You are on page 1of 7

SIMULASI KEUNTUNGAN PENGOLAHAN SAMPAH BOTOL PLASTIK DENGAN

MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR RISIKO PEMULUNG, LAPAK DAN PABRIK DAUR ULANG


SIMULASI KEUNTUNGAN PENGOLAHAN SAMPAH BOTOL PLASTIK DENGAN MEMPERTIMBANGKAN
FAKTOR RISIKO PEMULUNG, LAPAK DAN PABRIK DAUR ULANG

Helena J Kristina, Yosua Kurniawan , Ishak


Program Studi Teknik Industri, Universitas Pelita Harapan
Email : helena.kristina@uph.edu

ABSTRACT

Along with times, bottle plastic wastes are rapidly increasing. Noted that Indonesia is the 4th world’s largest plastic
bottle consumer with number reaching 4.82 billion. This plastic bottle wastes improvement is apparently already positive
response by the people of Indonesia to take advantage of plastic bottles recycling business. This business supply chain
process, involves many stakeholders such as communities, scavengers, shanties, and recycling plant. The problems that
occur are several parties be unwise in processing the waste, didn’t think about their environment and surroundings. Thus,
the purpose of this research is to raise awareness and concern of each party in the value chain system to be more thoughtful
in processing the waste, mapping the value chain system of processing plastic bottle wastes, knowing the risk factors that
influence the supply chain, as well as create a simulation calculation of benefits based by value chain system that has been
made.Value chain system that already mapped will explain each role and recommendation to the parties concerned for the
system to be more effective and efficient. The risk factors that affect the system focused on the economical aspects. For the
shanties is the cost of purchasing and transportation, and for the recycling plant is the price of Dollar($), coalition-
competitor, kind of shape-color, tolerance, yearly agenda of Chinese New Year, harvest, quality, and quantity. Simulation
calculations are grouped into three main areas. The biggest total revenue is in normal condition with defect 5% and the
biggest losses is in Chinese New Year pessimistic condition with defect 10% with the range of IDR 156.921.536 – IDR -
111.585.833 for shanties outside Java, IDR 108.481.485 – IDR -26.101.592 for shanties outside West Java, IDR 881.956.758
– IDR -116.290.808 for shanties in West Java.

Keywords: Plastic Bottle Wastes, Shanties, Recycling Plant, Value Chain Management, Risk Factors, Simulation Scenarios
Advantages.

ABSTRAK

Seiring perkembangan zaman, sampah plastik botol minuman tercatat semakin meningkat. Tercatat bahwa
Indonesia menjadi negara ke-4 pengguna botol plastik terbanyak di dunia dengan jumlah mencapai 4,82 milliar.
Peningkatan sampah botol plastik ini ternyata sudah direspon positif oleh masyarakat Indonesia dengan mengambil
peluang dari bisnis daur ulang sampah botol plastik. Proses rantai pasok bisnis ini melibatkan banyak pihak seperti
masyarakat, pemulung, pelapak dan pabrik daur ulang. Permasalahan yang terjadi adalah beberapa pihak bersikap tidak
bijaksana dalam mengolah sampah tersebut serta tidak memikirkan dampak terhadap lingkungan dan pihak sekitarnya.
Sehingga, tujuan dari penelitian ini adalah memaparkan sistem value chain pengolahan sampah botol plastik, memaparkan
faktor risiko yang mempengaruhi rantai pasok tersebut, serta membuat simulasi perhitungan keuntungan berdasarkan
sistem value chain yang sudah dibuat. Sistem value chain yang sudah dipetakan akan menjelaskan peranan pihak-pihak
yang bersangkutan agar sistem dapat lebih efektif dan efisien. Faktor risiko yang mempengaruhi sistem difokuskan dalam
aspek ekonomis pada lapak yaitu biaya beli dan transportasi, dan pada pabrik daur ulang yaitu harga Dollar($), kualisi-
kompetitor, jenis bentuk-warna, toleransi, agenda tahunan imlek, panen, kualitas, dan kuantitas. Perhitungan simulasi
dikelompokkan ke dalam 3 daerah utama. Total keuntungan terbesar pada kondisi normal defect 5% dan kerugian terbesar
kondisi imlek pesimis defect 10% dengan rentang IDR 156.921.536 – IDR -111.585.833 untuk lapak di luar Pulau Jawa, IDR
108.481.485 – IDR -26.101.592 untuk lapak di luar Jawa Barat, IDR 881.956.758 – IDR -116.290.808 untuk lapak di dalam
Jawa Barat

Kata Kunci : Sampah Botol Plastik, Lapak Sampah, Pabrik Daur Ulang, Value Chain Management, Faktor Risiko, Simulasi
Skenario Keuntungan.

