You are on page 1of 68

v

FAKTOR RISIKO PAPARAN ASAP ROKOK TERHADAP KEJADIAN

BERAT BAYI LAHIR RENDAH DI KOTA MAKASSAR

RISK FACTORS OF CIGARETTE SMOKE EXPOSURE OF LOW BIRTH

WEIGHT IN MAKASSAR

ANDRIANASTI PREPUTRI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
vi

FAKTOR RISIKO PAPARAN ASAP ROKOK TERHADAP

KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH

DI KOTA MAKASSAR

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

ANDRIANASTI PREPUTRI

kepada

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
vii
viii
ix

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat, taufik serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis yang berjudul “Faktor Risiko Paparan Asap Rokok terhadap

Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah di Kota Makassar” sebagai salah

satu syarat untuk mencapai gelar magister pada Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah

kepada Rasulullah Shahhallahu ‘alaihi wa Sallam.

Karya ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis, Drs.

Anwar Masab, M.Pd dan Asniwati, S.Kep.Ns, terima kasih telah menjadi

motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan tesis ini.Penulis

persembahkan karya sederhana ini sebagai bagian dari janji penulis untuk

senantiasa membanggakan keluarga. Serta kepada adikku Ria

AndrianaDwi Putri, semoga karya ini bisa menjadi motivasi untuk

menyelesaikan kuliah dan mengejar gelar sarjana.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan tesis ini banyak

mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, dan kerjasama

dari berbagai pihak kendala-kendala tersebut dapat teratasi. Untuk itu

penulis juga ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Ansariadi, Ph.D selaku Ketua Bagian Epidemiologi FKM

Unhas juga selaku pembimbing 1 dan bapak Yahya Thamrin,

SKM, M.Kes, MOHS, Ph.D selaku pembimbing 2 yang telah


x

dengan sabar, tulus, dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, serta

pikiran dalam membimbing dan memberikan arahan kepada

penulis hingga dapat menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. dr. Andi Zulkifli A, M. Kes selaku penguji dari

bagian Epidemiologi sekaligus Dekan FKM Unhas, Bapak Prof. Dr.

drg. A. Arsunan Arsin, M.Kes selaku penguji dari bagian

Epidemiologi dan Bapak Sukri Palutturi, SKM, M.Kes, M.Sc, PH.,

Ph.D selaku penguji dari bagian Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan atas segala kritikan dan saran yang membangun guna

penyempurnaan penulisan tesis ini.

3. Dosen FKM Unhas, khususnya dosen bagian Epidemiologi yang

telah memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menempuh

pendidikan magister.

4. Kepala Puskesmas Kaluku Bodoa, Kepala Puskesmas Antang,

Kepala Puskesmas Tamangapa, Kepala Puskesmas

Patingalloang, Kepala Puskesmas Layang beserta para staff dan

kader puskesmas yang telah membantu penulis selama proses

pengumpulan data hingga penelitian berakhir.

5. Seluruh responden yang telah meluangkan waktunya selama

proses penelitian.

6. Kepada kakak-kakak dan teman-teman Epidemiologi 2015, serta

teman-teman sepembimbingan ‘Maternal Grup’, terima kasih atas

segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.


xi

7. Kepada Anti, Ara, Marwah, Ainun, Sari, Intan, dan Nita, terima

kasih untuk doa dan segala semangatnya. Juga untuk Isna,

Wardah, Indah, Hasmi, Uga, dan Adi, terima kasih karena telah

meluangkan waktu untuk menghibur dan mendengar keluhan-

keluhan penulis selama ini.

Serta terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat penulis

tuliskan namanya satu persatu atas segala bantuannya selama ini.Penulis

menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan

tesis ini.Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan tesis ini.Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini

dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi pengembangan ilmu.

Makassar, Agustus 2017

Penulis
xii
xiii
xiv

DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA ................................................................................................ v

ABSTRAK ................................................................................................ viii

ABSTRACT .............................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................. x

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ...................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 8

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Bayi Berat Lahir Rendah ................ 10

B. Tinjauan Umum Tentang Rokok ............................................. 26

C. Tinjauan Umum Tentang Perokok Pasif dan BBLR ................ 35

D. Tinjauan Umum Faktor Risiko BBLR ...................................... 36

E. Tabel Sintesa .......................................................................... 38

F. Lokus Penelitian ..................................................................... 41

G. Kerangka Teori ....................................................................... 42


xv

H. Kerangka Konseptual .............................................................. 46

I. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ............................... 47

J. Hipotesis Penelitian ................................................................ 51

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian ............................................................. 53

B. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 55

C. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................. 55

D. Teknik Pengumpulan Data................................. ...................... 58

E. Pengolahan Data .................................................................... 60

F. Analisis Data ........................................................................... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ....................................................................... 64

B. Pembahasan ............................................................................ 79

C. Keterbatasan Penelitian ........................................................... 92

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 95

B. Saran ....................................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 97

LAMPIRAN
xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tabel Sintesa Penelitian 36

Tabel 2. Kontigensi 2x2 Odds Ratio 55

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan wilayah puskesmas 63

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan 64

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan suami 64

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin bayi 65

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan paparan asap rokok 65

Tabel 8. Distribusi responden paparan asap rokok suami 66

Tabel 9. Distribusi responden paparan asap rokok keluarga 66

Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan jumlah perokok 67

Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan jumlah batang rokok 67

Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan durasi terpapar 68

Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan jumlah paritas 68

Tabel 14. Distribusi responden berdasarkan status gizi 69

Tabel 15. Distribusi responden berdasarkan pendapatan keluarga 69

Tabel 16. Besar risiko paparan asap rokok 70

Tabel 17. Besar risiko paparan asap rokok suami 70

Tabel 18. Besar risiko paparan asap rokok anggota keluarga 71

Tabel 19. Besar risiko jumlah perokok aktif terhadap berat lahir 71

Tabel 20. Besar risiko jumlah/banyaknya rokok terhadap berat lahir 72

Tabel 21. Besar risiko durasi terpapar terhadap berat lahir bayi 72
xvii

Tabel 22. Besar risiko paritas berisiko terhadap berat lahir 73

Tabel 23. Besar risiko status gizi kurang terhadap berat lahir 74

Tabel 24. Besar risiko pendapatan kurang terhadap berat lahir 74

Tabel 25. Rangkuman hasil analisis bivariat 75

Tabel 26. Hasil analisis multivriat faktor risiko kejadian BBLR 76


xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka teori faktor risiko paparan asap rokok dan

kejadian BBLR 41

Gambar 2. Mekanisme paparan asap rokok berpengaruh terhadap

kejadian BBLR (Lestari et al., 2015; Aditama, 1997) 42

Gambar 3. Kerangka konsep penelitian 43

Gambar 4. Desain penelitian 50


xix

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

ADD Attention Deficit Disorder

ADHD Attention Deficit Hyperactivity Disorder

AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome

ASI Air Susu Ibu

ASEAN Association of Southeast Asian Nations

Aterm Persalinan saat usia kehamilan cukup bulan

BB Berat Badan

BBLR Bayi Berat Lahir Rendah

BBLSR Bayi Berat Lahir Sangat Rendah

BBLASR Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah

cc Cubic centimeter

CPAP Continous Positive Airway Pressure

Depkes Departemen Kesehatan

Dinkes Dinas Kesehatan

HIV Human Immunodeficiency Virus

kg Kilogram

KIA Kesehatan Ibu dan Anak

KMK Kecil untuk Masa Kehamilan

LILA Lingkar Lengan Atas

mg Miligram

Multigravida Wanita yang telah hamil dua kali atau lebih


xx

NCB Neonatus Cukup Bulan

NGT Naso Gastric Tube

NKB Neonatus Kurang Bulan

NLB Neonatus Lebih Bulan

O2 Oksigen

OR Odds Ratio

PP Peraturan Pemerintah

Prenatal Periode awal perkembangan janin

RF Rokok filter

RNF Rokok nonfilter

Riskesdas Riset Kesehatan Dasar

SKM Sigaret kretek mesin

SKT Sigaret kretek tangan

SMK Sesuai dengan Masa Kehamilan

Sulsel Sulawesi Selatan

TORCH Toxoplasma gondii, Rubella, Cyto Megalo Virus

(CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) dan penyakit

lainnya

UMR Upah Minimum Regional

UNICEF United Nations International Children’s Emergency

Fund

WHO World Health Organization


xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Informed Consent 102

2. Kuesioner Penelitian 103

3. Output Penelitian 109

4. Dokumentasi Penelitian 129

5. Persuratan 131

6. Riwayat Hidup 136


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang memiliki berat

lahir kurang dari 2500 gram saat ditimbang setelah satu jam pertama

kelahiran(WHO and UNICEF, 2005). BBLR terus menjadi masalah

kesehatan masyarakat yang signifikan secara global dan berhubungan

dengan berbagai konsekuensi, baik konsekuensi jangka pendek maupun

konsekuensi jangka panjang (WHO, 2014). Bayi dengan berat badan lahir

rendah berkontribusi terhadap kesakitan dan kematian neonatal, bayi dan

anak.

