You are on page 1of 111

BUKU AJAR I ( 1 -105 )

BAB I
PENDAHULUAN

A. Wawasan Ilmu Parasit


Pada waktu sekarang parasitologi tidak mencakup lagi virologi, bakteriologi dan mikrologi,
sebab masing-masing ilmu telah tumbuh menjadi disiplin ilmu tersendiri.

Parasitologi sebagai ilmu mencakup pengetahuan tentang parasit dan parasitologi dalam bidang
bidang ilmu hayat, Parasitologi mungkin merupakan ilmu yang sifatnya paling multi disipliner,
sebab ilmu ini menyangkut setiap fase biologi : anatomi, fisiologi, biokimia, taksonomi dan
sebagainya.

Parasistisme adalah hubugan yang majemuk antara parasit, satu atau lebih inang dan lingkungan.

Hubungan inang parasit dapat di kaji dari banyak pendekatan yang berbeda-beda, ahli ilmu
perilaku (behaviorist). Mungkin tertarik pada cara parasit itu menyesuaikan diri kepada perilaku
jenis inang agar dapat mempertahankan pegangannya untuk hidup, dan sebaliknya mereka
mungkin tertarik tentang cara parasit itu mengubah perilaku inang untuk memenuhi
kebutuhannya.

Ahli ilmu kekebalan mungkin tertarik pada keseimbangan rawan yang dicapai antara banyak
parasit dan inangnya.

Perkembangan kekebalan penyakit parasit yang menguntungkan bagi iang atau tanggapan
hypersensitivitas yang dihasilkan oleh parasit.
Ahli biokimia dan ahli faal mungkin tertarik akan fungsi hidup parasit dan ahli patologi jelas
tersangkut kepada parasit yang menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis.
Dokter manusia dan dokter hewan yang berpraktek tertarik terutama dalam diagnosa dan
pengendalian penyakit parasit.
Dalam penelitian kepustakaan yang dikerjakan oleh Broto wijaya (1984) di temukan kira-kira
164 jenis parasit obligat yang pernah dilaporkan menular atau menyerang manusia.
Inang alami jenis parasit-parasit tersebut adalah hewan liar dan hewan piaraan. Dari jumlah jenis
tersebut 32 jenis termasuk protozoa, 12 jenis termasuk nematode, 5 jenis termasuk pentatomida,
32 jenis termasuk arthropoda.

B. Sejarah Ilmu Parasit


Cacing dan serangga telah dikenal oleh nenek moyang kita semenjak mereka hidup nomaden
cacing parasit telah lama dikenal sebagai penyebab penyakit telah dikenal oleh nenek moyang
kita jauh sebelum mereka mengenal bakteri dan protozoa.
Diduga orang pertama yang mengembangkan ilmu parasit adalah Redi (1626 – 1698), seorang
ahli ilmu alam bangsa Itali. Ia menemukan larva di dalam daging yang membusuk, dan yang
kemudian menjadi lalat. Dalam tahun 1752 Swammerdam dari Jerman membuktikan bahwa kutu
tumbuh dari telur. Akan tetapi oleh karena masih kuatnya pengaruh ajaran gereja dan dogma-
dogma lain yang hidup dalam masyarakat pada waktu itu, kedua penemu itu tidak berani
mengemukakan pendapatnya.

Dengan ditemukannya alat pembesaran oleh Kenaen hoek ( 1632 – 1723). Dari Belanda ;
berbagai jenis hewan parasit bersel satu (protozoa) ditemukan. Mulai saat itu teori abnogenesis
mulai ditinggalkan Mehlis dalam tahun 1831 mengamati menetasnya larva dari telur cacing daun
(trematude). Semenjak itu siklus hidup berbagai parasit dapat ditetapkan kuchen meister dalam
tahun 1852 membuktikan bahwa Cystecercus sellulose merupakan stadium peralihan
(intermediet) cacing pita pada manusia disebabkan oleh karena penderita makan daing babi yang
mengandung cacing stadium peralihan tersebut.

Namun demikian pembuktian kuchen meister tersebut di sangkal oleh Von siebold yang
berpendapat bahwa cysticercus itu merupakan cacing pita yang mengalami degenerasi
“Hidropis”. Digenerasi itu terdapat pada inang meister itu adalah hal yang benar.
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam membuktikan bahwa pengetahuan teori yang
tidak berdasar observasi itu tidak benar. Seperti yang telah dikemukakan di atas. Pada jaman
dahulu para ahli biologi telah mengenal suatu teori “Abiogenesis”.
Menurut teori ini organisme hidup itu berasal dari benda mati dan itu terjadi karena kehendak
dan kekuasaan Tuhan. Ajaran agama juga menyebutkan bahwa manusia pertama juga diciptakan
oleh Tuhan dari tanah (benda mati). Secara populer paling tidak dalam hal-hal tertentu, teori
“Abrogenesis itu masih dianut dan di percayai kebalikan dari teori “Abiogenesis” adalah teori
biogenesis yang menganggap bahwa kehidupan ini berasal dari pra kehidupan. Karenanya
menurut teori biogenesis ini organisme hidup itu berasal dari bentuk-bentuk hidup sebelumnya.

C. Tujuan Pengajaran Parasitologi


Tujuan pengajaran parasitologi bagi peserta didik program studi DIII dan DIV kesehatan
lingkungan adalah mengajarkan tentang pengertian siklus hidup, taksonomi dan nomenklatur
serta beberapa aspek epidemiologi penyakit parasit baik teori maupun pengalaman praktis
dilaboratorium dan lapangan.
Taksonomi diagnostik parasit perlu dipelajari bagi konsep komunikasi ide penyakit parasit.
Peserta didik tidak mungkin mengerti akan arti farcioliasis sebagai suatu kesatuan penyakit
apabila tidak mengetahui apakah Farciola itu (taksonomi dan nomenklatus) hidup dalam hewan
apa (Parasitisme)
Bagaimana hewan penjamu sementara dan inang defisitif tertular (siklus hidup) atau dimana dan
bagaimana parasit itu terdapat dan bagaimana dinamika penyakit itu (epidemiologi).

BAB II
PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI
PARASIT

A. PARASITOLOGI
Parasitologi ialah ilmu yang berisi kajian tentang organisme Jasad hidup), yang hidup di
permukaan atau di dalam tubuh organisme lain boat sementara waktu atau selama hidupnya,
dengan cara mengambil sebagian atau seluruh fasilitas hidupnya dari organisme lain tersebut,
hingga organisme lain tersebut jadi merugi (dirugikan).
Organisme ini disebut: parasit.
(Parasites = organisme yang mengambil makanan; logos = ilmu; sites = makan).
Organisme lain atau organisme yang mengandung parasit disebut hospes = tuan rumah.

B. PARASITOLOGI KEDOKTERAN
Parasitologi kedokteran ialah ilmu yang berisi kajian khusus mengenai parasit yang ada
hubungannya dengan manusia sebagai hospes, Serta segala akibat yang ditimbulkan oleh
hubungan tersebut pada manusia, dan bagaimana cara penanggulangan dari akibat yang terjadi
karena hubungan ini.
Dalam Parasitologi Kedokteran, yang paling penting dipelajari adalah Zooparasit yang
terdiri dari:
I. Protozoologi : ilmu yang berisi kajian tentang
Protozoa (Filum Protozoa).
II. Helmintologi : ilmu yang berisi kajian tentang cacing.
1. Filum Nemathelminthes
2. Filum Platyhelminthes
III. Entomologi : ilmu yang berisi kajian tentang
serangga (Filum Arthropods).

Dari hubungan yang terjadi antara parasit dan hospes dapat terjadi hubungan-hubungan
yang disebut sebagai:
- Parasitisme:
Hubungan dua organisme, yang satu di antaranya mendapat keuntungan dan yang lain dirugikan.
- Mutualisme.
Hubungan dua organisme yang kedua organisme ini saling mendapat keuntungan satu sama lain.
- Komensalisme:
Hubungan dua organisme, yang satu organisme diuntungkan dan yang lain tidak dirugikan dan
tidak diuntungkan.
- Simbiosis:
Hubungan permanen antara dua organisme, dimana kedua belch pihak saling menguntungkan
dan tidak bisa hidup sendiri-sendiri atau tidak dapat hidup terpisah.

Macam-macam parasit berdasarkan sifat dan cara hidupnya


– Parasit obligat
Parasit yang tidak dapat sertahan hidup tanpa hospes atau parasit akan coati kalau tidak
menemukan hospesnya.
– Parasit permanen Parasit yang hidup pada hospes selama hidupnya.
– Parasit fakultatif Parasit yang dapat hidup bebas dan dapat pula hidup sebagai parasit.
– Parasit insidental Parasit yang secara kebetulan bersarang pada satu hospes.
– Parasit patogen Parasit yang menimbulkan kerusakan pada hospes karena pengaruh mekanik,
traumatik, dan toksik.
– Parasit apatogen
Parasit yang hidup dengan mengambil sisa makanan dalam tubuh hospes dengan tidak
menimbulkan kerugian atau kerusakan pada hospes.
– Ektoparasit Parasit yang hidup di permukaan tubuh hospes.
– Endoparasit Parasit yang hidup di dalam tubuh hospes.
– Parasit monoksen Parasit yang hanya menghinggapi satu spesies hospes.
– Parasit poliksen Parasit yang dapat menghinggapi berbagai spesies hospes.
– Pseudoparasit Suatu benda asing yang disangka sebagai parasit yang terdapat dalam tubuh
hospes.

Cara menulis nama Parasit


Menurut "International Code of Zoological Nomenclature" untuk menuliskan spesies dari
parasit, ditentukan dua nama, yaitu: huruf awal nama Genus ditulis dengan huruf besar dan nama
spesies ditulis dengan huruf kecil, misalnya: Ascaris lumbricoides.

Macam-macam Hospes
– Hospes definitif
Hospes akhir dimana terdapat parasit dalam stadium dewasa dan di dalam tubuh hospes terjadi
perkembangbiakan parasit secara seksual.
– Hospes paratenik
Hospes dimana parasit hanya terdapat dalam stadium larva dan tidak dapat berkembang-menjadi
stadium dewasa dan tidak terjadi perkembangbiakan parasit secara seksual dan parasit ini dapat
ditularkan kepada hospes definitif karena parasit dalam stadium ini merupakan stadium infektif
– Hospes perantara atau hospes intermediate
Manusia atau hewan tempat parasit tumbuh menjadi stadium infektif yang dapat ditularkan
kepada hospes lain.
– Hospes reservoir
Hewan yang mengandung parasit yang sama dengan parasit manusia dan dapat menjadi cumber
infeksi bagi manusia.
– Hospes obligat
Hospes tunggal yang merupakan satu-satunya spesies yang dapat menjadi tuan rumah dari parasit
dewasa.
– Hospes alternatif
Hospes utama yang mengandung parasit, namun ada spesies lain yang dapat sebagai hospes yang
mengandung parasit dewasa.
– Hospes insidental
Bila suatu spesies secara kebetulan dapat mengandung parasit dewasa, padahal hospes yang
sesungguhnya adalah spesies lain.

Istilah-istilah
Istilah-istilah penting yang Sering ditemukan dalam parasitologi antara lain sebagai
berikut.
- Vektor
Hewan yang di dalam tubuhnya terjadi perkembangan atau pembiakan dari parasit, dan parasit
itu dapat ditularkan kepada manusia atau hewan lain. Biasanya yang berperan sebagai vektor ini
adalah serangga.
- Hewan perantara
Hewan yang dapat menularkan bentuk infeksi dari parasit dengan salah satu organ tubuhnya
kepada orang lain.

- Carier
Orang yang mengandung parasit di dalam tubuhnya yang dapat menjadi cumber penularan
kepada orang lain, tapi orang tersebut tidak sakit.
- Zoonosis Parasit hewan yang dapat ditularkan kepada manusia.
- Habitat
Tempat hidup parasit dewasa yang disenangi dalam tubuh hospes dimana terjadi
perkembangbiakan parasit secara seksual.
C. SKEMA DALAM MEMPELAJARI PARASITOLOGI KEDOKTERAN
Dalam mempelajari parasit yang menginfeksi manusia yang menimbulkan manifestasi
klinik pada manusia, perlu dipelajari hal-hal yang berhubungan dengan:
1. sejarah tentang penemuan parasit,
2. penyebaran parasit secara geografis,
3. habitat parasit di dalam tubuh manusia,
4. morfologi dan siklus hidup dari parasit,
5. cara infeksi dari parasit ke tubuh manusia,
6. gejala klinik yang ditimbulkan oleh parasit,
7. reaksi immunologis yang timbal pada manusia,
8. cara untuk menegakkan diagnosis yang spesifik,
9. pengobatan yang tepat untuk memberantas parasit, Serta
10. cara pencegahan untuk perorangan atau masyarakat agar tidak terinfeksi oleh parasit.

1. Sejarah
Tanggal dan tahun parasit ditemukan oleh para peneliti, diidentifikasi, dan penemuan penting
Berta pengetahuan mengenai parasit tersebut.
2. Penyebaran
Faktor-faktor lingkungan, perilaku masyarakat dan perorangan yang mempunyai peran penting
dalam penyebaran parasit.
3. Habitat
Tempat di dalam tubuh manusia yang tertentu, disenangi parasit, dimana parasit menetap dan
menjadi dewasa setelah terjadi perkembangbiakan secara seksual.
4. Morofologi
Susunan tubuh dan parasit, balk dalam bentuk dewasa, stadium telur, maupun stadium larva.
5. Cara inftksi
Cara masuknya parasit ke dalam tubuh manusia, setelah apa, bersama apa, dan melalui apa,
menelan telur, larva menembus kulit, atau melalui hospes perantara, atau melalui vektor penular
parasit.
6. Gejala klinik
Akibat yang ditimbulkan oleh keberadaan parasit dalam tubuh manusia, baik sebagai akibat
toksin, lesi-lesi patogenik (traumatik) ataupun akibat perampasan makanan yang digunakan oleh
parasit dalam memenuhi fasilitas hidupnya di dalam tubuh hospes.
7. Reaksi immunologi
Reaksi yang timbul sebagai akibat dari masuknya parasit ke dalam tubuh hospes, yang disebut
sebagai imunitas yang terdiri dari imunitas bawaan yang berhubungan erat dengan susunan
genetik seseorang dan imunitas yang didapat yang dibentuk secara berangsur-angsur sesudah
mendapat infeksi secara alamiah atau ditimbulkan secara buatan.
8. Cara-cara untuk menegakkan diagnosis
Yaitu cara yang dilakukan di laboratorium untuk mengetahui parasit apa yang dikandung
penderita.
Dalam pemeriksaan ini, biasanya dapat dilakukan pemeriksaan:
1) tinja,
2) darah,
3) urine,
4) sputum,
5) biopsi, dan
6) uji serologic.
9. Pengobatan
Dalam pengobatan pada penyakit yang ditimbulkan oleh parasit diusahakan agar obat yang
dipakai adalah dengan efek parasitisida yang maksimum tetapi dengan efek samping yang
minimum pada hospes.
10. Pencegahan
Pencegahan terhadap infeksi parasit dapat dilakukan rnelalui tindakan-tindakan sebagai berikut.
1) Terapi pencegahan, yaitu membunuh parasit yang ada dalam tubuh hospes, hingga mencegah
penyebaran parasit kepada orang lain.
2) Menghilangkan infeksi dalam tubuh hospes reservoir din destruksi hospes perantara atau
membasmi stadium infektif dari parasit yang berada di luar tubuh hospes.
3) Pencegahan perorangan, yaitu menghindarkan seseorang berkontak dengan stadium infektif dari
parasit.
4) Pencegahan klinis atau terapi supresif, yaitu pemberian obat untuk menghilangkan gejala klinis
dengan terapi spesifik.

BAB III
CACING (HELMINTH) SEBAGAI
PARASIT PADA MANUSIA

Dalam parasitologi kedokteran, pembagian parasit adalah sebagai berikut.


I. HELMINTHOLOGI
II. PROTOZOOLOGI
III. ENTOMOLOGI

I. HELMINTHOLOGI
Helminthologi Kedokteran ialah ilmu yang berisi kajian tentang parasit yang hidup pada
manusia yang berupa cacing. Berdasarkan taksonomi, parasit cacing yang hidup pada manusia
dibagi menjadi:
A. NEMATHELMINTHES = cacing benang, yaitu yang berbadan bulat panjang (silindris),
mempunyai rongga badan, dan berjenis kelamin terpisah Oantan dan betina), terdiri atas:

1. NEMATODA INTESTINAL
2. NEMATODA JARINGAN

B. PLATHYHELMINTHES= cacing pipih, tidak mempunyai rongga badan, dan biasanya


mempunyai alat kelamin ganda atau hermafrodit, terdiri atas:

1. TREMATODA = CACING DAUN

– berbentuk dawn
– tidak bersegmen
– mempunyai alat pencernaan
2. CESTODA = CACING PITA

– berbentuk pica
– badan beruas-ruas (bersegmen)
– tidak mempunyai alat pencernaan
NEMATODA
Nematoda merupakan jumlah spesies yang terbesar di antara casing yang hidup sebagai
parasit pada manusia.
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Casing yang hidup sebagai parasit pada manusia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
– Tidak bersegmen, berbentuk bulat seperti benang, tubuh diliputi kutikula.
– Ukuran besar dan panjang berbeda-beda dari 2 mm sampai lebih dari 1 meter.
– Mempunyai kepala, ekor, Dinding dan rongga badan, saluran pencernaan, sistem saraf, sistem
ekskresi, dan sistem reproduksi yang terpisab.
– Pada umumnya bertelur, ada pula yang vivipar atau berkembang biak secara partenogenesis.
– Bentuk yang sudah dewasa tidak bertambah banyak di dalam tubuh manusia.
– Pada umumnya mempunyai face di luar tubuh hospes dengan atau tanpa hospes perantara.
– Telur atau larva yang dikeluarkan dari tubuh hospes dengan berbagai cara, sedangkan jumlah
telur yang dikeluarkan dari tubuh hospes bervariasi antara 20 s.d. 200.000 butir sehari.
– Larva dalam kehidupamiya mengalami pertumbuhan dengan pergantian kulit.
– Stadium infektif masuk ke dalam tubuh manusia dapat secara aktif, tertelan, atau dimasukkan
oleh vektor dengan tusukan, gigitan, dan sebagainya.