1. PENDAHULUAN

Indonesia menjadi Negara ke-4 pengguna botol plastik terbanyak di dunia, tercatat bahwa penggunaan botol
plastik mencapai 4,82 milliar (Pratomo, 2016). Peningkatan sampah botol plastik ini sudah direspon positif oleh masyarakat
Indonesia dimana banyak orang yang mengambil peluang dari bisnis sampah botol plastik. Bisnis daur ulang sampah botol
plastik melibatkan banyak pihak di dalamnya seperti konsumen, pemulung, pelapak, pengepul, dan pabrik daur ulang.
Menurut Wong 2010, plastik botol minuman ringan dapat digunakan kembali di banyak Negara. Plastik dapat didaur ulang
kembali pada akhir penggunaannya, biasanya untuk maksimal 6 kali penggunaan dan daur ulang. Sebagian besar sampah
plastik dapat diolah kembali untuk membentuk produk plastik. Jika secara faktor ekonomi dan lingkungan tidak dapat
didaur ulang, plastik digunakan sebagai tambahan energi dalam bentuk limbah untuk menyediakan lebih banyak energi.
Tidak jarang salah satu dari beberapa pihak bersikap acuh tak acuh dan tidak memikirkan lingkungan serta pihak
sekitarnya. Seperti contohnya perilaku masyarakat yang membuang sampah botol plastik tersebut secara sembarangan,
mengisi sampah lain dalam botol setelah selesai konsumsi sehingga menyulitkan pemulung dalam mengumpulkan dan
membersihkannya, atau di sisi lain ada pihak lapak dan pabrik yang terkadang hanya memikirkan keuntungan dengan

1
menekan harga beli yang rendah. Padahal, suatu sistem rantai pasok hanya dapat berjalan dengan efektif dan efisien
apabila setiap pihak ikut serta terlibat secara aktif dan bijaksana dalam menanganinya. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kesadaran dan kepedulian setiap pihak yang bersangkutan, perlu adanya suatu pemaparan informasi yang
jelas kepada masyarakat mengenai perlakuan dan pengelolaan sampah botol plastik yang dituangkan dalam sistem value
chain pengolahan sampah botol plastik. Tujuan penelitian ini adalah memetakan sistem value chain pengolahan sampah
botol plastik dan mensimulasikan keuntungan pengolahan sampah botol plastik dengan mempertimbangkan faktor risiko
pemulung, lapak dan pabrik daur ulang. Adapun simulasi dilakukan untuk studi kasus pabrik daur ulang PT LJF yang
mempunyai 33 pemasok yang tersebar di Indonesia.

