You are on page 1of 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Cantrang dilarang ditemukan terjadi pada era Menteri Susi Pudjiastuti.

Cantrang atau trawl masih banyak digunakan oleh nelayan di Indonesia. Cantrang

merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan yang dilengkapi

dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap jaring.

Sayangnya, larangan ini menimbulkan protes oleh berbagai pihak, mulai dari

nelayan hingga para anggota DPR RI. Cantrang dilarang yang ditemukan terjadi

pada era Menteri Susi Pudjiastuti belum dapat dijelaskan.

Penggunaan cantrang menimbulkan banyak kerugian. Subani, W dan H.R.

Barus, 1989 dalam buku Alat Penangkapan Ikan Dan Udang Laut Di Indonesia

menyebutkan cantrang dapat menjaring ikan jenis demersal. Ikan demersal

merupakan ikan yang hidup dan makan di dasar laut dan danau (zona demersal).

Hal ini menimbulkan kerusakan ekosistem dasar laut. Selain itu, lubang-lubang

jaring pada cantrang sangat rapat, sehingga ikan-ikan kecil yang seharusnya masih

butuh waktu untuk berkembang biak ikut tertangkap. Cantrang juga tidak dapat

memberikan hasil tangkapan yang efisien. Sebuah kajian dari WWF-Indonesia pada

2015 silam menyebutkan bahwa hanya sekitar 18-40% hasil tangkapan trawl dan

cantrang yang bernilai ekonomis dan dapat dikonsumsi.

1
Kekayaan sumber daya kelautan Indonesia yang besar hanya akan terjaga jika

dilakukan secara optimal dan bertanggung jawab. Kementerian Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Susi Pudjiastuti

mempunyai visi “Mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang

mandiri, maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional”. Salah satu bentuk tindakan

nyata Menteri Susi Pudjiastuti untuk mewujudkan visi tersebut adalah melarang

penggunaan cantrang di Indonesia. Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber

daya kelautan yang besar, khususnya sumber daya perikanan. Berdasarkan data

Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011, potensi lestari sumber daya ikan laut

Indonesia sebesar 6,52 juta ton. Kekayaan tersebut membuat sektor perikanan

berpotensi menunjang pembangunan perekonomian baik dalam negeri maupun di

luar negeri. Besarnya potensi sumber daya perikanan yang melimpah di laut

Indonesia, nyatanya belum dirasakan dampaknya secara optimal bagi nelayan

tradisional. Tingkat kemiskinan masyarakat pesisir di Indonesia masih sangat

mengkhawatirkan, yaitu sebesar 32,4%. Oleh karena itu, nelayan tradisional

menggunakan berbagai alat tangkap untuk meningkatkan perekonomian.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa alat tangkap yang digunakan

nelayan memengaruhi tingkat kesejahteraan nelayan tersebut.

Untuk melindungi kekayaan sumber daya kelautan di Indonesia, pada

tanggal 9 Januari 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

yang dipimpin oleh Susi Pudjiastuti, telah mengeluarkan Permen Nomor

2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat

Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Negara Indonesia (WPPNRI). Selain itu, larangan penggunaan cantrang diperkuat

2
dalam surat Edaran Nomor: 72/MEN-KP/II/2016, tentang Pembatasan Penggunaan

Alat Penangkapan Ikan Cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara

Indonesia (WPPNRI). Undang-undang tersebut menimbulkan reaksi keras dari

nelayan di Indonesia yang masih menggunakan cantrang dalam kesehariannya.

Larangan ini membuat nelayan tidak bisa bekerja. Mereka tidak mengetahui cara

menangkap ikan selain cantrang. Melalui makalah ini diharapkan nelayan dapat

kembali melaut dan menemukan solusi penanggkapan ikan yang lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah penyebab cantrang dilarang ditemukan terjadi pada era menteri Susi

Pudjiastuti?

1.3 Tujuan

Menjelaskan cantrang dilarang yang ditemukan terjadi pada pada era

menteri Susi Pudjiastuti.

1.4 Manfaat

1. Sebagai sumber informasi mengenai kondisi kelautan Indonesia dan metode

penangkapan ikan di Indonesia.

2. Dapat memberikan solusi bagi nelayan yang telah terbiasa menggunakan

cantrang.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Kelautan Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah laut


yang ditaburi 17.504 pulau besar dan kecil serta memiliki panjang garis pantai
mencapai ± 81.000 km dengan wilayah laut yang lebih luas daripada wilayah
daratnya (± 70 % merupakan wilayah laut). Kenyataan demikian, selayaknya lebih
mempertebal semangat dan jiwa bahari bangsa Indonesia terutama pada generasi
muda sebagai pemegang tongkat estafet kelangsungan kehidupan bangsa dan
negara Indonesia. Posisi Indonesia yang terbentang di kawasan khatulistiwa,
diantara dua benua dan dua samudera secara geopolitik dan geostrategi memiliki
peranan dan kedudukan yang sangat strategis ditinjau dari kepentingan ekonomi
negara-negara di kawasan Asia Tenggara maupun Asia Pasifik.Tetapi belum
dimanfatkan secara optimal oleh bangsa Indonesia. Kalau kita melihat justru negara
tetangga Singapura yang telah memanfaatkan kedudukan yang sangat strategis
tersebut. Sebagai contoh penerbangan Singapore Air adalah terbaik didunia,
pelabuhan kontainer tersibuk dikawasan Asean. Padahal mereka tidak mempunyai
sumber alam apapun, tetapi bisa memanfaatkan sumber daya manusianya untuk
menjual jasa. Malaysia telah membangun dermaga-dermaga bertaraf Internasional
untuk menyaingi Singapura di Selat Malaka yaitu di Port Klang dan Penang dengan
memberikan kemudahan dan keringanan pajak. Dengan demikian, selayaknya pula
bangsa Indonesia dapat seoptimal mungkin memberdayakan segala potensi
kekayaan yang terkandung di laut dan pesisirnya secara tepat dengan tetap
memperhatikan faktor keles-tariannya guna mencapai kesejahteraan bangsa dan
negara di masa depan. (Nym Ngurah Adisanjaya, 2009)

Dikaitkan dengan luas wilayah laut dan posisi strategis negara Indonesia,
maka seharusnya kita sadari bahwa potensi maritim yang kita miliki apabila
dikelola dengan baik dan benar akan memberikan harapan yang cerah bagi masa

4
depan bangsa. Secara garis besar, potensi maritim yang berada di wilayah laut dan
pesisir Indonesia dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu Sumber Daya
Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Buatan.

