Professional Documents
Culture Documents
ISKANDAR MIRZA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Iskandar Mirza
NIM I162070111
ABSTRACT
ISKANDAR MIRZA. Effect of Gotu Kola (Centella asiatica (L.) Urban) Leaf
Extract on the Cognitive Functions of Rats. Supervised by HADI RIYADI, ALI
KHOMSAN, SRI ANNA MARLIYATI, EVY DAMAYANTHI, and ADI
WINARTO
The aim of the study was to explore the mechanism of Centella asiatica
leaf extract in improvement of cognitive function. The study used Wistar male
rats, Centella asiatica and reagents for extraction. The evaluated levels are 0,
100, 300 and 600 mg extract/kg body weight. The design was randomized block
design with five replicates. The statistical analyzes method of variance with F-test
was used in this study. The result indicated that the Centella asiatica extract
contains P, K, Mg, Ca, Zn, Mn, and asiaticoside. The daily body weight rats gain
of treatment group was not significantly different (p>0.05). The group on level of
300 mg/kg body weigh of ethanol extract gives a better hematological profile.
The rats with level 2 and 3 showed more activitve from week to week, but not for
those in level 1, as it was markly found stable. On T-maze test there are no
control rats member reached the finish point, while the percentage of treated rats
that reached the finish is various and the highest one is found on level 3 group.
The rat activities of the level of 300 and 600 mg/kg body weigh showed
significant increase compare to those in control (p<0.05). Further more, the
extract also promoted treated rat to have better orientation in T-maze test. In this
study, although the time to reach the finish was significantly different but did not
describe the level of learning activity of each experimental group. While
percentage and frequency on reaching the finish point and activity pattern seem to
be more appropriate as indicator of activity level and learning process compare to
the time limit in achievement of the finish point. The rat activity increased with
increasing level treatment of Centella asiatica extract. Immunohistochemical
staining showed that the population of neuronal cells positive for calbindin
antibodies in the ethanol extract group was higher compared to control. Those
results strongly indicated that the ethanol extract of Centella asiatica can improve
cognitive function through enhance the nerves cells mechanism.
Pegagan adalah salah satu jenis tanaman obat dari ordo Umbelliferae,
famili Apiaceae. Pegagan adalah suatu tanaman merambat yang banyak dijumpai
mulai dataran rendah sampai dataran tinggi, pada lahan terbuka maupun ternaungi
dan tanah basah sampai kering. Manfaat pengobatan dari ekstrak pegagan
mungkin berhubungan dengan keberadaan senyawa fenolik. Penggunaan pegagan
untuk tujuan peningkatan fungsi kognitif telah lama digunakan. Berdasarkan
bukti empiris dan hasil pengujian pra klinis menunjukkan bahwa pegagan
mempunyai suatu reputasi untuk membangun kembali kemunduran fungsi
kognitif. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pengaruh
penggunaan ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) terhadap
peningkatan fungsi kognitif pada tikus dengan melihat pola aktivitas tikus,
kepadatan neuroglia pada region hipokampus CA3 dan penanda biologisnya.
Penelitian ini diawali dengan pengumpulan bahan baku dan analisis
kandungan kimia dari berbagai bagian tanaman pegagan segar. Selanjutnya
dilakukan ekstraksi terhadap masing-masing bagian tersebut dengan
menggunakan pelarut air dan etanol 70%. Ekstrak kental yang diperoleh
kemudian dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer dan dilanjutkan dengan
menganalisis kandungan kimianya. Bagian tanaman pegagan yang terbaik
kandungan kimianya dari masing-masing pelarut ditetapkan sebagai bahan uji
pada hewan model.
Level ekstrak pegagan yang digunakan pada penelitian ini 0 (kontrol), 100,
300 dan 600 mg ekstrak/kg bobot badan yang diuji pada tikus selama 8 minggu.
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok yang terdiri dari satu perlakuan pada empat tingkatan level dan lima
ulangan. Unit percobaan terdiri dari 40 ekor tikus yang berumur lebih kurang 2
bulan yang diuji dengan ekstrak air dan ekstrak etanol daun pegagan. Pengujian
ekstrak air dan etanol dilakukan pada waktu yang berbeda. Variabel yang diukur
adalah konsumsi pakan, bobot badan, aktivitas dan tingkah laku dengan
menggunakan metoda modifikasi Multiple T-maze dan profil darah rutin yang
terdiri dari analisis kadar Hb, Packet Cell Volume (PCV), benda darah putih
(BDP) dan benda darah merah (BDM) differensial leukosit. Untuk melihat
perbedaan respon antar kelompok perlakuan digunakan analisis varian (ANOVA),
dan apabila terdapat perbedaan respon antar kelompok perlakuan maka analisis
dilanjutkan dengan uji beda Duncan.
Analisis morfologi hipokampus diawali dengan mengorbankan tikus dan
selanjutnya dilakukan pemanenan jaringan otak, lalu dimasukkan dalam larutan
paraformaldehid 4%. Selanjutnya diproses lebih lanjut yang terdiri dari trimming,
dehidrasi, clearing, parafinisasi, embedding, dan blocking. Jaringan yang telah
diblok selanjutnya dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan lebih kurang 5
µm dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan metoda imunohistokimia.
Variabel yang diukur adalah sel-sel yang positif terhadap masing-masing antibodi
yang digunakan dan juga kepadatan sel-sel glial.
Secara kualitatif daun, tangkai daun dan keseluruhan tanaman pegagan
mempunyai senyawa alkaloid, flavonoid, dan glikosida yang sama kuatnya,
sedangkan untuk senyawa steroid bagian tangkai daun dan keseluruhan tanaman
mempunyai kualitas yang lebih tinggi daripada di bagian daun. Kadar air pegagan
segar berkisar antara 87-88%. Kadar abu pada bagian daun dan keseluruhan
tanaman lebih baik dibandingkan dengan pada bagian tangkai daun. Kandungan
protein pada pegagan segar berkisar antara 7-16%. Kadar sari dalam air tertinggi
dijumpai di bagian tangkai daun. Kadar sari dalam alkohol tertinggi dijumpai
pada bagian campuran (daun dan tangkai daun). Hampir semua unsur kimia lebih
banyak dijumpai di bagian daun kecuali kandungan K yang lebih banyak dijumpai
di bagian tangkai daun. Kandungan asiatikosida di bagian daun juga lebih banyak
dibandingkan dengan tangkai daun. Jumlah mineral yang paling banyak dijumpai
di dalam bahan segar adalah unsur K dan Ca. Di dalam ekstrak banyak ditemukan
mineral makro dan mikro kecuali unsur Fe dan Cu. Semua jenis mineral yang
dianalisis lebih banyak ditemukan di dalam ekstrak air dibandingkan di dalam
ekstrak etanol, sedangkan kandungan asiatikosida lebih banyak ditemukan di
dalam ekstrak etanol. Unsur Ca dan P di dalam ekstrak ditemukan dalam
perbandingan yang ideal. Kadar asiatikosida dalam ekstrak dari masing-masing
bagian tanaman berkisar antara 15,59-16,44%.
Selama periode percobaan semua tikus yang diberikan ekstrak etanol dan
ekstrak air pegagan tidak menunjukkan tanda-tanda sakit dan juga tidak
menunjukkan penurunan bobot badan. Respon pertambahan bobot badan harian
antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05). Total asupan
pakan antar kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
(p>0,05). Hasil analisis darah lengkap menunjukkan bahwa gambaran darah
berada dalam batasan normal dan bahkan menunjukkan kecenderungan yang lebih
baik dibandingkan dengan kontrol. Jumlah benda darah merah (BDM) dan
eosinofil pada kelompok tikus setelah 2 bulan pemberian ekstrak etanol
menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Terdapat 3 jenis tingkah laku yang dominan yang dijumpai pada tikus
yaitu berjalan, memanjat dan membaui. Tikus yang aktif menunjukkan aktivitas
berjalan, membaui dan memanjat dinding maze yang sangat tinggi. Diduga
bahwa motivasi tikus untuk bergerak melewati setiap lorong adalah karena tikus
berusaha untuk keluar dari lorong yang ada di depannya yang belum dilaluinya,
dan apabila lorong yang di depannya telah buntu, maka tikus akan bergerak
dengan sangat cepat kembali ke kotak start dan tidak kembali lagi ke titik finish.
Aktivitas tikus yang diberi ekstrak etanol dari kelompok level 1, pada minggu
pertama dan ketiga, aktivitasnya tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol
(p>0,05), dan berbeda nyata dengan kelompok level 2 dan 3 pada minggu ketiga
dan keempat (p<0,05). Tikus kontrol pada kelompok yang diberi ekstrak etanol
tidak ada yang mencapai titik finish. Pada kelompok level 1, persentase tikus
yang mencapai titik finish cenderung stabil, sedangkan pada kelompok level 2 dan
3 terjadi peningkatan dari minggu ke minggu. Persentase tikus yang mencapai
titik finish dari kelompok level 2 dan 3 berbeda nyata dengan kelompok kontrol
(p<0,05) dan tidak berbeda nyata dengan kelompok level 1 (p>0,05). Frekuensi
pencapaian titik finish pada kelompok tikus yang diberikan ekstrak air tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05), namun demikian kelompok
level 2 frekuensi pencapaian titik finish lebih baik dibandingkan dengan kelompok
level lainnya. Tikus yang aktif, aktivitas memanjat di dalam maze dapat
mencapai lebih dari 20 kali selama 5 menit. Tikus yang diberikan ekstrak air
kurang aktif dibandingkan dengan aktivitas tikus yang diberikan ektrak etanol.
Aktivitas tikus yang diberikan ekstrak air tidak menunjukkan perbedaan antar
kelompok (p>0,05) kecuali pada minggu ketiga, dan secara umum tikus pada
kelompok level 2 lebih baik daripada kelompok level lainnya.
Hasil pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan antibodi GFAP
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepadatan sel-sel glial antar kelompok
perlakuan. Pada kelompok yang diberi ekstrak etanol, penampakan populasi sel
neuron yang positif terhadap antibodi calbindin D28k lebih banyak dibandingkan
dengan control. Pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan antibodi
dopamine, TNF dan CRP tidak menghasilkan reaksi positif.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN PEGAGAN
(Centella asiatica (L.) Urban) TERHADAP
FUNGSI KOGNITIF TIKUS
ISKANDAR MIRZA
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Gizi Manusia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2 0 12
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS
2. drh. Min Rahminiwarti, MS, Ph.D
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi
Anggota Anggota
Mengetahui
drh. M.Rizal M. Damanik, MRepSc, Ph.D Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
qudrah dan iradahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi
yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica
(L.) Urban) terhadap Fungsi Kognitif Tikus”.
Terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada Dr. Ir. Hadi
Riyadi, MS selaku ketua komisi pembimbing, serta anggota komisi pembimbing
yaitu Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi, Prof. Dr. Ir.
Evy Damayanthi, MS dan drh. Adi Winarto, Ph.D.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada penguji prelim lisan Prof.
Dr. Ir. Faisal Anwar, MS dan Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi dan penguji proposal Dr.
Rimbawan, serta penguji pada ujian tertutup Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS dan
drh. Min Rahminiwati, MS, Ph.D. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada
Bapak dan Ibu dosen mayor Ilmu Gizi Manusia Departemen Gizi Masyarakat atas
bekal ilmu pengetahuan yang diberikan. Terimakasih juga disampaikan kepada
Rektor dan Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ketua Departemen dan Ketua Program
Studi Ilmu Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Kepada Balai Pengkajian
Teknoogi Pertanian NAD yang telah memberi izin dan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian yang telah memberikan beasiswa
dan biaya penelitian melalui proyek KKP3T juga penulis ucapkan terima kasih.
Terimakasih kepada Laboratorium Histologi FKH IPB dan Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian atas fasilitas laboratorium yang disediakan selama penulis
melaksanakan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-
teman angkatan 2007 GMA, dan teman-teman lainnya atas semangat kebersamaan
dan persaudaraan selama ini.
