Professional Documents
Culture Documents
HIPERTENSI
Disusun Oleh :
Pembimbing Klinik :
KUPANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
Laporan Kasus ini dengan judul: Hipertensi. Atas nama: Maya W.S Bolang,
S.Ked Nim 1208017055 pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana – RSUD Prof dr. W.Z Yohanes telah berhasil
dipertahankan dihadapan pembimbing dan diterima sebagai salah satu syarat ujian
dalam bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Pembimbing
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny.MB
Umur : 50 tahun
Alamat : Walikota
Ruangan : Bogenvil
No.MR : 49 58 76
Keluhan utama :
Pasien datang dengan keluhan perdarahan dari hidung sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan ini awalnya terjadi (tgl 16/7/2018) ketika pasien
sedang duduk disekolah namun tiba-tiba keluar darah segar dari kedua hidung,
volumen darah yang keluar dari hidung hanya dibersihkan menggunakan satu
tissue saja. Perdarahan dari hidung hanya tejadi satu kali saja dalam sehari.
Keesokan harinya (tanggal 17/7/2018) pasien kembali mengeluhkan keluar darah
dari kedua hidung yang terjadi secara tiba-tiba ketika pasien sedang beraktivitas.
Volume perdarahan dari hidung dibersihkan dengan menggunakan satu tissue.
Untuk mengurangi perdarahan tersebut pasien melakukan kompres dengan
menggunakan es batu. Pasien sempat di bawa ke RS Kartini dan dilakukan
observasi disana tidak terjadi perdarahan dari hidung lagi. Namun dari
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 170/100 mmHg dan pasien
sempat mendapatkan obat pulang captopril 3 x 25 mg. Pada tanggal 18/7/2018
terjadi lagi perdarahan dari hidung sehingga pasien pergi ke IGD RSUD Prof. Dr.
W.Z Yohanes Kupang. Perdarahan terjadi secara tiba-tiba saat pasien sedang
beraktivitas dan terjadi sekali saja. Riwayat trauma disangkal pasien. Volume
darah yang keluar dari hidung hanya dibersihkan menggunakan satu tissue saja.
Saat di IGD pasien sempat merasakan kepala yang terasa memberat secara tiba-
tiba. Keluhan ini bersifat hilang timbul. Membaik jika pasien tidur dan memberat
jika pasien banyak melakukan gerakan. Pasien juga mengeluhkan pusing berputar
namun menurut pasien dirasakan hanya sebentar saja dan gejalanya sudah
berkurang dengan istirahat. Keluhan mual (-), muntah (-), penglihatan kabur (-),
nyeri dada (-), rasa berdebar-debar (-) tidak dikeluhkan oleh pasien. Nafsu makan
pasien baik dan minum dengan cukup. BAK dan BAB dalam keadaan biasa
(normal).
Riwayat Keluarga :
Riwayat pengobatan :
Riwayat kebiasaan :
Pasien ada seorang PNS (Guru SMA) di salah satu SMA di Kota Kupang,
dengan penghasilan >Rp.3.000.000. pasien juga memiliki seorang suami juga
yang bekerja sebagai PNS dan dua orang anak yang masih mengikuti pendidikan
di jenjang SMA.
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 20 Juli 2018, Pkl.11.30 WITA di ruang
bogenvil
Terapi
IVFD NaCl 500 cc/24 jam
Captopril 3 x 12,5 mg
Amlodipin 1 x 5 mg
Kompres air hangat jika terjadi perdarahan dari hidung
Key and Clue Problem DD Planing Planing Planning Edukasi
List Diagnose Therapy Monitorin
g
Perempuan 50 Epistaksis Epistaksis - Perbaiki Keluhan Edukasi
tahun anterior keadaan (epistaksis mengenai
- Keluar darah Epitaksis umum ) penyakit dan
dari hidung sejak posterior - Cari TTV penangananny
4 hari yang lalu sumber a.