A. Sumber Daya Alam (SDA).

Sumber Daya Alam adalah segala sesuatu yang berada di alam lingkungan
laut yang dapat dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan manusia. Sumber daya
alam pesisir dan lautan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam baik jenis
maupun potensinya. Potensi sumber daya tersebut ada yang dapat diperbaharui
(renewable resources) seperti sumber daya perikanan (perikanan tangkap, budi
daya), mangrove, rumput laut, karang, energi gelombang, pasang surut, angin dan
OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), serta energi yang tidak dapat
diperbaharui (non renewable resources) seperti sumber daya minyak dan gas bumi
serta berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumber daya tersebut, juga terdapat
berbagai macam jasa lingkungan kelautan yang dapat dikembangkan untuk
pembangunan kelautan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan
dan sebagainya.

1) Potensi Sumber Daya Perikanan.

Dari potensinya, sumber daya perairan dan perikanan yang kita miliki sangat luas,
termasuk yang tersebar di antara sumber daya kewilayahan yang ada, baik untuk
perikanan tangkap maupun perikanan budi daya. Besarnya potensi sumber daya
perikanan yang kita miliki diperkirakan sebesar 6,6 juta ton pertahun yang terdiri
dari sumber daya ikan di perairan Nusantara 4,5 juta ton dan diperairan ZEE sebesar
2,1 juta ton. Tetapi tingkat pemanfaatannya saat ini baru sekitar 38%. Hal tersebut
terkait dengan kemampuan sumber daya manusia dan teknologi yang terbatas.

2) Terumbu Karang dan Hutan Mangrove.

Terumbu karang adalah bangunan ribuan karang yang menjadi tempat hidup
berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Sumber daya terumbu karang dan segala
kehidupan yang terdapat didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang
bernilai tinggi. Indonesia memiliki keaneka-ragaman hayati terumbu karang yang

5
paling besar dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Ekosistem terumbu
karang memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat
Indonesia.

Adapun peran dan manfaat terumbu karang adalah sebagai berikut :

a) Sebagai tempat hidup/berkembang biak ikan-ikan yang banyak dibutuhkan


manusia untuk pangan.

b) Sebagai benteng yang melindungi pantai dari kerusakan yang disebabkan


oleh hantaman gelombang/ombak laut.

c) Sebagai tempat untuk pariwisata bahari.

d) Sebagai laboratorium alam untuk pendidikan dan penelitian.

e) Sumber penghasilan bagi nelayan.

f) Sebagai salah satu sumber obat-obatan untuk berbagai macam penyakit.

Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan


penting di wilayah pesisir dan lautan. Selain mempunyai fungsi sebagai penyedia
nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan berbagai macam biota,
penahan abrasi pantai, penahan amukan angin taufan dan tsunami, penyerap
limbah, pencegah intrusi air laut dan lain sebagainya, hutan mangrove juga
mempunyai fungsi ekonomis yang sangat tinggi, seperti penyedia kayu, obat-
obatan, alat dan teknik penangkapan ikan, pupuk, bahan baku kertas, bahan
makanan, minuman, peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan kulit, madu,
lilin, dan tempat rekreasi.

3) Sumber Daya Energi dan Mineral.

Wilayah laut Indonesia terdapat berbagai jenis sumber daya energi dan
mineral yang tersebar didarat serta dilaut. Konstribusi sektor energi dan sumber
daya mineral Indonesia terbukti mempunyai peran yang strategis dalam
pembangunan nasional. Sumber daya minyak dan Gas Bumi diperoleh dari
kegiatan lepas pantai di sekitar Laut Jawa, Laut Natuna, Lepas Pantai Kalimantan

6
Timur dan Selat Malaka. Sampai dengan tahun 2000 telah dikerjakan lebih dari
2700 sumur bor, tersebar pada kedalaman berbeda yang beberapa diantaranya
berada pada kedalaman dasar laut 150 m dan sejauh 220 km dari pantai terdekat.
Pengeboran minyak lepas pantai memerlukan teknologi, modal besar dan biaya
yang cukup mahal. Kekayaan alam berupa energi akan menjadi kekayaan bangsa
Indonesia sepenuhnya bila menguasai teknologi perminyakan lepas pantai.

Sumber daya Mineral antara lain :

a) Timah di Riau, Bangka Belitung dan Kalimantan Barat.

Kegunaannya :

1) kebutuhan pembangunan.

2) timah dicampur dengan besi untuk membuat paku, pipa ledeng, seng,
benda seni ukir, alat kesenian berupa gamelan

3) sebagai bahan campuran pembuatan mesin kendaraan darat dan pesawat

udara.

b) Pasir Laut dan kerikil (Kepulauan Riau), untuk bahan bangunan.

c) Pasir Besi (Cilacap), Pasir Kalsium untuk bahan semen, gelas dan bahan
untuk campuran (proses lainnya).

d) Industri garam terbesar di Indonesia salah satunya ter-dapat di Pulau


Madura. Ironisnya saat ini Indonesia import garam dari Vietnam.

Pemanfaatan sumber daya energi dan mineral haruslah memperhatikan dan


menjaga fungsi lingkungan hidup.

4) Potensi Sektor Wisata Bahari.

Kepulauan Indonesia yang membentang dari Sabang hingga Merauke


tentunya memiliki potensi wisata bahari yang tidak sama, karena sangat
dipengaruhi oleh kondisi geografis masing-masing daerah dan kondisi lingkungan
hidupnya (ekosistem) maupun kondisi social ekonomi dan budaya masyarakat

7
setempat. Faktor-faktor tersebut ikut menentukan tingkat kualitas potensi wisata
bahari, sehingga di beberapa daerah sangat potensial, sedangkan di daerah lain
dalam kondisi yang tidak potensial. Sejauh ini, andalan pengembangan potensi
wisata bahari di Indonesia, baru pada upaya eksploitasi pemanfaatan keindahan
alam bawah air dan bentang alam pantainya (coastal landscape). Degradasi potensi
wisata bahari di laut dan pesisir selain ditimbulkan oleh dampak kerusakan
ekosistemnya juga oleh pengaruh kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
setempat yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
situasi keamanan wilayah. Pengembangan wisata bahari di Indonesia yang
memiliki nilai devisa tinggi memerlukan adanya strategi pembangunan di sektor ini
secara cermat dan terarah guna pencapaian optimasi pembangunan nasional
kelautan.