Kepada isteri tercinta Ir. Farhani Zakaria dan anak-anak tercinta Muna
Ulfia, Farah Rizkina dan Nur Faizah, atas kasih sayang, pengertian, serta
dukungan moril yang tidak pernah berhenti, penulis sampaikan terimakasih yang
sedalam-dalamnya. Tak lupa juga kepada Kakanda dan Adinda sekalian penulis
ucapkan terima kasih. Sembah dan sujud serta doa yang tidak pernah berhenti
penulis sampaikan kepada guru rohani Abu Muhammad ‘Alimin dan Abuya
Syekh H. Amran Waly Al-Khalidy, kepada Ibunda Salamiah Arsyad/Hj. Chairani,
dan Ayahanda Mahmud Ali (Alm)/Ir. H. Zakaria Ibrahim yang telah mendoakan
dan mengikhlaskan penulis untuk melanjutkan pendidikan ini. Kepada semua
pihak yang telah membantu dengan tulus, penulis sampaikan terimakasih.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………………........... xix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………....... xxiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………...... xxv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. xxvi
PENDAHULUAN …………………………………………………………...... 1
Latar Belakang …………………………………………………………...... 1
Tujuan …………………………………………………………………….. 4
Tujuan Umum ………………………………………………………….. 4
Tujuan Khusus ………………………………………………………….. 4
Manfaat ………….………………………………………………………… 4
Hipotesis Penelitian ……………………………………………………....... 4
KERANGKA PEMIKIRAN…………………………………………………… 35
METODE PENELITIAN ……………………………………………………… 39
Penelitian 1. Penyiapan Ekstrak Pegagan dan Analisa Kandungan
Zat Gizi ……………………………………………………………………. 39
Tempat dan Waktu …………………………………………………….. .. 39
Bahan dan Alat ………………………………………………………....... 39
Sumber pegagan ………………………………………………………… 39
Penyiapan bahan ekstrak dan skrining ………………………………….. 40
Ekstraksi dan Maserasi ………………………………………………....... 40
Variabel yang diukur ……………………………………………………. 42
xx
PEMBAHASAN UMUM………………………………………………...... 91
Halaman
1 Beberapa hasil penelitian tentang pegagan ... Error! Bookmark not defined.2
2 Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa
asiatikosida, madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik .......... Error!
Bookmark not defined.7
3 Kandungan asiatikosida dan persentase distribusi dari setiap jaringan
dari keseluruhan bagian tanaman pegagan ... Error! Bookmark not defined.8
4 Aktivitas larvicidal dari ekstrak daun pegagan terhadap Culex
quinquefasciatus pada lima temperatur yang berbeda................................... 20
5 Kandungan nutrisi pakan tikus ...................................................................... 47
6 Kandungan fitokimia dari masing-masing bagian pegagan Error! Bookmark
not defined.7
7 Hasil analisis kandungan zat gizi pegagan segar .......... Error! Bookmark not
defined.8
8 Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida di dalam
bagian yang berbeda dari pegagan segar ....................................................... 62
9 Hasil analisis proksimat dan komposisi kimia per 100 g bahan segar ... Error!
Bookmark not defined.3
10 Hasil analisis proksimat dari ekstrak kering daun pegagan . Error! Bookmark
not defined.5
11 Kandungan mineral dari ekstrak kering daun pegagan Error! Bookmark not
defined.6
12 Kadar asiatikosida dari bahan ekstrak yang berbeda .... Error! Bookmark not
defined.7
13 Respon pertambahan bobot badan (g) dan asupan mingguan (g)
pada perlakuan dengan ekstrak etanol .......... Error! Bookmark not defined.9
14 Respon pertambahan bobot badan dan asupan pakan mingguan
pada perlakuan dengan ekstrak air................................................................. 70
15 Rata-rata gambaran darah lengkap tikus setelah 2 bulan pemberian
ekstrak etanol ................................................................................................. 71
16 Rata-rata gambaran darah lengkap tikus setelah 2 bulan pemberian
ekstrak air ...................................................................................................... 73
17 Rata-rata gambaran differensial benda darah putih pada tikus yang
diberi ekstrak etanol....................................................................................... 73
18 Rata-rata gambaran differensial benda darah putih pada tikus yang
diberi ekstrak air ........................................... Error! Bookmark not defined.4
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan tentang mekanisme kerja otak
mengalami lompatan yang luar biasa. Hasil penelitian yang telah diperoleh saat
ini sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia dan juga dapat dijadikan sebagai
acuan untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kemampuan fungsi
kognitif (Sidiarto & Kusumoputro 2003). Kognitif adalah kemampuan berfikir
dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi
dan memperhatikan. Kemampuan berfikir erat kaitannya dengan fungsi otak,
karena kemampuan seseorang untuk berfikir dapat dipengaruhi oleh keadaan otak.
Dengan demikian, kelainan pada fungsi otak dapat berpengaruh secara langsung
kepada fungsi kognitif seseorang.
Daya ingat adalah sesuatu yang sangat penting dari fungsi kognitif
manusia. Daya ingat akan mengalami kemunduran dengan bertambahnya usia
pada sebagian orang berusia setengah baya dan lanjut. Masalah penuaan dan
kapasitas kerja semakin penting untuk didiskusikan karena kapasitas kerja pada
usia tua sering tidak sepadan dengan tuntutan-tuntutan pekerjaan sehingga dapat
mengakibatkan stress, masalah-masalah kesehatan dan angka kematian yang
tinggi, misalnya karena penyakit kardiovaskular, bunuh diri atau kecelakaan
(Hartanto 1996).
Pada proses otak menjadi tua terjadi perubahan anatomi sel-sel neuron
atau sel-sel otak, dan jumlah sel neuron mengalami penurunan di berbagai bagian
otak. Di bagian hipokampus yang merupakan pusat pantauan memori juga terjadi
penurunan jumlah sel neuron dalam jumlah besar. Secara klinis, pada orang usia
lanjut kemunduran fungsi memori digolongkan ke dalam gangguan memori
fisiologis dan gangguan memori patologis yang disebabkan oleh penyakit otak
misalnya Alzheimer (Sidiarto & Kusumoputro 2003). Dengan demikian,
memahami mekanisme kerja otak akan memudahkan untuk memahami bagian-
bagian fungsinya serta cara penanggulangannya apabila terjadi gangguan dan
menjadi dasar dalam penerapan penanggulangan kemampuan kognitif (Sidiarto &
Kusumoputro 2003).
Pengobatan pada kelainan fungsi kognitif dapat dilakukan dengan
pendekatan medis moderen atau gizi/pangan fungsional atau kombinasinya. Pada
kondisi normal, fungsi kognitif dapat dioptimalkan dengan mengkonsumsi pangan
fungsional yang bermanfaat terhadap fungsi kognitif secara tepat disamping
mengkonsumsi zat gizi lainnya secara berimbang dan menerapkan pola hidup
sehat. Demikian juga pada kondisi dimana fungsi kognitif tidak dicapai secara
maksimal, pemberian pangan fungsional juga dapat membantu memperbaiki
fungsi kognitif. Salah satu pangan fungsional yang bermanfaat untuk
meningkatkan fungsi kognitif adalah pegagan (Centella asiatica).
Pegagan adalah salah satu jenis tanaman obat dari ordo Umbelliferae
(Babu et al. 1995), famili Apiaceae (Sharma & Jaimala 2003) mempunyai
manfaat pengobatan yang tinggi (Babu et al. 1995). Tanaman obat tersebut pada
umumnya dikenal sebagai Gotukola dan Marsh Pennywort (AS) (Sharma &
Jaimala 2003). Pegagan adalah suatu tanaman merambat, tumbuh di tempat
lembab di India dan negara Asia lainnya (Rao et al. 2007) terutama ditemukan di
Asia bagian selatan (Wang et al. 2005). Di Indonesia, pegagan banyak dijumpai
mulai dataran rendah sampai dataran tingggi, pada lahan terbuka maupun
ternaungi dan tanah basah sampai kering (Widowati et al. 1992).
Pegagan telah digunakan berabad-abad sebagai tanaman obat dan
tercantum di dalam Pharmacopoeia Perancis tahun 1884, demikian pula pada
tradisi kuno Chinese Shennong Herbal sekitar 2000 tahun yang lalu, dan juga
pada Indian Ayurvedic Medicine sekitar 3000 tahun yang lalu. Pegagan juga
dikenal sebagai rasayana pada penggunaan Ayurveda sebagai tonikum otak dan
penyembuh luka (Sharma & Jaimala 2003). Manfaat pengobatan dari ekstrak
pegagan mungkin berhubungan dengan keberadaan senyawa fenolik (Zainol et al.
2003). Dengan demikian, pegagan menjadi sangat penting berdasarkan atas peran
kritisnya pada pencegahan penyakit (Shetty et al. 2008).
Penggunaan pegagan untuk tujuan peningkatan fungsi kognitif telah lama
dilakukan. Pada pengobatan sistem ayurvedic, yang merupakan pengobatan
sistem alternatif di India, menggunakan daun pegagan untuk meningkatkan
memori (Rao et al. 2007). Berdasarkan bukti empiris dan hasil pengujian pra
klinis menunjukkan bahwa pegagan mempunyai suatu reputasi untuk membangun
kembali kemunduran fungsi kognitif pada pengobatan tradisional dan pada hewan
model (Wattanathorn et al. 2008). Pada pengujian daya ingat, dilaporkan bahwa
pemberian jus daun segar pegagan selama periode pertumbuhan cepat pada tikus
neonatal dapat meningkatkan kemampuan mengingat. Tikus yang diberi jus daun
segar pegagan dengan dosis yang lebih tinggi (4 dan 6 mL) dengan lama
pemberian 2-6 minggu menghasilkan jumlah alternasi yang lebih tinggi dan juga
memberikan peningkatan prosentase respon alternasi yang benar dibandingkan
dengan kontrol (Rao et al. 2005).
Hasil pemeriksaan secara histologis menunjukkan terjadinya peningkatan
pada panjang dendritik (intersection) dan jumlah titik percabangan dendritik, yaitu
pada dendrit apikal dan dendrit basal pada tikus muda pada masa pertumbuhan
cepat yang diberi pegagan 4 dan 6 mL/kg bobot badan per hari untuk periode
waktu yang lebih panjang (4 dan 6 minggu). Dengan demikian, ekstrak daun
segar pegagan dapat digunakan untuk meningkatkan dendrit neuronal pada
keadaan stres dan neurodegeneratif serta kelainan memori (Rao et al. 2006).
Pengujian pada orang tua yang sehat yang diberi ekstrak pegagan
sebanyak 750 mg/hari selama 2 bulan dapat meningkatkan persentase akurasi
kerja memori dan berpotensi untuk mengurangi kemunduran yang berhubungan
dengan umur pada fungsi kognitif dan ketidakteraturan suasana hati pada orang
tua yang sehat. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak tanaman pegagan
memberikan pengaruh pada kecepatan dan kualitas kerja memori (Wattanathorn et
al. 2008).
Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa pegagan berpotensi sebagai
tanaman obat untuk meningkatkan fungsi kognitif, namun mekanismenya belum
jelas dan bahkan sebagian peneliti menyebutnya tidak diketahui. Oleh karena itu,
melalui penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan sebagian dari serangkaian
mekanisme peningkatan fungsi kognitif akibat penggunaan ekstrak pegagan pada
tikus.
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pengaruh
penggunaan ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) terhadap
peningkatan fungsi kognitif dengan menggunakan tikus sebagai model.
Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui komposisi kandungan gizi dan bahan aktif pegagan.