NEMATODA INTESTINAL
Nematoda intestinal adalah nematoda yang berhabitat di saluran pencernaan manusia dan
hewan. Manusia merupakan hospes beberapa nematodes intestinal. Sebagian besar dari nematoda
ini adalah penyebab masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Di antara Nematoda Intestinal ini terdapat beberapa spesies yang tergolong "Soil
Transmitted Helminth ", yaitu nematoda yang dalam siklus hidupnya untuk mencapai stadium
infektif, memerlukan tanah dengan kondisi tertentu.
Nematodes golongan Soil Transmitted Helminth yang penting dan menghinggapi
manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris
trichiura, Strongyloides stercoralis, dan beberapa spesies Trichostrogylus.
Nematodes Intestinal yang terdapat pada manusia dan tidak tergolong Soil Transmitted
Helminth adalah Oxyuris vermicularis dan Trichinella spiralis.

ASCARIS Lumbricoides
(Cacing Gelangf, Linnaeus, 1758)
Penyebaran
Cacing ini ditemukan kosmopolit (di seluruh dunia), terutama di daerah tropik dan erat
hubungannya dengan hygiene dan sanitasi. lebih sering ditemukan pada anak-anak. Di Indonesia
frekuensinya tinggi berkisar antara 20-90%.
NEMATODA (CACING BULAT)
Ascaris
lumbricoides (Cacing bulat)

Patologi / Klinik
Infeksi A. lumbricoides akan menimbulkan penyakit Ascariasis Penyakit ini
menimbulkan gejala yang disebabkan oleh stadium larva dan stadium dewasa.
1. Stadium larva, yaitu kerusakan pada paru-paru yang menimbulkan gejala yang disebut Sindroma
Loffier yang terdiri dari batuk-batuk, eosinofil dalam darah meningkat, dan dalam Rontgen foto
thorax terlihat bayangan putih halus yang merata di seluruh lapangan paru yang akan hilang
dalam waktu 2 minggu. Gejala dapat ringan dan dapat menjadi berat pada penderita yang rentan
atau infeksi berat.
2. Stadium dewasa, biasanya terjadi gejala uses ringan. Pada infeksi berat, terutama pada anak-
anak dapat terjadi malabsorbsi yang memperberat mahn,arisi karma perampasan makanan oleh
cacing dewasa. Bila cacing dewasa menumpuk dapat menimbulkan ileus obstruksi. Bila cacing
nyasar ke tempat lain dapat terjadi infeksi ektopik pada apendiks dan ductus choledochus.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja penderita atau larva
pada sputum, dan dapat juga dengan menemukan cacing dewasa keluar bersama tinja atau
metalui muntah pada infeksi berat.
Pengobatan
Piperazin, pirantel pamoat, mebendazol, dan tetramisol. Pencegahan
Untuk pencegahan, terutama dengan menjaga hygiene dan sanitasi, tidak berak di
sembarang tempat, melindungi makanan dari pencemaran kotoran, mencuci bersih tangan
sebelum makan, dan tidak memakai/ tinja manusia sebagai pupuk tanaman.

Toxacara canis dan Toxacara cati


Hospes
Hospes definitif dari parasit ini adalah anjing dan kucing. Cacing ini morfologi dan siklus
hidupnya sama dengan A. lumbricoides tapi ukurannya lebih pendek dan kecil yaitu kira-kira 6-8
cm. Pada manusia, cacing ini tidak bisa menjadi dewasa, tapi larvanya akan mengembara di hati,
paru-paru yang menyebabkan: "Fisceral larva Migrans " dengan gejala: eosinofilia, demam,
batuk, dan hepatomegali.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan reaksi imunologi dan menemukan larva dalam biopsi.
Cacing tambang
(HOOKWORM)
Cacing tambang yang menginfeksi manusia:
1. Ancylostoma duodenale
2. Necator americanus
Cacing tambang yang menginfeksi hewan:
1. Ancylostoma caninum – anjing, kucing
2. Ancylostoma braziliense – kucing, anjing
3. Ancylostoma ceylanicum – anjing, kucing
Ancylostoma duodenale (Dubini, 1843)
Dan
Necator americanus (Stiles, 1920)
Penyebaran
Cacing ini terdapat hampir di seluruh daerah khatulistiwa, terutama di daerah
pertambangan. Frekuensi cacing ini di Indonesia masih tinggi kira-kira 60-70%, terutama di
daerah pertanian dan pinggir pantai.

Hospes dan Habitat


Cacing ini berhabitat di usus halus manusia.
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Ancylostoma duodenale ukurannya lebih besar dari Necator americanus. Yang betina
ukurannya 10 –13 mm x 0,6 mm, yang jantan 8 –11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai huruf C,
N. americanus berbentuk huruf S, yang betina 9 –11 x 0,4 mm dan yang jantan 7-9 x 0,3 mm.
Rongga mulut A. duodenale mempunyai dug pasang gigi, N. americanus mempunyai sepasang
benda kitin. Alat kelamin pada yang jantan adalah tunggal yang disebut bursa copalatrix. A.
duodenale betina dalam satu hari bertelur 10.000 butir, sedang N. americanus 9.000 butir. Telur
dari kedua spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40-60 mikron, bentuk lonjong dengan
dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur yang bare dikeluarkan tidak bersegmen. Di tanah
dengan suhu optimum 23°C-33°C, ovum akan berkembang menjadi 2, 4, dan 8 lobos. Telur ini
di tanah pada suhu 0°C, dapat hidup dalam waktu 7 hari dan dapat hidup dalam beberapa hari
pada suhu 45°C sedang pada suhu optimum 23°C-33°C dalam waktu 24-48 jam telur akan
menetas dan keluar larva rhabditiform yang makan dari bahan sisa organik yang ada di
sekitarnya. Cacing ini mempunyai mulut yang terbuka. Dalam waktu 3-5 hari, larva menjadi
lebih panjang dan kurus dengan mulut tertutup dan runcing. Larva ini disebut filariform yang
infektifdan dapat hidup di tanah dengan suhu optimum dalam waktu 2 minggu, dan larva ini
akan mati bila kemarau, kena panas langsung, atau banjir. Larva filariform ini dapat menernbus
kulit manusia  kapiler darah  jantung kanan  paru-paru  bronkus  rakea  laring 
usus halus, lalu menjadi dewasa. Seekor Cacing A. duodenale mengisap darah dalam sate hari
0,2-0,3 ml, sedang N. americanus hanya 0,05-0,1 ml.

Patologi/Klinik
Gejala-gejala Ancylostomiasis dan Necatoriasis:
1. Stadium larva:
- Kelainan pada kulit: Ground itch
- Kelainan pada paru-paru: biasanya ringan.
2. Stadium dewasa: bergantung kepada:
- Spesies dan jumlah cacing
- Keadaan gizi penderita
Karena kedua spesies cacing im mengisap darah hospes, maka infeksi berat dan menahun
dapat menimbulkan anemia mikrositer hypochrom. Infeksi ringan dapat tanpa gejala, tapi bila
sudah menahun akan menurunkan daya/presisi kerja yang akhimya anemia yang menahun dapat
berakibat Decompensatio Gordis.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja segar dan larva pada
tinja yang sudah lama. Telur kedua spesies tidak bisa dibedakan, untuk membedakan spesies,
telur dibiakkan menjadi larva dengan salah saw cara, yaitu Harada Mori.

Pengobatan
Pirantel pamoat, mebendazol.

CACING TAMBANG
Pencegahan
Tidak membuang tinja di sembarang tempat, membiasakan memakai alas kaki bila keluar
rumah, dan tidak memupuk sayuran dengan tinja manusia.
A.braziliense, A.caninum
Dan
A.ceylanium
Hospes
Anjing dan kucing

Morfologi
A. caninum, mempunyai 3 pasang gigi, A. braziliense mempunyai 2 pasang gigi sedang
A. ceylanicum mempunyai sepasang gigi.

Patologi dan Klinik


Pada manusia, larva biasa tidak bisa menjadi dewasa dan hanya dapat men gem bara di bah kulit
yang menimbulkan "Cutaneus larva migrans”

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan:
- Gambaran pada kulit
- Biopsi

Pengobatan
Thiabendazol

Strongyloidesstercoralis (Bavdy, 1876,


Stiles dan Hassal, 1902)
Penyebaran
Penyebaran terutama di daerah tropik, jarang di daerah bertemperatur sedang. Di Jakarta
frekuensinya 15%.

Hospes dan Habitat


Hospesnya adalah manusia dan berhabitat di mukosa epitel usus halus bagian proksimal.
Pada manusia menyebabkan penyakit Strongyloidiasis.
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Cacing dewasa yang diketahui hanya yang betina, panjangnya kirakira 2 mm, diduga
cacing ini berkembang biak secara partenogenesis. Cacing yang halus ini hidup dalam villi
duodenum dan jejunum. Telur menetas dalam usus, sehingga dalam tinja ditemukan larva
rhabditiform dan di tanah tUrnbUh menjadi larva fi lariform, yaitu bentuk infektif atau menjadi
dewasa jantan dan betina dan bertelur lalu menetas — rhabditiform — infektif atau hidup bebas
jantan dan betina.

Siklus Hidup
1. Siklus langsung sama seperti cacing tambang yaitu larva filariform menembus kulit.
2. Siklus tidak langsung = Siklus bebas di tanah menjadi jantan dan betina  bertelur  larva
rhabditiform  Larva filariform menembus kulit sama seperti cacing tambang.
3. Hyper infeksi, larva rhabditiform dalam usus menjadi larva filariform menembus mucosa
intestin ikut aliran darah, seperti cacing tambang.
4. Auto infeksi: pada peri anal larva rhabditiform  larva filariform  kapiler darah  jantung 
paru-paru  saluran pencernaan.

Patologi dan Klinik


Gejalanya biasanya ringan bahkan kadang-kadang tanpa gejala dan dapat timbal gejala
rasa terbakar dan menusuk-nusuk di daerah duo denum, dimana cacing betina bersarang.
Biasanya rasa terbakar ini di daerah epigastrium dan tidak menjalar. Pada infeksi berat atau
kronis dapat menimbulkan kematian.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan larva rhabditiform di tinja segar atau
pada cairan duodenum. Telur dapat ditemukan dalam tinja hanya dengan pemberian pencahar.
Pengobatan
Thiabendazol 125 mg per kg berat badan selama 2 atau 3 hari.

Strongyloides stercoralis
Pencegahan
Sama dengan cacing tambang dan mencegah konstipasi.
Trichostrongilus spp
Penyebaran
Kosmopolitan, frekuensi pada manusia di Jakarta 40% paling ban-yak Trichostrongylus
colubriformis.

Hospes dan Habitat


Hospesnya adalah manusia, kambing, kuda, dan hewan memamah biak lainnya, dan
berhabitat di rongga uses

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Nematoda ini halus seperti benang tanpa rongga mulut, ukurannya 5-10 mm, telur menyerupai
telur cacing tambang, tidak mempunyai siklus paru-paru. Infeksi terjadi dengan enelan larva.

Patologi dan Klinik


Infeksi ringan biasanya tanpa gejala, pada Infeksi berat dapat terjadi peradangan di
tempat cacing melekat dan dapat menimbulkan sakit perut, diare, dan anemia sekunder. Bila
cacing terdapat pada ductus choledochus dapat terjadi gejala cholesistitis.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja dan cairan duodenum.

Pengobatan
Alkopar dan Thiabendazol.

Pencegahan
Tidak memakan sayuran mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna.

Trichularis trichiura
(Whipworm = Cacing Cambuk)
Penyebaran
Penyebaran secara kosmopolit, terutama di daerah pangs dan lembab. Frekuensi di
Indonesia 75-90%.

Hospes dan Habitat


Hospes definitif manusia dan dapat menimbulkan Triachuriasis. Cacing ini pernah
ditemukan pada babi dan kern. Cacing dewasa berhabitat di usus besar seperti Colon dan
Caecum.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Cacing betina 3,5-5 em dan jantan 3,0-4,5 cm. Tiga per lima, anterior tubuh halus seperti
benang, dua per lima bagian posterior tubuh lebih tebal, berisi usus dan perangkat alai kelamin.
Cacing jantan tubuhnya membengkok ke depan hingga membentuk satu lingkaran penuh, satu
spikula tunggal menonjol keluar melalui selaput retraksi. Bagian posterior tubuh cacing betina
membulat tumpul dan vulva terletak pada ujung anterior bagian yang tebal dari tubuhnya.
Seekor cacing betina dalam satu hari dapat bertelur 3000-4000 butir. Telur cacing ini
berbentuk tempayan dengan semacam tutup yang jermh dan menonjol pada kedua kUtub,
besamya 50 mikron. Telur ini di tanah dengan suhu optimum dalam waktu 3-6 minggu menjadi
matang (infektit). Manusia terinfeksi dengan memakan telur infektif. Cacing ini tidak bersiklus
ke paru-paru dan berhabitat di usus besar.
Patologi dan Klinik
Gejala biasanya ringan. Gejala berat pada anak-anak dapat menimbulkan sindroma
disentri dan prolapses recti/ani.
Pengobatan
Mebendazol dan Oxantel pamoat.
Pencegahan
Sama dengan A. lumbricoides.
Penyebaran
Kosmopolit. Di Indonesia frekuensinya tinggi, terutama pada anak-anak.

Hospes dan Habitat


Hospes definitifnya adalah manusia dan dapat menimbulkan Oxyuriasis atau
Enterobiasis, cacing dewasa berhabitat di Caecum.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Cacing betina ukurannya 8-13 mm dan jantan 2-5 mm, mulut mempunyai pelebaran
seperti sayap disebut alae, bulbul esofagusnya jelas, ekor runcing, dan badan kaku, uterus gravid
penuh berisi telur. Cacing betina dalam satu hari dapat bertelur 10.000-11.000 butir. Telur
lonjong asimetris dengan dinding dua lapis. Cacing jantan mempunyai ekoryang melingkar
dengan spikula tunggal. Cacing jantan coati setelah kopulasi, cacing betina yang gravid
berimigrasi pada malam hari ke lipatan anus hingga jarang ditemukan bersama tinja. Dalam
waktu 6 jam, telur di lipatan anus akan menjadi infektif. Manusia akan terinfeksi dengan
termakannya telur secara autoinfeksi dan retro infeksi.

Patologi dan Klinik


Gejala terpenting adalah pruritus ani dan pada anak menangis malam.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara Anal swab.

Pengobatan
Pada pengobatan dianjurkan seluruh keluarga dari penderita diberi pengobatan. Obat
yang dipakai: piperazin dan privinium pamoat.

Pencegahan
Menjaga kebersihan kuku dan pakaian, membiasakan makan makanan yang terlindung
dari pencemaran, membiasakan anak selalu mengganti pakaian setelah mandi, serta
membersihkan lantai rumah setiap hari dan tidak memakai alas kaki ke dalam rumah.
Oxyuris vermicularis
(Enterobius vermicularis, Limnaeus, 1758)
Penyebaran
Ditemukan hampir di scluruh dunia dimana penduduknya tidak beragama Islam.
Hospes dan Habitat
Hospes definitifnya adalah manusia, babi, tikus, kucing, beruang, anjing, babi hutan.
Habitatnya di mukosa usus mulai dari duodenum sampai ke caecum.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Cacing betina ukurannya 3-4 mm, yang jantan 1,5 mm. Cacing betina vivipar, dan
biasanya masuk ke mukosa usus muda. Seekor Cacing betina dapat mengeluarkan 1500 ekor
larva. Larva dilepas ke lapisan submukosa, masuk ke kapiler darah dan limfe dan disebarkan ke
seluruh tubuh, terutama ke otot, diafragma, iga, lidah, laying, mata, perut, biceps, dan lain-lain.
Cara infeksinya dengan memakan daging babi yang mengandung kista yang mengandung larva
infektif.

Patologi dan Klinik


Gejala tergantung dari beratnya infeksi yang disebabkan oleh:
- Cacing dewasa, 1-2 hari sesudah terinfeksi timbul diare.
- Larva, yang tersebar di otot-otot akan timbul gejala mialgia (nyeri otot) dan miositis (radang
otot) yang disertai demam dan piper eosinofilia.
Dalam waktu kira-kira 2 bulan terbentuk kista-kista dalam otot yang dapat hidup selarna
18 bulan kemudian terjadi perkapuran.
Dengan terbentuknya kista dalam otot, gejala mulai berkurang. Infeksi berat dapat
menimbulkan kematian (5000 larva/kg BB).
Diagnosis

1. Pada hari ke-8-14 mungkin dapat ditemukan larva dalarn darah dan liquor cerebrospinal.
2. Menemukan larva dalam biopsi otot.
3. Reaksi imunologi.

