Professional Documents
Culture Documents
A. HASIL
Penelitian yang dilakukan pada tanggal 10 – 18 Juni 2019, ditemukan sebanyak 2 (dua)
orang pasien menunjukkan isyarat verbal maupun non verbal yang mengarah pada
kecemasan ringan saat akan dilakukan hemodialisa, sehingga dapat diangkat masalah
keperawatan kecemasan.
1. Responden 1
Pengkajian pada pasien mulai dilakukan pada tanggal 10 Juni 2019. Berikut adalah
identitas pasien yang akan menjadi responden dalam penelitian kali ini. Responden
pertama bernama Ny. SW, usia 50 tahun, diagnosa medis CKD stage 5, klien telah
menjalani program hemodialisa sebanyak 40 kali, saat ini klien telah rutin
menjalani program HD 2 kali dalam satu minggu yaitu pada hari senin dan kamis
Klien telah terpasang AV shunt sebagai akses vaskuler untuk dilakukan
hemodialisa.
“Selamat pagi Ibu? Bagaimana perasaan ibu hari ini? Ada keluhan apa tidak? (P)
“Perasaan saya biasa saja mbak. Keluhan saat ini sepertinya tidak ada” (R1)
“Ibu sudah siap untuk dilakukan cuci darah?’ (P)
“Ya, saya hanya bisa berdoa dan pasrah saja mbak” (R1)
“Selama cuci darah untuk kesekian kalinya apakah ibu masih merasakan
kecemasan atau rasa takut? (P)
“Manusia hidup kadang ada saja masalah, badan saya juga tidak sebugar dulu.
Kalau mau HD kan badan sebisa mungkin dalam keadaan bagus. Jadi, kalau rasa
cemas ya ada sedikit mbak.” (R1)
“Kalau begitu apakah ibu sudah pernah mengenal aromaterapi untuk menurunkan
kecemasan?” (P)
“Belum pernah mbak” (R1)
“Baik, saya jelaskan secara singkat bu. Aromaterapi adalah semacam minyak yang
memiliki wewangian khas. Wewangian ini bisa memberikan rasa nyaman dan
membuat badan menjadi rileks. Jika diperbolehkan saya ingin memberikan
aromaterapi kepada ibu untuk menurunkan tingkat kecemasan atau rasa takut
sekaligus memberikan edukasi bagaimana cara penggunaannya. Penggunaan
aromaterapi cukup dengan dihirup 1 jam dimulai pada saat sebelum ibu melakukan
HD dan setiap hari sebelum tidur malam. Agar ibu tidak lupa melakukan terapi
tersebut nanti akan saya monitor lewat pesan singkat dan saya beri leaflet.
Bagaimana bu?” (P)
“Baik, kalau begitu saya akan mengikuti saran dari mbak” (R1)
“Sebelum melakukan tindakan saya ingin bapak/ ibu menandatangani informed
consent sebagai bukti persetujuan menjadi responden. Selanjutnya saya akan
mengkaji tingkat kecemasan bapak/ ibu menggunakan alat HARS. Silahkan
bapka/ibu mengisi lembar yang saya berikan” (P)
“Setelah menjawab pertanyaan HARS ibu berada rentang kecemasan ringan.
Sekarang, saya akan memberikan 1 botol minyak aromaterapi, selanjutnya ibu bisa
menghirupnya selama satu jam. Setelah satu jam nanti akan kita evaluasi
perkembangannya. ” (P)
“Setelah menghirup minyak aromaterapi saya merasa lebih enak mbak” (R1)
“Baik, kita cek dulu dengan mengisi pertanyaan seperti pada saat awal ya bu.
Setelah mengisi pertanyaan, tingkat kecemasan yang ibu alami belum turun, tetapi
tidak apa-apa untuk terapi pertama, terapi bisa dilanjutkan dirumah supaya hasilnya
lebih optimal. Ibu, beberapa pasien yang diprogramkan HD sering mengalami
masalah psikologis seperti cemas dan takut yang pada akhirnya menyebabkan
stress yang bisa menimbulkan gejala fisik seperti pusing, mual, jantung berdebar
dan tekanan darah tinggi. Maka dari itu penting untuk ibu menjaga kesehatan
psikis” (P)
Setelah dilakukan pengkajian terhadap Ny.SW didapatkan keluhan secara
verbal yaitu klien mengatakan cemas akan penurunan kondisi fisik dan program
HD yang dijalani. Secara non verbal wajah pasien tampak tegang, melamun, fokus
menyempit, TD : 158/95 mmhg, N : 88 mmhg, RR : 21 x/mnt. Dari data hasil
pengkajian maka masalah keperawatan yang dapat ditegakkan adalah ansietas.
