You are on page 1of 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sehat merupakan salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Definisi
sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan dan
kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor
keturunan dan lingkungan yang dimiliki sehingga dapat hidup secara optimum dan
produktif secara ekonomi.1
Untuk menjaga agar kesehatan warga negara tetap terjamin maka perlu
adanya tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.2
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontanak Kota merupakan salah satu
puskesmas yang di Kota Pontianak dengan wilayah kerja mencakup Kelurahan
Darat Sekip, Mariana, dan Tengah. Untuk meningkatkan capaian promotif dan
preventif UPTD Puskesmas Kecamatan Pontanak Kota menerapkan program
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M plus yang di ukur dengan indikator
persentase Angka Bebas Jentik (ABJ) untuk menangani kejadian demam berdarah
(DBD) yang terjadi setiap tahunnya. Program ini diharapkan dapat memperbaiki
lingkungan yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti. Isi dari
program ini adalah kegiatan menguras, menutup tempat penampungan air, dan
mendaur ulang barang bekas, serta plus yang menjadi kegiatan pelengkap
pendukung program PSN. Program ini bermaksud untuk mengurangi tempat
berkembang biak nyamuk pada fase telur, larva (jentik), dan pupa.
Angka kejadian DBD di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota terjadi kenaikan dalam 2 tahun terakhir dengan jumlah kasus pada
tahun 2017 ditemukan 8 kasus, tahun 2018 meningkat menjadi 9 kasus.3
Wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota pada tahun
2018 yang mengalami positif DBD terdapat di kelurahan Darat Sekip sebanyak 3
kasus, kelurahan Mariana sebanyak 3 kasus dan kelurahan Tengah 2 kasus. Dari
data yang diperoleh didapatkan pula kasus Dengue Shock Syndrome (DSS)
sebanyak 1 kasus di kelurahan Tengah. Rentang usia yang terkena berada di kisaran
4 tahun – 16 tahun.3
Hal ini diperkuat dengan persentase ABJ di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota yang belum mencapai target. Pada tahun 2018 ABJ
yang dicapai oleh UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota sebesar 68%,
sedangkan target capaian ABJ yang ditetapkan sebesar 90%. sehingga dapat
dikatakan bahwa pada tahun 2018 program PSN dengan indikator ABJ di UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota masih belum mencapai target.4 Capaian
program ini menjadi latar belakang kami untuk melakukan evaluasi program
rendahnya ABJ di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota.

1.2 Rumusan Masalah


Mengapa capaian angka bebas jentik (ABJ) di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota tahun 2018 belum mencapai target yang
diharapkan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui, menhidentifikasi, menganalisis, serta mengevaluasi penyebab
rendahnya persentase angka bebas jentik (ABJ) di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota pada tahun 2018
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor penyebab rendahnya capaian ABJ melalui evaluasi
program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD di UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota pada tahun 2018.
2. Merumuskan pemecahan masalah program PSN DBD di UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota pada tahun 2018.

2
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mengetahui program Puskesmas, perencanan, pelaksanaan,
masalah yang timbul dalam pelaksanan, capaian dan mengevaluasi program
Puskesmas serta memberikan masukan untuk perbaikan program.
1.4.2 Manfaat Bagi Fakultas
Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi
dan tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan, penelitian dan pengabdian bagi masyarakat, terutama dalam
peningkatan mutu kesehatan di Kota Pontianak.
1.4.3 Manfaat Bagi Puskesmas
Mendapat gambaran kemungkinan penyebab masalah pelaksanaan program
dan alternatif pemecahan masalah program Kesehatan Lingkungan di
Puskesmas UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota.
1.4.4 Manfaat Bagi Dinas Kesehatan
Menjadi masukan dan bahan pertimbangan kepada Dinas Kesehatan Kota
Pontianak dalam mencari solusi untuk menangani permasalahan kesehatan
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan masyarakat
Indonesia.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas
2.1.1 Pengertian Puskesmas
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.5
Puskesmas merupakan salah satu unit pelaksana pelayanan kesehatan primer
(Primary Health Care) yang dicanangkan oleh pemerintah dalam upaya
pengembangan pelayanan kesehatan dasar. Pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan di Puskesmas adalah untuk mendukung terwujudnya kecamatan
sehat yaitu dengan mewujudkan kehidupan masyarakat seperti hal berikut memiliki
perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat;
mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, hidup dalam lingkungan sehat;
dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.5

2.1.2 Prinsip Puskesmas5


Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi:
1. Paradigma sehat yaitu Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan
untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan
yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
2. Pertanggungjawaban wilayah; yaitu Puskesmas menggerakkan dan bertanggung
jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

4
3. Kemandirian masyarakat; yaitu Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat
bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
4. Pemerataan; yaitu Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara
adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.
5. Teknologi tepat guna; yaitu Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan
dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
6. Keterpaduan dan kesinambungan yaitu Puskesmas mengintegrasikan dan
mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas
sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen
Puskesmas

2.1.3 Fungsi Puskesmas5


Puskesmas sebagai ujung tombak upaya kesehatan dalam melaksanakan
tugas penyelenggaraannya memiliki fungsi:
a. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya
1) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
2) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
3) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan;
4) Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait;
5) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
6) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;
7) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
8) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,
dan cakupan pelayanan kesehatan; dan

5
9) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.
b. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya yang berfungsi
untuk:
1) Pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara korehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
3) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat;
4) Menyelenggarakan pasien, petugas dan pengunjung;
5) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerja sama inter dan antar profesi;
6) Melaksanakan rekam medis;
7) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses pelayanan kesehatan;
8) Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;
9) Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
10) Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
sistem rujukan
c. Puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan.

2.2 Evaluasi Program


2.2.1 Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi adalah penilaian secara keseluruhan keberhasilan suatu program
kesehatan masyarakat yaitu dengan melihat dan memberi nilai keberhasilan
program seutuhnya. Evaluasi merupakan bagian terpenting dari pelaksanaan suatu
program kesehatan karena dengan adanya evaluasi diperoleh feed back dari
program yang dijalankan. Tanpa evaluasi terhadap sebuah program yang

6
dijalankan, maka akan sulit mengetahui sejauh mana tujuan yang diinginkan
tercapai. Menurut Perhimpunan Ahli Kesehatan Amerika, evaluasi adalah suatu
proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha pencapaian
suatu tujuan yang telah ditetapkan serta mencakup hal–hal sebagai berikut :6
a. Menetapkan atau memformulasikan apa yang akan di evaluasi
b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan
program yang akan dievaluasi
c. Menentukan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan
d. Melaksanakan evaluasi, mengolah, dan menganalisis data hasil evaluasi
e. Menentukan keberhasilan program kerja yang dievaluasi berdasarkan
kriteria yang ditetapkan tersebut, serta memberikan penjelasannya.
f. Menyusun rekomendasi atau saran–saran tindak lanjut terhadap program
berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
Dalam melakukan evaluasi ada dua macam evaluasi yaitu :6
a. Evaluasi formatif , dilakukan ketika program sedang berjalan dan biasanya
digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan program.
b. Evaluasi sumatif, dilakukan setelah semua program selesai dan dilakukan
penilaian.

2.2.2 Tujuan Evaluasi Program


Tujuan evaluasi program sebagai alat untuk memperbaiki perencanaan dan
pelaksanaan program yang akan datang. Evaluasi program juga untuk mengetahui
tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui
efektivitas tiap komponen. Evaluasi terhadap proses dititiberatkan pada
pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau
tidak. Penilain tersebut juga bertujuan untuk mengetahui apakah metode yang
dipilih sudah efektif atau tidak efektif.6

2.2.3 Pemantauan dan Evaluasi Penyelenggaraan PSN


Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan PSN dilakukan untuk mengukur
perubahan dalam pencapaian program serta mengidentifikasi pembelajaran yang
ada dalam pelaksanaannya, mulai pada tingkat komunitas masyarakat di

7
desa/kelurahan. Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan PSN di setiap tingkat
pemerintahan secara berjenjang dilakukan melalui sistem informasi pemantauan
yang dilaksanakan dengan tahapan:6
1. Pengumpulan data dan informasi;
2. Pengolahan dan analisis data dan informasi; dan
3. Pelaporan dan pemberian umpan-balik.
Capaian Indikator Pemantauan dan Evaluasi:6
1. Desa/Kelurahan yang melaksanakan PSN
Indikator bahwa suatu Desa/Kelurahan dikatakan telah melaksanakan PSN
adalah:
a. Minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun dalam
desa/kelurahan tersebut.
b. Ada masyarakat yang bertanggung jawab untuk melanjutkan aksi intervensi
PSN seperti disebutkan pada poin pertama, baik individu (Natural Leader)
ataupun bentuk kelompok masyarakat.
c. Sebagai respon dari aksi intervensi PSN, kelompok masyarakat menyusun
suatu rencana aksi kegiatan dalam rangka mencapai komitmen perubahan
perilaku pilar PSN, yang telah disepakati bersama.

2.3 Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


2.3.1 Pengertian PSN
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) adalah upaya untuk memberantas
nyamuk dengan metode tertentu.7 Pemberantasan sarang nyamuk yang telah
dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan pengelolaan lingkungan, pengendalian
secara biologis dan kimiawi. Program PSN ini telah di atur oleh pemerintah melalui
surat edaran Direktur Jendral Pengendalain Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Kementrian Kesehatan No PM.02.11/D/1/IV.2/2020/2015 tanggal 28 Desember
2015.7

2.3.2 Tujuan
Pemberantasan nyamuk DBD diutamakan memakai cara yang efektif,
efisien dan ramah lingkungan. Hal ini berfungsi menghilangkan tempat

8
berkembangbiaknya nyamuk, agar kasus demam berdarah bisa mengalami
penurunan atau bahkan tidak lagi ditemukan. 7

2.3.3 Metode PSN


1. Pengendalian Lingkungan7
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan prinsip 3M plus, yaitu:
a. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air
minum, penampung air lemari es dan lain-lain
b. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti
drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan
c. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki
potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam
Berdarah.
Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti:
1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang
sulit dibersihkan;
2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk;
3) Menggunakan kelambu saat tidur;
4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5) Menanam tanaman pengusir nyamuk,
6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah;
7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
2. Pengendalian Biologis
Penerapan pengendalian biologis ditujukan langsung terhadap jentik
Aedes dengan menggunakan predator, contohnya dengan memelihara ikan
pemakan jentik seperti ikan swamang.7
3. Pengendalian Kimiawi
Bahan kimia telah banyak digunakan untuk mengendalikan Aedes
aegypti sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Metode yang digunakan dalam