Menurut WHO, BBLR berkontribusi terhadap 60% hingga 80%

kematian neonatal(WHO, 2014). Bayi dengan BBLR 40 kali lebih mungkin

meninggal dalam waktu empatminggu pertama kehidupan daripada bayi

dengan berat lahir normal (Metgud et al., 2012). Bayi BBLR berpotensi

besar untuk mengalami berbagai masalah kesehatan sebagai akibat dari

organ dan fungsi tubuh yang belum matang(Maryunani, 2013), serta

mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan

mudah terserah komplikasi. Masalah lain yang sering terjadi adalah

gangguan pada sistem pernafasan, susunan syaraf pusat, kardiovaskular,

hematologi, gastro intestinal, ginjal, dan termoregulasi(Kemenkes, 2015).


2

Prevalensi global BBLR pada tahun 2014 adalah 15,5% atau sekitar

20 juta bayi BBLR lahir setiap tahun dengan 96,5% diantaranya berada di

negara-negara berkembang. WHO memperkirakan 38% BBLR terjadi di

Asia Selatan, 13% terjadi di Afrika sub-Sahara, dan 9% di Amerika

Latin(WHO, 2014). India menjadi negara yang penyumbang sepertiga dari

beban global BBLR. Namun angka BBLR ini dapat lebih tinggi,

dikarenakan lebih dari separuh anak-anak di dunia belum ditimbang saat

lahir dan masih adanya persalinan yang terjadi di rumah atau klinik

kesehatan kecil yang tidak dilaporkan secara resmi. WHO telah

menargetkan untuk mengurangi 30% kelahiran bayi berat lahir rendah

hingga tahun 2025 atau diperlukan pengurangan jumlah BBLR hingga

mencapai 14 juta bayi dengan kasus BBLR (WHO, 2014).

Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa persentasi BBLR di

Indonesia pada tahun 2013 sebesar 10,2%. Angka ini masih tergolong

tinggi dibandingkan negara berkembang lainnya di Asia Tenggara seperti

Thailand dengan presentasi BBLR sebesar 7% dan Vietnam sebesar

5%(UNICEF, 2014). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, Persentase BBLR

tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah (16,8 %) dan terendah di

Sumatera Utara (7,2 %). Persentase BBLR di Provinsi Sulawesi Selatan

adalah sebesar 12,4%. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi BBLR

nasional(Kemenkes RI, 2014). BBLR juga merupakan salah satu

penyebab kematian neonatal di Provinsi Sulawesi Selatan (Dinkes Sulsel,

2016).
3

Kota Makassar sebagai ibu kota provinsi menjadi salah satu daerah

dengan jumlah bayi BBLR tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan. Sejak

tahun 2010 hingga 2015, persentase bayi BBLR di kota Makassar terus

mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, persentase BBLR di Kota

Makassar adalah 0,21% kemudian pada tahun 2014 menjadi 2,81%

(Dinkes Kota Makassar, 2014). Pada tahun 2015, persentase bayi BBLR

mengalami peningkatan menjadi 6,07%atau meningkat hampir tiga kali

lipat dari tahun sebelumnya (Dinkes Sulsel, 2016a).

Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktorial.

Menurut Kramer, BBLR dapat disebabkan karena faktor genetik,

demografi dan psikososial, obstetrik, morbiditas ibu selama kehamilan,

faktor gizi, paparan racun, serta antenatal care menjadi faktor-faktor yang

dapat menyebabkan BBLR(Kramer, 1987). Sesuai dengan teori Kramer,

selain faktor paritas, status gizi dan pendapatan, paparan rokok juga

dianggap sebagai salah satu penyebab dari kejadian BBLR. Jumlah bayi

BBLR yang meningkat dan meningkatnya jumlah perokok memungkinkan

adanya hubungan keduanya.

Indonesia menjadi negara dengan persentase perokok terbesar

diantara negara-negara ASEAN, yaitu 46,16%. Berdasarkan Riskesdas

2013, 85% rumah tangga di Indonesia terpapar asap rokok dengan

proposi perokok laki-laki adalah 64,9%. Proporsi perokok setiap hari di

Sulawesi Selatan sebesar 22,8% dari total jumlah penduduk dengan

perokok terbanyak adalah laki-laki, yaitu sebesar 54,7% dan hanya 1,2%
4

perempuan yang menghisap rokok (Kemenkes, 2013). Adapun persentase

perokok setiap hari di Kota Makassar berdasarkan Riskesdas 2013 adalah

22,1%. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara

kejadian BBLR dengan paparan asap rokok (Khattar et al., 2013; Gupta et

al., 2015; Abu-Baker et al., 2010). Angka kejadian BBLR dan perokok

yang tinggi menunjukkan perlu dilakukannya investigasi untuk mengetahui

hubungan antara keduanya.

Penelitian mengenai BBLR telah banyak dilakukan sebelumnya,

namun sebagian besar hanya meneliti faktor bayi, faktor maternal dan

faktor nutrisi (Azhar et al., 2013; Wado et al., 2014; Liu et al., 2013).

Perilaku merokok dapat menimbulkan beban kesehatan, social,

ekonomi,dan lingkungan tidak saja bagi perokok tetapi juga bagi orang lain

yang terpapar asap rokok. Paparan asap rokok telah lama diketahui dapat

mempengaruhi hasil kelahiran dan kondisi bayi saat lahir(Abu-Baker et al.,

2010). Paparan asap rokok selama kehamilan dapat mempengaruhi

kesehatan (Khattar et al., 2013) dan perkembangan janin serta

mempengaruhi berat lahir bayi(Wahabi et al., 2013).

Paparan asap rokok mengandung zat-zat berbahaya seperti tar,

nikotin, karbon monoksida, dan timah hitam dapat mengganggu

pertumbuhan janin di dalam kandungan. Kandungan nikotin dari paparan

asap rokok pada ibu hamil dapat mengganggu proses distribusi makanan

dari ibu pada janin.Sedangkan karbon monoksida akan mengikat

hemoglobin di dalam darah, sehingga fungsi hemoglobin untuk


5

menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu dan

menghambat proses penyaluran sari-sari makanan pada janin. Hal ini

dapat mempengaruhi perkembangan janin di dalam kandungan dan berat

lahir bayi pada saat persalinan (Lestari et al., 2015).

Penelitian mengenai asap rokok dan BBLR telah dilakukan

sebelumnya (Khattar et al., 2013; Wadi & Al-Sharbatti, 2011; Abu-Baker et

al., 2010; Wahabi et al., 2013), namun penelitian-penelitian ini sebagian

besar dilakukan di timur tengah serta India yang memiliki perbedaan

kebiasaan dengan masyarakat Indonesia, sehingga perlu dilakukan

penelitian serupa di Indonesia. Hasil penelitian yang diperoleh mengenai

paparan asap rokok dan BBLR bervariasi. Beberapa penelitian

menunjukkan terdapat hubungan antara paparan asap rokok dengan

kejadian BBLR (Gupta et al., 2015, Khattar et al., 2013, Liu et al., 2013),

sedangkan penelitian lainnya yang dilakukan di Jepang menunjukkan tidak

adanya hubunganantara paparan asap rokok dengan berat badan saat

kelahiran (Miyake et al., 2013). Hal ini menunjukkan masih adanya

inkonsistensi, sehingga diperlukan adanya penelitian serupa untuk

mengetahui efek dari paparan asap rokok terhadap kejadian BBLR.

Penelitian mengenai paparan asap rokok dan BBLR masih terbatas.

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di Indonesia (Lestari et al.,

2015), hanya meneliti mengenai paparan asap rokok yang berasal dari

suami dan anggota keluarga, namun tidak meneliti mengenai jumlah

anggota keluarga yang merokok, durasi atau lamanya paparan asap


6

rokok, serta banyaknya rokok. Padahal, durasi keterpaparan asap rokok,

jumlah rokok(Abu-Baker et al., 2010), dan jumlah anggota keluarga yang

merokok (Pogodina et al., 2009)meningkatkan risiko BBLR.

Penelitian mengenai BBLR di Makassar telah banyak diteliti

sebelumnya (Solihah& Sumarmi, 2015; Jaya, 2009), akan tetapi penelitian

yang secara khusus meneliti mengenai paparan asap rokok dengan

kejadian BBLR di Kota Makassar masih terbatas. Umumnya paparan asap

rokok hanya dijadikan sebagai salah satu variabel penelitian dan hanya

dibedakan menjadi dua kategori, yaitu terpapar dan tidak terpapar,

padahal terdapat pertanyaan lainnya yang dapat ditanyakan guna melihat

paparan asap rokok sebagai faktor risiko kejadian BBLR seperti paparan

asap rokok dari suami, anggota rumah tangga lain, hingga jumlah anggota

rumah tangga yang merokok.

Penelitian mengenai pengaruh paparan asap rokok terhadap

kejadian BBLR sebelumnya pernah diteliti, namun dilakukan pada seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan (Sirajuddin et al., 2011).