Untuk menentukan tingkat ansietas pasien, maka dilakukan pengukuran HARS.
Ditemukan bahwa skor HARS pasien adalah 18 atau termasuk pada ansietas ringan.
2. Responden 2
Dalam studi kasus ini, peneliti menggunakan 2 responden yang digunakan sebagai
pendukung temuan penelitian. Penentuan responden kedua dilakukan melalui
pengkajian yang dilakukan pada tanggal 10 Juni 2019. Berikut adalah identitas
pasien. Responden bernama Ny. SM, usia 55 tahun, diagnosa medis CKD Stage 5,
klien telah menjalani program hemodialisa sebanyak 59 kali, saat ini klien telah
rutin menjalani program HD 2 kali dalam satu minggu yaitu pada hari senin dan
kamis. Klien telah terpasang AV shunt sebagai akses vaskular untuk dilakukan
hemodialisa.
“Selamat pagi ibu? Bagaimana perasaan ibu hari ini? Keluhan apa yang
dirasakan?”(P)
“Perasaan saya biasa saja mbak. Keluhan saat ini tidak ada” (R2)
“Ibu sudah siap untuk dilakukan cuci darah?’ (P)
“Ya, saya siap mbak” (R2)
“Selama cuci darah untuk kesekian kalinya apakah ibu masih merasakan
kecemasan atau rasa takut? (P)
“Tidak tentu mbak, saya sering kepikiran karena kondisi kesehatan saya yang
kadang baik kadang turun, sehingga saya agak hawatir” (R2)
“Selanjutnya apa yang ibu lakukan untuk menghilangkan perasaan khawatir
tersebut,?” (P)
“Saya berdoa mbak” (R2)
“Apakah dengan berdoa rasa khawatir yang ibu rasakan berkurang?” (P)
“Iya mbak, tetapi agak lama” (R2)
“Cara yang ibu gunakan sudah baik. Selain berdoa, ada beberapa cara untuk
mengurangi rasa cemas atau khawatir salah satunya dengan menghirup
aromaterapi. Apakah ibu sudah pernah mengenal aromaterapi untuk menurunkan
kecemasan?” (P)
“Belum pernah mbak” (R2)
“Baik, saya jelaskan secara singkat bu. Aromaterapi adalah semacam minyak yang
memiliki wewangian khas. Wewangian ini bisa memberikan rasa nyaman dan
membuat badan menjadi rileks. Jika diperbolehkan saya ingin memberikan
aromaterapi kepada ibu untuk menurunkan tingkat kecemasan atau rasa takut
sekaligus memberikan edukasi bagaimana cara penggunaannya. Penggunaan
aromaterapi cukup dengan dihirup 1 jam dimulai pada saat sebelum ibu melakukan
HD dan setiap hari sebelum tidur malam. Agar ibu tidak lupa melakukan terapi
tersebut nanti akan saya monitor lewat pesan singkat dan saya berikan leaflet.
Bagaimana bu?” (P)
“Baik, kalau begitu saya akan mengikuti saran dari mbak” (R2)
“Sebelum melakukan tindakan saya ingin ibu menandatangani informed consent
sebagai bukti persetujuan menjadi responden. Selanjutnya saya akan mengkaji
tingkat kecemasan ibu menggunakan alat HARS. Silahkan ibu mengisi lembar
yang saya berikan” (P)
“Setelah menjawab pertanyaan HARS ibu berada rentang kecemasan ringan.