9
pemakaian insektisida adalah dengan larvasida untuk membasmi jentik-jentik
(abatisasi) dan pengasapan untuk membasmi nyamuk dewasa (fogging).
Pemberantasan jentik dengan bahan kimia biasanya menggunakan temephos.
Formulasi temephos (abate 1%) yang digunakan yaitu granules (sand
granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram temephos (kurang lebih
1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Air yang telah melewati proses
abatisasi dengan temophos dapat diminum setelah 24 jam dan mempunyai efek
residu 3 bulan, khususnya di dalam gentong tanah liat dengan pola pemakaian
air normal. Pengendalian nyamuk dewasa dengan insektisida dilakukan dengan
sistem pengasapan. Hal ini merupakan metode utama yang digunakan untuk
pemberantasan DBD selama 25 tahun di berbagai Negara. Tetapi metode ini
dinilai tidak efektif karena menurut penelitian hanya berpengaruh kecil
terhadap populasi nyamuk dan penularan dengue.7
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota biasa melakukan fogging
dengan menggunakan bahan bakar solar, bensin atau pertalite, kemudian untuk
larutannya sendiri memggunakan cynof dengan dosis yang dipakai sebanyak
300-400 mg berbanding 10 liter solar sudah efektif untuk fogging. Fogging
juga sebaiknya dilakukan dalam jarak 100 meter di sekeliling tempat tinggal
penderita DBD. Hal ini dikarenakan, 100 meter adalah jarak optimal bagi
nyamuk DBD untuk berpindah tempat. Rumah dalam radius 100 meter
berpeluang besar terkena virus DBD. Radius 100 meter adalah ketentuan bila
hanya terdapat satu korban. Jika korban lebih dari 3 makan radius bertambah
lebih dari 100 meter.7
Fogging yang sering dilakukan di wilayah kerjas UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota sendiri dibagi dalam dua siklus. Siklus pertama
merupakan penyemprotan sendiri, kemudian siklus kedua diberi jarak waktu 2
minggu untuk dievaluasi lagi pada fogging siklus pertama apakah masih ada
kasus DBD lagi di daerah tersebut. Apabila masih ada, maka siklus kedua
dilanjutkan dengan fogging kembali.

10
2.3.4 Pelaksanaan PSN di Indonesia
Upaya untuk memantau keberhasilan dari program PSN adalah dengan
menghitung angka ABJ di masyarakat. Saat ini di Indonesia perhitungan angka ABJ
masih tidak mencakupi dari semua kabupaten dan kota di Indonesia. Target
nasional untuk persentase ABJ adalah 95%. Data sejak 2008-2012 ABJ di Indonesia
masih belum mencapai angka target nasional. Adapun gambaran ABJ di Indonesia
sejak tahun 2008-2012 adalah sebagai berikut:8

Grafik 2.1. grafik persentase capaian ABJ tingkat Nasional tahun 2008-2012

2.3.5 Pelaksanaan dan Permasalahan PSN di UPTD Puskesmas Kecamatan


Pontianak Kota
Pelaksanaan PSN di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota tahun
2016 dilakukan menggunakan penilaian indikator ABJ didapatkan capaian sebesar
61,9% dengan target yang perlu dicapai sebesar 80% sehingga dari hasil tersebut
menunjukkan capaian kinerja masih belum mencapai target. Hal ini dikarenakan
kondisi cuaca yang tidak menentu antara cuaca panas dan tingginya curah hujan
yang menyebabkan siklus perkembangbiakan nyamuk semakin cepat. Selain itu
masih banyak tempat penampungan air yang tidak tertutup rapat dan terbatasnya
persediaan bubuk abate di puskesmas.9

11
Salah satu kendala dari pelaksanaan PSN di UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota tahun 2017 adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk
melaksanakan perilaku PSN. Hasil pencapaian indikator kinerja tahun 2018 ini
diperoleh melalui beberapa kegiatan, yaitu melakukan PSN dengan cara
pemantauan jentik berkala dan pemberian bubuk abate di rumah warga yang
dilakukan petugas penanggung jawab program kesehatan lingkungan (sanitarian)
Puskesmas bersama-sama dengan kader PSN, juga dilakukannya penyuluhan
kesehatan di masyarakat.9,10
Pelaksnaan PSN di tahun 2016 didapatkan capaian kinerja sebesar sebesar
62,65% dengan target capaian 75%, sedangakan pada tahun 2017 didaptkan capaian
kinerja sebesar 75,7% dengan target capaian 85% dan pada tahun 2018 didapatkan
capaian kinerja turun menjadi 68% dengan target capaian kinerja 90%. Berdasarkan
indikator penilaian ABJ, maka dapat dikatakan bahwa capaian kinerja pada tiga
terakhir belum mencapai target.9,10 Permasalahan yang dihadapi oleh puskesmas
juga masih sama seperti tahun sebelumnya yaitu kurangnya kesadaran masyarakat
tentang pentingnya menerapkan perilaku PSN.
Wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota terdiri dari tiga
kelurahan yaitu Kelurahan Darat Sekip, Kelurahan Mariana dan Kelurahan Tengah.
Kelurahan Darat Sekip sendiri memiliki 17 RW, Kelurahan Mariana memiliki 10
RW dan Kelurahan Tengah memiliki 9 RW yang mana semuanya diberlakukan
program PSN dari puskesmas. Berdasarkan data laporan bulanan pada tahun 2018,
program PSN dengan indikator ABJ yang dilakukan dari bulan Januari hingga
Desember di kedua kelurahan menunjukkan bahwa indikator ABJ terendah terdapat
di wilayah kelurahan Mariana. Hal ini menjadi salah satu faktor pendukung
penyebab dari angka demam berdarah yang ditemukan di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota yang terbanyak juga terdapat di kelurahan
Mariana.9

2.4 Angka Bebas Jentik (ABJ)


2.4.1 Pengertian ABJ
Angka Bebas Jentik (ABJ) atau Larva Free Index adalah persentase rumah
dan atau tempat umum yang tidak di temukan jentik pada pemeriksaan jentik.

12
Angka bebas jentik ini di peroleh dari suatu survey jentik (Larva Survey) yang
biasanya di lakukan oleh pemerintah melalui departemen kesehatannya untuk
menentukan apakah suatu wilayah atau daerah sudah bebas jentik atau belum.
Survey jentik ini dilakukan sebagai salah satu cara pencegahan dini wabah penyakit
Demam Berdarah yang di sebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang berkembang
biak dalam bentuk jentik. Angka bebas jentik di katakan tinggi jika tidak di temukan
jentik di daerah yang di survey dan dikatakan rendah jika banyak di temukan jentik.
Angka bebas jentik (ABJ) menjadi indikator dari kesuksesan program PSN sebagai
pencegahan awal demam berdarah.11
Perhitungan ABJ di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota
dilakukan dengan cara menemukan kontainer-kontainer yang tidak terdapat jentik
dan kontainer-kontainer yang terdapat jentik di masing-masing rumah kemudian
rumus yang digunakan untuk menghitung persentase ABJ yaitu jumlah rumah yang
tidak terdapat jentuk tadi dibagi dengan total jumlah rumah yang diperiksa di
RT/RW bersangkutan kemudian hasilnya dikali dengan seratus persen, lalu barulah
didapatkan hasil persentase jumlah ABJ di masing-masing RT/RW.

2.4.2 Faktor-faktor yang memengaruhi ABJ


Faktor-faktor yang memengaruhi jumlah jentik khusunya jentik nyamuk
dengan family Aedes sampai saat ini masih terus dalam penelitian. Beberapa faktor
yang telah diteliti dan dianggap memengaruhi keberadaan jentik Aedes aegypti
adalah pengetahuan masyarakat tentang PSN, sikap dan perilaku PSN masyarakat,
kesehatan lingkungan yang meliputi jarak antar rumah, kepadatan penduduk,
kebersihan dan kerapian rumah, jumlah tanaman hias dan tanaman pekarangan
disekitar rumah, jumlah penampungan air, kebaradaan penutup dan warna tempat
penampungan air (TPA), yang meliputi warna gelap dan terang, serta jumlah dan
kualitas kader dan juru pemantau jentik (jumantik).12
Penelitian yang dilakukan oleh Ekaputra, Ani LS dan Suastika K, mengenai
analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti
di Puskesmas III Denpasar Selatan menyatakan bahwa variabel yang secara statistik
terbukti berhubungan bermakna dengan keberadaan nyamuk Aedes aegypti pada
rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan adalah faktor

13
perilaku dan kesehatan lingkungan. Variabel yang tidak berhubungan adalah
pengetahuan dan sikap responden. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah
perilaku responden.12
Jumlah dan kualitas kader dan juru pemantau jentik (jumantik) sangat
berpengaruh pada pemberantasan sarang nyamuk DBD, yang akan meningkatkan
nilai ABJ. Semakin banyak jumantik maka akan semakin baik, namun selain
jumlah, perlu diperhatikan juga kualitas dari kader jumantik. Kualitas tersebut dapat
dinilai dari pengetahuan, sikap dan perilaku serta latar belakang pendidikan yang
juga berpengaruh terhadap pengetahuan.13

2.5 Demam Berdarah Dengue (DBD)


2.5.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty.
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga ditularkan oleh
Aedes albopictus, yang ditandai dengan : Demam tinggi mendadak, tanpa sebab
yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan,
termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/µl),
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa
perbesaran hati.14
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang sering menimbulkan wabah
dan menyebabkan kematian pada banyak orang penyakit ini di sebabkan oleh virus
dengue dan di tularkan oleh nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini tersebar luas di
rumah-rumah, sekolah dan tempat-tempat umum lainnya seperti tempat ibadah,
restoran, kantor, balai desa dan lain-lain sehingga setiap keluarga dan masyarakat
mengandung risiko untuk ketularan penyakit DBD. Obat untuk penyakit DBD
belum ada, dan vaksin untuk pencegahannya juga belum ada, sehingga satu-satunya
cara untuk memberantas penyakit ini adalah dengan memberantas nyamuk aedes
aegypti.14

14
2.5.2 Penyebab Demam Berdarah Dengue
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang
merupakan virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang
diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut
adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul
saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue
mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.14
Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama
justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat
terinfeksi untuk ke dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis
virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat
menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk. Virus
dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu
nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes
aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit
ini.Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang
telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk
selama 8 - 10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue
tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk betina juga dapat menyebarkan
virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus
dengue, serta dapat pula berperan sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila
digigit oleh vektor nyamuk. Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah
meningkat pada seseorang yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat
infeksi pertama. Selain itu, risiko demam berdarah juga lebih tinggi pada wanita,
seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun, atau seseorang yang berasal dari ras
Kaukasia.15

