, 89(7): 1252-1255.

Jacobsen et al. 2004. Relationship of hemoglobin levels to fatigue and cognitive


functioning among cancer patients receiving chemotherapy. Journal of
Pain and Symptom Management, 28(1):7–18.

Jayathirtha MG, S H Mishra. 2004. Preliminary immunomodulatory activities of


methanol extracts of Eclipta alba and Centella asiatica. Hytomedicine
International Journal of Phytotherapy and Phytopharmacology, 11(4):361-
365.

Jones PJ, Jew S. 2007. Functional food Development: Concept to reality. Trends
in Food Science & Technology, 18(7): 387-390.

Joshi, H, Parle M. 2006. Brahmi rasayana improves learning and memory in


mice. eCAM, 3(1):79–85.

Kettenmann H, Hanisch UK, Noda M, Verkhratsky A. 2011. Physiology of


microglia. Physiol Rev, 91: 461-553.

Khan ZU, Gutierrez A, Martin R, Penafiel A, Rivera A, Calle ADL. 1998.


Differential Regional and Cellular Distribution of Dopamine D2-Like
Receptors: An immunocytochemical study of subtype-specific antibodies in
rat and human brain. The Journal Of Comparative Neurology, 402:353-371.

Kim et al. 2007. Enhanced production of asiaticoside from hairy root cultures of
Centella asiatica (L.) Urban elicited by methyl jasmonate. Plant Cell Rep,
26: 1941–1949.
Kim OT, Kim MY, Hong MH, Ahn JC, Hwang B. 2004. Stimulation of
asiaticoside accumulation in the whole plant cultures of Centella asiatica
(L.) Urban by elicitors. Plant Cell Rep, 23:339–344.

Kiuru P, Kirigua VO, Mukiama TK, Mathini K, Cheluget W, Manyeki L. 2010.


Effect of media substrates on growth and yield of pennywort (Centella
asiatica (L.). 12th KARI Scientific Conference Proceeding. 593-596.

Komarawinata HD. 2007. Budidaya dan pascapanen tanaman obat untuk


meningkatkan kadar bahan aktif. Unit Riset Pengembangan PT. Kimia
Farma.

Kormin S. 2005. The effect of heat processing on triterpene glycosides and


Antioxidant activity of herbal pegaga (Centella asiatica L. Urban) drink.
Thesis. Engineering (Bioprocess) Faculty of Chemical and Natural
Resources Engineering Universiti Teknologi Malaysia.

Kristina NN, Kusumah ED, Lailani PK. 2009. Analisis fitokimia dan penampilan
polapita protein tanaman pegagan (Centella asiatica) hasil konservasi in
vitro. Bul. Littro, 20(1):11 – 20.

Kurniasari D. 1999. Identifikasi dan uji senyawa alkaloid daun tembakau


terinfeksi Virus Mozaik. Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro, Semarang.

Kurniawati A, Darusman LK, Rachmawati RY. 2005. Pertumbuhan, produksi


dan kandungan triterpenoid dua jenis pegagan (Centella asiatica L. (Urban)
sebagai bahan obat pada berbagai tingkat naungan. Bul. Agron, 33(3): 62 –
67.

Lailani PK. 2008. Analisis keragaman protein dan fitokimia tanaman pegagan
(Centella asiatica) hasil perbanyakan in vitro. Skripsi. Program Studi
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Lee, HB, Blaufox MD. 1985. Blood volume in the rat. J Nucl Med, 25:72-76.

Lee et al. 2000. Asiatic acid derivatives protect cultured cortical neurons from
glutamate-induced excitotoxicity. Res. Commun. Mol. Pathol. Pharmacol.
108: 75–86.

Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar biokimia. Thenawidjaya M, Penerjemah;


Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.