Selain itu, penelitian ini perlu diteliti ulang mengingat data yang digunakan

adalah data Riskesdas tahun 2007. Sehingga perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut mengenai paparan asap rokok kaitannya dengan kejadian

BBLR terkhusus di Kota Makassar.

Selain paparan asap rokok, paritas ibu juga dianggap sebagai salah

satu penyebab BBLR. Penelitian mengenai paritas dan BBLR telah dteliti

sebelumnya, namun hasil penelitian mengenai hubungan paritas dan


7

BBLR bervariasi. Penelitian yang dilakukan di Utah menunjukkan bahwa

tidak ditemukan hubungan antara paritas dan BBLR(Hinkle et al. 2015;

Bora & Das 2015). Sedangkan beberapa penelitian lain menemukan hasil

sebaliknya, yaitu paritas merupakan parameter penting yang dapat

mempengaruhi berat lahir anak(Khan et al. 2016; Prudhivi & Bhosgi 2015;

Noor et al. 2015). Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

untuk mengkonfirmasi hasil penelitian sebelumnya yang tidak konsisten.

Beberapa penelitian mengenai hubungan status gizi, khususnya

lingkar lengan atas (LILA) menunjukkan hubungan yang signifikan dengan

kejadian berat bayi lahir rendah (Assefa et al. 2012; Wado et al. 2014).

Namun hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan, karena

menggunakan standar 23 cm, sementara standar LILA yang digunakan di

Indonesia adalah 23,5 cm. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai

hubungan LILA dengan berat bayi lahir rendah dengan menggunakan

standar sesuai ketentuan di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan di Ethiopia menunjukkan bahwa

pendapatan perbulan berhubungan secara signifikan dengan berat bayi

lahir rendah(Demelash et al. 2015; Yasmeen & Azim 2011). Namun

penelitian lainnya menyatakan bahwa pendapatan tidak signifikan

terhadap kejadian berat bayi lahir rendah (Sharma et al. 2015). Hal ini

menunjukkan masih ditemukannya hasil yang tidak konsisten terhadap

hubungan pendapatan dan berat bayi lahir rendah, sehingga perlu


8

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan pendapatan dan

berat bayi lahir rendah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan rumusan

masalah: apakah ada hubungan antara paparan asap rokok dengan

kejadian BBLR di Kota Makassar Tahun 2017?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara paparan asap rokok dengan

kejadian BBLR.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara paparan asap rokok

berdasarkan paparan asap rokok suami, paparan asap rokok

anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang merokok, durasi

paparan asap rokok, dan jumlah rokok dengan kejadian berat bayi

lahir rendah.

b. Untuk mengetahui hubungan antaraparitasdengan kejadian BBLR.

c. Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan kejadian

BBLR.

d. Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan dengan kejadian

BBLR.
9

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diberikan oleh penelitian ini adalah:

1. Manfaat Ilmiah

Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan serta menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Institusi

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi

instansi-instansi terkait dalam merumuskan kebijakan mengenai

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), terkhusus BBLR.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi wadah bagi peneliti untuk

mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dalam rangka menambah

pengalaman dan mempeluas wawasan ilmiah.

4. Manfaat bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan sumber

informasi bagi masyarakat, khususnya pada ibu hamil agar mampu

mengetahui bahaya paparan asap rokok terhadap kehamilan.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

1. Pengertian BBLR

BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram

(WHO & UNICEF, 2005) tanpa memandang usia

kehamilannya(Depkes, 2009; Proverawati & Sulistyorini, 2010). BBLR

dapat dibagi atas dua golongan (Maryunani, 2013):

a. Prematuritas murni adalah bayi yang lahir dengan masa gestasi

kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan masa

gestasi pada saat itu atau disebut juga neonates kurang bulan

sesuai dengan masa kehamilan (SMK).

b. Dismatur adalah bayi dengan berat badan kurang dari seharusnya

untuk masa gestasi atau kehamilan. Hal ini menunjukkan bayi

mengalami retardasi intra uterin dan merupakan bayi yang kecil

untuk masa pertumbuhan (KMK). Dismatur dapat terjadi dalam

preterm, term, maupun post term yang dibagi menjadi:

1) Neonatus kurang bulan – kecil untuk masa kehamilan (NKB –

KMK).

2) Neonatus cukup bulan – kecil untuk masa kehamilan (NCB –

KMK).
11

3) Neonatus lebih bulan – kecil untuk masa kehamilan (NLB –

KMK).

Secara sederhana, klasifikasi bayi yang berkaitan dengan berat

badan lahir rendah adalah sebagai berikut (Proverawati & Sulistyorini,

2010):

a. Bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 gr, disebut Bayi Berat

Lahir Rendah (BBLR).

b. Bayi dengan berat lahir kurang dari 1.500 gr yang disebut juga Bayi

Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR).

c. Bayi dengan berat lahir sangat rrendah sekali, yaitu bayi yang

memiliki berat lahir kurang dari 1000 gr, disebut Bayi Berat Lahir

Amat Sangat Rendah (BBLASR).

2. Manifestasi Klinik

Menurut Maryunani (2013) tanda-tanda dismatur, antara lain:

a. Bayi dismatur preterm: terlihat gejala fisik prematur ditambah

dengan gejala retardasi pertumbuhan dan pelisatan.

b. Bayi dismatur aterm dan posterm: terlihat pelisatan.

c. Gejala insufisiensi plasenta bergantung pada saat dan lamanya

bayi menderita defisit, retardasi pertumbuhan akan terjadi bila

defisit berlangsung lama (kronis).

d. Tanda-tanda bayi dismatur (KMK/kecil untuk masa kehamilan) lain

antara lain:
12

1) Umur bayi dapat cukup, kurang atau lebih tetapi beratnya

kurang dari 2.500 gram

2) Gerakannya cukup aktif, tangis cukup kuat

3) Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis

4) Bila kurang bulan, jaringan payudara kecil, puting kecil. Bila

cukup bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan.

5) Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia

minora

6) Pada bayi laki-laki, testis mungkin telah turun

7) Mengisap cukup kuat

e. Stadium bayi dismatur:

Bayi dismatur dapat dijelaskan menurut stadiumnya, yaitu:

1) Stadium pertama: bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang;

kulitnya longgar, kering seperti permanen tetapi belum terdapat

noda mekonium.

2) Stadium kedua: terdapat tanda stadium pertama; warna

kehijauan pada kulit plasenta dan umbilicus (kaena mekonium

tercampur), amnion mengendap di kulit, umbilicus dan plasenta

akibat anoreksia intrauteri.

3) Stadium ketiga: terdapat tanda stadium kedua; kulit, kuku, tali

pusat berwarna kuning; ditemukan tanda anoreksia intra uterin

yang lama.
13

f. Manifestasi klinik atau gambaran klinis BBLR apabila dilihat dari per

sistem tubuh, yakni sebagai berikut:

1) Fisik: bayi kecil, pergerakan kurang dan masih lemah, kepala

lebih besar daripada badan, dan berat badan < 2500 gram.

2) Kulit dan kelamin: kulit tipis dan transparan, lanugo banyak,

rambut halus dan tipis, genetalia belum sempurna.

3) Sistem syaraf: reflex Moro, belum sempurnanya refleks

menghisap, menelan, dan batuk.

4) Sistem musculoskeletal: oksifikasi tengkorang sedikit, ubun-

ubun dan sutura lebar, tulang rawan elastik kurang, otot-otot

masih hipotonis, tungkai abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi,

kepala menghadap satu jurusan.

5) Sistem pernafasan: pernafasan belum teratur, sering apnoe,

dan frekuensi nafas bervariasi.

3. Faktor Risiko BBLR

Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat

multifaktorial (Maryunani, 2013; Proverawati & Sulistyorini, 2010).

Berikut faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara

umum yaitu sebagai berikut (Proverawati & Sulistyorini, 2010):

a. Faktor ibu

1) Penyakit : ibu mengalami komplikasi kehamilan, seperti: anemia

sel berat, perdarahan ante partum, hipertensi, preeklamsia

berat, eklampsia, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung


14

kemih dan ginjal). Selain itu menderita penyakit seperti malaria,

infeksi menular seksual, HIV/AIDS, malaria, dan TORCH juga

termasuk dalam faktor ibu.

2) Ibu: kehamilan pada usia <20 tahun atau lebih dari 35 tahun,

kehamilan ganda (multigravida), jarak kelahiran yang terlalu

dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun), dan mempunyai

riwayat BBLR sebelumnya.

3) Keadaan sosial ekonomi: kejadian tertinggi terdapat pada

golongan sosial ekonomi rendah, mengerjakan aktivitas fisik

beberapa jam tanpa istirahat, keadaan gizi yang kurang

baik,serta pengawasan antenatal yang kurang.

