You are on page 1of 17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Penelitian yang dilakukan pada tanggal 10 – 18 Juni 2019, ditemukan sebanyak 2 (dua)
orang pasien menunjukkan isyarat verbal maupun non verbal yang mengarah pada
kecemasan ringan saat akan dilakukan hemodialisa, sehingga dapat diangkat masalah
keperawatan kecemasan.
1. Responden 1
Pengkajian pada pasien mulai dilakukan pada tanggal 10 Juni 2019. Berikut adalah
identitas pasien yang akan menjadi responden dalam penelitian kali ini. Responden
pertama bernama Ny. SW, usia 50 tahun, diagnosa medis CKD stage 5, klien telah
menjalani program hemodialisa sebanyak 40 kali, saat ini klien telah rutin
menjalani program HD 2 kali dalam satu minggu yaitu pada hari senin dan kamis
Klien telah terpasang AV shunt sebagai akses vaskuler untuk dilakukan
hemodialisa.
“Selamat pagi Ibu? Bagaimana perasaan ibu hari ini? Ada keluhan apa tidak? (P)
“Perasaan saya biasa saja mbak. Keluhan saat ini sepertinya tidak ada” (R1)
“Ibu sudah siap untuk dilakukan cuci darah?’ (P)
“Ya, saya hanya bisa berdoa dan pasrah saja mbak” (R1)
“Selama cuci darah untuk kesekian kalinya apakah ibu masih merasakan
kecemasan atau rasa takut? (P)
“Manusia hidup kadang ada saja masalah, badan saya juga tidak sebugar dulu.
Kalau mau HD kan badan sebisa mungkin dalam keadaan bagus. Jadi, kalau rasa
cemas ya ada sedikit mbak.” (R1)
“Kalau begitu apakah ibu sudah pernah mengenal aromaterapi untuk menurunkan
kecemasan?” (P)
“Belum pernah mbak” (R1)
“Baik, saya jelaskan secara singkat bu. Aromaterapi adalah semacam minyak yang
memiliki wewangian khas. Wewangian ini bisa memberikan rasa nyaman dan
membuat badan menjadi rileks. Jika diperbolehkan saya ingin memberikan
aromaterapi kepada ibu untuk menurunkan tingkat kecemasan atau rasa takut
sekaligus memberikan edukasi bagaimana cara penggunaannya. Penggunaan
aromaterapi cukup dengan dihirup 1 jam dimulai pada saat sebelum ibu melakukan
HD dan setiap hari sebelum tidur malam. Agar ibu tidak lupa melakukan terapi
tersebut nanti akan saya monitor lewat pesan singkat dan saya beri leaflet.
Bagaimana bu?” (P)
“Baik, kalau begitu saya akan mengikuti saran dari mbak” (R1)
“Sebelum melakukan tindakan saya ingin bapak/ ibu menandatangani informed
consent sebagai bukti persetujuan menjadi responden. Selanjutnya saya akan
mengkaji tingkat kecemasan bapak/ ibu menggunakan alat HARS. Silahkan
bapka/ibu mengisi lembar yang saya berikan” (P)
“Setelah menjawab pertanyaan HARS ibu berada rentang kecemasan ringan.
Sekarang, saya akan memberikan 1 botol minyak aromaterapi, selanjutnya ibu bisa
menghirupnya selama satu jam. Setelah satu jam nanti akan kita evaluasi
perkembangannya. ” (P)
“Setelah menghirup minyak aromaterapi saya merasa lebih enak mbak” (R1)
“Baik, kita cek dulu dengan mengisi pertanyaan seperti pada saat awal ya bu.
Setelah mengisi pertanyaan, tingkat kecemasan yang ibu alami belum turun, tetapi
tidak apa-apa untuk terapi pertama, terapi bisa dilanjutkan dirumah supaya hasilnya
lebih optimal. Ibu, beberapa pasien yang diprogramkan HD sering mengalami
masalah psikologis seperti cemas dan takut yang pada akhirnya menyebabkan
stress yang bisa menimbulkan gejala fisik seperti pusing, mual, jantung berdebar
dan tekanan darah tinggi. Maka dari itu penting untuk ibu menjaga kesehatan
psikis” (P)
Setelah dilakukan pengkajian terhadap Ny.SW didapatkan keluhan secara
verbal yaitu klien mengatakan cemas akan penurunan kondisi fisik dan program
HD yang dijalani. Secara non verbal wajah pasien tampak tegang, melamun, fokus
menyempit, TD : 158/95 mmhg, N : 88 mmhg, RR : 21 x/mnt. Dari data hasil
pengkajian maka masalah keperawatan yang dapat ditegakkan adalah ansietas.
Untuk menentukan tingkat ansietas pasien, maka dilakukan pengukuran HARS.
Ditemukan bahwa skor HARS pasien adalah 18 atau termasuk pada ansietas ringan.