2.5.3 Gejala-Gejala Klinis Demam Berdarah Dengue


Demam dengue ditandai oleh gejala-gejala klinik berupa demam, tanda-
tanda perdarahan, hematomegali dan syok. Gejala - gejala tersebut yaitu demam
tinggi yang mendadak, terus – menerus berlangsung selama 2 sampai 7 hari, naik

15
turun (demam bifosik). Kadang – kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C dan
dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam
berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien seakan
sembuh hati – hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada
hari ketiga dari demam. Gejala klinik dapat bervariasi berdasarkan tingkat
keparahan penyakit yaitu demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD)
dan sindrom syok dengue (SSD).15

2.5.4 Cara Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue


Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan
beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan
vektor yang kurang berperan. Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Viremia adalah keadaan
dimana di dalam darah ditemukan virus. Kemudian virus yang berada di kelenjar
liur berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum dapat di tularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya.15
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Ditubuh manusia,
virus memerlukan waktu masa tunas 4 – 6 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2
hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.15

2.5.5 Epidemiologi Demam Berdarah (DBD)


Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-
tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan

16
masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di
kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu,
penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.16
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD
tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi,
perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan
distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.15,16

2.5.6 Pusat - Pusat Penularan


Faktor-faktor yang menyebabkan penularan virus dengue yaitu kepadatan
vektor, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, dan susceptibilitas dari
penduduk. Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada penularan virus
dengue, karena jarak terbang nyamuk Ae. aegypti yang sangat terbatas, yaitu 100m.
Selain itu lingkungan juga merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit
DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit DBD.15,17

2.5.7 Vektor Penyebar Virus Dengue


Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Selain itu dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus,
Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis dan subtropis dengan suhu
28-32oC dan kelembaban yang tinggi serta tidak dapat hidup di ketinggian 1000 m.

17
Vektor utama untuk arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di
alam bebas, terbang siang hari (jam 08.00-10.00 dan 14.00-16.00), jarak terbang
100 m – 1 km, dan ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi.15,17

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti (Sumber: Google.com)

Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada
permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat
bertelur rata-rata 100 butir. Setelah kira-kira dua hari telur menetas menjadi larva
lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak empat kali, tumbuh menjadi pupa
dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa
memerlukan waktu kira-kira 9 hari. Faktor biotik seperti predator, kompetitor dan
makanan yang berinteraksi dalam kontainer sebagai habitat akuatiknya pradewasa
juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya menjadi imago. Keberhasilan itu
juga ditentukan oleh kandungan air kontainer seperti bahan organik, komunitas
mikroba, dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga berpengaruh terhadap
siklus hidup Aedes aegypti. Berbeda dengan Aedes albopictus, nyamuk Aedes
aegypti lebih menyukai perindukan dalam rumah daripada di luar rumah. Aedes
albopictus kebanyakan hidup dan bertelur di kebun atau hutan terlindung. Aktifitas
nyamuk Aedes aegypti menurut Soedarto, pada temperatur dibawah 17°C Aedes
aegypti tidak aktif menghisap darah. Kelembaban optimum bagi kehidupan Aedes
aegypti adalah 80% dan suhu udara optimum antara 28-29°C. Pada suhu yang tinggi
meningkatkan metabolisme tubuh, sehingga masa inkubasi ekstrinsik menjadi lebih
pendek.15,17
Diperkirakan pada musim hujan frekuensi gigitan akan meningkat, karena
kelembaban yang tinggi memungkinkan dapat memperpanjang umur nyamuk.

18
Untuk daerah yang beriklim dingin, Aedes aegypti tidak aktif mengigit. Aedes
aegypti mengigit pada pagi, siang dan sore hari.17

2.5.8 Ekologi Vektor


Ekologi vektor adalah hubungan antara vektor lingkungan atau bagaimana
pengaruh lingkungannya atau bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor.
Lingkungan tersebut adalah lingkungan fisik, lingkungan biologi, dan lingkuingan
kimia.18
1. Pengaruh Lingkungan Fisik, Lingkungan fisik ada bermacam-macam,
misalnya tata letak rumah, jenis kontainer dan ketinggian tempat.
a. Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke
rumah yang lain.
b. Variasi dari suatu ketinggian berpengaruh terhadap kepadatan nyamuk
Aedes aegypti. Di Indonesia Aedes aegypti dapat hidup pada ketinggian
kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
2. Pengaruh Lingkungan Biologi, Yang temasuk dalam lingkungan biologi
seperti ada atau tidaknya memelihara ikan pemakan jentik. Hal tersebut
berpengaruh terhadap kepadatan jentik di tempat penampungan air atau
kontainer.
3. Lingkungan kimia berpengaruh terhadap kepadatan jentik dan nyamuk yang
termasuk dalam lingkungan kimia seperti abatisasi, fogging dan pemakaian
obat anti nyamuk. Abatisasi dilakukan untuk menghambat perkembangan
jentik, sedangkan fogging dilakukan untuk membunuh nyamuk dewasa.
Pemakaian obat anti nyamuk merupakan salah satu cara umum bagi seseorang
untuk melindungi dirinya dari gigitan nyamuk dan serangga lainnya.

2.5.9 Faktor - Faktor Sosial Demografi


Berdasarkan model segitiga epidemiologi (triangle epidemiology) ada 3
faktor yang berperan dalam timbulnya suatu penyakit yaitu host (pejamu), agent
(agen) dan environment (lingkungan). Disini akan dibahas lebih lanjut faktor-faktor
karakteristik individu manusia sebagai pejamu yang terkait dengan terjadinya

19
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Beberapa faktor yang akan dibahas
disini antara lain:
1. Jenis Kelamin
Secara teori diyakini bahwa perempuan lebih berisiko terhadap
penyakit yang disebabkan virus dengue ini untuk mendapatkan manifestasi
klinik yang lebih berat dibandingkan laki-laki. Hal ini berdasarkan dugaan
bahwa dinding kapiler pada wanita lebih cenderung dapat meningkatkan
permeabilitas kapiler dibanding dengan laki-laki. Penelitian Widyana (1998)
di Bantul pada tahun 1997 menemukan bahwa proporsi penderita perempuan
lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu sebesar 52,6%. Beberapa hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan jenis
kelamin terhadap survival DBD. sebelumnya menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Hasil penelitian yang dilakukan pada bayi (usia <12 bulan) di
Vietnam menyatakan bahwa tidak ada hubungan antar jenis kelamin dengan
beratnya demam berdarah dengue yang diderita. Penelitian ini dilakukan pada
bayi (usia < 12 bulan). Demikian halnya dengan hasil penelitian tentang faktor
risiko SSD pada anak di Bangkok menunjukkan bahwa jenis kelamin secara
statistik tidak bermakna dalam meningkatkan risiko terjadinya SSD. Beberapa
penelitian yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan hal yang sama
bahwa jenis kelamin secara statistik tidak bermakna dalam meningkatkan
risiko terjadinya manifestasi klinis yang lebih berat.19,20,21
2. Umur
Berdasarkan Riskesdas Tahun 2007, penyakit demam berdarah dengue
termasuk 10 penyakit menular terbanyak di Indonesia (menduduki no 8.
proporsi penyakit menular pada semua umur 2.1%). Hasil Riskesdas 2007 juga
menunjukkan bahwa adanya pergeseran tingkat kejadian DBD berdasarkan
umur, dimana dahulu kasus DBD lebih banyak didapatkan pada anak-anak,
namun saat ini lebih banyak ditemukan pada umur dewasa dengan prevalensi
tertinggi adalah pada kelompok umur 25 - 34 tahun yaitu 0,7% dan terendah
pada bayi yaitu 0,2%. Demam berdarah dengue menduduki urutan ke-5 pada
proporsi penyebab kematian pada usia balita (1 - 4 tahun) yaitu 6.8%.
Sedangkan pada umur 5 - 14 tahun, demam berdarah dengue merupakan

20
penyebab kematian terbesar di daerah perkotaan dengan angka proporsi 30.4%,
namun tidak pada daerah pedesaan.22
3. Pendidikan
Pendidikan Menurut Azwar, mengemukakan bahwa pendidikan
sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah
suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk
kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan. Seperti diketahui bahwa
pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar, sekolah
lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas, dan tingkat
akademik/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar
seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap informasi.
Informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau
setiap masalah yang dihadapi. Pendidikan adalah segala usaha untuk membina
kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia jasmani dan
rohani yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luat sekolah
dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.23
Menurut Koentjaraningrat, mengatakan pendidikan adalah kemahiran
menyerap pengetahuan atau meningkatkan sesuai dengan pendidikan
seseorang dan kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap sesorang
terhadap pengetahuan sesoerang yang diserapnya, semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap pengetahuan. Hal ini
bermanfaat dalam pencegahan DBD, karena semakin tinggi tingkat
pengetahuan akan mengetahui pengendalian dari penyebaran DBD.24

4. Pendapatan
Pendapatan adalah tingkat penghasilan penduduk, semakin tinggi
penghasilan semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan
untuk barang, makanan, juga semakin tinggi penghasilan keluarga semakin
baik pula status gizi masyarakat. Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan
anggota keluarga untuk memperoleh yang lebih baik, misalnya di bidang

21
pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula
sebaliknya jika pendapatan lemah akan maka hambatan dalam pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang
peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis
pekerjaan orangtua erat kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan
kerja, dimana bila penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan
dan pencegahan penyakit juga meningkat, dibandingkan dengan penghasilan
rendah akan berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan
dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya
transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan kesehatan.25
5. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan atau pencaharian yang
dijadikan pokok penghidupan seseorang yang dilakukan untuk mendapatkan
hasil. Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus
dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya risiko menurut sifat pekerjaan
juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi
karyawan pada pekerjaan tertentu. Pekerjaan berdampak pada pendapatan
suatu keluarga, jika berpenghasilan rendah, maka pelayanan kesehatan yang
didapat akan kurang memadai dan sebaliknya, jika berpendapatan lebih tinggi
maka akses terhadap kesehatan menjadi lebih mudah dan memadai.25
6. Golongan Darah
Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu karena
adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel
darah merah. Golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut
antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah. Secara umum, golongan
darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia, meskipun di beberapa
negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih dominan.
Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan darah
AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah
jenis yang paling jarang dijumpai di dunia.. Berbagai faktor risiko DBD yang
telah diketahui adalah strain virus, predisposisi genetik dan status gizi lebih.
Virus spesifik yang bereplikasi dengan level tinggi dan virus DEN-2 akan