4) Sebab lain: ibu perokok, peminum alcohol, pecandu obat

narkotika, dan penggunaan obat antimetabolik.

b. Faktor janin:

1) Kelainan kromosom (trisomy autosomal)

2) Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan)

3) Disautonomia familial

4) Radiasi

5) Kehamilan ganda/kembar

6) Aplasia pancreas

c. Faktor plasenta:

1) Berat plasenta berkurang atau berongga atau keduanya

(hidramnion)
15

2) Luas permukaan berkurang

3) Plasentitis vilus (bakteri, virus, dan parasit)

4) Infark

5) Tumor (korioangima, mola hidatidosa)

6) Plasenta yang lepas

7) Sindrom plasenta yang lepas

8) Sindrom transfuse bayi kembar

d. Faktor lingkungan

1) Bertempat tinggal di daratan tinggi

2) Terkena radiasi

3) Terpapar zat beracun

4. Masalah pada BBLR

Berikut beberapa risiko permasalahan yang mungkin timbul pada

bayi BBLR (Proverawati & Sulistyorini, 2010):

a. Gangguan Metabolik

1) Hipotermia

Terjadi karena bayi hanya memiliki sedikit lemak tubuh dan

belum matangnya system pengaturan suhu tubuh pada bayi.

Adapun ciri-cirinya adalah:

a) Suhu tubuh kurang dari 32°C

b) Mengantuk dan sukar dibangunkan

c) Menangis sangat lemah

d) Seluruh tubuh dingin


16

e) Pernafasan lambat

f) Pernafasan tidak teratur

g) Bunyi jantung lambat

h) Mengeras kaku (sklerema)

i) Tidak mau menyusui, sehingga berisiko dehidrasi.

2) Hipoglikemia

Gula darah berfungsi sebagai makanan bagi otak dan sebagai

pembawa oksigen ke otak. Sel-sel syaraf di otak akan mati dan

mempengaruhi kecerdasan bayi apabila asupan glukosa kurang.

BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan

minum sangat sering (setiap 2 jam) pada minggu pertama.

3) Masalah pemberian ASI

Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran

tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah, memiliki

lambung kecil, dan tidak dapat mengisap. Bayi dengan BBLR

sering mendapatkan ASI dengan bantuan, dengan pemberian ASI

yang sedikit namun sering.

b. Gangguan imunitas

1) Kejang saat dilahirkan

Apabila terjadi kejang saat dilahirkan, biasanya bayi akan

dipantau selama 1 x 24 jam untuk mencari penyebabnya.

Penyebabnya dapat berupa infeksi sebelum lahir (prenatal),

pendarahan intrakrania, atau karena vitamin B6 yang


17

dikonsumsi ibu. Selain itu, bayi akan dijaga jalan nafasnya agar

tetap dalam kondisi bebas.

2) Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)

Ikterus adalah berubahnya warna kulit menjadi kuning,

selaput lender dan berbagai jaringan dikarenakan zat warna

empedu. Ikterus dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

a) Ikterus patologis, yaitu dengan tanda-tanda: warna kuning

timbul pada 24 jam pertama setelah lahir, dalam sehari

kadar bilirubin meningkat secara pesat atau progresif, bayi

tampak tidak aktif, tidak mau menyusu, cenderung banyak

tidur, suhu tubuh meningkat atau turun, kuning pada bayi

lebih dari 2 minggu, serta air seni berwarna tua seperti air

teh.

b) Ikterus fisiologis memiliki tanda sebagai berikut: ikterus yang

timbul pada hari kedua dan ketiga, tidak mempunyai dasar

patologis, kadarnya tidak melampaui batas yang

membahayakan, serta tidak mempunyai potensi menjadi

kern-icterus (suatu kerusakan otak akibat perlekatan bilirubin

indirect pada otak).

c. Gangguan pernafasan

Sindrom pernafasan antara lain (Proverawati & Sulistyorini, 2010):


18

1) Sindroma gangguan pernafasan

Sindroma gangguan pernafasan pada bayi BBLR adalah

perkembangan imatur pada system pernafasan atau tidak

adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru. Secara garis

besar, penyebab sesak nafas pada neonates dapat dibagi

menjadi 2 (dua), yaitu: kelainan medik: HMD, sindroma aspirasi

meconium, pneumonia atau kasus bedah choana atresia, fistula

trachea oesophagus, empisema lobaris congenital. Bayi BBLR

juga dapat mengalami gangguan pernafasan oleh karena bayi

menelan air ketuban sehingga masuk ke dalam paru-paru dan

kemudian mengganggu pernafasannya.

2) Asfiksia

Bayi BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya

berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir

sehingga mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan

kecepatan dan keterampilan resusitasi.

3) Apneu periodic (henti nafas)

Kerap terjadi pada bayi BBLR karena prematuritas. Organ

paru-paru dan susunan syaraf pusat yang belum sempurna

mengakibatkan terkadang bayi mengalami henti nafas. Hal ini

jelas memerlukan pemantauan seksama dari petugas

kesehatan.
19

d. Gangguan cairan dan elektrolit

Gangguan cairan dan elektrolit diantaranya (Proverawati &

Sulistyorini, 2010):

1) Gangguan eliminasi

Kerja ginjal masih belum matang dan kemampuan bayi

untuk mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih

belum sempurna. Hal ini dikarenakan keadaan ginjal yang

imatur, baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi urine

yang sedikit, urea clearance yang rendah, tidak sanggup

mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan

sehingga bayi mudah terjadi edema dan asidosis metabolik.

2) Distensi abdomen

Kelainan ini berkaitan dengan dengan usus bayi. Distensi

abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume lambung

sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya untuk

mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang

larut dalam lemak dan beberapa mineral tentu berkurang. Kerja

dari sfingter kardioesofagus yang belum sempurna

memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esophagus

dan mudah terjadi aspirasi.

3) Gangguan pencernaan

Saluran pencernaan pada bayi BBLR belum berfungsi

sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah atau


20

kurang baik. Aktifitas otot pencernaan masih belum sempurna,

sehingga pengosongan lambung berkurang. Bayi BBLR mudah

kembung, hal ini disebabkan oleh karena stenosis anorektal,

atresia ileum, peritonitis meconium, dan mega colon. Evakuasi

meconium lebih dari 24 jam pertama dapat dicurigai kelainan

bedah.

e. Masalah psikis

1) Gangguan perkembangan dan pertumbuhan

Pada bayi BBLR, pertumbuhan dan perkembangan lebih

lambat berkaitan dengan maturasi otak.

2) Gangguan neurologi dan kognisi

Luaran jangka panjang BBLSR erat berhubungan dengan

usia kehamilan dan kelainan neurologi berbanding terbalik

dengan derajat imaturitas bayi (ditinjau dari berat lahir atau

masa gestasi). Bayi dengan BBLSR yang berhasil melewati

masa kritis neonatal tetap berisiko tinggi untuk lambat

berkembang dikemudian hari.

3) Gangguan atensi dan hiperaktif

Dahulu dikenal sebagai minimal brain disorders, namun

sekarang lebih dikenal dengan istilah ADD dan ADHD.

Gangguan ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada

anak perempuan. Sering disertai dengan gejala ringan (minor

neurological sign) dan perubahan perilaku. Paling sering disertai


21

dengan gangguan disfungsi integrasi sensori (sensory

processing disorders).

f. Masalah fisik

1) Gangguan penglihatan (retinopati) dan pendengaran

Umumnya menyerang bayi BBLR dengan BB lahir <1500

gram dan masa gestasi <30 minggu. Gangguan ini dapat

membuat bayi mengalami kebutaan.

2) Kelainan bawaan (kelainan congenital)

Kelainan bawaan (kelainan congenital) adalah suatu

kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang

ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Sekitar 3-4% bayi

baru lahir memiliki kelainan bawaan yang berat. Angka kejadian

cacat bawaan ini meninggi pada bayi SMK dan KMK,

sedangkan kejadian yang paling tinggi adalah pada bayi dengan

pertumbuhan intrauterine yang terlambat. Kelainan struktur

utama yang paling sering ditemukan adalah kelainan jntung,

diikuti oleh spina bifida dan hipospadia. Beberapa kelainan

bawaan yang sering ditemukan seperti adanya celah bibir atau

langit (sumbing), defek tabung syaraf, kelainan jantung, cerebral

palsy, clubfoot, dislokasi panggul bawaan, hipotiroidisme

congenital, fibrosis kistik, defek saluran pencernaan, sindroma

down, sindroma X yang rapuh, distrofi otot, anemia sel sabit,

penyakit Tay-Sachs, maupun sindroma alcohol pada janin.


22

5. Penatalaksanaan Umum Pada Bayi BBLR

Pentalaksanaan umum pada bayi BBLR adalah (Maryunani, 2013;

Proverawati & Sulistyorini, 2010):

a. Mempertahankan suhu tubuh bayi

Bayi dengan berat badan rendah, dirawat di dalam incubator.

Incubator modern saat ini telah dilengkapi dengan alat pengukur

suhu dan kelembaban agar bayi dapat mempertahankan suhu

tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur, serta

kelengkapan lainnya yang berguna untuk mengurangi kontaminasi

bila incubator dibersihkan. Pengaturan temperatur tubuh

ditunjukkan untuk mencapai lingkungan temperature yang netral

sesuai dengan protokol.

Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela” ataupun

“lengan baju”. Sebelum bayi dimasukkan ke dalam inkubator,

inkubator dihangatkan terlebih duhulu, hingga sekitar 29,4°C untuk

bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2°C untuk bayi yang lebih kecil.

Bayi dirawat dalam keadaan telanjang agar memungkinkan

pernafasan yang adekuat, sehingga bayi dapat bergerak tanpa

dibatasi oleh pakaian dan observasi terhadap pernafasan lebih

mudah. Cara untuk mempertahankan kelembaban nisbi 40-60%

yang membantu stabilisasi suhu tubuh adalah:

1) Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan yang

rendah
23

2) Mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lender jalan nafas

terutama pada pemberian oksigen dan selama pemasangan

intubasi endotrakea dan nasotrakea

3) Mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi

kehilangan cairan insensible dari paru

Bila mungkin, pemberian oksigen dilakukan melalui tudung

kepala, dengan alat CPAP (Continous Positive Airway Pressure)

atau dengan pipa endotrakea untuk pemberian konsentrasi oksigen

yang aman dan stabil. Pemantauan tekanan oksigen pada arteri

bayi yang mendapatkan oksigen dilakukan secara terus menerus

agar porsi oksigen dapat diatur dan disesuaikan sehingga bayi

terhindar dari bahaya hipoksia maupun hiperoksia. Apabila tidak

tersedia inkubator, pengaturan suhu dan kelembababan dapat

diatur dengan memberikan sinar panas, selimut, lampu panas,

bantalan panas, dan botol air hangat, disertai dengan pengaturan

suhu dan kelembabab ruangan.

b. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi

Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini

adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal

pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (air

susu ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap.

Bila faktor mengisapnya kurang, maka ASI dapat diperas dan

diminumkan dengan sendok secara perlahan-lahan atau dengan


24

memasang sonde ke lambung. Pada pemulaan, cairan yang

diberikan sekitar 200 cc/kgBB/hari. Jika ASI tidak ada atau tidak

mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu

formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusus

bayi BBLR.

Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti dengan

tindakan pencegahan khusus guna menghindari terjadinya

regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam

incubator minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus diangkat

dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi pada

bayi lebih besar dapat diberi makanan dalam posisi dipangku. Pada

bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat mengisap dan sianosis

ketika minum melalui botol atau menyusu pada ibunya, makanan

diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT). Jadwal pemberian

makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi

BBLR. Interval pemberian makanan tiap jam dilakukan pada bayi

dengan berat badan lebih rendah.

c. Pencegahan Infeksi

Infeksi merupakan masuknya bibit penyakit ataupun kuman,

khususnya mikroba ke dalam tubuh seseorang. Bayi BBLR sangat

mudah mengalami infeksi. Infeksi yang terjadi utamanya

disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan terhadap infeksi ini

disebabkan oleh kadarimmunoglobulin serum pada bayi BBLR yang


25

masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksin limfosit

juga masih rendah dan fungsi imun yang belum berpengalaman.

Diagnosis dini dapat ditegakkan jika cukup waspada terhadap

perubahan (kelainan) tingkah laku bayi yang sering menjadi tanda

infeksi umum. Fungsi perawatan disini adalah memberikan

perlindungan terhadap BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu,

bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam

bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam

penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata,

hidung, kulit, tindakan aseptis dan antiseptik alat-alat yang

digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat

pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang

terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia, dan pemberian antibiotik

yang tepat.

d. Penimbangan Berat Badan

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau

nutrisis bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh

sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.

e. Pemberian Oksigen

Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi

bayi preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan.

Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30-35% dengan

menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa


26

yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina

bayi yang dapat menimbulkan kebutaan.

f. Pengawasan Jalan Nafas

Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring,

trakea, bronchioles, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris

ke alveoli. Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia,

hipoksia dan akhirnya kematian. Bayi BBLR juga berisiko

mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga

tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya

diperoleh dari plasenta. Untuk kondisi seperti ini, diperlukan

pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir),

dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernafasan dengan

menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan

ventilasi, intubasi endotrakeal, pijatan jantung dan pemberian

oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi.

Tindakan ini dapat mencegah sekaligus mengatasi asifiksia

sehingga memperkecil kematian bayi akibat BBLR.

B. Tinjauan Umum tentang Rokok

1. Pengertian Rokok

Rokok merupakan silinder dari kertas berukuran panjang sekita

70-120 mm (bervariasi bergantung negaranya) dengan diameter

sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah.


27

Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar

asapnya dapat dihirup melalui mulut pada ujung lainnya. Sedangkan

berdasarkan PP No. 19 Tahun 2003, dijelaskan bahwa rokok adalah

hasil olahan tembakau yang dibungkus, termasuk cerutu atau bentuk

lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotianan tabacum, Nicotianan

rustica, dan spesies lainnya atau sintesis lainnya yang mengandung

nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Aula 2010).

2. Jenis-jenis Rokok

a. Rokok berdasarkan bahan pembungkus adalah (Aula, 2010)

1) Kawung adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun

aren.

2) Sigaret adalah rokok dengan kertas sebagai bahan

pembungkusnya.

3) Cerutu adalah rokok yang menggunakan daun tembakau

sebagai bahan pembungkusnya.

b. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi dibedakan menjadi tiga,

yaitu (Aula, 2010)

1) Rokok putih yaitu rokok yang bahan baku atau isinya hanya

daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa

dan aroma tertentu.

2) Rokok kretek merupakan rokok yang berbahan baku atau

isisnya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus

guna mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.


28

3) Rokok klembak yaitu rokok yang bahan baku atau isinya berupa

daun tembakau, cengkeh, dan menyan yang diberi saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

c. Rokok berdasarkan proses pembuatannya yaitu (Aula 2010):

1) Sigaret kretek tangan (SKT) merupakan rokok yang proses

pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan

menggunakan tangan ataupun alat bantu sederhana.

2) Sigaret kretek mesin (SKM) merupakan rokok yang proses

pembuatannya menggunakan mesin dengan memasukkan

material rokok ke dalam mesin pembuat rokok. Hasil dari mesin

pembuat rokok ini berupa rokok batangan. Mesin pembuat rokok

saat ini telah mampu menghasilkan sekitar enam ribu sampai

delapan ribu batang rokok per menit. Biasanya mesin pembuat

rokok dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok sehingga

keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan,

namun dalam bentuk pak. Ada pula mesin pembungkus rokok

yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres

yang didalamnya berisi 10 pak (Aula 2010).

d. Rokok berdasarkan penggunaan filter dibedakan menjadi (Aula,

2010):

1) Rokok filter (RF) adalah rokok yang pada bagian pangkalnya

terdapat gabus.
29

2) Rokok nonfilter (RNF) merupakan rokok yang pada bagian

pangkalnya tidak terdapat gabus.

3. Kandungan Rokok

Setiap rokok atau cerutu mengandung lebih dari 4.000 jenis

bahan kimia, dan 400 dari bahan-bahan tersebut dapat meracuni

tubuh, sedangkan 40 dari bahan tersebut bias menyebabkan kanker

(Aula, 2010). Secara umum, bahan kimia ini dapat dibagi menjadi dua

golongan besar yaitu komponen gas dan komponen padat atau partikel

(Aditama, 1997).

Beberapa contoh zat berbahaya di dalam rokok yang perlu

diketahui adalah sebagai berikut:

a. Nikotin

Nikotin adalah zat atau bahan senyawa pirolidin yang terdapat

dalam Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya

yang bersifat adiktif dan dapat mengakibatkan ketergantungan.

Nikotin menstimulasi otak untuk terus menambah jumlah nikotin

yang dibutuhkan. Semakin lama, nikotin dapat melumpuhkan otak

dan rasa, serta meningkatkan adnelain, yang menyebabkan jantung

diberi peringatan atas reaksi hormonal yang membuatnya berdebar

lebih cepat dan bekerja lebih keras. Artinya, jantung membutuhkan

lebih banyak oksigen agar dapat terus memompa.

