You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum
kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan
prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas
kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap
pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom
nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus
sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 %
menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom
nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal.
Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden
terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25
pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio
1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per
100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak
dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per
100.000 anak per tahun. Di negara berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan,
insiden sindrom nefrotik pada anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per
tahun. (Tika Putri, http://one.indoskripsi.com ) Dengan adanya insiden ini, diharapkan
perawat lebih mengenali tentang penyakit nefrotik dan mengaplikasikan rencana
keperawatan terhadap pasien nefrotik.
1. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada penderita
sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian sindrom nefrotik.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan dengan sindrom nefrotik.
c. Membuat intervensi keperawatan.
d. Membuat implementasi keperawatan.
e. Membuat evaluasi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis,
meliputi hal-hal: Proteinuria masif> 3,5 gr/hr, Hipoalbuminemia, Edema,
Hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat
merusak membran kapiler glomelurus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus.
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh
peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia),
edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah
(hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinis yang ditandai dengan
proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolmia. (Baughman,
2000).

2. Anatomi Fisiologi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak
retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan
vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena
adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri
setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi
batas bawah vertebra lumbalis III.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas
piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-
tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh
korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks
minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2
atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan
di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada
medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk
Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of
henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes).
Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih
kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting
melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat
ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari
seluruh cardiac output.
a. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang
dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar
dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik.
Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula
filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas
pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas
permukaan tubuh anak
b. Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi
dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
1) Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling
banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang
terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein,
asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula
dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion
(citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang
diekskresi asam dan basa organik
2) Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb
dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan
intratubuler lebih hipotonik.
3) Tubulus distal
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan
elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K,
Amonium dan ion hidrogen.
4) Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium
dilakukan pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh
aldosteron.
3. Etiologi
Penyebab nefrotik sindrom dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut
a. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti berikut ini.
1) Glomerulonefritis
2) Nefrotik sindrom perubahan minimal
b. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakitsistemik lain,
seperti berikut ini.
1) Dibetes militus
2) Sistema lupus eritematosus
3) Amyloidosis
4. Patofisiologi
Glomeruli adalah bagian dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring
darah. Pada nefrotik sindrom, glomeruli mengalami kerusakan sehingga terjadi
perubahan permeabilitas karena inflamasi dan hialinisasi sehingga hilangnya
plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu
meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
mempertahankannya. Jika albumin terus menerus hilang maka akan terjadi
hipoalbuminemia.
Hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan onkotik yang
menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem
vaskuler ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan volume cairan
vaskuler menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan
disekresinya hormon anti diuretik (ADH) dan aldosteron menyebabkan
reabsorbsi natrium (Na) dan air sehingga mengalami peningkatan dan
akhirnya menambah volume intravaskuler.
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis LDL ( Low
Density Lipoprotein) dalam hati dan peningkatan kosentrasi lemak dalam
darah (hiperlipidemia). Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya
produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi
hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin ( lipiduria ). (Toto
Suharyanto, 2009).
Menurunya respon immun karena sel immun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi
seng. Penyebab mencakup glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal,
penyakit lupus erythematosus sistemik, dan trombosis vena renal.

5. Manifestasi Klinis
a. Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh, diantaranya
adalah:
1) Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari.
2) Pitting, yaitu edema (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas.
3) Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura.
4) Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
b. Hipertensi (jarang terjadi), karena penurunan voulume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan
sistem renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh
darah.
c. Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urin berbusa, akibat
penumpukan tekanan permukaan akibat proteinuria.
d. Hematuri
Oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), terjadi karena
penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-
tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
e. Malaise
f. Sakit kepala
g. Mual, anoreksia
h. Irritabilitas
i. Keletihan
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan sampel urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukkan adanya proteinuri (adanya
protein di dalam urin).
2) Pemeriksaan darah
a) Hipoalbuminemia dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.
b) Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat), khususnya
peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), yang secara umum
bersamaan dengan peningkatan VLDL.
c) Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk
mengetahui fungsi ginjal
b. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya belum
diketahui secara jelas, yaitu:
(1) Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak ).
(2) Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3,
cryoglobulins, serum electrophoresis)
7. Komplikasi
a. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi
untuk mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena
renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan
pemberian heparin.
b. Infeksi (seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia),
akibat kehilangan immunoglobulin.
c. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya
penumpukan cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di
dalam intravaskuler.
d. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk
kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Suportif
(1) Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
(2) Memonitor dan mempertahankan volume cairan tubuh yang normal
a) Memonitor urin output
b) Pemeriksaan tekanan darah secara berkala
c) Pembatasan cairan, sampai 1 liter
(3) Memonitor fungsi ginjal
a) Lakukan pemeriksaan elektrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari.
b) Hitung GFR/LFG setiap hari.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG,
yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai
berikut:LFG (ml/menit/1,73m2)=
*pada perempuan dikali 0,85
Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG
(ml/mn/1.73m2)
1. Kerusakan ginjal dengan LGF ≥ 90
normal atau ↑
2. Kerusakan ginjal dengan LGF ↓ 60 - 89
ringan
3. Kerusakan ginjal dengan LGF ↓ 30 – 59
sedang
4. Kerusakan ginjal dengan LGF ↓ 15 – 29
berat
5. Ginjal < 15 atau
dialisis