2. Mengetahui efek/peran ekstrak pegagan terhadap:
a. Parameter umum metabolisme tubuh (bobot badan dan profil darah
perifer)
b. Aktivitas dan tingkat pembelajaran dalam pengenalan jalur finish T-maze
c. Populasi neuron positif terhadap calbindin dan glial pada area CA3
d. Mengetahui perubahan bahan aktif seluler pada area CA3
3. Mengetahui level efektif terhadap peningkatan fungsi kognitif
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan jenis ekstrak yang sesuai untuk tujuan penggunaan sebagai
material peningkatan memori dan penghambat kemunduran fungsi memori.
2. Menghasilkan data kandungan bahan aktif dan bahan gizi lainnya dari
pegagan.
3. Menghasilkan data gambaran darah rutin, kimia darah, histologi neuroglia dan
penanda biologis.
4. Menjelaskan sebagian dari serangkaian mekanisme peningkatan fungsi
kognitif karena penggunaan ekstrak daun pegagan pada tikus.
Hipotesis
Rumusan hipotesis yang dapat diajukan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H1: Perlakuan ekstrak daun pegagan dapat meningkatkan fungsi kognitif.
H1: Terdapat perbedaan antar perlakuan ekstrak air daun pegagan dan ekstrak
etanol daun pegagan terhadap gambaran darah, bobot badan, aktivitas dan
gambaran histokimia hipokampus.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Pengobatan Alternatif
Pengobatan alternatif didefinisikan sebagai terapi atau praktek di luar dari
praktek medis konvensional sebagai mana yang diajarkan dalam sebagian besar
sekolah medis. Perhatian terhadap praktek penggunaan obat alternatif saat ini
telah meningkat, baik di tingkat konsumen maupun di lingkungan ilmiah.
National Institutes of Health, Office of Alternative Medicine telah ditetapkan pada
tahun 1992 untuk menguji dan meneliti sebagian dari kebanyakan peluang terapi
alternatif. Sasaran dari Office of Alternative Medicine adalah untuk memodifikasi
konsep dari “alternatif,” ke arah istilah “komplementer” untuk menggambarkan
terapi yang mungkin saja berguna untuk suatu intervensi yang menyeluruh di
dalam praktek medis yang konvensional. Beberapa penanganan yang dianggap
sebagai praktek medis outside mainstream US, misalnya akupunktur, telah
menjadi bagian dari perawatan medis standar di beberapa Negara eropa (Borchers
et al. 1997).
Jenis lain dari complementary or alternative medicine (CAM), seperti
acupressure, botanical remedies, homeopathy, dan mind-body therapies, juga
diterima di berbagai tingkat dengan ketetapan medis, demikian pula di masyarakat
umum dari berbagai negara (Farnsworth 1993 Dalam Borchers et al. 1997). Hasil
estimasi World Health Organization (WHO) bahwa pada awal tahun l990-an 80%
populasi dunia tinggal di negara-negara berkembang dan 80% tidak mempunyai
akses untuk atau memilih menggunakan obat berstandar Barat (Borchers et al.
1997). Sebagai gantinya, mereka diarahkan ke obat tradisional, dengan kata lain,
CAM adalah untuk pelayanan kesehatan primer mereka (Farnsworth 1993 Dalam
Borchers et al. 1997). Jumlah orang yang menggunakan atau bentuk lain dari
CAM dengan cepat meningkat di seluruh dunia, bahkan diantara mereka terdapat
orang yang mampu untuk menggunakan obat berstandar Barat (Goldbeck-Wood
et al. 1996 Dalam Borchers et al. 1997).
Efek zat gizi terhadap penyakit degeneratif kronis telah menjadi salah satu
wilayah penelitian yang menarik, yang menyempurnakan konsep dari zat gizi
optimal, dari hanya mencegah terjadinya penyakit karena defisiensi nutrisi ke
mengurangi resiko penyakit kronis (Shils & Rude 1996 Dalam Borchers et al.
1997). Suatu kelompok zat gizi yang berperan penting dalam hal pencegahan
penyakit adalah antioksidan (Borchers et al. 1997). Terkecuali manfaat
antioksidatifnya, tanaman mengandung banyak senyawa yang mempunyai efek
yang berpotensi baik terhadap banyak penyakit dan hal ini adalah salah satu dari
alasan utama mengapa para ilmuwan, menunjukkan peningkatan minat pada
medicinal botanicals.
Sadar akan banyak pertanyaan yang tidak terjawab di sekitar penggunaan
obat herbal, National Institutes of Health’s Office of Alternative Medicine
bekerjasama dengan Food and Drug Administration mensponsori suatu pertemuan
dari orang-orang yang terlibat dalam manufaktur serta distribusi CAM untuk
mendiskusikan 1) keamanan dan kemanjuran medicinal botanicals, dan 2) bukti
yang diperlukan untuk mengijinkan pemberian label efektif dalam penanganan
dari penyakit spesifik. Hal ini menegaskan bahwa pengalaman dari negara lain
mungkin memberikan suatu model demikian pula petunjuk untuk regulasi dari
beberapa klaim kesehatan (Borchers et al. 1997).
Indikasi Peneliti
o Anti-inflamasi
Ekstrak air pegagan pada level 10, 30, 100 dan 300 mg/kg Somchit et al.
bobot badan memperlihatkan aktivitas antinociceptive dan 2004
aktivitas antiinflamasi
o Imunostimulasi
Deasetilasi dan carboxyl-reduction, pektin dan produk Wang et al. 2005
turunannya yang terdapat di dalam pegagan menunjukkan
aktivitas imunostimulasi
o Antithrombotik
Ekstrak metanol (45 mg/kg) dan etanol pegagan (14 mg/kg Satake et al.
bobot badan) bermanfaat untuk pencegahan penyakit yang 2007
berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi,
kardiopati dan apopleksia serebral yang disebabkan oleh
pengapuran pembuluh darah (arteriosclerosis).
o Tumor
Pengujian dengan metoda brine shrimp lethality test, Padmaja et al.
ekstrak etanol pegagan 100, 500 dan 1000 µg/mL tidak 2002
menunjukkan aktivitas sitotoksik.
Larvisidal
Ekstrak etanol daun pegagan pada konsentrasi 6,84 ppm Rajkumar &
(19 °C) dan 1,12 ppm (31°C) dapat membunuh 50% Jebanesan 2005
larva Culex quinquefasciatus
Antibakteri
Ekstrak air pegagan mempunyai nilai minimum inhibitory Taemchuay et al.
concentration pada konsentrasi 2-3 mg/ml terhadap bakteri 2008
Staphylococcus aureus
Penyembuhan Luka
Pemberian ekstrak etanol daun pegagan 800 mg/kg bobot Shetty et al. 2008
badan selama 10 hari dapat memacu penyembuhan luka
pada tikus dan juga mampu mengatasi reaksi hambatan
penyembuhan luka oleh steroid
Pemberian ekstrak air pegagan dalam bentuk suspensi Rao Vishnu et al.
propylene glycol 5% secara topikal dapat meningkatkan 1996
kandungan kolagen pada jaringan luka
Perlukaan Lambung
Pemberian ekstrak air pegagan pada tikus dengan dosis 10 Sripanidkulchai
dan 20 mg/kg bobot badan mempu mencegah terjadinya et al. 2007
tukak lambung karena pemakaian obat anti inflamasi
(indomethacin)
Kecerdasan
Indikasi Peneliti
Pemberian ekstrak air pegagan pada level 200 dan 300 Veerendra &
mg/kg bobot badan tikus selama 14 hari dapat Gupta 2002
meningkatkan kinerja belajar dan memori
Pemberian jus daun segar pegagan selama periode Rao et al. 2005
pertumbuhan cepat pada tikus neonatal dapat
meningkatkan kinerja memori
Pemberian ekstrak daun segar pegagan 0,158-0,474 g/kg Rao et al. 2006
bobot badan tikus dapat menstimulus pertumbuhan
dendritik neuronal, sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan dendrit neuronal pada stres dan
neurodegeneratif serta kelainan memori
Pemberian jus daun segar pegagan dapat meningkatkan Rao et al. 2007
arborisasi dendritik di neuron amygdaloid tikus
Antioksidan
Ekstrak etanol dari semua bagian pegagan memperlihatkan Hamida et al.
aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi dibandingkan 2002
ekstrak air. Bagian akar menunjukkan aktivitas tertinggi
daripada bagian lainnya
Pemberian ekstrak air 100-300 mg/kg bobot badan tikus Veerendra &
dapat meningkatkan kemampuan belajar dan memori serta Gupta 2002
manfaat antioksidan dengan cara mengurangi peroksidasi
lemak dan memperbanyak enzim antioksidan endogenus di
dalam otak
Ekstrak air pegagan 200 mg/kg bobot badan tikus efektif Gnanapragasam
menetralkan perubahan enzim mitokhondria dan sistem et al. 2007
pertahanan mitokhondria (mengurangi kardiomiopati
mitokhondria)
Ekstrak alkohol pegagan 800 mg/kg bobot badan tikus Shetty et al. 2008
dapat menigkatkan konsentrasi antioksidan, protein dan
lysyl oxidase dan mengurangi peroksidasi lemak
Pegagan
Pegagan merupakan tanaman merambat yang tumbuh di tempat lembab di
India dan negara Asia lainnya (Rao et al. 2007), terutama ditemukan di Asia
bagian selatan (Wang et al. 2005). Ekstrak tanaman pegagan mengandung
beberapa senyawa yang dapat berperan pada fungsi fisiologi dengan cara spesifik
yang dimilikinya (Sharma & Jaimala 2003). Pegagan adalah tanaman obat dari
famili Apiaceae/Umbelliferae (Sharma & Jaimala 2003), dan menurut Babu et al.
(1995), pegagan merupakan salah satu tanaman dari famili Umbelliferae yang
mempunyai manfaat pengobatan yang tinggi. Tanaman obat ini pada umumnya
dikenal sebagai Gotukola dan Marsh Pennywort (AS) (Sharma & Jaimala 2003).
Kandungan Kimia
Ekstrak air pegagan mengandung senyawa asiatikosida, asam asiatik,
triterpines, centoic acid, centellic acid dan esternya. Ekstrak tanaman ini juga
kaya akan vitamin, mineral dan nutrien yang secara umum tidak beracun terhadap
tubuh. Disamping senyawa tersebut, juga banyak dijumpai senyawa lainnya
termasuk asam askorbik (Sharma & Jaimala 2003), dan senyawa pektin yang
mengandung arabinose, rhamnose, galactose, xylose serta galacturonic acid
(Wang et al. 2005), serta sterol bebas (Mangas et al. 2008). Di dalam pegagan
juga ditemukan senyawa flavonoid lainnya seperti castilliferol, castillicetin, dan
isochlorogenic acid (Subban et al. 2008).
Menurut Zhang et al. (2009), selain asiatikosida, pegagan juga
mengandung madekassosida, brahmosida, brahminosida dan thankunisida yang
merupakan komponen utama dari triterpene dalam bentuk saponin triterpenoid.
Diantara senyawa aktif tersebut, asam asiatik merupakan suatu senyawa triterpin
yang digunakan dalam penanganan demensia dan dapat meningkatkan kognisi
(Rao et al. 2005). Asam asiatik tersebut adalah suatu metabolit aktif dari
asiatikosida, dan juga merupakan senyawa ionik (Thongnopnua 2008).
Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa asiatikosida,
madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik disajikan pada Tabel 2 (Aziz et
al. 2007).
Tabel 2 Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa
asiatikosida, madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik
Asiatikosida
Jaringan
Kandungan (mg/g BK) Distribusi (%)
Daun 9,56 + 0,91 82,6
Tangkai daun 1,85 + 0,07 15,9
Akar 0,17 + 0,01 1,5
Node ND 0
Keseluruhan tanaman 4,32 + 0,35
Sumber: Kim et al. (2007). BK = Berat Kering, ND = Tidak ada data
Manfaat Pegagan
Sumber: Rajkumar & Jebanesan (2005). Nilai dalam kolom dengan superscript
yang berbeda adalah perbedaan signifikan pada tingkat P<0,05
(DMRT test).