Salah satu menejemen psikologis pada pasien hemodialisa yang mengalami


kecemasan ringan adalah pemberian intervensi inhalasi aromaterapi. Inhalasi
aromaterapi dilakukan selama 1 jam dengan cara meneteskan 3 pipet minyak
aromaterapi pada bola kapas atau diusapkan pada telapak tangan sampai lengan

Setelah diberikan intervensi, klien mengatakan perasaannya lebih baik.


Untuk memastikan objektifitas data, peneliti kembali memberikan kuesioner HARS
serta mengukur tanda-tanda vital terkait kecemasan. Setelah membandingkan skor
HARS awal dan skor HARS akhir, ditemukan bahwa skor HARS awal adalah 18
dan skor HARS akhir adalah 18 dengan TD : 172/99 mmhg, N : 76 x/mnt, RR :
21x/mnt. Sehingga dapat di simpulkan bahwa tidak terjadi penurunan skor
kecemasan HARS pada pertemuan pertama. Pada akhir intervensi, peneliti kembali
memberikan edukasi pentingnya pengelolaan masalah psikologis terutama
kecemasan dan mengajurkan responden untuk melakukan inhalasi aromaterapi 1
jam sebelum tidur malam untuk mengoptimalkan terapi.

Pada kunjungan berikutnya yaitu tanggal 13 Juni 2019, Ny SW kembali


melakukan hemodialisa ke 41 kali. Secara verbal klien mengaluh masih
mengatakan sedikit takut karena setiap kali HD pasti ditusuk. Data non verbal
ditemukan wajah tegang, berfokus pada diri sendiri, dan gangguan konsentrasi, TD:
166/88 mmhg, N : 85 x/mnt, RR : 22 mmhg. Untuk menentukan tingkat kecemasan
reponden kembali dikaji menggunakan kuesioner HARS. Ditemukan bahwa skor
HARS pasien yaitu 17 atau termasuk kecemasan ringan. Sehingga dapat diambil
masalah keperawatan yaitu ansietas. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi ansietas ringan adalah dengan pemberian intervensi inhalasi
aromaterapi. Inhalasi aromaterapi dilakukan selama 1 jam dengan cara meneteskan
3 pipet minyak aromaterapi pada bola kapas atau diusapkan pada telapak tangan
sampai lengan.

Setelah diberikan intervensi, klien mengatakan lebih nyaman. Klien


kembali diberikan kuesioner HARS serta diukur tanda-tanda vital terkait
kecemasan. Setelah membandingkan skor HARS awal dan skor HARS akhir,
ditemukan bahwa skor HARS awal adalah 17 dan skor HARS akhir adalah 16
dengan TD : 166/88 mmhg, N : 85x/mnt, RR : 22x/mnt. Sehingga dapat di
simpulkan bahwa terjadi penurunan skor kecemasan HARS pada pertemuan kedua.
Pada akhir intervensi, peneliti kembali memberikan edukasi cara melakukan
inhalasi aromaterapi mandiri selama dirumah yaitu dengan menghirup aromaterapi
selama 1 jam sebelum tidur malam untuk mengoptimalkan terapi.

Pada kunjungan berikutnya tanggal 17 Juni 2019, Ny. SW kembali


melakukan hemodialisa ke 42 kali. Sebelum dilakukan prosedur hemodialisa
peneliti melakukan assesmen kepada responden. Secara verbal klien masih
merasakan sedikit cemas terutama jika akan ditusuk. Data non verbal ditemukan
wajah tegang, dapat konsentrasi dan tidak berfokus pada diri sendiri sehingga dapat
berkomunikasi dengan peneliti, TD : 168/83 mmhg, N : 87 x/mnt, RR : 20x/mnt.
Untuk menentukan tingkat kecemasan, responden kembali dikaji menggunakan
kuesioner HARS dan ditemukan bahwa pasien mengalami kecemasan ringan. Dari
data hasil pengkajian maka dapat diidentifikasi bahwa pasien masih mengalami
kecemasan ringan, sehingga dapat dirumuskan masalah keperawatan yaitu ansietas.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi ansietas ringan yaitu dengan
pemberian intervensi inhalasi aromaterapi. Inhalasi aromaterapi dilakukan selama 1
jam dengan cara meneteskan 3 pipet minyak aromaterapi pada bola kapas atau
diusapkan pada telapak tangan sampai lengan.

