Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui, menhidentifikasi, menganalisis, serta mengevaluasi penyebab
rendahnya persentase angka bebas jentik (ABJ) di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota pada tahun 2018
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor penyebab rendahnya capaian ABJ melalui evaluasi
program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD di UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota pada tahun 2018.
2. Merumuskan pemecahan masalah program PSN DBD di UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota pada tahun 2018.
2
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mengetahui program Puskesmas, perencanan, pelaksanaan,
masalah yang timbul dalam pelaksanan, capaian dan mengevaluasi program
Puskesmas serta memberikan masukan untuk perbaikan program.
1.4.2 Manfaat Bagi Fakultas
Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi
dan tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan, penelitian dan pengabdian bagi masyarakat, terutama dalam
peningkatan mutu kesehatan di Kota Pontianak.
1.4.3 Manfaat Bagi Puskesmas
Mendapat gambaran kemungkinan penyebab masalah pelaksanaan program
dan alternatif pemecahan masalah program Kesehatan Lingkungan di
Puskesmas UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota.
1.4.4 Manfaat Bagi Dinas Kesehatan
Menjadi masukan dan bahan pertimbangan kepada Dinas Kesehatan Kota
Pontianak dalam mencari solusi untuk menangani permasalahan kesehatan
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan masyarakat
Indonesia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas
2.1.1 Pengertian Puskesmas
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.5
Puskesmas merupakan salah satu unit pelaksana pelayanan kesehatan primer
(Primary Health Care) yang dicanangkan oleh pemerintah dalam upaya
pengembangan pelayanan kesehatan dasar. Pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan di Puskesmas adalah untuk mendukung terwujudnya kecamatan
sehat yaitu dengan mewujudkan kehidupan masyarakat seperti hal berikut memiliki
perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat;
mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, hidup dalam lingkungan sehat;
dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.5
4
3. Kemandirian masyarakat; yaitu Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat
bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
4. Pemerataan; yaitu Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara
adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.
5. Teknologi tepat guna; yaitu Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan
dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
6. Keterpaduan dan kesinambungan yaitu Puskesmas mengintegrasikan dan
mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas
sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen
Puskesmas
5
9) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.
b. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya yang berfungsi
untuk:
1) Pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara korehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
3) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat;
4) Menyelenggarakan pasien, petugas dan pengunjung;
5) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerja sama inter dan antar profesi;
6) Melaksanakan rekam medis;
7) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses pelayanan kesehatan;
8) Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;
9) Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
10) Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
sistem rujukan
c. Puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan.
6
dijalankan, maka akan sulit mengetahui sejauh mana tujuan yang diinginkan
tercapai. Menurut Perhimpunan Ahli Kesehatan Amerika, evaluasi adalah suatu
proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha pencapaian
suatu tujuan yang telah ditetapkan serta mencakup hal–hal sebagai berikut :6
a. Menetapkan atau memformulasikan apa yang akan di evaluasi
b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan
program yang akan dievaluasi
c. Menentukan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan
d. Melaksanakan evaluasi, mengolah, dan menganalisis data hasil evaluasi
e. Menentukan keberhasilan program kerja yang dievaluasi berdasarkan
kriteria yang ditetapkan tersebut, serta memberikan penjelasannya.
f. Menyusun rekomendasi atau saran–saran tindak lanjut terhadap program
berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
Dalam melakukan evaluasi ada dua macam evaluasi yaitu :6
a. Evaluasi formatif , dilakukan ketika program sedang berjalan dan biasanya
digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan program.
b. Evaluasi sumatif, dilakukan setelah semua program selesai dan dilakukan
penilaian.