Antiproliferatif
Dilaporkan bahwa telah diperoleh 10 senyawa antiproliferatif dari ekstrak
pegagan dari bagian aerialnya. Sepuluh senyawa antiproliferatif tersebut adalah
11,12-dehydroursolic acid lactone, asam ursolik, asam pomolik, 2α ,3α-
dihydroxyurs-12-en-28-oic acid, 3-epimaslinic acid, asam asiatik, asam korosolik,
8-acetoxy-1,9-pentadecadiene-4,6-diyn-3-ol, β-sitosterol 3-O-β-glucopyranoside,
dan asam rosmarinik (Yoshida et al. 2005).
Antithrombotik
Pegagan adalah tanaman obat yang juga bermanfaat untuk pencegahan
penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi, kardiopati dan
apopleksia serebral yang disebabkan oleh pengapuran pembuluh darah
(arteriosclerosis). Efek dari pemberian kronis yaitu dengan frekuensi pemberian
dua kali sehari untuk 14 hari terhadap hambatan kereaktivan platelet dan
koagulasi dinamis dapat memicu sirkulasi darah untuk menghilangkan stasis
darah. Fase larutan EtOAc dari ekstrak MeOH memperlihatkan aktivitas
hambatan yang paling kuat untuk menghambat kereaktifan platelet dan koagulasi
dinamis, sedangkan fase larutan n-BuOH juga memperlihatkan hambatan
kereaktifan platelet tetapi tidak mempengaruhi koagulasi dinamis (Satake et al.
2007).
Senyawa 3,5-di-O-caffeoylquinic acid menunjukkan kemampuan untuk
menghambat aktivasi platelet (anti-thrombotic) dan hambatan koagulasi dinamis,
sehingga mendukung fakta bahwa senyawa ini mempunyai efek antihipertensi.
Komponen aktif lainnya seperti asiatikosida yang merupakan saponin utama dari
tanaman ini, tidak menghambat kereaktifan platelet dan koagulasi dinamis,
demikian juga dengan senyawa 1,5-disubstituted isomer dan flavonoid. Efek
hambatan terhadap reaksi platelet dan koagulasi dinamis menunjukkan aktivitas
yang maksimum pada konsentrasi 0,4 mg/kg bobot badan, dan menurun pada
konsentrasi 4 mg/kg bobot badan serta 0,2 mg/kg bobot badan (Satake et al.
2007).
Sitotoksisitas
Manfaat pegagan terhadap anti tumor masih belum konsisten. Terdapat
laporan yang mengatakan bahwa ekstrak etanol pegagan tidak menunjukkan
aktivitas sitotoksik (Padmaja et al. 2002) sedangkan pada laporan lainnya
dinyatakan bahwa pegagan mempunyai efek sitotoksisitas (Babu et al. 1995).
Pegagan memberikan manfaat sitotoksik dan anti-tumor yang potensial (Babu et
al. 1995). Aktivitas kemopreventif atau antikanser tersebut mungkin diperoleh
melalui aktivitas imunostimulasi (Punturee et al. 2005). Stimulasi sistem
kekebalan ini secara langsung menyebabkan sitotoksik terhadap sel tumor serta
diyakini bahwa ekstrak kasar dan fraksi yang dipurifikasi mempunyai tingkat
keracunan selektif terhadap sel tumor (Babu et al. 1995).
Di samping sitotoksik langsung terhadap sel-sel tumor, pegagan dapat
mencegah karsinogenesis dengan cara memodulasi respon imun. Dilaporkan juga
bahwa ekstrak air pegagan mendesak aktivitas imunostimulasi terhadap proliferasi
mitogenstimulasi dari human peripheral blood mononuclear cells (PBMCs).
Ekstrak air pegagan juga meningkatkan produksi IL-2 dan TNF-α pada human
PBMCs (Punturee et al. 2005).
Penelitian secara in vivo, menunjukkan bahwa tikus yang diberi ekstrak air
pegagan (100 mg/kg bobot badan) menunjukkan respon yang lebih tinggi terhadap
antibodi primer dan sekunder. Berbeda dengan ekstrak air, ekstrak etanol pegagan
menunjukkan aktivitas imunosupresif. Hal itu ditandai dengan pengurangan
proliferasi mitogen-stimulated human PBMCs dan produksi IL-2 serta TNF-α.
Produksi TNF-α yang berlebihan berhubungan dengan berbagai penyakit
termasuk penyakit infeksi, penyakit autoimun dan kanker. Dengan demikian,
hambatan produksi TNF-α oleh ekstrak etanol dari pegagan mungkin saja penting.
Walaupun, mekanisme yang tepat dari efek ini tidak jelas, namun mekanisme
tersebut mungkin saja dimediasi oleh interaksi antara komponen aktif dari ekstrak
dan sel molekul atau faktor-faktor pertumbuhan yang terlibat dalam aktivasi
mitogen. Kemungkinan aktivitas yang lain adalah mungkin saja interferensi
dengan sel signaling (Punturee et al. 2005).
Berbeda dengan pengujian secara in vivo, pengujian sitotoksisitas secara in
vitro menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan fraksi yang dipurifikasi
menunjukkan efek sitotoksisitas terhadap berbagai cell line yang
ditransformasikan, demikian juga aktivitas terhadap sel fibroblast. Efek
sitotoksisitas terhadap multiplikasi sel mouse lung fibroblast (L-929) secara in
vitro dari ekstrak metanol pegagan dan fraksi aseton dari kolom khromatografi
memberikan hasil yang bermanfaat pada konsentrasi 100 µg/mL. Demikian juga
dengan pemberian secara oral dari ekstrak metanol pegagan dan fraksi aseton
dapat memperlambat perkembangan tumor solid dan tumor asites. Konsentrasi
ekstrak etanol yang diperlukan untuk menghasilkan 50% kematian sel adalah 62
µg/mL untuk EAC (Ehrlich ascites tumour cells) dan 75 µg/mL untuk DLA
(Dalton’s lymphoma ascites tumour cells) dan untuk fraksi yang dipurifikasi
adalah 17 µg/mL untuk EAC dan 22 µg/mL untuk DLA (Babu et al. 1995).
Pemberian ekstrak kasar dan fraksi yang dipurifikasi dapat mengurangi
perkembangan murine solid tumour. Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa
fluorescent juga menghambat proliferasi sel L-929 di dalam kultur pada
konsentrasi 8 dan 3,5 µg/mL. Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa fluorescent
menghambat sintesa DNA dengan pengurangan produksi (3H)-thymidine dan
tidak mempunyai peran terhadap hambatan sintesa protein dan sintesa RNA.
Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa fluorescent kurang menyebabkan
peningkatan (3H)-leucin dan (3H)-uridine, mungkin karena terjadi peningkatan
transkripsi dan translasi sel tumor selama kematian sel (Babu et al. 1995).
Pangan Fungsional
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa pegagan mengandung berbagai macam
zat gizi dan juga dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan maka pegagan
dapat dikatagorikan sebagai nutraceutical dan pangan fungsional karena telah
terbukti dapat mengobati dan mencegah terjadinya penyakit disamping sebagai
gizi dasar. Terdapat beberapa definisi tentang pangan fungsional yang
dikeluarkan oleh lembaga Internasional. Menurut International Food Information
Council (IFIC), pangan fungsional adalah makanan atau komponen makanan yang
dapat memberikan manfaat kesehatan di luar gizi dasar. International Life
Sciences Institute of North America (ILSI), mendefinisikan pangan fungsional
adalah pangan yang secara fisiologis komponen bahan aktifnya memberikan
manfaat kesehatan di luar gizi dasar. Health Canada mendefinisikan bahwa
pangan fungsional adalah makanan yang mirip dalam hal tampilannya dengan
makanan konvensional, dikonsumsi sebagai bagian dari diet biasa, dengan
manfaat fisiologis mengurangi risiko penyakit kronis diluar fungsi gizi dasar.
Nutrition Business Journal mengklasifikasikan pangan fungsional sebagai
makanan yang diperkaya dengan bahan-bahan tambahan atau konsentrat yang
dapat meningkatkan kesehatan atau kinerja. Pangan fungsional termasuk sereal
yang diperkaya, roti, minuman olahraga, makanan ringan fortifikasi, makanan
bayi, makanan siap saji, dan banyak lagi yang lainnya (Wildman & Kelley, 2007).
Tren terbaru dalam pemasaran pangan fungsional menunjukkan bahwa
beberapa manfaat produk menjadi hal yang paling umum yang ditawarkan oleh
produsen kepada konsumen. Ketertarikan konsumen untuk mengkonsumsi
pangan fungsional untuk tujuan kesehatan tidak lepas dari bukti ilmiah dari
khasiat pangan fungsional, penetahuan gizi, promosi dan penawaran produk yang
lebih beragam untuk dijual. Konsumen cenderung akan merespon dengan
berbagai latar belakang misalnya kondisi kesehatan dan tingkat pengetahuan.
Teratanavat & Hooker (2006) melaporkan bahwa manfaat kesehatan dan
kealamihan produk pangan fungsional lebih dipilih oleh konsumen, namun
preferensi tersebut tergantung pada tingkat pendidikan individu, pendapatan, dan
perilaku pembelian makanan. Berdasarkan bentuk produk pangan fungsional, zat
gizi alami lebih disukai oleh konsumen daripada produk fortifikasi.
Produk pangan fungsional yang diterima oleh konsumen biasanya
melibatkan beberapa tahap yang berbeda dari suatu konsep untuk pelaksanaan
pasar yang berhasil. Dimulai dengan menterjemahkan konsep penting menjadi
prototipe yang diterima dan bermanfaat. Prototipe tersebut kemudian
memerlukan penilaian untuk efikasi dan pengujian keamanan melalui hewan coba
dan manusia. Publikasi data efikasi dan keamanan pangan merupakan tahap akhir
dari suatu proses pengembangan pangan fungsional (Jones & Jew 2007).
Pengembangan dan pemasaran produk pangan fungsional agak rumit, mahal dan
berisiko. Selain hambatan teknologi, aspek legislatif, serta tuntutan konsumen
perlu dipertimbangkan ketika mengembangkan pangan fungsional. Penerimaan
konsumen adalah faktor kunci untuk sukses dalam bernegosiasi peluang pasar
(Siró et al. 2008).
Fungsi penting dari otak adalah membangun komunikasi sel ke sel, dan
sinaps merupakan titik dimana komunikasi terjadi. Fungsi otak sangat tergantung
pada kemampuan neuron untuk mengirim sinyal elektrokimia ke sel lain, dan
kemampuan sel neuron untuk merespon dengan tepat terhadap sinyal-sinyal
elektrokimia yang diterima dari sel lain. Sifat listrik dari neuron dikendalikan
oleh berbagai proses biokimia dan metabolik, terutama interaksi antara
neurotransmiter dan reseptor yang terjadi pada sinaps. Jaringan otak memerlukan
sejumlah besar energi dan tergantung pada volume otak. Sebagian besar spesies
vertebrata memerlukan antara 2-8% metabolisme basal ke otak dan pada manusia
meningkat hingga 20-25%.
Kognitif
Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kemampuan
berfikir erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan seseorang untuk
berfikir dipengaruhi oleh keadaan otak.
Hampir semua makhluk mampu memodifikasi perilakunya sebagai hasil
dari pengalaman. Perilaku didorong oleh aktivitas otak, sehingga perubahan
perilaku juga diikuti dengan perubahan dalam otak. Hipokampus dan korteks
serebral sangat berperan pada fungsi tersebut. Pada proses otak menjadi tua
terjadi perubahan anatomi sel-sel neuron atau sel-sel otak, dan jumlah sel neuron
mengalami penurunan di berbagai bagian otak. Di bagian hipokampus yang
merupakan pusat pantauan memori juga terjadi penurunan jumlah sel neuron
dalam jumlah besar. Tulving & Markowitsch (1998) melaporkan bahwa
hipokampus sangat berperan pada kemampuan memori seseorang. Orang yang
mengalami kerusakan pada hipokampus dapat menimbulkan gangguan pada
memori episodik yaitu ketidakmampuan untuk mengingat rincian peristiwa
tertentu.