2. METODE

Pengumpulan data dengan metode wawancara pada pemulung, pelapak, pakar bidang kemasan biobased-
biodegradable, Ketua Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Kepala Pabrik Daur Ulang, dan Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI). Hasil wawancara digunakan dalam perancangan sistem value chain
pengangkutan dan pembelian sampah botol plastik dari lapak sampah kepada pabrik daur ulang. Untuk data simulasi,
dikumpulkan data historis 33 lapak dan observasi PT. LJF, yang dihimpun dari bulan Januari 2016 hingga September 2016.
Data yang dikumpulkan dipakai untuk mengidentifikasi faktor risiko dan menetapkan parameter simulasi deterministik
melalui skenario yang merepresentasikan sistem value chain pengelolaan sampah botol plastik.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas inbound logistics yang merupakan aktivitas awal dari value chain management yang bermula dari
pemulung, dimana pemulung mendapatkan perintah langsung dari bos lapak. Perintah yang diberikan diantaranya seperti
jenis sampah yang harus dicari, target pasokan yang dibutuhkan, waktu pengumpulan sampah, dan hal-hal lainnya yang
diperlukan lapak agar dapat menyetor sampah tersebut tepat waktu dan sesuai target yang diinginkan pabrik. Setelah
sampah terkumpul oleh pemulung, dibawa ke lapak dan masuk kedalam aktivitas primer operations, yaitu penyetoran dan
akan dilakukan penimbangan sampah. Penyetoran dan penimbangan ini dilakukan setiap hari tergantung dari berapa
banyak pemulung yang bekerja di lapak tersebut. Semakin banyak pemulung yang bekerja maka akan semakin banyak
sampah yang disetor. Terakhir, masuk pada aktivitas outbound logistics yaitu akan dilakukan pengangkutan kepada pabrik
daur ulang. Pengangkutan ini menggunakan push system dimana setelah dilakukan penyortiran dan pengepakan, maka
karung-karung yang berisikan sampah botol plastik tersebut akan langsung dikirim ke pabrik daur ulang dengan
menggunakan truk pribadi atau sewaan. Pembiayaan transportasi ini sepenuhnya ditanggung oleh lapak dan truk yang
digunakan tergantung dari kapasitas pengiriman dan lokasi lapak tersebut.
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi harga dari sampah botol tersebut. Faktor pertama adalah harga Dollar($)
AS, dikarenakan bijih ori (original) botol plastik PET terbuat dari minyak bumi, apabila harga harga Dollar($) menurun, maka
harga minyak bumi juga akan menurun dan menyebabkan harga bijih ori ikut menurun. Hal ini akan menyebabkan suatu
efek domino yang menyebabkan harga dari PET recycle juga turun. Apabila harga bijih ori turun, maka orang-orang akan
lebih memilih bahan baku untuk pembuatan produk mereka dari botol plastik yang masih baru (ori) karena bahan tersebut
masih bersih dan kualitas yang terjamin ketimbang daripada botol plastik bekas yang sudah dikonsumsi dan kotor.
Faktor yang kedua adalah adanya kualisi pembentukan harga dari para pabrik daur ulang sampah botol plastik
serta kompetitor yang sangat mempengaruhi harga. Kualisi ini biasanya terdiri dari pabrik-pabrik daur ulang besar yang
berusaha untuk menciptakan suatu kestabilan harga diantara pabrik-pabrik lainnya, agar harga tetap terjaga dan seimbang
antar sesama pabrik. Walaupun ada beberapa pabrik yang tergabung dalam kualisi ini, tetapi ada pula yang hanya mau
bergerak secara independen. Faktor terakhir dari 3 faktor utama yang sangat mempengaruhi harga adalah warna botol dan
jenis dari tiap warna tersebut.
Selain ketiga faktor utama, terdapat faktor-faktor lainnya yang juga ikut mempengaruhi pembentukan harga dari
tiap jenis sampah botol plastik. Walaupun faktor-faktor ini dikategorikan tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan,
tetapi harus diperhitungkan bagi pabrik daur ulang maupun lapak dalam kegiatan jual-beli sampah botol plastik. Faktor
pertama adalah toleransi, yaitu ada/tidaknya defect yang terdapat dalam kuantitas pasokan lapak yang dikirim ke pabrik
daur ulang. Toleransi yang diberikan oleh pabrik adalah sebesar 5% dari kuantitas pasokan, dikarenakan pabrik tidak mau
lagi men-sortir barang yang sudah dikirim oleh lapak karena hanya akan menambah waktu dan biaya operasi.
Faktor kedua adalah adanya agenda tahunan. Agenda tahunan dalam 1 tahun dibedakan menjadi 2 kategori yaitu
pada saat imlek dan pada saat musim panen. Pada saat imlek bulan Januari-Februari akan membuat harga beli sampah
botol plastik dari pabrik kepada lapak menurun, penurunan berkisar 100-300 rupiah/kg dikarenakan saat imlek, pasar
ekspor barang ke negara Cina ditutup sehingga hasil produk atau cacahan botol plastik PET tidak dapat dikirim ke Cina.
Faktor yang ketiga adalah agenda tahunan musim panen. Pada musim panen akan banyak pemulung yang tidak mau
berkeliling untuk mengumpulkan sampah botol plastik, karena mereka harus ke sawah untuk memanen padi. Hal ini
menyebabkan tidak ada pasokan sampah botol plastik kepada lapak dan lapak juga tidak dapat mengirimkan pasokan
kepada pabrik. Hal ini akan menyebabkan pabrik mengalami masalah dikarenakan setiap pabrik memiliki target pasokan
dan target produksi.
Faktor keempat adalah kualitas dari pasokan yang dikirim. Apabila bahan baku (botol plastik) yang di supply
memiliki kualitas jelek (kotor, masih terdapat label, terkontaminasi bahan-bahan lain) akan sangat mempengaruhi harga
dan terkadang pabrik tidak akan mau menerimanya, serta mengembalikan barang kepada lapak. Faktor kelima adalah
faktor kuantitas. Faktor kuantitas merupakan faktor yang tidak secara langsung memberikan penambahan ataupun
pengurangan kepada harga sampah botol plastik, dikarenakan faktor kuantitas hanya menunjukkan seberapa besar target
pabrik. Secara umum rata-rata target pasokan dari tiap lapak per bulan yang diinginkan oleh pabrik adalah sama dengan
atau lebih besar daripada 150.000 ton. Apabila sudah mencapai level kuantitas tersebut, pabrik biasanya akan memberikan