- Frekuensinya perdarahan
1x/hari - Hentikan
- Jumlah darah perdarahan
yang keluar (menekan
hanya hidung dari
dibersihkan luar 10-15
dengan satu menit dan
tissue saja pasang
Tanda Vital tampon)
TD : 170/120 - Cari faktor
mmHg penyebab
N : 88x/menit,
reguler, kuat
angkat
S : 37 derajat
celcius
RR : 20x/menit
Konj.anemis (-/-)
Hidung :
epistaksis (-/-)
Hasil lab
Hb : 15,2 g
Hematokrit :
46,1%
MCV : 91,8 fL
MCH : 30,3 pg
MCHC : 33,0 g/L
Trombosit : 170 x
103 /uL
PT : 10,0 detik
APTT : 30,8 detik
20 Juli 2018
S Perdarahan dari hidung (-), nyeri kepala (+), pusing (+)
O Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
TD : 160/80
N : 84x/menit, reguler, kuat angkat
S : 36,3
RR : 20x/menit
Mata : kongjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : epistaksis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Jantung (auskultasi) : S1,S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo (auskultasi) : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : supel, bising usus (+), nyeri tekan (-), organomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT <2 detik, edema (-)
A Hipertensi grade 2
P Aff infus
Captopril 3 x 12,5 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
21 Juli 2018
S Perdarahan dari hidung (-), nyeri kepala (-), pusing (-)
O Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
TD : 150/70
N : 82x/menit, reguler, kuat angkat
S : 36,1
RR : 20x/menit
Mata : kongjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : epistaksis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Jantung (auskultasi) : S1,S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo (auskultasi) : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : supel, bising usus (+), nyeri tekan (-), organomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT <2 detik, edema (-)
A Hipertensi grade 2 (perbaikan)
P Acc KRS
Obat pulang
Captopril 3 x 12,5 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi
kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien
hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat antihipertensi.
Hipertensi primer
Hipertensi primer merupakan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih,
pada usia 18 tahun ke atas dengan penyebab yang tidak diketahui.
Hipertensi merupakan penyakit yang bukan hanya disebabkan oleh satu
macam mekanisme, akan tetapi bersifat multifaktorial, yang timbul akibat
dari interaksi dari berbagai macam faktor resiko. Prevalensi dari hipertensi
primer adalah sekitar 90%
Hipertensi sekunder
Sekitar 10% hipertensi bisa disebabkan oleh :
- Penyakit : penyakit ginjal kronik, sindroma cushing, koartasi aorta,
obstuctive sleep apnea, penyakit paratiroid, feokromositoma,
aldosteronism primer, penyakit renovaskular dan penyakit tiroid.
- Obat-obatan : prednison, fludrokortison, triamsinolon
- Makanan : sodium, etanol dan licarice
3.3.2 Faktor resiko
Diet
Asupan garam
Ras
Obesitas
Merokok
Genetik
a. Anamnesis
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian
obat-obatan analgetik dan obat/ bahan lain
Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan dan palpitasi
(feokromositoma)
Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor resiko
Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga
pasien
Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
Kebiasaan merokok
Pola makan
Kegemukan, intensitas olah raga
kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attack, defisit sensoris atau motoris
Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan
bantal tinggi (lebih dari 2 bantal)
Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria.
Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten
5. Pengobatan anti hipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik bisa dilakukan pemeriksaan tekanan darah dengan
menggunakan sphygnomanometer.
Pengukuran tekanan darah :
- Home Blood Pressure Measurements
Pengukuran sendiri tekanan darah di rumah diindikasikan untuk
mengevaluasi efek white coat hypertension, menilai hasil pengobatan
obat anti hipertensi terhadap kerusakan target organ, memperbaiki
sikap dan kepatuhan pasien terhadap pengobatan dengan obat anti
hipertensi. Pengkuran tekanan darah di rumah lebih rendah dan
mempunyai korelasi yang lebih baik dengan resiko yang akan terjadi
bila dibandingkan dengan pengkuran diruang praktek dokter.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa pengukuran di rumah lebih
mewakili kondisi tekanan darah sehari-hari. Pengukuran tekanan
darah di rumah juga diharapkan meningkatkan keberhasilan
pengendalian tekanan darah serta menurunkan biaya
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari tes darah rutin,