Setelah diberikan intervensi, klien mengatakan lebih tenang, rileks dan


nyaman. Selanjutnya responden kembali diberikan kuesioner HARS untuk
membandingkan skor HARS awal dan skor HARS akhir dan diukur tanda-tanda
vital terkait kecemasan. Ditemukan skor HARS awal adalah 15 dan skor HARS
akhir adalah 13 dan TD : 149/77mmhg, N : 79 x/mnt, RR : 20 x/mnt. Sehingga
dapat di simpulkan bahwa terjadi penurunan skor kecemasan HARS pada
pertemuan ketiga.

2. Responden 2
Dalam studi kasus ini, peneliti menggunakan 2 responden yang digunakan sebagai
pendukung temuan penelitian. Penentuan responden kedua dilakukan melalui
pengkajian yang dilakukan pada tanggal 10 Juni 2019. Berikut adalah identitas
pasien. Responden bernama Ny. SM, usia 55 tahun, diagnosa medis CKD Stage 5,
klien telah menjalani program hemodialisa sebanyak 59 kali, saat ini klien telah
rutin menjalani program HD 2 kali dalam satu minggu yaitu pada hari senin dan
kamis. Klien telah terpasang AV shunt sebagai akses vaskular untuk dilakukan
hemodialisa.
“Selamat pagi ibu? Bagaimana perasaan ibu hari ini? Keluhan apa yang
dirasakan?”(P)
“Perasaan saya biasa saja mbak. Keluhan saat ini tidak ada” (R2)
“Ibu sudah siap untuk dilakukan cuci darah?’ (P)
“Ya, saya siap mbak” (R2)
“Selama cuci darah untuk kesekian kalinya apakah ibu masih merasakan
kecemasan atau rasa takut? (P)
“Tidak tentu mbak, saya sering kepikiran karena kondisi kesehatan saya yang
kadang baik kadang turun, sehingga saya agak hawatir” (R2)
“Selanjutnya apa yang ibu lakukan untuk menghilangkan perasaan khawatir
tersebut,?” (P)
“Saya berdoa mbak” (R2)
“Apakah dengan berdoa rasa khawatir yang ibu rasakan berkurang?” (P)
“Iya mbak, tetapi agak lama” (R2)
“Cara yang ibu gunakan sudah baik. Selain berdoa, ada beberapa cara untuk
mengurangi rasa cemas atau khawatir salah satunya dengan menghirup
aromaterapi. Apakah ibu sudah pernah mengenal aromaterapi untuk menurunkan
kecemasan?” (P)
“Belum pernah mbak” (R2)
“Baik, saya jelaskan secara singkat bu. Aromaterapi adalah semacam minyak yang
memiliki wewangian khas. Wewangian ini bisa memberikan rasa nyaman dan
membuat badan menjadi rileks. Jika diperbolehkan saya ingin memberikan
aromaterapi kepada ibu untuk menurunkan tingkat kecemasan atau rasa takut
sekaligus memberikan edukasi bagaimana cara penggunaannya. Penggunaan
aromaterapi cukup dengan dihirup 1 jam dimulai pada saat sebelum ibu melakukan
HD dan setiap hari sebelum tidur malam. Agar ibu tidak lupa melakukan terapi
tersebut nanti akan saya monitor lewat pesan singkat dan saya berikan leaflet.
Bagaimana bu?” (P)
“Baik, kalau begitu saya akan mengikuti saran dari mbak” (R2)
“Sebelum melakukan tindakan saya ingin ibu menandatangani informed consent
sebagai bukti persetujuan menjadi responden. Selanjutnya saya akan mengkaji
tingkat kecemasan ibu menggunakan alat HARS. Silahkan ibu mengisi lembar
yang saya berikan” (P)
“Setelah menjawab pertanyaan HARS ibu berada rentang kecemasan ringan.
Sekarang, saya akan memberikan 1 botol minyak aromaterapi, selanjutnya ibu bisa
menghirupnya selama satu jam. Setelah satu jam nanti akan kita evaluasi
perkembangannya. ” (P)
“Setelah menghirup minyak aromaterapi saya merasa lebih nyaman mbak” (R2)
“Baik, kita cek dulu dengan mengisi pertanyaan seperti pada saat awal ya bu. Ibu
beberapa pasien yang rutin menjalani hemodialisa sering mengalami masalah
psikologis seperti cemas, takut, atau khawatir yang pada akhirnya menyebabkan
stress dan bisa menyebabkan gejala fisik seperti pusing, mual, jantung berdebar dan
tekanan darah tinggi. Maka dari itu penting untuk ibu menjaga kesehatan psikis ”
“Setelah mengisi pertanyaan, tingkat kecemasan yang ibu alami telah turun. Agar
manfaat yang dirasakan lebih optimal, terapi bisa dilanjutkan dirumah” (P)

