You are on page 1of 8

DISOLUSI

I. Tujuan
1.1 Dapat memahami teknis uji disolusi
1.2 Mampu mengukur kadar obat terdisolusi
1.3 Mampu membuat profil disolusi

II. Prinsip
Berdasarkan pada penetapan konstanta kecepatan disolusi dari tablet CTM
berdasarkan kadar CTM yang terdisolusi dalam media air suling dengan
menggunakan alat disolusi dan menentukan kadarnya dengan spektrofotometri.

III. Teori
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat
penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap
ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk
padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan
dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat
diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu
tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu
obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat
tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus
halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran
cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya.
Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami
disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan
disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat
dari bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin, 1993).
Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya
suatu zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Persamaan
kecepatan menurut Noyes dan Whitney sebagai berikut (Ansel, 1993):
dM.dt-1 : Kecepatan disolusi
D : Koefisien difusi
Cs : Kelarutan zat padat
C : Konsentrasi zat dalam larutan pada waktu
h : Tebal lapisan difusi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi yaitu (Martin,
1993):
1. Suhu
Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu
zat yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi
zat. Menurut Einstein,koefisien difusi dapat dinyatakan melalui
persamaan berikut (Martin, 1993):
D : koefisien difusi
r : jari-jari molekul
k : konstanta Boltzman
ή : viskositas pelarut
T : suhu
2. Viskositas
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi
suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga
menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.
3. pH pelarut
pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang
bersifat asam atau basa lemah.
Untuk asam lemah : Jika (H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat
akan meningkat. Dengan demikian, kecepatan
disolusi zat juga meningkat.
Untuk basa lemah : Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat
akan meningkat. Dengan demikian, kecepatan
disolusi juga meningkat.
4. Pengadukan
Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi
(h). jika pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan
cepat berkurang.
5. Ukuran Partikel
Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan efektif
menjadi besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.
6. Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme.
Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat
kelarutan yang berbeda juga. Kristal meta stabil umumnya lebih
mudah larut daripada bentuk stabilnya, sehingga kecepatan disolusinya
besar.
7. Sifat Permukaan Zat
Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat
hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan
permukaan antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga
zat mudah terbasahi dan kecepatan disolusinya bertambah.
Ada 2 metode penentuan kecepatan disolusi yaitu(Martin, 1993):
1. Metode Suspensi
Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan
terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-
waktu tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang
sesuai.
2. Metode Permukaan Konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya
sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan.
Umumnya zat diubah menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian
ditentukan seperti pada metode suspensi.
Prinsip kerja alat disolusi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (Dirjen
POM, 1995) :
1. Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau
bahan transparan yang inert, suatu batang logam yang digerakkan oleh
motor dan keranjang yang berbentuk silinder dan dipanaskan dengan
tangas air pada suhu 370C.
2. Alat yang digunakan adalah dayung yang terdiri dari daun dan batang
sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga
sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikel
wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti

IV. Alat dan Bahan


4.1 Alat
Thermometer raksa, timbangan analitis, dissolution tester,
spektrofotometer UV-VIS, vial.

4.2 Bahan
Tablet CTM dan aquades.

V. Prosedur
5.1 Pembuatan spektrum absorpsi
Larutan induk dibuat dengan konsentrasi yang telah ditentukan (A,
0,2-0,8). Lalu diukur panjang gelombang maksimal
5.2 pembuatan kurva baku
dibuat 6 seri larutan dengan variasi konsentrasi dari larutan induk,
dihitung absorbansi pada panjang gelombang maksimal kemudian
dibuat kurva antara absorbansi terhadap konsentrasi.

5.3 disolusi obat


dimasukan akuades 500 ml kedalam bejana disolusi, lalu dipanaskan
hingga 37°C ± 0,5°C. Kemudian dimasukkan tablet CTM, diputar
dengan kecepatan 50 rpm. Sampel diambil 5ml pada selang waktu 5,
10,15,20,25,30,35,40,45 menit, setiap sampel yang diambil digunakan
dengan medium disolusi 5 ml, diukur absorbansinya dan di tentukan
kadarnya.

VI. Data pengamatan


6.1 Kurva Baku

PPM ABSORBANSI
Zat yang di uji CTM
25 0,409
Larutan baku 100 Ppm
30 0,487
35 0,573
Jumlah zat 10 mg