Leranth C, Ribak CE. 1991. Calcium-Binding Proteins are Concentrated in the


CA2 Field of the Monkey Hippocampus: A possible key to this region's
resistance to epileptic damage. Exp Brain Res, 85(1):129-36.
Linder MC. 2006. Biokimia nutrisi dan metabolism dengan pemakaian secara
klinis. Ed. M.C. Linder. (Penerjemah Aminuddin Parakkasi). UI-PRESS.

Lusiana H. 2009. Isolasi dan uji anti plasmodium secara in vitro senyawa
alkaloid dari Albertisia papuana Becc. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Mangas et al. 2008. Triterpenoid saponin content and the expression level of
some related genes in calli of Centella asiatica. Biotechnol Lett. 30:1853–
1859.

Mato L et al. 2001. Centella asiatica improves physical performance and health-
related quality of life in healthy elderly volunteer. Evidence-Based
Complementary and Alternative Medicine, 1-7

Maquart et al. 1999. Triterpenes from Centella asiatica stimulate extracellular


matrix accumulation in rat experimental wounds. European Journal of
Dermatology. 9 (4): 289-96.

McAfoose J, Koerner H, Baune BT. 2009. The effects of TNF deficiency on age-
related cognitive performance. Psychoneuroendocrinology, 34(4): 615-619.

Mckittrick et al. 2000. Chronic social stress reduces dendritic arbors in CA3 of
hippocampus and decreases binding to serotonin transporter sites. Synapse,
36:85–94.

Meutia N, Ibrahim N. 2008. Pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan (Centella


asiatica) peroral pada nafsu makan kadar glukosa dan kadar ghrelin dalam
plasma darah tikus. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6172.

Musyarofah N, Susanto S, Aziz SA, Kartosoewarno S. 2007. Respon tanaman


pegagan (Centella asiatica L. Urban) terhadap pemberian pupuk alami di
bawah naungan. Bul. Agron. 35(3): 217-224

Newman EA. 2003. Glial cell inhibition of neurons by release of ATP. The
Journal of Neuroscience, 23(5):1659-1666.

Nugroho AA. 2009. Evaluasi potensi hasil dan mutu enam nomor harapan
pegagan (centella asiatica L. (urban)) pada dua lokasi dataran rendah.
Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor

Nurjanah NN. 2008. Studi karakter agronomi pada 17 aksesi pegagan (Centella
asiatica (L.) Urban). Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Odhav B, Beekrum S, Akula U, Baijnath H. 2007. Preliminary assessment of
nutritional value of traditional leafy vegetables in KwaZulu-Natal, South
Africa. Journal of Food Composition and Analysis, 20:430-435.

Padmaja et al. 2002. Brine shrimp lethality bioassay of selected Indian medicinal
plants. Fitoterapia, 73: 508–510.

Pelvig DP, Pakkenberg H, Stark AK, Pakkenberg B. 2008. Neocortical glial cell
numbers in human brains. Neurobiol Aging, 29(11):1754-62.

Plaeger SF. 2003. Clinical immunology and traditional herbal medicines. Clin.
and Diagnostic Laboratory Immunology. 10 (3): 337–338.

Pramono S. 2005. Penanganan pasca panen dan pengaruhnya terhadap efek


terapi obat alam. Seminar Pokjanas TOI XXVIII. Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Bogor. Hal.1-6.

Punturee K, Christopher PW, Watchara K, Usanee V. 2005. Immunomodulatory


activities of Centella asiatica and Rhinacanthus nasutus extracts. Asian
Pacific J Cancer Prev, 6: 396-400.

Rajkumar S, Jebanesan A. 2005. Larvicidal and adult emergence inhibition effect


of Centella asiatica Brahmi (Umbelliferae) against mosquito Culex
quinquefasciatus say (Diptera: Culicidae). African Journal of Biomedical
Research, 8: 31 – 33.

Rao MKG, Rao MS, Rao GS. 2005. Centella asiatica (Linn) induced
behavioural changes during growth spurt period in neonatal rats.
Neuroanatomy, 4: 18–23.