Setelah dilakukan pengkajian terhadap Ny. SM didapatkan keluhan secara


verbal yaitu klien mengatakan cemas akan penurunan kondisi fisik. Secara non
verbal wajah pasien tampak tegang, melamun, dan berfokus pada diri sendiri, TD :
177/89 mmhg, N : 88 mmhg, RR : 20 x/mnt. Untuk menentukan tingkat kecemasan
reponden dikaji menggunakan kuesioner HARS. Ditemukan bahwa skor HARS
pasien yaitu 16 atau termasuk kecemasan ringan. Dari data hasil pengkajian maka
masalah keperawatan yang dapat ditegakkan adalah ansietas.

Salah satu cara mengatasi kecemasan ringan pada pasien hemodialisa


adalah pemberian intervensi inhalasi aromaterapi. Inhalasi aromaterapi dilakukan
selama 1 jam dengan cara meneteskan 3 pipet minyak aromaterapi pada bola kapas
atau diusapkan pada telapak tangan sampai lengan.

Setelah diberikan intervensi, klien mengatakan merasa lebih nyaman.


Selanjutnya peneliti kembali memberikan kuesioner HARS serta mengukur tanda-
tanda vital terkait kecemasan. Setelah membandingkan skor HARS awal dan skor
HARS akhir, ditemukan bahwa skor HARS awal adalah 16 dan skor HARS akhir
adalah 15 dengan TD : 180/88 mmhg, N : 85 x/mnt, RR : 20 x/mnt, Sehingga dapat
di simpulkan bahwa terjadi penurunan skor kecemasan HARS pada pertemuan
pertama. Pada akhir intervensi, peneliti memberikan edukasi pentingnya
mengelola gangguan psikologis terutama kecemasan dan mengajurkan responden
untuk melakukan inhalasi aromaterapi 1 jam sebelum tidur malam untuk
mengoptimalkan terapi.

Pada kunjungan berikutnya yaitu tanggal 13 Juni 2019, Ny. SW kembali


melakukan hemodialisa ke 60 kali. Secara verbal klien mengaluh masih
mengatakan sedikit khawatir karena kurang enak badan. Data non verbal
ditemukan wajah tegang, berfokus pada diri sendiri, dan gangguan konsentrasi, TD
: 175/79 mmhg, N : 79 x/mnt, RR : 21 mmhg. Untuk menentukan tingkat
kecemasan reponden kembali dikaji menggunakan kuesioner HARS. Ditemukan
bahwa skor HARS pasien yaitu 14 atau termasuk kecemasan ringan. Sehingga
dapat diambil masalah keperawatan yaitu ansietas. Intervensi yang dapat dilakukan
untuk mengatasi ansietas ringan adalah dengan pemberian intervensi inhalasi
aromaterapi. Inhalasi aromaterapi dilakukan selama 1 jam dengan cara meneteskan
3 pipet minyak aromaterapi pada bola kapas atau diusapkan pada telapak tangan
sampai lengan.

Setelah diberikan intervensi, klien mengatakan lebih rileks. Klien kembali


diberikan kuesioner HARS serta diukur tanda-tanda vital terkait kecemasan.
Setelah membandingkan skor HARS awal dan skor HARS akhir, ditemukan bahwa
skor HARS awal adalah 14 dan skor HARS akhir adalah 12 dengan TD :167/88
mmhg, N : 65x/mnt, RR : 20x/mnt. Sehingga dapat di simpulkan bahwa terjadi
penurunan skor kecemasan HARS pada pertemuan kedua. Pada akhir intervensi,
peneliti kembali memberikan edukasi cara melakukan inhalasi aromaterapi mandiri
selama dirumah yaitu dengan menghirup aromaterapi selama 1 jam sebelum tidur
malam untuk mengoptimalkan terapi.