7
desa/kelurahan. Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan PSN di setiap tingkat
pemerintahan secara berjenjang dilakukan melalui sistem informasi pemantauan
yang dilaksanakan dengan tahapan:6
1. Pengumpulan data dan informasi;
2. Pengolahan dan analisis data dan informasi; dan
3. Pelaporan dan pemberian umpan-balik.
Capaian Indikator Pemantauan dan Evaluasi:6
1. Desa/Kelurahan yang melaksanakan PSN
Indikator bahwa suatu Desa/Kelurahan dikatakan telah melaksanakan PSN
adalah:
a. Minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun dalam
desa/kelurahan tersebut.
b. Ada masyarakat yang bertanggung jawab untuk melanjutkan aksi intervensi
PSN seperti disebutkan pada poin pertama, baik individu (Natural Leader)
ataupun bentuk kelompok masyarakat.
c. Sebagai respon dari aksi intervensi PSN, kelompok masyarakat menyusun
suatu rencana aksi kegiatan dalam rangka mencapai komitmen perubahan
perilaku pilar PSN, yang telah disepakati bersama.
2.3.2 Tujuan
Pemberantasan nyamuk DBD diutamakan memakai cara yang efektif,
efisien dan ramah lingkungan. Hal ini berfungsi menghilangkan tempat
8
berkembangbiaknya nyamuk, agar kasus demam berdarah bisa mengalami
penurunan atau bahkan tidak lagi ditemukan. 7
9
pemakaian insektisida adalah dengan larvasida untuk membasmi jentik-jentik
(abatisasi) dan pengasapan untuk membasmi nyamuk dewasa (fogging).
Pemberantasan jentik dengan bahan kimia biasanya menggunakan temephos.
Formulasi temephos (abate 1%) yang digunakan yaitu granules (sand
granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram temephos (kurang lebih
1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Air yang telah melewati proses
abatisasi dengan temophos dapat diminum setelah 24 jam dan mempunyai efek
residu 3 bulan, khususnya di dalam gentong tanah liat dengan pola pemakaian
air normal. Pengendalian nyamuk dewasa dengan insektisida dilakukan dengan
sistem pengasapan. Hal ini merupakan metode utama yang digunakan untuk
pemberantasan DBD selama 25 tahun di berbagai Negara. Tetapi metode ini
dinilai tidak efektif karena menurut penelitian hanya berpengaruh kecil
terhadap populasi nyamuk dan penularan dengue.7
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota biasa melakukan fogging
dengan menggunakan bahan bakar solar, bensin atau pertalite, kemudian untuk
larutannya sendiri memggunakan cynof dengan dosis yang dipakai sebanyak
300-400 mg berbanding 10 liter solar sudah efektif untuk fogging. Fogging
juga sebaiknya dilakukan dalam jarak 100 meter di sekeliling tempat tinggal
penderita DBD. Hal ini dikarenakan, 100 meter adalah jarak optimal bagi
nyamuk DBD untuk berpindah tempat. Rumah dalam radius 100 meter
berpeluang besar terkena virus DBD. Radius 100 meter adalah ketentuan bila
hanya terdapat satu korban. Jika korban lebih dari 3 makan radius bertambah
lebih dari 100 meter.7
Fogging yang sering dilakukan di wilayah kerjas UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota sendiri dibagi dalam dua siklus. Siklus pertama
merupakan penyemprotan sendiri, kemudian siklus kedua diberi jarak waktu 2
minggu untuk dievaluasi lagi pada fogging siklus pertama apakah masih ada
kasus DBD lagi di daerah tersebut. Apabila masih ada, maka siklus kedua
dilanjutkan dengan fogging kembali.