c) Mencegah komplikasi
d) Pemberian transfusi albumin secara umum tidak dipergunakan
Karena efek kehilangan hanya bersifat sementara.
9. Tindakan khusus
a. Pemberian diuretik (Furosemid IV).
b. Pemberian imunosupresi untuk mengatasi glomerulonefritis (steroids,
cyclosporin)
c. Pembatasan glukosa darah, apabila diabetes mellitus
d. Pemberian albumin-rendah garam bila diperlukan
e. Pemberian ACE inhibitor: untuk menurunkan tekanan darah.
f. Diet tinggi protein; cegah makanan tinggi garam
g. Antibiotik profilaktik spektrum luas untuk menurunkan resiko infeksi
sampai anak mendapat pengurangan dosis steroid secara bertahap
h. Irigasi mata/krim oftalmik untuk mengatasi iritasi mata pada edema yang
berat

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun
setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki
dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami
komplikasi nefrotic syndrome.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak pada
wajah atau kaki.
c. Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS )
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal
berikut: Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output, kaji onset
keluhan bengkak pada wajah dan kaki apakah disertai dengan adanya keluhan
pusing dan cepat lelah, kaji adanya anoreksia pada klien, kaji adanya keluhan
sakit kepala dan malaise.
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji
apakah klien pernah menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat
dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
e. Riwayat Pada pengkajian psikososiokultural
Adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak akan
memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien
f. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat
kesadaran biasanya compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya
perubahan.
1) Sistem pernapasan : Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18
X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen
2) Sistem kardiovaskuler : Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 –
100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai
3) Sistem persarafan : Dalam batas normal.
4) Sistem perkemihan : Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria,
oliguri.
5) Sistem pencernaan : Diare, napsu makan menurun, anoreksia,
hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis,
prolaps anii.
6) Sistem muskuloskeletal : Dalam batas normal.
7) Sistem integumen : Edema periorbital, ascites.
8) Sistem endokrin : Dalam batas normal
9) Sistem reproduksi : Dalam batas normal.
a.) B1 (breathing) : Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas
dan jalan napas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama
pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola
napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
b.) B2 (Blood) : Sering ditemukan penurunan curah jantung respon
sekunder dari peningkatan beban volume.
c.) B3 (Brain) : Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak
ikterik. Status neurologis mengalami perubahan sesuai tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d.) B4 (Bladder) : Perubahan warna urine output seperti warna urine
berwarna kola.
e.) B5 (Bowel) : Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan
asites pada abdomen.
f.) B6 (Bone) : Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek
sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umur
g. Pemeriksaan diagnostic
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus.
h. Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan terapi adalah menceah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan resiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka
penatalaksanaan tersebut, meliputi hal-hal berikut
1) Tirah baring
2) Diuretik
3) Adenokortikosteroid, golongan prednison
4) Diet rendah natrium tinggi protein
5) Terapi cairan. Jika klien dirawat dirumah sakt , maka intake dan output
diukur secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untk mengatasi
kehilangan cairan dan berat badan harian.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Analisa Data
Data Fokus Etiologi Problem
DS: Kelebihan volume cairan
- klien mengeluh edema
DO:
- Klien tampak ada panumpukan
cairan di ekstermitas
-
DS: Perubahan nutrisi kurang
- Klien mengeluh kurang nafsu makan dari kebutuhan tubuh
DS:
- klien tampak gemuk karena
kelebihan volume cairan
DS: Resiko kehilangan volume
- klien mengeluh dehidrasi cairan intravaskuler
DO:
- klien tampak sianosis
- klien tampak pucat
DS: Ansietas
- klien mengeluh malaise
DO:
- klien tampak cemas

