You are on page 1of 48

SKILL LAB IPM BLOK 5.

3
Rencana Pembelajaran
1. Mahasiswa secara bergantian dalam satu kelompok berlatih kasus dengan berperan
sebagai dokter.
2. Hal yang harus dilakukan oleh mahasiswa adalah:
a. Mempraktekkan keterampilan anamnesis
b. Mempraktekkan keterampilan pemeriksaan fisik
c. Menentukan diagnosis
d. Memberikan terapi (termasuk menulis resep)
e. Menyampaikan edukasi kepada pasien
3. Yang berperan sebagai pasien adalah pasien simulasi.
4. Instruktur bertugas untuk mengobservasi dan memberikan feedback.

1. Kasus 1 Diabetes Melitus


Skenario mahasiswa
Tn.Z 59 tahun, berat badan 49 kg, tinggi badan 165 cm datang ke poliklinik RSUD Raden
Mattaher Jambi dengan keluhan sering kencing dan kedua kaki terasa kesemutan. Sebelumnya
Tn.Z mengeluh malam hari bangun sampai 6 kali untuk buang air kecil, makan banyak tapi
badan tambah kurus, rasa haus terus yang sudah dirasakan sejak 3 bulan terakhir. 2 hari
sebelumnya kaki kiri tertusuk duri dan kemudian membengkak dan bernanah. Orang tua laki –
laki Tn.Z sebelum meninggal pernah dirawat di rumah sakit dan dikatakan sakit kencing manis
atau diabetes melitus. Lakukan penatalaksanaan kepada pasien ini.

Check list
Penilaian
No Kriteria
0 1 2
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
4. Diagnosis
5. Diagnosis banding

1
6. Tatalaksana
7. Edukasi
8. Professional behavior

PERAN KELUARGA PASIEN


Anda berperan sebagai anak pasien yang membawa Tn.Z 59 tahun ke rumah sakit karena
diabetes melitus. Tn.Z mengalami keluhan sering kencing dan kedua kaki terasa kesemutan.
Sebelumnya Tn.Z mengeluh malam hari bangun sampai 7 kali untuk buang air kecil, makan
banyak tapi badan tambah kurus, rasa haus terus yang sudah dirasakan sejak 3 bulan terakhir.
Orang tua laki – laki Tn.Z sebelum meninggal pernah dirawat di rumah sakit dan dikatakan sakit
kencing manis atau diabetes melitus. Dokter rumah sakit akan memberikan beberapa pertanyaan
kepada anda terkait informasi di atas. Setelah itu dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan
dan pengobatan kepada Tn.Z.

Petunjuk instruktur
1. Instruktur memberikan skenario kasus kepada mahasiswa.
2. Instruktur mengobservasi kegiatan mahasiswa selama proses skill lab.
3. Instruktur memberikan penilaian kepada mahasiswa.
4. Instruktur memberikan data-data pemeriksaan fisik dan labor yang telah disediakan
ketika mahasiswa menanyakannya.
5. Di akhir sesi skill lab, Instruktur memberikan feedback kepada mahasiswa

Data pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik kesadaran composmentis, tensi 120/80 mmHg, nadi 98x/menit,
pernafasan 20x/menit, suhu 36,6º C, berat badan 49 kg, tinggi badan 165 cm, dari Thorak dalam
batas normal, abdomen dalam batas normal, ekstremitas inferior sinistra: dorsum pedis bengkak
(+),merah (+), nanah (+), Pada pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan.

Data pemeriksaan penunjang


- GDS 275 mg/dl (sebelumnya tidak pernah periksa)

2
- leukosit 25000
- Reduksi urin (++)
- keton urin (-)

Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus

Penatalaksanaan
Intervensi Farmakologis:

Anti Diabetik Oral dan insulin

Obat diabetik oral :


- Meningkatkan jumlah insulin
 Sulfoninilurea (glipizide GITS, glibenclamide, dsb.)
 Meglitinide (reaglinide, nnateglinide)
 Insulin injeksi
- Meningkatkan sensitivitas insulin
 Biguanid / metformin
 Thiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone)
- Mempengaruhi penyerapan makanan
 acarbose
- Hati – hati risiko hipoglikemia berikan glukosa oral
 Minuman manis atau permen.

3
4
SULFONILUREA (SU)
Sulfonilurea pertama kali diedarkan tahun 1955 untuk pengobatan diabetes yang tidak
bergantung pada insulin (Diabetes Non-lnsulin Dependence atau disingkat DNID atau Diabetes
tipe II). Ada dua generasi sulfonilurea, yaitu Generasi Pertama terdiri atas Tolbutamid
(ORINASE), Tolazamid (TOLINASE), Acetohexamide (DYMELOR), dan Klorpropamid
(DIABINASE), lalu Generasi Kedua terdiri dari Gliburid (GLIBENCLAMIDE), dan Glipizid
(GLY-DIAZINAMIDE).

5
Pada tahun 1970, UGDP (University Group Diabetes Program) melaporkan terdapat
peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskular bagi penderita yang diobati dengan
tolbutamid dibandingkan dengan insulin atau plasebo. Sejak 1984, FDA mengharuskan
pencantuman adanya risiko bagi penderita kardiovaskular sebagai lnsert sulfonilurea.
Sulfonilurea diberikan kepada pasien DNID yang tidak dapat disembuhkan dengan diet
atau tidak mau/tidak dapat menggunakan insulin pada kasus gagal diet. Perlu diketahui,
pengobatan ini ditujukan untuk menghindarkan gejala yang ada hubungannya dengan
hiperglikemi. Usaha dengan (1) diet, (2) penurunan berat badan, (3) latihan olah raga, dan (4)
pendidikan tentang pengertian "diabetes", bersamaan dengan insulin atau tidak, kadang-kadang
lebih efektif dari terapi SU.
Berdasarkan penelitian, SU tidak dapat dibuktikan dapat menghindarkan komplikasi
kardiovaskular penderita diabetes. Dari data yang masih belum pasti, ada kecenderungan
peningkatan kematian pada kasus-kasus kardiovaskular tersebut. Penderita yang memerlukan
insulin lebih dari 40 unit/jam tidak akan mungkin disembuhkan dengan SU. Seorang penderita
diabetes disebut gagal primer, jika belum pernah mendapatkan SU, sedangkan gagal sekunder,
jika pasien pernah mendapatkan SU dan kemudian resisten.

Cara kerja
1. Melepaskan insulin dari sel B. Dengan terapi SU, pengeluaran prainsulin terjadi tebih
banyak, walaupun mekanismenya belum diketahui dengan jelas. Pacuan ini tidak meransang
sintesis insulin, bahkan menguranginya. Pengeluaran insulin bertambah akibat rangsangan
peningkatan glukosa darah. Pada pengobatan jangka panjang, kadar insulin serum tidak lagi
meningkat bahkan menurun. Orang gemuk dapat meningkat berat badannya karena insulin
bekerja menambah simpanan energi yang tidak terpakai.
2. Menurunkan kadar glukagon serum. Pemberian SU jangka panjang pada DNID dapat
menyebabkan penurunan kadar glukagon darah. Hal ini diperkirakan kerena efek
hipoglikemik obat, tetapi mekanisme kerjanya belum jelas. Namun, kemungkinan ada
hubungannya dengan hambatan langsung pada se1  atau secara tidak langsung akibat
pengeluaran insulin dan somatostatin. Kedua zat ini kemudian bekerja menghambat sekresi
alfa-se1.
3. Meningkatkan jumlah reseptor insulin di jaringan. Pemberian SU pada DID memperlihatkan
adanya peningkatan pengikatan insulin pada reseptor jaringan. Pemberian SU pada DID

6
(Diabetes insulin dependence atau Diabetes tipe I) dapat mengendalikan glukosa darah
dengan meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin atau meningkatkan
pengikatannya dengan reseptor insulin.
4. Menghambat glikoneogenesis hepar.