Pada kunjungan berikutnya tanggal 17 Juni 2019, Ny. SW kembali


melakukan hemodialisa ke 61 kali. Sebelum dilakukan prosedur hemodialisa
peneliti melakukan assesmen kepada responden. Secara verbal klien masih
merasakan sedikit cemas karena kecapekan. Data non verbal ditemukan wajah
tegang, melamun, TD : 172/82 mmhg, N : 82 x/mnt, RR : 20 mmhg. Untuk
menentukan tingkat kecemasan, responden kembali dikaji menggunakan kuesioner
HARS. SKOR HARS Dari data hasil pengkajian maka dapat diidentifikasi bahwa
pasien masih mengalami kecemasan ringan dirumuskan masalah keperawatan yaitu
ansietas. Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi ansietas ringan yaitu
dengan pemberian intervensi inhalasi aromaterapi. Inhalasi aromaterapi dilakukan
selama 1 jam dengan cara meneteskan 3 pipet minyak aromaterapi pada bola kapas
atau diusapkan pada telapak tangan sampai lengan.

Setelah diberikan intervensi, klien mengatakan lebih tenang, rileks dan


nyaman. Selanjutnya responden kembali diberikan kuesioner HARS untuk
membandingkan skor HARS awal dan skor HARS akhir dan diukur tanda-tanda
vital terkait kecemasan. Ditemukan skor HARS awal adalah 13 dan skor HARS
akhir adalah 10 dan TD : 154/93 mmhg, N : 79x/mnt, RR : 21x/mnt. Sehingga
dapat di simpulkan bahwa terjadi penurunan skor kecemasan HARS pada
pertemuan ketiga.

Tabel 4.1
Skor Kecemasan HARS Sebelum dan Sesudah dilakukan Intervensi
No. Responden Pertemuan ke - 1 Pertemuan ke - 2 Pertemuan ke - 3
HARS a HARS b HARS a HARS b HARS a HARS b
1. Ny. SW 18 18 17 16 15 13
2. Ny. SM 16 15 14 12 13 10