22
menyebabkan peningkatan respons imun dan beratnya penyakit. Virus dengue
termasuk dalam kelompok B arbovirus dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu
: DEN 1,2,3 dan 4. Serotipe DEN 3 sementara ini merupakan serotipe yang
dominan dan sangat berhubungan dengan kasus berat. Sindrom syok dengue
mempunyai mortalitas sepuluh kali lipat dibanding demam berdarah yang
tanpa syok.26
Berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD/SSD terjadi trombositopenia
dan meningkatnya permeabilitas kapiler, berarti terdapat gangguan integritas
sel endotel. Manifestasi vaskular yang prominen pada infeksi dengue, seperti
ruam eritematus pada demam dengue, ruam hemoragik pada DBD dan kolaps
kardiovaskuler pada SSD menunjukkan tropisme virus dengue pada sistem
vaskular serta mendukung bahwa virus dengue bersifat endoteliotropik.
Walaupun virus dengue tidak ditemukan pada sel endotel penderita DBD/SSD,
tetapi telah terbukti bahwa sel monosit yang telah terinfeksi virus dengue akan
melepaskan faktor – faktor yang dapat mengaktivasi kultur sel endotel. Akibat
aktivasi sel monosit dan dilepaskannya sitokin yang juga mempunyai efek
terhadap trombosit, sehingga diasumsikan bahwa aktivasi sel endotel tidak
terjadi secara langsung, tetapi melalui faktor – faktor yang dikeluarkan akibat
monosit yang terinfeksi oleh virus dengue. Dengan demikian salah satu faktor
yang diteliti adalah golongan darah.26
7. Lingkungan Tempat Tinggal
Faktor- faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia adalah:27
1. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi
virus dengue. Daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah
kejadian DBD, hal ini disebabkan oleh kemampuan jarak terbang nyamuk
betina kurang dari 100 meter sehingga memungkinkan terjadinya
penularan.
2. Kualitas perumahan
Kualitas perumahan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya Kejadian DBD. Hal yang mempengaruhi antara lain : jarak antar
rumah, pencahayaan, bentuk rumah, bahan bangunan akan mempengaruhi

23
penularan. Bila di suatu rumah ada nyamuk penularnya maka akan
menularkan penyakit di orang yang tinggal di rumah tersebut, di rumah
sekitarnya yang berada dalam jarak terbang nyamuk dan orang-orang yang
berkunjung kerumah itu. Faktor lingkungan dalam hal ini dibagi menjadi
tiga bagian yaitu status lingkungan low, mid dan high. Faktor lingkungan
low artinya pemukiman kumuh, mid berarti lingkungan kelas menengah
dan high berarti lingkungan elite. Ketiga klasifikasi kelas lingkungan ini
diduga merupakan faktor kejadian DBD.

24
BAB III

METODOLOGI

Evaluasi program dilakukan di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak


Kota pada tanggal 25 Maret sampai 3 Mei 2019. Metode evaluasi yang digunakan
dalam laporan Evaluasi Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Dengan
Indikator Angka Bebas Jentik (ABJ) ini terbagi dalam beberapa tahap. Berikut
adalah uraian dari tahap-tahap dalam evaluasi program tersebut.

3.1 Penetapan Tolak Ukur dari Keluaran Indikator dan Tolak Ukur
Penelitian
Evaluasi dilakukan pada laporan “Program Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota periode Januari – Desember 2018”. Rujukan tolak ukur
penilaian yang digunakan adalah:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementrian
Kesehatan Tahun 2015-2019
3. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak Nomor 8416.1 Tahun
2014 Tentang Penetapan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Pontianak
Tahun 2015-2019
4. Standar pelayanan minimal dan indikator kinerja upaya UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota Tahun 2016-2018
Adapun indikator dan tolak ukur program Jumlah Desa/Kelurahan yang
Melaksanakan PSN UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota tahun 2016-
2018 disajikan dalam tabel berikut:

25
Tabel. 3.1. Tolak Ukur Program Pelaksanaan PSN di UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota
% Capaian
Indikator Target Nasional
Kinerja
Angka Bebas Jentik
62,65% 75%
(ABJ) Tahun 2016
Angka Bebas Jentik
75,70% 85%
(ABJ) Tahun 2017
Angka Bebas Jentik
68% 90%
(ABJ) Tahun 2018

3.2 Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan:
1. Data primer
Data primer dikumpulkan dengan observasi dan wawancara langsung terhadap
penanggung jawab program, kepala puskesmas, dokter puskesmas, petugas
puskesmas dan masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota.
2. Data sekunder
Data sekunder dikumpulkan dengan mempelajari laporan dan dokumentasi
Puskesmas, yaitu Profil Puskesmas UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Kota periode tahun 2018.

3.3 Identifikasi Masalah


Identifikasi masalah dilakukan dengan membandingkan data indikator
program Pelaksanaan PSN di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota dengan
tolak ukur keberhasilan unsur-unsur program untuk mencari adanya kesenjangan.

3.4 Menetapkan Prioritas Masalah


Dalam mengidentifikasikan masalah, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan seperti kemampuan sumber daya manusia, biaya, tenaga, teknologi
dan lain-lain. Untuk itu, dilakukan penilaian prioritas masalah dari yang paling
mendesak hingga tidak terlalu mendesak. Dalam menentukan prioritas masalah
kami lakukan dengan menggunakan metode Urgency, Seriousness, and Growth
(USG). Metode USG merupakan salah satu cara menetapkan urutan prioritas

26
masalah dengan metode teknik scoring 1-5 dan dengan mempertimbangkan tiga
komponen dalam metode USG.
1. Urgency
Berkaitan dengan seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan
dengan waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
2. Seriousness
Berkaitan dengan seberapa serius isu perlu yang perlu dibahas, akibat yang
timbul dengan penundaan pemecahan masalah isu, dan akibat yang menimbulkan
masalah-masalah lain jika masalah penyebab isu tidak dipecahkan.
3. Growth
Berkaitan dengan kemungkinan isu tersebut menjadi berkembang dan
masalah penyebab isu akan semakin memburuk jika dibiarkan.28

3.5 Pembuatan Kerangka Konsep dari Masalah yang Diprioritaskan


Tujuan pembuatan kerangka konsep adalah menentukan penyebab masalah
yang telah diprioritaskan. Hal ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor
penyebab masalah yang telah diprioritaskan. Faktor-faktor tersebut berupa
komponen input (man, material, money, method dan lingkungan). Kerangka konsep
disusun dengan menggunakan pendekatan fish bone. Kerangka konsep tersebut
diharapkan dapat mengidentifikasi semua faktor penyebab.28

3.6 Identifikasi Penyebab Masalah


Kemungkinan-kemungkinan penyebab masalah diidentifikasi dengan
mengelompokkan faktor-faktor dalam unsur input (man, material, money, method,
dan environment) yang diperkirakan berpengaruh terhadap prioritas masalah.
Kemudian indikator faktor tersebut dibandingkan dengan tolak ukurnya. Suatu
faktor ditetapkan menjadi penyebab masalah jika ada kesenjangan antara
pencapaian indikator dan tolak ukurnya. Jumlah penyebab masalah bisa lebih dari
satu.28

27
3.7 Perencanaan Penyelesaian Masalah
Perencanaan penyelesaian masalah disusun berupa rancangan program yang
diharapkan dapat menyelesaikan masalah program di masa yang akan datang.
Perencanaan penyelesaian masalah dibuat dengan memperhatikan kemampuan,
situasi, dan kondisi Puskesmas. Perencanaan penyelesaian masalah dibuat secara
rinci meliputi tujuan, sasaran, target, metode, jadwal kegiatan serta rincian dana.

3.8 Penentuan Prioritas Penyelesaian Masalah


Penentuan prioritas penyelesaian masalah dilakukan untuk memilih
alternatif penyelesaian masalah yang paling menjanjikan. Sebelum melakukan
pemilihan sebaiknya dicoba memadukan berbagai alternatif penyelesaian masalah
terlebih dahulu. Bila tidak dapat dilaksanakan barulah dilakukan pemilihan. Cara
pemilihan dapat dilakukan dengan metode CARL. Metode ini baik digunakan bila
pengelola program memiliki hambatan keterbatasan dalam menyelesaikan masalah.
Metode ini didasarkan pada serangkaian kriteria yang harus diberi nilai 0-10.
Kriteria yang dimaksud adalah:28
C = Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan peralatan)
A = Accessibility yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi atau tidak.
Kemudahaan dapat didasarkan pada ketersediaan metode / cara / teknologi
serta penunjang pelaksanaan seperti peraturan atau juklak.
R = Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran,
seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi.
L = Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain
dalam pemecahan masalah yang dibahas.
Nilai total merupakan hasil perkalian C x A x R x L, urutan ranking atau
prioritas adalah nilai tertinggi hingga nilai terendah.

28
BAB IV

PENYAJIAN DATA

4.1 Data Umum Gambaran Umum Wilayah Kerja UPTD Puskesmas


Kecamatan Pontianak Kota
4.1.1 Letak Geografis
Kecamatan Pontianak Kota merupakan 1 (satu) dari 6 (enam) kecamatan yang
ada di Kota Pontianak dengan luas wilayah 16 km2 yang terdiri dari 5 (lima)
kelurahan yaitu kelurahan Darat Sekip, Tengah, Mariana, Sungai Jawi dan Sungai
Bangkong yang terdiri dari 121 RW, 507 RT. Sedangkan luas wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Pomtianak Kota (Puskesmas Kampung Bali) sebesar 2.64
km2 yang terdiri dari 3 kleurahan yaitu kelurahan Darat Sekip, Tengah dan
Mariana, yang terdiri dari 36 RW dan 138 RT (Denah tertera dilampiran). Wilayah
kecamatan Pontianak Kota secara keseluruhan berbatasan dengan wilayah Kota
Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya yaitu:
a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Pontianak Barat
b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Pontianak Selatan
c. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Sungai Kapuas Besar
d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan kecamatan Kakap Kabupaten Pontianak
4.1.2 Keadaan Kependudukan
Jumlah penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Kota pada tahun 2018 sebanyak 27.704 jiwa.
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Tahun 2018 Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota
No Kelurahan Luas Wilayah (km2) Penduduk
(Jiwa)
1. Darat Sekip 1.07 10.485
2. Mariana 0.66 9.167

3. Tengah 0.91 8.051

Jumlah 2.64 27.703

29
Sumber: Profil Unit Pelaksana Kegiatan UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Kota, 2018.

Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian,


mengembangkan pengetahun dan kemampuan jasmaniah dan rohaniah agar mampu
melakukan tugas. Tabel 4.2 dibawah ini menyajikan distribusi penduduk
Kecamatan Pontianak Kota berumur 10 tahun keatas berdasarkan pendidikan
terakhir.