B. Sumber Daya Manusia (SDM).

Kunci keberhasilan pembangunan kelautan terletak pada SDM sebagi


pelaku. Sumber Daya Manusia sebagai pelaku kegiatan disektor kelautan antara
lain adalah Pelaut, Nelayan, SDM di Industri dan Jasa Maritim, SDM di Anjungan
Lepas Pantai, Pegawai Perhubungan Laut dan Instansi lain yang terkait dll.
Kondisi SDM Indonesia saat ini dirasakan masih kurang memadai jika dihadapkan
kepada peluang yang dapat diraih dari potensi yang menjanjikan. Oleh karena itu
penyiapan SDM menjadi prioritas utama dalam pembangunan kelautan di masa
datang. Dengan berlakunya UU no 22/1999 pada awal tahun 2000 mendatang,
maka tuntutan SDM di daerah juga sangat vital. Penyiapan SDM melalui pem-
bangunan pendidikan sangat penting, sehingga harus dikembangkan berbagai
pendidikan kelautan baik yang bersifat aplikasi teknologi langsung maupun yang
bersifat ilmu pengetahuan. Dengan demikian kurikulum pendidikan nasional mulai
dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi harus disempurnakan dengan porsi
kelautan yang memadai dan berbagai program S-1 sampai S-3 kelautan harus
diperbanyak. Selain itu pendidikan ketrampilan dan keahlian yang menuntut
spesifikasi tertentu juga harus dikembangkan seperti pendidikan pelaut yang dapat
diakui secara internasional.

8
Ada beberapa pendidikan formal perguruan tinggi maupun setingkat
akademi baik swasta maupun negeri yang ada di Indonesia yang mempelajari ilmu
kelautan 18 Perguruan tinggi negeri, 23 Perguruan tinggi swasta dan 22 Akademi
swasta.

C. Sumber Daya Buatan (SDB).

Sumber Daya Buatan (SDB) adalah Sumber Daya yang dengan sengaja
dibuat manusia guna mendukung kegiatan manusia di lingkungan laut untuk
mencapai tujuan tertentu. Sumber Daya Buatan dapat dibedakan dalam Sumber
Daya Buatan Tetap (tidak bergerak) dan Sumber Daya Buatan yang bergerak
(mobile).

1) Sumber Daya Buatan Tetap (tidak bergerak).

a) Sumber Daya Buatan di lepas pantai, sebagai contoh Anjungan Lepas

Pantai.

b) Sumber Daya Buatan di pantai, sebagai contoh Fasilitas Dermaga,


Fasilitas pengelolaan Ikan seperti gudang dll.

2) Sumber Daya Buatan yang bergerak, sebagai contohnya adalah kapal kontainer,
kapal penumpang kapal tangker, kapal survey dll. Berdasarkan buku Persatuan
Pelayaran Niaga Indonesia hasil rekapitulasi tahun 1999 di Indonesia ada 733
perusahaan pelayaran, yang memiliki 2.737 unit kapal berbagai jenis dan ukuran
ukuran. Akan tetapi yang disayangkan perusahaan pelayaran ini hanya kantornya
saja di Indonesia, kapalnya carter atau milik negara asing. Kapal yang milik bangsa
Indonesia sendiri hanya sekitar 3 % saja. Sehingga devisa yang dihasilkan dalam
pelayaran ini tidak banyak yang kita dapat. (Aditya, 2009)

9
2.2 Visi dan Misi Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
di era Menteri Susi Pudjiastuti

Susi Pudjiastuti diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan dalam


Kabinet Kerja 2014 – 2015 oleh Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI mempunyai visi “Mewujudkan sektor
kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat dan berbasis
kepentingan nasional”. Sedangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI
mempunyai beberapa misi, antara lain:

1. Kedaulatan, yakni mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang


berdaulat guna menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber
daya kelautan dan perikanan dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai
Negara kepulauan.
2. Keberlanjutan, yakni mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan
perikanan yang berkelanjutan.
3. Kesejahteraan, yakni mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang
sejahtera, maju, mandiri, serta berkepribadian dalam kebudayaan.

2.3 Metode penangkapan ikan di Indonesia

Klasifikasi alat tangkap ikan berdasarkan PERMEN-KP No 71 tahun 2016 pasal


6 tentang alat penangkapan ikan, menetapkan alat penangkapan ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia yang menurut jenisnya terdiri
dari 10 (sepuluh) kelompok yaitu:

1. Jaring lingkar (surrounding nets)

Jaring Lingkar merupakan alat penangkapan ikan yang mempunyai prinsip


penangkapan dengan cara melingkari gerombolan ikan sasaran tangkap
menggunakan jaring yang dioperasikan dengan perahu/kapal serta didukung sarana
alat bantu penangkapan untuk mendukung pengoperasiannya. Desain dan
konstruksi jaring lingkar berkembang disesuaikan dengan target ikan tangkapan

10
yang dikehendaki, sehingga terdapat berbagai bentuk dan ukuran jaring lingkar
serta sarana apung maupun alat bantu penangkapan ikan yang digunakan.

a) Jaring lingkar bertali kerut (With purse lines/Purse seine)

1. Pukat cincin dengan satu kapal (One boat operated purse seines)

 Pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal


 Pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal

Gambar 1. Pukat cincin dengan satu kapal

2. Pukat cincin dengan dua kapal (Two boat operated purse seines)
 Pukat cincin grup pelagis kecil
 Pukat cincin grup pelagis besar

Gambar 2. Pukat cincin dengan dua kapal

b) Jaring lingkar tanpa tali kerut (Without purse lines/Lampara)

11
2. Pukat tarik
Pukat tarik merupakan alat penangkapan ikan berkantong tanpa alat
pembuka mulut jaring, yang pengoperasiannya dengan cara melingkari
gerombolan ikan dan menariknya ke kapal yang sedang berhenti/berlabuh
jangkar atau ke darat/pantai melalui kedua bagian sayap dan tali selambar.
Desain dan konstruksi pukat tarik disesuaikan dengan target ikan tangkapan yang
dikehendaki, sehingga terdapat berbagai bentuk dan ukuran pukat tarik serta
sarana apung maupun alat bantu penangkapan ikan yang digunakan.
a) Pukat tarik pantai (Beach seines)

Gambar 3. Pukat tarik pantai

b) Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines)


1. Dogol (Danish seines)
2. Scottish seines
3. Pair Seines
4. Payang
5. Cantrang
6. Lampara dasar

3. Pukat hela (trawls)


Pukat hela merupakan alat penangkapan ikan berkantong yang
dioperasikan dengan menggunakan alat pembuka mulut jaring yang dihela di
belakang kapal yang sedang berjalan, sehingga ikan target tertangkap dengan cara
tersapu di pertengahan atau dasar perairan dan masuk ke dalam kantong.
a) Pukat hela dasar (Bottom Trawls)

