Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Ririn Purwaning Tyas
22020118220077
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker Ovarium adalah penyakit keenam sebagai salah satu penyakit berbahaya
yang memiliki insidens dan kematian yang tinggi didunia pada wanita (Parkin DM
dkk 2007). Lebih dari 200.000 kematian yang tercatat setiap tahun, yang dominan
diantara perempuan dengan ekonomi lemah di masing-masing negara berkembang
dan maju. Di Indoneisa, ditemukan kanker ovarium merupakan kanker yang tersering
pada wanita (829 kasus baru dan 7,77% dari semua kanker kanker pada wanita
(Fachlevy, Abdullah, Russeng, & Fachlevy, 2011). Menurut Indonesian Society of
Gynecologic Oncology 2012, kanker ovarium menduduki urutan kedua terbanyak
setelah kanker serviks. Pada tahun 2012, kejadian kanker ovarium di Indonesia
sekitar 354 kasus.
Kanker Ovarium adalah proses keganasan primer yang terjadi pada organ ovarium
dan juga merupakan penyebab kematian tertinggi dari kanker alat genital. Kanker
ovarium pada umumnya dijumpai pada wanita usia yang lebih tua atau usia post
menopause. Kanker ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi cairan maupun
padat. Kanker ovarium disebut sebagai silent killer. Karena ovarium terletak di
bagian dalam sehingga tidak mudah terdeteksi, 70-80% kanker ovarium baru
ditemukan pada stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-mana (Loho
& Wagey, 2016).
Penyebab kanker ovarium masih belum jelas, namun beberapa faktor yang
mungkin berkaitan dengan timbulnya penyakit ini antara lain: faktor reproduksi,
faktor haid, faktor lingkungan dan faktor genetic. Kanker ini menyerang pada wanita
terlebih pada usia diatas 50 tahun. Selain itu, wanita di negara industri lebih beresiko.
Dan di Indonesia sendiri beberapa tahun ini temuan kasus keganasan salah satunya
kanker ovarium sering ditemukan dan menjadi penyebab kematian bagi seseorang.
Sehingga wanita Indonesia perlu waspada akan penyakit ini terutama yang tinggal di
area perindustrian karena di Indonesia juga banyak perusahaan-perusahaan industri.
Berdasarkan uraian diatas penting untuk mempelajari lebih luas lagi mengenai
kanker ovarium khususnya bagi mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi
tenaga kesehatan. Oleh karena itu pada penyusunan makalah ini akan dibahas
mengenai proses terjadinya kanker ovarium sebagai salah satu penyakit keganasan
(Kementrian Kesehatan RI, 2015).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan praktik profesi keperawatan maternitas, mahasiswa
mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan pada ibu yang memiliki
masalah ginekologi khususnya Ny.S dengan Cancer Ovarium
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran hasil pengkajian data umum kesehatan dan data
ginekologi pada kasus Ny. S
b. Mengetahui diagnosa keperawatan dan prioritas diagnosa yang muncul
berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan pada kasus Ny. S
c. Mengidentifikasikan rencana tindakan keperawatan berdasarkan masalah
keperawatan yang muncul pada kasus Ny. S
d. Mengetahui gambaran rencana tindakan keperawatan dan evaluasi hasil
intervensi yang telah dilakukan pada kasus Ny. S
e. Mengidentifikasikan rencana tindak lanjut yang tepat berdasarkan hasil
evaluasi dan dokumentasi pada kasus Ny. S
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Kanker indung telur adalah terjadinya pertumbuhan sel- sel yang tidak lazim
(kanker) pada satu atau dua bagian indung telur (Conectique.com, 2008, diakses
tanggal 28 Mei 2009).Kanker indung telur atau kanker ovarium adalah tumor
ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita
berusia 50 –70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul,
dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah
menyebar ke hati dan paru-paru. Kanker ovarium sangat sulit di diagnosa dan
kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer.