B. PEMBAHASAN
1. Analisis Masalah Keperawatan Terhadap Konsep Penelitian Terkait
Kasus yang dikelola oleh peneliti dalam karya ilmiah akhir Ners ini adalah
pasien dengan dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) stage V
yang melakukan hemodialisa. Pada pasien yang telah terdiagnosis CKD stage V laju
filtrasi glomerulus < 15ml/menit/1.73 m2 yang mengakibatkan gangguan eliminasi
cairan dan zat toksik ehingga hemodialisa telah diprogramkan secara rutin.
Hemodialisa (HD) merupakan suatu cara mengeluarkan produk sisa
metabolisme berupa larutan (ureum, kreatinin) dan air yang berada dalam pembuluh
darah melalui membrane semi permeable atau yang disebut dialyzer karena ginjal
secara akut atau progresif mengalami gangguan fungsi (Thomas, 2003). Salah satu
dampak pada pasien yang telah terprogram untuk melakukan HD yaitu rentan
mengalami permasalahan psikologis salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan
muncul disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pengalaman nyeri daerah
insersi fistula, komplikasi hemodialisis seperti hipotensi, mual, muntah, kram,
ketergantungan pada orang lain, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan,
finansial, ancaman kematian, perubahan konsep diri dan perubahan peran serta
interaksi social (Finnegan, Jennifer & Veronica, 2013; De Sausa, 2008; Wang &
Chen, 2009; Santoso, 2005; Smatzer & Bare, 2002).
Responden pertama yaitu Ny. SW telah didiagnosa menderita CKD stage V
sejak tahun 2018 dan telah melakukan HD selama 11 bulan. Responden kedua yaitu
Ny SM telah terdiagnosa CKD stage V sejak tahun 2018 dan telah melakukan HD
selama 1 tahun. Pada pengkajian yang dilakukan pada tanggal 10 Juni 2019, kedua
responden menyatakan cemas melakukan HD karena penurunan kondisi fisik,
sedangkan saat melakukan HD kondisi badan sebaiknya dalam keadaan optimal.
Secara non verbal kedua responden menunjukkan ekspresi wajah tagang, melamun,
penurunan konsentrasi dan tekanan darah diatas normal yaitu 158/95 mmhg dan
177/89 mmhg, skor HARS Ny. SW adalah 18 dan skor HARS Ny. SM adalah 16.
Dari data hasil pengkajian yang maka dapat diambil masalah keperawatan ansietas.
Menurut Diagnosis Keperawatan Nanda 2018-2020 salah satu penyebab
kecemasan pada individu adalah ancaman pada status terkini dan ancaman
kematian. Selain itu, faktor presipitasi timbulnya kecemasan juga dipengaruhi 2
faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal pencetus cemas
seperti ancaman integritas fisik dimana individu tidak mampu secera fisiologis
memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari disebabkan adanya sakit atau trauma fisik
dan ancaman sistem diri misalnya, ada ancaman terhadap identitas diri, harga diri
atau perubahan status dan peran. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi
kecemasan diantaranya, usia, stressor, lingkungan, jenis kelamin, dan pendidikan.
Menurut Smeltzer & Bare (2002) pasien yang memiliki penyakit kronis
membutuhkan pengobatan dan pengawasan dalam jangka waktu yang lama. kondisi
kronis menimbulkan berbagai keterbatasan pada penderitanya. Turner dan Kelly
(2000) menyatakan bahwa penyakit kronis menyebabkan keterbatasan dalam hal
gaya hidup dan dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan. Sehingga, individu yang
tidak bisa menyesuaikan diri dapat mengalami gangguan kejiwaan, salah satunya
kecemasan. Selain itu, kecemasan pada penderita penyakit kronis juga ditimbulkan
akibat tidak adanya kepastian akan kesembuhan penyakit (Centers for Disease
Control and Prevention, 1998 dalam Meiner & Lueckenotte, 2006).
Dampak dari kecemasan pada pasien yang menjalani hemodialisa adalah
peurunan kualitas hidup yang selanjutnya dapat mempengaruhi hasil klinis HD,
kepatuhan pasien, status gizi dan kematian (Kimmel & Patel, 2006; Mapes et al,
2004).
2. Analisis Intervensi Dengan Konsep Penelitian Terkait
Terapi hemodialisa bertujuan mengembalikan keseimbangan cairan
intraseluler dan ekstraseluler yang terganggu akibat fungsi ginjal yang rusak
(Himmerlfarb & Sayegh, 2010). Proses hemodialysis sangat membantu penderita
penyakit ginjal kronik, khususnya tahap terminal karena hanya memiliki 15%
nefron yang dapat berfungsi (Smaltzer & Bare, 2002). Meskipun fungsi ginjal untuk
membersihkan darah dapat digantikan oleh mesin hemodialisa, tetapi proses tersbut
menimbulkan masalah kesehatan bagi pasien. Ketergantungan pada mesin
hemodialysis menimbulkan masalah baik fisik, psikologis maupun social yang
dirasakan sebagai beban bagi penderitanya (Nurani & Mariyanti, 2002). Gangguan
fisik yang sering dialami pada pasien hemodialysis diantaranya adalah lemas, dan
mudah capek serta gangguan dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis, makan,
istirahat, bernapas, eliminasi dan sirkulasi. Sedangkan penyebab masalah
psikososial pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
salah satunya adalah gagalnya beradaptasi dengan keadaannya saat ini (Morton,
Fontain, Hudak, Gallo, 2009) sehingga rentan mengalami perasaan takut/ cemas,
stress, syok, depresi, sedih, menangis dan rasa kesal (Hagita, Bayhakki, Woferest,
2015).
Kecemasan adalah salah satu gangguan psikologis yang sering dialami oleh
pasien hemodialisa. Menurut Carpenito & Juall (2013) kecemasan merupakan
perasaan yang ditimbulkan oleh ancaman nonspesifik terhadap konsep diri
seseorang yang menyangkut kesehatan, aset, nilai, lingkungan, peran fungsi,
pemenuhan kebutuhan, pencapaian tujuan, hubungan personal, serta perasaan.
Penyebab timbulnya kecemasan diantaranya pengalaman nyeri daerah insersi
fistula, komplikasi hemodialisis, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan,
finansial, ancaman kematian, perubahan konsep diri dan perubahan peran serta
interaksi social (Finnegan, Jennifer & Veronica, 2013; De Sausa, 2008; Wang &
Chen, 2009; Santoso, 2005; Smatzer & Bare, 2002).