Secara perlahan, nikotin akan mengakibatkan perubahan

pada sel-sel otak perokok yang menyebabkan seseorang merasa


30

perlu merokok lebih banyak untuk mengatasi gejala-gejala

ketagihan. Setiap batang rokok rata-rata mengandung 0,1-1,2 mg

nikotin.

b. Karbon Monoksida

Karbon monoksida merupakan suatu komponen yang tidak

berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Karbon

monoksida yang terdapat di alam terbentuk dari proses

pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang

mengandung karbon maupun reaksi antara karbon dioksida dan

komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi (Fardiaz,

1992). Gas berbahaya pada asap rokok ini seperti yang ditemukan

pada asap pembuangan mobil. Karbon monoksida menggantikan

sekitar 15% jumlah oksigen, yang biasanya dibawa oleh sel darah

merah, sehingga dapat mengurangi suplai oksigen pada jantung

(Aula, 2010). Asap rokok mengandung CO dengan konsentrasi

lebih dari 20.000 ppm. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap

rokok yang terisap mengakibatkan kadar COHb di dalam darah

meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok, asap

rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang

berada di sekitarnya karena asap rokok dapat terhirup (Fardiaz,

1992).

c. Tar
31

Tar adalah kumpulan dari ratusan atau bahkan ribuan bahan

kimia dalam komponen padat asap rokok setelah dikurangi nikotin

dan air (Aditama, 1997). Tar digunakan untuk melapisi jalan atau

aspal. Tar bukanlah zat tunggal, namun terdiri atas ratusan bahan

kimia gelap dan lengket. Pada rokok atau cerutu, tar mengandung

bahan kimia yang beracun, yang dapat merusak sel paru-paru dan

menyebabkan kanker (Aula, 2010).

d. Arsenic

Sejenis unsur kimia yang digunakan untuk membunuh

serangga yang terdiri dari unsur-unsur berikut:

1) Nitrogen oksida, yaitu unsur kimia yang dapat mengganggu

saluran pernafasan, bahkan merangsang terjadinya kerusakan

dan perubahan kulit tubuh.

2) Ammonium karbonat, yakni zat yang bias membentuk plak

kuning pada permukaan lidah, serta mengganggu kelenjar

makanan dan perasa yang terdapat pada permukaan lidah.

e. Amonia

Amonia merupakan gas tidak berwarna yang terdiri dari

nitrogen dan hidrogen. Amonia sangat mudah memasuki sel-sel

tubuh. Saking kerasnya racun yang terdapat dalam zat ini,

sehingga jika disuntikkan sedikit saja kedalam tubuh dapat

menyebabkan seseorang pingsan.

f. Formic Acid
32

Formic acid tidaklah berwarna, bias bergerak bebas, dan

dapat mengakibatkan lepuh. Bertambahnya zat ini dalam peredaran

darah akan mengakibatkan pernafasan menjadi cepat.

g. Acrolein

Acrolein merupakan sejenis zat tidak berwarna, sebagaimana

aldehid. Zat ini diperoleh dengan cara mengambil cairan dari

gliserol menggunakan metode pengeringan. Cairan ini sangat

mengganggu kesehatan.

h. Hydrogen Cyanide

Hydrogen cyanide merupakan sejenis gas yang tidak

berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Zat ini termasuk zat yang

paling ringan, mudah terbakar, dan sangat efisien untuk

menghalangi pernafasan. Cyanide adalah salah satu zat yang

mengandung racun sangat berbahaya.

i. Nitrous Oksida

Nitrous oksida ialah sejenis gas tidak berwarna. Jika gas ini

terhisap maka dapat menimbulkan rasa sakit.

j. Formaldehyde

Zat ini banyak digunakan sebagai pengawet dalam

laboratorium (formalin).

k. Phenol
33

Phenol merupakan campuran yang terdiri dari Kristal yang

dihasilkan dari destilasi beberapa zat organik, seperti kayu dan

arang. Phenol terikat pada protein dan menghalani aktivitas enzim.

l. Acetol

Hasil pemanasan aldehyde (sejenis zat tidak berwarna yang

bebas bergerak) dan mudah menguap dengan alcohol.

m. Hydrogen Sulfide

Hydrogen sulfide merupakan sejenis gas beracun yang

gampang terbakar dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi

oksidasi enzim (zat besi yang berisi pigmen).

n. Pyridine

Cairan tidak berwarna dengan bau yang tajam. Zat ini dapat

digunakan untuk mengubah sifat alcohol sebagai pelarut dan

pembunuh hama.

o. Methyl Chloride

Methyl chloride adalah campuran dari zat-zata bervalensi satu,

yang unsure-unsur utamanya berupa hydrogen dan karbon. Zat ini

merupakan compound yang sangat beracun.

p. Methanol

Methanol merupakan sejenis cairan ringan yang mudah

menguap dan terbakar. Methanol dapat menyebabkan kebutaan,

bahkan kematian.

4. Tipe-tipe Perokok
34

Asap rokok dibedakan menjadi 2 jenis (Aula, 2010), yaitu:

a. Mainstream smoke atau asap utama, merupakan asap rokok yang

diisap oleh perokok aktif.

b. Sidestream smoke atau asap sampingan, merupakan kombinasi

dari asap dari ujung rokok yang dibakar dan asap utama yang

dihembuskan oleh perokok aktif.

Menurut Sitepoe (dalam Aula, 2010), tipe perokok juga dibagi

menjadi 5, yaitu:

a. Pertama, tidak pernah merokok selama hidup.

b. Kedua, perokok ringan, yaitu merokok berselang-seling.

c. Ketiga, perokok sedang, yaitu merokok setiap hari dalam kuantum

kecil.

d. Keempat, perokok berat, yakni merokok lebih dari satu bungkus

setiap hari.

e. Kelima, berhenti merokok, yaitu semula merokok, kemudian

berhenti dan tidak pernah merokok lagi.

Menurut Mu’tadin (dalam Aula, 2010), jika ditinjau dari banyaknya

jumlah rokok yang diisap setiap hari, tipe perokok dibagi menjadi tiga.

a. Pertama, perokok sangat berat, yakni perokok yang menghabiskan

lebih dari 31 batang rokok tiap hari dengan selang merokok lima

menit setelah bangun tidur pada pagi hari.


35

b. Kedua, perokok berat, yaitu perokok yang menghabiskan 21 hingga

30 batang setiap hari dengan selang waktu merokok berkisar 6

hingga 30 menit setelah bangun tidur pada pagi hari.

c. Ketiga, perokok sedang, yakni perokok yang menghabiskan sekitar

10 batang setiap hari dengan selang waktu merokok 60 menit

setelah bangun tidur pada pagi hari.

Secara umum, tipe perokok dibedakan menjadi dua, yaitu

perokok aktif dan perokok pasif (Aula, 2010).

a. Perokok aktif (active smoker)

Perokok aktif merupakan orang yang memiliki kebiasaan merokok.

b. Perokok pasif (passive smoker)

Perokok pasif merupakan seseorang yang tidak memiliki

kebiasaan merokok, namun terpaksa harus menghirup asap rokok

yang dihembuskan oleh orang lain yang kebetulan berada di

dekatnya atau disekitarnya. Meskipun perokok pasif tidak merokok,

tetapi perokok pasif memiliki risiko yang sama dengan perokok aktif

dalam hal terkena penyakit yang disebabkan oleh rokok.

C. Tinjauan Umum tentang Perokok Pasif dan BBLR

Perokok pasif atau juga secondhand smoke atau disebut

jugaenvironmental tobacco smoke merupakan produk yang dilepaskan ke

lingkungan sekitarnya ketika seseorang sedang merokok (Eftekhar et al.,

2016). Perokok aktif dan perokok pasif memiliki risiko yang sama karena
36

perokok pasif menghirup kandungan karsinogen (zat yang memudahkan

timbulnya kanker yang terdapat dalam asap rokok) dan 4.000 partikel

lainnya yang terdapat di asap rokok, sebagaimana yang dihirup oleh

perokok aktif (Aula, 2010). Ibu hamil yang merokok baik secara aktif

maupun pasif dapat berpengaruh terhadap perkembangan janin dalam

rahim(Lestari et al., 2015; Eftekhar et al., 2016). Ibu hamil yang tidak

merokok dapat terpapar asap rokok melalui tempat kerja, rumah, dan

tempat lainnya (Eftekhar et al., 2016).

Paparan asap rokok pasif dapat meningkatkan risiko kelahiran bayi

dengan berat badan lahir rendah. Beberapa senyawa kimia dalam asap

rokok dapat melewati plasenta. Misalnya nikotin dalam darah wanita yang

terpapar asap rokok dapat mengurangi aliran darah ke janin dan memiliki

efek buruk pada paru-paru, jantung fetus, sistem syaraf pusat, dan sistem

pencernaan dan juga karbon monoksida yang dapat menyebabkan berat

lahir rendah. Salah satu penyebabnya adalah karena terjadinya

penurunan pasokan oksigen ke janin yang menyebabkan hipoksia pada

janin (Eftekhar et al. 2016).

D. Tinjauan Umum tentang Faktor Risiko Berat Bayi Lahir Rendah

1. Paritas

Paritas adalah jumlah kelahiran bayi dengan umur kehamilan 22

minggu atau lebih (bayi tunggal atau kembar dianggap telah mampu

bertahan hidup diluar kandungan) yang pernah dialami ibu. Secara

singkat, paritas adalah banyaknya bayi yang telah dilahirkan oleh


37

seorang ibu baik dalam keadaan hidup ataupun lahir mati (Manuaba

dalam Amiruddin & Hasmi 2014). Penelitian yang dilakukan di Karachi

menunjukkan bahwa primipara, yaitu golongan ibu dengan paritas 1

(Khan et al. 2016) dan kelahiran lebih dari 3 berisiko terhadap kejadian

berat badan lahir rendah.Paritas yang terlalu tinggi akan

mengakibatkan terganggunya uterus terutama dalam hal fungsi

pembuluh darah. Kehamilan yang berulang-ulang akan menyebabkan

kerusakan pada dinding pembuluh darah uterus. Hal ini akan

menyebabkan gangguan pertumbuhan yang selanjutnya akan

berakibat pada lahirnya bayi dengan BBLR.

