Professional Documents
Culture Documents
com
Pengertian
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan
oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski
: 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer
Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan
adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan
psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot
polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi
pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi
penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai
macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi
(hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru,
gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang
disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik
seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya
pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor
pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi
(stress) dapat memacu serangan asma.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing.
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan
tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan
menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras.
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Klasifikasi Asma
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh
alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan
asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi
rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi
dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya
serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma
campuran yaitu alergi dan non alergi.
Penatalaksanaan
Seperti :
4) Kortikosteroid
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau
klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
c.Pemeriksaan Penunjang :
a. Spirometri :
b. Tes provokasi :
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
g. Pemeriksaan sputum.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks,
atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
b. Pemeriksaan fisik
Dada
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri :
2) Tes provokasi :
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak
dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin,
metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan
inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.
Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma
berat).
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk
pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia,
sakit akut/kelemahan.
Diagnosa 2 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk
berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
6. Kolaborasi
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik,
klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat
badan dalam batas normal.
Intervensi :
6. Kolaborasi
Diagnosa 4 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan
otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan
meja atau bantal.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Diagnosa 5 :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk
kambuh dari penyakitnya.
Evaluasi
Related Posts
Askep Bronkiektasis
Pengertian Menurut Brunner & Sudarth, 2002 infark miokardium mengacu pada
proses rusaknya jaringan jantung akibat…
Askep Klien PPOM ( Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOM ) Penyakit Paru
Obstruktif…
Asuhan Keperawatan TB
Comment
Name
Website
CAPTCHA Code
*
Post Comment
Back to top
Mobile Desktop
Mobile Desktop