Farmakokinetik dan Farmakodinamik Umum


Sulfonilurea mudah diabsorpsi dalam saluran cerna. Perbedaan utama dari berbagai SU
ialah lama kerja. Setiap sediaan dapat menyebabkan efek samping hipoglikemia dengan koma
yang berlangsung berhari-hari dan membutuhkan pemberian glukosa. Reaksi dapat terjadi
setelah satu kali dosis, beberapa hari atau beberapa bulan terapi. Reaksi umumnya terjadi pada
prasien yang berumur di atas 50 tahun, dengan gangguan fungsi hati dan ginjal. Faktor
penyebabnya antara lain kelebihan dosis, jumlah makanan yang dicerna, atau penggunaan obat-
obatan, seperti obat hipoglikemik lain, sulfanilamid, fenilbutazon, dikumarol, kloramfenikol,
inhibitor MOA, rifampisin, obat-obat diabetogenik (kortikosteroid, diazoksid, furosemid, tiazid,
darr hormon tiroid), dan alkohol. SU tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena pada
hewan percobaan yang diberikan dosis tinggi SU, dapat terjadi teratogenesis.

DATA FARMAKOLOGI OBAT


Sulfonilurea Generasi Pertama
Tolbutamid (ORINASE)
Obat ini mudah diabsorpsi. Metabolisme dalam bentuk oksidasi terjadi dihepar. Lama kerja
relatif pendek (6-10 jam). Obat ini diberikan dalam takaran dua kali per hari, yaitu 500 mg
sebelum makan dan sebelum tidur. Reaksi toksik jarang terjadi. Reaksi ringan berupa reaksi
kemerahan pada kulit. Hipoglikemi berjangka lama jarang dilaporkan. Jika ada, umumnya pada
orang tua atau penderita yang dalam waktu bersamaan mendapatkan obat lain, seperti dikumarol,
fenilbutazon, atau golongan sulfonamid. Obat-obat tersebut bekerja kompetitif dengan enzim
oksidatif di hepar sehingga kadar obat yang tidak dimetabolisasi atau tolbutamid aktif akan
meningkat
Obat ini juga dapat digunakan sebagai tes untuk diagnosis insulinoma, yaitu dengan
diberikan IV 1g. Kadar glukosa dalam 3 jam berikut diukur dan positif jika hipoglikemi lebih
panjang dari biasa (Laurence, 1985).

7
Asetoheksamid (DYMELOR)
Lama kerjanya 10-16 jam. Dosis terapi 0,25-1,5 gm/h yang dibagi atas 2 kali pemberian.
Metabolisme hepar cukup cepat tetapi metabolit tetap aktif. Efek samping sama dengan obat SU
lainnya.
Tolazamid (TOLINASE)
Kekuatannya menyamai klorpropamid, tetapi lama kerja lebih pendek, seperti
asetoheksamid. Absorpsi lambat jika dibandingkan SU lain. Pengaruh penurunan glukosa darah
baru terjadi beberapa jam setelah pemberian obat. Waktu paruhnya + 7 jam. Jika dibutuhkan
lebih dari 500 mg/h, dosis harus dibagi dan diberikan dua kali sehari. Dosis yang lebih dari 1
gram tidak akan menambah penurunan glukosa darah.
Klorpropamid (DIABINESE)
Klorpropamid memiliki waktu paruh 32 jam dan dimetabolisasi pada hepar secara lambat.
Kurang lebih 20-30% terdapat dalam urine tanpa perubahan. Obat ini juga mengadakan interaksi
dengan obat-obat yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, obat ini tidak efisien pada ginjal.
Dosis pemeliharaan 250 mg/jam, sebagai dosis tunggal dipagi hari. Reaksi hipoglikemik yang
lama lebih banyak dari pada tolbutamid, khususnya untuk orang tua sehingga perlu pemantauan
yang lebih baik. Dosis yang melebihi 500 mg/jam akan meningkatkan risiko ikterus. Pasien
dengan predisposisi genetik dapat mengalami rasa panas jika pada waktu yang sma minum
alkohol. Hiponatremia dapat terjadi sebagai komplikasi akibat stimuli sekresi vasopresin dan
potensiasi keria pada, tubulus ginjal. Pengaruh antidiuretik tidak bergantung pada rumus bangun
karena SU yang lain (asetoheksamid, tolazamid, gliburid) mempunyai sifat diuretik pada
manusia. Kurang lebih 1% kasus dapat menunjukkan reaksi hematologik (leukopenia dan
trombositopenia).
Sulfonilurea Generasi Kedua
Pada bulan April 1984, FDA menyetujui 2 senyawa SU baru, yaitu gliburid dan glipizid.
Penggunaan obat-obat ini di negara lain pada masa awal membawa banyak kasus hipoglikemik
dan bahkan kematian karena kurang memperkirakan potensinya. Penggunaan obat ini harus
ekstra hati-hati pada penderita penyakit kardiovaskular, atau pasien berusia lanjut yang keadaan
hipoglikemiknya berbahaya.
Pengidap diabetes yang tidak dapat diobati dengan tolbutamid atau tolazamid akan
memberikan reaksi dengan salah satu obat "generasi ke-1" yang kuat, seperti Klorpropamid atau

8
salah satu obat "generasi ke-2" lain. Belum ada bukti apakah obat "generasi ke-2" ini lebih baik
dari pada klorpropamid.
Gliburid (GLIBENCLAMIDE)
Gliburid dimetabolisasi dalam hepar. Efek bioliogiknya dapat mencapai 24 jam sesudah
dosis tunggal pada pagi hari. Dosis awal 2,5 mg/jam dan tetap dipertahankan rata-rata 5-10
mg/jam sebagai dalam dosis tunggal pagi hari. Dosis pemeliharaan yang lebih besar dari 20
mg/jam tidak dianjurkan. Gliburid memiliki beberapa efek samping, seperti muka merah sesudah
minum etanol. Obat ini tidak menimbulkan retensi air seperti klorpropamid. Obat ini juga
dikontra indikasikan untuk pasien penyakit hepar dan payah ginjal. Penggunaan obat ini harus
hati-hati karena banyak menimbulkan hipoglikemia pada usia lanjut. Obat ini sebaiknya tidak
digunakan untuk pasien yang berusia 70 tahun. Golongan ini dimulai dengan tolbutamid. Akhir-
akhir, ini glipizid lebih efektif sebagai dosis tunggal pagi hari.
Pada orang tua, gejala hipoglikemia dapat menjadi berat dan 1ama. Gejala dimulai dengan
perlahan tanpa disertai penurunan kesadaran. Orang sakit dirawat dengan infus dekstrosa.
Glipizid (GLUCOTROL)
Obat ini memiliki waktu paruh yang paling pendek (2-4 jam). Untuk mendapatkan
hiperglikemia setelah makan yang maksimal, obat ini harus diberikan 30 menit sebelum sarapan.
Absorpsi akan diperlambat oleh rnakanan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 15 mg/jam dan
diberikan sekaligus. Jika diperlukan dosis harian yang lebih tinggi, harus dibagi dan diberikan
sebelum makan. Dosis maksimalnya adalah 40 mg/jam. Kurang lebih 90%, glipizid
dimetabolisasi dalam hepar dan 10% dikeluarkan tanpa perubahan. Obat ini dikontraindikasikan
untuk penderita hepar dan payah ginjal dengan bahaya hipoglikemia.

PENGOBATAN KOMBINASI DENGAN INSULIN


Karena SU tidak hanya meningkatkan sekresi insulin sel B pankreas, tetapi juga
memperbaiki sensitivitas insulin jaringan sehingga penggunaan kombinasi dengan insulin akan
mengurangi dosis total insulin.
BIGUANIDA
Fenformin dilarang di Amerika Serikat karena menyebabkan asidosis laktat. Metformin,
buformin, dan fenformin masih digunakan di beberapa negara 1ain, walaupun ada di antaranya
yang sedang dievaluasi oleh pemerintah masing-masing. Mekanisme kerja biguanida masih

9
belum jelas. Kemampuannya menurunkan kadar gula darah tidak bergantung pada adanya sel 
yang berfungsi. Kadar glukosa darah orang sehat yang sudah melakukan puasa satu malam tidak
berubah. Namun, kadar glukosa setelah makan sangat rendah selama pemberian fenformin.
Pengidap DNID yang mendapat pengobatan dengan fenformin mengalami hiperglikemia setelah
makan atau pasca puasa.
Selama terapi dengan biguanida, tidak pemah terjadi hipoglikemia. Oleh karena itu, obat ini
lebih tepat disebut euglikemik dibandingkan dengan sebutan ”hipoglikemik”. Kemungkinan
mekanisme kerja ialah (1) menstimulasi glikolisis langsung pada jaringan perifer dengan
peningkatan habisnya glukosa darah, (2) mengurangi glukoneogenesis hepar, (3) memperlambat
absorpsi glukosa dari pencernaan, (4) menekan kadar glukagon darah, dan (5) memacu
pengikatan glukosa pada jaringan.