Sekarang, saya akan memberikan 1 botol minyak aromaterapi, selanjutnya ibu bisa
menghirupnya selama satu jam. Setelah satu jam nanti akan kita evaluasi
perkembangannya. ” (P)
“Setelah menghirup minyak aromaterapi saya merasa lebih nyaman mbak” (R2)
“Baik, kita cek dulu dengan mengisi pertanyaan seperti pada saat awal ya bu. Ibu
beberapa pasien yang rutin menjalani hemodialisa sering mengalami masalah
psikologis seperti cemas, takut, atau khawatir yang pada akhirnya menyebabkan
stress dan bisa menyebabkan gejala fisik seperti pusing, mual, jantung berdebar dan
tekanan darah tinggi. Maka dari itu penting untuk ibu menjaga kesehatan psikis ”
“Setelah mengisi pertanyaan, tingkat kecemasan yang ibu alami telah turun. Agar
manfaat yang dirasakan lebih optimal, terapi bisa dilanjutkan dirumah” (P)
Tabel 4.1
Skor Kecemasan HARS Sebelum dan Sesudah dilakukan Intervensi
No. Responden Pertemuan ke - 1 Pertemuan ke - 2 Pertemuan ke - 3
HARS a HARS b HARS a HARS b HARS a HARS b
1. Ny. SW 18 18 17 16 15 13
2. Ny. SM 16 15 14 12 13 10
B. PEMBAHASAN
1. Analisis Masalah Keperawatan Terhadap Konsep Penelitian Terkait
Kasus yang dikelola oleh peneliti dalam karya ilmiah akhir Ners ini adalah
pasien dengan dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) stage V
yang melakukan hemodialisa. Pada pasien yang telah terdiagnosis CKD stage V laju
filtrasi glomerulus < 15ml/menit/1.73 m2 yang mengakibatkan gangguan eliminasi
cairan dan zat toksik ehingga hemodialisa telah diprogramkan secara rutin.
Hemodialisa (HD) merupakan suatu cara mengeluarkan produk sisa
metabolisme berupa larutan (ureum, kreatinin) dan air yang berada dalam pembuluh
darah melalui membrane semi permeable atau yang disebut dialyzer karena ginjal
secara akut atau progresif mengalami gangguan fungsi (Thomas, 2003). Salah satu
dampak pada pasien yang telah terprogram untuk melakukan HD yaitu rentan
mengalami permasalahan psikologis salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan
muncul disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pengalaman nyeri daerah
insersi fistula, komplikasi hemodialisis seperti hipotensi, mual, muntah, kram,
ketergantungan pada orang lain, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan,
finansial, ancaman kematian, perubahan konsep diri dan perubahan peran serta
interaksi social (Finnegan, Jennifer & Veronica, 2013; De Sausa, 2008; Wang &
Chen, 2009; Santoso, 2005; Smatzer & Bare, 2002).
Responden pertama yaitu Ny. SW telah didiagnosa menderita CKD stage V
sejak tahun 2018 dan telah melakukan HD selama 11 bulan. Responden kedua yaitu
Ny SM telah terdiagnosa CKD stage V sejak tahun 2018 dan telah melakukan HD
selama 1 tahun. Pada pengkajian yang dilakukan pada tanggal 10 Juni 2019, kedua
responden menyatakan cemas melakukan HD karena penurunan kondisi fisik,
sedangkan saat melakukan HD kondisi badan sebaiknya dalam keadaan optimal.
Secara non verbal kedua responden menunjukkan ekspresi wajah tagang, melamun,
penurunan konsentrasi dan tekanan darah diatas normal yaitu 158/95 mmhg dan
177/89 mmhg, skor HARS Ny. SW adalah 18 dan skor HARS Ny. SM adalah 16.
Dari data hasil pengkajian yang maka dapat diambil masalah keperawatan ansietas.
Menurut Diagnosis Keperawatan Nanda 2018-2020 salah satu penyebab
kecemasan pada individu adalah ancaman pada status terkini dan ancaman
kematian. Selain itu, faktor presipitasi timbulnya kecemasan juga dipengaruhi 2
faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal pencetus cemas
seperti ancaman integritas fisik dimana individu tidak mampu secera fisiologis
memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari disebabkan adanya sakit atau trauma fisik
dan ancaman sistem diri misalnya, ada ancaman terhadap identitas diri, harga diri
atau perubahan status dan peran. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi
kecemasan diantaranya, usia, stressor, lingkungan, jenis kelamin, dan pendidikan.
Menurut Smeltzer & Bare (2002) pasien yang memiliki penyakit kronis
membutuhkan pengobatan dan pengawasan dalam jangka waktu yang lama. kondisi
kronis menimbulkan berbagai keterbatasan pada penderitanya. Turner dan Kelly
(2000) menyatakan bahwa penyakit kronis menyebabkan keterbatasan dalam hal
gaya hidup dan dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan. Sehingga, individu yang
tidak bisa menyesuaikan diri dapat mengalami gangguan kejiwaan, salah satunya
kecemasan. Selain itu, kecemasan pada penderita penyakit kronis juga ditimbulkan
akibat tidak adanya kepastian akan kesembuhan penyakit (Centers for Disease
Control and Prevention, 1998 dalam Meiner & Lueckenotte, 2006).