Kanker ovarium adalah terjadinya pertumbuhan sel-sel tidak lazim (kanker) pada
satu atau dua bagian indung telur. Indung telur sendiri merupakan salah satu organ
reproduksi yang sangat penting bagi perempuan. Dari organ reproduksi ini
dihasilkan telur atau ovum, yang kelak bila bertemu sperma akan terjadi pembuahan
(kehamilan). Indung telur juga merupakan sumber utama penghasil hormon
reproduksi perempuan, seperti hormon estrogen dan progesteron. Kanker ovarium
adalah kanker atau tumor ganas yang berasal dari ovarium dengan berbagai tipe
histologi, yang dapat mengenai semua umur. (andreas, 2016)
B. Etiologi
Ada beberapa teori tentang etiologi kanker ovarium yaitu:
1. Hipotesis Incessant Ovulation
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang
menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel
ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika
sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses
penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat menimbulkan
transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan data
epidemiologi. Hormon hipofisis diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium
pada beberapa percobaan pada rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa
jika kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon
gonadotrofin juga menigkat. Peningkatan kadar hormon gonadotrofin ini
ternyata berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium pada
binatang tersebut.
Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsinogenik
dimetilbenzatrene (DMBA) akan menjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan
pada tikus yang telah di ooforektomi, tetapi tidak menjadi tumor jika tikus
tersebut telah di hipofisektomi.
Berkurangnya resiko kanker ovarium pada wanita multipara dan wanita
pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar
gonadotrofin.
3. Hipotesis androgen
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rish pada tahun 1998 yang
mengatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya
kanker ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu terpapar pada androgenic
steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar adrenal, seperti
androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan testosterone. Dalam percobaan
invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan
juga sel-sel kanker ovarium epitel dalam kultur sel.
4. Hipotesis progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen
, progesteron ternyata mempunyai peranan protektif terhadap terjadinya kanker
ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron.
Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita pasca
menopause akan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium, sedangkan
pemberian kombinasi dengan pemberian progesteron akan menurunkan
resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi, menurunkan resiko
kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko terjadinya kanker
ovarium.
5. Paritas
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan satu paritas yang tinggi
memiliki resiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara,
yaitu denga risiko relative 0,7. Pada wanita yang mengalami 4 atau lebih
kehamilan aterm, resiko terjadinya kanker ovarium berkurang sebesar 40% jika
dibandingkan dengan wanita nulipara.
6. Pil kontrasepsi
Penelitian dari center for disease control menemukan penurunan resiko
terjadinya kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang
memakai pil kontasepsi, yaitu dengan resiko relative 0,6.
7. Talk
Pemakaian talk pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan resiko
terjadinya kanker ovarium dengan resiko relative 1,9%.
8. Ligasi tuba
Pengikatan tuba ternyata menurunkan terjadinya kanker ovarium dengan resiko
relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya
akses talk atau karsinogen lainnya dengan ovarium.
(John O. Schorge, 2006)
C. Patofisiologi
D. Stadium
Stadium kanker ovarium disusun menutut keadaan yang ditemukan pada operasi
eksplorasi. Stadium tersebut menurut International Federation of Gynecologist and
Obstenricians (FIGO) 1987 sebagai beriku:
1. Stadium I
Pertumbuhan terbatas pada ovarium
Stadium Ia : pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, kapsul tumor utuh, tidak
ada pertumbuhan di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites
ataupun pada bilasan cairan di rongga peritonium
Stadium Ib : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada pertumbuhan
di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun pada bilasan
cairan di rongga peritonium
Stadium Ic : tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu factor dari
kapsul tumor pecah, pertumbuhan tumor pada permukaan kapsul, ditemukan sel
tumor ganas pada cairan asite maupun bilasan rongga peritoneum.
2. Stadium II
Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul
Stadium IIa : perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba
Stadium IIb : perluasan ke jaringan pelvis lainnya
Stadium IIc : tumor stadium IIa dan IIb tetapi dengan tumor pada permukaan
satu atau kedua ovarium, kapsul pecah, atau dengan asites yang mengandung
sel ganas atau bilasan peritoneum positif.
3. Stadium III
Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar
pelvis dan/atau KGB retroperitoneal atau ingunal positif. Metastasis permukaan
liver masuk stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara
histologik terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
Stadium IIIa : tumor terbatas di ppelvisl kecil dengan kelenjar getah bening
negative tetapi secara histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya
pertumbuhan di permukaan peritoneum abdominal.
Stadium IIIb : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di
permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak
melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif.
Stadium IIIc : implan di abdomen >2 cm dan/atau kelenjar getah bening
retroperitoneal atau inguinal positif.