Metabolisme dan Ekskresi


Fenformin diikat oleh protein plasma dan memberikan efek terapi antara l00-250 ng/ml.
Waktu paruhnya kurang 1ebih11 jam. Kira-kira 1/3 obat dimetabolisasi dengan bentuk
hidroksilasi rantai benzen. Pada pasien payah ginjal, zat yang tidak dimetabolisasi akan
menumpuk dan meningkatkan bahaya asidosis.
Komplikasi ini sebanding dengan takaran dosis yang diberikan. Metaformin tidak
dimetabolisasi. Metabolit dikeluarkan oleh ginjal sebagai bahan aktif. Asidoslslaktat lebih
banyak terjadi pada penderita yang menggunakan fenformin dari pada metformin.

Penggunaan Klinik
Bahan ini banyak digunakan untuk (1) pasien obesitas yang retrakfer terhadap insulin, dan
(2) untuk pasien DNID yang tidak gemuk tetapi memerlukan pengobatan kombinasi dengan
senyawa SU. Kontraindikasi pada pasien penyakit ginjal, alkoholisme, penyakit hepar atau
kondisi lain yang mempunyai predisposisi hipoksi jaringan seperti penyakit kardiopulmonal
kronis, dengan kecenrungan bahaya asidosis laktat.
Penelitian UGDP menunjukkan bahwa fenformin yang diberikan 100 mg/jam tidak
memberikan keuntungan dibandingkan dengan grup kendali. Telah dilaporkan adanya kenaikan
irama jantung, tekanan darah dan mortalitas akibat gangguan kardiovaskular.

10
Pilihan pertama diberikan glibenklamid (GRAHAM-SMITH, 1984) karena (1) dosis
fleksibel, yaitu 2,5-20 mg/jam, (2) mengalami metabolisme dengan baik sehingga dapat
diberikan kepada pasien sakit ginjal (berbeda denganklorpopamid), dan (3) sebagai dosis tunggal
atau dua kali/jam (berbeda dengan tolbutamid). Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah (2,5
mg/jam) yang dapat dinaikkan setelah satu atau dua minggu pengobatan.
Jika dosis maksimal SU tidak memuaskan (glibenklamid 10 mg 2 kali/iam, klopropamid
500 mg/jam) biasanya ditambah dengan metformin (500 mg/1am). Penambahan tersebut tidak
akan menurunkan lebih dari 1-2 mmol/L sehingga terapi dialihkan ke insulin.

11
Insulin

12
Sediaan insulin tersedia dari berbagai sumber hewan (babi dan sapi) dan dari teknologi
rekombinan DNA manusia (sekarang lebih banyak digunakan karena kurang bersifat antigenik).
Molekul insulin mempunyai waktu paruh hanya beberapa menit di dalam sirkulasi sehingga
banyak sediaan yang digunakan untuk penderita diabetes diformulasikan sedemikian rupa agar
hormon yang dilepaskan ke dalam sirkulasi lambat. Tersedia 3 bentuk berdasarkan lama
kerjanya: masa kerja singkat, masa kerja sedang, dan masa kerja lama.

13
Insulin Kerja Singkat
 Reguler insulin.
 Prompt insulin zinc suspension (semilente).
1. Setelah pemberian menyebar luas sebagai hormon bebas pada cairan ekstra-selular.
2. Pemberian secara subkutan yang efeknya mulai timbul dalam waktu 1/2-1 jam, kadar puncak
dicapai dalam waktu 2-3 jam dan efeknya berlangsung 5-8 jam dan sampai 14 jam untuk
semilente.
3. Juga dapat diberikan secara intravena bagi penderita yang memerlukan pengobatan segera
(ketoasidosis) dan dalam keadaan tidak sadar. Efek mulai timbul dalam waktu 10-30 menit,
kadar puncak dicapai dalam waktu ½-1 jam dan efeknya berlangsung 1-2 jam.

Insulin Kerja Sedang


 Suspensi insulin isopan (Neutral-protamine-Hagedorn-NPH insulin).
 Lente insulin.
1. Pemberian hanya secara subfkutan, efek mulai timbul dalam waktu 1-1 ½ jam, kadar puncak
dicapai dalam waktu 8-12 jam, dan efeknya berlangsung 18-24 jam.
2. Lente insulin adalah kombinasi 70% ultralente dan 30% semilente.

Insulin Kerja Lama


 PZl (Protamin Zinc Insulin).
 Ultralente insulin (Insulin Zinc Suspension Extended)
1. Di sini ditambahkan zink klorida atau protamin sulfat untuk menurunkan solubilitas dan
memperlambat absorpsi sehingga efeknya dapat berlagsung lama.
2. Biasa digunakan dalam gabungan dengan insulin kerja singkat
3. Pemberian secara subkutan, efek rnulai timbul dalam waktu 4 jam, kadar puncak dicapai
dalam waktu 14-20 jam, dan efeknya berlangsung 30 jam.

14
lndikasi Klinik Insulin
1. Penderita diabetes tipe 1 yang memerlukan pengobatan jangka lama insulin.
2. Penderita diabetes tipe 2 yang juga memerlukan pengobatan jangka lama insulin.
3. Pengobatan singkat insulin pada penderita diabetes tipe 2 yang memerlukan insulin atau
adanya gangguan toleransi glukosa pada keadaan infeksi, infark miokard, kehamilan, dan
selama operasi besar.

Efek Samping
1. Efek samping utama insulin adalah hipoglikemia. Ini dapat menyebabkan kerusakan otak.
Terapi insulin intensif dapat menyebabkan hipoglikemia berat 3x lebih tinggi. Terapi
hipoglikemia adalah minum air gula atau jika penderita tidak sadar dapat diberikan glukosa
intravena atau glukagon intramuskular.
2. Hiperglikemia kambuhan (Sontogyi effect) yang disebabkan oleh pemberian insulin
berlebihan. Ini adalah akibat dari insulin-opposing atau counter-regulatory hormones dalam
respons terhadap insulin yang menimbulkan hipoglikemia. Dapat menimbulkan
hiperglikemia sebelum sara pan yang mengikuti serangan hiperglikemia selama tidur fajar.
Perlu mengenal ini untuk mencegah kesalahan dosis insulin pada situasi ini.
3. Alergi terhadap insulin berupa reaksi lokal atau sistemik. Jarang terjadi resisiensi insulin
yang berat sebagai konsekuensi pembentukan antibodi. Hal ini lebih sering terjadi pada
penderita yang mendapat insulin yang berasal dari hewan. Insulin dari manusia (Human
rekombinnn DNA) kurang bersifat immunogenik dari pada insulin yang berasal dari hewan.

Indikasi terapi dengan insulin


a. Semua orang dengan DM tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel
beta tidak ada atau hampir tidak ada
b. Pada DM tipe 2 tertentu akan membutuhkan insulin bila:
1. Terapi jenis lain tidak dapat mencapai target pengendalian kadar glokusa darah.
2. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard
akut atau stroke.

15
c. DM gestasional ( diabetes yang terjadi selama kehamilan ) dan DM dengan kehamilan
membutuhkan insulin bila perencanaan makanan saja tidak dapat mengendalikan kadar
glokusa darah.
d. Ketoasidosis Diabetik.
e. Pengobatan sindroma hiperglikemi hiperosmolar non- ketotik.
f. DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk
memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin
eksogen untuk mempertahanan kadar glokusa darah mendekati normal selama periode
resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
g. Gangguan fungsi ginjal atau hati berat.
h. Kontradiksi alergi terhadap OHO.