Dampak dari kecemasan pada pasien yang menjalani hemodialisa adalah
peurunan kualitas hidup yang selanjutnya dapat mempengaruhi hasil klinis HD,
kepatuhan pasien, status gizi dan kematian (Kimmel & Patel, 2006; Mapes et al,
2004).
2. Analisis Intervensi Dengan Konsep Penelitian Terkait
Terapi hemodialisa bertujuan mengembalikan keseimbangan cairan
intraseluler dan ekstraseluler yang terganggu akibat fungsi ginjal yang rusak
(Himmerlfarb & Sayegh, 2010). Proses hemodialysis sangat membantu penderita
penyakit ginjal kronik, khususnya tahap terminal karena hanya memiliki 15%
nefron yang dapat berfungsi (Smaltzer & Bare, 2002). Meskipun fungsi ginjal untuk
membersihkan darah dapat digantikan oleh mesin hemodialisa, tetapi proses tersbut
menimbulkan masalah kesehatan bagi pasien. Ketergantungan pada mesin
hemodialysis menimbulkan masalah baik fisik, psikologis maupun social yang
dirasakan sebagai beban bagi penderitanya (Nurani & Mariyanti, 2002). Gangguan
fisik yang sering dialami pada pasien hemodialysis diantaranya adalah lemas, dan
mudah capek serta gangguan dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis, makan,
istirahat, bernapas, eliminasi dan sirkulasi. Sedangkan penyebab masalah
psikososial pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
salah satunya adalah gagalnya beradaptasi dengan keadaannya saat ini (Morton,
Fontain, Hudak, Gallo, 2009) sehingga rentan mengalami perasaan takut/ cemas,
stress, syok, depresi, sedih, menangis dan rasa kesal (Hagita, Bayhakki, Woferest,
2015).
Kecemasan adalah salah satu gangguan psikologis yang sering dialami oleh
pasien hemodialisa. Menurut Carpenito & Juall (2013) kecemasan merupakan
perasaan yang ditimbulkan oleh ancaman nonspesifik terhadap konsep diri
seseorang yang menyangkut kesehatan, aset, nilai, lingkungan, peran fungsi,
pemenuhan kebutuhan, pencapaian tujuan, hubungan personal, serta perasaan.
Penyebab timbulnya kecemasan diantaranya pengalaman nyeri daerah insersi
fistula, komplikasi hemodialisis, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan,
finansial, ancaman kematian, perubahan konsep diri dan perubahan peran serta
interaksi social (Finnegan, Jennifer & Veronica, 2013; De Sausa, 2008; Wang &
Chen, 2009; Santoso, 2005; Smatzer & Bare, 2002).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil intervensi dan pembahasan pada sub bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa :
1. Tingkat kecemasan sebelum dilakukan intervensi inhalasi aromaterapi pada kedua
responden berada pada level ringan yaitu skor 18 dan skor 16
2. Tingkat kecemasan setelah dilakukan intervensi inhalasi aromaterapi pada kedua
responden berapada pada level tidak ansietas.
3. Terdapat penurunan tingkat ansietas pada responden pertama dengan jumlah skor
HARS yaitu 18 pada pertemuan pertama menjadi 13 pada pertemuan ketiga dan
responden kedua dengan jumlah skor HARS yaitu 16 pada pertemuan pertama
menjadi 10 pada pertemuan ketiga setelah intervensi inhalasi aromaterapi pada
kedua responden
B. Saran
1. Bagi pasien
Diharapkan intervensi inhalasi aromaterapi dapat diterapkan oleh pasien maupun
keluarga sebagai salah satu tindakan alternatif dalam menurunkan kecemasan
2. Bagi pelayanan kesehatan
Diharapkan intervensi inhalasi aromaterapi dapat diterapkan sebagai suatu tindakan
mandiri perawat dalam mengatasi masalah kecemasan pada pasien yang nanti dapat
dibuat standar operasional prosedur.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan institusi pendidikan menerapkan peer review jurnal antara teori dengan
permasalahan yang sering dijumpai saat praktek untuk meningkatkan kompetensi
professional.