2. Diagnosa
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam
jaringan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan (anoreksia).
c. Resiko kehilangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan
kehilangan protein, cairan dan edema
d. Ansietas Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.
3. Intervensi Keperawatan
Hari/ Dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tgl
1 Setelah dilakukan a. Pantau asupan a. Pemantauan
tindakan selama 3x24 jam dan haluaran membantu
diharapkan kelebihan cairan setiap menentukan status
volume cairan dengan pergantian cairan pasien
kriteria hasil: b. Timbang b. Penimbangan berat
a. Pasien tidak berat badan badan seharian
menunjukkn tanda- setiap hari adalah pengawasan
tanda akumulasi c. Programkan status cairan terbaik.
cairan pasien dengan Peningkatan berat
b. Pasien mendapatkan diet natrium badan lebih dari 0,5
volume cairan yang selama fase kg/hari diduga ada
tepat edema retensi cairan
d. Kaji kulit c. Suatu diet rendah
wajah, area natrium dapat
tergantung mencegh retansi
untuk edema. cairan
Evaluasi d. Edema terjadi
derajad terutama pada
edema (pada jaringan yang
skala +1 tergantung pada
sampai +4) tubuh
e. Awasi e. Mengkaji
pemeriksaan berlanjutnya dan
laboratorium penangan
contahnya:B disfungsi/gagal
UN, kreatinin, ginjal. Meskipun
natrium, kedua nilai mungkin
kalium, meningkat, kreatinin
Hb/ht, foto adalah indikator
dada yang lebih baik
f. Berikan obat untuk fungsi ginjal
sesuai karena tidak
indikasi dipengaruhi oleh
diuretik, hidrasi, diet dan
contoh: katabolisme
furosemid jaringan
(lasix),
mannitol
(osmitol)
2 Setelah dilakukan a. Kaji/ catat a. Membantu dan
tindakan selama 3x24 jam pemasukan mengidentifikasi
diharapkan kebutuhan diet defisiensi dan
nutrisi terpenuhi dengan b. Timbang BB kebutuhan diet
kriteria hasil: klien dapat tiap hari b. Perubahan kelebihan
mempertahan kan berat c. Tawarkan 0,5 kg dapat
badan yang diharapkan perawatan menunjukkan
mulut perpindahan
sebelum dan keseimbangan ciran
sesudah c. Meningkatkan nafsu
makan makan
d. Berikan d. Meminimalkan
makanan anoreksia dan mual
sedikit tapi sebhubungan dengan
sering status uremik
e. Berikan diet e. Memenuhi
tinggi kalori kebutuhan protein
dan rendah yang hilang bersama
garam urine
f. Berikan f. Pasien cenderung
makanan mengonsumsi lebih
yang disukai banyak porsi makan
dan menarik jika ia diberi
g. Awasi beberapa makanan
pemeriksan kesukaannya
laboratorium g. Indikator kebutuhn
contoh: BUN, nutrisi, pembatasan,
albumin, dan efektifitas terapi
serum,
transferin,
natrium dan
kalium
3 Setelah dilakukan a. Awasi TTV a. Hipotensi ortostatik
tindakan selama 3x24 jam b. Kaji masukan dan takikardi
diharapkan Resiko dan haluaran indikasi hipovolemia
kehilangan cairan tidak cairan. b. Membantu
terjadi dengan kriteria Hitung memperkirakan
hasil: tidak ditemukannya kehilangan pergantian cairan
atau tanda-tandanya tak kasat c. Membran mukosa
kehilangan cairan mata kering, turgor kulit
intravaskuler seperti: c. Kaji buruk, dan
a. Masukkan dan keluaran membran penurunan nadi
seimbang mukosa adalah indikator
b. Tanda tanda vital yang mulut dan dehidrasi
stabil elastisitas d. Pergantian cairan
c. Elektrolit dalam batas turgor kulit tergantung dari
normal d. Berikan beberapa banyaknya
d. Hidrasi adekuat yang cairan sesuai cairan yang hilang
ditunjukkan dengan indikasinya; atai dikeluarkan
turgor kulit yang misalnya e. Pemberian cairan
normal albumin penetral diperlukan,
e. Berikan dengan tujuan
cairan mempertahankan
perenteral hidrasi yang adekuat
sesuai f. Mengkaji untuk
dengan penanganan medis
petunjuk berikutnya
f. Awasi
pemeriksaan
laboratorium,
contoh:
(protein)
albumin
4 Setelah dilaukan tindakan a. Berikan b. deteksi dini terhadap
selama 3x24 jam motivasi perkembangan klien
diharapkan Rasa cemas pada c. peran serta keluarga
berkurang setelah keluarga secara aktif
mendapatkan penjelasan untuk ikut d. penjelasan yang
dengan kriteria hasil: klien secara aktif menandai
mengungkapkan suda dalam memungkinkan
tidak takut terhadap kegiatan klien kooperatis
tindakan perawatan, klien perawatan terhadap tindakan
tampak tenang, klien pasien yang dilakukan
kooperatif b. Jelaskan
pada klien
setiap
tindakan
yang akan
dilakukan
c. Observasi
tingkat
kecemasan
klien dan
respon klien
terhadap
tindakan
yang telah
dilakukan
1. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik
diharapkan sebagai berikut:
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari
d. Penurunan kecemasan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal-
hal: Proteinuria masif> 3,5 gr/hr, Hipoalbuminemia, Edema, Hiperlipidemia.
Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler
glomelurus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus. (Muttaqin,
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum
kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner &
Suddarth, 2001).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis
dan nefrotik sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema
Lupus Erimatosis, dan Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui
penyebabnya).Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume
cairan berhubungan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko kehilangan
volume cairan intravaskuler, dan kecemasan.

B. Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang
kami buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca sekalian.

You might also like