______, et al. 2006. Centella asiatica (L.) leaf extract treatment during the
growth spurt period enhances hippocampal CA3 neuronal dendritic
arborization in rats. eCAM, 3 (3): 349–357.

______, et al. 2007. Enhancement of amygdaloid neuronal dendritic arborization


by fresh leaf juice of Centella asiatica (Linn) during growth spurt period in
rats. eCAM Advance Access published August 13.

Rao VG, Shivakumar HG, Parthasarathi G. 1996. Influence of aqueous extract of


Centella as/at/ca (Brahmi) on experimental wounds in albino rats. Indian
Journal of Pharmacology, 28 : 249-253.

Rasyid R, Mahyuddin, Agustin M. 2011. Pemeriksaan kadar kalium dan natrium


pada herba Centella asiatica (L) Urban dengan metoda fotometri nyala.
Scientia, 1(2): 12-16.

Riyadi H, Marliyati SA, Yuliani S, Mulyawanti I, Mirza I. 2011. Pengembangan


produk pangan fungsional berbasis pegagan (Centella asiatica) sebagai
peningkat daya ingat. Laporan KKP3T, Institut Pertanian Bogor
Bekerjasama dengan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.

Sagrawat H, Yaseen KM. 2007. Immunomodulatory Plants: A


phytopharmacological review. Pharmacognosy Reviews. 1: 248-260.

Samy RP, Ignacimuthu, Vincent TKC. 2011. Antimicrobial and phytochemical


analysis of Centella asiatica (L.). Nature Precedings: hdl:10101/npre.
2011.6033.1.

Satake T, Kamiya K, Yin A, Oishi T, Yamamoto J. 2007. The anti-thrombotic


active constituents from Centella asiatica. Biol. Pharm. Bull. 30(5): 935—
940.

Sharma R, Jaimala. 2003. Alteration of acid phosphatase activity in the liver of


gamma irradiated mouse by Centella asiatica. Asian J. Exp. Sci, 17 (1&2):
1-9.

Shetty BS, Udupa SL, Udupa AL. 2008. Biochemical analysis of granulation
tissue in steroid and Centella asiatica (Linn) treated rats.
Pharmacologyonline, 2: 624-632.

Shukla et al. 1999. In vitro and in vivo wound healing activity of asiaticoside
isolated from Centella asiatica. Journal of Ethnopharmacology, 65: 1–11.

Sidiarto LD, Kusumoputro S. 2003. Memori anda setelah usia 50. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Sidik, Mudahar H. 2000. Ekstraksi tumbuhan obat, metode dan faktor-faktor


yang mempengaruhi mutunya. Makalah pada seminar sehari Perhipba
Komasariat jakarta. Universitas 17 Agustus 1945. Jakarta 8 hal.

Sihombing M, Tuminah S. 2011. Perubahan nilai hematologi, biokimia darah,


bobot organ dan bobot badan tikus putih pada umur berbeda. Jurnal
Veteriner, 12(1): 58-64

Sinambela JS. 2003. Standarrisasi sediaan obat herba. Seminar Nasional


Tumbuhan Obat Indonesia XXIII. Universitas Pancasila, Jakarta. Hal.10.

Siró I, Kápolna E, Kápolna B, Lugasi A. 2008. Functional food product


development, marketing and consumer acceptance: A review. Appetite,
51(3): 456-467.

Somchit et al. 2004. Antinociceptive and antiinflammatory effects of Centella


asiatica. Indian J Pharmacol, 36: 377-380.
Sripanidkulchai K, Techataweewan N, Tumsan Y, Pannangrong W,
Sripanidkulchai B. 2007. Prevention of indomethacin-induced gastric
ulcers in rats by extract from leaves of Centella asiatica. Siriraj Med J, 59:
122-124.

Sturrock RR. 1976. Changes in the total number of neuroglia, mitotic cells and
necrotic cells in the anterior limb of the mouse anterior commnissure
following hypoxic stress. J. Anat. 122( 2):447-453.