16
Interaksi obat terhadap insulin

Beberapa bahan harus dipertimbangkan jika digunakan dengan insulin :

 Alcohol : dapat menurunkian kadar glukosa darah


 Aspirin : dosis besar dapoat menurunkan kadar glukosa darah
 Kafein : dosis besar dapat menaikkan kadar glukosa darah
17
 Kokain : dapat menaikkn kadar glukosa darah

Obat-obatan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah :


 Kortikosteroid
 Diazixid (Hyperstat, Proglycem)
 Diuretic
 Epinefrin
 Estrogen
 Lithium karbonat
 Niacin
 Fenobarbital
 Dilantin
 Tiroid

Obat-obatan yang dapat menurunkan kadar glukosa darah


 Steroid anabolic
 Kloramfenikol
 Klofibrat
 Koumarin
 Metildopa
 MAO inhibitors
 Fenilbutazon
 Propanolol

18
19
Pengelolaan DM type 2 BB lebih

20
21
22
Edukasi
1. Perencanaan makan( diet)
Terapi Gizi Medis
Tujuan Terapi Gizi Medis
1. Kadar glukosa darah mendekati normal
 Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
 Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl
 Kadar A1c< 7 %
2. Tekanan darah < 130/80 mmHg
3. Profil Lipid :
 Kolesterol LDL < 100mg/dl
 Kolesterol HDL > 40 mg/dl
 Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan diabetisi
antara lain :
 Tinggi badan
 Berat badan status gizi
 Status kesehatan
 Aktivitas fisik
 Faktor usia.

Faktor fisiologi yang harus diperhatikan :


 Masa kehamilan
 Masa pertumbuhan
 Gangguan pencernaan pada usia tua

Faktor lain yang harus diperhatikan :


 Masalah status ekonomi
 Lingkungan
 Kebiasaan atau tradisi di dalam lingkungan yang bersangkutan.

23
 Kemampuan petugas kesehatan yang ada

Jenis Bahan Makanan

Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien


yang meliputi karbohidrat, lemak dan protein. Serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan
mineral.

Makronutrien

a. Karbohidrat
Karbohidrat yang diberikan pada diebetesi tidak boleh lebih dari 55-56% dari total
kebutuhan energy sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian
asam lemak tidak jenuh rantai tunggal, monounsaturated fatty acids (MUFA). Pada setiap gram
karbohidrat terdapat kandungan energy sebesar 4 kilokalori.
Rekomendasi pemberian karbohidrat :
 Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan
oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri. Gula dan susu sudah
terbukti mempunyai respon glikemik yang lebih rendah daripadasebagian besar tepung-
tepungan.
 Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70%, diantaranya berasal dari sumber
karbohidrat.
 Jika ditambah MUFA sebagai sumber energy, maka jumlah karbohidrat maksimal 70%
dari total kebutuhan kalori per hari.
 Jumlah serat 25-50 gram per hari. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 g/ 1000
kalori/ hari dengan mengutamakanserat larut.
 Jumlah sukrosa sebagai sumber energy tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih
dari total 70%, diantaranya berasal dari sumber karbohidrat.
 Jika ditambah MUFA sebagai sumber energy, maka jumlah karbohidrat maksimal 70%
dari total kebutuhan kalori per hari.
 Jumlah serat 25-50 gram per hari.
 Jumlah sukrosa sebagai sumber energy tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih
dari total kalori per hari.

24
 Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfam dan sukralosa.
 Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram/ hari.
Karena alkohol dapat meningkatkan risiko hipoglikemi pada mereka yang
menggunakan insulin atau sulfonylurea. Bagi orang dengan diabetes yang mempunyai
masalah kesehatan lain seperti pankreatitis, dyslipidemia atau neuropati mungkin perlu
anjuran untuk mengurangi atau menghindari alcohol. Asupan kalori dari alkohol
diperhitungkan sebagai bagian dari asupan kalori total dan sebagai penukar lemak (1
minuman alkohol = 2 penukar lemak)
 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil daripada sukrosa dan kebanyakan
karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat memberikan
keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes. Namun demikian, karena
pengaruh penggunaan dalam jumlah besar (20% energy) potensial merugikan pada
kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan sebagai bahan pemanis
untuk orang dengan tipe diabetes. Penderita dislipedemia hendaknya menghindari
mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar, namun tidak ada alasan untuk menhindari
makanan seperti buah dan sayuran yang mengandung pemanis fruktosa.
Sakarin, aspartame, acesulfame K adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima
sebagai pemanis pada semua penderita DM.
 Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dai pencernaan
makan tidak memperburuk control glukosa darh pada individu dengan diabetes tipe 1
dan 2. Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa harus diperhitungkan sebagai
pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak hanya dengan menambahkannya pada
perencanaan makan. Dalam melakukan substitusi ini kandungan zat gizi lain dari
makanan yang mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, seperti lemak yang sering
ada bersama sukrosa dalam makanan. Mengkonsumsi makanan yang bervariasi
memberikan lebih banyak zat gizi pada makanan dengan sukrosa sebagai satu-satunya
zat gizi.

25
b. Lemak
Lemak mempunyai kandungan energy sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan makanan
ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K.
Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetisi karena terbukti
dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada diabetes. Asam lemak
tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA), merupakan salah satu asam
lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet
diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol, total, kolesterol VLDL dan
meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang
(polyunsaturated fatty acid = PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida,
memperbaiki agresi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan
sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat
menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL.
Rekomendasi pemberian lemak :
 Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari
total kebutuhan kalori per hari.
 Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kebutuhan kalori per hari.
 Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/dl, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl,
maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
 Batasi asupan asam lemak bentuk trans.
 Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang.
 Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per
hari.
c. Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein
sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial.
Protein mengandung energy sebesar 4 kilokalori/gram :
 Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energy per hari.

26
 Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
 Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0
mg/kg berat badan/hari.
 Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/kg
berat badan /hari.
 Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/kg
berat badan/ hari dan tidak kurang dari 40 gram.
 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dari protein hewani.

Mikronutrien
Vitamin dan Mineral
Apabila asupan gizi cukup, biasanya tidak perlu menambah suplementasi vitamin dan
mineral. Walaupun ada alasan teoritis untuk memberikan suplemen antioksidan, pada saat ini
hanya sedikit bukti yang menunjan bahwa terapi tersebut menguntungkan.
Walaupun kekurangan magnesium dapat berperan pada resistensi insulin, intoleransi
karbohidrat dan hipertensi, data yang ada menyarankan bahwa evaluasi rutin kadar magnesium
serum dianjurkan hanya pada pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk menderita defisiensi
magnesium.
Suplementasi kalium mungkin diperlukan bagi pasien yang kehilangan kalium karena
menggunakan diuretic. Hiperkalemia dapat terjadi pada pasien dengan insufesiensi ginjal atau
hipoaldosteronisme hiporeninemik atau pasien rawat inap yang minum angiotensin converting
enzyme inhibitor, dalam hal ini dapat dilakukan pembatasan kalium dalam diet pasien.

Perhitungan Jumlah Kalori


Penentuan status gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
Penentuan kebutuhan kalori per hari :
1. Kebutuhan basal
 Laki-laki : BBI x 30 kalori
 Wanita : BBI x 25 kalori

27
2. Koreksi atau penyesuaian
 Umur di atas 40 tahun : - 5%
 Aktivitas ringan (duduk-duduk, nonton televise dll) : + 10%
 Aktivitas sedang (kerja kantoran, ibu rumah tangga, perawat, dokter) : + 20%
 Aktivitas berat (olahragawan, tukang becak, dll) : + 30%
 Berat badan gemuk : - 20%
 Berat badan lebih : - 10%
 Berat badan kurus : + 20%

3. Stres metabolik (infeksi, operasi, stroke, dll) : +10-30%


4. Kehamilan trimester I dan II : +300%
5. Kehamilan trimester III dan menyusui : + 500%

Makanan tersebut di bagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang
(30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar.

Contoh :
Pasien seorang laki-laki berusia 48 tahun, mempunyai tinggi 160 cm dan berat badan 63
kg, mempunyai pekerjaan sebagai penjaga toko. Perhitungan kebutuhan kalori :
 Berat badan ideal : (TB cm-100) kg - !0% = (160 cm-100)kg-10% =60 kg-
6kg = 54 kg
 Status gizi : (BB actual : BB ideal) x 100% = (63 kg : 54 kg) x 100%
= 116% (termasuk berat badan lebih)
 Jumlah kebutuhan kalori perhari :
- Kebutuhan kalori basal : BB ideal x 30 kalori = 54 x 30 kalori =
1620 kalori.
- Kebutuhan untuk aktivitas ditambah : 20% = 20% x 1620 kalori = 324 kalori.
- Koreksi karena kelebihan berat badan dikurangi 10% = 10% x 1620 =162 kalori.

