You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI EMERGENCY DI RUANG IGD

RSUD TUGUREJO SEMARANG

DI SUSUN OLEH :

ELIYA VITA AFIYANTI

18.08.008

PROGAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG

2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN
“HIPERTENSI EMERGENCY”

1. Definisi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana

terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).

Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah

yang peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140

mmHg dan peningkatan diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg

melebihi 140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah

tinggi (Wikipedia, 2010).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat

melebihi batas normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah

peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari

pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah darah (Hani, 2010)

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung

atau pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh

darah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan

darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas

160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki

batasan masing – masing :

a. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan

darah waktu berbaring > 130/90 mmHg.


b. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya >

145/90 mmHg

c. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi

d. (Sumber : Dewi dan Familia, 2010 : 18).

Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan

darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg)

dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan

darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan

darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan

darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat

membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat

dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan

referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.

2. Jenis Hipertensi

Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2

jenis :

a) Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan

darah melebihi 180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan

fungsi organ, seperti otak, jantung, paru, dan eklamsia atau lebih

rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan salah satu gejala gangguan

organ atas yang sudah nyata timbul.

b) Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg)

tetapi belum ada gejala seperti diatas. TD tidak harus diturunkan


dalam hitungan menit, tetapi dalam hitungan jam bahkan hitungan

hari dengan obat oral.

Sementara itu, hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya :

a) Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya

(hipertensi essensial). Hal ini ditandai dengan peningkatan kerja jantung

akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90 – 95%)

penderita termasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga didapat terjadi

karena adanya faktor keturunan, usia dan jenis kelamin.

b) Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit

sistemik lainnya, misalnya seperti kelainan hormon, penyempitan pembuluh

darah utama ginjal, dan penyakit sistemik lainnya (Dewi dan Familia, 2010 :

22). Sekitar 5 – 10% penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit

ginjal dan sekitar 1 – 2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau pemakaian

obat tertentu misalnya pil KB (Elsanti, 2009 : 114 ).

3. Klasifikasi Hipertensi

Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2
160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3
180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4
210 mmHg atau lebih 120 Hg atau lebih
(Hipertensi maligna)
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh

kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi

berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70

tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan

darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur

dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.

4. Etiologi

Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi

dimana terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang

berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ

yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf

yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan

subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat

mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut,

diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati,

eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.

Faktor Resiko Krisis Hipertensi


1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2. Kehamilan
3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4. Pengguna NAPZA
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen)
5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target

yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan

jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala

hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal

akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada

kenaikan tekanan darah umumnya.

Gambaran klinik hipertensi darurat dapat dilihat pada table 2.

Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5

Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal

darah neurologi

> 220/140 Perdarahan, Sakit kepala, Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah

mmHg eksudat, kacau, membesar, proteinuria

edema gangguan dekompensasi,

papilla kesadaran, oliguria

kejang.

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran

tidak hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD

sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita.

Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi

dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi

kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan


kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg.

Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru

dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati

demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun

TD 160/110 mmHg.

6. Patofisiologi

Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun

sekunder, dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan

tekanan diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap

lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan

tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron.

Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada

retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala

retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan

gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.

Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan

ataupun penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah

sekitar 60-160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh

darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka

akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan

pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak

yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan

menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan

pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme

adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi

pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami

perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg,

sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120

mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan

batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD

menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak.

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa

cara:

a) Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga

mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

b) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga

mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah

melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung

dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan

menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut,

dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis.

Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu

mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

c) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya

tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal

sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam

tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah

juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang,

arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka

tekanan darah akan menurun.


7. Penatalaksanaan Hipertensi emergency

Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan

tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan

klinis penderita. Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan

memerlukan pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk

menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya masalah baru.

Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat

bekerja cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan

tekanan darah dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya,

mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping

minimal.

Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak

terburu-buru. Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat

menyebabkan iskemik pada otak dan ginjal. Tekanan darah harus dikurangi

25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan diturunkan lagi ke 160/100 dalam

2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip,

bukan injeksi). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV

dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat

diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang

dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin

75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.