Suaskara IBM, Kusumorini N, Nurhidayat. 2007. Pertumbuhan dan aktivitas


anak tikus pada pemaparan Cahaya yang berbeda. http://ejournal.unud.ac.id/
abstrak/naskah%20i%20b%20suaskara%20tikus%20_3_%20rtf.pdf.

Subban R, Veerakumar A, Manimaran R, Hashim KM, Balachandran I. 2008.


Two new flavonoids from Centella asiatica (Linn.). J Nat Med. 62: 369–
373.

Sunarni T, Pramono S, Asmah R. 2007. Flavonoid antioksidan penangkap


radikal dari daun kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook f. & Th.).
Majalah Farmasi Indonesia, 18(3):111-116.

Suwantong O, Ruktanonchai U, Supaphol P. 2008. Electrospun cellulose acetate


fiber mats containing asiaticoside or Centella asiatica crude extract and the
release characteristics of asiaticoside. Polymer, 49: 4239–4247.

Taemchuay D, Rukkwamsuk T, Sukpuaram T, Ruangwises N. 2008. A study on


antibacterial activity of crude extracts of Asiatic Pennywort and Water
Pennywort against Staphylococcus aureus. 34th Congress on Science and
Technology of Thailand.

Temjenmongla, Arun KY. 2005. Anticestodal efficacy of folklore medicinal


plants of Naga tribes in North-East India. Afr. J. Trad. CAM, 2 (2): 129 –
133.

Teratanavat R, Hooker NH. 2006. Consumer valuations and preference


heterogeneity for a novel functional food. Journal of Food Science, 71(7):
S533–S541.

Thongnopnua P. 2008. High-performance liquid chromatographic determination


of asiatic acid in human plasma. Thai J. Pharm. Sci. 32: 10-16.

Tulving E, Markowitsch HJ. 1998. Episodic and Declarative Memory: Role of


the hippocampus. Hippocampus, 8:198–204.

Veerendra KMH, Gupta YK. 2002. Effect of different extracts of Centella


asiatica on cognition and markers of oxidative stress in rats. J.
Ethnopharmacol. 79: 253–260.
Wang XS, Duan JY, Fang JN. 2004. Structural features of a polysaccharide from
Centella asiatica. Chinese Chemical Letters, 15 (2): 187 – 190.

Wang XS, Liu L, Fang JN. 2005. Immunological activities and structure of
pectin from Centella asiatica. Carbohydrate Polymers, 60 : 95–101.

Wattanathorn et al. 2008. Positive modulation of cognition and mood in the


healthy elderly volunteer following the administration of Centella asiatica.
Journal of Ethnopharmacology, 116: 325–332.

Widowati L, Pudjiastuti D, Idrari, Sundari D. 1992. Beberapa informasi khasiat


keamanan dan fitokimia tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban).
Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1 (2): 39-42.

Wildman REC, Kelley M. 2007. Nutraceuticals and Functional Foods.


Handbook of nutraceuticals and functional foods. 2nd ed. Edited by Robert
E.C. Wildman. CRC Press-Boca Raton London New York. 1-21.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Witter MP. 2007. CA3 and Memory/Review: Intrinsic and extrinsic wiring of
CA3: Indications for connectional heterogeneity. Learn. Mem. 14: 705-713.

Yoshida et al. 2005. Antiproliferative constituents from umbelliferae plants VII.


Active triterpenes and rosmarinic acid from Centella asiatica. Biol. Pharm.
Bull. 28(1) 173—175.

Zaidel DW. 1999. Quantitative morphology of human hippocampus early neuron


development. The Anatomical Record, 254:87–91.

Zainol MK, Abd-Hamid A, Yusof S, Muse R. 2003. Antioxidative activity and


total phenolic compounds of leaf, root and petiole of four accessions of
Centella asiatica (L.) Urban. Food Chemistry, 81: 575–581.