2
kebijakan untuk memberikan harga tambahan sebesar 200 rupiah/kg karena pemasok sudah berusaha untuk memenuhi
target pabrik.
Pemetaan lapak sampah botol plastik perlu dilakukan, untuk memperlihatkan lokasi distribusi lapak sampah botol
plastik yang nantinya akan dikirim kepada pabrik PT.LJF. Lokasi dari setiap lapak-lapak akan menjadi salah satu bagian dari
mekanisme simulasi value chain management pengangkutan dan pembelian sampah botol plastik. Pemetaan lokasi 33
lapak pada gambar 1, dan pemetaan lapak pada daerah Jawa Barat (karena paling banyak) dapat dilihat pada gambar 2.
Terhitung rata-rata total setoran dari semua lapak per bulan adalah sebesar 545.072 kg atau dibulatkan menjadi
545 ton. Distribusi data pasokan di setiap daerah didapatkan dengan menjumlahkan rata-rata setoran/bulan (kg) dari setiap
lapak supplier yang termasuk ke dalam 3 daerah tersebut. Dimana pemasok terbesar mencapai level 510.554 kg atau 72%
sampah botol plastik yang dipasok kepada pabrik LJF berasal dari lapak di dalam Jawa Barat dikarenakan pabrik LJF yang
memang berlokasi di daerah Tangerang. Selain itu terlihat masih ada lapak supplier di luar pulau Jawa yang bahkan
memberikan 134.157 kg atau 19% pasokan dari total keseluruhan sampah botol plastik yang dipasok ke pabrik dimana
jumlah ini lebih besar daripada lapak yang berada di dalam pulau Jawa akan tetapi berlokasi di luar Jawa Barat.