28
Jadi total kebutuhan kalori perhari untuk penderita 1620 kalori + 324 kalori – 162 kalori
= 1782. Untuk mempermudah perhitungan dalam konsultasi gizi digenapkan menjadi 1700
kalori.

Distribusi makanan :
1. Karbohidrat 60% = 60% x 1700 kalori = 1020 kalori dari karbohidrat yang setara dengan
255 gram karbohidrat (1020 kalori : 4 kalori/gram karbohidrat).
2. Protein 20 % = 20% x 1700 kalori = 340 kalori dari protein yang setara dengan 85
gram protein (340 kalori : 4 kalori/gram protein)
3. Lemak 20 % = 20% x 1700 kalori = 340 kalori dari lemak yang setara dengan 37,7
gram lemak (340 kalori : 9 kalori/ gram lemak) .

2. Latihan jasmani
Prinsip Latihan Jasmani Bagi Diabetisi
 Frekuensi : Jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali
perminggu.
 Intensitas : Ringan dari sedang (60-70% Maximum Heart Rate)
 Durasi : 30-60 menit
 Jenis : Latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging berenang dan bersepeda.

Manfaat olahraga pada DM tipe 2


Pada DM tipe 2 olahraga sangat berperan utama dalam pengaturan kadar glokusa darah.
Produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal penderita penyakit ini. Masalah
utama pada DM tipe 2 adalah kurangnya reseptor terhadap insulin (resistensi insulin) . karena
adanya gangguan tersebut, insulin tidak mampu membantu transfer glokusa ke dalam sel .
Olahraga pada DM tipe 2 selain bermanfaat sebagai glycemic control juga bermanfaat
untuk menurunkan berat badan.

29
Faktor yang berpengaruh pada perubahan kadar glukosa selama olahraga

Hipoglikemia Kadar glukosa tidak berubah Hiperglikemia


Hiperinsulinemia karena Pemberian insulin dan Hipoinsulinemia dan selama
pemberian insulin yang konsumsi karbohidarat yang olahraga.
berlebihan (basal atau bolus). sesuai. Emosi yang berlebihan
Olahraga yang selama olahraga kompetisi
berkepanjangan berlangsung akan meningkatkan respons
>30-60 menit tanpa asupan terhadap adrenal.
karbohidrat. Olahraga tidak teratur dengan
Aerobik intensitas sedang intensitas aktifitasanaerobik
(kapasitas aerobik maksimal menimbulkan peningkatan
50-75%) respons terhadap adrenal.
Olahraga berlebihan Konsumsi karbohidrat yang
berlebihan.
Setelah berolahraga, produksi
glukosa meningkat
berlebihan.

30
Bahaya akibat berolahraga dan pencegahannya

1. Dapat memperburuk gangguan  Hindari olahraga berat , latihan beban


metabolik diabetes dan ilahraga kontak (tinju, yudo)
terutama bila terdapat retinopati
proliferatif akut
 Usahakan agar intake cairan cukup
2. Hopoglikermi akibat olahraga  Monitor kadar glokusa darah
(exerciseinduced hipoglikemia)  Hindari pemberian insulin pada bagian
pada diabetes tipe 1 tubuh yang aktif (dapat diberikan di
abdomen)
 Kurangi dosis insulin dan/tingkatkan
intake makanan pada waktu
berolahraga
 Hindari olahraga pada saat insulin
mencapai kadar puncaknya.
 Perlu diperhatikan snack, karbohidrat
sebelum dan sesudah melakukan
olahraga
 Lakukan olahraga teratur
 Cepat tanggap pada gejala yang timbul.
3. Gangguan pada kaki  Kenakan sepatu yang sesuai
 Kaki diusahakan agar selalu bersih dan
kering
4. Komplikasi kardiovaskuler  Diperlukan pemeriksaan medis
sebelum belorahraga
 Lakukan pemeriksaan EKG kerja
 Program olahraga individual
 Pemeriksaan laboratorium secara rutin

31
5. Cidera muskuloskeletal  Pilihlah olahraga yang sesuai/ tepat
 Tingkatkan intensitas latihan sedikit
demi sedikit dan bertahap
 Jangan lupa melakukan pemanasan dan
pendinginan
 Hindari olahraga berat dan berlehihan
Pada olahraga yang lama dengan defisiensi insulin disertai kondisi metabolik yang tidak
terkendali akan menyebabkan peningkatan dan pelepasan glokusa dari hepar, disertai
peningkatan benda- benda keton. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan yang ketat pada
pengaturan diet dan pemberian insulin sebelum diabetesi berolahraga.

Saat melakukan program latihan, ada beberapa yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Ketahui kontradiksi dan keterbatasan diabetesi.
2. Harus realistik sebab diabetesi akan melakukan olahraga secara teratur apabila
diabetesi merasakan manfaat dan meyenanginya.
3. Meningkatkan intensitas dan durasi secara bertahap.
4. Ingatkan resiko terjadinya hipoglikemia.
5. Ingatkan bahwa olahraga atau aktivitas fisik apa saja lebih baik daripada tidak
melakukan sama sekali.

Contoh olahraga yang dapat dilakukan :


Jalan cepat, lari (jogging), senam aerobic, renang, dan bersepeda.Jenis olahraga lainnya tenis,
tenis meja, sepakbola boleh dilakukan tapi harus dengan pengawasan ekstra.

Professional behavior
- Tata krama
- Pendekatan terhadap pasien
- Menghormati pasien dan keluarga pasien
- Memperlakukan pasien dengan baik
- Penampilan yang rapi sebagai seorang dokter
- Tata bahasa yang santun

32
2. Kasus 2 Hipertiroid
Skenario mahasiswa
Ny.X, 39 tahun datang ke poliklinik penyakit dalam dengan keluhan berdebar-debar,
sering berkeringat walau tidak berada dibawah sinar matahari maupun saat bekerja (saat
beristirahat). Pasien juga mengalami penurunan berat badan sedangkan nafsu makan meningkat.
Namun sejak akhir-akhir ini pasien tidak nafsu makan dan makan lebih sedikit. pasien juga
sering merasa lemas dan sedikit gemetar di daerah jari kedua tangan. Pasien juga mengeluhkan
merasa sangat mudah lelah walau hanya melakukan aktivitas yang sangat sederhana dan ringan.
Pasien bekerja sebagai buruh tani dan tinggal di daerah pegunungan. Sebelumnya pasien belum
pernah merasakan hal yang sama. Riwayat keluarga memiliki penyakit yang sama (-). Pasien
memiliki kebiasaan memasak menggunakan kayu bakar. Lakukan penatalaksanaan kepada
pasien ini.

Check list
Penilaian
No Kriteria
0 1 2
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
4. Diagnosis
5. Diagnosis banding
6. Tatalaksana
7. Edukasi
8. Professional behavior

PERAN KELUARGA PASIEN


Anda berperan sebagai suami pasien yang membawa Ny.X 39 tahun ke rumah sakit karena
hipertiroid. anda tinggal di daerah pegunungan. Ny.X mengalami keluhan berdebar-debar, sering
berkeringat walau tidak berada dibawah sinar matahari maupun saat bekerja (saat beristirahat).
Pasien juga mengalami penurunan berat badan sedangkan nafsu makan meningkat. Namun sejak
akhir-akhir ini pasien tidak nafsu makan dan makan lebih sedikit. pasien juga sering merasa

33
lemas dan sedikit gemetar di daerah jari kedua tangan. Pasien juga mengeluhkan merasa sangat
mudah lelah walau hanya melakukan aktivitas yang sangat sederhana dan ringan. Setelah itu
dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan dan pengobatan kepada Ny.X.