Pengobatan
- Pengobatan dapat secara simtomatik.
- Thiabendazol 25 mg/kg BB, 2 x sehari selama 7 hari.

Pencegahan
Menghindari makan daging babi yang tidak dimasak dengan sempurna, sebab larva baru
coati pada suhu 60°C atau jauh di bawah titik beku.
NEMATODA JARINGAN
Dalam mempelajari tentang Nematoda Jaringan, perlu diketahui istilah yang penting,
yaitu Periodisitas.
Periodisitas ialah istilah yang dipakai untuk menegakkan diagnosis dari infeksi Nematoda
Jaringan pada manusia. Periodisitas ialah periode saat mikrofilaria (larva dari Nematoda
Jaringan) berada dalam darah tepi.
Periodisitas ini ada beberapa macam, yaitu:
1. Periodisitas Nocturna yaitu di saat mikrofilariaberada dalam darah tepi malam hari.
2. Periodisitas Diuma yaitu saat mikrofilaria berada dalam darah tepi siang hari.
3. Sub-periodisitas nocturna, yaitu saat mikrofilaria berada dalam darah tepi malam hari lebih
banyak dari siang hari.
4. Sub-periodisitas diurna, yaitu saat mikrofilaria berada dalam darah tepi siang hari lebih banyak
dari malam hari.
5. Non-periodik, yaitu saat mikrofilaria berada dalam darah tepi sama siang dan malam, jadi setiap
saat mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah tepi.

Di antara Nematoda Jaringan yang penting dalam dunia Kedokteran, ada beberapa
spesies, yaitu:

1. Wuchereria bancrofti
2. Brugia malayi
3. Brugia timori

Tiga species im penting dan terdapat di Indonesia. Nematoda jaringan yang penting tetapi
tidak terdapat di Indonesia adalah:

1. Loa loa
2. Oncocerca volvulus
3. Dipetalonema perstans

Wuchereria bancrofti
(Filaria bancrofti)

Penyebaran
Ditemukan di daerah tropic dan sub-tropic, India, Cina Selatan, Jepang, Kepulauan
Pasifik, Australia, Afrika Barat dan Tengah, Amerika Selatan, dan di Indonesia ditemukan di
daerah-daerah endemik.
Hospes dan Habitat
Hospes definitiffiya adalah manusia yang dapat menimbulkan wuchereriasis bancrofti,
dan habitatnya adalah di kelenjar limfa.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Cacing dewasa hidup dalam pembuluh dan kelenjar limfa. Cacing betina ukurannya 65-
100 mm x 0,25 mm, cacing jantan 40 mm x 0,1 min. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria.
Mikrofilaria bersarung dan pada umumnya ditemukan dalam darah tepi pada waktu malam
(periodisitas nocturna).

Vektornya adalah nyamuk Culex (cx.


Quinquifasciatus), Anopheles, dan Aedes. Nyamuk mengisap darah manusia yang mengandung
mikrofilaria waktu malam hari. Dalam lambung, nyamuk mikrofilaria akan berubah menjadi
larva (L1) yang berbentuk gemuk dan pendek, lalu pindah ke thorax nyamuk menjadi larva (L2)
yang berbentuk gemuk dan panjang, kemudian masuk ke kelenjar Judah nyamuk membentuk
larva (L3) yang panjang dan halus. Bila nyamuk menggigit manusia, maka L3 akan dimasukkan
ke pembuluh darah dan pembuluh limfa manusia menjadi L4. Kemudian L4 akan menuju kelenjar
limfa menjadi dewasa jantan dan betina yang disebut L5. Setelah Cacing dewasa kawin di
kelenjar limfa, yang betina akan melahirkan mikrofilaria. Lingkaran hidup di dalam tubuh
manusia mulai L3 masuk ke dalam tubuh manusia sampai ditemukan mikrofilaria di darah
perifer, berlangsung dalam waktu 10-14 hari.

Gambar Wuchereria bancrofti


W. bancrofti di daerah pasifik mempunyai periodisitas sub-periodik diurna, hospes
perantaranya adalah Aedes polynesiensi yang mengisap darah slang hari (day-bitter).
W. bancrofti yang sub-periodik nocturna terdapat di Thailand.

Patologi dan Klinik


Tidak semua pengandung W. bancrofti menjadi sakit. Mikrofilaria pada umummnya tidak
menimbulkan kelainan, yang menyebabkan gejala adalah cacing dewasa, yaitu limfadenitis dan
limfanginitis retrograd pada stadium akut disusul dengan obstrusi menahun 10-15 tahun
kemudian. Gejala peradangan terutama terjadi pada kedua daerah ingual, alai kelamin, payudara,
tungkai dan lengan. Pada laki-laki yang paling wring dijumpai adalah funiculitis, epididimitis,
dan orkitis.
Pada stadium menahun gejala klinik yang paling Sering ditemui ialah hidrokel,
limfedema, dan elephantiasis yang dapat mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, skrotum,
payudara, dan vulva. kadangkadang dapat pula terjadi chiluria. Pada stadium ini tidak lagi
dijumpai mikrofilaria laria dalam darah tepi. Patogenesis sebenarnya tidak diketahui dengan
jelas. Selain dari itu juga ditemui eosinofilia.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan mikrofilaria dalam darah tepi malam hari,
cairan hidrocel dan urin (khiluria).

Pengobatan
Dietilkarbamazin

Pencegahan
Pemberantasan nyamuk yang berperan sebagai vektor yaitu di perkotaan Qx.
Quinquifasciatus yang hidup pada air kotor dan di pedesaan vektornya An. Farauti, Ae. Kochi.

Brugia malayi dan Brugia timori


Penyebaran
B. malayi hanya didapat di Asia dari India sampai Jepang. Di Indonesia ditemukan di
daerah-daerah endemik dengan frekuensi yang berbeda-beda.
B. timori hanya terdapat di Indonesia bagian timer yaitu Nusa Tenggara Timur dan Timor
Timer.

Hospes dan Habitat


B. malayi hospesnya manusia, kera, lutang, kucing, anjing, menyebabkan filariasis
malayi, habitat di saluran dan kelenjar limfa.
B. timori, hospesnya manusia, menyebabkan filariasis timori, kedua penyakit tersebut
juga disebut filariasis brugia.

Brugia Malayi
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung. B. malayi IneMPLInyal periodisitas
nocturna atau sub-periodisitas nocturna. B. timori mempunyai periodisitas nocturna. B. malayi
yang berperiodisitas nocturna ditularkan oleh An. Barbirostris yang berperiodisitas sub-
periodisitas nocturna ditularkan oleh nyamuk Mansonia. B. timori ditularkan oleh nyamuk An.
Barbirostris. Siklus hidup sama dengan PV bancrqfii.
Patologi dan Klinik
Gejala filariasis malayi sama dengan filariasis timori. Gejala utamanya adalah demam,
limfangitis, dan limfadenitis. Elephantiasis mengenai tungkai di bawah lutut dan lengan di bawah
siku. Biasanya unilateral dan tidak mengenai alai kelamin dan payudara.

Diagnosis
Ditegakkan dengan menemukan mikrofilaria dalam darah tepi pada malam hari.

Pengobatan
Detilkarbamazin.

Pencegahan
Pemberantasan nyamuk pada perindukan sepertiAn. Barbirostris di daerah persawahan
dan Mansonia yang berperindukan di rawa-rawa.
Hewan anjing, kucing, dan kera yang berperan sebagai hospes reservoir dari B. malayi
yang berperiodisitas nocturna agar dihindari dari infeksi parasit ini.

Loa loa (Covvold, 1864)


(Cacing Mata Afrika)
Penyebaran
Penyebaran dari Cacing ini terutama di Afrika Barat dan Afrika Tengah.

Hospes dan Habitat


Cacing dewasa hidup di jaringan subkutan manusia dan wring ditemukan di jaringan
subkonjunktiva pada mata.

Morfologi dan Siklus Hidup


Cacing dewasa betina berukuran 6 x 0,5 cm dan yang jantan berukuran 3 cm x 0,35 min.
Umur parasit ini dapat mencapai 15 tahun atau lebih. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria
ke darah tepi pada slang hari, sedangkan waktu malam mikrofi laria berada dalam pembuluh
darah para. Mikrofilaria mempunyai sarung dan ukurannya 300 x 7 mikron dengan inti pada
ekornya terdapat sampai ke ujung.

Mikrofilaria ini kadang-kadang dapat ditemukan dalam urin, sputum, dan cairan sumsum
tulang belakang.
Vektor dari parasit ini adalah Chrysops betina yang mengisap darah pada siang hari.
Setelah 10 hari dalam tubuh lalat ini, larva akan menjadi infektif. Vektornya yang penting adalah
C. silacea dan C. dimidiata. Bila lalat ini menggigit manusia maka orang ini akan terinfeksi dan
i-mikrofilaria akan tumbuh menjadi cacinig jantan dan betina dalam waktu 3 sampai 4 tahun.
Setelah kopulasi Loa loa betina akan mengeluarkan mikrofilaria.

Patologi dan Klinik


Penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi cacing ini disebut Loasiasis. Mikrofilaria yang
terdapat dalam peredaran darah sering tidak menimbUlkan gejala. Caring dewasa akan
mengembara pada jaringan subkutan, sering ditemukan terutama sekitar mata. Pengembaraan
cacing di jaringan subkutan ini sering menyebabkan pembengkakan yang dapat berpindah-
pindah yang disebut Calabar swelling atau fugitive swelling. Pembengkakan ini bisa sampai
sebesar telur ayam yang terdapat di daerah Langan atau lengan dan sekitarnya. Pembengkakan
ini tidak sakit dan nonpitting dan dapat menghilang Setelah beberapa hari. Bila cacing ini masuk
ke otak dapat menyebabkan ensefalitis. pada orang yang menderita meningoencefalitis, cacing
dapat ditemukan pada cairan cerebrospinal. Bila cacing mengembara ke mata, maka cacing dapat
dikelUarkan melalui mata.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan mikrofilaria pada darah tepi siang hari
atau menemukan cacing dewasa dalam jaringan subkutan atau dari konjungtiva mata.

Pengobatan
Pengobatan dengan Dietilkarbamazin 2 mg/Kg BB/hari, diberikan 3 x sehari selama 14
hari. Sekarang ada obat barn Ivermecin. Cacing dewasa pada bola mata harus dikeluarkan
dengan opersi.

Prognosis
Prognosis baik, bila pengobatan berhasil dan cacing dapat dikeluarkan melalui mata.

Epidemiologi
Daerah endemik di daerah hutan yang berhujan dan kelembaban tinggi, tempat
perindukan C. silacea dan C. dimidiata. Biasanya mengenai orang dewasa yang Bering masuk
hutan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk atau pemberian obat
sebulan sekali, selama 3 hari berturut-turut.
Onchocerca volvulus (Leukart, 1893)
(blinding filariaria = Filaria volvulus)
Penyebaran
Cacing ini tersebar di beberapa daerah di Afrika dan di Amerika Tengah.

Habitat
Cacing dewasa berhabitat di jaringan ikat manusia.

Morfologi
Cacing betina dewasa berukuran panjang 15 cm dan lebar 0,4 mm, sedangkan yang
jantan panjangnya 3 cm dan lebar 0,13 mm. Cacing betina yang gravid dapat hidup sampai 15
tahun. Mikrofilaria ditemukan di kulit, tidak mempunyai sarung bagian kepala dan ekor tidak
mempunyai inti, panjangnya 300 mikron dan lebarnya 6-8 mikron. Cacing dewasa yang hidup
dalam jaringan ikat melingkar satu sama lain seperti benang kusut, hingga membentuk benjolan.

Gambar Onchocerca volvulus


Lingkaran Hidup
Manusia adalah satu-satunya hospes definitif dan hospes perantara, sedangkan yang
berperan sebagai vektor adalah lalat hitam yang menggigit di slang hari. Parasit ini
berperiodisitas diurna. Lalat yang berperan sebagai vektornya adalah Simulium nodosum dan S.
naevei di Afrika dan S. ochraceum di Mexiko dan S. inetallicum di Venezuela.
Ada dua tipe dari O. volvulus yaitu:
1. Tipe forest yang vektornya S. nodosum yang menimbulkan, kelainan di kulit, yang biasa ditemui
di daerah hutan yang banyak hujan.
2. Tipe Sudan atau tipe savannah. Tipe ini lebih berpotensi untuk menular kepada manusia.
Lingkaran hidup parasit di dalam tubuh vektor dari genus Simulium ini sama dengan Filaria
lainnya.
Patologi dan Gejala Klinik
Lesi yang ditimbulkan oleh parasit ini ada dua macam, yaitu:
1. yang ditimbulkan oleh mikrofilaria atau oleh metabolisms dari cacing dewasa O. volvulus
biasanya menimbulkan, lesi di mata,
2. yang ditimbulkan oleh cacing dewasa biasanya berupa nodal subkutan yang disebut
onkosarkoma.
Ada 4 anggapan tentang patologi kelainan mata, yaitu:
1) sebagai reaksi mekanik atau reaksi sekret yang dikeluarkan oleh mikrofilaria yang hidup,
2) toksin yang dikeluarkan mikrofilaria yang coati,
3) toksin dari cacing dewasa,
4) keadaan supersensitif penderita terhadap parasit.

Gejala yang pertama timbal berupa fotopobi, lakrimasi, bleparospamos. Kelainan ini wring
ditemukan pada penderita yang banyak mengandung benjolan pada badan bagian atas. Reaksi
radang akan sangat hebat bila disebabkan mikrofilaria mati, seperti sesudah pemberian
pengobatan dan saat mikrofilaria dengan pemberian DEC. Pada kasus menahun dapat terjadi
keratitis, glaukoma, atrofi yang berakhir dengan kebutaan.
Lesi pada kulit yang disebabkan oleh cacing dewasa merupakan benjolan dalam jaringan
subkutan yang disebut onkosarkoma. Ukuran dari benjolan ini bermacam-macam dari beberapa
milimeter sampai 6 cm. Benjolan ini dapat single atau multipel dari 3 sampai 6 benjolan, bahkan
bisa lebih dari 15 benjolan. Letak benjolan ini pun berbeda-beda sesuai dengan kebiasaan lalat
Simulium menggigit, seperti di Afrika, lalat lebih senang menggigit bagian bawah tubuh, sedang
di Amerika lalat senang menggigit di bagian leher dan kepala. Nodal ini terdapat dimana cacing
dewasa ditemukan di bawah kulit dan tidak sakit.
Pruritus dermatitis dapat terjadi karena pergerakan mikrofilaria dan toksin yang
dilepaskannya di bawah kulit. Lalu timbul rush berupa papel-papel kecil-kecil, lalu timbul edema
pada kulit menebal dan timbal likenifikasi, hingga elastisitas kulit hilang dan timbal pada kulit
yang menggantung dalam lipatan-lipatan di bawah inguinal yang disebut hanging groing.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan adanya gejala klinik seperti nodul subkutan,
hanginggroing Wit seperti macan tutul (leopard skin), limbitis, dan ditemukannya mikrofi laria
dalam kornea, dan dapat dengan menemukan mikrofilaria atau cacing dalam benjolan subkutan.
Dapat dengan biopsi pada benjolan dan memeriksa dengan pewarnaan giemza. Dapat juga
dengan test serologi.
Untuk menentukan beratnya infeksi dilakukan Ultrasonografi. Pelacak DNA dengan teknik
Polymerase Chain Reaction/PCR. Test Mozotti adalah dengan pemberian 50 mg DEC sesudah
24 jam diobservasi adanya reaksi gatal, erupsi kulit, limfadenopati, dan demam.
Onchocerca volvulus
(The blinding worm)
Pengobatan
Obat yang dipakai terutama untuk pengobatan masal adalah Ivermectin. DEC tidak
dipakai sebagai terapi, sebab dapat menimbulkan efek samping yang berat. Ivermectin efektif
untuk membunuh mikrofilaria, tapi tidak membunuh cacing dewasa.
Suramin merupakan obat yang dapat membunuh cacing dewasa, tap[ pemberiannya sulit
dan toksisitasnya tinggi.
Prognosis balk bila tidak mengenal mata.

Dipetalonema perstans (Manson, 1891)


Railiet, Henry and Langerong, 1912

Penyebaran
Cacing ini tersebar di Afrika dan Amerika Selatan.
Habitat
Cacing dewasa berhabitat di jaringan mesenterium, di pleura, dan
di rongga pericard.

Morfologi dan Siklus Hidup


Cacing betina panjangnya 7 cm, lebarnya 0,12 mm, yang jantan panjangnya 4 cm,
lebarnya 0,06 mm. Mikrofilaria terdapat dalam darah tepi dan kapiler paru-paru. Di beberapa
daerah, cacing berperiodisitas diurna, lebih Bering berperlodisitas nocturna, tapi pada dasarnya
bersifat nonperiodik.
Manusla sebagai hospes utamanya, dan juga terclapat pada simpanse dan gorila.
Mikrofilarianya keeil, tanpa sarong, ekor bulat dan int terdapat sampai ke Ujung ekornya. Vektor
darl parasit ini adalah Culicid asteni dan C. grahami. Siklus hidup Mikrofilaria perstans di dalam
tubuh Culicoid sama dengan mikrofilaria lainnya.