10
2.3.4 Pelaksanaan PSN di Indonesia
Upaya untuk memantau keberhasilan dari program PSN adalah dengan
menghitung angka ABJ di masyarakat. Saat ini di Indonesia perhitungan angka ABJ
masih tidak mencakupi dari semua kabupaten dan kota di Indonesia. Target
nasional untuk persentase ABJ adalah 95%. Data sejak 2008-2012 ABJ di Indonesia
masih belum mencapai angka target nasional. Adapun gambaran ABJ di Indonesia
sejak tahun 2008-2012 adalah sebagai berikut:8
Grafik 2.1. grafik persentase capaian ABJ tingkat Nasional tahun 2008-2012
11
Salah satu kendala dari pelaksanaan PSN di UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota tahun 2017 adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk
melaksanakan perilaku PSN. Hasil pencapaian indikator kinerja tahun 2018 ini
diperoleh melalui beberapa kegiatan, yaitu melakukan PSN dengan cara
pemantauan jentik berkala dan pemberian bubuk abate di rumah warga yang
dilakukan petugas penanggung jawab program kesehatan lingkungan (sanitarian)
Puskesmas bersama-sama dengan kader PSN, juga dilakukannya penyuluhan
kesehatan di masyarakat.9,10
Pelaksnaan PSN di tahun 2016 didapatkan capaian kinerja sebesar sebesar
62,65% dengan target capaian 75%, sedangakan pada tahun 2017 didaptkan capaian
kinerja sebesar 75,7% dengan target capaian 85% dan pada tahun 2018 didapatkan
capaian kinerja turun menjadi 68% dengan target capaian kinerja 90%. Berdasarkan
indikator penilaian ABJ, maka dapat dikatakan bahwa capaian kinerja pada tiga
terakhir belum mencapai target.9,10 Permasalahan yang dihadapi oleh puskesmas
juga masih sama seperti tahun sebelumnya yaitu kurangnya kesadaran masyarakat
tentang pentingnya menerapkan perilaku PSN.
Wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota terdiri dari tiga
kelurahan yaitu Kelurahan Darat Sekip, Kelurahan Mariana dan Kelurahan Tengah.
Kelurahan Darat Sekip sendiri memiliki 17 RW, Kelurahan Mariana memiliki 10
RW dan Kelurahan Tengah memiliki 9 RW yang mana semuanya diberlakukan
program PSN dari puskesmas. Berdasarkan data laporan bulanan pada tahun 2018,
program PSN dengan indikator ABJ yang dilakukan dari bulan Januari hingga
Desember di kedua kelurahan menunjukkan bahwa indikator ABJ terendah terdapat
di wilayah kelurahan Mariana. Hal ini menjadi salah satu faktor pendukung
penyebab dari angka demam berdarah yang ditemukan di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota yang terbanyak juga terdapat di kelurahan
Mariana.9
12
Angka bebas jentik ini di peroleh dari suatu survey jentik (Larva Survey) yang
biasanya di lakukan oleh pemerintah melalui departemen kesehatannya untuk
menentukan apakah suatu wilayah atau daerah sudah bebas jentik atau belum.
Survey jentik ini dilakukan sebagai salah satu cara pencegahan dini wabah penyakit
Demam Berdarah yang di sebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang berkembang
biak dalam bentuk jentik. Angka bebas jentik di katakan tinggi jika tidak di temukan
jentik di daerah yang di survey dan dikatakan rendah jika banyak di temukan jentik.
Angka bebas jentik (ABJ) menjadi indikator dari kesuksesan program PSN sebagai
pencegahan awal demam berdarah.11
Perhitungan ABJ di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota
dilakukan dengan cara menemukan kontainer-kontainer yang tidak terdapat jentik
dan kontainer-kontainer yang terdapat jentik di masing-masing rumah kemudian
rumus yang digunakan untuk menghitung persentase ABJ yaitu jumlah rumah yang
tidak terdapat jentuk tadi dibagi dengan total jumlah rumah yang diperiksa di
RT/RW bersangkutan kemudian hasilnya dikali dengan seratus persen, lalu barulah
didapatkan hasil persentase jumlah ABJ di masing-masing RT/RW.