Petunjuk instruktur
1. Instruktur memberikan skenario kasus kepada mahasiswa.
2. Instruktur mengobservasi kegiatan mahasiswa selama proses skill lab.
3. Instruktur memberikan penilaian kepada mahasiswa.
4. Instruktur memberikan data-data pemeriksaan fisik dan labor yang telah disediakan
ketika mahasiswa menanyakannya.
5. Di akhir sesi skill lab, Instrultur memberikan feedback kepada mahasiswa

Data pemeriksaan fisik


pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran composmentis, berat badan 45 kg dan tinggi
badan 150 cm, suhu 37,2°c, BMI 19.5 kg/m2, tekanan darah 140/60 mmHg, nadi 120x/menit,
pernafasan 28x/menit,. mata agak melotot, tanda stellwag (+), tanda moebius (+), lid lag (+),
Pada daerah leher didapatkan pembesaran kelenjar tiroid dengan ukuran 3x2x5cm, tidak nyeri,
permukaan rata, batas tegas, tidak menempel dengan jaringan sekitar (dapat digerakan), dan
tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening di sekitar benjolan. Selain itu, pada pasien ini
juga didapatkan jantung takikardia, paru tidak ada kelainan, abdomen peristaltik meningkat,
ekstremitas tangan gemetar, basah. tremor halus.

Data pemeriksaan penunjang


- gula darah 145mg%,
- leukosit 11000
- FT4 60 pmol/L
- TSHs 0,3 mU/L

Diagnosis Kerja
- Hipertiroid

34
Diagnosis banding
1. Goiter
atau gondok adalah keadaan di mana terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid. Bisa
dalam bentuk yang menyebar ataupun benjolan.
Karena adanya kemiripan secara anatomis dari kelenjar tiroid, trakea, laring, dan
esofagus, pertumbuhan yang abnormal dapat menyebabkan berbagai sindrom. Fungsi
tiroid dapat normal(nontoxic goiter), berlebih (toxic goiter) atau kurang aktif
(hypothyroid goiter).

2. Thyroid Papillary Carcinoma


Bentuk ganas pada kelenjar tiroid. Sangat jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat
menyebabkan hiperfungsi hormon-hormon tiroid sehingga sekresinya berlebihan di
dalam darah menyebabkan tirotoksikosis dan hipertiroid.
3. Macro and Micro Pituitary Adenoma
Tumor jinak pada hipofisis. Apabila tumor lebih dari 10 mm disebut sebagai
makroadenoma , dan bila kurang dari 10mm disebut mikroadenoma. Epidemiologi
adenoma hipofisis lebih sering terjadi dibandingkan karsinoma hipofisis. Baik mikro
maupun makro adenoma , keduanya sama-sama menyebabkan hiperfungsi kelenjar
hipofisis,seperti:

35
a. Hipersekresi ACTH --> Cushing Syndrome
b. Hipersekresi GH --> Akromegali
c. Hipersekresi TSH --> yang menyebabkan hipertiroid (sebagai diagnosis banding pada
penyakit hipertiroid)
d. Ketidakseimbangan sekresi Gonadotropin dan Estrogen menyebabkan amenorhea pada
wanita.

Penatalaksanaan
Prinsip: tergantung etiologi, usia, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas
pengobatan, situasi pasien (mis: ingin punya anak dlm waktu singkat), resiko pengobatan.
Pengobatan ada 3 kelompok:
1. Tirostatika
Indikasi :
a. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien
muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
c. Persiapan tiroidektomi
d. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
e. Pasien dengan krisis tiroid

Seperti karbimazol 5 mg atau tiamazol 5, 10, 30 mg, dan derifat tiourasil (PTU propil tiourasil
50, 100 mg), menghambat organifikasi dan reaksi autoimun.

Terapi simtomatis:
a. Beta-blocker (propranolol): untuk mengatasi gejala perifer tirotoksikosis terutama
hiperdinamik jantung dan takhikardi. Dosis: 3 x (20-40) mg/hari
b. Obat penenang (transquilizer): untuk mengurangi kegelisahan

36
2. Tiroidektomi
Prinsipnya operasi baru dikerjakan kalu keadaan pasien eutiroid, klinis maupun biokimiawi.
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :
1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

3. Iodium radioaktif
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid.
Indikasi :
1. pasien umur 35 tahun atau lebih
2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Untuk ophtalmopati graves : dengan cara pemberian air mata artifisial dan salep, tetes mata obat
penghambat beta, kaca mata hitam, hindari rokok.
Untuk ophtalmopati graves aktif : dengan menggunakan glukokortikoid dosis besar, radio terapi
orbital, atau dekompresi orbital. Apabila keadaan berat namun inaktif dianjurkan dekompresi.

Efek berbagai obat :


Kelompok obat Efeknya Indikasi
Obat anti tiroid Menghambat sintesis Pengobatan ini pertama
PTU (propiltiourasil) hormon tiroid dan pada graves. Obat jangka
Metimazol berefek imunosupresis pendek prabedah
Karbimazol (PTU juga menghambat
Antagonis adrenergik-B konversi T4 menjadi T3)
B-adrenergic-antagonis Mengurangi dampak Obat tambahan, kadang
Propanolol homron tiroid pada sebagai oabat tunggal

37
Metaprolol jaringan pada tiroiditis
Atenolol
Nadolol

Untung Rugi Pengobatan :


Cara Pengobatan Keuntungan Kerugian
Tirostatika Kemungkianan remisi Angka residif cukup
jangka panjang tinggi
Tiroidektomi Panjang tanpa hipotiroidime Pengobatan jangka
Cukup banyak menjadi panjang dengan kontrol
eutiroid yang sering dibutuhkan
Dibutuhkan keterampilan
bedah
Masih ada morbiditas
Yodium radioaktif (I131) - relatif cepat Daya kerja obat lambat
- relatif jarang 50% hipotiroid pasca
residif radiasi
- sederhana
- jarang residif

Aspek Farmakologi Obat-Obat Hipertiroidisme


Pengobatannya dapat secara farmakologi ataupun operasi. Umumnya operasi dilakukan
bila ada masalah mekanik yang disebabkan oleh adanya penekanan trakea.
Walaupun hipertiroidisme dapat dikontrol dengan obat-obat antitiroid, penyakit ini tidak
dapat diobati karena obat-obat ini tidak rnengubah mekanisme autoimun yang mendasarinya.
Hanya terdapat sedikit bukti bahwa obat-obat ini memengaruhi lamanya eksoftalmus yang
berkaitan dengan penyakit Grave.

38
Radioiodin
Radioiodin merupakan pengobatan utama hipertiroidisme (terutama di Amerika). Isotop
yang digunakan adalah I131. Radioiiodin diberikan per oral, yang ditangkap dan diproses oleh
tiroid dalam cara yang sama dengan bentuk iodida stabil, dan bahkan berinkorporasi ke dalam
tiroglobulin. I131 Memancarkan partikel  dan sinar-  . Sinar-  menembus jaringan, tetapi
radiasi  memiliki jarak sangat pendek dan menimbulkarn kerja sitotoksik yang sebenarnya
terbatas terhadap sel folikel tiroid yang mengakibatkan kerusakan yang berarti. I131 mempunyai
waktu paruh 8 hari; dalam 2 bulan radioaktivitasnya menghilang. Digunakan dosis tunggal, tetapi
efek toksiknya terhadap glandula baru timbul setelah 1-2 bulan dan tidak rnencapai efek
maksimnm untuk masa 2 bulan.
Dapat terjadi hipotiroidisme, terutama pada pasien payakit Grave, tetapi mudah diterapi
dengan hormon pengganti tiroksin.
Hindari pemakaian radioiodin pada anak-anak dan wanita hamil karena berpotensi merusak
janin.
Ambilan I131 dan isotop iodium lain dapat digunakan sebagai tes fungsi tiroid. Dosis isotop
yang diberikan per oral atau intravena dan sejumlah isotop yang terakumulasi di dalam tiroid
dapat diukur oleh gemerlapnya counter yang terletak di atas glandula.

Tiourilen
Yang termasuk dalam tiourilen adalah karbimazol, metimazol, dan propiltiourasil.
Berkaitan dengan tiourea, gugus tiokarbamat adalah yang esensial untuk aktivitas antitiroid.

Mekanisme Kerja
Tiourilen menurunkan keluarnya hormon tiroid dari glandula dan secara perlahan
mengurangi tanda dan gejala tirotoksikosis, lalu metabolisme basal, dan denyut kembali normal
dalam waktu 3-4 minggu. Mekanisme kerja belum diketahui pasti, tetapi terdapat bukti bahwa
tiourilen menghambat iodinasi residu tirosil dalam tiroglobulin. Kemungkinan adanya
penghambatan reaksi oksidasi katalisis tiroperoksidase dengan bekerja sebagai substrat untuk
postulasi kompleks peroksidase-iodinium, secara kompetitif menghambat interaksi dengan
tiroksin. Propiltiourasil mempunyai efek tambahan mengurangi deiodinasi T4 menjadi T3 pada
jaringan perifer.