Patologi dan Gejala Klinik


Pada Umumnya tanpa gejala, kadang-kadang terdapat gejala alergi ringan, edema,
pembengkakan Calabar swelling, dan varises saluran limfe.
Diagnosis
Ditemukan mikrofilaria dalam darah.

Pengobatan
DEC tidak berhasil untuk pengobatan cacing ini. Antimon trifalen dapat mengurangi jumlah
mikrofilaria.

Pencegahan
Melindungi diri dari gigitan lalat Culicoid.

Penyebaran
Penyakit ini tersebar di Singapura, Muangthai, Vietnam, dan juga terdapat di Indonesia.

Patologi dan Gejala Klinik


Penyakit filariasis limfatik yang disebabkan penghancuran mikrofilaria yang berlebihan
oleh sistem kekebalan tubuh seseorang disebut Occut filariasis. Mikrofilaria dihancurkan oleh zat
anti dalam tubuh hospes akibat hipersensitivitas terhadap antigen mikrofilaria.
Gejala penyakit ini dapat berupa pembengkakan klinis yang menahun, gejala seperti asma
bronchial, hipereosinofilia, dan peningkatan kadar serum IgE.
Hipereosinofilia merupakan gejala utama ke arah etimologi penyakit tersebut, yang
langsung juga sebagai penyebab peninggian jumlah leukosit. Kelenjar limf yang seeing terkena
adalah kelenjar limf inguinal, leher, lipat siku, bahkan mungkin terdapat pembengkakan kelenjar
limf di seluruh tubuh yang inenyerupai penyakit Hodgkin. Bila mengenai paru-paru, gejala
klinisnya dapat berupa batuk, sesak nafas, terutama waktu malam dengan dahak yang kental dan
mukopurulen. Rontgen foto paru biasanya memperlihatkan garis-garis yang berlebihan pada
kedua hilus dengan bercak-bercak halus terutama di lapangan paru bawah. Gejala lain dapat
berupa demam subfribil, pembesaran limfa dan hati, tetapi mikrofilaria tidak ditemukan dalam
darah tepi.

TREMATODA
(DACING DAUN)
Hospes
Manusia dapat berperan sebagai hospes definitif. Bermacam-macam Trematoda dapat
menimbulkan berbagai kelainan sesuai dengan habitat dari parasit tersebut.
Pembagian Trematoda berdasarkan Habitat:
I. Trematoda Hati (Liver Flukes)
- Clonorchis sinensis
- Opisthorchis felinus
- Opisthorchis viverini
- Fasciola hepatica

II. Trematoda Usus (Intestinal Flukes)


- Fasciolapsis huski
- Neterophyes heterophyes
- Watsonius watsoni
- Metogonimus yocogaway
- Gastrodiscoides hominis
- Echino stomatidae

III. Trematoda Paru-paru (Lung Flukes)


- Paragonius westermani

IV. Trematoda Darah


- Schistosoma japonicum
- Schistosoma mansoni
- Schistosoma haematobium

Penyebaran
Pada umumnya Trematoda ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina, Thailand,
Vietnam, India, dan Afrika.
Di Indonesia ditemukan beberapa spesies antara lain: Fasciolapsis buski. Di Kalimantan,
Echinostoma di Jawa dan Sulawesi, Heteropidae di Jakarta, dan Schistosoma japonicum di
Sulawesi Tengah.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Badan pipih seperti daun. Mempunyai batil isap kepala dan batil isap perut, tidak
mempunyai rongga badan, alai pencernaan buntu. Pada umumnya hermafrodit kecuali trematoda
darah yang terdiri dari jantan dan betina. Telur umumnya mempunyai operkulum, kecuali telur
trematoda darah yang tidak memiliki operkulum, tapi mempunyai dari atau knop. Cacing hidup
di dalam tubuh hospes sesuai dengan habitatnya. Telur diletakkan di hati, rongga usus, paru-
paru, dan darah atau di jaringan dimana cacing hidup.
Lingkaran hidup cacing ini memerlukan dua hospes perantara. Di dalam tubuh hospes
perantara 1, terjadi stadium Mirasidium (M)  Sporokista (S)  Redia (R)  Cercaria (C).
Hospes perantara 1 ini umumnya keong air.
Hospes perantara II adalah keong air, ikan, ketam, dan tumbuh-tumbuhan air. Di dalam
tubuh hospes perantara 11, Cercaria tumbuh menjadi Metacercaria (MC). Khususnya trematoda
darah tidak mempunyai hospes perantara II, tapi cacing ini menginfeksi manusia dengan cara
Cercaria (C) menembus kulit, sedang trematoda lain, cara infeksinya adalah termakan hospes
perantara II yang mengandung Metacercaria (MC). Di dalam hospes perantara I mungkin terjadi
perkembangan:
1. M  S R C Misal Clonorchis sinensis
2. M  S 1  S2  C Schistosoma
3. M  S  RI  R2  C pada trematoda lain.
Clonorchis sinensis
Penyebaran
Penyebaran di RRC, Korea, dan Vietnam.

Hospes
Manusia, kucing, dan anjing, menyebabkan Clonorchiacis.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Cacing dewasa berukuran 16,5 mm, hidup di saluran empedu. Telur besarnya 30 mikron,
menganclung Mirasidium, telur yang keluar bersama tinja hospes akan dimakan oleh HP I yaitu
keong air, di sini berkembang: M  S  R  C, Cercaria akan masuk ke tubuh HP 11 yaitu
ikan lalu menjadi MC.
Manusia akan terinfeksi bila memakan ikan (HP II) yang mengandung MC yang tidak
dimasak dengan baik. Ekskistasi akan terjadi dalam duodenum, kemudian larva masuk ke ductus
Choledochus saluran empedu dan menjadi dewasa.
Patologi dan Klinik
Cacing dewasa menyebabkan perubahan pada saluran empedu dan jaringan hati berupa
radang dan penebalan dinding saluran empedu. Gejala tergantung dari beratnya infeksi dan
infeksi Mangan. Infeksi ringan biasanya tanpa gejala atau keluhan ringan saja. Infeksi berat
dapat menimbulkan pembesaran hati (Hepatomagali) dengan icterus. Pada stadium lanjut dapat
terjadi cirrhosis hepatis disertai ascites dan edema.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja atau dalam cairan
duodenum.

Pengobatan
Klorokuin 3 gram sehari selama 3 hari.

Pencegahan
Menghindari memakan ikan yang tidak dimasak dengan baik dan pemeliharaan ikan dari
memakan tinja manusia.
OPISTHORCHIS FELINEUS
(Rivolta, 1884), Blanchard, 1895)
(The cat liver fluke)
Penyebaran
Ditemukan di Eropa Tengah, Siberia, dan Jepang. Parasit ini ditemukan pada manusia di
Prusia, Polandia, dan Siberia. Ditemukan di Jepang yang bukan daerah endemik Clonorchiasis.
Cacing dewasa panjangnya kira-kira 1 cm, hidup dalam saluran empedu dan hati manusia
serta kucing. Telur besamya kira-kira 30 mikron.
Siklus hidup, patologi dan klinik, diagnosa, dan pengobatan hampir sama dengan C.
sinensis.
Hospes definitifnya manusia dan hospes reservoarnya adalah kucing, anjing, babi, dan
serigala.

Morfologi dan Siklus Hidup


Morfologi dan Siklus hidup dari parasit ini sama dengan C. sinensis tapi testisnya tidak
bercabang. Habitatnya di kandung empedu dan pankreas.

OPISTHORCHUS VIVERINI-(Boirier, 1886)


Stiles and Hassan, 1896

Penyebaran
Ditemukan endemik di Thailand. Morfologi dan lingkaran hidupnya sama dengan O.
felineus. Cara infeksi makan ikan mentah mengandung MC.
Morfologi
Perbedaan morfologi dari parasit ini dengan O. felineus adalah vitellarianya
berkelompok-kelompok dan testis serta ovariumnya lebih besar ukurannya.
Gejala Klinik
Pada infeksi berat terjadi diare, rasa nyeri di ulu hati, dan icterus enteng, firosis periportal
dari hati, terjadi peradangan pada saluran empedu dengan hyperplasi epitel.
Fasciola hepatica
Penyebaran
Penyebaran secara kosmopolit.
Hospes
Hospes adalah kambing dan sapi, kadang-kadang manusia, dan pada manusia dapat
menimbulkan Fascioliasis.
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Cacing dewasa bentuknya seperti daun dan mempunyai bahu, panjangnya 30 mm lebar
13 mm, batil isap mulut dan batil isap perut hampir sama besarnya dan letaknya berdekatan.
Tractus digestifus mempunyai caecum yang bercabang-cabang. Cacing ini hermafrodit, telur
mempunyai operkulum, ukuran 140 x 80 mikron.
Cacing ini hidup di saluran empedu, telur dikeluarkan melalui saluran empedu ke dalam
tinja dalam keadaan belum matang. Di dalam air, telur akan menetas, keluar Mirasidium,
kemudian Mirasidium masuk ke dalam keong air. Di dalam keong air terjadi siklus:
M S RI R2  C
Cercaria akan keluar-dari keong air dan menempel pada tumbuhtumbuhan air dan
tumbuh menjadi Metacercaria (MC).
Cara infeksi adalah dengan memakan tumbuhan air yang mengandung MC yang tidak
dimasak. Ekskistasi terjadi di dalam duodenum, larva bermigrasi menembus dinding usus ke
rongga peritoneum, terus ke hati dan menjadi dewasa di saluran empedu.
Patologi dan Klinik
Selama bermigrasi dapat menimbulkan kerusakan parenkim hati. Dalam saluran empedu
menimbulkan radang dan penyumbatan dengan akibat cirrhosis periportal.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja, cairan duodenum atau
empedu.

Fasciola hepatica
(Trematoda hati domba)
Pengobatan
HCI emetin 0,03 g/hari, 17 hari.
Pencegahan
Pengobatan kepada sapi dan kambing yang terinfeksi (dokter he-wan), dan menghindari
memakan tumbuhan air mentah atau dimasak tidak sempurna.

Fasciolapsis buski
Penyebaran
Ditemukan di RRC, Taiwan, Vietnam, dan Indonesia.
Hospes
Hospes definitifnya adalah manusia, anjing dan babi, yang pada manusia dapat
menimbulkan Fasciolapsis.
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Cacing ini menyerupai F hepatica tapi tidak mempunyai bahu,ukuran 20-75 x 8-20 mm,
caecurn tidak bereabang, telur besarnya 135 nukron, mempunyai operkulum dan sukar dibedakan
dari telur F hepatica, cacing ini berhabitat di dinding duodenum dan jejunum. Telur dikeluarkan
bersama tinja dan di dalam air selama 3-7 minggu menjadi matang dan menetas, lalu keluar
mirasidium dan masuk ke dalam keong air sebagai HP I, lalu menjadi M  S  Rl R2 C.
Cercaria akan menempel pada tumbuhan air lalu berubah menjadi MC. Manusia terinfeksi karma
memakan tumbuhan air yang mengandung MC yang tidak dimasak dengan sempurna atau
mentah. Ekskistasi terjadi dalam rongga usus halus.
Patologi dan Klinik
Karena cacing melekat pada dinding usus halus, maka akan menyebabkan ulkus yang
menimbulkan diare eosinofilia, cachexim, dan infeksi berat dapat menimbulkan kematian.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan gejala klinik yang khas dan menemukan telur di
dalam tinja yang agak sukar dibedakan dari telur F hepatica.

Pengobatan
Tetrachior ethylene dan hexvIresorsional.
Pencegahan
Di daerah endemik diutamakan pengawasan terhadap peternakan babi, dan tidak
memakan tumbuhan air yang mentah atau dimasak dengan tidak sempurna.
Heterophyes heterophyes
(Siebold, 1855), Stiles and Hassal, 1900)

Penyebaran
Parasit in] tersebar di Mesir, Palestine, dan Timur Jauh.

Hospes
Hospes definitifnya adalah manusia, anjing, kucing, dan babi.
Habitat
Habitat di usus halus, umur cacing dewasa 2 bulan.
Morfologi
Cacing dewasa panjangnya 2 mm, lebarnya 0,3-0,4 mm. Bagian anterior sempit dan
bagian posterior membulat, mempunyai genital sucker di lateral acetabulum. Telur berbentuk
oval berwarna kuning terang dan mempunyai operkulum, ukuran 30 x M mikron.
Siklus Hidup
Hospes perantara I, Pirenella conica
Dalam HP I, terjadi M  S  R1  R2  C
HP II, Mugil cephalus dimana Cercaria
berubah menjadi Metacerkaria (MC).
Manusia terinfeksi bila memakan ikan sebagai HP II yang mengandung MC yang tidak
dimasak dengan sempurna atau mentah.
Patologi dan Gejala Klinik
Penyakit yang ditimbulkannya disebut Heterophyiasis. Karena cacing berhabitat di
mukosa usus halus, maka gejala klinik dapat berupa kolik, diare, dan telur dapat masuk aliran
limf dan vena-vena kecil, dan dibawa aliran darah ke jantung dan ke alat-alat lain hingga dapat
menimbulkan kerusakan di tempat tersebut, seperti kerusakan katup jantung dan perdarahan
otak, hingga memberi gejala sesuai dengan organ yang dihinggapinya.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing dalam tinja penderita.
Pengobatan
Pengobatan dapat diberikan antara lain tetrachlor ethylen, piperazin, piraziquantel.

Watsonius watsoni (Coningham, 1904)


Stiles and Godberger, 191

Penyebaran
Cacing ini tersebar di Asia Timur, Afrika, dan Malaysia.
Hospes
Selain manusia hospes dari Cacing ini adalah kera dan babon.
Morfologi dan Siklus Hidup
Cacing ini berwarna merah kekuning-kuningan, panjang 8-10 mm, lobar 4-5 min dan
tebalnya kira-kira 2-4 mm, di dekat posterior sucker badan bagian ventral konkaf, telur berwarna
hijau kecokelatan, dengan ukuran 150 x 60 mikron, bentuk oval dan anterior keeil.
Siklus Hidup dan Gejala Klinik
Telur yang keluar bersama tinja penderita menjadi matang di air setelah 16-17 hari, lain
keluar Mirasidium dan masuk ke keong air sebagai HP I, lalu: M  S  R1  R2  C, HP II
adalah tumbuhan air. Lalu menjadi Metacercaria. Manusia terinfeksi setelah makan tumbuhan air
mentah atau dimasak tidak sempurna yang mengandung metacerearia (sebagian peneliti
menyatakan Siklus hidup yang sebenarnya belum jelas).
Gejala Klinik
Diare
Diagnosis
Menemukan telur dalam tinja.
Pengobatan dan Pencegahan
Sama dengan Trematoda yang lainnya.
Metagonimus vocogaway (Katsudara, 1912)
Penyebaran
Timur Jauh, Siberia, Balkan, dan Mesir.
Habitat
Parasit ini berhabitat di usus halus manusia.

Morfologi
Ukuran panjang cacing ini 2 mm, dan lebar 0,5 mm. Acetabulum terletak sebelah lateral
dari garis tengah badannya, sedangkan genital porenya terletak di bagian anterior acetabulum.
Telurnya tak dapat d I bedakan dari telur H. heterophyes.
Siklus Hidup
Hospes definitif dari cacing ini adalah manusia, babi, anjing, kucing, dan pelican. HP I
adalah keong melania, dimana terjadi siklus M  S  R2  C. HP II adalah ikan air tawar,
Plegtoglossus altivelis dimana cercaria berubah menjadi Metacercaria.
Cara infeksi adalah termakan ikan mentah yang mengandung metacercaria.
Patologi dan Gejala Klinik
Penyakit yang ditimbulkannya pada manusia disebut Metagonimiasis, dengan gejala diare
ringan.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja, untuk menegakkan
diagnosis species hanya dengan menemukan cacing dewasa.
Propilak
Pengobatan dan propilak pada infeksi parasit ini sama dengan H. heterophyes.

Gastrodiscoides hominis
(Lewis and Mc Connel, 1876), Leiper 1913

Penyebaran
Parasit ini tersebar di India, Cochin, Malaysia dan di Guyana, Inggris yang berasal dari
imigran Indian.
Habitat
Cacing dewasa berhabitat di usus besar manusia, babi adalah hospes reservoar-nya.
Morfologi
Cacing ini berbentuk piriform, panjang 5-10 mm dan lebar 4-6 mm. Cacing berwarna
kemerah-merahan, bagian anterior tubuhnya seperti kerucut dan bagian posterior bulat. Bagian
posterior ini berupa cakram yang besar dengan batil isap perut besar yang mempunyai piringan
tebal dan melebar keluar, caecum pendek melebar hanya sampai pertengahan badan. Testis
berlobus dengan susunan tiap-tiap testis terletak sebelah anterior atau posterior yang lainnya.
Telurnya berbentuk oval dan mempunyai operkulum dengan ukuran 130 x 60 mikron
pada bagian yang paling lebar. Waktu keluar, telur dari cacing dewasa belum mater.
Siklus Hidup
Belum diketahui.
Patologi dan Gejala Klinik
Diare.
Diagnosis
Menemukan telur dalam tinja penderita.
Pengobatan
Carbontetrachlorida, tetrachorethylen, hexylersorsinol.
Propilaks
Belum diketahui dengan pasti.
Keluarga ECHINOSTOMATIDAE
Kira-kira 11 spesies cacing dari genus Echinostoma yang ditemukan pada manusia. Di
antaranya telah ditemukan di Indonesia sebanyak 5 spesies, yaitu Echinostoma iliocanumu, E.
malayanum, E. findoensis, E. revolutum, dan E. recurvatum.
Brug dan Tesch tahun 1937 menemukan E. lidoense pada manusia di Palu, Sulawesi
Tengah, dan Bone, Bras dan Lie Kian Joe tahun t948 menemukan E. ilicanum pada penderita
sakit jiwa di Pulau Jawa.