13
perilaku dan kesehatan lingkungan. Variabel yang tidak berhubungan adalah
pengetahuan dan sikap responden. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah
perilaku responden.12
Jumlah dan kualitas kader dan juru pemantau jentik (jumantik) sangat
berpengaruh pada pemberantasan sarang nyamuk DBD, yang akan meningkatkan
nilai ABJ. Semakin banyak jumantik maka akan semakin baik, namun selain
jumlah, perlu diperhatikan juga kualitas dari kader jumantik. Kualitas tersebut dapat
dinilai dari pengetahuan, sikap dan perilaku serta latar belakang pendidikan yang
juga berpengaruh terhadap pengetahuan.13
14
2.5.2 Penyebab Demam Berdarah Dengue
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang
merupakan virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang
diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut
adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul
saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue
mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.14
Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama
justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat
terinfeksi untuk ke dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis
virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat
menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk. Virus
dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu
nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes
aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit
ini.Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang
telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk
selama 8 - 10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue
tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk betina juga dapat menyebarkan
virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus
dengue, serta dapat pula berperan sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila
digigit oleh vektor nyamuk. Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah
meningkat pada seseorang yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat
infeksi pertama. Selain itu, risiko demam berdarah juga lebih tinggi pada wanita,
seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun, atau seseorang yang berasal dari ras
Kaukasia.15
15
turun (demam bifosik). Kadang – kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C dan
dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam
berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien seakan
sembuh hati – hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada
hari ketiga dari demam. Gejala klinik dapat bervariasi berdasarkan tingkat
keparahan penyakit yaitu demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD)
dan sindrom syok dengue (SSD).15
16
masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di
kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu,
penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.16
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD
tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi,
perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan
distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.15,16
17
Vektor utama untuk arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di
alam bebas, terbang siang hari (jam 08.00-10.00 dan 14.00-16.00), jarak terbang
100 m – 1 km, dan ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi.15,17
Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada
permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat
bertelur rata-rata 100 butir. Setelah kira-kira dua hari telur menetas menjadi larva
lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak empat kali, tumbuh menjadi pupa
dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa
memerlukan waktu kira-kira 9 hari. Faktor biotik seperti predator, kompetitor dan
makanan yang berinteraksi dalam kontainer sebagai habitat akuatiknya pradewasa
juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya menjadi imago. Keberhasilan itu
juga ditentukan oleh kandungan air kontainer seperti bahan organik, komunitas
mikroba, dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga berpengaruh terhadap
siklus hidup Aedes aegypti. Berbeda dengan Aedes albopictus, nyamuk Aedes
aegypti lebih menyukai perindukan dalam rumah daripada di luar rumah. Aedes
albopictus kebanyakan hidup dan bertelur di kebun atau hutan terlindung. Aktifitas
nyamuk Aedes aegypti menurut Soedarto, pada temperatur dibawah 17°C Aedes
aegypti tidak aktif menghisap darah. Kelembaban optimum bagi kehidupan Aedes
aegypti adalah 80% dan suhu udara optimum antara 28-29°C. Pada suhu yang tinggi
meningkatkan metabolisme tubuh, sehingga masa inkubasi ekstrinsik menjadi lebih
pendek.15,17
Diperkirakan pada musim hujan frekuensi gigitan akan meningkat, karena
kelembaban yang tinggi memungkinkan dapat memperpanjang umur nyamuk.