4. Stadium IV
Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila
efusi pleura dan hasil sitologinya positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu
juga metastasis parenkim hati.
( Billota, 2011)
E. Tanda dan Gejala Klinis
F. Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut:
1. Asites: kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke struktur-
stuktur yang berdekatan pada abdomen dan panggul dan melalui penyebaran benih
tumor mealui cairan peritoneal ke rongga abdomen dan rongga panggul.
2. Efusi Pleura: dari abdomen, cairan yang mengandung sel-sel ganas melalui
saluran limfe menuju pleura.
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
4. Edema pada kaki
5. Obstruksi usus
6. Kakeksia berat
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Uji asam deoksiribonukleat mengindikasikan mutasi gen yang diwariskan.
b. Pemeriksaan laboratorium terhadap penanda tumor (Seperti antigen karsinoma
ovarium, antigen karsinoembrionik, dan HCG) menunjukkan abnormalitas yang
dapat mengindikasikan komplikasi.
2. Pencitraan: USG abdomen, CT scan, atau ronsen menunjukkan ukuran tumor.
3. Prosedur Diagnostik: Aspirasi cairan asites dapat menunjukkan sel yang tidak
khas.
4. Pemeriksaan Lain: Laparotomi eksplorasi, termasuk evaluasi nodus limfe dan
reseksi tumor, dibutuhkan untuk diagnosis yang akurat dan penetapan stadium.
(W.Zulfa, 2014)
H. Penatalaksanaan
Pencegahan kimiawi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kanker
ovarium adalah dengan pemakaian kontrasepsi oral dapat menurunkan insidensi
kanker ovarium hingga 50 %.
1. Umum
a. Terapi radiasi (jarang digunakan karena dapat menyebabkan mielosupresi,
yang membatasi keefektifan kemoterapi)
b. Radioisotop sebagai terapi ajuvan
c. Diet tinggi protein
d. Makan sedikit tetapi sering.
2. Pengobatan
a. Kemoterapi setelah pembedahan
b. Imunoterapi
c. Terapi sulih hormon pada remaja putri pra-pubertas yang menjalani
salpingo-ooforektomi bilateral.
3. Pembedahan
a. Histerektomi total per abdomen dan salpingo-ooforektomi bilateral dengan
reseksi tumor.
b. Omentektomi, apendektomi, palpasi nodus limfe dengan kemungkinan
limfadenektomi, biopsi jaringan, dan bilas peritoneum.
c. Reseksi ovarium yang terkena.
d. Biopsi omentum dan ovarium yang tidak terkena.
e. Bilas peritoneum untuk pemeriksaan sitologi cairan pelvis.
(W. Zulfa, 2014)
I. Diagnosa Keperawatan
J. Intervensi
1. Diagnosa 1
Nyeri berhubungan dengan kompresi serabut saraf daerah pelvis
Tujuan : nyeri dapat terkontrol
Intervensi :
§ Kaji derajat nyeri dalam menggunakan skala 1-10, karakter nyeri, dan
lokasinya.
Rasional : pengkajian membantu dalam penepatan tindakan yang tepat.
§ Kaji ulang factor-faktor yang meningkatkan atau menghilangkan nyeri.
Rasional : dapat menunjukan factor pencetus/pemberat.
§ Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman.
Rasional : posisi yang tidak menekan abdomen menghindari terjadinya nyeri.
§ Ajarkan pasien teknik relaksasi/napas dalam.
Rasional : efektif untuk meminimalkan nyeri.
§ Jelaskan pembatasan aktivitas pada pasien.
Rasional : pemahaman pasien membantu dalam upaya untuk bekerja sama.
§ Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional : analgetik dapat menghilangkan nyeri.
2. Diagnosa
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah akibat
penekanan usus
Tujuan : klien akan menunjukkan kebutuhan nutrisi yang adekuat Intervensi :
§ Anjurkan pemberian makanan atau nutrisi dengan porsi kecil tapi sering
Rasional : porsi kecil tapi sering akan lebih memberikan banyak kesempatan
bagi pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
§ Jelaskan pentingnya asupan nutrisi yang adekuat
Rasional : pendidikan kesehatan mengenai nutrisi akan mendorong pasien untuk
lebih memperhatikan pemenuhan kebutuhan nutrisinya
§ Timbang berat badan dengan frekuensi sering
Rasional : merupakan indikasi pemantauan adanya perkembangan asupan nutrisi
§ Kolaborasikan pemberian nutrisi dengan ahli gizi
Rasional : kolaborasi asupan nutrisi dapat membantu peningkatan nutrisi.