Gambar 1. Pemetaan Tahap 1 Gambar 2. Pemetaan Tahap 2

Simulasi pembelian sampah botol plastik menggunakan parameter pembayaran yang dikeluarkan oleh lapak, pembayaran
yang dikeluarkan oleh pabrik daur ulang, dan parameter simulasi awal. Parameter simulasi awal: jumlah kuantitas pasokan
yang digunakan untuk setiap skenario menggunakan data rata-rata setoran per bulan yang memang memiliki ciri moving
average, dimana jumlah pasokan setiap bulan tidak berubah secara signifikan dan tidak memiliki tren naik ataupun turun.
Parameter simulasi untuk pembayaran yang dikeluarkan oleh pihak lapak diantaranya yaitu: Harga beli sampah botol plastik
dari lapak kepada pemulung tidak mempemasalahkan jenis, warna, dan ukuran sehingga pembayaran diratakan dengan
harga IDR 3.500/kg.
Alat transportasi (kapasitas) yang digunakan dari 4 truk menggunakan nilai tengah dari rentang nilai yang sudah
diberikan, truk container 40 ft 17.000 kg dan 20 ft yaitu 6.000 kg, truk fuso 9.500 kg, truk colt diesel 4.500 kg, dan truk pick
up 1.250 kg untuk sampah botol plastik yang sudah di press. Sedangkan untuk pasokan dalam bentuk bodong menggunakan
truk colt diesel dengan kapasitas 650 kg dan truk pick up kapasitas 200 kg. Biaya transportasi dari luar pulau Jawa
menggunakan biaya ekspedisi tidak resmi yaitu untuk container 40 ft yaitu sebesar IDR 10.400.000, 20 ft sebesar IDR
5.000.000. Untuk truk fuso dari luar pulau Jawa dengan ekspedisi tidak resmi dikenakan biaya sebesar IDR 2.500.000 dan
tambahan biaya karena harus melalui penyeberangan dengan kapal feri sebesar IDR 750.000/truk fuso. Setiap pengiriman
ini sudah menggunakan sistem door to door yaitu barang diambil dari tempat lapak dan diantar sampai kepada pabrik daur
ulang tanpa memperhitungkan lagi biaya bensin, tol, dan biaya lainnya. Pengiriman dengan truk fuso dari luar Jawa Barat
seperti Jawa Tengah juga menggunakan ekspedisi tidak resmi dengan biaya IDR 2.100.000 dengan sistem door to door.
Biaya Transportasi untuk lapak yang memasok dari dalam Jawa Barat menggunakan truk pribadi atau menyewa akan tetapi
tanpa ekspedisi sehingga pembayaran akan dihitung berdasarkan konsumsi bahan bakar solar yang digunakan terhadap
jarak dari lapak tersebut kepada pabrik daur ulang. Perhitungan jarak menggunakan aplikasi google map. Biaya solar yang
digunakan adalah biaya per November 2016 yaitu sebesar IDR 5.150/liter.
Parameter simulasi pembayaran yang dikeluarkan pihak pabrik daur ulang yaitu: rata-rata setoran untuk setiap
skenario yang akan disimulasikan menggunakan rata-rata setoran dari bulan Januari 2016-September 2016. Proporsi setiap
warna botol dari jumlah keseluruhan pasokan masing-masing lapak supplier per bulan adalah sebesar 52,5% warna putih
bening, 34,5% biru muda, 4,5% hijau, 3,5% biru tua, dan 5% jenis KCP. Jenis pasokan yang diterima oleh pabrik daur ulang
dari lapak yaitu press dan bodong. Faktor risiko awal yang langsung mempengaruhi harga standar dari setiap jenis warna
yaitu faktor kuantitas dan kualitas. Faktor risiko yang akan dimasukkan ke dalam setiap simulasi skenario yaitu dengan
melihat faktor defect, faktor kondisi saat imlek, dan faktor kondisi saat panen. Ada 14 skenario yang akan disimulasikan,
dengan kombinasi kondisi: pesimis-normal-optimis dengan faktor risiko: defect, imlek, dan panen.
Simulasi akan dibedakan berdasarkan daerah lapak, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membedakan biaya
yang dikeluarkan dan keuntungan yang didapatkan dari lapak yang berada di luar pulau Jawa dan di dalam pulau Jawa.
Berikut grafik perbandingan keuntungan tiap skenario berdasarkan total keuntungan semua lapak yang berada di luar Pulau
Jawa, luar Jawa Barat, dan dalam Jawa Barat yang terlampir pada gambar 3, 4, dan 5. Terlihat bahwa keuntungan terbesar
untuk setiap lapak ada pada kondisi normal (tanpa musim tertentu ataupun hari raya) dengan defect 5%. Sedangkan
kerugian terbesar didapatkan setiap lapak pada kondisi imlek pesimis dengan defect 10%. Faktor-faktor risiko yang
mempengaruhi harga pembayaran dari pabrik kepada lapak sangat mempengaruhi pendapatan lapak tersebut. Faktor biaya
dalam pembelian sampah dari pemulung dan biaya transportasi terutama untuk lapak yang berada di luar pulau Jawa
sangat mempengaruhi keuntungan yang akan didapat setiap lapak. Keuntungan lapak yang berada di luar pulau Jawa serta

3
luar Jawa Barat tentunya akan lebih besar dan dapat dimaksimalkan apabila dibangun pabrik daur ulang sampah botol
plastik di sekitar daerah mereka, guna menekan biaya transportasi yang besar dan meminimalisir kerugian yang terjadi.