Intervensi inhalasi aromaterapi merupakan alternatif yang dapat diberikan


kepada pasien hemodialisa yang mengalami kecemasan ringan. Intervensi inhalasi
aromaterapi yang bertujuan mengurangi tingkat kecemasan pada dua pasien
dilakukan dalam 10 sesi, dimana 3 sesi pertemuan langsung dan 7 sesi dilakukan
mandiri oleh pasien masing-masing sesi berdurasi 1 jam. Sebelum dan sesudah
pelaksanaan intervensi, dilakukan pengukuran TTV dan kuesioner HARS.
1. Keluhan subjektif cemas/ takut
Kecemasan dapat mengganggu produktivitas, kemampuan berkonsentrasi dan
partisipasi dalam perawatan diri. Hasil perlakuan inhalasi aromaterapi terhadap
dua pasien menunjukkan perubahan skor HARS sebelum dan sesudah
perlakuan pada responden Ny. SW yaitu pertemuan pertama skor HARS 18
(ansietas ringan) pertemuan ketiga skor HARS menjadi 13 (tidak ada cemas).
Sedangkan responden Ny. SM juga menunjukkan perubahan skor HARS
sebelum dan sesudah perlakuan yaitu skor 16 (ansietas ringan) pada pertemuan
pertama menjadi 10 (tidak cemas) pada pertemuan ketiga.
2. Hasil pengukuran TD, N, RR
Hasil pengukuran tanda-tanda vital pada responden Ny. SW sebelum
intervensi pertemuan pertama yaitu TD : 158/95 mmhg, N : 88 x/mnt, RR : 21
x/mnt, setelah intervensi menjadi TD : 172/99 mmhg, N : 76 x/mnt, RR : 21
x/mnt. Tanda-tanda vital sebelum intervensi pertemuan kedua yaitu TD: 166/88
mmhg, N : 85 x/mnt, RR : 22 x/mnt menjadi TD : 159/98 mmhg, N : 88 x/mnt,
RR : 21 x/mnt. Tanda-tanda vital sebelum intervensi pertemuan ketiga yaitu
TD: 168/83 mmhg, N : 87 x/mnt, RR : 20 x/mnt menjadi TD : 149/77 mmhg,
N : 79 x/mnt, RR : 20 x/mnt. Sedangkan, pada responden Ny. SM hasil
pengukuran tanda-tanda vital sebelum intervensi pertemuan pertama yaitu TD :
177/89 mmhg, N : 88 x/mnt, RR : 20 x/mnt, setelah intervensi menjadi TD :
180/88, mmhg, N : 85 x/mnt, RR : 20 x/mnt. Tanda-tanda vital sebelum
intervensi pertemuan kedua yaitu TD : 175/79 mmhg, N : 79 x/mnt, RR : 21
x/mnt menjadi TD : 167/88 mmhg, N : 65 x/mnt, RR : 20 x/mnt. Tanda-tanda
vital sebelum intervensi pertemuan ketiga yaitu TD : 172/82 mmhg, N : 82
x/mnt, RR : 20 x/mnt menjadi TD : 154/93 mmhg, N : 79 x/mnt, RR : 21
x/mnt. Dari hasil pengukuran tanda-tanda vital pada kedua responden
ditemukan penurunan tekanan darah setelah inhalasi aromaterapi pada
pertemuan kedua. Di buat tabel saja biar tidak puesing membacanya
Data ini untuk membahas apa ??
Aromaterapi merupakan suatu tindakan terapeutik dengan menggunakan
minyak essensial yang bermanfaat meningkatkan keadaan fisik dan psiksologi
seseorang agar menjadi lebih baik. Aromaterapi memiliki manfaat sebagai terapi
supportive dapat memberikan efek relaksasi, serta menurunkan kecemasan dan
depresi (Primadiati, 2002). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Şentürk &
Tekinsoy (2018) dalam jurnal The Effect of Lavender Oil Application via Inhalation
Pathway on Hemodialysis Patients’ on Anxiety Level and Sleep Quality
menunjukkan penurunan skor kecemasan pada pasin hemodialisa yang diberikan
aromaterapi lavender dengan hemodialisa. Hasil tersebut didukung oleh penelitian
lain oleh Alireza et al. (2017) dalam jurnal Effects of Aromatherapy Using the
Damask Rose Essential Oil on Depression, Anxiety, and Stress in Hemodialysis
Patients: A Clinical Trial yang menunjukkan adanya penurunan kecemasan setelah
melakukan inhalasi aromaterapi damask rose selama proses hemodialisa dengan
nilai p value < 0.05.
Penelitian Bouya et al. (2018) dalam jurnal Effect of Aromatherapy
Interventions on Hemodialysis Complications: A Systematic Review menyimpulkan