3. Diagnosa 3
Gangguan eliminasi BAB/BAK berhubungan dengan penekanan pada daerah
pelvis
Tujuan : pola eliminasi pasien kembali normal.
Intervensi :
§ Kaji pola eliminasi pasien, bandingkan dengan pola eliminasi sebelumnya.
Rasional : memberikan pedoman dalam penentuan tindakan.
§ Kaji factor pencetus gangguan saat berkemih/BAB.
Rasional : nyeri saat tertekannya kista dapat menjadi factor penyebab kesulitan
berkemih/BAB.
§ Anjurkan pasien untuk tidak terlalu mengedan saat berkemih/BAB.
Rasional : mengedan menimbulkan tekanan pada abdomen dan mencetus nyeri
yang justru mengganggu pola berkemih pasien.
§ Lakukan kateterisasi jika diinstruksikan.
Rasional : merupakan alternative pengeluaran urine yang tertahan dalam
kandung kemih.
§ Kolaborasi tentang diet rendah serat.
Rasional : makan rendah serat tidak memperberat kerja usus.
4. Diagnosa 4
Ansietas berhubungan dengan stress akibat kurangnya pengetahuan tentang
penyakit dan pengobatannya.
Tujuan: Klien akan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi
Intervensi:
§ Observasi tingkah laku yang menunjukan tingkat ansietas
Rasional: ansietas ringan dapat ditunjukan dengan peka rangsang dan insomnia
§ Bicara singkat dengan kata yang sederhana
Rasional: rentang perhatian mgkn menjadi pendek, konsentrasi berkurang, yang
membatasi kemampuan untuk mengasimilasi informasi
§ Jelaskan prosedur tindakan
Rasional: Memberikan informasi yang akurat yang dapat menurunkan kesalahan
presepsi
§ Kurangi stimulasi dari luar
Rasional: Menciptakan lingkunag yang terapeutik.
BAB III
PENGKAJIAN GINEKOLOGI
A. PENGKAJIAN
1. Data Pasien
a. Nama Klien : Ny. S
b. Umur : 53 tahun
c. No RM : C753xxx
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Agama : Islam
g. Suku Bangsa : Jawa
h. Alamat : Cepiring, Kendal Jawa Tengah
i. Diagnosa Medik : Malignant neoplasm of ovary Stadium IIIc
4. Riwayat Ginekologi
a. Karakteristik menstruasi
Ny. S mengatakan klien sudah tidak mengalami menstruasi (menopause)
sejak usia 52 tahun (1 tahun yang lalu)
b. Menarkhe
Klien mengatakan haid pertamanya pada usia ±12 tahun
c. Periode menstruasi terakhir
Klien mengatakan setiap bulan selalu menstruasi
d. Pengalaman menstruasi
Ny. S mengatakan dahulu saat menstruasi klien merasa nyeri yang tidak
tertahankan, sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur.
e. Perdarahan tengah siklus
Klien mengatakan tidak pernah mengalami perdarahan tengah siklus
f. Menopause
Ny. S mengatakan sudah menapouse yaitu sejak usia 52 tahun ( 1 tahun
yang lalu)
g. Kontrasepsi
Ny. S pernah menggunakan kontrasepsi yaitu pil KB
h. Usia pada saat kehamilan pertama
Klien mengatakan berusia sekitar 19 tahun saat mengandung anak
pertamanya
i. Penyakit menular seksual
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit menular seksual
5. Status Obstetrik : G2 P2 A0
6. Riwayat medis masa lalu
a. Penyakit dan pengobatan
Ny. S mengatakan awalnya didiagnosa mengalami kista ovarium
sebesar telur ayam saat memeriksakan ke dokter kandungan akhirnya Ny.S
dirujuk ke RSDK untuk operasi pengangkatan kista setelah pemeriksaan
lebih lanjut didapat hasil bahwa kista yang diderita klien ganas (kanker
ovarium) dan sudah memasuki stadium IIIc. Dokter RSDK memutuskan
untuk mengoperasi sel kanker dengan diameter sebesar telur ayam klien
sudah dilakukan tindakan operasi sebanyak 1 kali yaitu operasi SOD di
RSUP. Dr. Kariadi pada tanggal 27 Mei 2019, diikuti dengan pemasangan
WSD dan Pungsi Asites tanggal 28 Mei 2019. Setelah menjalani operasi
klien dipindah ke ICU selama 4 hari, kemudian dipindah ke ruang
Rajawali 4A untuk perbaikan keadaan umum. Klien mengeluh perut
semakin membesar dan telah dilakukan penyedotan cairan di perut lebih
kurang 800 cc. Klien belum pernah menjalani kemoterapi. klien mengeluh
nyeri di perut bagian bawah bekas operasi dan perut klien masih besar serta
merasakan sebah pada bagian perutnya.