12
1. Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls)
2. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls),
3. Nephrops trawl (Nephrops trawl)
4. Pukat hela dasar udang (Shrimp trawls)
b) Pukat hela pertengahan (Midwater trawls)
1. Pukat hela pertengahan berpapan (Otter trawls)
2. Pukat hela pertengahan dua kapal (Pair trawls)
3. Pukat hela pertengahan udang (Shrimp trawls)
c) Pukat hela kembar berpapan (Otter twin trawls)
d) Pukat dorong

Gambar 4. Pukat hela dasar berpapan

Gambar 5. Pukat hela dasar dua kapal

4. Penggaruk (dredges)
Penggaruk merupakan alat penangkap ikan berbingkai kayu atau besi yang
bergerigi atau bergancu di bagian bawahnya, yang dilengkapi atau tanpa
jaring/bahan lainnya. Penggaruk dioperasikan dengan cara menggaruk di dasar
perairan dengan atau tanpa perahu untuk menangkap kekerangan dan biota

13
lainnya.Jenis alat penangkapan ikan Penggaruk (Dredges) dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Penggaruk berkapal (Boat dredges)

Gambar 6. Penggaruk berkapal


2.Penggaruk tanpa kapal (Hand dredges)

Gambar 7. Penggaruk tanpa kapal

5. Jaring Angkat (lift nets)


Jaring angkat merupakan alat penangkapan ikan terbuat dari bahan jaring
yang umumnya berbentuk segi empat dilengkapi bingkai bambu atau bahan
lainnya sebagai rangka. Pengoperasiannya dengan menurunkan jaring ke dalam
kolom perairan dan mengangkatnya ke atas perairan untuk memperoleh hasil
tangkapan.
a) Anco (Portable lift nets)
b) jaring angkat berperahu (Boat-operated lift nets)
1. Bagan berperahu
2. Bouke ami
3. Bagan tancap (Shore-operated stationary lift nets)

14
Gambar 8. Anco

6. Alat yang dijatuhkan (falling gears)


Alat yang dijatuhkan/ditebarkan merupakan alat penangkapan ikan yang
pengoperasiannya dilakukan dengan cara ditebarkan / dijatuhkan untuk
mengurung ikan dengan atau tanpa kapal.
a) Jala jatuh berkapal (Cast nets)
b) Jala tebar (Falling gear not specified)

Gambar 9. Jala tebar

7. Jaring insang (gillnets and entangling nets)


Jaring Insang (Gill net) merupakan alat penangkapan ikan berbentuk
empat persegi panjang yang ukuran mata jaringnya merata dan dilengkapi dengan
pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tanpa tali ris bawah
untuk menghadang ikan, sehingga ikan sasaran terjerat mata jaring atau
terpuntal pada bagian tubuh jaring.
a) Jaring insang tetap (Set gillnets (anchored))
b) Jaring insang hanyut (Driftnets),
c) Jaring insang lingkar (Encircling gillnets),
d) Jaring insang berpancang (Fixed gillnets (on stakes)),
e) Jaring insang berlapis (Trammel nets)

8. Perangkap (Traps)
Perangkap merupakan alat penangkapan ikan yang mempunyai prinsip
penangkapan dengan cara memperangkap ikan dengan menggunakan jaring
dan atau bahan lainnya yang dioperasikan dengan atau tanpa perahu/kapal.
a) Stationary uncovered pound nets

15
b) Bubu (Pots)
c) Bubu bersayap (Fyke nets)
d) Stow nets (Pukat labuh, Togo, Ambai, Jermal, Pengerih dll)
e) Barriers, fences, weirs
f) Perangkap Ikan Peloncat (Aerial traps)

Gambar 10. Perangkap

9. Pancing (hooks and lines)


Pancing merupakan alat penangkapan ikan yang mempunyai prinsip
penangkapan dengan memancing ikan sasaran tangkap sehingga tertangkap dengan
mata pancing yang dirangkai dengan tali yang menggunakan atau tanpa umpan.
a) Handlines and pole-lines/hand operated
1. Pancing ulur
2. Pancing berjoran
3. Huhate
4. Squid angling
b) Handlines and pole-lines/mechanized
1. Squid jigging
2. Huhate mekanis
c) Rawai dasar (Set long lines)
d) Rawai hanyut (Drifting long lines)
1. Rawai tuna
2. Rawai cucut
e) Tonda (Trolling lines)
f) Pancing layang-layan

16
Gambar 11. Huhate

10. Alat penjepit dan melukai (grappling and wounding).


Alat Penjepit dan Melukai merupakan alat penangkapan ikan yang
mempunyai prinsip penangkapan dengan cara mencengkeram, mengait/menjepit,
melukai dan atau membunuh sasaran tangkap yang dilakukan dari atas kapal atau
tanpa menggunakan kapal.
a) Tombak (Harpoons)
b) Ladung

Gambar 12. Ladung

2.4 Cantrang

2.4.1. Definisi dan klasifikasi alat tangkap cantrang

Pukat tarik cantrang merupakan alat penangkap ikan berkantong tanpa alat
pembuka mulut pukat dengan tali selambar yang pengoperasiannya di dasar
perairan dengan cara melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan
pukat (hauling) dari atas kapal. Pukat tarik cantrang termasuk dalam klasifikasi
pukat tarik berperahu (boat seines) dengan menggunakan simbol SV dan berkode
ISSCFG 02.1.0, sesuai dengan International Standard Statistical Classification of

17
Fishing Gears – FAO. Selain itu, pukat tarik cantrang termasuk dalam klasifikasi
pukat kantong (seine nets), sesuai dengan Statistik Penangkapan Perikanan Laut –
Indonesia (BSN, 2006).

Cantrang merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan


demersal, dilengkapi dengan dua tali penarik yang cukup panjang dan dikaitkan
pada ujung sayap jaring. Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong,
badan, sayap atau kaki, mulut jaring, tali penarik (warp), pelampung dan pemberat
(Taufiq, 2008).

Pukat tarik cantrang banyak digunakan oleh nelayan skala kecil dan skala
menengah, dengan daerah penangkapan di seluruh wilayah perairan Indonesia.
Ukuran besar kecilnya pukat tarik cantrang (panjang total x keliling mulut jaring)
sangat beragam, tergantung dari ukuran tonage kapal dan daya motor penggerak
kapal. Pengoperasian pukat tarik cantrang, kadang-kadang dilengkapi dengan
palang rentang (beam) sebagai alat pembuka mulut jaring. Pengoperasian pukat
tarik cantrang tidak dihela di belakang kapal yang sedang berjalan tetapi
dioperasikan dengan kapal dalam keadaan berhenti (BSN, 2006).