Gambar 3. Grafik Perbandingan Total Profit Tiap Skenario Lapak di Luar Pulau Jawa

Gambar 4. Grafik Perbandingan Total Profit Tiap Skenario Lapak di Luar Jawa Barat

4
Gambar 5. Grafik Perbandingan Total Profit Tiap Skenario Lapak di Dalam Jawa Barat

4. KESIMPULAN

Pengolahan sampah botol plastik melibatkan beberapa stakeholder seperti masyarakat, pemulung, pelapak, dan
pabrik daur ulang pengolah sampah botol plastik. Beberapa perilaku yang harus disadari dan dibenahi diantaranya adalah
melakukan pemilahan sampah, tidak membuang sampah sembarangan dan tidak mengotori botol bekas PET dengan
sampah lainnya bagi pihak masyarakat, penyortiran sampah dengan membuang bahan yang berbeda jenis serta
membersihkan sisa-sisa dan kotoran di dalam botol plastik bagi pihak pemulung serta lapak, menghindari pasokan dalam
bentuk cacahan bagi pihak lapak, serta memberikan kebijakan dalam aspek ekonomis, sosial dan lingkungan hidup untuk
setiap lapak bagi pihak pabrik daur ulang dan asosiasi terkait menyangkut definisi penentuan kualitas pasokan KW.
Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi rantai pasok daur ulang dibedakan menjadi 2 yaitu faktor biaya yang
harus dikeluarkan oleh lapak dan faktor pembentukan standar harga beli sampah botol plastik dari pihak pabrik kepada
lapak. Faktor biaya utama yang harus dikeluarkan oleh lapak diantaranya adalah biaya pembelian sampah botol dari
pemulung dan biaya transportasi pengiriman sampah tersebut kepada pabrik daur ulang. Faktor risiko dalam pembentukan
harga standar dari pihak pabrik dibedakan 2 yaitu faktor utama pembentukan harga sampah botol plastik yang diantaranya
adalah harga dollar($) dan harga minyak bumi, kualisi dan kompetitor dalam negeri, serta jenis warna botol dan kualitas.
Sedangkan faktor tambahan yang mempengaruhi harga standar diantaranya adalah toleransi defect, agenda tahunan
musim imlek, agenda tahunan musim panen, kualitas, dan kuantitas pasokan.
Berdasarkan hasil simulasi pengangkutan dan pembelian sampah plastik, didapatkan keuntungan dan kerugian
yang didapatkan lapak di luar pulau Jawa ada dalam rentang IDR -111.585.833 sampai IDR 156.921.536, untuk lapak di luar
Jawa Barat ada dalam rentang IDR -26.101.592 sampai IDR 108.481.485, dan untuk lapak di dalam Jawa Barat ada dalam
rentang IDR -116.290.808 sampai IDR 881.956.758 dimana keuntungan terbesar ada pada kondisi normal defect 5% dan
kerugian terbesar pada kondisi imlek pesimis defect 10% untuk ketiga daerah tersebut.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini dibiayai LPPM Universitas Pelita Harapan, bagian dari penelitian No: P-047-FaST/IX/2016.

