You are on page 1of 3

Sabtu, 9 November 2018

KH. Muhammad Bakhiet


Nafsu dan Amarah
Salah satu yang menghalangi kita istiqomah dalam beribadah adalah nafsu, dijelaskan oleh
Imam al-Ghazali ada 4 hal yang menghalangi kita untuk tetap berada di jalan yang lurus,yang
pertama yang menghalangi kita adalah pengaruh dunia, lingkungan keluarga, bujukan syaitan,
dan ajakan nafsu.

Nafsu dalam keadaan senang mengajak seperti binatang, saat keadaan marah ia bagaikan
binatang biuas, dalam musibah ia seperti anak kecil, ketika mendapat nikmat ia seperti Fir’aun
(sombong), ketika lapar ia seperti orang gila, ketika kenyang ia angkuh, pendeknya nafsu itu
seperti diungkapkan oleh penyair bahwa nafsu itu bagaikan himar yang jelek saat kenyang ia
menendang orang dan saat lapar ia berteriak.

Benar sekali orang saleh berkata bahwa diantara keburukan dan kebodohan nafsu yaitu apabila
ia berniat melakukan maksiat / syahwat lalu engkau belokkan ia dengan memohon
perlindungan Allah SWT, kemudian dengan utusan Allah SWT dan semua nabi Allah SWT
dengan kitab Allah SWT dengan seluruh hamba Allah SWT yang shalih dan engkau hadapkan
kepada maut dan kubur, hari kiamat, surga dan neraka maka nafsu tetap tidak mau menurut dan
engggan meninggalkan kesenangannya. Tetapi, jika engkau menghadapinya dengan
menghindari sepotong roti maka ia akan diam dan meninggalkan kesenangannya. Hendaklah
engkau ketahui keburukan dan kerendahan nafsu lalu berhati-hatilah jangan lengah, sebab
nafsu itu selalu mengajak berbuat jelek walaupun kelihatannya baik (taat) tapi ujungnya
berakibatkan keburukan.

Imam al-Ghazali juga menjelaskan bahwa seseorang diwajibkan mengenal bisikan hati, apakah
bisikan itu dari Allah SWT, dari malaikat, dari syaitan ataukah dari nafsu supaya kita bisa
memilah apa yang perlu kita kerjakan. Pada zhahir nya sesuatu yang baik pun bisa jadi berasal
dari syaitan dan nafsu karena itu penting untuk mengenalnya. Sungguh aku pernah menerima
cerita dari sebagian ulama yang shalih yakni Ahmad bin Arqam al Balkhi Rahimahullah, beliau
berkata “aku selalu dibujuk nafsu supaya keluar kepeperangan melawan orang kafir, padahal
hal itu suatu kebaikan yakni jihad dan pahalanya besar tapi beliau tahu yang mengajak hal
tersebut adalah nafsu, lalu aku mengucap subhanallah Allah telah berfirman nafsu selalu
mengajak berbuat jelek, sehingga beliau menyangkal nafsu yang menyuruh kebaikan. Beliau
sudah menyangka bahwa nafsu akan menjerumuskan beliau karena ia tidak mau diajak untuk
beribadah yang lain selain berperang dan hanya ingin bertemu banyak orang untuk menunjukan
ibadahnya , sehingga mereka mengagungkannya. Maka aku pun berkata kepada nafsuku itu
aku tidak akan menempatkan engkau dikeramaian dan aku bersembunyi saja saat berperang
dan nafsuku menyetujui, namun aku berburuk sangka kepada nafsuku aku tetap tidak percaya.
Lalu aku berucap lagi aku akan berperang tanpa senjata dan secara sembunyi tanpa dilihat
orang lain, sehingga engkau yang terbunuh pertama kali wahai nafsu. Nafsupun menyetujui,
namun aku tetap berprasangka buruk terhadap nafsuku, kemudian beliau hitung kebaikan
secara zhahir semua disetujui oleh nafsunya, beliau berkata aku mengucap wahai Tuhanku
semoga berkenanlah engkau memperingatkan kepada nafsuku karena aku selalu curiga
terhadapnya lagipula aku selalu membenarkanmu, lalu aku dikaruniai kasaf dibukanya tabir
hatiku seakan akan nafsuku berkata “hai Ahmad bin Arqam engkau membunuhku setiap hari
sebab engkau mencegahku dari berbagai kesenangan dan senantiasa engkau selisihi, padahal
tidak seorangpun tahu jika engkau ikut berperang lalu aku terbunuh sekali dan aku bisa selamat
darimu maka orang banyak mengatakan Ahmad mati syahid dan aku memperoleh kemuliaan
serta disebut-sebut banyak orang. Akupun berdiam dirumah dan tidak ikut berperang pada
tahun itu.

Benar sekali perkataan penyair dan sungguh indah ucapannya “jagalah nafsumu janganlah
engkau merasa aman dari pengkhiatannya karena nafsu itu lebih jelek daripada 70 syaitan.
Disebut dalam hadits bahwa perlahan itu dari Allah SWT dan bersegera itu dari syaitan.
Hendaklah engkau mengendalikan nafsu dengan kendali taqwa, ibadaj itu ada 2 bagian
sebagian mengerjakan dan sebagian menjauhi. Bagian menjauhi larangan lebih utama
dibandingkan mengerjakan ketaatan, dalam hadits disebutkan bahwa suatu ketaatan disuruh
melakukannya semampunya, namu jika larangan maka hindarilah secara penuh.

You might also like