2.4.2 Konstruksi alat tangkap cantrang

Bagian-bagian konstruksi pukat tarik cantrang menurut Badan Standardisasi


Nasional (2006) adalah sebagai berikut:

1) Sayap/kaki pukat (wing)


Bagian pukat yang terletak di ujung depan dari pukat tarik cantrang. Sayap pukat
terdiri dari sayap panel atas (upper wing) dan sayap panel bawah (lower wing).

2) Badan pukat (body)


Bagian pukat yang terletak di antara bagian kantong dan bagian sayap pukat.

3) Kantong pukat (cod end)


Bagian pukat yang terletak di ujung belakang dari pukat tarik cantrang.

4) Panjang total pukat

18
Hasil penjumlahan dari panjang bagian sayap/kaki, bagian badan dan bagian
kantong pukat.

5) Keliling mulut pukat (circumference of the net mouth)


Bagian badan pukat yang terbesar dan terletak di ujung depan dari bagian badan
pukat.

6) Danleno
Kelengkapan pukat tarik cantrang yang berbentuk batang atau balok kayu/pipa besi
atau besi berbentuk segitiga yang dipergunakan sebagai alat perentang sayap pukat
(ke arah vertikal) dan dipasang tegak pada ujung depan bagian sayap pukat.

7) Tali ris atas (head rope)


Tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap
pukat bagian panel atas, melalui mulut pukat bagian atas.

8) Tali ris bawah (ground rope)


Tali yang berfungsi untuk menghubungkan kedua sayap pukat bagian panel bawah,
melalui mulut pukat bagian bawah.

9) Tali selambar (warp rope)


Tali yang berfungsi sebagai penarik pukat tarik cantrang ke atas geladak kapal.

10) Panel jaring (seam)


Lembaran susunan konstruksi pukat yang dapat dibedakan dalam gambar desain
pukat tarik cantrang, yang terdiri dari dua panel (seam) jaring, yaitu satu panel atas
(upper seam) dan satu panel bawah (lower seam).

Cantrang memiliki bentuk sayap yang sama dengan posisi mulut jaring
cenderung sama karena panjang tali ris atas dan bawah sama panjang. Ilustrasi
bentuk cantrang dapat dilihat pada Gambar 13.

19
Gambar 13. Cantrang

Konstruksi baku pukat tarik cantrang ditetapkan dengan nilai perbandingan


bagian-bagian jaring secara memanjang dan melintang. Sketsa baku pukat tarik
cantrang menurut Badan Standardisasi Nasional (2006) ditunjukkan seperti pada
Gambar 14.

Gambar 14. Sketsa batu pukat tarik cantrang

20
Keterangan :
1) Panjang bagian-bagian pukat kearah memanjang:
Panjang tali ris atas: l
Panjang tali ris bawah: m
Panjang mulut jaring: a
Panjang total jaring: b
Panjang bagian sayap atas: c
Panjang bagian sayap bawah: d
Panjang bagian badan jaring: e
Panjang bagian kantong jaring: f

2) Panjang bagian-bagian pukat kearah melintang:


Keliling mulut jaring: a
Setengah keliling mulut jaring: h
Lebar ujung depan sayap atas: g2
Lebar ujung belakang sayap atas: g1
Lebar ujung depan sayap bawah: h2
Lebar ujung belakang sayap bawah: h1
Lebar ujung depan badan: i
Lebar ujung belakang badan: i1
Lebar ujung depan kantong: j
Lebar ujung belakang kantong: j1

21
2.4.3 Metode Penangkapan Ikan

Metode penangkapan ikan dengan menggunakan pukat kantong (seine net)


bermula sekitar tahun 1848 di Denmark dimana pertama kalinya pukat kantong
digunakan untuk menangkap ikan plaice. Prinsip pengoperasian pukat kantong ini
adalah dengan menggunakan tali selambar untuk membuat jaring terbuka dan
menggiring ikan ke arah kantong jaring. Berawal dari pukat pantai (beach seine),
dan kemudian berkembang dengan metode pemasangan jaring dari atas kapal yang
berjangkar dengan tali yang panjang dan kemudian diangkat ke atas kapal dengan
tenaga manusia (Thomson, 1969).

Pukat tarik cantrang dioperasikan di dasar perairan dengan cara melingkari


kawanan ikan dengan tali selambar yang panjang. Penarikan tali selambar bertujuan
untuk menarik dan mengangkat pukat tarik cantrang ke atas geladak perahu/kapal.
Penarikan tali selambar dengan menggunakan permesinan penangkapan (fishing
machinery) yang berupa permesinan kapstan/gardan(winch). Pengoperasian pukat
tarik cantrang dilakukan tanpa menghela di belakang kapal (kapal dalam keadaan
berhenti), dan tanpa menggunakan papan rentang (otter board) atau palang rentang
(beam) (BSN, 2006).

Adapun teknik pengoperasian cantrang menurut Badan Standardisasi


Nasional (2006) adalah sebagai berikut:

1) Penurunan pukat (setting)


Penurunan pukat dilakukan dari salah satu sisi lambung bagian buritan
perahu/kapal dengan gerakan maju perahu/kapal membentuk lingkaran sesuai
dengan panjang tali selambar (≥500 meter) dengan kecepatan perahu/kapal tertentu.
Penggunaan tali selambar yang panjang bertujuan untuk memperoleh area sapuan
yang luas.

2) Penarikan dan pengangkatan pukat (hauling)


Penarikan dan pengangkatan pukat dilakukan dari buritan perahu/kapal dengan
menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) dalam kedudukan
perahu/kapal bertahan. Ilustrasi proses pengoperasian cantrang dapat dilihat pada
Gambar 15.

22
Gambar 15. Ilustrasi pengoperasian pukat tarik cantrang di Jawa Tengah (BBPPI,
2005).

23
2.3.4 Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan cantrang adalah jenis ikan dasar (demersal) seperti ikan petek,
biji nangka, gulamah, kerapu, sebelah, pari, cucut, gurita, beloso dan macam-
macam udang (Subani dan Barus, 1989). Beberapa jenis hasil tangkapan lainnya
yang tertangkap oleh cantrang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis hasil tangkapan cantrang