Alergi
Ny. S mengatakan tidak memiliki alergi baik makanan atau obat-
obatan.
o Penyakit saat kanak-kanak dan imunisasi
Ny. S mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit. Ny. S
mengatakan bahwa tidak mengetahui mengenai imunisasi yang
telah dilakukan pada klien.
b. Penyakit dan pembedahan sebelumnya
Ny. S mengatakan sebelumnya sudah menjalani proses operasi pada bulan
Mei 2019 (SOD + pungsi acites).
c. Riwayat rawat di rumah sakit sebelumnya :
Ny. S mengatakan bahwa dirinya pernah di rawat di RSUD Kendal.
d. Kecelakaan atau cedera
1) Kejadian pencetus : Tidak Ada
2) Disabilitas yang terjadi : Tidak Ada
e. Perilaku beresiko
1) Gaya Hidup
Ny. S mengatakan jarang untuk mengkonsumsi makanan cepat saji.
Ny. S mengatakan bahwa dirinya dan keluarganya mengkonsumsi
makanan yang dimasak sendiri setiap harinya.
2) Konsumsi Kafein
Ny. S mengatakan tidak pernah mengkonsumsi minuman yang
mengandung kafein seperti klien tidak suka minum kopi
3) Merokok
Ny. S mengatakan tidak pernah merokok.
4) Alkohol
Ny. S mengatakan tidak pernah mengkonsumsi minuman yang
mengandung alcohol.
5) Obat-obatan
Ny. S mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang
kecuali obat berdasarkan resep dokter dan bidan untuk proses
penyembuhan sakit yang dirasakan saat itu.
6) Praktik seks tidak aman
Ny. S mengatakan tidak pernah mengikuti praktik seks bebas.
Ny. S mengatakan bahwa hanya memiliki 1 suami dan 2 anak .
7) Riwayat kekerasan/penganiayaan
Ny. S mengatakan tidak pernah mengalami kekerasan dalam bentuk
fisik ataupun tindakan asusila dari keluarga maupun orang lain.
Ny. S
53 thn
Ca.Ovari
Keterangan :
: garis keturunan
: tinggal serumah
8. Riwayat Psikososial
a. Koping individu
1) Kesadaran diri dan harga diri
Ny. S mengatakan selama di rumah sakit selalu didampingi oleh anak.
Klien mengatakan suami sudah lama pergi dari rumah dan tidak
kembali.Ny. S mengatakan berusaha menerima keadaannya yang
sekarang dengan ikhlas. Ny. S mengatakan tidak akan memikirkan
masalah keadaannya yang membuat stress, klien mengatakan semua
masalah diserahkan pada Allah SWT. Klien mengatakan bahwa selalu
berdoa supaya diberikan kesembuhan.
2) Penatalaksanaan stress
Ny. S mengatakan saat mengalami masalah biasanya berdoa kepada
Allah SWT agar diberikan kekuatan dan bercerita kepada anaknya sertas
selalu sholat 5 waktu dan mendengarkan kajian-kajian lewat yooutube.
3) Penyalahgunaan zat
Ny. S mengatakan tidak pernah menggunakan zat-zat terlarang
b. Pola Kesehatan
1) Nutrisi
Saat dikaji
A (Antropometri) BB = 40 kg LILA : 20 cm
TB = 150 cm
IMT 16,64 (kekurangan berat badan)
B (Biokimia) Hb = 10,2 g/dl (L)
Albumin = 2.5 g/Dl (L)
Leukosit = 6.9 10^3/ul
Trombosit = 307 10^3/ul (L)
Hematocrit = 35.4%
Natrium = 110 mmol/L
Kalium = 3,8
Klorida = 104 mmol/L
C (Klinis) Ny. S tampak lemas, bibir terlihat pucat kering,
mata cekung, acites dan udem pada kaki.