Zainol NA, Voo SC, Sarmidi MR, Aziz RA. 2008. Profiling of Centella asiatica
(L.) Urban Extract. The Malaysian Journal of Analytical Sciences, 12 (2):
322 -327.

Zhang et al. 2009. Chemical fingerprinting and hierarchical clustering analysis


of Centella asiatica from different locations in China. Chromatographia, 69
(1/2): 51–57.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data bobot badan (gr) kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol
daun pegagan

Tanggal Penimbangan No Tikus Kontrol Level 1 Level 2 Level 3


9-10-10 1 273 278 304 243
2 293 283 240 266
3 281 253 299 295
4 243 266 322 268

11-10-10 1 259 276 299 246


2 275 281 236 264
3 268 239 289 310
4 234 260 321 276

13-10-10 1 248 263 286 236


2 263 266 227 257
3 257 230 278 292
4 224 245 310 266

15-10-10 1 255 299 318 255


2 277 298 248 283
3 270 259 307 327
4 237 278 346 292

17-10-10 1 266 307 331 257


2 289 309 258 294
3 279 266 319 328
4 247 282 356 302

19-10-10 1 277 318 341 264


2 303 316 263 302
3 305 275 324 335
4 262 294 368 308

21-10-10 1 276 322 339 270


2 304 324 269 307
3 292 280 328 342
4 255 295 372 318

23-10-10 1 289 321 349 277


2 310 332 274 314
3 266 282 332 348
4 309 291 377 324

25-10-10 1 295 328 365 283


2 321 336 287 319
3 317 286 339 351
4 276 299 387 329
Tanggal Penimbangan No Tikus Kontrol Level 1 Level 2 Level 3
27-10-10 1 304 333 362 282
2 328 342 288 329
3 313 291 344 356
4 278 304 393 342

29-10-10 1 315 337 365 288


2 331 347 292 328
3 322 296 350 360
4 284 306 395 342

31-10-10 1 320 338 369 293


2 335 349 294 336
3 325 296 354 362
4 285 306 402 344

2-11-10 1 318 340 376 296


2 338 335 301 337
3 320 302 360 367
4 288 309 403 350

4-11-10 1 323 341 378 293


2 345 303 303 335
3 327 328 355 362
4 290 312 406 354

6-11-10 1 322 340 378 295


2 334 301 305 335
3 327 321 360 373
4 293 309 411 360

8-11-10 1 332 349 376 301


2 343 306 310 340
3 336 313 364 379
4 291 317 416 360

10-11-10 1 336 344 318 309


2 345 309 354 339
3 298 321 412 373

12-11-10 1 335 346 313 304


2 340 309 356 338
3 295 319 416 378

14-11-10 1 343 350 319 312


2 351 321 370 340
3 303 332 424 392

16-11-10 1 346 348 320 307


2 355 327 367 338
3 303 330 422 389
18-11-10 1 354 349 320 306
Tanggal Penimbangan No Tikus Kontrol Level 1 Level 2 Level 3
2 353 326 367 345
3 302 326 421 388

20-11-10 1 357 350 320 309


2 354 334 370 341
3 304 327 428 389

22-11-10 1 345 345 318 305


2 348 332 362 336
3 301 326 420 386

24-11-10 1 349 350 314 306


2 357 338 367 348
3 307 331 422 395

26-11-10 1 359 358 309 309


2 363 344 377 347
3 302 335 427 395

29-11-10 1 362 366 314 318


2 363 350 382 346
3 309 338 433 403

1-12-10 1 365 369 315 322


2 366 359 385 353
3 310 344 431 405

3-12-10 1 367 370 316 327


2 367 360 389 364
3 311 346 437 410

5-12-10 1 367 371 316 327


2 373 365 383 360
3 317 344 435 409

7-12-10 1 375 373 316 327


2 377 372 395 357
3 320 347 441 412

10-12-10 1 376 377 319 332


2 380 376 396 366
3 322 350 444 413

12-12-10 1 379 375 320 329


2 380 378 396 365
3 325 345 348 409
Lampiran 2 Data bobot badan (gr) kelompok tikus yang diberi ekstrak air daun
pegagan