No. Nama Indonesia Nama ilmiah

1 Cucut botol Centrocymnus crepidater

2 Layang Decapterus kuroides

3 Selar kuning Selaroides leptolepis

4 Kwee Caranx sexfaciatus

5 Tetengkek Megalaspis cordyla

6 Talang-talang Scomberoides commersonnianus

7 Teri Stolephorus spp.

8 Japuh Dussumieria acuta

9 Tembang Sardinella sp.

10 Lemuru Sardinella lemuru

11 Banyar/Kembung lelaki Rastrelliger kanagurta

12 Golok-golok Chirocentrus dorab

13 Julung-julung Hemirhampus far

14 Alu-alu Sphyraena barracuda

15 Manyung Arius thalassinus

24
16 Bawal hitam Parastromateus niger

17 Bawal putih Pampus argenteus

18 Gulamah Nibea albiflora

19 Layur Trichiurus savala

20 Ikan sebelah Psettodes erumei

21 Petek Leiognathus sp.

22 Beloso Saurida tumbil

23 Belanak Mugil cephalus

24 Pari burung Aetobatus spp.

25 Kakap merah/bambangan Lutjanus spp.

26 Kakap putih Lates calcarifer

27 Ikan baronang Siganus guttatus

28 Ekor kuning Caesio cuning

29 Kerong-kerong Therapon jarbua

30 Udang jerbung/udang putih Penaeus merguiensis

31 Udang dogol Metapenaeus endeavouri

32 Udang krosok Parapenaeopsis sculptitis

33 Rajungan Portunus pelagicus

34 Kerang hijau Perna viridis

35 Cumi-cumi Loligo spp.

36 Sotong Sepia Spp.

25
37 Gurita Octopus spp.

38 Kuro Polynemus spp.

39 Kembung perempuan Rastreliger neglectus

40 Biji nangka Upeneus vittatus

41 Kerapu Cephalopholis boenack

42 Lemadang Coryphaena hippurus

43 Kuniran Upeneus sulphureus

44 Kapasan Gerres kapas

45 Remang Congresox talabon

46 Swanggi Priacanthus tayenus

Menurut Hall (1999) yang diacu dalam Khaerudin (2006), hasil tangkapan
sampingan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:

1) Spesies yang kebetulan tertangkap (incidental catch), hasil tangkapan yang


tertangkap dan bukan merupakan spesies target dari operasi penangkapan.
Incidental catch ini ada yang dimanfaatkan oleh nelayan dan ada yang
dibuang, tergantung dari nilai ikan tersebut.
2) Spesies yang dikembalikan ke laut (discarded catch), yaitu bagian dari hasil
tangkapan sampingan yang dikembalikan ke laut karena pertimbangan
ekonomi atau pun karena spesies yang tertangkap tersebut adalah spesies
yang dilindungi oleh hukum.
Hasil tangkapan sampingan atau bycatch merupakan istilah yang pada awalnya
hanya dikenal di kalangan nelayan. Hasil tangkapan sampingan merupakan bagian
dari hasil tangkapan total yang tertangkap secara tidak sengaja bersamaan dengan
spesies target yang diupayakan. Tidak ada satu pun alat tangkap pada usaha
perikanan yang tidak menghasilan hasil tangkapan sampingan. Keberadaan hasil

26
tangkapan sampingan yang cukup banyak pada setiap usaha penangkapan ikan
menjadi isu dunia yang berkaitan dengan biodiversitas. Hasil tangkapan sampingan
telah menjadi komponen yang terintegrasi dalam perikanan tangkap semenjak
manusia memulai pemanfaatan sumber daya dari laut, sungai, danau, dan daerah
perairan lainnya sebagai sumber makanan (Alverson & Hughes, 1996).

5. Daerah Penangkapan Ikan

Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan suatu wilayah yang


digunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan penangkapan atau daerah yang
diduga terdapat kawanan ikan. Sulit meramalkan arah dan letak perpindahan dari
suatu daerah penangkapan ikan, karena ikan yang menjadi tujuan penangkapan
berada dalam air dan tidak terlihat dari permukaan air sedangkan kemampuan mata
manusia untuk melihat ke dalam air terbatas (Ayodhyoa, 1981 dalam Sirait 2008).
Daerah penangkapan ikan nelayan yang berbasis di PPN Brondong yaitu: Pulau
Bawean, Pulau Kangean, Masalembo, Matasiri, Banyuwangi, dan juga sekitar
Pulau Kalimantan (PPN Brondong, 2008).

Penentuan daerah penangkapan dengan alat tangkap cantrang hampir sama


dengan bottom trawl karena merupakan alat tangkap yang dioperasikan di dasar
perairan. Menurut Ayodhyoa (1975) dalam Sirait (2008), syarat-syarat fishing
ground bagi bottom trawl antara lain adalah sebagai berikut:

1) Karena jaring ditarik pada dasar laut, maka perlu jika dasar laut tersebut
terdiri dari pasir ataupun lumpur, tidak berbatu karang, tidak terdapat benda-
benda yang mungkin akan menyangkut ketika jaring ditarik, misalnya kapal
yang tengelam, bekas-bekas tiang dan sebagainya.
2) Dasar perairan mendatar, tidak terdapat perbedaan depth yang sangat
menyolok.
3) Perairan mempunyai daya produktivitas yang besar serta resources yang
melimpah.

27
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Susi Pudjiastuti

Cantrang Kementerian Kelautan dan


Perikanan Republik Indonesia

Merusak Tangkapan Visi Misi


Sampingan
Ekosistem

Kebijakan Pelarangan
Cantrang

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

Penjelasan Kerangka Konseptual

Susi Pudjiastuti diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan RI dalam

Kabinet Kerja 2014 – 2015 oleh Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Kementerian Kelautan dan Perikanan RI mempunyai visi “Mewujudkan sektor

28
kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat dan berbasis

kepentingan nasional”. Sedangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI

mempunyai beberapa misi, antara lain:

1. Kedaulatan, yakni mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang

berdaulat guna menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber

daya kelautan dan perikanan dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai

Negara kepulauan.

2. Keberlanjutan, yakni mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan

perikanan yang berkelanjutan.

3. Kesejahteraan, yakni mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang

sejahtera, maju, mandiri, serta berkepribadian dalam kebudayaan.

Terdapat beberapa alat tangkap yang tidak sesuai dengan visi dan misi

Kanementeri Kelautan dan Perikanan salah satunya adalah cantrang. Cantrang

dapat menjaring ikan dan mengeruk dasar perairan hingga merusak habitat

ekosistem laut. Selain itu, lubang-lubang jaring pada cantrang sangat rapat,

sehingga ikan-ikan kecil yang seharusnya masih butuh waktu untuk berkembang

biak ikut tertangkap. Alat tangkap cantrang juga tidak dapat memberikan hasil

tangkapan yang efisien. Sebuah kajian dari WWF-Indonesia pada 2015 silam

menyebutkan bahwa hanya sekitar 18-40% hasil tangkapan trawl dan cantrang yang

bernilai ekonomis dan dapat dikonsumsi. Sekitar 60-82% adalah tangkapan

sampingan (bycatch) atau tidak dimanfaatkan (discard), sehingga sebagian besar

hasil tangkapan tersebut dibuang ke laut dalam keadaan mati. Oleh karena dampak

negatif dari penggunaan cantrang Susi Pudjiastuti selaku Menteri Kelautan dan

Perikanan mengeluarkan kebijakan tentang pelarangan penggunaan cantrang.