Secara klinis, pada orang usia lanjut kemunduran fungsi memori
digolongkan ke dalam gangguan memori fisiologis dan gangguan memori
patologis yang disebabkan oleh penyakit otak misalnya Alzheimer (Sidiarto &
Kusumoputro 2003). Dilaporkan juga bahwa penuaan yang normal juga akan
memberi perubahan pada struktur hipokampus dan biokimia hipokampus (Driscoll
et al. 2003). Dengan demikian, kelainan pada fungsi otak akan berpengaruh
secara langsung kepada fungsi kognitif seseorang.
Perkembangan ilmu pengetahuan tentang mekanisme kerja otak saat ini
mengalami lompatan yang luar biasa, dan hasil penelitian yang telah diperoleh
saat ini sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia dan juga dapat dijadikan
sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kemampuan
fungsi kognitif (Sidiarto & Kusumoputro 2003). Dengan demikian, memahami
mekanisme kerja otak akan memudahkan untuk memahami bagian-bagian
fungsinya serta cara penanggulangannya apabila terjadi gangguan dan menjadi
dasar dalam penerapan penanggulangan kemampuan kognitif (Sidiarto &
Kusumoputro 2003) dan peningkatan fungsi kognitif.
35
KERANGKA PEMIKIRAN
Kemampuan fungsi kognitif sangat dipengaruhi oleh keadaan otak.
Asupan zat gizi yang baik dan berimbang selama masa kehamilan sampai dengan
usia periode emas, sangat membantu untuk mengoptimalkan fungsi kognitif.
Apabila pada periode tersebut kecukupan zat gizi tidak terpenuhi maka fungsi
kognitif tidak dapat dicapai secara maksimal. Penyakit atau kelainan
pengembangan kemampuan kognitif baik karena perolehan atau karena faktor
lingkungan, atau karena faktor bertambahnya usia juga merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya penurunan fungsi kognitif.
Pada kondisi normal, fungsi kognitif dapat dioptimalkan dengan
mengkonsumsi pangan fungsional yang bermanfaat terhadap fungsi kognitif
secara tepat disamping mengkonsumsi zat gizi lainnya secara berimbang dan
menerapkan pola hidup sehat. Demikian juga pada kondisi dimana fungsi kognitif
tidak dicapai secara maksimal, pemberian pangan fungsional juga dapat
membantu memperbaiki fungsi kognitif.
Kemunduran fungsi kognitif dapat dicegah atau diatasi dengan cara
pendekatan medis moderen atau pendekatan gizi terutama penggunaan pangan
fungsional. Penanganan dengan cara pendekatan medis moderen biasanya
terdapat beberapa hambatan, diantaranya belum ada teknologi yang benar-benar
sesuai, memerlukan biaya yang cukup mahal, tingkat keamanannya rendah, dan
efektifitasnya masih dipertanyakan. Pendekatan dengan cara gizi terutama dengan
menggunakan pangan fungsional memberikan beberapa keuntungan diantaranya
tidak memerlukan biaya yang tinggi, tingkat keamanan yang tinggi dan dapat
diaplikasi secara langsung oleh masyarakat.
Berdasarkan bukti empiris pegagan telah digunakan secara meluas di India
untuk semua golongan umur pada pengobatan sistem ayurvedic, yaitu suatu sistem
pengobatan alternatif untuk meningkatkan memori. Di Indonesia, pegagan
umumnya digunakan untuk sayur sebagai lalapan, sedangkan untuk tujuan
meningkatkan memori belum dikenal secara meluas. Perbaikan fungsi kognitif
karena penggunaan pegagan belum diketahui secara pasti Data sebelumnya
menyatakan bahwa di dalam pegagan mengandung mineral makro dan mikro,
asiatikosida dan zat gizi lainnya. Diantara senyawa tersebut, asiatikosida diduga
berperan pada perbaikan fungsi kognitif, namun mekanismenya belum diketahui,
apakah mekanismenya langsung melalui kinerja neuron atau melalui aktivitas
antioksidan. Keberadaan mineral makro dan mikro serta zat gizi lainnya yang
terdapat di dalam pegagan juga belum diketahui secara pasti, apakah keberadaan
senyawa tersebut dapat memperbaiki sistem metabolism umum yang pada
akhirnya memperbaiki fungsi kognitif, atau senyawa tersebut langsung
memperbaiki kinerja saraf. Oleh karena itu, kajian tentang mekanisme
peningkatan fungsi kognitif dan analisis kandungan bahan aktif yang terdapat di
dalam pegagan sangat diperlukan sebelum pangan fungsional tersebut
direkomendasikan kepada masyarakat luas untuk tujuan meningkatkan memori.
Lebih jauh, sebelum pegagan direkomendasikan untuk tujuan sebagaimana
disebut di atas, perlu dilakukan uji empiris menggunakan hewan model. Beberapa
variabel penting yang menjadi fokus pengamatan dalam penelitian ini guna
menjelaskan mekanisme peningkatan memori adalah sebagai berikut:
a. Penentuan jenis ekstrak dan bahan ekstrak yang potensial untuk tujuan
meningkatkan fungsi memori.
b. Analisis komponen bahan aktif dan unsur kimia lainnya yang terdapat dalam
masing-masing bahan ekstrak.
c. Pengamatan tingkah laku dan keaktifan hewan model dengan menggunakan
metode labirin.
d. Analisis terhadap gambaran darah yang meliputi defferensial leukosit, Hb,
Packet Cell Volume (PCV), total leukosit dan eritrosit
e. Analisis penanda biologis yang mengindikasikan keadaan fungsi memori
seperti, GFAP, calbindin, dopamin, CRP, TNF-α dengan metode
imunohistokimia
f. Pertumbuhan neuronal pada region CA3 dari hipokampus yang mencakup
struktur kepadatan neuronal dengan metode histokimia.
Data tentang pertumbuhan neuronal karena pemberian pegagan sudah
tersedia namun masih parsial sehingga belum menjawab pengaruh dari pegagan
terhadap peningkatan fungsi memori. Oleh karena itu sangat diperlukan data yang
menggambarkan mekanisme yang berhubungan dengan peningkatan fungsi
kognitif, sehingga mampu menjawab sebagian dari mekanisme peningkatan
kecerdasan. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi terhadap manfaat pegagan pada peningkatan fungsi memori. Data yang
diperoleh diharapkan dapat menjadi acuan untuk program pengembangan dan
pemanfaatan tanaman pegagan sebagai tanaman obat atau pangan fungsional.
Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 6.
• Penyakit
• Kelainan pengembangan KUALITAS FUNGSI KOGNITIF
(perolehan/lingkungan)
• Usia
• Asupan makanan Peningkatan fungsi
kognitif
Metabolisme umum
Antioksidan
Kognitif
METODE PENELITIAN
Penelitian 1. Penyiapan Ekstrak Pegagan dan Analisis Kandungan Zat Gizi
Tujuan:
Mendapatkan bahan ekstrak dan data kandungan kimia yang terdapat
pada berbagai bagian tanaman pegagan yang bermanfaat untuk
kesehatan.
Sumber Pegagan
Jenis pegagan yang digunakan pada penelitian ini adalah aksesi Bojolali
yang berasal dari kebun percobaan Balittro, Gunung Putri, Cipanas yang ditanam
pada hamparan terbuka pada kondisi tanah yang seragam. Lokasi kebun tersebut
berada pada ketinggian 1500 m dpl. Pegagan yang digunakan pada penelitian ini
berumur lebih kurang 90 hari dan telah dipanen beberapa kali.
Aquadest Etanol
Penghancuran Penghancuran
Maserasi Maserasi
Filtrat Filtrat
Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia dilakukan berdasarkan Harborne (1987) untuk
mengetahui mutu awal dari pegagan segar. Alasan lain melakukan analisis
fitokimia ialah untuk menentukan ciri senyawa aktif (Harborne, 1996).
Identifikasi yang dilakukan adalah uji alkaloid, tannin, flavonoid, saponin, steroid,
dan triterpenoid.
Uji Alkaloid: Sebanyak 1 gram daun digerus dan ditambahkan 1,5 mL kloroform
dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 5 tetes
H 2 SO 4 2M. Fraksi asam dibagi menjadi 3 tabung kemudian masing-masing
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai
dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada
pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner.
Uji Flavonoid dan Fenolik Hidrokuinon. Sebanyak 1 g contoh ditambah
metanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditaruh kedalam spot
plate (papan uji) dan kemudian ditambahkan NaOH 10% (b/v) atau H2SO4 pekat.
Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH menunjukkan adanya
senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan adanya flavonoid.
Uji Saponin: Setengah gram daun ditambahkan air secukupnya dan dipanaskan
selama lima menit. Larutan tersebut didinginkan kemudian dikocok selama ± 10
menit. Timbulnya busa yang bertahan lebih dari 10 menit menunjukkan adanya
saponin.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 2 g contoh ditambah 25 mL etanol 30%
lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambah eter.
Lapisan eter dipipet dan diujikan pada spot plate dengan menambahkan pereaksi
Liebermen Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat).
Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau
menunjukkan adanya steroid.
Uji Tannin: Lima gram daun ditambahkan air kemudian dididihkan selama
beberapa menit. Disaring dan filtrat ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3. Warna
biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya tanin.
Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan analisis kandungan makro zat dalam suatu
bahan makanan. Analisis proksimat dilakukan dengan menggunakan metode
grafimetri dan untuk analisis kadar abu dan abu tak larut asam dilanjutkan dengan
menggunakan alat Muffel Furnase. Analisis kadar sari yang terlarut dalam air dan
alkohol juga dilakukan dengan menggunakan metode grafimetri.
Kadar Abu
Penentuan abu total digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu selain sebagai
parameter nilai gizi dalam bahan makanan juga untuk mengetahui baik tidaknya
suatu proses pengolahan, serta untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan.
Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral
yang terdapat dalam bahan uji. Mineral sebagai senyawa anorganik dapat
ditetapkan dengan cara pengabuan. Pembakaran akan menghancurkan senyawa-
senyawa organik ke dalam bentuk gas yang mudah terbang, sedangkan mineral
sebagai senyawa anorganik akan tinggal dalam bentuk abu yang kadarnya dapat
diketahui melalui penimbangan.
Terlebih dahulu cawan porselen dipanaskan selama 15 menit di dalam
oven. Selanjutnya didinginkan dalam eksikator selama 15-20 menit, lalu
ditimbang bobot cawan kosong. Ke dalam cawan kosong ditambah contoh
sebanyak 2 gram, lalu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 400 oC dan setelah
asapnya hilang suhu dinaikkan menjadi 800 oC dan didiamkan selama 5-8 jam.
Selanjutnya didiamkan di dalam eksikator lalu ditimbang sampai bobot tetap.
Kadar abu adalah berat cawan kosong yang ditambah contoh setelah dipanaskan
dikurangi dengan berat cawan kosong, dibagi dengan berat contoh, dikali 100%.
Analisis Mineral
Analisis mineral dilakukan dengan metoda Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) yang merupakan salah satu teknik analisis untuk mengukur jumlah
unsur berdasarkan jumlah energi cahaya yang diserap oleh unsur tersebut dari
sumber cahaya yang dipancarkan. Prinsip kerja alat ini berdasarkan penguapan
larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi
atom bebas. Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang
dipancarkan dari lampu katoda (hollow cathode lamp) yang mengandung unsur
yang akan dianalisis. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada
panjang gelombang tertentu menurut jenis unsur yang dianalisis.