Hospes dan Nama Penyakit


Manusia, tikus, anjing, burung, dan ikan merupakan hospes dari keluarga
Echinostomatidae ini. Adapun penyakit yang ditimbulkan oleh infeksinya pada manusia, disebut
Echinostomiasis.
Penyebaran
Cacing ini ditemukan selain di Indonesia, juga di Filipina, Cina, dan India.
Morfologi dan Siklus Hidup
Morfologi khusus dari keluarga Echinostomatidae adalah adanya duri-duri yang
melingkar pada bagian belakang dan samping oral sucker, yang terdiri dari dua baris duri dengan
jumlah berkisar antara 37 sampai 51 buah dengan aturan seperti tapal kuda. Cacing ini berbentuk
lonjong dengan ukuran panjang 2,5 sampai 15 mm dan lebar 0,4-3,5 mm.
Testis berbentuk bulat berlekuk-lekuk terletak di bagian posterior tubuh. Vitellaria
terdapat 2/3 bagian badan dari arch posterior. Wama Cacing agak merah keabu-abuan. Telur
mempunyai operkulum yang besarnya antara 103-1037 x 59-75 mikron.
Cacing dewasa berhabitat di usus halus. Telur yang dikeluarkan setelah 3 minggu akan
mengandung mirasidium lalu menetas dan mirasidium akan mencari keong air kecil seperti
Anisus, Gyraulus, dan Lymnaea, lalu M  S  R1  R2  C. Lalu Cercaria akan mencari
keong air besar dari genus Vivipar/Bellmya, Pila atau Corbicula sebagai HP II.
Untuk mengidentifikasi spesies dari keluarga Echinostomatidae ini dibedakan dengan
ukuran besamya,jumiah duri-duri di lehemya, bentuk testis, ukuran telur, dan hospes
perantaranya.

Patologi dan Gejala Klinik


Umumnya Echinostoma ini tidak menimbulkan kerusakan yang berat. Kerusakan ringan
pada mukosa usus tidak menimbulkan gejala. Infeksi berat dapat menyebabkan radang kataral
pada mukosa usus atau ulserasi. Keadaan ini pada anak-anak dapat menyebabkan diare, sakit
perut, anemia, dan sembab.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja.
Pengobatan
Dapat diberikan pengobatan dengan tetrachlorethylen dan pengobatan barn yang lebih
aman adalah pirazikuantel.
Prognosis
Dapat sembuh setelah diberi pengobatan yang tepat.
Pencegahan
Memasak keong sawah dengan sempurna, hingga Metacercaria yang terdapat dalam
tubuh keong tidak menjadi sumber infeksi.
Paragoniues Westermani

Penyebaran
RRC, Korea, Filipina, Jepang, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Di Indonesia
autochton ditemukan pada hewan. Pada manusia ditemukan sebagai kasus impor.

Hospes dan Habitat


Manusia dan hewan yang memakan ketam, seperti kucing, anjing, dan macan, habitatnya
di paru-paru.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Cacing dewasa panjangnya 1,2 cm hidup dalam kista di paru-paru, dapat juga di alai-alai
lain. Dalam satu kista biasanya terdapat dua ekor. Cacing dewasa bentuknya seperti biji kopi,
telur besarnya 95 mikron mempunyai operkulum. Telur dikeluarkan bersama sputum. Dalam
waktu tiga minggu berbentuk mirasidium. Mirasidium mencari keong air sebagai HP I dan
terjadi M  S Rl  R2  C, cercaria akan keluar dari HP I lalu mencari HP II, yaitu ketam
(crab) dan udang bate (crayfish). Di dalam HP II terbentuk MC. Cara infeksi memakan HP II
yang mengandung MC yang tidak dimasak dengan sempurna.
Siklus Hidup Paragonimus westermani

Ekskistasi terjadi di dalam rongga duodenum  menembus dinding uses  rongga perut
 diafragma  rongga pleura  paru-paru. Tidak jarang tersesat ke alat lain.

Patologi dan Klinik


Terdapat kista dalam alat yang dihinggapt. Gejala paru-paru mulai dengan batuk kering
disusul dengan batuk berdarah (endemik hemoptysis) dengan dahak seperti karat. Dapat juga
timbul gejala abses pada alat lain, seperti otak, hati, dinding usus, otot, dan firnpa.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur di dalam Sputum dan tinja.
Pengobatan
Klorokuin 0,75 g/hari sampai 40 g, bhitional.
Pencegahan
Menghindari memakan ketam dart udang batu yang mentah atau yang dimasak tidak
sempurna.
Schistosoma

Pada manusia terdapat lima spesies, tetapi yang penting hanya tiga. Lima spesies tersebut
adalah:

1. Schistosoma japonicum
2. Schistosoma mansoni
3. Schistosoma haematobium
4. Schistosoma mekongi
5. Schistosoma intercalatum

Banyak spesies lain yang hidup pada hewan yang kadang-kadang juga terdapat pada
manusia. Schistosoma atau Bilharzia ialah trematoda yang hidup di dalam vena. Cacing genus ini
mempunyai jenis kelamin terpisah. Telur yang besarnya 120 x 60 mikron tidak mempunyai
operkulum, diletakkan dalam kapiler darah yang vena-vena kecil dekat permukaan selaput lendir,
misalnya usus dan kandung kemih. Telur yang terdapat dalam tinja atau urine menetas dalam air.
Mirasisium masuk ke dalam hospes perantara yaitu keong air dan terjadi perkembangan: M  S1
 S2 C. Cara infeksi cercaria menembus kulit  masuk kapiler darah aliran darah  jantung
kanan  paru-paru  jantung kiri  sistem peredaran darah  cabang-cabang vena porta 
menjadi dewasa dalam hati  kembali ke vena porta dan cabangcabangnya:
S. japonicum di : V. mesenterika superior
S. mansoni di : V. mesenterika inferior
S. haematobium di : V. mesenterika inferior
V. haemorrhoidalis
V. pudendalis
Plexus vesicalis.
Patologi dan Klinik
Perubahan-perubahan pada schistosomiasis dapat dibagi dalam 3 stadium:
1. Masa tunas biologik
Cercaria menembus kulit sampai menjadi dewasa. Pada kulit terjadi sedikit perubahan, di pare-
pare terjadi infiltrasi sel eosinofil, dan dalam hati terjadi peradangan akut.
2. Stadium akut
Cacing dewasa bertelur dalam mukosa usus atau kantung kemih. Telur menyebabkan pseudo
abses  pseudo tuberkel yang lambat lawn dibentuk pula pada alai-alai lain.
3. Stadium menahun
Penyembuhan jaringan dengan fibrosis. Hati mina-mina membesar karena peradangan, kemudian
mengalami cirmasis periportal ascites. Terjadi pula splenomegali.
Jadi perubahan yang disebabkan oleh schistosomiasis dapat disebabkan oleh telur, cacing
dewasa, dan cercaria. Penyakit schistosomiasis atau bilharziasis masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di berbagai negeri.
Pemberantasan
Kemajuan dalam bidang pertanian menyebabkan penyebaran hospes perantara dan
penyakitnya hingga pemberantasannya menjadi sulit sekali.
Schhtosoma japonicitm
Schistosoma japonicum
Penyebaran
RRC, Jepang, Filipina, Thailand. Di Indonesia hanya ditemukan di daerah Danau Lindu dan
Lembah Napu Sulawesi Tengah.

Hospes
Manusia dan berbagai hewan seperti anjing, kucing, tikus sawah, babi, rasa, dan lain-lain.
Pada manusia menyebabkan Oriental schistosomiasis atau schistosomiasis japonica atau penyakit
Katayama atau Demam Keong.
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,5 cm yang betina 1,9 cm. Hidup di dalam
vena usus halos. Telur ditemukan di dinding dinding usus halus dan alai lain seperti hati, paru,
dan otak. Telur mempunyai knob di samping. Oncomelania yang hidup di saluran air merupakan
hospes perantaranya.
Patologi dan Klinik
Kelainan tergantung kepada beratnya infeksi.
tadium I : gatal-gatal (ulticaria). Gejala intoksikasi disertai de-main, hepatomegali, dan eosinofilia tinggi.
tadium II : sindroma disentri disertai demam.
tadium III : sirrhosis hepatis, emasiasi, splenomegali, mungkin terdapat gejala saraf dan paru-paru.
Diagnosis
Dnegakkan dengan menemukan telur dalam tinja atau dalam ja-. ringan biopsi dan reaksi
immunologi.
Pemberantasan
Memberantas keong air yang berperan sebagai HP I yaitu Oncomelania hupensis
lindoensis.
Schistosoma haematobium dan Schitosoma mansoni tidak terdapat di Indonesia.

Telur berukuran kurang lebih 70 Vm hingga 100 µrn x 50 Vm hingga 75 pm dan di ujungnya
yang bulat terdapat projeksi yang tumpul. Apabila telur ini keluar melalui tinja, ia mengandung
embrio yang sudah cukup membesar danjuga mirasidium yang bersilia. Apabila telur-telur ini
diendapkan ke dalam air, ia menetas dengan pantasya. Mirisidium yang barn keluar dari telur itu
berenang kesana-kemari. Apabila ia bersentuhan dengan perumah perantara yang sesuai,
iamenyisipkan badannya dan masuk ke dalam jaringan siput. Siput kecil yang mempunyai insang
atau operkulum yang tergolong dalam genus Oncomelania merupakan perumah perantara cacing
ini. Larva Schistosoma sangat memerlukan perumah tertentu yaitu perumah perantara siput.
Mirasidium akan coati jika ia tidak mendapatkan perumah yang sesuai dalam beberapa jam.
Apabila sudah berada dalam perumah yang rentan, mirasidium pun membesar menjadi
sporosista. sporosista induk kemudian menghasilkan generasi anak sporosista kedua dalam masa
lebih kurang 8 hari. Perkembangan selanjutnya berlaku dan setiap anak sporosista mengeluarkan
jumlah serkaria yang banyak. Satu sporosista menghasilkan jumlah serkaria yang banyak. Semua
serkaria yang berasal dari satu mirasidium mempunyai seks yang sama. Serkaria S. japonicum
hanya akan keluar 7 minggu selepas infeksi. Cahaya merupakan perangsang yang utama untuk
serkaria keluar dari siput itu.
Serkaria ini berukuran lebih kurang 300 pin hingga 400 x 50 pm hingga 70 pm dan ekornya pula
bercabang. la berenang ke sana ke mari dalam air. Apabila serkaria ini bersentuhan dengan kulit
manusia atau mamalia lain yang rentan, ia akan menembusi ke lapisan luar kulit manusia sambil
menggoyangkan ekornya. Pada kebiasaannya, ia masuk melalui celah-celah bulu roma. Serkaria
ini masuk ke dalam kulit dengan menggunakan duri yang terdapat pada ujung anterior dan
melalui pengeluaran enzim sitolaktik daripada kelenjar sefalus. Proses infeksi ini memakan
waktu lebih kurang 3 hingga 5 menit.

Bila telah sampai pada kulit dalam, tingkatan ini melalui saluran limfa atau venul, terus
ke jantung dan kemudian ke paru-paru dalam masa seminggu selepas infeksi pada kulit luar.
Gambar CAGING SISTOSOMA ASIA
— Schistosoma japonicum
A. Cacing dewasa jantan dan betina; B. Telur

Schistosoma haematobium

Penyakit
Schistosoma haematobium dapat menyebabkan penyakit Schistosomiasis vesicalis atau
haematuri Schistosoma atau Bilharziasis UrinariUS.

Epidemiologi
Penyebaran Schistosoma pada manusia tergantung dari variasi keong air. S. haematobium
sangat endemis di seluruh Sungai Nil dan boleh dikatakan telah menyebar di seluruh Afrika,
Pulau-pulau Malagasi dan Mauritius, sarang-sarang endemi ditemukan di Israel, Yordania, Syria,

lrak, Arab, Yaman, dan daerah kecil pantai barat India. Di daerah-daerah Mesir dan bagian lain
di Afrika, 75 sampai 95 persen penduduknya telah terkena infeksi. Kera mendapat infeksi alami,
akan tetapi tidak penting untuk penyebaran infeksi.
Keong air yang merupakan hospes dari S. haematobium hidup di air tawar dan termasuk genus
Bulimus, Physopsis, dan Biamphalaria.
Patologi dan Simtomatologi
S haematobium terutama hidup di vena panggul kecil, telur terutama diletakkan di plexus
vesicalis, menyebabkan lesi di kandung kencing, alai genital, dan kadang-kadang di usus.
Telur S. haematobium yang mempunyai duri di samping terletak di dalam submukosa
dinding kandung kencing. Sedangkan beberapa telur menghambat pembuluh darah. Peradangan
yang terjadi menyebabkan perubahan progresif di kandung kencing dan jaringan sekitamya. Peru
bahan-perubahan semula merupakan hiperemi difusa dan penonjolan-penonjolan mukosa seperti
vesikel atau papel yang keeil sekali. Lipatan-lipatan seperti papiloma dan polypoid terbentuk
selama perkembangan penyakit. Kemudian daerah yang meradang terdiri atas jaringan yang
terlepas, penimbunan kalsium dan telur-telur menyebabkan mukosa seperti daerah pasir atau
berbutir-butir terutama di trigonom kandung kencing.
Kristal asam urat dan oksalat, penimbunan fosfat, telur, bekuan darah, mukus, pus, dan
papiloma yang terlepas mungkin ditemukan di dalam urine. Uretra mungkin tertutup, ureter
tersumbat dan kadangkadang pelvis ginjal terkena. Iritasi mekanik dan toksik dari telur-telur dan
penimbunan bahan kimia merupakan predisposisi terhadap proses ganas.
Di Mesir Schistosomiasis kandung kencing dianggap sebagai penyebab yang tersering
dari proses ganas di kandung kencing penderita Schistosomiasis vesicalis adalah jauh lebih
banyak daripada orangorang yang tidak terserang penyakit ini.
Kanker ini terjadi pada usia lebih muda, daripada kanker lainnya, kebanyakan dari di
bawah umur 40 tahun. Hubungan Schistosomiasis intestinalis dengan proses ganas tidak begitu
jelas seperti pada Schistosomiasis vesicalis.

Pada orang laki-laki yang paling sering terkena vesicula seminal isnya, kadang-kadang tanpa
terlihatnya kandung kencing, prostat lebih jarang terkena. Perubahan terdiri atas kongesti
proliferasi jaringan dan akhirnya fibrosis adhesif. Alat-alai genital externa laki-laki mungkin
serupa elefantiasis dengan pertumbuhan papiloma karena obstruksi saluran getah bening
serosum. Infeksi bakteri sekunder dapat menyebabkan ulkus abses perivesica dan periuretra dan
fistula kandung kencing, rectum, scrotum, dan penis.
Alat genital penderita wanita terkena pada 80-90% dari infeksi kandung kencing, vulva
mungkin mempunyai pertumbuhan papiloma noduler yang mungkin menjadi ulkus dinding
cervix dan vagina mungkin menebal, dapat terjadi fistula vesivaginal, ovarium dan tuba mungkin
melipat satu dengan yang lainnya.
Pada infeksi ringan, gejala mungkin timbul sesudah bertahun-tahun tetapi pada infeksi
berat gejala mungkin nyata sate bulan setelah infeksi. Telur mina-mina terlihat dalam urine 10
sampai 12 minggu sesudah infeksi. Gejala yang paling khas ialah hematuaria biasanya dengan
darah di dalamnya. Bilamana permulaan mukosa mulai meradang kencing mulai sering, sakit dan
lendir Berta nanah ditemukan di dalam urine. Tiap hari suhu badan meninggi, berkeringat, malas,
badan lemah, dan nyeri pada daerah supra pubis.
Jumlah Bel leukosit bertambah dan biasanya terdapat eosinofil. Terdapat cystitis dengan
infeksi sekunder yang naik ke ureter, ginjal, dan hydronefrosis. Biasanya dibentuk fistel-fistel
urine pada scrotum, perineum, dan daerah sekitarnya. Beberapa penderita memperlihatkan gejala
usus dan rectum. Kejadian kelainan Kati sama seringnya tetapi tidak begitu berat seperti pada
infeksi dengan S. japonicum dan S. mansoni.
Kelainan paru-paru terjadi pada permulaan karena migrasi Schistosoma yang belum
dewasa, kemudian karena emboli telur yang mengakibatkan pneumonitis parenkim yang ringan
sekitar bronkus dan alveolus, tetapi kadang-kadang menyebabkan lesi nekrotik yang lebih berat,
penyumbatan arteri dengan hiperplasia endotel, trombus Malin, penebalan intima yang fibrotik,
dan difus. Endarteritis dan periarteritis ialah akibat alergi terhadap zat-zat yang dikeluarkan
mirasidium di dalam telur. Keadaan yang disebut Corpulmonale terjadi karena hipertesi
pulmonale, menuju ke hipertrofi ventrikel kanan, dan akhirnya payah jantung kanan.
Apabila telur dalam jumlah besar diletakkan di dalam berbagai alai dan jaringan maka
timbullah gejala. Prognosis Schistosomiasis vesicalis adalah balk, kecuali pada stadium lanjut
dengan ulkus-ulkus karena S. haematobium relatif peka terhadap pengobatan kimiawi.
Penderita dengan infeksi menahun yang berat dan infeksi septik sebagai tambahan
terutama pada orang tea dan debil, prognosisnya buruk. Kemudian disebabkan kelemahan,
pneumonia atau infeksi tambahan.
Schistosoma mansoni
Penyakitnya
Penyakitnya disebut Bilharziasis intestinalis, disentri Schistosoma, Schistosoma mansoni.
Epidemiologi
S. mansoni tersebar di Afrika tetapi tidak seluas S. haematobium, banyak terdapat di delta
Sungai Nil sebelah utara Kairo dan Afrika Timer; mulai dari daerah Nil atas sampai ke Rhodenia
Selatan, dengan beberapa fokus di Natal dan pantai timer Malagasi. Beberapa fokus tersebar di
Arab dan Yaman. Parasit ini mungkin terbawa ke belahan dunia Barat dengan perantaraan
perdagangan budak, menetap di Brazilia, Venezuela, Suriname, Puerto Rico, Viegues, Antigua,
Republik Dominica, Guadeloune, Martinique, Monserat, Nevis, dan St. Lucia. Tidak ditemukan
di Barbodas Cuba, Haiti Jamaica, Frenidad atau Kepulauan Virgin.
Keong air yang merupakan hospes perantara adalah Biomphalaria (Australorbis) dan
Tropicarbis di Amerika Selatan dan Hindia Barat. Hewan mengerat, kera di alam mengandung
cacing ini.
Schistosoma mansoni dan schistosoma japonicum

