You are on page 1of 7

Peran dan fungsi majelis pertimbangan kode etik profesi

bidan
a. Pengertian Majelis Etika Profesi
Pengertian majelis etika profesi merupakan badan perlindungan hukum terhadap para
bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak
melakukan indikasi penyimpangan hukum. Realisasi Majelis Etika Profesi Bidan (MPEB) dan
Majelis Pembelaan Anggota (MPA).
Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika dan agama. Tetapi apabila ada
kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka diperlukan wadah untuk menentukan standar
profesi, prosedur yang baku dan kode etik yang di sepakati, maka perlu di bentuk Majelis Etika
Bidan, yaitu MPEB dan MPA.
Tujuan dibentuknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang
seimbang dan objektif kepada Bidan dan Penerima Pelayanan.

b. Unsur-Unsur Majelis Pertimbangan Etika Bidan


MPEB merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan
adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi
penyimpangan hukum.
Latar belakang dibentuknya Majelis Pertimbangan Etika Bidan atau MPEB adalah adanya unsur-
unsur pihak-pihak terkait:

1. Pemeriksa pelayanan untuk pasien


2. Sarana pelayanan kesehatan
3. Tenaga pemberi pelayanan yaitu bidan

c. Tujuan MPEB
a) Tujuan Pembentukan MPEB
Tujuan dibentuknya Majelis Pertimbangan Etika Bidan adalah untuk memberikan
perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan dan penerima pelayanan.
Dengan kata lain, untuk memberikan keadilan pada bidan bila terjadi kesalahpahaman
dengan pasien atas pelayanan yang tidak memuaskan yang bisa menimbulkan tuntutan dari pihak
pasien. Dengan catatan, bidan sudah melakukan tugasnya sesuai dengan standar kompetensi bidan
dan sesuai dengan standar praktek bidan.
b) Tujuan Keberadaan MPEB, yaitu:

1. Meningkatkan Citra IBI dalam meningkatkan Mutu Pelayanan yang diberikan.


2. Terbentuknya lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap kode
etik bidan Indonesia.
3. Meningkatkan Kepercayaan diri anggota IBI.
4. Meningkatkan kepecayaan masyarakat terhadap bidan dalam memberikan pelayanan.
d. Lingkup Majelis Etika Kebidanan, meliputi:
 Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi pelayanan bidan
(Permenkes No. 1464/Menkes/PER/2010/tahun 2010).
 Melakukan supervise lapangan, termasuk tentang teknis dan pelaksanaan praktik,
termasukpenyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan praktik bidan sesuai
dengan Standar Praktik Bidan, Standar Profesi dan Standar Pelayanan Kebidanan,
juga batas-batas kewenangan bidan.
 Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan.
 Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang umum kesehatan, khususnya yang
berkaitan atau melandasi praktik bidan.

e. Perorganisasian Majelis Etik Kebidanan, adalah sebagai berikut:


 Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisasi yang mandiri, otonom dan
non struktural.
 Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat.
 Majelis etik kebidanan pusat berkedudukan di ibu kota negara dan majelis etik
kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi.
 Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris.
 Jumlah anggota masing-masing terdiri dari lima orang
 Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selama tiga tahun dan sesudahnya, jika
berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku, maka anggota
tersebut dapat dipilih kembali.
 Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh menteri kesehatan
 Susunan organisasi majelis etik kebidanan terdiri dari:
1. Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan dibidang
hokum
2. Sekretaris merangkap anggota
3. Anggota majelis etik bidan

f. Tugas MPEB
MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi
dengan pengurus inti dalam IBI tingkat nasional. MPEB secara internal memberikan saran,
pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang
menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan aggota.
DPEB dan MPA memiliki tugas antara lain:

1. Mengkaji
2. Menangani
3. Mendampingi anggota yang mengalami permasalahan dalam praktek kebidanan yang
berkaitan dengan permasalahan hukum.