Tikus
n = 40 ekor
Kontrol Kontrol
0 mg/kg BB 0 mg/kg BB
n=5 n=5
Level 1 Level 1
100 mg/kg BB 100 mg/kg BB
n=5 n=5
Level 2 Level 2
300 mg/kg BB 300 mg/kg BB
n=5 n=5
Level 3 Level 3
600 mg/kg BB 600 mg/kg BB
n=5 n=5
Konsumsi Pakan
Total pakan yang dikonsumsi diukur pada setiap harinya dan direkap
dalam asupan mingguan. Rata-rata konsumsi pakan per ekor tikus per hari pada
masing-masing kelompok percobaan adalah total pakan yang dikonsumsi dibagi
dengan jumlah tikus pada masing kelompok percobaan dan selang waktu
pengukuran (g/ekor/hari).
Bobot Badan
Penimbangan bobot badan masing-masing tikus dilakukan pada setiap 2
hari dengan menggunakan timbangan standar. Pertambahan bobot badan harian
(g/hari) adalah total bobot badan dikurangi dengan bobot badan awal kemudian
dibagi dengan selang waktu pengukuran.
Data yang diamati adalah waktu yang dibutuhkan untuk melewati alat tersebut,
persentase tikus yang mencapai titik finish serta data aktivitas dan tingkah laku
lainnya yang mungkin muncul selama percobaan tersebut berlangsung.
Pewarnaan Immunohistokimia
Pewarnaan immunohistokimia diawali dengan memasukkan preparat
jaringan otak ke dalam inkubator 65 oC selama 5 menit dan selanjutnya
didinginkan pada suhu kamar lebih kurang selama 5 menit. Kemudian dilanjutkan
dengan deparafinisasi secara berseri dimulai dari xylol III sampai dengan xylol I
masing-masing 3 menit. Berikutnya dilakukan rehidrasi secara berseri dimulai
dari alkohol absolut III sampai dengan alkohol absolut I dan alcohol teknis 96%
sampai dengan alcohol teknis 70%, dan kemudian preparat direndam di dalam
dionize water masing-masing 10-15 menit.
Langkah selanjutnya adalah menghilangkan peroksidase endogen pada
preparat dengan cara mencelupkan preparat dalam 50 mL larutan metanol yang
dicampur dengan 0,5 mL H 2 O 2 dalam keadaan gelap selama 15 menit.
Penghilangan peroksidase harus dilakukan dengan segera, kalau terlambat
hasilnya positif semua. Selanjutnya preparat dicuci dengan distilled water (DW)
sebanyak 2 kali masing-masing 5-10 menit, dilanjutkan mencuci dengan
phosphate buffer saline (PBS) sebanyak 2 kali masing-masing 5-10 menit.
Preparat selanjutnya diinkubasi dengan normal serum (10% dalam PBS)
selama 30-60 menit untuk memblok antigen non spesifik agar tidak mengacaukan
reaksi. Setelah itu, preparat dicuci kembali dengan menggunakan PBS sebanyak 3
kali masing-masing 5 menit. Langkah berikutnya preparat diinkubasi dengan
antibodi primer yang telah ditetapkan pada suhu 4°C (disimpan di dalam
refrigerator) selama 1-2 malam.
Selanjutnya dikeluarkan dari refrigerator dan dibiarkan pada suhu kamar
lebih kurang 1 jam, kemudian dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing
10 menit. Langkah berikutnya preparat diinkubasi dalam antibodi sekunder dako
envision peroxydase system (DEPS) (50-60 µl/preparat pada suhu 37 oC dalam
keadaan gelap selama 30-60 menit. Selanjutnya dicuci dengan PBS sebanyak 3
kali masing-masing 5 menit. Kemudian divisualisasi dengan diaminobenzidin
(DAB) 10 mg dalam 50 mL tris buffer dan 50 µl H 2 O 2 . Selanjutnya dicuci
dengan DW (stoping point). Jika dianggap perlu dapat juga dilakukan
counterstain dengan hematoxylin. Langkah akhir pewarnaan ini adalah dehidrasi,
clearing, dan mounting.
Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Penentuan abu total digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu selain sebagai
parameter nilai gizi dalam bahan makanan juga untuk mengetahui baik tidaknya
suatu proses pengolahan, serta untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan.
Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara mengoksidasikan semua zat organik
pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 600 oC sekitar 3-5 jam dan kemudian
dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
dan berat abu yang tertinggal menunjukkan kadar abu (Indrayan et al. 2005).
Hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa pada bagian daun dan
keseluruhan tanaman mempunyai persentase yang lebih baik dibandingkan
dengan pada bagian tangkai daun. Data ini sejalan dengan hasil analisis mineral,
bahwa sebagian besar kandungan mineral banyak dijumpai dibagian daun dan
keseluruhan tanaman. Hasil analisis kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini
lebih rendah dibandingkan dengan laporan Odhav et al. (2007).
Kadar Protein
Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari polipeptida yang
mempunyai rantai yang amat panjang, tersusun atas banyak unit asam amino.
Masing-masing asam amino tersebut dihubungkan oleh suatu ikatan kovalen yang
disebut ikatan peptida. Sebanyak dua puluh jenis asam amino berbeda terdapat
secara alami dalam protein. Setiap protein dibedakan satu sama lain karena
masing-masing mempunyai sekuen unit asam amino sendiri-sendir. Protein
dibagi menjadi dua golongan utama yaitu protein globular dan protein serabut.
Penggolongan ini berdasarkan bentuk dan sifat-sifat fisik tertentu. Protein
globular rantai atau rantai-rantai polipeptida berlipat rapat-rapat menjadi bentuk
globular atau bulat yang padat. Protein globular biasanya larut di dalam air dan
hampir semua mempunyai fungsi gerak atau dinamik. Protein serabut bersifat
tidak larut di dalam air, merupakan molekul serabut panjang, dengan rantai
polipeptida yang memanjang pada satu sumbu dan tidak berlipat menjadi bentuk
globular. Hampir semua protein serabut memberikan peranan strukturan atau
pelindung (Lehninger 1982).
Salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan
kandungan protein suatu sediaan tumbuhan adalah berdasarkan reaksi warna
antara pereaksi Folin-Ciocalteu dan ikatan polipeptida. Kandungan protein dapat
juga ditentukan berdasarkan serapan UV pada panjang gelombang tertentu.
Jumlah protein juga dapat dianalisis dengan cara mikro-Kjeldahl, berdasarkan
penguraian dengan H 2 SO 4 yang mengandung K 2 SO 4 -CuSO 4 , kemudian titrasi
ammonia yang dibebaskan (Harborne 1996).
Hasil analisis kandungan protein pada pegagan segar berkisar antara 7-
16%, dan bagian daun serta keseluruhan bagian tanaman mempunyai persentase
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tangkai daun. Kandungan protein
yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan laporan
Odhav et al. (2007) dan Kormin (2005). Lailani (2008) melaporkan bahwa
kandungan protein total pada tanaman pegagan in vitro lebih tinggi dibanding
dengan pegagan lapang. Diduga bahwa perbedaan kandungan protein tersebut
karena perbedaan unsur hara pada media atau tanah.
Analisis Mineral
Komposisi kandungan zat gizi mempunyai peran penting untuk
meningkatkan kesehatan. Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida
pegagan disajikan pada Tabel 8. Zainol et al. (2008) melaporkan bahwa bagian
yang berbeda dari pegagan menghasilkan kandungan fitokimia yang berbeda pula.
Laporan tersebut sejalan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, dimana di
bagian daun kandungan asiatikosida lebih banyak dibandingkan dengan bagian
tangkai daun. Hampir semua unsur kimia lebih banyak dijumpai di bagian daun
kecuali kandungan K yang lebih banyak dijumpai di bagian tangkai daun. Rasyid
et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan K pada pegagan segar adalah sebesar
2,19%. Kandungan K tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh pada penelitian ini. Perbedaan nilai ini mungkin saja disebabkan karena
metoda analisis yang digunakan berbeda atau karena aksesi pegagan yang
berbeda.
Kandungan asiatikosida di bagian daun juga lebih banyak dibandingkan
dengan tangkai daun. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan
laporan Aziz et al. (2007) yang melaporkan bahwa distribusi asiatikosida lebih
banyak dijumpai di bagian daun, dibandingkan akar dan tangkai daun meskipun
kandungan asiatikosida juga dipengaruhi oleh jenis pegagan, dan keadaan ini
dijumpai pada semua aksesi pegagan (Zainol et al. 2008), demikian juga pada
tanaman pegagan hasil kultur jaringan (Kim et al. 2004).
Tabel 8 Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida di dalam bagian
yang berbeda dari pegagan segar
Tabel 9 Hasil analisis proksimat dan komposisi kimia per 100 g bahan segar
Perbandingan hasil analisis proksimat antara basis basah dan basis kering
terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak dan protein dari masing-masing
ekstrak cenderung tidak terlalu berbeda kecuali terhadap kadar karbohidrat pada
ekstrak air. Kadar karbohidrat menunjukkan nilai yang paling tinggi
dibandingkan dengan parameter proksimat lainnya, dengan demikian kadar dalam
basis kering juga menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada basis
basah. Kadar karbohidrat di dalam ekstrak etanol pada basis basah cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air, namun pada basis kering kadarnya
cenderung sama karena kadar air dalam ekstrak air cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak etanol sehingga pengaliannya juga menjadi lebih
tinggi.
Mineral
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa di dalam bahan ekstrak
banyak ditemukan mineral makro dan mikro kecuali unsur Fe dan Cu. Odhav et
al. (2007), Gupta et al. (2005) dan Atukorala & Waidyanatha (1987) juga
melaporkan bahwa di dalam pegagan banyak dijumpai mineral makro dan mikro
seperti Ca, P, K, Na, Mg, Fe, Zn, Cu dan Mn. Manfaat klinis dari pegagan ini
mungkin saja bukan hanya karena senyawa asiatikosida tapi juga mungkin karena
unsur makro dan mikro mineral tersebut. Linder (2006) melaporkan bahwa makro
dan mikromineral memegang peranan penting dalam berbagai reaksi dan sistim
metabolisme tubuh.
Kadar mineral yang terdapat di dalam bahan ekstrak dipengaruhi oleh jenis
pelarut yang digunakan. Semua mineral lebih banyak ditemukan di dalam ekstrak
air dibandingkan di dalam ekstrak etanol (Tabel 11), sedangkan kandungan
asiatikosida (di dalam daun) cenderung lebih banyak ditemukan di dalam ekstrak
etanol (16,03% vs 15,77%) (Tabel 12). Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui
bahwa di dalam ekstrak air dan etanol tidak ditemukan unsur Fe dan Cu (Tabel
11) sedangkan hasil dari analisis bahan segar, unsur tersebut ada ditemukan
(Tabel 8). Artinya, proses ekstraksi kemungkinan dapat menyebabkan hilangnya
sebagian dari mineral penting di dalam bahan baku. Unsur Ca dan P di dalam
ekstrak ditemukan dalam perbandingan yang ideal, dimana kadar Ca lebih tinggi
dibandingkan dengan P kecuali pada ekstrak air kering pada bagian tangkai daun
dijumpai dalam imbangan yang tidak ideal (0,19% vs 0,11%).
Kandungan Asiatikosida
Kandungan asiatikosida disajikan pada Tabel 12. Kadar asiatikosida dari
masing-masing bagian tanaman berkisar antara 15,59-16,44%. Asiatikosida
adalah senyawa yang paling aktif dari 3 triterpen lainnya (Maquart et al. 1999)
dan merupakan unsur utama dari tanaman pegagan (Zhang et al. 2009). Di dalam
pegagan banyak ditemukan senyawa triterpenoid, dan senyawa utama yang
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat adalah senyawa asiatikosida (Zainol et
al. 2008). Dilaporkan bahwa pemberian pegagan dapat meningkatkan
kemampuan memori dan pembelajaran pada tikus muda. Hal ini mungkin saja
berhubungan dengan aktivitas antioksidan, anti inflamasi, neuroprotektif, pro-
kolinergik dan anti-kolinergik dari berbagai komponen yang terdapat di dalam
tanaman pegagan (Joshi & Parle 2006).