40 0,658 Jumlah pelarut 100 ml

45 0,74

Rumus regresi linear : y = 0,0167x -0,0097 R2 = 0,9998


6.2 Disolusi Obat

Time Mg Faktor mg Terdisolusi


Point PPM Terdisolusi Koreksi (setelah dikoreksi) % Terdisolusi
0 -1,096 -0,548 0 -0,548 -3,424 %
1 -0,677 -0,338 -0,003 -0,342 -2,136%
2 0,521 0,260 0,003 0,260 1,623%
3 2,078 1,039 0,010 1,049 6,533 %
4 3,156 1,578 0,016 1,603 10,020 %
5 3,096 1,548 0,015 1,589 9,930 %
10 4,353 2,177 0,022 2,239 13,995 %
15 4,413 2,207 0,022 2,291 14,320 %
20 5,850 2,925 0,029 3,039 18,994 %
25 5,132 2,566 0,026 2,705 16,909 %
30 5,192 2,596 0,026 2,761 17,259 %
35 4,772 2,386 0,024 2,576 16,098 %
40 5,311 2,565 0,027 2,872 17,948%
45 5,431 2,716 0,027 2,959 18,492 %
Jumlah media 500 ml
Jumlah zat aktif 16 mg
Volume cuplikan 5 ml

VII. Pembahasan
Disolusi obat suatu proses bagi ketersediaan suatu obat yang sangat
tergantung dari kemampuan zat melarut kedalam media pelarut sebelum
diserap kedalam tubuh. Sediaan obat yang dapat diuji disolusinya biasanya
berbentuk padatan seperti tablet, suatu bahan obat yang diberikan dengan cara
apapun harus memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya.
Sifat – sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sisitem
biologis mempengaruhi kecepatan absobsi suatu obat dalam tubuh, oleh
karena itu konsentrasi obat dengan kelarutannya dalam air, ukuran
molekulnya, pKa, dan ikatan proteinnya merupakan faktor kimia dan fisika
yang meliputi faktor disolusi obat.
Pada percobaan kali ini digunakan tablet CTM dalam media air HCl
0,1 N dimana besarnya tetapan tersebut menunjukkan cepat lambatnya
disolusi dari tablet CTM tersebut. Digunakannya HCl 0,1 N sebagai media
disolusi karena CTM merupakan molekul utuh pada suasana netral, dimana
sifat CTM cenderung basa yang terlarut disuatu asam dan akan membentuk
ion bermuatan positif pada atom N disuasana asam inilah yang menyebabkan
CTM memiliki absorbansi lebih besar dibandingkan molekul netralnya. Disini
digunakan cairan HCl yang bersifat asam yang merupakan salah satu cairan
yang sifatnya sama dengan organ yang dilalui oleh obat didalam tubuh
manusia. Pada percobaan ini dilakukan pemanasan yang dipertahankan pada
suhu 37º C yang disesuaikan dengan suhu fisiologi tubuh manusia yaitu 37º C
- 38º C.
Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaindengan
persyaratan disolusi yang tertera dalam masing – masing monografi, untuk
sediaan tablet kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah.
Pada percobaan kali ini digunakan cairan HCl 0,1 N karena cairan
asam merupakan komonen yang berada didalam tubuh manusia, jadi obat
CTM seakan- akan berdisolusi didalam tubuh, selain itu karena mengingat
kelarutan dari obat yang digunakan. Adapun volume dari labu disolusi yang
digunakan adalah 500 ml hal ini karena menurut literatur yaitu FI IV bahwa
media disolusi yang digunakan untuk CTM adalah 500 ml.
Pada percobaan ini 4 tablet CTM yang dimasukan pada tabung yang
telah berisi media cairan HCl 0,1 N dan tabung satunya juga berisi media
yang sama pada selang waktu 1 menit diambil cuplikannya 5 ml dilakukan
sampai menit kelima kemudian dilanjutkan dengan selang waktu 5 menit
sampai menit ke 45, pada waktu larutan diambil harus diusahakan pada bagian
yang sama dari cairan, pemipetan yang dilakukan pada tempat yang berbeda
dapat mengakibatkan perbedaan kadar zat aktif yang sangat besar. Pemipetan
dilakukan pada waktu yang berbeda – beda untuk melihat kapan obat CTM
akan terdisolusi dengan optimal pada media pelarut , setelah pemipetan
dilakukan selanjutnya yaitu pengecekan absorbansi di spektrofotometer uv-vis
hal ini berturtujuan untuk mengetahu kadar yang terdapat dalam sampel yang
diambil tersebut.
Dari hasil yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa mula – mula obat
CTM akan terdisolusi dengan lambat dan lama – kelamaan akan bertambah
cepat. Setelah terdisolusi sempurna zat aktif akan diabsorbsi, dimetabolisme,
dan kemudan akan memberikan efek terapi jika obat berada didalam tubuh.
Pada grafik presentase kelarutan dihasilkan grafik naik turun akan tetapi
sebaiknya grafik yang diperoleh adalah naik yang kemudian konstan atau
turun. Hal itu biasanya disebabkan karena adanya beberapa kesalahan
diantaranya seperti pemipetan yang salah, pengambilan cuplikan ditempat
yang berbeda – bedadan waktu pengambilan yang tidak tepat.
VIII. Kesimpulan
IX. Daftar Pustaka

You might also like