39
Farmakokinetik
Tiourilen diberikan per oral. Karbimazol cepat dikonversi menjadi metimazol yang
merupakan senyawa aktif. Metimazol didistribusikan ke seluruh cairan tubuh dengan waklu
paruh plasma 6-15 jam. Dosis rata-rata karbimazol menghasilkan lebih dari 90% penghambatan
organifikasi iodium tiroid dalam waktu 12 jam. Respons kliniknya dapat memakan waktu
beberapa minggu. Hal ini tidak hanya karena tiroksin mempunyai waktu paruh yang panjang
tetapi juga karena tiroid mempunyai simpanan hormon yang besar yang perlu dikosongkan dulu
sebelum kerja obat dapat berlangsung. Propiltiourasil dapat bekerja lebih cepat karena efeknya
dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer.
Baik metimazol maupun propiltiourasil dapat menembus plasenta dan kemungkinan juga
terdapat di air susu, tetapi efeknya kurang (propiltiourasil) karena obat ini lebih kuat terikat
dengan protein plasma. Setelah mengalami degradasi, metabolitnya diekskresikan melalui urine;
propiltiourasil lebih cepat diekskresikan daripada metimazol. Tiourilen tidak bertumpuk pada
tiroid.

Efek Samping
Efek samping yang penting adalah granulositopenia, tetapi relatif jarang, insidennya 0,1-
1,2% dan sifatnya reversibel jika obat dihentikan.
Lebih sering teradi rash (2,25%), dan gejala lain seperti sakit kepala, mua1, ikterus, dan
nyeri sendi dapat terjadi.

Iodium/lodida
Iodium in vivo dikonversi menjadi iodida (I-) yang menghambat pelepasan hormon tiroid
secara temporer. Jika diberikan dosis tinggi pada pasien tirotoksik, gejalanya akan hilang dalam
waktu 1-2 hari, Terdapat penghambatan sekresi hormon tiroid dan dalam waktu lebih dari 10-14
hari, terlihat pengurangan vaskularisasi glandula yang jelas, dan glandula tersebut menjadi kecil.
Larutan iodium dalam kalium iodida (Lugol's iodine) diberikan per oral. Dengan pemberian
kontinu efeknya mencapai maksimum dalam waktu 10-15 hari dan kemudian menurun.
Mekanisme kerja tidak seluruhnya jelas; obat ini menghambat iodinasi tiroglobulin,
kemungkinan dengan menghambat pembentukan H2O2 yang diperlukan untuk proses ini.

40
Penggunaan utama obat ini adalah pada penderita hipertiroid yang akan dioperasi dan
sebagai bagian pengobatan krisis tirotoksik (Thyroid storm).
Efek samping berupa angioedema, ruam, drug fever, lakrimasi, konjungtivitis, nyeri pada
ghndula saliva (kelenjar saliva), dan sindrom seperti flu.

Obat-Obat Lain
i. Antagonis adrenoseptor-  , misalnya propranolol. Obat ini bukan agen antitiroid, tetapi
berguna untuk mengurangi tanda dan gejala hipertiroidisme (takikardi, disritmia, tremor, dan
agitasi). Digunakan sebagai persiapan untuk operasi, pengobatan awal kebanyakan pasien
hipertiroid, dan sebagai bagian pengobatan thyroid storm.
ii. Noradrenergic blocking agent, misalnyn guanetidin. Digunakan sebagai obat tetes mata untuk
memperbaiki eksoftalmus hipertiroidisme yang tidak mempan dengan obat antitiroid; bekerja
dengan merelaksasi saraf simpatik yang menginervasi otot polos yang menyebabkan retraksi
bola mata.
iii. Glukokortikoid, misalnya prednisolon atau operasi yang diperlukan untuk memperbaiki
eksoftalmia penyakit Grave.

Edukasi
- Mengkonsumsi garam yang beryodium
- Makan makanan yang bergizi

Professional behavior
- Tata krama
- Pendekatan terhadap pasien
- Menghormati pasien dan keluarga pasien
- Memperlakukan pasien dengan baik
- Penampilan yang rapi sebagai seorang dokter
- Tata bahasa yang santun

41
3. Kasus 3 Hipertensi
Skenario mahasiswa
Tn.D, karyawan 45 tahun , seorang PNS datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sakit di
bagian belakang kepala terutama pagi hari saat bangun tidur. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2
bulan terakhir. Tn D juga seorang perokok berat, menghabiskan rokok dji sam soe 2 bungkus
sehari. Ibu Tn.D menderita penyakit darah tinggi. Lakukan penatalaksanaan kepada pasien ini.

Check list
Penilaian
No Kriteria
0 1 2
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
4. Diagnosis
5. Diagnosis banding
6. Tatalaksana
7. Edukasi
8. Professional behavior

PERAN KELUARGA PASIEN


Anda berperan sebagai istri pasien yang membawa Tn.D 45 tahun ke rumah sakit karena
hipertensi. Tn.D mengalami keluhan sakit di bagian belakang kepala terutama pagi hari saat
bangun tidur. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 bulan terakhir. Tn D juga seorang perokok
berat, menghabiskan rokok dji sam soe 2 bungkus sehari. Ibu Tn.D menderita penyakit darah
tinggi. Setelah itu dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan dan pengobatan kepada Ny.X.

Petunjuk instruktur
1. Instruktur memberikan skenario kasus kepada mahasiswa.
2. Instruktur mengobservasi kegiatan mahasiswa selama proses skill lab.
3. Instruktur memberikan penilaian kepada mahasiswa.

42
4. Instruktur memberikan data-data pemeriksaan fisik dan labor yang telah disediakan ketika
mahasiswa menanyakannya.
5. Di akhir sesi skill lab, Instrultur memberikan feedback kepada mahasiswa

Data pemeriksaan fisik


pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran composmentis, berat badan 50 kg dan tinggi
badan 160 cm, tensi 240/130 mmhg, nadi 120x/menit, rr : 20x/menit, t:37,2 C, tekanan vena
jugularis tidak meninggi, jantung : ictus cordis teraba di ICS VI 2cm lateral LMC sinistra, gallop
(-), paru dalam batas normal, abdomen hepar dan lien tidak teraba, ekstremitas edema (-),
pemeriksaan EKG :- HR:120x/menit.

Data pemeriksaan penunjang


- kolesterol total 250 mg/dl,
- trigliserida 350 mg/dl,
- HDL kolesterol 35 mg/dl,
- LDL kolesterol 215 mg/dl,
- ureum 70 mg/dl,
- creatinin 2,0 mg/dl
- asam urat 10 mg/dl.
- gula darah 145mg%,

Diagnosis Kerja
- Hipertensi

Penatalaksanaan
1. Mengatasi keluhan utama pasien datang ke RS.yaitu nyeri kepala
2. Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHG, TD sistolik tidak kurang dari
160 mmHg , ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama,
kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting aortic aneurysm). Penurunan
TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.

43
3. Target tekanan darah: < 140/90 mmHg, dan untuk pasien beresiko tinggi (DM,
Penyakit ginjal proteinuri) < 130/80 mmHg
4. Penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler
5. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuri
6. Pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta lainnya.

Di Indonesia banyak dipakai medikamentosa seperti tabel 1dan tabel 2.