D (Diet) Ny. S menjalani diit tim cair
Intake / 24 jam Makan dan Minum = ±1000 cc
Infus = 1500 cc
Total 2500 cc
Output / 24 jam Urine = 700 cc
Feses = 200 cc
IWL = 600
Drain = 400
Total 1900 cc
Balance cairan Intake – output = 2500-1900
+ 600 cc
Keterangan:
Ny. S mengatakan masih sering mengalami mual, porsi makan habis ½
porsi dan pembengkakan di kaki dan keluhan perut klien tidak
membesar lagi setelah dilakukan penyedotan cairan acites.
2) Hygiene diri
Ny. S mengatakan selama dirumah sakit disibin oleh anaknya 2 kali
sehari dan menganti baju 1 kali sehari.
3) Istirahat dan tidur
Sebelum sakit klien tidur selama 6 – 7 jam sehari, saat klien dirawat
dirumah sakit klien jarang tidur, sesekali terbangun karena merasakan
nyeri di perut. Klien hanya mampu tidur 3-4 jam sehari.
4) Aktivitas dan latihan
Ny. S mengatakan bahwa selama di rawat hanya di tempat tidur. Klien
mengatakan tidak dapat berjalan kekamar mandi, klien
mengatakan tidak mampu bergerak bebas dikarenakan terpasang
banyak selang yang membuat klien takut untuk menggerakkan
tubuh.klien terlihat lemas. Ny. S mengatakan bahwa aktivitas yang
biasa dilakukan mandi disibin, toileting, berganti pakaian, dibantu oleh
anaknya.
Index 0 1 2 3 Keterangan
Makan, Minum V 0 : Tidak mampu
1 : Dibantu
2 : Mandiri
Mandi V 0 : Tergantung orang lain
1 : Mandiri
Perawatan diri (grooming) V 0 : Tergantung orang lain
1 : Mandiri
Berpakaian (dressing) V 0 : Tidak mampu
1 : Dibantu
2 : Mandiri
BAB (bladder) V 0 : Inkontinensia
(tidak teratur/ perlu enema)
1 : Kadang inkontinensia
(sekali seminggu)
2 : Kontinensia (teratur)
BAK (bowel) V 0 : Inkontinensia
(pakai kateter/terkontrol)
1 : Kadang inkontinensia
(maks 1 x 24 jam)
2 : Kontinensia (teratur)
Transfer V 0 : Tidak mampu
1 : Butuh bantuan alat dan 2 orang
2 : Butuh bantuan kecil
3 : Mandiri
Mobilitas V 0 : Imobile
1 : Menggunakan kursi roda
2 : Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 : Mandiri
Penggunaan
toilet V 0 : Tergantung bantuan orang lain
1 : Membutuhkan bantuan tapi
beberapa
hal dilakukan sendiri
2 : Mandiri
Naik turun
tangga V 0 : Tidak mampu
1 : Membutuhkan bantuan
2 : Mandiri
Total Score 5 (Ketergantungan berat)
Sumber: Dewi, Sofia Rosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan Geriatrik. Yogyakarta:
Deepublish.
Interpretasi hasil Barthel Index :
20 : Mandiri
12–19 : Ketergantungan ringan
9 – 11 : Ketergantungan sedang
5–8 : Ketergantungan berat
0–4 : Ketergantungan total
5) Rekreasi
Ny. S mengatakan bahwa selama di rawat di bangsal, rekreasi yang
dilakukan hanya dengan mengobrol dengan keluarganya dan pasien
lainnya.
6) Spiritual
Ny. S mengatakan bahwa dirinya seorang muslim. Ny. S mengatakan
bahwa dirinya selalu berdoa kepada Allah SWT untuk segera diberikan
kesembuhan. Selain itu klien juga selalu berdzikir, sholat malam dan
sholat 5 waktu dengan cara tayamum dan tiduran. Setiap harinya klien
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : composmentis, tampak lemas dan GCS 15 (E4V5M6)
Vital sign :
TD : 100/70 mmHg
S : 37,30 C
N : 88 x/menit
RR : 22 x/menit
b. Head to toe
1) Kepala
Inspeksi
Bentuk kepala mesocephal, tidak ada lesi, kulit kepala tampak
kering, rambut bergelombang, berwarna hitam, terlihat banyak
rambut yang rontok.