Pengobatan khusus krisis hipertensi

1. Ensefalopati Hipertensi

Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa

terjadi dari hipertensi esensial atau hipertensi maligna, feokromositoma dan

eklamsia. Biasanya tekanan darah naik dengan cepat, dengan keluhan : nyeri

kepala, mual-muntah, bingung dan gejala saraf fokal (nistagmus, gangguan

penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris, dan parese terbatas) melanjut

menjadi stupor, koma, kejang-kejang dan akhirnya meninggal. Obat yang

dianjurkan : Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan Trimetapan.

2. Gagal Jantung Kiri Akut

Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai

akibat dari bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan

membaik bila tensi telah terkontrol.

Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid. Pemberian

Diuretik IV akan mempercepat perbaikan.

3. Feokromositoma

Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor

akan berakibat kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya timbul mendadak :

nyeri kepala, palpitasi, keringat banyak dan tremor. Obat pilihan : Pentolamin

5-10 mg IV.

4. Deseksi Aorta Anerisma Akut

Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom

yang meluas. Bila terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala yang
timbul biasanya adalah nyeri dada tidaj khas yang menjalar ke punggung

perut dan anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup

aorta atau cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan.

Pengobatan dengan pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah

diturunkan terlebih dulu dengan obat pilihan : Trimetapan atau Sodium

Nitroprusid.

6. Toksemia Gravidarum

Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan. Obat

pilihan : Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin.

7. Perdarahan Intrakranial

Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-

hati, karena penurunan tekanan yang cepat dapat menghilangkan spasme

pembuluh darah disekitar tempat perdarahan, yang justru akan menambah

perdarahan. Penurunan tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 % atau

diastolik dipertahankan sekitar 110-120 mmHg Obat pilihan : Trimetapan

atau Hidralazin.

(Sumber : Dewi dan Familia, 2010).

8. Pemeriksaan penunjang

a) Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

b) Pemeriksaan retina

c) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti

ginjal dan jantung

d) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri


e) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

f) Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,

pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.

g) Foto dada dan CT scan

9. Komplikasi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit

jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit

ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya

komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua

sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20

tahun.

Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya

tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital.

Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau

tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.

Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang

mungkin terjadi akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi

ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa

perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal

jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat

selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan

yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan

kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan
serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal

ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada

proses akut seperti pada hipertensi maligna. Risiko penyakit kardiovaskuler

pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi

juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain

seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik

melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan

faktor resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan

darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko

penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009)

11. PENGKAJIAN

Krisis Hipertensi (KH) biasanya secara klinis mudah dilihat tanda dan
gejalanya.
Tanda dan Gejala
Tanda umum adalah:
a. Sakit kepala hebat
b. nyeri dada
c. pingsan
d. tachikardia > 100/menit
e. tachipnoe > 20/menit
f. Muka pucat

Tanda Ancaman Kehidupan

Gejala KH:

a. Sakit Kepala Hebat


b. nyeri dada
c. peningkatan tekanan vena
d. shock / Pingsan

Pengkajian

Pengkajian dengan pendekatan ABCD.

Airway

a. yakinkan kepatenan jalan napas


b. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU

Breathing

a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk


mempertahankan saturasi >92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-
valve-mask ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti
paru

Circulation

a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop


b. Kaji peningkatan JVP
c. Monitoring tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:

1. Sinus tachikardi
2. Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
3. right bundle branch block (RBBB)
4. right axis deviation (RAD)

e. Lakukan IV akses dekstrose 5%


f. Pasang Kateter
g. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
i. Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid

Disability

a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU

b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim


dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di
ICU.