6. DAFTAR PUSTAKA

Chee Wong. A Study of Plastic Recycling Supply Chain. (2016). The Chartered Institute of Logistics and Transport. October
2010. Accessed October 4,. http://www.ciltuk.org.uk/portals/0/documents/pd/seedcornwong.pdf.
Kristina J Helena, Agustina Christiani, Ishak, Rudy Silalahi,(2016). “Pemetaan Rantai Pasok Daur Ulang Sampah Botol
Plastik dan Labelnya dari Produk Minuman Ringan serta Hubungannya dengan Brand Image”, Penelitian Jurusan
Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Pelita Harapan No: P-047-FaST/IX/2016.(Unpublished)
Ingesbie Marino, Helena J Kristina, Agustina Christiani. (2016)."Pemetaan Sistem Operasi Lapak Sampah Dengan
Pendekatan Ergonomi Makro Di Bintara Bekasi." Bagian dari penelitian N0 P-046-FaST/VII/2016, Universitas Pelita
Harapan, 2017. (Unpublished)
Waters, C. D. J. Logistics: An Introduction to Supply Chain Management. Houndmills, Basingstoke, Hampshire: Palgrave
Macmillan, 2003.
Kuzmanov, Msc. Ivo. "International Journal of Trade and Commerce-IIARTC." Cost Benefit Analysis of the Recycling Process
with Regard of the Environmental Protection and Financial Benefits for Organizations, 390-394, 1, no. 2 (July 2012).
Eppel, Sara, Veronica Sharp, and Lee Davies. "A Review of Defra's Approach to Building an Evidence Base for Influencing
Sustainable Behaviour." Resources, Conservation and Recycling 79 (2013): 30-42.
doi:10.1016/j.resconrec.2013.06.001.

5
Pratomo, H. B. (2016, April 14). Merdeka.com. 5 Negara pengguna botol plastik terbesar dunia termasuk Indonesia:.
Accessed October 2, 2016. https://www.merdeka.com/uang/5-negara-pengguna-botol-plastik-terbesar-dunia-
termasuk-indonesia/indonesia.html
Wollny, Volrad, Günter Dehoust, Uwe R. Fritsche, and Peter Weinem. "Comparison of Plastic Packaging Waste
Management Options: Feedstock Recycling versus Energy Recovery in Germany." Journal of Industrial Ecology 5, no.
3 (2001): 49-63. doi:10.1162/108819801760049468.

TANYA JAWAB :

1. Isananto (BBKB, Kementerian Perindustrian)


a. Apakah studi ini hanya untuk botol PET (AMDK ≥ 600 mL) atau juga untuk botol PP (AMDK ≤ 300 mL)
Jawaban :
Studi ini hanya untuk sampah botol PET (Polyethylene Terephthalate)
b. Apakah bentuk akhir dari hasil pengolahan sampah botol PET ini?
Jawaban :
Bentuk akhir dari pengolahan sampah botol PET di PT LIF sebagai berikut :
- PET putih diolah menjadi Polyester Synthetic Fiber (PSF), yang merupakan sejenis kapas sintesis dengan 3
jenis varian yaitu solid, Hollow Conjugate HC, dan Hollow Conjugate Silicon (HCS), sementara untuk tutup
dan ring botol, cacahan HD dioper atau dijual ke pemain lain.

PSF solid

HC

HCS

- PET hijau tua (sprite botol) untuk membuat strapping band karena lebih kuat dari sisi strength dalam
digunakan untuk mengikat.

2. Cholid Syahroni (BBTPPI, Kementerian Perindustrian)


Kehilangan material di PT. X pada saat produksi itu disebabkan karena apa?
Jawaban :
Kalau sebabnya belum diteliti lebih lanjut, tetapi baru diteliti input output saja.
Material hilang pada proses hotwash : pencucian PET ditambahan zat kimia texafon dan soda api sampai jadi cacahan.
Dalam proses hotwash bahan baku PET mengalami penurunan ketika output secara rata-rata 10,31% . Adapun
komposisi dari 10,31% yang terbuang dari proses hotwash adalah waste bubuk semacam pasir rata-rata 22,23% dan
waste HD rata-rata 8,84%. Waste bubuk dihasilkan oleh partikel kotoran yang melekat di bahan baku botol PET, seperti
pasir dan tanah yang ditampung pada penampungan pasir yang terletak di bawah molen, sedangkan waste HD
dihasilkan oleh karena leher botol yang masih melekat pada bahan baku. Penanganan terhadap waste bubuk adalah
dengan menggunakannya sebagai campuran untuk pembakaran yang menggunakan batu bara (pasokan energi),
sementara waste HD akan diolah kembali untuk memisahkan bahan HD dengan bahan yang masih tercampur, misalnya
PET, kemudian dapat dijual kembali dalam bentuk cacahan HD.

6
7

You might also like