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Kecamatan Pontianak Kota Berumur 10 Tahun


Keatas Menurut Pendidikan yang ditamatkan Tahun 2018.
Kelurahan Tamat
SLTP SLTA D-1 D-2 D-3 S1 S2 S3
Darat 1.649 3.526 155 0 473 768 52 3
Sekip
Tengah 1.220 2.552 0 86 276 570 40 2
Mariana 1.324 2.636 66 66 216 408 18 5
Jumlah 4.193 8.714 221 152 965 1.746 110 10

Sumber: Profil Kecamatan Pontianak Kota Tahun 2018.

4.2 Analisa Situasi dan Sumber Daya UPTD Puskesmas Kecamatan


Pontianak Kota
4.2.1 Pelayanan Kesehatan
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota telah memiliki beberapa jenis
pelayanan, yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.3. Jenis Pelayanan Kesehatan Dasar UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota
1 Loket  Registrasi pelayanan, rujukan
 Pelayanan pengaduan masyarakat
 Informasi kesehatan
2 Poli Umum  Pemeriksaan kesehatan, Surat Keterangan Dokter
(SKD) dan Surat Keterangan Sakit (SKS)
 Pemeriksaan haji
 Pelayanan santun lansia, kesehatan kerja dan jiwa
 Penanganan Kegawatdaruratan
3 Poli Gigi  Penambalan dan pencabutan gigi
 Pembersihan karang gigi

30
 Konseling UKGS
4 KIA-KB  Pemeriksaan kehamilan, nifas dan bayi baru lahir
 Konseling dan penanganan program kekerasan terhadap
perempuan (KTP) dan anak (KTA)
 Kelas ibu hamil
 Deteksi dini kanker payudara dan leher rahim
 Layanan Alat Suntik Steril (LASS)
5 Klinik  Pelayanan kesehatan peduli remaja
Remaja dan  Konseling remaja
 Pemeriksaan dan skrining, serta konseling HIV-AIDS
IMS
6 SDITK dan  Pemeriksaan kesehatan anak
MTSB  Imunisasi dasar bayi 0-12 bulan
 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
 Penilaian SIDTK Bayi dan Balita
7 Gizi  Deteksi Tumbuh Kembang Anak
 Pemantauan status gizi
 Kelas gizi
 Klinik sanitasi
 Penanganan gizi buruk/kurang
8 Sanitasi  Konseling sanitasi
 Program PHBS
 Prmberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan Pemantauan
Jentik Berkala (PJB)
 Pemeriksaan kawasan dan lingkungan
9 Laboratorium  Pemeriksaan Darah (HB, Golongan Darah, Trombosit,
Gula Darah, Kolesterol, Asam Urat)
 Pemeriksaan Urin Lengkap, Sputum BTA
 Skrining IMS
10 Farmasi  Pelayanan Obat Generik
 Informasi Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
 Informasi Pengobatan Tradisional (BATRA)

Jenis Pelayanan Kesehatan Pengembangan UPTD Puskesmas Kecamatan


Pontianak Kota, sebagai berikut:
1.Rawat Jalan Sore Hari
2.Klinik Berhenti Merokok
3.Klinik Laktasi
4.Klinik Kesehata Jiwa

31
5.Kelas Ibu Hamil
6.Senam Klub Jantung Sehat
7.Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
8.Saka Bakti Huasada (SBH)

4.2.2 Situasi Sumber Daya Kesehatan


1. Ketenagaan
Adapaun masalah SDM kesehatan yang dihadapi di UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota dewasa ini antara lain upaya pemenuhan kebutuhan
sumber daya manusia (SDM) kesehatan belum memadai, baik jumlah, jenis
maupun kualitas tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Sumber daya kesehatan di
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota pada tahun 2018 dapat digambarkan
pada tabel berikut:

Tabel 4.4. Sumber Daya (PNS) UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota 2018
No Jenis Tenaga Jumlah
1 Kepala UPTD Puskesmas 1 orang
2 Kepala Tata Usaha 1 orang
3 Dokter Umum 2 orang
4 Dokte Gigi 1 orang
5 Sarjana Kesehatan Masyarakat 1 orang
6 Apoteker 1 orang
7 Bidan 7 orang
8 Perawat 5 orang
9 Perawat Gigi 4 orang
10 Asisten Apoteker 1 orang
11 Sanitarian 1 orang
12 Analisis 2 orang
13 Pelaksana Gizi 2 orang
14 Radiografer 1 orang
15 Pengelolaan Administrasi Umum 1 orang
Jumlah 33 orang

32
Sumber: Profil Unit Pelaksana Kegiatan UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota, 2018.

Puskesmas juga mempunyai tenaga pekerja harian lepas (PHL) sebanyak 5


orang, yang terdiri dari 2 orang pengelola admistrasi umum, 1 orang loket, 2 orang
tata usaha dan 2 orang cleaning service. Sehingga keseluruhan tenaga yang bekerja
di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota berjumlah 38 orang. Dalam rangka
peningkatan pelayanan kepada masyarakat selanjutnya sumber daya tenaga
tambahan yang dibutuhkan adalah 1 orang pengelola admistrasi umum dan 1 orang
pengelola keuangan.
2. Sarana Pelayanan Kesehatan
Tersedianya sarana dan prasarana kesehatan yang memadai untuk memberikan
pelayanan kesehatan akan menentukan keberhasilan organisasi. Sarana dan
prasarana yang tersedia di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota adalah
sebagai berikut:

Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota
tahun 2018
No Jenis Sarana/ Prasarana Jumlah Kondisi
Baik Rusak Rusak
Ringan Berat
1 Bangunan Puskesmas 1 1
2 Ruang Kantor
a. R. Administrasi/ TU 1 1
b. R. Rapat 1 1
c. R. Ka. Pusk 1 1
3 Ruang Pelayanan
a. R. Pendaftaran & Rekam Medik 1 1
b. R. Tunggu 4 4
c. R. Periksa Umum 1 1
d. R. Tindakan/ UGD 1 1
e. R. KIA 1 1
f. R. KB 1 1
g. R. Imunisasi 1 1

33
h. R. PKPR 1 1
i. R. Kesehatan Gigi dan Mulut 1 1
j. R. ASI Laktasi 1 1
k. R. Promkes 1 1
l. R. Farmasi 1 1
m. R. Laboratorium 1 1
n. WC (Laki-laki dan Perempuan 4 4
Terpisah)
o. Gudang Umum dan gudang obat 2 2
4 Pendukung
a. Parkir Kendaraan Roda 2 dan 4 1 1
b. Garasi Ambulance 1 1

5 Sarana Pendukung Lainnya


a. PUSTU 1
b. Posyandu Balita 14
c. Posyandu Lansia 6
d. Mobil Ambulance 2
e. Motor Dinas 3
f. Bidan Praktek Mandiri 2
g. Tanman Kanak-Kanak 9
h. Paud 3
i. Sekolah Dasar 9
j. SMP 7
k. SMA 2
l. Pondok Pesantren 0
Sumber: Profil Unit Pelaksana Kegiatan UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota, 2018.

4.2.3 Pembiayaan
Sumber dana untuk pembiayaan kesehatan UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota tahun 2018 terdiri dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja

34
Daerah (APBD), Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK).

4.3 Gambaran Pencapaian Program Pemberantasan Sarang Nyamuk


Capian pelaksanaan program PSN di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota yang mencakup kelurahan Darat Sekip, Mariana dan
Tengah hanya mencapai 68% dari target Kota sebesar 90% pada tahun 2018 dengan
Angka Bebas Jentik (ABJ) sebagai indikator. ABJ Kelurahan Darat Sekip sebesar
77,09%, Mariana sebesar 64,85%, dan kelurahan Tengah sebesar 60,53%.
Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mungkin
mempengaruhi antara lain, seperti tingkat pendidikan warga, tingkat penghasilan
serta lingkungan perumahan.

35
BAB V

HASIL PENILAIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Indikator dan Tolak Ukur Keluaran Program


Evaluasi program puskesmas sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi
kinerja suatu program di puskesmas agar target kinerja yang diharapkan dapat
tercapai. Pengukuran kinerja dilakukan dengan cara membandingkan satuan target
kinerja yang telah ditetapkan dari masing-masing indikator kinerja sasaran dengan
realisasi target kinerja yang diperoleh/dicapai melalui pelaksanaan
program/kegiatan serta penggunaan anggaran yang telah ditetapkan dalam
dokumen penetapan kinerja dan dokumen pelaksanaan anggaran. Pengukuran
kinerja dilakukan dengan berorientasi pada hasil (outcome).
Evaluasi program ini dilakukan terhadap UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota yang berlangsung pada tahun 2018. Identifikasi masalah dimulai
dengan melakukan pengkajian terhadap semua indikator kinerja (output) UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota tahun 2018. Kemudian dipilih indikator
program yang tidak mencapai target sasaran.
Tujuan pelaksanaan diskusi kelompok pada tahap ini untuk mencari atau
memilih prioritas masalah dari 63 indikator yang akan kami pertimbangkan dan
akan kami evaluasi pelaksanaannya. Dalam diskusi kelompok, kami menyepakati
dua hal mengenai kriteria besar masalah yang akan kami pilih yakni; 1) indikator
masalah yang dianggap paling krusial untuk ditingkatkan atau dipertahankan
pencapaiannya, 2) indikator masalah yang pencapaiannya menjadi penentu
pencapaian dari banyak indikator lainnya atau yang pencapainnya memberikan efek
domino terhadap program lainnya.
Setiap tahunnya dikeluarkan indikator kinerja utama (outcome) dan
indikator kinerja (output) UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota sebagai
tolak ukur program-program yang ada di puskesmas. Tahun 2018 terdapat 6
indikator kinerja utama yang tidak tercapai berdasarkan target dan 20 indikator
kinerja yang tidak tercapai yang dapat dilihat pada (tabel 5.1 dan tabel 5.2). Berikut
indikator dan tolak ukur program tersebut.