Exposure

a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP


b. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik

PENGKAJIAN POLA GORDON

a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
 Kelemahan
 Letih
 Napas pendek
 Gaya hidup monoton
Tanda :
 Frekuensi jantung meningkat
 Perubahan irama jantung
 Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /
katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda :
 Kenaikan TD
 Nadi : denyutan jelas
 Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
 Bunyi jantung : murmur
 Distensi vena jugularis
 Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler
mungkin lambat
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah,
faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan ).
Tanda :
 Letupan suasana hati
 Gelisah
 Penyempitan kontinue perhatian
 Tangisan yang meledak
 otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
 Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,
riwayat penyakit ginjal )
e. Makanan / Cairan.
Gejala :
 Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol.
 Mual
 Muntah
 Riwayat penggunaan diuretic
Tanda :
 BB normal atau obesitas
 Edema
 Kongesti vena
 Peningkatan JVP
 Glikosuria
f. Neurosensori
Gejala :
 Keluhan pusing / pening, sakit kepala
 Episode kebas
 Kelemahan pada satu sisi tubuh
 Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
 Episode epistaksis
Tanda :

 Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau

memori ( ingatan )

 Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman

 Perubahan retinal optic


g. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala :

 nyeri hilang timbul pada tungkai

 sakit kepala oksipital berat

 nyeri abdomen

h. Pernapasan

Gejala :

 Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas

 Takipnea

 Ortopnea

 Dispnea nocturnal proksimal

 Batuk dengan atau tanpa sputum

 Riwayat merokok

Tanda :

 Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan

 Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )

 Sianosis

i. Keamanan

Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda : Episode parestesia unilateral transien

j. Pembelajaran / Penyuluhan

Gejala :
 Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit

jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal

 Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain

 Penggunaan obat / alcohol.

12. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,

vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular

Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.

Kriteria hasil :

 Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD

 Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima

 Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

Intervensi :

a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik

yang tepat

b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas

d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler

e. Catat edema umum

f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi

jumlah pengunjung.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat

tidur/kursi

h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan

i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher,

meninggikan kepala tempat tidur.

j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan

k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah

l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi

m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

n. Diuretik Tiazid misalnya klorotiazid ( Diuril ), hidroklorotiazid (

esidrix, hidrodiuril ), bendroflumentiazid ( Naturetin )

2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral

Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

Kriteria hasil :

 Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala

 Pasien tampak nyaman

 TTV dalam batas normal

Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit

penerangan

b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan


c. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan

d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin

e. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala

seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi

nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi

f. Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan

sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang,

membungkuk

g. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas

(lorazepam, ativan, diazepam, valium )

3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan

dengan adanya tahanan pembuluh darah

Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal,

jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.

Kriteria hasil :

 Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti

ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak

ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam

batas normal.

 Haluaran urin 30 ml/ menit

 Tanda-tanda vital stabil

Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring

b. Tinggikan kepala tempat tidur

c. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk

dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia

d. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan

e. Amati adanya hipotensi mendadak

f. Ukur masukan dan pengeluaran

g. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program

h. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

4. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output

Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2 x 24 jam

Kriteria hasil :

 Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari

 Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas

Intervensi :

a. Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika

dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

b. Instruksikan pasien tentang penghematan energy

c. Kaji respon pasien terhadap aktifitas

d. Monitor adanya diaforesis, pusing

e. Observasi TTV tiap 4 jam


f. Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk

memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan

waktu istirahat sepanjang siang atau sore

5. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2 x 24 jam

Kriteria hasil :

 Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari

 Tampak dapat istirahat dengan cukup

 TTV dalam batas normal

Intervensi :

a. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman

b. Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur

c. Evaluasi tingkat stress

d. Monitor keluhan nyeri kepala

e. Lengkapi jadwal tidur secara teratur

f. Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat

g. Lakukan masase punggung

h. Putarkan musik yang lembut

i. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.


DAFTAR PUSTAKA

Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies.


Prim Care Clin Office Pract 2010;33:613-23.

Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency.


Hospital Physician 2009:43-50

Anggaraini, Ade Dian, et.al (2009). Faktor – Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat di
Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai
Juni 2008. Diakses 20 Februari 2011 :
Http://yayanakhyar.wordpress.com

Baike (2010). Hubungan genetik terhadap penyakit kardiovaskuler.


Diakses 20 februari 2011 :
http://baike.baidu.com/view/2130696.htm

Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi. Diakses 12 April


2011: http: //www.depkes.org.

Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi.
A+Plus Books, Yogyakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting
on Hypertension. Diakses 20 Desember 2010 :
http://www.dinkesjatengprov.go.id

Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke,


Hipertensi, & Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta
Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta

You might also like