Tanggal Penimbangan No Tikus Kontrol Level 1 Level 2 Level 3


22-2-11 1 179 164 167 148
2 182 153 176 184
3 158 163 146 154
4 134 169 159 172
5 184 174 148 206

24-2-11 1 193 175 178 162


2 193 169 174 197
3 171 170 154 167
4 139 183 168 179
5 206 185 161 221

26-2-11 1 208 184 203 176


2 203 182 192 212
3 183 183 165 180
4 150 198 190 190
5 222 200 180 240

28-2-11 1 203 184 196 171


2 196 176 177 212
3 182 181 162 182
4 146 192 186 186
5 215 196 169 234

2-3-11 1 209 194 200 177


2 201 183 181 219
3 188 188 165 193
4 150 200 192 197
5 229 204 177 246

4-3-11 1 226 202 208 185


2 208 192 181 232
3 195 198 174 201
4 157 208 202 208
5 240 212 194 262

6-3-11 1 232 207 223 190


2 211 199 190 246
3 203 199 183 210
4 163 211 205 214
5 248 215 196 277

8-3-11 1 244 218 236 197


2 217 208 200 254
3 212 207 191 214
4 169 224 218 219
5 259 222 203 281
10-3-11 1 253 227 237 204
Tanggal Penimbangan No Tikus Kontrol Level 1 Level 2 Level 3
2 234 219 203 266
3 222 217 202 220
4 176 232 226 226
5 278 231 218 287

12-3-11 1 254 239 250 207


2 234 227 215 267
3 225 224 210 228
4 179 242 235 225
5 274 233 221 294

14-3-11 1 243 223 235 193


2 219 213 202 243
3 211 209 195 212
4 168 226 220 210
5 257 221 206 276

16-3-11 1 260 243 255 206


2 240 235 221 272
3 229 226 210 232
4 183 245 241 228
5 282 240 224 297

18-3-11 1 270 254 260 213


2 244 240 231 281
3 232 236 220 236
4 190 259 245 231
5 291 244 229 304

20-3-11 1 276 259 264 219


2 247 247 238 286
3 239 242 225 242
4 192 264 253 236
5 297 256 239 320
22-3-11
1 278 266 265 221
2 246 253 243 288
3 239 243 228 245
4 195 268 251 236
5 297 256 233 323

24-3-11 1 284 271 277 226


2 254 259 250 296
3 244 249 234 247
4 198 276 260 241
5 309 260 245 334

26-3-11 1 287 272 252 229


Tanggal Penimbangan No Tikus Kontrol Level 1 Level 2 Level 3
2 256 263 236 296
3 246 250 262 251
4 200 278 237 244

28-3-11 1 292 271 255 234


2 260 265 240 301
3 248 254 267 250
4 199 284 243 245

30-3-11 1 294 277 261 234


2 262 271 243 305
3 251 256 275 255
4 206 281 246 247

1-4-11 1 303 279 261 234


2 264 277 242 309
3 250 260 276 256
4 206 287 247 249

3-4-11 1 306 282 261 245


2 268 279 251 313
3 261 266 283 262
4 213 287 252 251

5-4-11 1 312 290 271 244


2 274 285 255 315
3 264 270 288 264
4 215 294 254 254

7-4-11 1 308 290 276 249


2 272 288 259 318
3 269 272 285 268
4 217 294 258 257

9-4-11 1 316 293 278 253


2 279 292 263 322
3 277 279 287 271
4 219 298 260 260

11-4-11 1 318 293 277 255


2 283 293 269 326
3 275 282 290 279
4 219 303 265 260

13-4-11 1 321 298 276 253


2 282 303 276 326
3 279 282 295 277
Tanggal Penimbangan No Tikus Kontrol Level 1 Level 2 Level 3
4 224 304 272 262