Palpasi
Tidak ada benjolan dan tidak terdapat nyeri tekan
2) Mata
Inspeksi
Mata simetris antara kanan dan kiri, konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, pupil isokor, refleks mata terhadap cahaya normal dan
tidak menggunakan alat bantu penglihatan, gerakan bola mata
seimbang antara kanan dan kiri.
Palpasi
Tidak ada pembesaran massa dan tidak terdapat nyeri tekan
3) Hidung
Inspeksi
Bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, tidak ada perdarahan dari
hidung, penciuman normal, klien tidak terpasang selang NGT,
terpasang nasal kanul 3 liter
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
3) Mulut
Inspeksi
Bentuk bibir simetris, tidak ada lesi, mukosa bibir kering, tidak
terdapat bau mulut, bibir terlihat pucat.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
4) Leher
Inspeksi
Bentuk leher normal, tidak ada lesi, reflex menelan baik, tidak ada
nyeri saat menelan, tidak terdapat benjolan.
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat benjolan dan tidak terdapat
pembesaran kelenjar tiroid
5) Dada dan paru-paru
Inspeksi
Bentuk dada simetris, tidak ada lesi dan persebaran warna kulit
merata, klien terpasang WSD pada dada sebelah kiri.
Palpasi
Pengembangan dada simetris, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat
nyeri tekan dan taktil fremitus pada sisi kiri dada.
Perkusi
Terdengar bunyi sonor di seluruh lapang paru dan pekak di paru
kiri.
Auskultasi
Terdengar suara ronchi, namun tidak terdengar suara wheezing
maupun krakles, terdengar suara nafas vesikuler semua lapang paru.
6) Jantung
Inspeksi
Ictus cordis tidak terlihat dan tidak ada lesi.
Palpasi
Ictus cordis teraba di intercostal IV-V midclavikula sinistra, tidak
terdapat benjolan dan tidak terdapat nyeri tekan.
Perkusi
Suara jantung pekak
Batas kanan atas: parasentral SIC ke 2
Batas kanan bawah : parasentral SIC ke 4
Batas kiri atas : SIC ke 2 midline klavikula
Batas kiri bawah : SIC ke 6 dari kiri midline klavikula
Auskultasi
Terdengar suara jantung S1 S2, tidak terdengar adanya suara jantung
tambahan.
7) Abdomen
Inspeksi
Abdomen klien terlihat bersih. Terdapat balutan melintang post
operasi SOD pada perut bagian atas ( epigastrik) dan selang
pungsi asites pada perut sebelah kanan. Klien mengatakan perut
terasa sebah dan masih besar. persebaran kulit disekitar abdomen
merata.
Auskultasi
Bising usus terdengar 12 x/menit
Palpasi
Terdapat nyeri tekan di abdomen bagian post operasi.
Perkusi
Terdengar suara tympani bagian perut atas dan pekak di bagian
perut bagian bawah.(Asites)
8) Punggung
Tidak terlihat kemerahan pada kulit punggung. Tidak terdapat luka/lesi.
Terdapat nyeri tekan pada pinggang klien.
9) Genetalia dan Anus
Saat dilakukan pengkajian area genital klien bersih, tidak ada
perdarahan ataupun keputihan, klien terpasang selang kateter
10) Ekstrimitas
Atas :
Kulit klien berwarna coklat sawo, lembab, tidak ada lesi, tidak ada
edema, tidak ada sianosis, turgor kulit elastis, kuku tampak bersih,
terpasang infus pada tangan kiri klien, akral teraba hangat.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, CRT < 2 detik, tidak ada massa, kekuatan otot
5/5/5/5.
Bawah :
Kulit klien berwarna coklat sawo matang, lembab, tidak ada lesi, ada
edema di kedua kaki derajat 1, tidak ada sianosis, turgor kulit
elastis, kuku tampak bersih.