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida di masing-
masing bagian tanaman berbeda, dan tertinggi dijumpai di bagian daun. Hasil
analisis ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Kim et al. (2004) dan Aziz et al.
(2007) bahwa bahwa produksi asiatikosida terutama terjadi di bagian daun.
Kandungan asiatikosida dari bagian tanaman yang berbeda disajikan pada Tabel
12.
Tabel 13 Respon pertambahan bobot badan (g) dan asupan mingguan (g) pada
perlakuan dengan ekstrak etanol
Tabel 14 Respon pertambahan bobot badan dan asupan pakan mingguan pada
perlakuan dengan ekstrak air
Pada kelompok yang diberi ekstrak air (Tabel 14), asupan pakan dari
minggu pertama sampai dengan minggu ke sembilan juga tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p>0,05) antar kelompok perlakuan. Jumlah asupan
pakan dari masing-masing kelompok perlakuan yang diberi ekstrak air meningkat
dari minggu ke minggu. Hal ini disebabkan karena meningkatnya bobot badan
sehingga jumlah asupan pakannya juga meningkat.
Secara statistik, jumlah BDM pada tikus level 2 dan 3 berbeda nyata
(p<0,05) dengan kelompok kontrol, level 2 tidak berbeda nyata dengan level 3
(p>0,05) namun berbeda nyata dengan level 1 (p<0,05), sedangkan PCV, Hb dan
BDP tidak berbeda nyata (p>0,05) antar kelompok perlakuan. Data benda darah
putih yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan
Jayathirtha dan Mishra (2004), bahwa tikus yang diberi ekstrak metanol dapat
meningkatkan jumlah sel darah putih. Tikus pada kelompok yang diberi ekstrak
etanol, meskipun nilai PCV, Hb dan total benda darah putih tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0,05) dengan kontrol, namun nilai gambaran darah
tersebut cenderung lebih baik dibandingkan dengan nilai pada kelompok kontrol.
Terdapat variasi antara hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan laporan
sebelumnya. Sihombing & Tuminah (2011) melaporkan bahwa tikus Wistar
jantan yang berumur 3 bulan dengan rata-rata bobot badan 156 g mempunyai nilai
BDM 8,46 juta/mm3, PCV 45,12%, Hb 14,94 g/dL dan BDP 5,74 ribu/mm3.
Data gambaran darah tersebut menunjukkan bahwa kelompok level 2 (300
mg/kg bobot badan) yang diberi ekstrak etanol cenderung lebih baik dibandingkan
dengan kelompok lainnya. Hal ini ditandai dengan nilai BDM, Hb dan BDP yang
lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya, sedangkan nilai PCV lebih
baik pada kelompok level 1.
Tingginya nilai BDM pada kelompok perlakuan berkonsekuensi pada
peningkatan nilai PCV dan Hb menuju nilai normal atas, terutama pada level 300
mg/kg bb. Smith & Mangkoewidjojo dalam Anwar 1988 melaporkan bahwa nilai
BDM, Hb dan BDP tikus putih adalah berturut-turut 7,2-9,6 juta/mm3, 15-16
g/100 mL, dan 5-13 ribu/mm3. Rendahnya nilai BDM pada level 600 mg/kg bb
sangat mungkin mengindikasikan ketepatan level 300 mg/kg bb dalam pemakaian
8 minggu. Hubungan antara nilai Hb dan fungsi kognitif telah dilaporkan oleh
Jacobsen et al. (2004), bahwa terdapat perubahan yang negatif pada kinerja
kognitif pasien kanker yang mengalami penurunan nilai Hb.
Jumlah BDP tikus yang diberi perlakuan level 2 adalah tertinggi diantara
kelompok yang ada. Keadaan demikian mengindikasikan dengan kuat bahwa
ekstrak pegagan yang diberi menginduksi pengeluaran sel darah ke sirkulasi.
Peningkatan nilai BDP pada tikus yang diberi ekstrak etanol menandakan bahwa
pegagan juga bermanfaat sebagai imunostimulan. Peran pegagan sebagai
imunostimulan juga pernah dilaporkan oleh Wang et al. (2005) dan Punturee et al.
(2005). Imunostimulan adalah suatu istilah yang menunjukkan adanya suatu
perubahan yang memperkuat penekanan dari indikator faktor kekebalan seluler
dan humoral serta faktor pertahanan nonspesifik (Sagrawat & Yaseen 2007).
Tikus yang diberi ekstrak air nilai BDP lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol. Data ini mengindikasikan bahwa ekstrak air kemungkinan kurang
bermanfaat sebagai imunostimulan. Hal ini berbeda dengan laporan Punturee et
al. (2005) yang melaporkan bahwa ekstrak air pegagan dengan level 100 mg/kg
BB menunjukkan respon yang tinggi terhadap antibodi primer dan sekunder
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ekstrak etanol pegagan menunjukkan
aktivitas imunosupresif yang ditandai dengan pengurangan proliferasi mitogen-
stimulated human PBMCs dan produksi IL-2 serta TNF-α.
Tabel 16 Rata-rata gambaran darah lengkap tikus setelah 2 bulan pemberian
ekstrak air
Tabel 17 Rata-rata gambaran differensial benda darah putih pada tikus yang
diberi ekstrak etanol
Tabel 18 Rata-rata gambaran differensial benda darah putih pada tikus yang
diberi ekstrak air
Tabel 20 Persentase tikus yang mencapai titik finish setelah diberi ekstrak etanol
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada satu ekorpun dari tikus kontrol
yang mencapai titik finish, sedangkan pada kelompok level 1, 2 dan 3 persentase
tikus yang mencapai titik finish bervariasi. Pada kelompok level 1, persentase
tikus yang mencapai titik finish cenderung stabil, sedangkan pada kelompok level
2 dan 3 terjadi peningkatan dari minggu ke minggu. Hal ini sesuai dengan laporan
Rao Mohandas (2005) bahwa tikus yang diberi pegagan dengan level yang lebih
rendah selama 2 minggu belum memberikan efek yang berarti, namun tikus yang
diberi pegagan dengan level yang lebih tinggi menunjukkan adanya perbaikan
yang signifikan dalam perilaku belajar. Pola aktivitas tikus juga dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Suaskara et al. (2007) melaporkan bahwa pemaparan cahaya
dapat mengubah pola aktivitas tikus dan aktivitas tikus cenderung meningkat
sebanding dengan lama cahaya. Dalam penelitian ini digunakan pencahayaan
yang sama sehingga semua tikus berada dalam keadaan lingkungan yang sama.
Dari 10 kali pengamatan (Tabel 21), frekuensi tikus yang mencapai titik
finish dari kelompok level 2 dan 3 berbeda nyata dengan kelompok kontrol
(p<0,05) dan tidak berbeda nyata dengan kelompok level 1 (p>0,05). Rata-rata
waktu yang diperlukan untuk mencapai titik finish (Tabel 21) dari tikus yang
diberi ekstrak etanol menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara
kelompok level 2 dan 3 dengan kelompok kontrol, namun tidak berbeda nyata
dengan level 1 (p>0,05). Meskipun waktu mencapai titik finish berbeda nyata
namun tidak menggambarkan tingkat aktivitas dari masing-masing kelompok
percobaan, karena pola aktivitas tikus di dalam kotak maze tidak hanya berjalan,
dan bahkan waktu di dalam maze banyak digunakan untuk aktivitas memanjat.
Tikus yang aktif, aktivitas memanjat di dalam maze dapat mencapai lebih
dari 20 kali selama 5 menit. Dengan demikian, waktu yang diperlukan untuk
mencapai titik finish bukan merupakan indikator yang baik untuk mengukur
aktivitas dan kecerdasan tikus coba. Berdasarkan data pola aktivitas yang
diperoleh, data persentase dan frekuensi pencapaian titik finish serta pola aktivitas
di dalam maze lebih tepat digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat
aktivitas dan kecerdasan dibandingkan waktu yang diperlukan untuk pencapaian
titik finish, karena pola aktivitas, persentase dan frekuensi pencapaian titik finish
konsisten di masing-masing kelompok percobaan.
Data gambaran darah pada kelompok yang diberi ekstrak etanol sejalan
dengan gambaran aktivitasnya. Data gambaran aktivitas menunjukkan bahwa
kelompok yang diberi ekstrak etanol lebih aktif dibandingkan dengan kelompok
yang diberi ekstrak air. Data ini menggambarkan bahwa aktivitas sangat terkait
dengan gambaran darah umum terutama dengan total benda darah merah, PCV,
Hb dan total benda darah putih.
Tabel 23 Persentase tikus yang mencapai titik finish setelah diberi ekstrak air
ED0
Sel mikroglial adalah sel makrofag dalam sistem susunan saraf pusat. Sel-
sel ini berasal dari mesodermal/mesenchymal dan bermigrasi ke seluruh wilayah
dari sistem susunan saraf pusat, lalu menyebar melalui parenkim otak. Melalui
signaling pathways sel-sel mikroglia bisa berkomunikasi dengan sel neuron dan
sel-sel sistem kekebalan tubuh. Setelah terdeteksi adanya tanda-tanda lesi otak
atau disfungsi sistem saraf, selanjutnya sel mikroglial menjalani proses, aktivasi
kompleks, dan seterusnya sel-sel mikroglia berubah menjadi “sel mikroglial yang
diaktifkan." Bentuk sel mikroglia yang telah diaktifkan memiliki kapasitas untuk
melepaskan sejumlah besar substansi yang dapat bertindak merugikan atau
bermanfaat bagi sel-sel sekitarnya. Sel mikroglial yang telah diaktifkan dapat
bermigrasi ke lokasi cedera, berproliferasi, menfagosit sel dan kompartemen
selular (Kettenmann et al. 2011).
ED3
Gambar 13 Hasil pewarnaan dengan antibodi GFAP pada bagian hipokampus
pada Kelompok level 3 yang diberi ekstrak etanol daun pegagan.
Skala bar = 30 µm
Pada penelitian ini, untuk melihat ekspresi dan kepadatan sel glial pada
masing-masing kelompok perlakuan digunakan antibodi GFAP. Hasil pewarnaan
secara imunohistokimia menunjukkan bahwa perbedaan kepadatan sel-sel glial
antar kelompok perlakuan tidak jauh berbeda (Gambar 12 dan 13). Jumlah sel
glial bahwa kelompok kontrol 691, kelompok yang diberi ekstrak air 624 dan
kelompok yang diberi ekstrak etanol 678. Kemungkinan jumlah sel glial akan
sangat berbeda apabila otak dalam keadaan tidak sehat, karena salah satu fungsi
sel glial adalah sebagai makrofag.
Data ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini ekstrak pegagan tidak
memberi pengaruh kepada populasi glial meskipun secara klinis pemberian
ekstrak pegagan memberi pengaruh yang positif terhadap pola aktivitas dan
gambaran darah. Diduga bahwa peningkatan kognitif yang ditandai dengan
peningkatan aktivitas karena pemberian ekstrak etanol daun pegagan tidak melalui
neuroglial pathways. Meskipun sel glial berperan dalam pengolahan informasi di
sistem susunan saraf pusat (Newman 2003) dan juga pada sistem kekebalan tubuh
(Kettenmann 2011), namun pada penelitian ini tidak menunjukkan perubahan
pada kepadatan populasinya.
Hal ini mungkin saja karena tikus yang digunakan pada penelitian ini
masih berumur muda (berumur lebih kurang 4 bulan pada saat dikorbankan) dan
sel neuron belum mengalami degenerasi sehingga ekspresi sel neuron yang positif
terhadap antibodi tersebut tidak ditemukan. Dilaporkan bahwa TNF endogen
memainkan peran penting dalam fungsi kognitif pada saat usia tua (McAfoose et
al. 2009), sedangkan pada kondisi non-inflamasi kadar TNF yang rendah
tampaknya penting untuk fungsi kognitif normal (Baune et al. 2008).