Patologi dan Simtomatologi


Masa tunas mulai dengan waktu Cercaria menembus kulit, yang dapat menimbulkan
pruritus dan kemerahan yang bersifat sementara. Selama invasi di hati dan alai-alai lain oleh
cacing yang belum dewasa, timbullah perdarahan berupa petechia, sarang infiltrasi eosinofil dan
leukosit. Reaksi toksik dan alergi dapat menyebabkan urtikaria, edema subkutan dan serangan
asma, hati menjadi besar, nyeri, dan terdapat pula rasa perut tidak enak, demam, berkeringat,
menggigil, kadangkadang diare.
Cacing muda kemudian berimigrasi menentang aliran darah. S. japonicum ke vena
mesenterica superior dan cabang-cabangnya dan telur menyerbu dinding usus. Dengan
dimulainya perletakan telur, stadium akut mulai. Pada lingkaran hidup yang normal telur mencari
jalan melwati dinding usus dan masuk ke dalam tinja, bilamana terdapat banyak telur disertai
darah dan sel jaringan nekrosis. Banyak telur terbawa kembali ke dalam aliran darah ke hati.
Autopsi pada 10 yang terkena infeksi dengan S. mansoni memperlihatkan telur di dalam
alai-alai berikut. Hati 20%, kandung empedu 4%, paru-paru 24%, pankreas 5%, lambung 11%,
usus halus 16%, caecum 23%, apendiks 38%, rektum 44%, kelenjar supra renal 2%, kelenjar
getah bening mesentrium 2%, limpa 2%, kandung kencing 14%, vagina 19%, cervix 6%, uterus
21 %, ginjal 2%, ureter 6%, prostat 7% dan testis 6%.
Stadium dengan gejala akut menunjukkan permulaan penyerbuan dengan ke usus, hati,
dan paru-paru. Stadium ini ditandai dengan demam, malaise, urticaria, eosinofil, sakit perut,
diare, berat badan turun, hati agak membesar, dan kadang-kadang limfa membesar. Pada
penyakit menahun, yang mulai 1,5 tahun pada infeksi berat dan sesudah 4-5 tahun pada infeksi
ringan terdapat berat badan menurun, anemia, gejalagejala yang berhubungan dengan alai
pencernaan dan wring terdapat splenomegali, serosis hati, dan ascites.
Telur S. mansoni dan S. japonicum diletakkan di kelenjar limfe mesentrium dan dinding
usus. Lesi yang terberat disebabkan oleh S. japonicum, yang menghasilkan 10 x lebih banyak
telur daripada S. mansoni. Telur yang menyerbu menyebabkan infeksi sel yang hebat di dalam
dinding usus dengan proliferasi jaringan ikat yang halus, pembentukan papiloma dan trombus
pembuluh darah kecil. Perubahan ini adalah kongesti, mukosa menjadi bergranula atau
mengadakan hipertrofi, papil yang kekuning-kuningan (menentukan diagnosis) bentukan ulkus
pada penyakit yang lebih lanjut, polip dan Striktura. Seluruh dinding usus terinasuk permukaan
peritonium dapat terlihat dalam proses ini dan terjadi perlekatan-perlekatan dengan mesenterium
dan omentum.
Penyempitan yang terjadi karena jaringan ikat dinding yang menebal tidak teratur
mungkin menyebabkan terlepasnya papiloma, polip, dan infeksi bakteri sekunder mengakibatkan
keluarnya darah, nanah, dan telur ke dalam lumen usus. Pada kasus lanjut, melemahnya
Sphincter ini menyebabkan prolaps jaringan papiloma yang bertangkai fistula dapat terjadi
meluas sampai ke fossa ischiorechtal, perineum, gluteus atau kandung kencing.
Telur ditemukan dalam apendiks dalam jumlah 75% daripada infeksi usus, kadang-
kadang disertai dengan infeksi bakteri sekunder tetapi telur ini jarang menimbulkan Sindroma
appendicitis.
Telur yang menjadi emboli terutama menyebabkan proliferasi progresif dan fibrolastik,
fibrosis periductus, dan Cirrhosis intestinalis. Zat toksin dari cacing dewasa, pigmentasi dan
hiporteinemia karena salah gizi mungkin juga memegang peranan dalam pembentukan lesi
hepar.
Fibrosis hati yang menuju ke Cirrhosis adalah biasa pada infeksi dengan S. mansoni dan
S. japonicum, tetapi jarang pada penyakit yang disebabkan S. haematobium sukar untuk
mengadakan korelasi antara Cirrhosis dan perubahan inti lainnya dengah infeksi Schistosoma
karena perubahan-perubahan difus firosis, selain daripada reaksi di sekeliling telur adalah sama
seperti disebabkan salah gizi.
Pada kasus lanjut mungkin terjadi ascitas dan penyulitnya. Keadaan sistem vena porta
ditemukan dengan pembuatan foto Rontgen dan venografi. Kira-kira setahun sesudah permulaan
infeksi, limfa menunjukkan kongesti, hiperplaksis daerah medulla dan agak membesar.
Kemudian terdapat hipertrofi pembentukan perisplenitis adhesiva di tempat-tempat
tertentu dan vena limpa berkelok-kelok. Splenomegali terutama disebabkan obstruksi pada
sistem porta, kadang-kadang oleh penyerbukan telur dan reaksi retikuloenditel terhadap zat-zat
toksik dari cacing. Splenomegali lebih jarang terjadi pada S. haematobium daripada kedua
species lainnya. Splenektomi mungkin dapat dianjurkan apabila terdapat varises pada esofagus,
cirrhosis progresif dari hati dengan hipertensi portal, ascites dan leukopenif.
Infeksi otak yang jarang sekali terjadi terutama disebabkan S. japonicum, ditimbulkan
oleh telur yang menjadi emboli yang bereaksi secara mekanis sebagai zat protein acing da.n
sebagai bahan toksik dan menimbulkan reaksi yang hebat dengan edema, infiltrasi sel pada vena
dan degenexasi jaringan sekitamya.
Sakit di daerah perut, hepatitis anoreksi, demam, myalgia, disentri, berat badan turun,
adalah gejala-gejala khas untuk Schistosomiasis intestinalis. Stadium akut berlangsung 3 sampai
4 bulan dan lebih hebat pada infeksi S. japonicum aponicum karena jumlah telur yang dihasilkan
species ini lebih besar.
Stadium menahun pada penyakit ini terjadi dalam waktu 18 bulan pada infeksi berat dan
mungkin bare terjadi sesudah 25 tahun pada infeksi S. mansoni ringan.
Hati membesar pada stadium Ant dari penyakit ini, akan tetapi kalau infeksi menahun
hati mengecil dan meskipun biasanya agak besar, mungkin juga menjadi lebih keeil dari normal.
Set hati mengalami atrofi dan terdapat cirrhosis periportal. Meskipun cirrhosis hepatitis mungkin
berat, terutama pada infeksi dengan S. japonicum jarang sekali terjadi gangguan aliran empedu.
Ascites yang hebat mungkin terjadi dan vena-vena yang melebar di abdomen, thorax, dan
esofagus sering terlihat. Test thymol juga positif, terutama b 1 la penyakit sudah lanjut dan brom
sulfalein tertahan. SGOT dan SGPT mungkin normal atau meninggi dan terapi dengan
antimonium dapat menyebabkan kedua-duanya baik. Kalau penderita diberikan diet yang lebih
dari normal, maka fungsi ginjal kembali menjadi normal. Pasien mungkin menderita colitis
ringan sampai berat, dengan pembentukan polip hal ini tergantung dari hebatnya dan lamanya
infeksi yang menahun itu. Sakit kepala, malaise, demam ringan yang tidak teratur, biasanya ada
diare, dan sakit perut. Tidak ada nafsu makan dan berat badan si penderita menurun. Kalau
penyakit ini semakin lanjut, maka set darah merah semakin sedikit sampai di bawah 3 juta
dengan pengurangan hemoglobin yang sesuai, menyebabkan anemi hipochrom.
Pada permulaan penyakit terdapat leukositosis di atas 10.000 pada 75% penderita dan
leukopeni bilamana penyakit sudah lebih lanjut. Eosinofil, yang biasanya terdapat pada infeksi
dini, sering tidak ditemukan pada infeksi menahun. Serum darah memperlihatkan globulin naik
dan albumin turun. Laju endap darah meninggi.
Telur yang masuk ke dalam aliran sistemik dan disaring di dalam otak atau sumsum
tulang menimbulkan bermacam-macam kelainan saraf. Gejala yang ditemukan adalah sakit
kepala, disorientasi, koma, aflasia, amnesia, kekacauan, paraplegia, keadaan spastic, refleks yang
berubah, incontinentia, gangguan nervus cranilis, dan epilepsi Jackson. Telur yang terbawa ke
paru-paru menyebabkan arteriolotis dan fibrosis dan akhirnya menghasilkan payah ventrikel
kanan atau cor pulmonale.
Stadium menahun dapat berjalan bertahun-tahun dan penderita akan meninggal karena
pneurnom, infeksi lain atau ruptur varises di esofagus.
Diagnosis
Karena telur Schistosoma terdapat dalam jumlah kecil maka untuk menegakkan diagnosis
perlu pemeriksaan tinja atau urine 24 jam yang dikonsentrasi dan disedimentasi.
Pencegahan
Di dalam pencegahan Schistosomiasis termasuk:
1. mengurangi sumber infeksi,
2. melindungi air yang berisi keong terhadap kontaminasi dengan urine atau tinja yang terkena
infeksi,
3. mengawasi keong sebagai hospes,
4. melindungi orang terhadap air yang mengandung cercaria.
Secara teori sumber infeksi dafi S. mansoni dan S. haematobium dapat dikurangi dengan
menemukan dan mengobati obati penderita, akan tetapi kesulitan dalam hal diagnosis, tidak
sesuainya obat kimia untuk terapi secara besar-besaran dan reinfeksi yang terus-menerus
mengurangi faedah dengan cara ini, kecuali bila dilakukan bersama-sama dengan pemberantasan
vektor. Adanya hewan sebagai hospes reservoir menyebabkan pengobatan kimiawi kurang
berguna untuk pemberantasan SJaponicum. Selama belum ditemukan obat kimiawi yang murah,
tidak toksik, yang sebaiknya dapat per os dengan hasil baik, selama ini terapi secara besar-
besaran tidak dapat dicoba dengan mengharapkan hasil yang baik.
Melindungi air terhadap kontaminasi menyangkut pembuangan sampah dan
pengolahannya. Pembuangan tinja manusia secara higienik seharusnya dapat memberantas
penyakit akan tetapi dalam praktik hal ini terbentur pada kebiasaan-kebiasaan ekonomi, suku,
agama, kebiasaan primitif yaitu buang air besar dan kecil di mana-mana di dalam atau
berdekatan dengan air yang mengandung keong. Kebutuhan ekonomi akan tinja manusia sebagai
pupuk di negara-negara Timur adalah suatu faktor yang menyulitkan meskipun mengolah tinja
sebelum dipakai dapat membunuh telur. Masyarakat harus dididik dalam menggunakan kakus.
Menghindari kontak dengan air yang terkena kontaminasi. Tempat yang aman untuk mandi dan
mencuci air harus disediakan.
Memusnahkan keong dapat dicoba dengan membuang tumbuhtumbuhan, mengeringkan
tempat dengan drainase, mengurangi jumlahnya dengan menangkap dengan faring atau
perangkap dawn palm, menggunakan musuh alami dan bahan molluscasida. Pemberantasan
keong adalah dengan sulfat tembaga, natrium pentaklorfenat, dinitroo-siklo-heksifenol,
Bayluscide dan dimetil ditiokarbomat seng.
Cercaria terbunuh oleh klor, 1 -ppm, dalam waktu 10 sampai 20 merit. Migrasi keong
dari tempat-tempat yang belum diberikan obat ke tempat-tempat yang sudah diberikan obat
menyulitkan cara pemberantasan ini.
Menghindari kontak dengan air yang mengandung cercaria, memberikan perlindungan
yang absolut, akan tetapi larangan untuk mandi, berjalan-jalan atau bekerja di dalam air atau min
urn air yang terkena infeksi tidak dapat dipaksakan dan dengan adanya tindakan pertanian" atau
lain-lainnya menjadi tidak berguna. Petani untuk sebagian terlindung oleh pakaian, sepatu bot
atau bahan revellent, akan tetapi dari sudut keuangan, lancarnya pekerjaan dan pendidikan
rendah, tindakan tindakan seperti ini tidak praktis.

Dermatitis schistosoma
Cercaria Schistosoma dari bermacam-macam hospes burung dan mamalia,
menembus kulit manusia tetapi tidak dapat bergerak lebih lanjut dan dihancurkan di dalam kulit,
sehingga menyebabkan dermatitis. Sejumlah burung yang berpindah-pindah tempat, termasuk
beberapa spesies itik, mengandung cacing dewasa ini dan di mana dalam perjalanan mereka
ditemukan keong sebagai hospes yang sesuai, di sinilah ditemukan dermatitis pada manusia.
Gejala klinik mulai dikenal tersebar di dunia.
Distribusi Geografik
Penyebaran mungkin kosmopolit, sekurang-kurangnya 25 spesies cercaria dari hospes
keong air tawar dan sekurang-kurangnya 4 dari keong air laut, pernah dilaporkan dan mungkin
terdapat banyak spesies lainnya.
Pertama-tama penyakit ini diketahui di Michigan pada tahun 1928 dan telah dilaporkan di
Amerika Serikat, Canada, Eropa, Meksiko, Amerika Tengah, Jepang, Malaysia, Australia, India,
Afrika, Alaska, Amerika Selatan, Kuba, dan Selandia Baru. Cercaria air laut menyebabkan
dermatitis pada pencari remis dan perenang di laut, di pantai timur, dan barat Amerika Serikat
dan Hawai.
Cercaria yang keluar dari keong berenang di air dangkal atau terbawa ke dekat pantai
dengan gelombang air. Cercaria ini berenang bebas sampai 24 jam. Penyebaran dan kebiasaan
hospes keong menentukan adanya infestasi di suatu pantai yang dipakai untuk berenang.
Patologi dan Simtomatologi
Cercaria yang menembus kulit dihancurkan di dalam lapisan epitel kulit, meskipun
kadang-kadang dapat melarikan diri ke paru-paru. Cercaria ini menyebabkan reaksi radang akut
dengan edema, infiltrasi dini dengan sel neutrofi I, limfosit, dan kemudian dengan eosinofil.
Cercaria di dalam air mungkin menembus kulit akan tetapi biasanya hal ini terjadi apabila
lapisan air menguap pada kulit.
Perasaan seperti tertusuk-tusuk diikuti dengan pembentukan urtikaria secara cepat, yang
menghilang dalam waktu setengah jam meninggalkan bekas sebagai makula yang kecil-keell.
Beberapa jam sesudah gatal hebat terjadi edema dan makula berubah menjadi papula, kadang-
kadang terjadi pustua, reaksi mencapai puncak dalam 2 sampai 3 hari. Kemerahan yang berupa
papula dan kadang-kadang hemoragi sembuh dalam waktu seminggu atau lebih tetapi mungkin
menjadi lebih hebat karena garukan dan infeksi sekunder. Pada infeksi berat mungkin terdapat
reaksi umum dengan kelemahan. Reaksi terhadap infeksi ini berlainan pada tiap orang.
Reaksi ini pada dasarnya adalah suatu fenomena sanitasi. Lesi kulit setempat yang
disebabkan Schistosoma manusia adalah ringan, tetapi dengan adanya reinfeksi terus-menerus,
orang yang telah menjadi sensitif dapat memperlihatkan suatu dermatitis yang jelas. Dermatitis
yang disebabkan Schistosoma hewan berkisar antara ringan sampai berat, tergantung daripada
reaksi imunologi perseorangan. Infeksi berulangulang menjurus ke reaksi yang semakin hebat.
Diagnosis
Dalam anamnesis kontak dengan air dan kemerahan kulit. Tes serologi dan kulit mungkin
positif, sehingga menyebabkan diagnosis menjadi Schistosomiasis manusia, suatu diagnosis yang
salah.
Pengobatan
Lotion antigatal dan antihistamin dapat meringankan. Pengobatan antibakteri harus
dipakai untuk infeksi bakteri sekunder.
Pencegahan
Pemusnahan keong dari daerah sekitar pantai renang adalah cara yang paling praktis
untuk membasmi "Swimmer's itch". Keong dapat dihancurkan dengan menghilangkan tumbuh-
tumbuhan dan dengan moluskaida.
Campuran dua bagian sulfat tembaga dan satu bagian karbonat tembaga dalam tiga per
1000 kaki persegi berhasil baik. Natrium pentaklorfenat juga berguna. Menggosok badan dengan
kuat dengan handuk segera sesudah si perenang meninggalkan air dapat mencegah
menembusnya cercaria ke dalam kulit.