2. Status Gizi

Ibu hamil dengan status gizi yang baik mempunyai kemungkinan

lebih besar utuk melahirkan bayi yang sehat. Salah satu cara untuk

mengetahui status gizi ibu adalah dengan melakukan pengukuran LILA

(lingkar lengan atas). Pengukuran LILA dapat digunakan untuk tujuan

penapisan staus gizi KEK (kurang energi kronis). Ibu hamil KEK

merupakan ibu hamil yang memiliki ukuran LILA <23,5 cm. Penapisan

KEK dengan ukuran LILA yang rendah mencerminkan kekurangan

energy dan protein dalam intake makanan sehari-hari yang biasanya

juga diiringi dengan kekurangan zat gizi lain, seperti zat besi. Dapat

diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk

menderita anemia (Utama 2015).


38

3. Pendapatan

Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara

pendapatan, khsusnya pendapatan keluarga dengan berat bayi lahir

rendah (Yasmeen & Azim 2011; Demelash et al. 2015). Pendapatan

sangat berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan

nutrisi ibu hamil selama hamil. Konsekuensi dari asupan gizi yang tidak

memadai selama kehamilan tidak hanya akan berdampak pada status

kesehatan ibu, namun juga akan berdampak pada bayi yang dapat

menyebabkan bayi di dalam kandungan mengalami berat bayi lahir

rendah.

E. Tabel Sintesa

Tabel 1. Penelitian terkait Paparan Asap Rokok dengan BBLR


No Judul (Peneliti, Metode Sampel Temuan
Tahun)
1. Effects of a Retrospective Ibu hamil Jumlah ibu yang
secondhand cohort study yang tercatat terpapar asap
smoke on the di Rumah rokok sebanyak
birth weight of Sakit 31%.
term infants and Universitas
the demographic King Khalid Rata-rata berat
profile of Saudi lahir dan panjang
exposed women lahir bayi pada ibu
yang terpapar asap
(Wahabi et al, rokok lebih rendah
2013) (masing-masing 35
g dan 0,261 cm)
dibandingkan
dengan bayi yang
lahir dari ibu yang
tidak terpapar asap
rokok.
39

Lanjutan Tabel 1. Penelitian terkait Paparan Asap Rokok dengan BBLR


No Judul (Peneliti, Metode Sampel Temuan
Tahun)

2. Reducing low Pendekatan Ibu hamil Empat belas faktor


birth weight: tiga fase yang berumur menyumbang
prioritizing action untuk <25 tahun hampir setengah
to address berbagai dari kelahiran
modifiable risk faktor risiko BBLR. 60%
factors yang dapat diakibatkan karena
dimodifikasi usia muda (<25
(Johnson et al., tahun).
2016)
Paparan asap
rokok merupakan
penyumbang
terbesar.

3. Relation of Cross Ibu yang Berat dan panjang


second hand sectional melahirkan di serta lingkar kepala
smoker and effect rumah sakit bayi yang baru lahir
on pregnancy Shohadaye dari ibu yang
outcome and Karegar terpapar asap
newborns rokok menurun,
parameters tetapi ketuban
pecah dini dan
(Eftekhar et al., persalinan
2016) prematur
meningkat.

4. Effect of passive Cross Ibu yang Rata-rata berat


smoking Sectional melahirkan di lahir pada bayi
(environmental rumah sakit dengan ibu yang
tobacco smoke) daerah di terpapar asap
on pregnancy Jhansi, Uttar rokok lebih rendah
outcome at Pradesh 282 gram
district hospital, dibandingkan ibu
Jhansi, Uttar yang tidak terpapar
Pradesh asap rokok.

(Gupta et al,
2015)
40

Lanjutan Tabel 1. Penelitian terkait Paparan Asap Rokok dengan BBLR


Judul (Peneliti,
No Metode Sampel Temuan
Tahun)

5. Residential Case control Ibu hamil Ibu dengan indeks


environmental study yang tercatat paparan lebih dari
tobacco smoke di Rumah 20 lebih mungkin
exposure during Sakit King melahirkan bayi
pregnancy and Mary, BBLR (OR= 17,62)
low birth weight Lucknow dibandingkan
of neonates: indeks paparan 10
case control hingga 20 (OR=
study in a public 4,06).
hospital in Paparan asap
Lucknow, India rokok selama
kehamilan
(Khattar et al,
berkaitan dengan
2013)
kelahiran BBLR
(OR=3,16)

6. Relationship Rata-rata berat


Ibu yang
Retrospective lahir bayi dengan
between birth melahirkan
cohort study ibu yang terpapar
weight and di RS Al
domestic asap rokok lebih
Yarmok,
maternal rendah daripada
Baghdad
passive smoking bayi dengan ibu
exposure yang tidak terpapar
rokok.
(Wadi et al,
2011)

7. Paparan Asap Paparan asap


Ibu
Case control rokok merupakan
Rokok pada Ibu melahirkan
study faktor risiko
Hamil di Rumah yang tercatat
Tangga terjadinya BBLR.
di
terhadap Risiko Hasil analisis
Puskesmas
Peningkatan multivariat
Kejadian BBLR menunjukkan
di Kab. Gianyar bahwa OR paparan
asap rokok suami=
(Lestari et al., 7,479 dan OR
2015) paparan asap
rokok anggota
keluarga= 9,002.
41

F. Lokus Penelitian (Research Gap)

Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara paparan asap rokok dengan kejadian BBLR. Penelitian sebelumnya

telah meneliti mengenai hubungan paparan asap rokok suami, paparan

asap rokok anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang merokok,

durasi dan jumlah rokok dengan kejadian BBLR.

Walaupun begitu, sebagian besar penelitian mengenai paparan asap

rokok dan BBLR dilakukan di timur tengah, India, serta di Negara-negara

Eropa yang memiliki perbedaan kebiasaan dengan masyarakat Indonesia,

sehingga hasil penelitiannya tidak dapat digeneralisasikan untuk wilayah

Indonesia. Masih adanya inkonsistensi mengenai paparan asap rokok

pada tiap penelitian. Beberapa penelitian menggabungkan antara perokok

aktif dan pasif, sehingga efek perokok pasif terhadap BBLR tidak dapat

terlihat dengan jelas.

Walaupun penelitian mengenai faktor risiko BBLR telah dilakukan

sebelumnya, namun penelitian yang mengkhususkan paparan asap rokok

dan BBLRmasih terbatas di Indonesia. Variabel paparan asap rokok

umumnya hanya dijadikan sebagai salah satu variabel penelitian dan

hanya dibedakan menjadi dua kategori, yaitu terpapar dan tidak terpapar,

padahal terdapat pertanyaan lainnya yang dapat ditanyakan guna melihat

paparan asap rokok sebagai faktor risiko kejadian BBLR seperti paparan

asap rokok dari suami, anggota rumah tangga lain, hingga jumlah anggota

rumah tangga yang merokok. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan


42

di Indonesia (Lestari et al., 2015), hanya melihat paparan asap rokok yang

berasal dari suami dan anggota keluarga, namun tidak meneliti mengenai

jumlah anggota keluarga yang merokok, durasi atau lamanya paparan

asap rokok, serta banyaknya rokok.

G. Kerangka Teori

Menurut Henrik L Blum, faktor lingkungan menjadi salah satu faktor

yang mempengaruhi derajat kesehatan selain faktor perilaku masyarakat,

pelayanan kesehatan, dan keturunan (Notoatmodjo, 2007). BBLR bersifat

multifaktorial. Menurut Kramer, BBLR dapat disebabkan karena faktor

genetik, demografi dan psikososial, obstetrik, morbiditas ibu selama

kehamilan, faktor gizi, paparan racun, serta antenatal care menjadi faktor-

faktor yang dapat menyebabkan BBLR. Faktor paparan racun dapat

berupa merokok, konsumsi alcohol, konsumsi kafein dan kopi,

penggunaan ganja, ketergantungan terhadap narkotika, maupun paparan

racun lainnya (Kramer, 1987). Paparan racun perokok aktif dan perokok

pasif memiliki risiko yang sama, karena perokok pasif menghirup

kandungan karsinogen (zat yang memudahkan timbulnya kanker yang

terdapat dalam asap rokok) dan 4.000 partikel lainnya yang terdapat di

asap rokok, sebagaimana yang dihirup oleh perokok aktif. Ibu hamil yang

merokok baik secara aktif maupun pasif dapat berpengaruh terhadap

perkembangan janin dalam rahim(Lestari et al., 2015).