29
BAB IV

PEMBAHASAN

Susi Pudjiastuti diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan RI dalam

Kabinet Kerja 2014 – 2015 oleh Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Menteri

Susi Pudjiastuti adalah sosok yang berpengalaman di bidang ekonomi kelautan.

Sebagai menteri, Susi Pudjiastuti ingin menyelamatkan kekayaan alam laut

Indonesia dan membuat nelayan Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Untuk mewujudkan keinginan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI

yang dipimpin Menteri Susi Pudjiastuti mengeluarkan beberapa kebijakan. Permen

Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan

Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Negara Indonesia (WPPNRI). Larangan penggunaan cantrang diperkuat

dalam surat Edaran Nomor: 72/MEN-KP/II/2016, tentang Pembatasan Penggunaan

Alat Penangkapan Ikan Cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara

Indonesia (WPPNRI). Berdasarkan data dari KKP RI, dari statistik Perikanan

Tangkap tahun 2014, nelayan yang menggunakan cantrang hanya sekitar 2% dari

seluruh pelaku perikanan tangkap di RI. Seharusnya peraturan tesebut tidak

mengganggu kesinambungan pekerjaan nelayan di Indonesia. Kebijakan tersebut

bertujuan untuk melindungi jumlah ikan di lautan Indonesia. Cantrang diyakini

akan menjaring seluruh ikan, dari ukuran besar sampai yang masih sangat kecil.

Beroperasinya cantrang di perairan RI menyebabkan hasil tangkapan ikan sejak

2004-2007 mengalami penurunan dari 8,66 (2014) ton menjadi 4,84 ton

30
(2007). Susi menyebut apabila penggunaan cantrang tidak dibatasi, maka kekayaan

laut Indonesia bisa hilang. Selain itu Menteri Susi juga mengganggap

pengoperasian kapal cantrang termasuk kategori markdown dan menimbulkan

kerugian negara akibat pemiliknya tidak membayar pendapatan negara bukan pajak

dan menggunakan BBM subsidi yang semestinya buat nelayan tradisional. Total

kerugian negara diperkirakan mencapai Rp10,44 triliun (2015) dan Rp13,17 triliun

(2016) akibat hasil tangkapan yang tidak selektif. Dengan demikian, pelarangan

cantrang bagian dari pemberantasan illegal, unreported and unregulated fishing

(IUUF) di perairan RI. Melalui kebijakan ini diharapkan memberikan kesejahteraan

kepada para nelayan agar bisa mendapatkan mata pencaharian dalam jangka

panjang, bukan hanya untuk 5-10 tahun ke depan. Sayangnya, kebijakan KKP RI

ini tidak disambut baik oleh para nelayan, terutama nelayan di Jawa Tengah yang

mayoritas masih menggunakan cantrang dalam bekerja.

Nelayan beranggapan larangan penggunaan cantrang membuat nelayan,

Anak Buah Kapal (ABK), dan pengusaha menganggur karena tidak diizinkan

melaut. Dari informasi yang diterima dari Komisi IV DPR RI, saat ini sedikitnya

terdapat 38 ribu kapal Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur yang menganggur

akibat dari pemberlakuan Permen. Kerugian ekonomi yang didapat juga sangat

besar, yakni Rp3,4 triliun. Selain itu, akan muncul juga pengangguran di Jabar

dengan jumlah 66.621 orang. Menurut nelayan, untuk mengganti jaring yang biasa

dipakai saat menggunakan cantrang, dibutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan

pembuatan. Bisa dibayangkan berapa waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi

kebutuhan pengganti cantrang untuk seluruh kapal tersebut hingga nelayan bisa

31
kembali melaut tanpa cantrang. Selain itu, nelayan berpendapat larangan ini tidak

didahului sosialisasi yang cukup oleh KKP RI.

Sayangnya, protes yang ditimbulkan nelayan pengguna cantrang sering

dimanfaatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Sudah diketahui sebelumnya,

sejak Menteri Susi memimpin KKP RI, pemberantasan illegal fishing menjadi salah

satu prioritas. Maraknya kasus penangkapan dan pengeboman terhadap kapal asing

ilegal oleh KKP RI menyebabkan Menteri Susi menjadi musuh bersama oknum-

oknum yang sudah terbiasa memanfaatkan lemahnya birokrasi dan pengawasan

pemerintah. Oknum yang tidak bertanggung jawab ini tampaknya mencoba

memanfaatkan protes dari nelayan demi menekan Presiden Joko Widodo agar

bersedia mencopot Menteri Susi dari jabatannya. Dalam kondisi ini, sudah

seharusnya kaum-kaum intelektual bisa menjaga sikap dan tidak memanaskan

suasana.

Berdasarkan permasalahan tersebut, sudah seharusnya terjadi dialog antara

nelayan pengguna cantrang dengan KKP RI. Akan lebih baik bila dialog sudah

dilakukan sebelum Permen dikeluarkan, sehingga dapat dicapai kesepakatan

bersama yang saling menguntungkan dan tidak menimbulkan reaksi protes yang

berlebihan. Selain itu penerapan kebijakan seharusnya harus melalui proses

sosialisasi yang cukup. Nelayan yang sudah biasa menggunakan cantrang secara

turun temurun tentu tidak mudah menerima kebijakan KKP RI dengan mudah.

Perlu diadakan penyuluhan kontinu mengenai alasan pelarangan cantrang agar

timbul kesadaran nelayan dalam melaksanakan pembangunan perikanan

berkelanjutan berbasis ekosistem demi kesinambungan hasil tangkapan ikan di

32
masa yang akan datang. KKP RI sudah menyiapkan alat pengganti yang lebih

ramah lingkungan untuk para nelayan yang biasa menggunakan cantrang,

seperti gill net atau purse seine. Kebijakan KKP RI yang berani menyediakan alat

pengganti secara cuma-cuma patut diapresiasi. Ketersediaan alat pengganti yang

cukup untuk dibagikan ke nelayan merupakan sebuah kewajiban agar tidak

menimbulkan kebingungan nelayan yang ingin bekerja dan nekat melaut dengan

cantrang. Ketersediaan alat pengganti juga perlu diimbangi dengan pelatihan

kontinu kepadaa nelayan. Selama nelayan masih berada dalam tahap pelatihan,

sebaiknya KKP RI bersedia memberikan tunjangan sementara kepada nelayan

hingga nelayan bisa bekerja dengan alat tangkap baru secara mandiri. Selain itu,

dikarenakan jenis alat tangkap yang beroperasi di Indonesia sangat beragam, maka

perlu ada kategorisasi ulang yang disesuaikan dengan SNI. Dengan adanya

standarisasi alat tangkap ikan akan memudahkan nelayan dalam memilih jenis alat

tangkap yang bisa digunakan secara legal dan menguntungkan. Hal-hal tersebut

diatas dapat dipertimbangkan oleh pemerintah demi mencegah terulangnya

kejadian yang sama di masa depan.