CESTODA
Cestoda ini terbagi ke dalam 2 ordo:
I. Ordo Pseudophyllidea
II. Ordo Cyclophyllidea
Manusia merupakan hospes dari Cestoda dalam bentuk:
Dewasa: - Diphyllobothrium Tatum
- Taenia saginata
- Taenia soleum
- Hymenolepis nano
- Hymenolepis diminuta
- Diphyllidium caninum
Larva: - Diphyllobothrium spp.
- Taenia soleum
- Echinococcus granulosus
- Echinococcus multilocularis
- Multiceps spp.
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Bentuk badan seperti pica dan terdiri dari:
a. Skolek, yaitu kepala yang merupakan alat untuk melekat. Pada Cyclophillidea skolek
dilengkapi dengan batil isap dan kepala yang bulat, sedang pada Pseudophyllidae skolek
mempunyai lekuk isap dan kepala berbentuk sendok.
b. Leher antara skolek dan badan, bagian ini lebih kecil dan merupakan tempat pertumbuhan
bagian badan.
c. Strobila yaitu bagian badan yang terdiri dari segmen-segmen yang disebut proglotid. Tiap
proglotid mempunyai susunan alai kelamin jantan dan betina lengkap, keadaan ini disebut
hermafrodit. Pada Cyclophyllidae, genital pore terdapat di pinggir (lateral) dari proglotid, sedang
pada Pseudophyllidoe, lubang uterusnya terdapat di sentral dari proglotid. Genital pore pada
Pseudophyllidae terletak pada medioventral dari proglotid, sedangkan Cyclophylidae tidak
mempunyai uterin pore.
Cacing ini tidak mempunyai rongga badan dan alai cema. Telur dilepaskan bersama
dengan proglotid atau tersendiri melalui lubang uterus. Embrio yang terdapat di dalam telur
disebut onkosfer berupa em-brio heksakan yang tumbuh menjadi infektif di dalam hospes
perantara. Cyclophyllidea umumnya mempunyai satu hospes perantara, sedang Pseudophyllidea,
mempunyai dua hospes perantara.

Cara Infeksi
Menelan larva infektif di dalam hospes perantara dan dapat juga dengan memakan telur.

Penyebaran
Amerika, Canada, Eropa, Afrika, Siberia, Malagasi. Belum ditemukan di Indonesia.

Hospes
Manusia, menyebabkan Diphyllobothriasis. Hospes reservoir adalah anjing, anjing hutan,
dan beruang. Hospes perantara I adalah Cyclops dan Dioptomus. Hospes perantara. II adalah
ikan.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Cacing ini tergolong Pseudophyllidae yang terdapat sebagai Cacing dewasa pada
manusia. Panjangnya sampai 10 m, terdiri dari 3000-4000 proglotid Genital pore dan uterin pore
terletak di central dari proglotid. Telur mempunyai operkulum yang berisi sel telur. Telur
dikeluarkan bersama tinja. Dalam air, sel telur menjadi onkosfer dan telur menetas lain keluar
korasidium yaitu embrio yang bersilia. Korasidium dimakan oleh HP I yaitu Cyclops atau
Dioptomus. Di dalam tubuh HP 1, korasidium berubah menjadi procercoid. Bila Cyclops atau
Dioptomus yang mengandung procercoid dimakan oleh ikan sebagai HP II, maka procercoid
akan tumbuh menjadi plerocercoid (sparganum) yang merupakan bentuk infektif.

Cara Infeksi
Bila manusia memakan ikan mentah atau yang tidak dimasak dengan baik yang
mengandung plerocercoid.

Patologi dan Klinik


Ekskistasi terjadi di usus halus lalu cacing menjadi dewasa dengan memakan sari
makanan dan Vitamin B12. Penyakitnya disebut Diphyllobothriasis dengan gejala
gastrointestinal berupa diare, hilang nafsu makan. Karena cacing mengambil Vitamin B12 akan
terjadi Anemia rnakrositer hyperchrom. Tidak semua orang yang terinfeksi akan menjadi sakit.

Diagnosa
Menemukan telur di dalam tinja, dapat juga dengan menemukan proglotid dalam, tinja.

Pengobatan
Yornesan, Bithionol.

Pencegahan
Menghindari makan ikan mentah atau yang kurang matang dan tidak mencemari air
dengan tinja manusia.
Diphyllobothrium latum (Gating pity ikan)
Siklus hidup cestoda
Hospes
Hospes cacing dewasa terdapat pada anjing, kucing, dan karnivora lain. Manusia dapat
dihinggapi stadium larvanya (sparganum).
HP 1 Cyclops dan Dioptomus
HP 11 amphibi dan reptil.

Klinik
Pada manusia sparganum tidak bisa menjadi dewasa tetapi mengembara terutama dalam
otot-otot dan fascia yang menimbulkan sparganosis.

Diagnosis
Menemukan sparganum dalam jaringan.

Pengobatan
mengeluarkan larva dengan operas i/eksterfas 1.
Pencegahan
Tidak memakan kodok atau reptil.

Taenia Saginata
Beef tapeworm)
Penyebaran
Kosmopolit, juga ditemukan di Indonesia.

Hospes dan Habitat


Hospes definitif manusia dan dapat menyebabkan Taeniasis saginata, habitat di usus
halus. Hospes perantara: sapi, unta, dan herbivore lain.

Taenia Soleum (pork tapeworm)

Penyebaran
Kosmopolit, juga ditemukan di Indonesia terutama di daerah yang penduduknya non-
muslirn.

Hospes dan Habitat


Hospes definitifnya adalah manusia, habitatnya di usus halus, penyakit yang
ditimbulkannya pada manusia disebut Taeniasis soleum.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Cacing dewasa panjangnya 2-4 meter kadang-kadang sampai 8 meter. Scolex bulat
mempunyai 4 batil isap yang berbentuk mangkok dan mempunyai satu rostellum yang dikelilingi
oleh 2 deretan kait-kait yang berselang-seling besar dan kecil yang jumlahnya 25-30 buah.
Proglotid matang berbentuk empat persegi dengan lubang kelamin terletak di bagian lateral
secara berselang-seling di bagian kiri dan kanan proglotid berikutnya. Uterus yang gravid
bercabang sebanyak 7-12 pasang. Leher pendek 5-10 m. Segmen yang gravid biasanya dilepas
secara berkelompok 5-6 segmen tetapi tidak aktif keluar dari anus. Proglotid yang gravid dapat
mengeluarkan telur 30.000-50.000 butir telur. Telur yang infektif dimakan oleh hospes perantara,
yaitu babi, babi hutan, beruang, dan juga manusia.
Larva di tubuh hospes perantara terdapat di otot, lidah, diafragma, otot perut, dan lain-
lain. Larva di dalam otot ini disebut cysticercus cellulose.
Manusia terinfeksi karena termakan daging babi yang mengandung cysticercus cellulose
yang tidak dimasak dengan sempurna dan akan menimbulkan Taeniasis. Bila tertelan telur atau
proglotid akan terjadi Cysticercosis.

Patologi dan Klinik


Taeniasis solium biasanya tanpa gejala, tapi kadang-kadang dapat menimbulkan perasaan
tidak enak di perut yang diikuti oleh diare dan sembelit. Dapat juga menyebabkan nafsu makan
berkurang, hingga badan menjadi lemah. Cysticercosis biasanya juga tanpa gejala, kecuali bila
mengenai alai-alai penting seperti otak dan jantung. Cysticercosis wring ditemukan sebagai
benjolan di bawah kulit dan gejalanya tergantung kondisi.

CESTODA (CAGING PITA)


Taenia solium (facing pica babi)
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Cacing dewasa panjangnya 33-10 m, yang terdiri dari 1000-2000 proglotid. Scolex
mempunyai 4 batil isap, tanpa kait-kait. Uterus gravid mempunyai cabang 15-30 pasang. Tiap
hari kira-kira 9 proglotid dilepas dan Alf keluar antis. Tiap proglotid dapat berisi 80.000 butir
telur. Telur mengandung onkosfer.
Telur infektif waktu dikeluarkan bersama tinja, oleh HP, biasanya sapi, ternakan dan di
dalam lambung telur akan menetas dan embrio akan sampai ke saluran limf atau darah dan
dibawa ke jaringan ikat. Di dalam otot akan menjadi Cysticercus bovis bersarang dalam otot
masseter, triceps, jantung, dan otot lain.

Cara Infeksi
Manusia akan terinfeksi bila makan daging sapi yang mengandung Cysticercus bovis
yang tidak dimasak dengan sempuma.

Patologi dan Klinik


Taeniasis saginata biasanya tidak menimbulkan gejala. Kadangkadang terdapat gejala
usus dan eosinofilia. Penderita biasanya datang ke dokter karena proglotid dapat bergerak aktif
keluar anus.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan proglotid yang keluar secara aktif melalui
anus. Diagnosa genus dengan menemukan telur dalam tinja, sebab telur T saginata tak dapat
dibedakan dari telur T soleum.

Pengobatan
Yomesan dan Atebrin. Pencegahan
Memakan daging sapi yang dimasak di atas suhu 57°C, atau didinginkan sampai –10°C selama 5
hari.

Diagnosis
Taeniasis solium ditegakkan dengan pemeriksaan proglotid. Cyticercosis ditegakkan
dengan:
a. menemukan cysticercus dalam benjolan kulit atau alai dalam,
b. reaksi immunologi.

Pengobatan
Atebrin, Yomesan.

Pencegahan
Tidak memakan daging babi yang mentah atau tidak dimasak dengan sempurna.
Hymenolepis nana
(Dwar tapeworm
Penyebaran
Kosmopolit, juga ditemukan di Indonesia.

Hospes dan Habitat


Manusia, tikus, dan mencit. Habitat cacing ini di bagian dua per tiga atas ilium dengan
scolex terbenam di dalam mukosa.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


H. nana merupakan cacing pica yang sangat pendek, ukurannya 25 cm dan mempunyai
200 proglotid. Scolex bulat kecil mempunyai rostellum pendek refraktil dengan satu baris kait
kecil dan 4 batil isap yang berbentuk seperti mangkok. Lehernya panjang dan kurus, semua
proglotid mempunyai lebar kira-kira 4 x panjangnya. Mempunyai lubang kelamin di sebelah kiri.
Proglotid gravid, uterus berbentuk kantong yang berisi 80-180 telur. Telur bujur atau bulat
mempunyai 2 membran yang meliputi embrio hexacant dengan 6 buah kait. Membran sebelah
dalam mempunyai penebalan pada kedua kutub dimana keluar 4 Filamen yang halus.
Gambar 13.2 Hymenolepis nana (kiri) dan Hymenolepis diminuta (kanan)

Pada manusia infeksi H. nana tidak memerlukan hospes perantara. Cara infeksi dengan
tertelannya telur. Telur menetas dan onkosfer masuk mukosa, usus halus, dan menjadi
cysticercoid. Cysticercoid bersarang dalam tunica propria dari villi usus halus. Setelah beberapa
Sari kembali ke rongga usus halus menjadi dewasa. Setelah 30 Sari

sesudah infeksi akan ditemukan telur di dalam tinja. Kadang-kadang telur tidak dikeluarkan
bersama tinja, tetapi menetas di dalam usus, onkosfer yang keluarmenembusvilli usus dan
lingkaran hidupnya akan berulang. Hal ini disebut autoinfeksi interne yang dapat menyebabkan
infeksi menjadi berat.

Patologi dan Klinik


infeksi ringan biasanya tanpa gejala, tapi infeksi berat yang disebabkan oleh autoinfeksi
interne dapat menyebabkan gejala gastro intestinal berupa enteritis yang bersifat catarrhal. Pada
anak-anak, infeksi berat dapat menimbulkan asteni sebagai akibat dari kurang nafsu makan,
mual; muntah, dan sakit perut yang dapat disertai diare atau tidak.
Diagnose
Menemukan telur dalam tinja.

Pengobatan
Niclosamin, atebrill.
Pencegahan
Melindungi makanan dari pencemaran tinja penderita dan mengobati penderita sesegera
mungkin.
Hymenolepis diminuta

Penyebaran
Kosmopolit, juga ditemukan di Indonesia. Hospes dan Habitat
Manusia, tikus, dan mencit, habitat di usus halus.
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Cacing dewasa panjangnya 10-60 cm, lebarnya 3-5 mm, lebih besar dari H. nana,
mempunyai 800-1000 proglotid. Scolexnya bulat mempunyai rostellum di puncaknya tanpa kait-
kait dan ada 4 batil isap kecil. Proglotid lebarnya jauh lebih besar dari panjangnya. Panjangnya
0,8 mm, lebarnya 2,5 mm. Proglotid gravid mengandung uterus yang berbentuk kantong, berisi
telur yang berkelompok-kelompok.

Telur berukuran 58 x 86 mikron, berbeda dengan H. nana karena tidak ada filamen pada
kedua kutubnya. Hospes perantaranya Larva pinjal tikus dan kumbang tepung dewasa. Dalam
serangga ini embrio yang keluar dari telurnya berkembang menjadi cysticercoid. Manusia
terinfeksi bila termakan larva pinjal atau kumbang tepung yang mengandung cysticercoid.

Patologi dan Klinik


Biasanya tanpa gejala atau bisa dengan gejala ringan seperti perasaan tidak enak di perut
atau diare.

Diagnosa
Menemukan telur dalam tinja.
Pengobatan
Niclosamid dan Atebrin.

Pencegahan
Membasmi tikus dan serangga yang berperan sebagai hospes perantara.
Diphyllidium caninum
(The double pored Dog Tape Worm
Penyebaran
Kosmopolit.
Hospes dan Habitat
Hospes dari parasit ini anjing dan kucing, kadang-kadang dapat mengenai manusia.
Habitat di uses hales.
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Cacing dewasa berukuran 15-70 cm, dengan 60-175 proglotid. Scolexnya berbentuk
belah ketupat dan mempunyai 4 batil isap lonjong dan menonjol. Sebuah rostelum seperti
kerucut refractil yang dilengkapi 30-150 kait-kait yang berbentuk duri mawar dan tersusun
menurut garis transversal. Proglotidnya menyerupai tempayan dengan 2 perangkat alai kelamin
dan sebuah lubang kelamin di tengah-tengah masing-masing sisi lateral.
Proglotid gravid dipenuhi dengan telur yang dikelilingi oleh kapsul telur yang
bermembran. Setiap kapsul mengandung 8-20 butir telur. Proglotid gravid dapat aktif keluar anus
atau keluar bersama tinja satu atau berkelompok 2-3 proglotid. Telur mengandung embrio yang
akan coati karena kekeringan. Hospes perantara adalah C. Canis atau C. fells yang langsung
berfungsi sebagai vektor. Di dalam badan vektor onkosfer akan membesar dan menjadi
cysticercoid yang berekor. Manusia terinfeksi bila termakan kutu anjing atau kutu kucing yang
mengandung cysticercoid.
Gambar 13.3 Morfologi Diphyllidium caninum

Patologi dan Klinik


Infeksi ringan tanpa gejala, infeksi berat pada anak-anak dapat menimbulkan diare.
Diagnosis
Menemukan telur dalam tinja atau di perianal, atau menemukan proglotid yang
berkelompok.
Pengobatan
Sama dengan obat pada infeksi T saginata dan T solium
Pencegahan
Menghindari anak bermain dengan anjing dan kucing, dan membasmi kutu hewan
tersebut.
Echinococcus granulosus = The Dog Tipe Worm
(Batch 1786, Rudolphi, 1805)
Penyebaran
Penyebaran hampir di seluruh dunia, dimana penduduknya berternak lembu dan kambing.