43

Ibu hamil yang terpapar asap rokok secara langsung menyebabkan

efek berbahaya pada janin yang dikandungnya. Karbon monoksida dari

asap rokok yang dihirup oleh ibu hamil akan terbawa ke aliran darah

hingga ke janin(Lestari et al., 2015). Karbon monoksida akan mengganggu

kemampuan darah untuk berikatan dengan oksigen (Aditama, 1997).

Akibatnya, hemoglobin tidak mampu mengikat oksigen sehingga akan

berakibat pada terhambatnya penyaluran oksigen dan nutrisi untuk

bayi(Lestari et al. 2015; Abu-Baker et al. 2010; Aditama 1997; Amiruddin &

Hasmi 2014). Nikotin dalam asap rokok dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah yang dapat menyebabkan hipertensi

sehingga terjadi penurunan suplai makanan dan oksigen pada fetus

(Aditama, 1997).

Faktor yang mempengaruhi


BBLR:

Faktor Lingkungan Paparan Racun

Faktor Demografi
1. Umur
2. Status sosial
ekonomi rendah Merokok
aktif/pasif
Kesehatan Reproduksi
1. Paritas

Berat Badan
Status Gizi Lahir Rendah
(BBLR)

Gambar 1. Kerangka teori berat bayi lahir rendah


44

Suami yang merokok juga akan memberikan dampak negatif pada

istri dan bayinya. Tingginya paparan nikotin dalam darah dan terakumulasi

dalam semen suami, sehingga pada saat melakukan mekanisme kontak

seksual, kandungan nikotin pada semen akan terakumulasi dalam rahim

yang menyebabkan terjadi penghambatan transfer nutrisi dan oksigen.

Mereduksi kadar nikotin dapat mengurangi kejadian BBLR sebanyak 74

kali (Amiruddin & Hasmi 2014).

Pengaruh buruk lainnya dari asap rokok adalah dapat menjadi

penyebab gangguan plasenta. Plasenta akan memperluas wilayah di

dalam rahim untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi pada janin.

Hal ini akan berakibat pada lapisan plasenta yang akan semakin menipis

dan kemungkinan letak plasenta menjadi lebih rendah atau plasenta

previa (plasenta berada di mulut rahim) (Lestari et al., 2015).


45

Perokok aktif Asap rokok

Perokok pasif

Radikal Bebas dan


Nikotin oksidan

Vasokonstruksi Kerusakan Gangguan Terhambatnya


pembuluh darah endotel, metabolisme penyaluran
peningkatan folat oksigen dan
vasokonstriktor, nutrisi
penurunan
vasodilator

Hipertensi Defisiensi folat

Gangguan Pertumbuhan fetus

Penurunan berat badan lahir

BBLR

Gambar 2. Mekanisme paparan asap rokok berkaitan dengan BBLR

(Lestari et al., 2015; Aditama, 1997)


46

H. Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Paparan Asap Rokok


- Paparan asap rokok
suami
- Paparan asap rokok
anggota keluarga lain
- Jumlah perokok aktif
- Durasi/lamanya
- Jumlah perokok

Umur
Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR)
Paritas

Status Gizi

Pendapatan

Ket:

: Variabel independen

: Variabel dependen

: Variabel yang dikontrol

Gambar 3. Kerangka konsep penelitian


47

I. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Berat badan lahir

Berat badan lahir merupakan berat badan bayi yang tercatat pada

buku registrasi tahun 2016.

Kasus : bayi dengan berat badan lahir rendah, yaitu bayi yang

memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram

berdasarkan buku registrasi, aterm (usia kehamilan 37-42

minggu), dan lahir tunggal.

Kontrol : bayi dengan berat lahir normal, yaitu bayi yang memiliki berat

lahir ≥2500 gram berdasarkan buku registrasi atau hasil

wawancara dengan responden dan lahir tunggal.

2. Paparan asap rokok

Paparan asap rokok yang dimaksud adalah paparan asap rokok yang

diperoleh oleh ibu karena adanya anggota keluarga yang merokok

disekitar responden selama kehamilan terakhir.

Terpapar : apabila ada anggota keluarga yang merokok di

sekitar responden selama kehamilan terakhir.

Tidak terpapar : apabila tidak ada anggota keluarga yang merokok di

sekitar responden selama kehamilan terakhir.

3. Paparan asap rokok suami

Paparan asap rokok suami adalah apabila suami responden yang

tinggal serumah dengan responden merupakan seorang perokok dan

pernah merokok di sekitar responden saat kehamilan terakhir.


48

Terpapar : apabila suami responden merupakan perokok dan

pernah merokok di sekitar responden saat

kehamilan terakhir.

Tidak terpapar : apabila suami responden bukan perokok atau tidak

pernah merokok di sekitar responden atau tidak

tinggal serumah dengan responden saat kehamilan

terakhir.

4. Paparan asap rokok anggota keluarga lain

Paparan asap rokok anggota keluarga lain adalah apabila anggota

keluarga lainnya yang tinggal serumah dengan responden merupakan

seorang perokok dan pernah merokok di sekitar responden saat

kehamilan terakhir.

Terpapar : apabila anggota keluarga responden merupakan

perokok dan pernah merokok di sekitar responden

saat kehamilan terakhir.

Tidak terpapar : apabila anggota keluarga responden bukan perokok

atau tidak pernah merokok di sekitar responden

atau tidak tinggal serumah dengan respoden saat

kehamilan terakhir.

5. Jumlah perokok aktif dalam rumah

Jumlah perokok aktif dalam rumah merupakan jumlah anggota

keluarga yang tinggal serumah dengan responden dan pernah

merokok di sekitar responden saat kehamilan terakhir.


49

Dua atau lebih : apabila terdapat dua atau lebih dari dua anggota

keluarga yang merokok dalam rumah selama

kehamilan terakhir

Satu perokok : apabila hanya satu anggota keluarga yang merokok

dalam rumah selama kehamilan terakhir

Tidak ada : apabila tidak ada anggota keluarga yang merokok

dalam rumah selama kehamilan terakhir

(Pogodina et al. 2009)

6. Durasi/ lamanya paparan asap rokok

Durasi/lamanya paparan asap rokok adalah rata-rata jam per hari

responden terpapar asap rokok oleh suami atau anggota keluarga saat

kehamilan terakhir.

≥1 jam/hari : apabila ibu terpapar asap rokok lebih dari atau sama

dengan 1 jam per hari

< 1 jam/hari : apabila ibu terpapar asap rokok selama kurang dari

1 jam per hari

Tidak ada : apabila tidak ada anggota keluarga yang merokok

dalam rumah selama kehamilan terakhir

(Lee et al., 2012)

7. Jumlah rokok

Jumlah rokok adalah banyaknya batang rokok yang dikonsumsi oleh

suami dan anggota keluarga per hari di sekitar responden saat

kehamilan terakhir.
50

> 20 batang : apabila ibu terpapar lebih dari 20 batang rokok per

hari

11 – 20 batang : apabila ibu terpapar 11 hingga 20 batang rokok per

hari

<10 batang : apabila ibu terpapar kurang dari 10 batang rokok per

hari

(Khattar et al., 2013)

8. Jumlah Paritas Berisiko

Jumlah paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu, baik mati

maupun hidup tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya.

Ya : apabila melahirkan anak pertama atau jumlah kelahiran

lebih dari 3 anak

Tidak : apabila melahirkan anak kedua atau ketiga

9. Status Gizi Kurang

Ukuran lingkar lengan atas (LILA) merupakan salah satu indikator

untuk mengetahui status gizi selama kehamilan, yang diketahui

berdasarkan buku kesehatan ibu dan anak ataupun melalui

pengukuran secara langsung.

Kurang : apabila ukuran LILA <23,5 cm

Normal : apabila ukuran LILA ≥23,5 cm

10. Pendapatan Keluarga Kurang

Pendapatan keluarga merupakan seluruh penghasilan yang diperoleh

oleh anggota keluarga. Pendapatan keluarga diukur dengan


51

menggunakan Upah Minimum Kota (UMK) Makassar tahun 2017 yaitu

Rp 2.504.499.

Ya : apabila pendapatan perbulan keluarga responden kurang

dari UMK Makassar

Tidak : apabila pendapatan perbulan keluarga responden lebih atau

sama dengan UMK Makassar

J. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang muncul berdasarkan beberapa literatur

yang telah dikaji sebelumnya adalah sebagai berikut:

a. Paparan asap rokok berisiko terhadap kejadian BBLR.

b. Paparan asap rokok yang berasal dari suami berisiko terhadap

kejadian BBLR.

c. Paparan asap rokok yang berasal dari anggota keluarga berisiko

terhadap kejadian BBLR.

d. Jumlah anggota keluarga yang merokok berisiko terhadap kejadian

BBLR.

e. Durasi paparan asap rokok berisiko terhadap kejadian BBLR.

f. Jumlah rokok berisiko terhadap kejadian BBLR.

g. Paritas berisiko terhadap kejadian BBLR.

h. Status Gizi berisiko terhadap kejadian BBLR.

i. Pendapatan berisiko terhadap kejadian BBLR.

You might also like