15-4-11 1 327 300 289 258


2 287 301 279 327
3 282 293 302 284
4 224 306 273 265

17-4-11 1 322 296 285 255


2 284 292 276 330
3 285 292 302 281
4 223 309 272 265

19-4-11 1 327 300 288 260


2 288 291 282 333
3 286 296 310 288
4 223 311 275 269

21-4-11 1 333 306 288 260


2 290 301 291 340
3 291 304 307 290
4 230 318 281 268

23-4-11 1 332 304 294 265


2 294 306 288 340
3 290 306 308 288
4 229 315 280 268

25-4-11 1 334 311 296 267


2 300 312 290 345
3 297 313 321 297
4 236 322 289 276
Lampiran 3 Data total konsumsi pakan (gr) dari masing-masing kelompok tikus
yang diberi ekstrak etanol daun pegagan

Tgl Pengukuran Kontrol Level 1 Level 2 Level 3


16-10-10 104 103 84 65
17-10-10 108 95 100 89
18-10-10 108 82 79 69
19-10-10 115 92 94 89
20-10-10 115 79 77 68
21-10-10 113 79 91 82
22-10-10 113 76 90 87
23-10-10 101 74 69 66
24-10-10 93 61 73 66
25-10-10 97 81 96 75
26-10-10 91 77 92 80
27-10-10 80 84 94 84
28-10-10 79 82 97 72
29-10-10 88 83 90 89
30-10-10 75 85 85 81
31-10-10 74 70 80 72
1-11-10 70 71 81 73
2-11-10 64 73 90 90
3-11-10 68 58 81 71
4-11-10 84 65 90 70
5-11-10 81 71 88 77
6-11-10 68 65 85 87
7-11-10 60 66 70 75
8-11-10 83 72 92 90
9-11-10 99 61 79 82
10-11-10 48 30 40 45
11-11-10 58 51 59 58
12-11-10 56 58 66 59
13-11-10 58 61 69 56
14-11-10 58 58 66 58
15-11-10 56 59 66 61
16-11-10 60 60 65 60
17-11-10 65 62 57 65
18-11-10 62 54 60 65
19-11-10 56 57 60 63
20-11-10 56 65 61 51
21-11-10 102 101 112 104
22-11-10 70 80 83 80
23-11-10 67 72 68 69
24-11-10 70 72 68 74
25-11-10 67 72 69 65
26-11-10 67 76 65 72
27-11-10 93 104 98 105
28-11-10 40 37 49 37
Tgl Pengukuran Kontrol Level 1 Level 2 Level 3
29-11-10 60 66 62 58
30-11-10 64 63 65 62
1-12-10 104 70 64 65
2-12-10 59 62 66 61
3-12-10 57 62 64 73
4-12-10 64 63 60 65
5-12-10 65 65 63 67
6-12-10 64 68 67 64
7-12-10 71 70 72 67
8-12-10 73 73 73 69
9-12-10 108 110 116 111
10-12-10 65 67 65 66
11-12-10 69 62 57 57
12-12-10 66 71 69 62
13-12-10 68 71 80 67
Lampiran 4 Data total konsumsi pakan (gr) dari masing-masing kelompok tikus
yang diberi ekstrak air daun pegagan