33
BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1. Kesimpulan

Susi Pudjiastuti ingin menyelamatkan kekayaan alam laut Indonesia dan

membuat nelayan Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Maka dari itu

Kementrian Kelautan dan Perikanan RI mengeluarkan beberapa kebijakan.

Sayangnya, kebijakan Kementrian Kelautan dan Perikanan RI ini tidak disambut

baik oleh para nelayan. Nelayan beranggapan bahwa larangan tersebut membuat

mereka menganggur karena tidak diizinkan melaut. Protes keras ini pun akhirnya

diamanfaatkan pihak – pihak yang berkepentingan. Susi pudjiastuti menjadi musuh

bersama oknum – oknum yang sudah terbiasa memanfaatkan lemahnya birokrasi

dan pengawasan pemerintah. Mereka memanfaatkan hal ini demi menekan Presiden

Joko Widodo agar bersedia mencopot Menteri Susi dari jabatannya.

5.2. Saran

1. Dialog dengan nelayan dilakukan sebelum Permen dikeluarkan, sehingga

dapat dicapai kesepakatan bersama yang saling menguntungkan.

2. Mengadakan sosialisasi yang cukup pada setiap penerapan kebijakan

pemerintah.

3. Mengadakan penyuluhan tentang alasan pelarangan cantrang.

4. Menyediakan alat pengganti cantrang yang lebih ramah lingkungan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Adhitya, Achmad. 2009. Indonesia bangkit Lewat Laut. Available at :


http://elroem.com/2009/04/05/indonesia-bangkit-lewat-laut.html. (Accsssed 20
September 2017).

Anas, Jito. 2017. Pelarangan Cantrang Sebagai Upaya Pelestarian Sumber daya
Alam. Diakses dari http://primordia.faperta.ugm.ac.id/?p=790 pada tanggal 12
Agustus 2017.

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Bentuk Baku


Konstruksi Pukat Tarik Cantrang. SNI 01-7236-2006. Jakarta: BSN. 5 halaman.

Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. 2005. Bahan Rancangan Standar


Nasional Pukat Tarik Cantrang [tidak dipublikasikan]. Semarang: Balai Besar
Pengembangan Penangkapan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 12 halaman.

Indonesian-Investments. 2015. Pertumbuhan Sektor Perikanan Indonesia


Melampaui Pertumbuhan Ekonomi. Diakses dari https://www.indonesia-
investments.com/id/berita/berita-hari-ini/pertumbuhan-sektor-perikanan-
indonesia-melampaui-pertumbuhan-ekonomi/item6324 pada tanggal 12 Agustus
2017.

Irpan. 2017. Presiden Perpanjang Ijin Penggunaan Cantrang. Diakses dari


https://lamanberita.co/presiden-perpanjang-izin-penggunaan-cantrang/ pada
tanggal 12 agustus 2017.

Karim, Muhammad. 2017. Pelarangan Cantrang. Diakses dari


http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/106377/pelarangan-
cantrang/2017-05-27 pada tanggal 12 Agustus 2017.

35
KKM Parimanta FPIK Unpad. 2015. Alat Tangkap Cantrang Dilarang, Nelayan
Minta Solusi. Diakses dari http://www.unpad.ac.id/2015/04/alat-tangkap-cantrang-
dilarang-nelayan-pantura-minta-solusi/ pada tanggal 12 Agustus 2017.

KSP. 2017. Terima Aspirasi Nelayan Soal Larangan Cantrang, Ini yang dilakukan
KSP. Diakses dari http://ksp.go.id/terima-aspirasi-nelayan-soal-larangan-cantrang-
ini-upaya-yang-dilakukan-ksp/ pada tanggal 12 Agustus 2017.

Nym Ngurah Adisanjaya. (2002). Potensi, Produksi Sumber daya Ikan di Perairan
Laut Indonesia Dan Permasalahannya. Availabel at : http://www.eafm-
indonesia.net/public/files/penelitian/5ae09-POTENSI,-PRODUKSI,-SUMBER
DAYA-IKAN-DI-PERAIRAN-LAUT-INDONESIA-DAN-
PERMASALAHANNYA.pdf (Accsssed 20 September 2017).

Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong. 2008. Laporan Tahunan Pelabuhan


Perikanan Nusantara Brondong 2008. Lamongan: PPN Brondong. 70 halaman.

PKS. 2017. Nelayan Jateng Tolak Solusi Menteri Susi. Diakses dari
http://pks.id/content/nelayan-jateng-tolak-solusi-menteri-susi pada tanggal 12
Agustus 2017.

Samosir, Agunan. Sektor Perikanan : Sektor PNBP yang Terlupakan. Diakses dari
https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/sektor_perikanan_060314.pdf pada
tanggal 12 Agustus 2017.

Sinambela, Daniel et al. “Peraturan MenteriNomor 2/PERMEN-KP/2015 Tentang


Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat
Tarik (SeineNets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia”.
Diakses dari:
https://www.academia.edu/25845313/MAKALAH_Peraturan_Menteri_Nomor_2
_PERMEN-

36
KP_2015_Tentang_Larangan_Penggunaan_Alat_Penangkapan_Ikan_Pukat_Hela_
Trawls_dan_Pukat_Tarik_Seine_Nets_di_Wilayah_Pengelolaan_Perikanan_Negar
a_Republik_Indonesia pada tanggal 12 Agustus 2017.

Sirait, B. H. 2008. Analisis Hasil Tangkapan Jaring Arad di Eretan Kulon,


Kabupaten Indramayu, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan
Sumber daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. 96 halaman.

Subani, W dan H. R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan Dan Udang Laut Di
Indonesia. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. 248 halaman

Triasih, Ning. 2017. Mengenal Cantrang, Alat Tangkap Ikan yang Dilarang KKP.
Diakses dari http://rilis.id/cetak/mengenal-cantrang-alat-tangkap-ikan-yang-
dilarang-kkp.html pada tanggal 12 Agustus 2017.

Taufiq. 2008. Cantrang. [terhubung tidak berkala] www.fiqrin.wordpress.com. [16


Februari 2009].

Thomson, D. B. 1969. The Seine Net. London: Fishing News (Books) Ltd. 206 page

37

You might also like