Tabel 1.
Pengobatan hipertensi mendesak  obat oral yg bekerja cepat menurunkan TD dlm
beberapa jam.
Obat Dosis Effek Lama kerja Perhatian
khusus
Nifedipin 5-10 Diulang 15 5-15 menit 4-6 jam Gangguan
mg menit koroner
Kaptopril 12,5- Diulang 1/2 15-30 menit 6-8 jam Stenosis
25 mg jam a.renalis
Klonidin 75- Diulang/jam 30-60 menit 8-16 jam Mulut kering,
150 ug ngantuk
Propanolol 10- Diulang 1/2 15-30 menit 3-6 jam Brokokonstriksi
40 mg jam , blok jantung

Tabel 2.
Pengobatan hipertensi darurat  memerlukan obat yg segera menurunkan TD dalam
menit-jam sehingga umumnya bersifat parenteral
Obat Dosis Efek Lama kerja Perhatian khusu
Klonidin IV 6 amp per 250 30-60 menit 24 jam Ensefalopati
150 ug cc, glukosa 5 % dengan
mikrodrip gangguan
koroner
Nitrogliserin IV 10-50 ug, 2-5 menit 5-10 menit

44
100ug/cc per
500cc
Nikardipin IV 0,5- 6 ug /kg 1-5 menit 15-30 menit
/menit
Diltiazem IV 5-15 ug 1-5 menit
/kg/menit lalu
sama 1-5 ug/kg
/menit
Nitroprusid IV 0,25 Langsung 2-3 menit Selang infus
ug/kg/menit lapis perak

- Hipertensi gawat idealnya ditangani dengan cara terapi pemeliharaan melalui


penambahan antihipertensi baru dan atau meningkatkan dosis pengobatan.
- Pemberian akut dari aktivitas pendek obat oral (captopril, klonidin atau labetalol) diikuti
dengan observasi hati-hati untuk beberapa jam untuk memastikan penurunan darah secara
bertahap.
 Dosis kaptopril oral 25-50 mg dapat diberikan intravena dapat diberikan pada
interval waktu 1-2 jam. Onset aksinya 15-30 menit.
 Untuk pengobatan hipertensi lagi setelah pengurangan klonidin, pada mulanya 0,2 mg
diikuti dengan 0,2 mg setiap jamnya hingga DPB dibawah 110 mmHg atau totalnya
pemberian 0,7 mg; pemberian dosis tunggal sangat cukup
- Nitroprussida merupakan antihipertensi pilihan untuk mengontrol dari menit ke menit
pada banyak kasus. Pada umumnya diberikan secara infus intravena dengan laju 0,25
sampai 10 mcg/kg/menit. Onset aksinya hipotensi langsung terjadi dan menghilang 2-5
menit diskontinu. Saat infus harus dilanjutkan hingga 72 jam, kadar serum thiocynate
sebaiknya diukur dan infus sebaiknya dihentikan jika kadarnya lebih dari 12 mg/dl.
Resiko toksisitas thyosinate ditingkatkan pada penderita dengan kerusakan fungsi ginjal.
Efek samping lain nitroprussida adalah nause, mual, muntah dan berkeringat. Pemberian
nitroprussida membutuhkan pengwasan tekanan intra arteri satbil (konstan).
- Nitrogliserin diberikan dengan laju 5-100 ug/menit secara intravena. Seperti nitrat yang
lainnya, nitroglycerin berhubungan dengan toleransi selama 24-48 jam.

45
- Nicardipin diberikan secra intravena 5-15 mg/jam, ditambahkan 1-2,5 mg/jam setelah 15
menit. Efek samping yang umum terjadi adalah sakit kepala, takikardia, kemerahan,
nause dan mual
- Felodopam,0,1-0,3 mck/kg/menit, diberikan infus intravena, dapat menyebabkan
takikardia kemerahan, pusing
- Labetalol diberikan pada dosisi awal 20 mg secara injeks IV perlahan 2 menit diikuti
dengan injeksi tambahan 40-80 mg selang waktu 10 menit, hingga dosisi total 300 mg.
Obat ini juga dapat diberikan secara infus kontinu dengan laju awal 0,5-2 mg/menit dan
ditambahkan sesuai dengan respon tekanan darah. Efek samping : hipotensi orthostatik,
somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan efek
samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.
- Hydralazien diberikan secara intravena dengan melarutkan 10-20 mg di 20 mL dekstrose
5% dalam air (D5W) dan diberikan dengan laju 0,5-1 mL/menit. Onset aksi selang
waktunya 10 sampai 30 menit dan efeknya berlangsung 2-4 jam. Karena respon hipotensi
kurang terprediksi daripada antihipertensi parenteral lainnya, maka obat ini menjadi
peranan utama dalam pengobatan eklampsia atau hipertensi encelopati disertai
insufisiensi ginjal.
- Na+ nitroprussida
Mekanisme obat: penurunan TD dapat terjadi dengan cepat dan tiba – tiba sehingga
pemberiannya harus dititrasi mulai dosis kecil yang ditingkatkan perlahan – lahan dan TD
harus dimonitor ketat melalui arteri line (bukan tensimeter biasa atau elektrik). Selain itu
obat ini cepat rusak oleh cahaya sehingga membutuhkan infus set khusus (warna hitam)
atau botol obat ditutupi kertas timah.
Cara pemberian: satu vial (1mL ) Na+ nitroprussida berisi 50mg, diencerkan pada 5%
Dextrosa menjadi 50µg/mL kemudian diberikan melalui infus pump mulai dengan 0,25
µg/kgBB/menit. Dosis dinaikkan perlahan – lahan sampai mencapai target yang
diharapkan, tidak melebihi 5µg/kgBB/menit karena dapat terjadi intoksikasi sianida.
Biasanya dosis kurang dari 1,5 µg/kgBB/menit sudah tejadi penurunan TD.
- Nicardipine (perdipin) : dosis 10 – 30 µg/kgBB diberikan intravena bolus perlahan –
lahan (1 – 2 menit) diikuti 2 – 10 µg/kgBB/menit

46
- Diltiazem (Herbesser): tersedia dalam vial 10 mg dan 5 mg. dosis 5 – 15
mg/kgBB/menit. Sangat efektif menurunkan TD pada krisis hipertensi
- Klonidin (Catapres) tersedia dalam vial. 1 ampul (1mL) mengandung 0,15 mg
dilarutkan dalam 10 mL NaCl 0,9% disuntikan secara intravena perlahan – lahan selama
5 menit. Kemudian 1 ampul dilarutkan ke dalam 1000 mL NaCl 0,9% di drip selama 24
jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis.
Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

Edukasi
1. Diet rendah garam, dengan mengurangi konsumsi garam dari 10 gram/hari menjadi 5
gram/hari. Disamping bermanfaat menurunkan tekanan darah, diet rendah garam juga
berfungsi untuk mengurangi resiko hipokalemi yang timbul pada pengobatan dengan
diuretic
2. Diet rendah lemak telah terbukti pula bisa menurunkan tekanan darah.
3. Berhenti merokok dan berhenti mengkonsumsi alkohol telah dibuktikan dalam banyak
penelitian bisa menurunkan tekanan darah.
4. Menurunkan berat badan : setiap penurunan 1 kg berat badan akan menurunkan tekanan
darah sekitar 1,5 – 2,5 mmHg.
5. Olah raga teratur, berguna untuk membakar timbunan lemak dan menurunkan berat
badan, menurunkan tekanan perifer dan menimbulkan perasaan santai, yang kesemuanya
berakibat kepada penurunan tekanan darah.
6. Relaksasi dan rekreasi serta cukup istirahat sangat berguna untuk mengurangi atau
menghilangkan stres, yang pada gilirannya bisa menurunkan tekanan darah.
7. Walaupun masih banyak diteliti konsumsi seledri, pace, ketimun, belimbung wuluh dan
bawang putih ternyata banyak membantu dalam usaha menurunkan tekanan darah.
Professional behavior
- Tata krama
- Pendekatan terhadap pasien
- Menghormati pasien dan keluarga pasien
- Memperlakukan pasien dengan baik
- Penampilan yang rapi sebagai seorang dokter
- Tata bahasa yang santun

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku saku patofisiologi. Edisi revisi ke-3 hal 414-428.
Jakarta:EGC.
2. Gunawan, Sulitia Gan. 2008. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI
3. Guyton, A.C & Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta :
EGC
4. Katzung. Betram G. 2003. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba
Medika
5. Kabo, Peter Prof.Dr.Md. 2010. Bagaimana Menggunakan Obat – obat
Kardiovaskular Secara Rasional. Jakarta: FKUI hal 98 - 99)
6. Sudoyo,A dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Interna
Publishing
7. Gray, Huon H. 2005. Kardiologi Lecture Notes. Edisi keempat. Jakarta : Erlangga
8. Sukandar, Elin Yulinah. Prof.Dr. Apt. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta :
PT.ISFI Penerbitan
9. Katzung, Bertram. G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Jakarta. EGC

48

You might also like