bahwa inhalasi aromaterapi memiliki manfaat untuk mengurangi kecemasan,
kelelahan, nyeri saat penusukan AV fistula, depresi, stress dan meningkatkan
kualita tidur pada pasien hemodialisa. Hal ini dikarenakan di dalam aromaterapi
terdapat zat sytrinol dan 2-phenyl ethyl alcohol yang dikenal sebagai agen anti
ansietas. Ketika aromaterapi dihirup, molekul yang mudah menguap dari minyak
tersebut dibawa oleh udara menuju hidung yang selanjutnya menempel pada silia
hidung. Molekul minyak yang menempel pada silia kemudian di tangkap oleh sel
reseptor dan diubah menjadi pesan elekto kimia yang akan ditransmisikan melalui
bola olfaktori ke dalam sistem limbik.
Sistem limbik merupakan bagian otak yang berperan dalam pembentukan
tingkah laku emosi (Koensoemardiyah, 2009). Sistem limbik terdiri dari amygdala,
septum, hipotalamus, thalamus dan hipokampus. Aromaterapi yang dihirup akan
merangsang memori dan respon emosional setelah pesan kimia sampai di
Hipotalamus yang berperan sebagai relay dan regulator, selanjutnya pesan-pesan
kebagian otak serta tubuh lain. Pesan yang diterima kemudian diubah menjadi
tindakan berupa pelepas dan senyawa elektrokimia yang menyebabkan euporia,
relaks atau sedative. Efek relaksasi dapat menghambat kerja saraf parasimpatik
sehingga frekuensi jantung melambat, tekanan darah menurun dan pernapasan lebih
teratur (Smalzer & Bare, 2004).
3. Alternatif Pemecahan Masalah (Remomendasi)
Dalam menerapkan terapi ini, untuk mengatasi keluhan yang dialami pasien
yaitu rasa khawatir atau cemas, peneliti tentu akan dihadapkan dengan masalah
yang berhubungan dengan tipe wewangian. Dimana pada pasien yang tidak
menyukai jenis wewangian mawar tidak bisa melakukan terapi ini. Selain itu,
dalam pelaksanaan intervensi akan dihadapkan dengan masalah berhubungan
dengan tidak konsistensinya klien dalam menerapkan intervensi ini. Alternatif
pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk mencapai target yang diinginkan
adalah dengan menyesuaikan jenis wewangian terhadap masing-masing responden.
Menurut Bouya et al., (2018) jenis wewangian yang dapat digunakan untuk
menurunkan kecemasan adalah lavender dan mawar.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil intervensi dan pembahasan pada sub bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa :
1. Tingkat kecemasan sebelum dilakukan intervensi inhalasi aromaterapi pada kedua
responden berada pada level ringan yaitu skor 18 dan skor 16
2. Tingkat kecemasan setelah dilakukan intervensi inhalasi aromaterapi pada kedua
responden berapada pada level tidak ansietas.
3. Terdapat penurunan tingkat ansietas pada responden pertama dengan jumlah skor
HARS yaitu 18 pada pertemuan pertama menjadi 13 pada pertemuan ketiga dan
responden kedua dengan jumlah skor HARS yaitu 16 pada pertemuan pertama
menjadi 10 pada pertemuan ketiga setelah intervensi inhalasi aromaterapi pada
kedua responden
B. Saran
1. Bagi pasien
Diharapkan intervensi inhalasi aromaterapi dapat diterapkan oleh pasien maupun
keluarga sebagai salah satu tindakan alternatif dalam menurunkan kecemasan
2. Bagi pelayanan kesehatan
Diharapkan intervensi inhalasi aromaterapi dapat diterapkan sebagai suatu tindakan
mandiri perawat dalam mengatasi masalah kecemasan pada pasien yang nanti dapat
dibuat standar operasional prosedur.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan institusi pendidikan menerapkan peer review jurnal antara teori dengan
permasalahan yang sering dijumpai saat praktek untuk meningkatkan kompetensi
professional.

You might also like