36
Tabel 5.1. Capaian Indikator Kinerja Utama (Outcome)
NO Indikator %Target %Capaian
Persentase Ibu Hamil yang Mendapat
1 98 95
Pelayanan Kesehatan sesuai Standar
Persentase Bayi yang Mendapat Pelayanan
2 95 82
Kesehatan sesuai Standar
Persentase Pelayanan Kesehatan Anak sesuai
2 85 69
Standar
Terkendalinya Angka Kesakitan Penyakit
3 <214 276
Menular (Diare) per 100.000 ribu Penduduk
Persentase Masyarakat yang Mendapatkan
4 Screening Kanker Payudara dan Kanker Leher 7,5 2%
Rahim
Persentase Tempat Fasilitas Umum yang
5 80 27
Memenuhi Syarat Kesehatan
Persentase Tempat Pengolahan Makanan yang
6 35 10
Memenuhi Syarat Kesehatan
Sumber: Profil UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota, 2018.

Tabel 5.2. Capaian Indikator Kinerja (Output)


NO Indikator %Target %Capaian
Cakupan Komplikasi Kebidanan yang
1 99 92
Ditangani
2 Cakupan Kunjungan Neonatus Lengkap 96 94
Presentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronik
3 80 5
(KEK)
Persentase Bayi Baru Lahir yang Mendapat
4 97 94
Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
Persentase Neonatus dengan Komplikasi yang
5 96 92
Ditangani
Persentase Ibu Bersalin yang
6 97 91
MendapatPelayanan Persalinan
Persentase Anak Usia 0-59 Bulan yang
7 Mendapat Pelayanan Kesehatan sesuai 88 87
Standar
Persentase Balita Mempunyai Buku
8 88 85
KIA/KMS
Cakupan Pelayanan Anak Balita sesuai
9 90 87
Standar
Persentase Ibu Hamil yang mendapat Tablet
10 Tambah Darah minimal 90 tablet 97 90
selama kehamilan
Persentase Ibu Hamil Kekurangan Energi
11 Kronis (KEK) yang Mendapat Makanan 80 5
Tambahan

37
Persentase Bayi Baru Lahir yang Mendapat
12 47 16
IMD
Presentase Remaja Putri yang Mendapat
13 25 0
Tablet Tambah Darah
Persentase Orang dengan Gangguan Jiwa
14 Berat yang Mendapat Pelayanan sesuai 100 67
Standar
15 Angka Bebas Jentik 90 68
Anak Usia 0-11 Bulan yang Mendapat
16 92,5 86
Imunisasi Dasar Lengkap
Persentase Penderita Hipertensi yang
17 Mendapat Pelayanan Kesehatan Sesuai 100 17
Standar
Persentase Penyandang Diabetes Melitus
18 (DM) yang Mendapat Pelayanan Kesehatan 100 11
Sesuai Standar
Persentase Warga Negara Usia 15-59 Tahun
19 Mendapatkan Skrining Kesehatan Sesuai 100 50
Standar
Persentase Pemeriksaan Kegiatan Deteksi
20 Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher 7,5 0
Rahim pada Perempuan Usia 30-50 Tahun
Sumber: Profil UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota, 2018.

Melalui proses diskusi, kami pun akhirnya mendapatkan 5 indikator kinerja


yang terpilih dan akan melewati tahap skoring. Indikator kinerja tersebut dapat
dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Indikator dan Tolak Ukur Program yang Terpilih
NO Indikator %Target %Capaian
1 Persentase Pelayanan Kesehatan Anak sesuai 85 69
Standar
2 Angka Bebas Jentik 90 68
3 Anak Usia 0-11 Bulan yang Mendapat 92,5 86
Imunisasi Dasar Lengkap
Persentase Penderita Hipertensi yang
4 Mendapat Pelayanan Kesehatan Sesuai 100 17
Standar
Presentase Penyandang Diabetes Melitus
5 (DM) yang Mendapat Pelayanan Kesehatan 100 11
Sesuai Standar
Sumber: Profil UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota, 2018.

38
5.2 Identifikasi Prioritas Masalah
Banyaknya masalah yang ditemukan dalam program puskesmas dan tidak
memungkinkannya untuk diselesaikan sekaligus atau seluruhnya, maka perlu
dilakukan pemilihan prioritas masalah. Penentuan prioritas masalah kami lakukan
ialah dengan menggunakan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth) dengan
metode teknik scoring 1-5. Penentuan USG dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Penentuan Prioritas Masalah
NO Uraian U S G Total Ranking
1 Angka Bebas Jentik 4 5 5 14 I
2 Anak Usia 0-11 Bulan yang Mendapat 3 4 5 12 II
Imunisasi Dasar Lengkap
3 Persentase Penderita Hipertensi yang 4 4 3 11 III
Mendapat Pelayanan Kesehatan Sesuai
Standar
4 Presentase Penyandang Diabetes Melitus 4 4 3 11 IV
(DM) yang Mendapat Pelayanan
Kesehatan Sesuai Standar
5 Persentase Pelayanan Kesehatan Anak 4 3 3 10 V
sesuai Standar
Sumber: Profil UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota, 2018.

Indikator persentase program angka bebas jentik (ABJ) menjadi indikator


yang dipertimbangkan dalam evaluasi program ini. Berdasarkan metode USG
diberikan nilai 4 pada indikator Urgency (U) dikarenakan hal ini cukup mendesak
untuk ditangani karena kejadian demam berdarah meningkat pada tahun 2018 di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota.
Nilai 5 untuk indikator Seriousness (S) diberikan atas dasar apabila tidak
segera ditangani maka akan menyebabkan timbulnya wabah DBD. Nilai 5 untuk
indikator Growth (G) karena jika permasalahan angka bebas jentik tidak
diselesaikan maka akan berdampak pada masyarakat yang semakin terbiasa dan
acuh dengan perilaku yang dapat menyebabkan berkembangnya jentik menjadi
nyamuk.

39
Berdasarkan metode USG diatas, diperoleh prioritas masalah utama yaitu
pada indikator pelaksanaan Angka Bebas Jentik (ABJ) sehingga kami mengambil
program tersebut untuk menjadi bahan evaluasi.

5.3 Identifikasi Penyebab Masalah


Sesuai dengan pendekatan sistem, pencapaian ABJ merupakan suatu
output/hasil dari kerjasama antar sistem. Sistem tersebut meliputi man, material,
method, money dan environment. Untuk mengidentifikasi penyebab masalah yang
mempengaruhi keberhasilan persentase ABJ maka kami berupaya menemukan dan
menganalisa penyebab masalah berdasarkan aspek tersebut. Identifikasi masalah
dapat kami susun setelah kami mendapatkan data dari hasil wawancara dengan
penanggung jawab program ABJ, kepala puskesmas, petugas puskesmas (dokter
dan perawat), kader, masyarakat, dan observasi langsung ke lapangan. Daftar
masalah yang mempengaruhi keberhasilan program ABJ dapat dilohat pada Tabel
5.5.

Tabel 5.5 Identifikasi Faktor Penyebab Masalah

No Faktor Masalah Tolok Ukur Keterangan


Penyebab

Man
1. Kader PSN Jumlah kader PSN Wawancara dengan Koordinator program
yang terbatas penanggung jawab PSN mengatakan
program PSN di kurangnya jumlah
UPTD Puskesmas kader PSN sehingga
Kecamatan sulit untuk
Pontianak Kota menjangkau setiap
rumah dari seluruh
kelurahan yang
menjadi wilayah kerja
UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak
Kota

Petugas Belum ada Wawancara dengan Diharapkan dengan


Puskesmas monitoring dan dokter puskesmas adanya monitoring dan

40
evaluasi terhadap evaluasi pelatihan ini
pelatihan untuk dapat meningkatkan
mendaur ulang kesadaran masyarakat
sampah untuk mengolah
sampah sehingga tidak
dibuang sembarangan
dan menjadi sarang
nyamuk

2. Masyarakat Kurangnya peran Wawancara dengan Masyarakat yang tidak


serta masyarakat penanggung jawab terlalu peduli dengan
dalam program, manfaat kebersihan
melaksanakan masyarakat lingkungan, dan
program PSN (3M setempat dan hasil manfaat dari Program
plus) observasi PSN (3M plus)

Belum Wawancara dengan Masyarakat kurang


maksimalnya penanggung jawab peduli terhadap
pemantauan jentik program dan keberadaan jentik di
di rumah ataupun di observasi penampungan air
sekolah oleh lingkungan sekitar rumah ataupun
masyarakat dan sekolah.
pihak sekolah

Kurangnya Wawancara dengan Masih banyak


kesadaran, penanggung jawab masyarakat dengan
pengetahuan, dan program tingkat kesadaran yang
pendidikan kurang sehingga
masyarakat tentang masyarakat cendrung
PSN tidak memperhatikan
aspek kesehatan

Kurangnya Wawancara dengan Penaburan bubuk


pemahaman
penanggung jawab Abate yang dilakukan
masyarakat tentang
penggunaan bubuk program, kader, dan oleh masyarakat belum
Abate masyarakat sesuai dengan
petunjuk penggunaan

41
No Faktor Masalah Tolok Ukur Keterangan
Penyebab

Material
1. Alat Belum Wawancara dengan Pengadaan alat
maksimalnya penanggung jawab informasi seperti poster
pengadaan alat program dan belum maksimal karena
hanya terfokus pada
informasi mengenai masyarakat
puskesmas dan tempat
PSN yang dijadikan untuk
posyandu saja,
sedangkan selebaran
tidak pernah didapatkan
oleh masyarakat.

No Faktor Masalah Tolok ukur Keterangan


Penyebab

Method

1. Petugas atau kader Wawancara dengan Kurangnya koordinasi


yang belum dapat penanggung jawab mengenai waktu
menyampaikan atau program, kader, pelaksanaan kegiatan
mengunjungi semua serta hasil observasi
rumah di wilayah
kerja karena rumah
kosong dan pemilik
rumah mempunyai
kepentingan lain

2. Kurangnya kerja Wawancara dengan Kurangnya peran


sama lintas sektor penanggung jawab lintas sektor untuk
program meningkatkan angka
ABJ.

3. Belum Wawancara dengan Belum maksimalnya


maksimalnya penanggung jawab monitoring program
program satu rumah program dan satu rumah satu
satu jumantik masyarakat jumantik oleh petugas
puskesmas dan
kurangnya kerjasama

42
warga dalam program
ini.
4. Pemantauan jentik Wawancara dengan
hanya terbatas pada penanggung jawab Pendataan ABJ masih
tempat program terbatas pada tempat
penampungan air penampungan air yang
yang besar besar. Tidak meliputi
penampungan air yang
kecil seperti pot
bunga, barang bekas,
dll.