Tidak ada nyeri tekan, CRT < 2 detik, tidak ada massa, kekuatan otot
Akral teraba hangat
4/4/4/4
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal : 29 Mei 2019
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis (00002)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik : post operasi SOD (00132)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive ( 00085)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama pasien (inisial) : Ny. S
Rekam Medis : C753xxx
Dx Medis : Malignant neoplasm of ovary
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pain Management (1400)
dengan agen pencedera fisik: keperawatan selama 3 x 24 jam - Lakukan pengkajian nyeri secara
Post operasi SOD (00133) masalah keperawatan nyeri dapat komprehensif
terkontrol dengan kriteria hasil : - Ajarkan teknik non farmakologi
Skala nyeri turun dari 4 relaksasi napas dalam
menjadi 2 - Evaluasi keefektifan control
Ny. S tampak lebih nyaman nyeri
(verbal dan non verbal) - Tingkatkan istirahat
Tanda-tanda vital dalam - Atur posisi nyaman untuk klien
rentang normal - Monitor TTV (TD, suhu,
A. Kesimpulan
Kanker Ovarium adalah proses keganasan primer yang terjadi pada
organ ovarium dan juga merupakan penyebab kematian tertinggi dari kanker
alat genital. Kanker ovarium pada umumnya dijumpai pada wanita usia yang
lebih tua atau usia post menopause. Kanker ovarium sebagian besar berbentuk
kista berisi cairan maupun padat. Kanker ovarium disebut sebagai silent
killer. Karena ovarium terletak di bagian dalam sehingga tidak mudah
terdeteksi, 70-80% kanker ovarium baru ditemukan pada stadium lanjut dan
telah menyebar (metastasis) kemana-mana (Loho & Wagey, 2016).
Pengobatan kanker ovarium biasanya adalah dengan pengangkatan
melalui tindakan bedah, kemoterapi, radioterapi. Pada kasus ini Ny.S
mengalami Kanker ovarium stadium IIIc dan telah dilakukan tindakan bedah.
Terdapat beberapa masalah keperawatan yang muncul diantaranya adalah nyeri
dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh serta kecemasan
klien akan luka post operasi. Telah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam dan tindakan kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi atau tenaga
kesehatan lain. Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam belum, nyeri
berkurang dari skala 4 ke 3 dan frekuensi mual berkurang serta klien sudah
tidak cemas terhadap luka post operasi. Pasien memerlukan perawatan lebih
lanjut untuk perkembangan kondisi yang signifikan.
B. Saran
1. Perawat
Hubungan antara perawat dan tim kesehatan lain, serta kerjasama perawat
dengan keluarga sangat diperlukan untuk membantu pemulihan kondisi
klien. Perawat diharapkan untuk lebih memperhatikan masalah
keperawatan dengan lebih mengaplikasikan intervensi keperawatan sesuai
dengan profesi keperawatannya.
2. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan lebih mampu menggali dan belajar ilmu terkait
masalah-masalah kesehatan secara holistik pada klien dengan Mioma
Uteri.
3. Bagi klien
Klien diharapkan dapat mengaplikasikan intervensi keperawatan yang
telah diberikan oleh mahasiswa praktik ners UNDIP sehingga dapat
dijadikan salah satu alternatif oleh klien untuk mengatasi masalah
kesehatan yang dialaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Fachlevy, A. F., Abdullah, Z., Russeng, S. S., & Fachlevy, A. F. (2011). Ovarian
Cancer Risk Factors on Wahidin Sudirohusodo Hospital Makasar.
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Riset Kementrian Kesehatan Dasar. Data Dan
Informasi Kesehatan, 1–44. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Loho, M. F., & Wagey, F. W. (2016). Gambaran jenis kanker ovarium di RSUP Prof .
Dr . R . D . Kandou Manado, 4, 2–6.
Norwitz, Errol R. dan John O. Schorge. 2006. At a Glace: Obstetri Ginekologi, Edisi
Kedua. Jakarta: Erlangga.
Billota, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi
Keperawatan, Edisi 2. USA: Lippincoltt Williams & Wilkins.
Kowalak, Welsh, dan Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, vol. 2, Ed. 6.Jakarta: EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta, EGC.
W. Zulfi. 2014. Asuhan Keperawatan Kanker Ovarium. Diunduh
pada digilib.unimus.ac.id/download.php?id=5040repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/41017/4/Chapter%20II.pdf. (pukul 09.00, 31 Maret 2016)
Said, S., Taslim, N. A., & Bahar, B. (2013). Gizi dan Penyembuhan Luka.