Tgl Pengukuran Kontrol Level 1 Level 2 Level 3


23-2-11 84 82 80 86
24-2-11 90 88 84 93
25-2-11 90 88 84 93
26-2-11 97 95 93 100
27-2-11 97 95 93 100
28-2-11 94 93 89 99
1-3-11 94 93 89 99
2-3-11 98 97 92 103
3-3-11 98 97 92 103
4-3-11 103 101 96 109
5-3-11 103 101 96 109
6-3-11 106 103 100 114
7-3-11 106 103 100 114
8-3-11 110 108 105 117
9-3-11 110 108 105 117
10-3-11 116 113 109 120
11-3-11 116 113 109 120
12-3-11 117 117 113 122
13-3-11 117 117 113 122
14-3-11 110 109 106 113
15-3-11 110 109 106 113
16-3-11 119 119 115 124
17-3-11 119 119 115 124
18-3-11 123 123 119 127
19-3-11 123 123 119 127
20-3-11 125 127 122 130
21-3-11 125 127 122 130
22-3-11 126 129 122 131
23-3-11 126 129 122 131
24-3-11 129 132 127 134
25-3-11 129 132 127 134
26-3-11 99 106 99 102
27-3-11 99 106 99 102
28-3-11 100 107 101 103
29-3-11 100 107 101 103
30-3-11 101 109 103 104
31-3-11 101 109 103 104
1-4-11 102 110 103 105
2-4-11 102 110 103 105
3-4-11 105 111 105 107
4-4-11 105 111 105 107
5-4-11 107 114 107 108
6-4-11 107 114 107 108
7-4-11 107 114 108 109
Tgl Pengukuran Kontrol Level 1 Level 2 Level 3
8-4-11 107 114 108 109
9-4-11 109 116 109 111
10-4-11 109 116 109 111
11-4-11 110 117 110 112
12-4-11 110 117 110 112
13-4-11 111 119 112 112
14-4-11 111 119 112 112
15-4-11 112 120 114 113
16-4-11 112 120 114 113
17-4-11 111 119 114 113
18-4-11 111 119 114 113
19-4-11 112 120 116 115
20-4-11 112 120 116 115
21-4-11 114 123 117 116
22-4-11 114 123 117 116
23-4-11 115 123 117 116
24-4-11 115 123 117 116
Lampiran 5 Data skor aktivitas dari masing-masing kelompok tikus yang diberi
ekstrak etanol daun pegagan

Kelompok/ Titik pengamatan


No Tikus (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Kontrol
1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 2 1 1 1 2 2 2 1 1
3 1 2 1 1 1 3 2 1 1 1
4 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1
Level 1
1 1 2 2 3 1 1 1 2 1 2
2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3
3 1 3 2 3 2 1 2 4 2 4
4 2 2 1 1 1 1 2 3 1 3
Level 2
1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 1 2 1 1 1 1 1 4 1 4
3 2 4 2 3 2 2 4 4 3 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Level 3
1 4 2 2 3 4 3 3 4 3 4
2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4
3 2 3 1 2 4 2 4 4 4 4
4 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4
Lampiran 6 Data skor aktivitas dari masing-masing kelompok tikus yang diberi
ekstrak air daun pegagan

Kelompok/ Titik pengamatan


No Tikus (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Kontrol
1 2 2 4 3 4 4 4 4 4 4
2 1 1 4 3 3 2 1 2 4 2
3 2 1 1 4 2 4 4 4 3 4
4 1 1 2 2 1 3 2 2 2 2
5 3 1 4 4 1 4 4 4 4 4
Level 1
1 1 1 4 2 4 3 3 2 2 3
2 1 1 4 2 1 3 2 2 1 4
3 1 1 2 2 2 2 2 4 2 4
4 1 3 3 2 2 2 2 2 3 1
5 2 1 4 4 4 4 4 4 4 4
Level 2
1 2 1 4 4 4 4 4 4 4 4
2 2 1 4 4 4 4 4 4 4 4
3 1 1 4 4 4 4 4 3 4 4
4 1 2 1 2 2 2 2 2 3 1
5 3 1 4 4 4 3 4 4 4 2
Level 3
1 4 4 3 3 3 4 4 4 3 2
2 1 1 2 2 3 4 1 2 4 1
3 1 1 4 3 4 3 4 3 4 3
4 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
5 1 1 4 4 4 4 4 4 4 4
xxiii

You might also like