92
PEMBAHASAN UMUM
Berdasarkan bukti empiris menunjukkan bahwa pegagan yang kaya
mineral, bahan gizi dan bahan aktif telah lama digunakan untuk tujuan
meningkatkan fungsi memori. Hasil analisa kandungan kimia dan fitokimia dari
daun pegagan yang digunakan dalam penelitian mengandung mineral baik yang
makro maupun mikro cukup beragam, demikian juga kandungan zat gizi seperti
karbohidrat dan protein serta bahan aktif lain seperti senyawa asiatikosida
ditemukan dalam jumlah yang relative cukup tinggi, sebagaimana dilaporkan oleh
hasil peneliti-peneliti sebelumnya. Diantara senyawa tersebut, asiatikosida diduga
berperan pada perbaikan fungsi kognitif. Keberadaan mineral makro dan mikro
serta zat gizi lainnya yang terdapat di dalam pegagan belum banyak digali
perannya dalam perbaikan metabolism sel. Berdasarkan hasil analisis fitokimia
atau uji fitokimia yang merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan
senyawa kimia spesifik maka dapat diketahui bahwa di dalam pegagan ditemukan
senyawa alkaloid, flavonoid, steroid dan glikosida. Laporan lainnya menyebutkan
bahwa, selain senyawa tersebut juga ditemukan senyawa lainnya seperti saponin,
tannin, triterpenoid dan fenolik. Tidak terdeteksinya beberapa senyawa tersebut
dalam proses pengujian fitokimia dapat disebabkan karena jumlah material yang
dianalisis tidak mencapai jumlah minimal yang dibutuhkan di dalam bahan yang
dianalisis (Zainol et al. 2008), atau asal tanaman yang berbeda, dan mungkin juga
karena waktu pengambilan sampel yang berbeda. Fungsi senyawa-senyawa yang
ada dilaporkan selain terkait dengan fungsi kognitif dapat sebagai insektisida, anti
parasit, anti mikroba, antioksidan penangkap radikal bebas dan juga berfungsi
sebagai donor hidrogen yang efektif.
Hasil pengamatan aktivitas proses pengenalan lorong dalam T-maze pada
kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol sebanyak 300 mg/kg bobot badan
memberikan peningkatan aktivitas yang tidak berbeda nyata dengan tikus yang
diberi ekstrak etanol sebanyak 600 mg/kg bobot badan. Gambaran peningkatan
persentase dari tikus yang mencapai finish juga peningkatan aktivitas dalam
lorong T-maze dapat dipahami sebagai keberhasilan individu dalam mengenali
lorong buntu dan keberhasilan mengingat jalur menuju titik finish. Hasil demikian
menggambarkan dengan jelas adanya pengaruh pemberian ekstrak pegagan,
mengingat pada periode yang sama perubahan tidak ditemukan pada kelompok
kontrol. Bila mengenali lorong dan mengingat jalur menuju finish dapat dipahami
sebagai proses belajar maka hasil pengamatan aktivitas menegaskan bahwa
pemeberian ekstrak pegagan dapat meninngkatkan fungsi kognitif.
Hasil analisa darah pada tikus yang diberi ekstrak etanol sebanyak 300
mg/kg bobot badan, cenderung memiliki Hb yang lebih tinggi dan peningkat
seiring dengan meningkatnya nilai persen hematokrit/PCV yang disebabkan oleh
meningkatanya jumlah sel darah merah yang beredar pada sirkulasi perifer.
Gambaran darah demikian sangat mungkin menjelaskan bahwa pemberian ektrak
pegagan pengeluaran darah merah ke sirkulasi perifer, sehingga meningkatkan
nilai Hb yang secara fisiologis menggambarkan tingkat kecukupan asupan gizi.
Peningkatan nilai Hb yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan
mengikat jumlah O2 untuk didestribusikan ke seluruh sel dalam jaringan tubuh..
Peningkatan jumlah O2 terangkut akan menjamin pemenuhan kebutuhan
metabolisme aerob dalam sel yang terjadi dalam pemenuhan energi untuk
Saran
Perlu dilakukan penelitian yang lebih luas tentang mekanisme, aplikasi
pada manusia dan peluang pasar yang mencakup:
1. Penelitian praklinis pada kelompok umur yang lebih muda (1-2 minggu) dan
kelompok umur tua (>2 tahun).
2. Pengujian klinis sebagai pangan fungsional atau suplemen pada semua
kelompok umur dengan berbagai macam varian produk berbasis pegagan.
3. Uji efikasi pada berbagai macam keadaan klinis.
4. Kajian potensi pegagan sebagai pangan fungsional dan obat tradisional.
5. Uji daya terima dan keamanan produk dari berbagai macam varian produk.
100
DAFTAR PUSTAKA
Afrida A. 2009. Pengaruh pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) di dataran tinggi. Skripsi.
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton M. 2007. Ilmu Pangan. Purnomo H,
Adiono, Penerjemah; Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Food Science.
Celio MR. 1990. Calbindin D-28k and parvalbumin in the rat nervous system.
Neuroscience, 35:375-47.
Chard PS, Bleakman D, Christakost S, Fullmer CS, Miller RJ. 1993. Calcium
buffering properties of calbindin D28k and parvalbumin in rat sensory
neurones. Journal of Physiology, 472:341-357.
Defagot MC, Malchiodi EL, Villar MJ, Antonelli MC. 1997. Distribution of D4
dopamine receptor in rat brain with sequence-specific antibodies. Molecular
Brain Research, 45:1-12.
devRies HA, Housh TJ. 1994. Physiology of exercise for physical education,
athletics and exercise science. 5th ed. Brown & Benchmark Publishers,
Medison, Wisconsin Dubuque, Iowa.
Farouq. 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengembangan bentuk obat tradisional.
Seminar POKJANAS TOI XXIII. Unversitas Pancasila, Jakarta. hal. 12.
Gupta S, Lakshmi AJ, Manjunath MN, Prakash J. 2005. Analysis of nutrient and
antinutrient content of underutilized green leafy vegetables. LWT, 38: 339–
345.
Hartog A, Smit HF, M van der KV, Hoijer MA, Garssen J. 2009. In vitro and in
vivo modulation of cartilage degradation by a standardized Centella asiatica
fraction. Experimental Biology and Medicine, first published online March
23, as doi:10.3181/0810-RM-298.
Hinwood M, Ross JT, Janine LC, Sarah BB, Trevor AD, Walker FR. 2012.
Chronic Stress Induced Remodeling of the Prefrontal Cortex: Structural re-
organization of microglia and the inhibitory effect of minocycline. Cereb.
Cortex, June 17
Hong SS, Kim JH, Hong L, Shim CK. 2005. Advanced formulation and
pharmacological activity of hydrogel of the titrated extract of C. asitica.
Arch Pharm Res, 28 (4): 502-508.
Hussin et al. 2007. Protective effect of Centella asiatica extract and powder on
oxidative stress in rats. Food Chemistry, 100: 535–541.
Jones PJ, Jew S. 2007. Functional food Development: Concept to reality. Trends
in Food Science & Technology, 18(7): 387-390.
Kim et al. 2007. Enhanced production of asiaticoside from hairy root cultures of
Centella asiatica (L.) Urban elicited by methyl jasmonate. Plant Cell Rep,
26: 1941–1949.
Kim OT, Kim MY, Hong MH, Ahn JC, Hwang B. 2004. Stimulation of
asiaticoside accumulation in the whole plant cultures of Centella asiatica
(L.) Urban by elicitors. Plant Cell Rep, 23:339–344.
Kristina NN, Kusumah ED, Lailani PK. 2009. Analisis fitokimia dan penampilan
polapita protein tanaman pegagan (Centella asiatica) hasil konservasi in
vitro. Bul. Littro, 20(1):11 – 20.
Lailani PK. 2008. Analisis keragaman protein dan fitokimia tanaman pegagan
(Centella asiatica) hasil perbanyakan in vitro. Skripsi. Program Studi
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Lee, HB, Blaufox MD. 1985. Blood volume in the rat. J Nucl Med, 25:72-76.
Lee et al. 2000. Asiatic acid derivatives protect cultured cortical neurons from
glutamate-induced excitotoxicity. Res. Commun. Mol. Pathol. Pharmacol.
108: 75–86.
Lusiana H. 2009. Isolasi dan uji anti plasmodium secara in vitro senyawa
alkaloid dari Albertisia papuana Becc. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Mangas et al. 2008. Triterpenoid saponin content and the expression level of
some related genes in calli of Centella asiatica. Biotechnol Lett. 30:1853–
1859.
Mato L et al. 2001. Centella asiatica improves physical performance and health-
related quality of life in healthy elderly volunteer. Evidence-Based
Complementary and Alternative Medicine, 1-7
McAfoose J, Koerner H, Baune BT. 2009. The effects of TNF deficiency on age-
related cognitive performance. Psychoneuroendocrinology, 34(4): 615-619.
Mckittrick et al. 2000. Chronic social stress reduces dendritic arbors in CA3 of
hippocampus and decreases binding to serotonin transporter sites. Synapse,
36:85–94.
Newman EA. 2003. Glial cell inhibition of neurons by release of ATP. The
Journal of Neuroscience, 23(5):1659-1666.
Nugroho AA. 2009. Evaluasi potensi hasil dan mutu enam nomor harapan
pegagan (centella asiatica L. (urban)) pada dua lokasi dataran rendah.
Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor
Nurjanah NN. 2008. Studi karakter agronomi pada 17 aksesi pegagan (Centella
asiatica (L.) Urban). Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Odhav B, Beekrum S, Akula U, Baijnath H. 2007. Preliminary assessment of
nutritional value of traditional leafy vegetables in KwaZulu-Natal, South
Africa. Journal of Food Composition and Analysis, 20:430-435.
Padmaja et al. 2002. Brine shrimp lethality bioassay of selected Indian medicinal
plants. Fitoterapia, 73: 508–510.
Pelvig DP, Pakkenberg H, Stark AK, Pakkenberg B. 2008. Neocortical glial cell
numbers in human brains. Neurobiol Aging, 29(11):1754-62.
Plaeger SF. 2003. Clinical immunology and traditional herbal medicines. Clin.
and Diagnostic Laboratory Immunology. 10 (3): 337–338.
Rao MKG, Rao MS, Rao GS. 2005. Centella asiatica (Linn) induced
behavioural changes during growth spurt period in neonatal rats.
Neuroanatomy, 4: 18–23.
______, et al. 2006. Centella asiatica (L.) leaf extract treatment during the
growth spurt period enhances hippocampal CA3 neuronal dendritic
arborization in rats. eCAM, 3 (3): 349–357.
Shetty BS, Udupa SL, Udupa AL. 2008. Biochemical analysis of granulation
tissue in steroid and Centella asiatica (Linn) treated rats.
Pharmacologyonline, 2: 624-632.
Shukla et al. 1999. In vitro and in vivo wound healing activity of asiaticoside
isolated from Centella asiatica. Journal of Ethnopharmacology, 65: 1–11.
Sidiarto LD, Kusumoputro S. 2003. Memori anda setelah usia 50. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Sturrock RR. 1976. Changes in the total number of neuroglia, mitotic cells and
necrotic cells in the anterior limb of the mouse anterior commnissure
following hypoxic stress. J. Anat. 122( 2):447-453.
Wang XS, Liu L, Fang JN. 2005. Immunological activities and structure of
pectin from Centella asiatica. Carbohydrate Polymers, 60 : 95–101.
Witter MP. 2007. CA3 and Memory/Review: Intrinsic and extrinsic wiring of
CA3: Indications for connectional heterogeneity. Learn. Mem. 14: 705-713.
Zainol NA, Voo SC, Sarmidi MR, Aziz RA. 2008. Profiling of Centella asiatica
(L.) Urban Extract. The Malaysian Journal of Analytical Sciences, 12 (2):
322 -327.