No Faktor Masalah Tolak ukur Keterangan


penyebab

1. Money Kurangnya alokasi Wawancara dengan Pendanaan puskesmas


pendanaan kepala puskesmas masih terbagi untuk
puskesmas penanggung jawab program lain sehingga
program tidak maksimal untuk
mendanai program
PSN.

43
No Faktor Masalah Tolak ukur Keterangan
penyebab

1. Environment
Tempat Masih ada beberapa Wawancara dengan Banyak sampah di
tinggal tempat tinggal yang penanggungjawab sekitar rumah yang
padat, kumuh dan program dan menyebabkan
banyaknya masyarakat timbulnya tempat
ditemukan sampah penampungan air yang
di lingkungan dapat menjadi sarang
tempat tinggal nyamuk.
penduduk

2. Masih ada Terdapat tempat Wawancara dengan Masih ditemukan


tempat penampungan air penanggungjawab tempat penampungan
penampungan yang tidak tertutup program dan air yang tidak tertutup
air yang tidak masyarakat sehingga menjadi
tertutup menjadi tempat
perkembangbiakan
nyamuk.

3.

Identifikasi dengan menggunakan tabel seperti yang tercantum di atas dapat


mempermudah penjabaran masalah bagi tiap-tiap bidang dan diharapkan dapat
mempermudah dalam menyimpulkan suatu solusi bagi permasalahan yang ada.
Setelah mengetahui masalah-masalah yang ada, langkah selanjutnya ialah
mengidentifikasi akar permasalahan, dalam hal ini kami menggunakan diagram
fishbone. Diagram Fishbone dapat dilhat pada Gambar 5.1

44
Pemberantasan
Sarang Nyamuk
(PSN)

Jumlah kader yang terbatas

Belum ada monitoring Kurangnya kerja sama lintas sektor


dan evaluasi pelatihan
daur ulang sampah Belum maksimalnya
program satu rumah
Kurangnya kesadaran, satu jumantik
pengetahuan, dan
Petugas atau kader
pendidikan masyarakat
yang belum dapat
tentang PSN
menyampaikan METHOD
Kurangnya atau mengunjungi
pemahaman semua rumah di
tentang Abate wilayah kerja Pemantauan jentik hanya
Belum mksimalnya karena rumah terbatas pada tempat
pemantauan jentik di penampungan air yang
kosong/ pemilik
rumah ataupun besar
MAN disekolah rumah mempunyai
kepentingan lain
Kurangnya peran serta
masyarakat dalam melaksanakan
program PSN (3M plus)

MONEY
Kurangnya alokasi
pendanaan puskesmas
Belum maksimalnya
pengadaan alat informasi
Terdapat tempat penampungan air
mengenai PSN yang tidak tertutup

MATERIAL

ENVIRONMENT

Ada beberapa tempat


tinggal yang padat dan
kumuh sehingga banyaknya
sampah yang menjadi
tempat penampungan air
yang tidak terpantau

Gambar 5.1. Diagram Fishbone

45
5.4 Perencanaan dan Alternatif Penyelesaian Masalah
Beberapa alternatif penyelesaian masalah dapat diajukan untuk
menyelesaikan permasalahan mengenai rendahnya ABJ di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan angka ABJ adalah sebagai berikut:
a. Perekrutan dan Pelatihan Kader Jumantik Secara Rutin (Refreshing
Kader)
I. Tujuan
Perekrutan dan pelatihan kader jumatik secara rutin bertujuan agar para
kader yang direkrut dapat menjalankan tugas secara optimal. Para kader ini
juga diberikan pelatihan sebelum turun melaksanakan tugasnya supaya
dapat melakukan edukasi dan mengajak masyarakat dalam menerapkan
perilaku PSN yang benar.
II. Waktu dan Tempat
Waktu: minimal 6 bulan sekali
Tempat: UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota
III. Pelaksana
Petugas Puskesmas bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Pontianak
IV. Sasaran
Kader yang dipilih dan dilatih merupakan hasil kerja sama dengan lintas
sektor terkait seperti ormas.
V. Capaian
Peserta pelatihan dapat melaksanakan peran sebagai kader yang aktif,
kompeten dan terampil. Kader diharapkan dapat berperan dalam
menerapkan perilaku PSN yang meliputi 3M plus: menutup, menguras, dan
mendaur ulang barang bekas, serta menggunakan obat nyamuk, memelihara
ikan pemangsa jentik, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur
cahaya dan ventilasi dalam rumah, menghindari kebiasaan menggantung
pakaian, dan menaburkan bubuk anti larvasida.
VI. Metode Pelaksanaan
- Merekrut 6 kader untuk Kelurahan Mariana, 4 kader untuk Kelurahan
Tengah, dan 10 kader untuk Kelurahan Darat Sekip.

46
- Permohonan bantuan teknis kepada pihak Dinas Kesehatan Provinsi atau
Dinas Kesehatan Kota untuk menyediakan narasumber yang memiliki
kompetensi sebagai trainer.
- Penyajian materi antara lain mengenai 1) pengetahuan tentang PSN, 2)
peran kader terhadap PSN, 3) komunikasi efektif, dan 4) metode
perencanaan, pemantauan, pencatatan dan pelaporan kegiatan. Materi
disampaikan dengan metode antara lain ceramah, tanya jawab, diskusi,
simulasi, dan penugasan. 5) teknik pemantauan jentik, 6) penggerak
program satu rumah satu jumantik.
VII. Evaluasi Hasil
Dengan pendataan jumlah kader yang terdaftar dan aktif.

b. Penyediaan Media Informasi dan Penyuluhan tentang PSN di Masyarakat


secara Berkala
I. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang PSN secara berkala yang
meliputi 3M Plus (menutup, menguras, dan mendaur ulang barang bekas,
serta menggunakan obat nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur,
memelihara ikan pemakan jentik, menanam tanaman pengusir nyamuk,
mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah, menghindari kebiasaan
menggantung pakaian, dan menaburkan bubuk anti larvasida).
II. Waktu dan Tempat
Waktu : Setiap 1 bulan sekali
Tempat: Tempat-tempat umum, pasar, puskesmas, posyandu, kantor lurah,
kantor kecamatan, serta instansi pemerintahan di kawasan Kecamatan
Pontianak Kota.
III. Pelaksana
Petugas promkes bekerjasama dengan ormas terkait dan kader Jumantik.
IV. Sasaran
Masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota
V. Capaian
- Masyarakat menjadi lebih tahu tentang perilaku PSN

47
- Masyarakat dapat merubah pola kebiasaan yang tidak baik menjadi
baik.
- Masyarakat dapat mengolah sampah menjadi barang yang memiliki
nilai ekonomi.
VI. Metode Pelaksanaan
- Penyuluhan tentang PSN 3M plus
- Penyuluhan tentang pemanfaatan barang bekas menjadi barang yang
bernilai ekonomi.
- Pemutaran video edukasi mengenai pentingnya PSN terutama saat
memasuki musim penghujan.
- Menyediakan banner dan selebaran untuk masyarakat di tempat
umum, pasar, puskesmas, posyandu, kantor lurah, kantor kecamatan,
serta instansi pemerintahan di kawasan Kecamatan Pontianak Kota
VII. Evaluasi Hasil: Pengadaan media informasi

c. Kemitraan Lintas Sektor


I. Tujuan
Kerjasama lintas sektor sangat diperlukan dengan tujuan agar tercapainya
kebersihan lingkungan yang efektif. Diharapkan peran serta lintas sektor
dapat membuat memberi fasilitas yang mendukung peningkatan ABJ.
II. Waktu dan Tempat
Waktu: Rapat Koordinasi Lintas Sektor
Tempat: Wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota`
III. Pelaksana
Seluruh lintas sektor Kecamatan Pontianak Kota
IV. Sasaran
Kepala Camat, Kepala Lurah, Ketua RW dan RT, Pemuka Agama, Tokoh
Masyarakat, Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Kepala Sekolah,
Dinas Kesehatan dan Organisasi masyarakat (Ormas) seperti Pemuda
Pancasila, Mover Generation, MABM, dan ormas lainnya.

48
V. Capaian
Tercapainya lingkungan bersih dan sehat di Kecamatan Pontianak Kota agar
mengurangi perkembangbiakan jentik sehingga terjadi peningkatan nilai
ABJ.
VI. Pelaksanaan
- Menjalin kerjasama antara penanggung jawab program, penanggung
jawab wilayah, lintas sektor (RT, RW, Lurah, Camat) melalui kegiatan
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) atau Lokakarya Mini Bulanan.
- Advokasi dan readvokasi kepada pemangku kepentingan
- Lurah mengeluarkan Surat himbauan ke RT/RW untuk mewajibkan
warganya melakukan kegiatan gotong royong setiap bulan untuk
menjaga kebersihan lingkungan serta mengelola sampah yang berserakan
maupun mengapung di area perumahan
- Monitoring dan evaluasi setiap bulan dalam upaya program pemantauan
sanitasi total berkala.
VII. Hasil Evaluasi
Dilakukan pertemuan lintas sektor setiap 3 bulan sekali dengan
memaparkan hasil capaian masing-masing sektor.

d. Rewards
I. Tujuan
Program Rewards bertujuan untuk kader sebagai penghargaan karena telah
bekerja keras membantu puskesmas dalam menumbuhkan kesadaran dalam
diri masyarakat tentang pentingnya PSN.
II. Waktu dan Tempat
Waktu: Setiap kader berhasil mendata sebanyak 50 rumah dengan perilaku
3M plus yang baik.
Tempat: UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota.
III. Pelaksana
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota

49
IV. Sasaran
Seluruh kader PSN di kelurahan wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota.
V. Capaian
- Kader merasa kinerjanya dihargai
- Kader lebih semangat dalam membantu menggalakkan program PSN
VI. Pelaksanaan
- Adanya penghargaan berupa kemudahan dalam berobat meliputi
(jalur khusus antrian jika berobat ke puskesmas, penambahan
pemberian obat untuk penyakit tidak menular, dan jalur khusus
pengatrian obat di apotek puskesmas) yang dilakukan oleh UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota.
VII. Hasil Evaluasi
Tercapainya rewards sesuai kinerja kader PSN.

5.5 Penentuan Prioritas Penyelesaian Masalah


Penentuan prioritas penyelesaian masalah dilakukan untuk memilih
alternatif penyelesaian masalah yang paling menjanjikan. Pemilihan/penentuan
prioritas cara pemecahan masalah ini dilakukan dengan memakai teknik kriteria
matriks. Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat maka
akan dipilih satu cara pemecahan masalah yang dianggap paling baik dan
memungkinkan.