Dalam menjalankan tugasnya, sehubungan dengan pelaksanaan kode etik profesi, bidan
dibantu oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan
Majelis Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia.
Tugas secara umum ialah:
1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus
pusat.
2. Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala.
3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat.
4. Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan tanggung jawabnya ditentukan
pengurus.

Tugas Majelis Etik Kebidanan adalah sebagai berikut:


 Meneliti dan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan
standar profesi yang dilakukan oleh bidan
 Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien dan keluarga yang dirugikan oleh
pelayanan kebidanan
 Permohonan secara tertulis dan disertai data-data
 Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsultasi ke majelis etik kebidanan
pada tingkat pusat
 Sidang majelis etik kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan.
Pelaksanaan sidang menghadirkan dan meminta keterangan dari bidan dan saksi-saksi
 Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang
 Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI
ditingkat propinsi

g. Peran
Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) secara
internal berperan memberikan saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang
dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.

h. Fungsi
Dewan Pertimbangan Etika Bidan (DPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) memiliki
fungsi, antara lain:

1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidan sesuai dengan ketetapan pengurus pusat
2. Melaporkan hasil kegiatan sesuai dengan bidang dan tugasnya secara berkala
3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat
4. Membentuk Tim Teknis sesuai dengan kebutuhan
Standar Praktek Kebidanan (SPK)
Standar I : Metode Asuhan
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah
pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
dokumentasi.
Difinisi Operasional:
1. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis
2. Format manajemen kebidanan terdiri dari :
 Format pengumpulan data
 Rencana format pengawasan resume
 Tindak lanjut catatan kegiatan
 Evaluasi
Standar II: Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Difinisi Operasional :
1. Format pengumpulan data
2. Pengumpulan data dilakukan secara sistimatis, terfokus, meliputi data:
 Demografi identitas klien
 Riwayat penyakit terdahulu
 Riwayat kesehatan reproduksi
 Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
 Analisis data
3. Data dikumpulkan dari:
 Klien/pasien, keluarga dan sumber lain
 Tenaga kesehatan
 Individu dalam lingkungan terdekat
4. Data diperoleh dengan cara:
 Wawancara
 Observasi
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang

Standar III : Diagnosa Kebidanan


Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulan.
Difinisi Operasional :
1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien atau suatu
keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan
kebutuhan klien.
2. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistimatis mengarah pada asuhan
kebidanan yang diperlukan oleh klien.
Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Difinisi Operasional :
1. Ada format rencana asuhan kebidanan
2. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan evaluasi.

Standar V: Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien tindakan
kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Difinisi Operasional :
1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi
2. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi
3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
4. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau
tugas kolaborasi.
5. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan dan etika
kebidanan serta memberikan hak klien aman dan nyaman.
6. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia

Standar VI: Partisipasi Klien


Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama partisipasi klien dan keluarga dalam rangka
peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Difinisi Operasional :
1. Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang:
 Status kesehatan saat ini
 Rencana tindakan yang akan dilaksanakan
 Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan
 Peranan petugas kesehatandalam tindakan kebidanan
 Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
2. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindak kegiatan.

Standar VII: Pengawasan


Monitor (pengawasan) terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dan tujuan untuk
mengetahui perkembangan klien.
Difinisi Operasional :
1. Adanya format pengawasan klien.
2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sistimatis untuk mengetahui keadaan
perkembangan klien.
3. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan.

Standar VIII: Evaluasi


Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindak kebidanan yang
dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Difinisi Operasional :
1. Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakannya tindakan kebidanan, menyesuaikan
dengan standar ukuran yang telah ditetapkan.
2. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan.
3. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.

Standar IX: Dokumentasi


Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuh kebidanan yang
diberikan.
Difinisi Operasional:
1. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan.
2. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang bertanggung jawab.
3. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.
Hubungan standar praktik dengan hokum atau perundang-
undangan

You might also like