glukosa darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum, kolesterol LDL
dan HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam urat serum, kreatinin
serum, kalium serum, hemoglobin dan hematokrit, urinalisis dan
elektrokardiogram. Beberapa pedoman penanganan hipertensi
menganjurkan tes lain seperti : ekokardiogram, USG karotis (dan femoral),
C-reactive protein, mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin
urin, proteinuria kuantitatif (jika uji carik celup positif), funduskopi (pada
hipertensi berat)
Non farmakologis
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah
:
DASH
DASH atau dietary approaches to stop hypertension merupakan diet
dengan peningkatan konsumsi makanan berserat seperti produk sayur-
sayuran dan buah-buahan serta mengurangi konsumsi makanan dengan
lemak jenuh.(7) Menu diet DASH sebagai terapi non-farmakologi
hipertensi yang terbukti mampu menurunkan tekanan darah akibat
hipertensi.(7) Diet DASH ini dapat menurunkan tekanan sistolik 6-11
mmHg dan tekanan darah diastolik 3-6 mmHg (8)
Kriteria Asupan makan DASH
Komponen zat DASH target Target Tidak memenuhi
gizi pertengahan target
Karbohidrat (% <55 ≥55 s.d <65 ≥65
total energi)
Protein (% total >18 >16,50 s.d ≤18 <16,50
energi)
Lemak (% total <27 ≥27 s.d <32 ≥32
energi)
Lemak jenuh (% <6 ≥6% s.d <11 ≥11
total energi)
Serat (g) >25 >16,26 s.d ≤25 ≤16,26
Natrium (mg) <2300 ≥2.300 s.d ≥2.684
<2684
Rasio Na : K <0,49 ≥0,49 s.d <0,84 ≥0,84
Kalsium (mg) >800 >544,62 s.d ≤544,62
Magnesium (mg) >270 >179,30 s.d ≤179,30
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6
bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2.
Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga
kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
1. Diuretik (4)
Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan mendeplesi
simpanan natrium. Mula-mula, diuretik menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi volume darah dan curah jantung; tahanan vaskular perifer
mungkin meningkat. Setelah 6-8 minggu, curah jantung kembali ke
normal sedangkan tahanan vaskular menurun. Beberapa diuretik memiliki
efek vasodilatasi langsung disamping kerja diuretiknya. Diuretik efektif
menurunkan tekanan darah sebesar 10-15 mmHg pada sebagian besar
penderita, dan diuretik sendiri memberikan hasil pengobatan yang
memadai bagi hipertensi essensial ringan sampai sedang. Untuk hipertensi
berat, diuretik digunakan dalam kombinasi obat simpatoplegik dan
vasodilator untuk mengontrol kecenderungan terjadinya retensi natrium
yang disebabkan oleh obat-obat tersebut.
Efek samping diuretik yang paling sering adalah hipokalemia.
2. ACE-I (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor) (6)
ACE-Inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.
Vasodilatasi secara langung akan menurunkan tekanan darah sedangkan
berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan
retensi kalium. ACE-Inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang
maupun berat. Bahkan beberapa diantaranya dapat digunakan pada kasus
krisis hipertensi seperti captopril dan enalaprilat.
Efek samping ACE-Inhibitor adalah hipotensi, batuk kering, hiperkalemia,
dan rash.
3.7 Komplikasi
3.8 Prognosis
Hipertensi yang tidak diobati akan meningkatkan: 35% semua
kematian kardiovaskular, 50% kematian stroke, 25% kematian PJK, 50%
penyakit jantung kongestif, 25% semua kematian prematur (mati muda),
serta menjadi penyebab tersering untuk terjadinya penyakit ginjal kronis
dan penyebab gagal ginjal terminal. Pada banyak uji klinis pemberian obat
anti hipertensi akan diikuti penurunan insiden stroke 35% sampai 40%,
infark miokard 20% sampai 25% dan lebih dari 50% gagal jantung (1)
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien ini masuk ke IGD dengan keluhan perdarahan dari hidung sejak 4
hari yang lalu. Epitaksis atau perdarahan dari hidung sering kali timbul spontan
tanpa diketahui penyebabnya. Epitaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada
hidung atau kelainan sistemik. (9) Kelainan sistemik disini berhubungan dengan
hipertensi. Yakni hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti pada
arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis atau diabetes melitus dapat
menyebabkan epitaksis.(9) Penanganan yang diberikan adalah perbaiki keadaan
umum, cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk
mencegah berulangnya perdarahan. (9) Pada pasien didapatkan terdapat gejala
klinis perdarahan dari hidung sejak 4 hari yang lalu dan terapi yang didapat adalah
kompres dengan air hangat jika terjadi perdarahan
BAB V
KESIMPULAN