50
Tabel 5.6 Prioritas Alternatif Penyelesaian Masalah
Alternatif Penyelesaian CARL
No. Total Ranking
Masalah C A R L
Perekrutan dan pelatihan
1. 7 8 8 10 33 I
kader jumantik secara rutin
Penyediaan Media
2. Informasi dan Penyuluhan 9 9 8 6 32 II
tentang PSN secara berkala

3. Kerjasama lintas sektoral 8 7 6 8 30 III

4. Rewards 5 7 5 8 25 IV

Pada evaluasi program kali ini kami memilih perekrutan dan pelatihan kader
sebagai alternatif pemecahan masalah. Hal ini berdasarkan dari kriteria CARL yang
kami gunakan menempati alternatif perekrutan dan pelatihan kader sebagai
peringkat pertama.
Berdasarkan fungsinya perekrutan dan pelatatihan kader dapat
menyelesaikan beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya angka bebas
jentik. Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari alternatif pemecahan
masalah ini adalah sebagai berikut:
1. Kader akan dilatih agar dapat membimbing anggota keluarga agar dapat
menjadi juru pemantau jentik di rumah. Sehingga setiap rumah akan memiliki
satu juru pemantau jentik.
2. Kader juga akan diajarkan bagaimana memeriksa tempat penampungan air dari
yang besar hingga yang kecil. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan semua
wadah yang besar atau yang kecil di lingkungan tempat tingga dapat dideteksi
dan dapat diatasi. Sehingga setiap wadah yang berpotensi menjadi sarang
nyamuk dapat berkurang.
3. Kader diajarkan bagaimana cara mengolah barang bekas menjadi barang yang
bernilai ekonomi selanjutnya, dilakukan monitoring dan evaluasi. Program ini
diharapkan dapat membuat kader bisa mengajarkan kepada masyarakat tentang

51
cara mengolah barang bekas. Dengan diolahnya barang bekas dilingkungan
masyarakat maka sampah dilingkungan masyarakat diharapkan akan
berkurang.
4. Dengan jumlah kader yang memadai di harapkan program di lapangan yang
membutuhkan banyak tenaga seperti pembagian abate, pendataan sarang jentik
di rumah, kegiatan foging dan lain lain dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Berdasarkan manfaat yang begitu besar dari altenatif pemecahan masalah


perekrutan dan pelatihan kader maka kami memilih atrenatif ini untuk
menyelesaikan masalah rendahnya angka ABJ.

52
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi program yang telah dilakukan serta indikator dan
tolak ukur keluaran yang telah dibahas, didapatkan kesimpulan bahwa:
a. Faktor penyebab rendahnya capaian persentase ABJ di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota periode Januari-Desember 2018 yaitu:
1) Jumlah kader yang terbatas.
2) Belum ada monitoring dan evaluasi untuk pelatihan untuk mendaur ulang
sampah.
3) Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang PSN.
4) Ketidaktahuan masyarakat tentang penggunaan Abate.
5) Kurangnya peran serta masyarakat dalam melaksanakan program PSN (3M
plus).
6) Belum maksimal pemantauan jentik di rumah ataupun disekolah.
7) Belum maksimalnya pengadaan alat informasi mengenai PSN.
8) Belum maksimalnya kerja sama lintas sektor.
9) Belum maksimalnya program satu rumah satu jumantik.

10) Pemantauan jentik hanya terbatas pada tempat penampungan air yang
besar.
11) Petugas atau kader yang belum dapat menyampaikan atau mengunjungi
semua rumah diwilayah kerja karena rumah kosong dan pemilik rumah
memiliki kepentingan lain.
12) Kurangnya alokasi pendanaan puskesmas
13) Beberapa tempat tinggal yang padat, kumuh dan banyaknya ditemukan
sampah di lingkungan tempat tinggal penduduk.
14) Kurangnya pendanaan puskesmas.
15) Terdapat tempat penampungan air yang tidak bertutup.
b. Pemecahan masalah program PSN DBD di UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota pada tahun 2018 antara lain:

53
1) Perekrutan dan Pelatihan Kader Jumantik
2) Penyediaan Media Informasi dan Penyuluhan tentang PSN di masyarakat
3) Kemitraan Lintas Sektor
4) Rewards

6.2. Saran
6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Pontianak
Perlunya dana untuk menyediakan media-media informasi serta penyuluhan
untuk mempermudah dalam memberikan pemahaman yang baik tentang
pentingnya menerapkan perilaku PSN di masyarakat.

6.2.2 Bagi UPTD Puskemas Kecamatan Pontianak Kota


a. Optimalisasi peran Kader PSN. Optimalisasi kinerja kader dapat dilakukan
dengan forum antara penanggungjawab program dengan kader terkait
masalah-masalah yang kader hadapi dilapangan.
b. Menambah kader PSN agar dapat menjalankan program secara optimal.
c. Menggiatkan promosi kesehatan mengenai pentingnya menerapkan perilaku
PSN melalui media informasi seperti video promkes, poster, pamflet,
leaflet, standing banner, di tempat-tempat umum dan penyuluhan.
d. Menerapkan pemantauan dan penilaian terhadap tiap-tiap rumah melalui
program juru pemantau jentik (Jumantik).
e. Mempererat serta mengoptimalisasikan peran lintas sektor dalam upaya
peningkatkan persentase angka bebas jentik.
f. Diperlukan pencatatan/salinan data yang berurutan ditiap penggantian
kepengurusan agar data yang telah lalu dapat dijadikan acuan dan evaluasi
untuk indikator data selanjutnya.

6.2.3 Bagi Fakultas Kedokteran UNTAN


Fakultas Kedokteran UNTAN dapat mengikutkan sertakan mahasiswa
sebagai

54
6.2.4 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskemas Kecamatan
Pontianak Kota agar lebih memperhatikan kebersihan di lingkungan tempat tinggal
dan menerapkan perilaku PSN yang meliputi 3M plus. Dan diharapkan kepada
masyarakat agar dapat berkontribusi dan dapat berkerja sama dengan baik kepada
petugas kesehatan dari UPTD Puskemas Kecamatan Pontianak Kota.

55
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO), et al. Definisi Sehat. 2009.


2. WHO, Dengue. Guidelines for Diagnosis, Treatment. Prevention and Control.
New. Geneva: TDR/WHO, 2009.
3. Indonesia, Kementrian Kesehatan Republik. Data dan Informasi Profil
Kesehatan Indonesia 2017. Pusat Data dan Informasi Kementrian Keshatan RI,
2017.
4. UPTD Kecamatan Pontianak Kota, Puskesmas. Profil UPTD Kecamatan
Pontianak Kota Tahun 2018. Pontianak, 2019.
5. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta. 2004.
6. Rahayu, Tri. Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang 2
(Studi di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten Kotawaringin Timur
Propinsi Kalimantan Tengah). Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro, 2012.
7. Nuryanti, Erni. Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk di Masyarakat. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 2013.
8. Sari, Yunita Manda. Evaluasi Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit
DBD (P2DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Makassar. Media
Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2016.
9. UPTD Kecamatan Pontianak Kota, Puskesmas. Profil UPTD Kecamatan
Pontianak Kota Tahun 2016. Pontianak, 2017.
10. UPTD Kecamatan Pontianak Kota, Puskesmas. Profil UPTD Kecamatan
Pontianak Kota Tahun 2017. Pontianak, 2018.
11. Sukowati, Supratman. Masalah vektor demam berdarah dengue (DBD) dan
pengendaliannya di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi, 2010.
12. Ekaputra, Ida Bagus. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Puskesmas III Denpasar Selatan. Public
Health and Preventive Medicine Archive, 2013.

56
13. Pratamawati, Diana Andriyani. Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem
Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Kesmas: National
Public Health Journal, 2012.
14. RI, Depkes. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Depkes RI, 2005.
15. Candra, Aryu. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. ASPIRATOR-Jurnal Penelitian Penyakit Tular
Vektor (Journal of Vector-borne Diseases Studies), 2010.
16. Ginting, Franciscus, et al. Pedoman Diagnostik Dan Tatalaksana Infeksi
Dengue Dan Demam Berdarah Dengue Menurut Pedoman Who 2011.
Pedoman Diagnostik Dan Tatalaksana Infeksi Dengue Dan Demam Berdarah
Dengue Menurut Pedoman Who 2011.
17. Hadinegoro, Sri R.; Soegijanto, Soegeng. Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI. Tatalaksana demam berdarah dengue di Indonesia.
Jakarta: Depkes RI, 2001.
18. Supartha, I. Wayan. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Ddemam Berdarah
Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera:
Culicidae). Penelitian Ilmiah, 2008.
19. Widyana, Sugeng Juwono Mardikusodo. Efektivitas berbagai jarak jangkau
aplikasi ulv-malathion terhadap aedes aegypti di kecamatan sewon, bantul :
The Effectivity of Various Distances at the Application of IILV-Malathion
Against Aedes aegypti at Sewon Distric. Berkala Penelitian Pasca Sarjana (seri
C), 1998, 11.1998.
20. Akbar, Naeema A., et al. Regarding “Dengue - How Best to classify it”.
Clinical infectious diseases, 2012.
21. Tantracheewathorn, Taweewong; Tantracheewathorn, Supapan. Risk Factors
of Dengue Shock Syndrome in Children. Journal-Medical Association of
Thailand, 2007.
22. Departemen Kesehatan, R.I. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007.
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2008.
23. Hasibuan, Malayu. SP 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit.
Bumi Aksara. Jakarta. 2005.

57
24. Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Cetakan Keempat
belas, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.
25. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta. 2003.
26. Halstead, Scott B., et al. Dengue hemorrhagic fever in infants: research
opportunities ignored. Emerging infectious diseases, 2002.
27. Sari, Nur Rochmah. Pengaruh Keterjangkitan DBD Terhadap Kawasan
Pemukiman Kumuh. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2005.
28. Bakri, Hamzah. The Planning of Community Health Center In Indonesia.
European Journal of Research and Reflection in Management Sciences Vol,
2018.
29. Yazdani, Amir-Abbas; Tavakkoli-Moghaddam, Reza. Integration of the fish
bone diagram, brainstorming, and AHP method for problem solving and
decision making a case study. The International Journal of Advanced
Manufacturing Technology, 2012.
30. Sriatmi, Ayun. Pengambilan Keputusan. 2008.

58

You might also like