Hospes dan Habitat


Hospes definitifnya anjing, anjing hutan, srigala, jarang pada kucing, dan berhabitat pada
usus halus. Pada manusia bentuk kista hidatid pada berbagai bagian tubuh.
Morfologi dan Lingkaran Hidup
Cacing ini merupakan cacing pica terkecil, panjangnya 2,5-9 mm. Scolex bulat
mempunyai rostellum menonjol dengan mahkota rangkap dua terdiri dari 30-36 kait-kait dan 4
batil isap yang menonjol.
Proglotidnya hanya tiga. Proglotid pertama mengandung alat kelamin yang belum
matang. Proglotid kedua lebih memanjang mengandung alat reproduksi yang sudah lengkap,
sedangkan yang terakhir mengandung uterus di tengah dengan 12-15 cabang yang melebar
dengan kira-kira 500 butir telur. Telur ukurannya 30-38 mikron dan bentuknya menyerupai telur
Taenia lain.
Gambar 13.4 Struktur sista hidatid

Cacing ini dapat hidup biasanya 5 bulan, kadang-kadang ada yang dapat hidup sampai 1
tahun. Pada anjing sewaktu parasit ini berada di intestin tidak begitu mengganggu, tetapi
larvanya dapat menimbulkan kista hidatid hospes perantara. Pada hospes perantara yang terkena
infeksi dengan menembus usus dan masuk saluran limf atau kaptler darah lalu dibawa ke
berbagai bagian tubuh seperti hati, paru-paru, otot, ginjal, limpa, otak, tulang, dan tumbuh
menjadi kista hidatid yang berukuran 1 mm dalam waktu I bulan dan dapat menjadi 10-50 mm
dalam waktu

5 bulan. Kista pada manusia biasanya berbentuk bulat dengan dinding 2 lapis dan diameter dapat
mencapai 20 cm.

Patologi dan Gejala Klinik


Kista hidatid tumbuh lambat, gejala barn timbul bila ada pendesakan pada alat. Kista
pada mulanya menimbulkan reaksi peradangan pada jaringan sekitarnya. Bila kista pecah, maka
isi dari kista banyak masuk ke darah dan dapat mengakibatkan kematian. Banyak penderita yang
berat dapat hidup bertahun-tahun tanpa gejala karena ada kista yang coati dan mengalami
pengapuran.

Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan kista dan menemukan scolex pada cairan
fungsi atau dari kista yang diekterpasi dan dapat Pula dengan reaksi immunologi.

Pengobatan
Ekterpasi kista dengan pembedahan.
Echinococcus multilocularis
(Leukart 1863, Vogel, 1955)
Penyebaran
Ditemukan endemik di Eropa Tengah, Eropa Timur, Balkan, Jepang, Kanada, Alaska,
Australia, dan Selandia Baru.

Hospes dan Habitat


Hospes definitifnya adalah anjing, anjing hutan, kucing, srigala, musang. Habitatnya di
saluran pencernaan dan pada manusia larvanya membentuk kista Hidatid alveolaris, yang wring
ditemukan di hati.

Morfologi dan Lingkaran Hidup


Cacing dewasa yang hidup di rongga usus halus berukuran lebih kecil dari E. granulosus,
panjangnya 1,5-3,8 mm, telurnya tidak dapat dibedakan dari telur E. granulosus.
Hospes perantaranya adalah tikus ladang dan tupai tanah. Bila telur termakan oleh hospes
perantara, embrio hexacant akan keluar, lalu larva akan masuk ke kapiler darah dan terus ke alat
visceral dan alat yang paling disenangi adalah hati. Di sini, is membesar dengan mengeluarkan
tunas dan jadi kista yang mempunyai ruang-ruang kecil yang tidak teratur dan berisi zat seperti
agar. Ruangan terpisah sate dengan yang lainnya oleh jaringan ikat. Pads manusia, kista biasanya
stern. Pertumbuhan kista seperti neoplasms dan metastase terjadi karena meluas secara langsung
atau melalui darah dan limfe. Manusia biasanya mendapat infeksi karena memakan tumbuh-
tumbuhan mentah yang terkontaminasi dengan tinja anjing yang mengandung telur dari parasit.

Patologi dan Gejala Klinik


Hidatid alveolaris biasanya terdapat di dalam hati manusia, tapi di jaringan hati tidak
tumbuh dengan sempurna. Biasanya terjadi nekrosa dari sentral kista dan pengapuran yang dapat
menyebabkan pula nekrosa dari sel-sel hati dan dapat menimbulkan jondice. Ascites,
splenomegali, dan hipertensi portal.

Diagnosis
Sukar untuk menegakkan diagnosis pasti, tapi pads penderita yang meninggal dapat
dilakukan autopsi.

Pengobatan
Pengobatan adalah dengan operasi, tapi ini amat sulit karena jaringan tumbuh dan
bermetastase.

Pencegahan
Menghindari makanan yang terkontaminasi dari tinja hospes definitif.
BAB IV
PROTOZOA SEBAGAI PARASIT PADA MANUSIA

PROTOZOOLOGI
Protozoologi ialah ilmu yang berisi kajian tentang hewan bersel satu yang hidup sebagai
parasit pada manusia..
Filum Protozoa

Definisi
Protozoa ialah hewan bersel satu yang dapat hidup secara mandiri atau berkelompok.
Tiap Protozoa merupakan satu sel yang merupakan kesatuan yang lengkap, balk dalam susunan
maupun dalam fungsinya.

Morfologi
Struktur dari sel Protozoa terdiri dari dua bagian:
1. Sitoplasma, dan
2. Nukleus atau intl.

1. Sitoplasma
Sitoplasma terdiri dari:

a. Ektoplasma yaitu bagian luar yang terdiri dari Malin yang jernih dan homogen dengan
struktur yang elastic. Fungsinya sebagai:

1) alat pergerakan,
2) mengambil makanan,
3) ekskresi,
4) respirasi, dan
5) mempertahankan diri.

Ektoplasma berfungsi sebagai alat pergerakan dengan care membuat:


- pseudopodia pada kelas Rhizopoda
- silia pada kelas Ciliata
- flagel pada kelas Mastigophora (Flagellate)
- membran bergelombang pada Mastigophora
Pseudopodia pada Rhizopoda membentuk pergerakan yang amoeboid, sedang silia pada Ciliata
bergetar secara ritmis dan flagel yang dibantu oleh membran bergelombang pada Mastigophora
dapat bergerak ke segala jurusan. Pada Sporozoa pergerakan hampir tak kelihatan.
Ektoplasma berfungsi mengambil makanan yaitu Protozoa bergerak dan mengambil makanan
dengan pseudopodia, makanan cair diserap secara osmosis sedang makanan paclat melalui
sitostoina(i-nLIlUtyaiigrudii-nenter) lalu melalui sitofaring membentuk tabung ke dalam
endoplasma. Dalam vakuola, makanan diubah oleh enzim hingga clapat dicerna.
Ektoplasma berfungsi untuk ekskresi yaitu ekskresi dilakukan dengan tekanan osmosis dan
difusi. Pada beberapa species ekskresi dilakukan oleh vakuola kontraktil, tapi pada umumnya
ekskresi dilakukan melalui permukaan sel yaitu lubang khusus sitopage.
Ektoplasma berfungsi untuk respirasi secara langsung dengan mengambil oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida atau secara tidak langsung dengan mengambil oksigen yang
dilepas oleh aktivitas enzim dari persenyawaan kompleks.
Ektoplasma berperan dalam bertahan diri yaitu dengan melinclungi bagian yang lebih dalam.
Pada stadium trofozoit ektoplasma berbentuk selaput tipis yang tidak memberi bentuk tetap, pada
golongan Amoeba, tapi memberi bentuk tetap pada Ciliata dan Mastigophora. Pada stadium
kista, ektoplasma membentuk selaput kuat yang disebut dinding kista. Bentuk dinding kista ini
diperlukan untuk kelangsungan hidup di luar hospes dan sebagai pertahanan terhadap zat di
saluran pencernaan.

b. Endoplasma (bagian dalam)

Endoplasma adalah bagian dalam dari sel, tidakjemih yang berbutirbutir dan di dalamnya
terdapat inti. Di dalam endoplasma ini terdapat vakuola makanan, makanan cadangan, vakuola
kontraktil, benda asing, dan benda kromatoid. Pada Mastigophora biasanya terdapat kinetoplas
yang terdiri dari benda para basal dan bleparoplas, yaitu tempat keluar flagel.

2. Nukleus atau inti


Nukleus atau inti adalah bagian terpenting yang diperlukan untuk mempertahankan hidup dan
untuk reproduksi Berta untuk mengatur metabolisme.
Nukleus terdiri dari membran inti (selaput inti) yang meliputi serabut inti (retikulum) halos yang
berisi cairan dan kariosom. Dalam nukleus yang berbentuk vesikel, butir-butir kromatin
berkumpul membentuk butir tunggal. Dalam nukleus yang berbentuk granola butir-butir tersebar
merata.
Struktur inti, terutama susunan kromatin dan kariosom berperan dalam membedakan spesies dari
Protozoa.

Reproduksi
Protozoa mempunyai dua cara reproduksi (berkembang biak) yaitu:

1. Cara aseksual
2. Cara seksual

1. Cara aseksual (berkembang biak tanpa perkawinan)


Apabila keadaan lingkungan baik, maka Protozoa akan mengadakan pembelahan diri yang
dimulai dari kariosom, kemudian nukleus dan seterusnya sitoplasma. Biasanya dari satu parasit
menjadi dua dan seterusnya. Cara ini disebut pembelahan biner (binary fission) dan cara ini
hanya terjadi pada bentuk Trofozoit (vegetatif).
Cara perkembangbiakan satu sel menjadi dua ini disebut juga sebagai endodiogenik, yaitu satu
inti akan membelah menjadi dua, lalu diikuti oleh sitoplasma.
Ada lagi perkembangbiakan yang disebut dengan endopoligenik, yaitu inti membelah menjadi
banyak, lalu diikuti oleh sitoplasma. Dalam hal ini, satu sel akan berkembangbiak menjadi beber
a sel baru. Pembelahan ini teratur dan sitoplasma juga mengikuti pembelahan ini secara teratur.
Pada pembelahan inti menjadi banyak tapi tidak teratur tiap belahan akan diikuti oleh sitoplasma
dan terjadi beberapa sel barn yang bentuknya kurang teratur, maka pembelahan ini disebut
splitting. Hal ini biasanya terjadi pada proses infeksi yang sangat akut.
Perkembangbiakan dimana satu inti membelah menjadi banyak dan diikuti pembelahan
sitoplasma, hingga terbentuk merozoit yang banyak, perkembangbiakan ini disebut skizogoni.

2. Cara seksual
Pada pembiakan secara seksual berupa perkawinan antara mikrogamet dan makrogamet. Setelah
terjadi perkawinan akan menghasilkan zigot (zygosis = menjadi satu), lalu terbentuk ookinet lalu
menjadi ookista yang di dalamnya terbentuk sporozoit, proses ini disebut sporogoni.

Definisi-definisi
Definisi ialah istilah-istilah yang biasa ditemukan berhubungan dengan Protozoa.
trojbzoit = stadium dalam daur hidup Protozoa, dimana ia makan, bergerak, berkembang
biak, dan mempertahankan koloni di dalam tubuh tulan rumah.
kista = stadium yang tidak aktif yang melindungi diri dengan membuat dinding kista.
Prakista = stadium yang mendahului stadium kista, yaitu st adium trofozoit yang
membulat, tapi belum mempunyai dinding.
Enkislasi = perubahan bentuk trofozoit menjadi kista.
Ekskistasi = proses keluarnya trofozoit dari kista.
Kromatin = bagian-bagian inti yang mudah diwarnai.
Bleparoplas = bintik kromatin tempat flagel tumbuh.

Axonema = bagian dalam dari sel flagel.

Axostil = bagian poros tempat asal keluarnya flagel.

Sitostoma = mulut dari Protozoa.

Sitopage = bagian yang berperan sebagai anus dari Protozoa.

Metakista = trofozoit yang keluar dari kista.

Vakuola glikonen = cadangan glikonen yang berwarna gelap dengan pulasan yodium terutama

terdapat di dalam kista.

a makanan = vesikel dengan membran yang dibentuk dalam sitoplasma di sekeliling butir makanan.

a kontraktil = vesikel dengan membran yang dibentuk dalam sitoplasma dan berfungsi untuk mengambil dan

mengeluarkan air dengan kontraksi. Biasanya vakuola kontraktil ini terdapat pada Amoeba yang

hidup bebas.
podia = kaki palsu yaitu tonjolan sitoplasma yang dibentuk pada permukaan trofozoit, yang bersifat

sementara dan digunakan untuk bergerak.

Klasifikasi Protozoa
Protozoa yang berperan sebagai parasit pada manusia dalam dunia kedokteran dibagi
dalam 4 kelas, yaitu:
1. Kelas Rhizopoda
2. Kelas Flagellate = Mastigophora (mastix = cambuk, phoros = mengandung)
3. Kelas Ciliate (cilia = bulu)
4. Kelas Sporozoa
Pembagian Filum Protozoa secara sistematik dapat dilihat pada pembagian secara sistematik
menurut:
– Thomas V.V.
– Chatterjee K.D.
KLASIFIKASI SISTEMIK Protozoa
(Chatterjee, 1969)

KELAS
RHIZOPODA
Dari kelas Rhizopoda in i dapat dibagi menjadi 4 genus berdasarkan morfologi dari
intinya, yaitu:
1. Genus Entamoeba dengan inti Entamoeba
Inti entamoeba, yaitu kariosom kecil terletak di bagian tengah inti (eksentris atau sentris), di
sekeliling membran inti terdapat banyak granola kromatin.

Yang termasuk dalam genus Ini ada beberapa spesies, yaitu:


a) Entamoeba histolytica
b) Entamoeba coli
c) Entamoeba hartmani
d) Entamoeba gynggivalis

2. Genus Endolimax dengan inti Endolimax


Inti endolimax, kariosomnya besar, di bagian tengah inti bentuk tidak beraturan dan dihubungkan
dengan membran inti oleh serabut akromatik, tidak mempunyai kariosom perifer.
Gambar 3.2 Inti Endolimax
Yang termasuk genus ini adalah spesies Endolimax nana

3. Genus Iodamoeba dengan inti Iodamoeba


Intl Iodamoeba, kariosomanya besar terletak di bagian tengah Intl dikelilingi butir-butir
akromatik, kromatin perifer tidak ada.

Gambar Inti Iodamoeba


Yang termasuk genus ini adalah spesies Iodamoeba butschilii.
4. Genus Dientamoeba, parasit keeil, hanya terdapat
stadium trofozoit yang mempunyai 2 inti dientamoeba, kariosomanya di bagian tengah inti terdiri
dari beberapa granula kromatin dan membentuk lingkaran yang dihubungkan dengan membran
inti oleh serabut akromatik.

Gambar Inti Dientamoeba


Yang termasuk genus ini adalah spesies Dientamoeba fragilis
Manusia merupakan hospes dari 7 spesies Rhizopoda yang 6 di antaranya berhabitat di
rongga usus besar, yaitu: E. histolytica, E. coh, E. hartmani, E. nano, I butschilii dan D. fragilis,
sedang satu spesies yaitu E. gynggivalis hidup di rongga mulut manusia.
Dari 7 spesies ini hanya Entamoeba histolytica yang patogen sedang 6 spesies lainnya tidak
patogen dan hidup komensal pada manusia.
Terdapat juga Amoeba yang hidup bebas dan patogen, yaitu spesies Naegleria fauleri dari
genus Naegleria dan Acanthamoeba culbertsoni dari genus Acanthamoeba.
Entamoeba histolytica
Schaudinn (1903)

Sejarah
Parasit ini pertama kali ditemukan oleh "Lambl" tahun 1859, sedang 1875 "Losch"
membuktikan sifat patogen dari parasit ini, dan Schaudinn (1903) dapat membedakan jenis
Amoeba yang patogen dan yang apatogen.

Penyebaran
Parasit ini tersebar lugs di seluruh dunia, tapi lebih banyak di daerah tropis dan subtropis
daripada di daerah beriklim sedang.

Hospes
Hospes dari parasit ini adalah manusia dan kera. Di Cina, anjing dan tikus-tikus liar
merupakan somber infeksi bagi manusia. Walaupun bukan merupakan faktor penting dalam
penyebaran penyakit pada manusia, rnaka hewan-hewan ini dianggap sebagai hospes reservoir
dari E. histolytica.

Habitat
Habitat dari stadium trofozoit parasit ini (stadium yang menginfeksi jaringan = stadium
histolytica) hidup di dalam jaringan mukosa dan submukosa dari usus besar manusia. Stadium
minuta dan -stadium kista ditemukan di lumen dari usus besar manusia.

Morfologi
Dalam mempelajari struktur dari E. histolytica biasanya dapat dipelajari dari preparat
yang dipulas (yodium atau ironhematoxylin) ataupun tanpa pulasan.
Dalam daur hidup E. histolytica
1. Stadium Trofozoit (stadium pertumbuhan atau stadium makan) Dalam keadaan segar, di bawah
mikroskop stadium ini terlihat bergerak dengan pseudopodia yang dibentuk mendadak dengan
pergerakan cepat. Ukurannya: 10-40 mikron, rata-rata 20-30 mikron, karma pergerakan ini,
bentuknya menjadi tidak tetap.
Ektoplasmanyajeniih dan transparan. Endoplasmanya mempunyai granula halus, di dalamnya
ditemukan sel darah merah, kadangkadang sel leukosit. Stadium ini adalah patogen disebut juga
sebagai stadium histolytica (histo =jaringan, lysis = hancur). Stadium ini terdapat di dalam
jaringan usus besar, paru-paru, hati, otak, kulit, dan vagina. Stadium ini berkembang biak secara
belch pasang di jaringan dan dapat merusak jaringan dengan enzim yang dikeluarkannya yaitu
enzim proteolitik. Stadium ini mempunyai sate inti yaitu Intl bentuk entamoeba dengan kariosom
terletak di tengah = sentris.

http://djokopurwoko.blogspot.co.id/2015/02/buku-ajar-i-1-105.html

You might also like