18
Untuk daerah yang beriklim dingin, Aedes aegypti tidak aktif mengigit. Aedes
aegypti mengigit pada pagi, siang dan sore hari.17
19
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Beberapa faktor yang akan dibahas
disini antara lain:
1. Jenis Kelamin
Secara teori diyakini bahwa perempuan lebih berisiko terhadap
penyakit yang disebabkan virus dengue ini untuk mendapatkan manifestasi
klinik yang lebih berat dibandingkan laki-laki. Hal ini berdasarkan dugaan
bahwa dinding kapiler pada wanita lebih cenderung dapat meningkatkan
permeabilitas kapiler dibanding dengan laki-laki. Penelitian Widyana (1998)
di Bantul pada tahun 1997 menemukan bahwa proporsi penderita perempuan
lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu sebesar 52,6%. Beberapa hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan jenis
kelamin terhadap survival DBD. sebelumnya menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Hasil penelitian yang dilakukan pada bayi (usia <12 bulan) di
Vietnam menyatakan bahwa tidak ada hubungan antar jenis kelamin dengan
beratnya demam berdarah dengue yang diderita. Penelitian ini dilakukan pada
bayi (usia < 12 bulan). Demikian halnya dengan hasil penelitian tentang faktor
risiko SSD pada anak di Bangkok menunjukkan bahwa jenis kelamin secara
statistik tidak bermakna dalam meningkatkan risiko terjadinya SSD. Beberapa
penelitian yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan hal yang sama
bahwa jenis kelamin secara statistik tidak bermakna dalam meningkatkan
risiko terjadinya manifestasi klinis yang lebih berat.19,20,21
2. Umur
Berdasarkan Riskesdas Tahun 2007, penyakit demam berdarah dengue
termasuk 10 penyakit menular terbanyak di Indonesia (menduduki no 8.
proporsi penyakit menular pada semua umur 2.1%). Hasil Riskesdas 2007 juga
menunjukkan bahwa adanya pergeseran tingkat kejadian DBD berdasarkan
umur, dimana dahulu kasus DBD lebih banyak didapatkan pada anak-anak,
namun saat ini lebih banyak ditemukan pada umur dewasa dengan prevalensi
tertinggi adalah pada kelompok umur 25 - 34 tahun yaitu 0,7% dan terendah
pada bayi yaitu 0,2%. Demam berdarah dengue menduduki urutan ke-5 pada
proporsi penyebab kematian pada usia balita (1 - 4 tahun) yaitu 6.8%.
Sedangkan pada umur 5 - 14 tahun, demam berdarah dengue merupakan
20
penyebab kematian terbesar di daerah perkotaan dengan angka proporsi 30.4%,
namun tidak pada daerah pedesaan.22
3. Pendidikan
Pendidikan Menurut Azwar, mengemukakan bahwa pendidikan
sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah
suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk
kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan. Seperti diketahui bahwa
pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar, sekolah
lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas, dan tingkat
akademik/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar
seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap informasi.
Informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau
setiap masalah yang dihadapi. Pendidikan adalah segala usaha untuk membina
kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia jasmani dan
rohani yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luat sekolah
dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.23
Menurut Koentjaraningrat, mengatakan pendidikan adalah kemahiran
menyerap pengetahuan atau meningkatkan sesuai dengan pendidikan
seseorang dan kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap sesorang
terhadap pengetahuan sesoerang yang diserapnya, semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap pengetahuan. Hal ini
bermanfaat dalam pencegahan DBD, karena semakin tinggi tingkat
pengetahuan akan mengetahui pengendalian dari penyebaran DBD.24
4. Pendapatan
Pendapatan adalah tingkat penghasilan penduduk, semakin tinggi
penghasilan semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan
untuk barang, makanan, juga semakin tinggi penghasilan keluarga semakin
baik pula status gizi masyarakat. Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan
anggota keluarga untuk memperoleh yang lebih baik, misalnya di bidang
21
pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula
sebaliknya jika pendapatan lemah akan maka hambatan dalam pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang
peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis
pekerjaan orangtua erat kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan
kerja, dimana bila penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan
dan pencegahan penyakit juga meningkat, dibandingkan dengan penghasilan
rendah akan berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan
dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya
transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan kesehatan.25
5. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan atau pencaharian yang
dijadikan pokok penghidupan seseorang yang dilakukan untuk mendapatkan
hasil. Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus
dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya risiko menurut sifat pekerjaan
juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi
karyawan pada pekerjaan tertentu. Pekerjaan berdampak pada pendapatan
suatu keluarga, jika berpenghasilan rendah, maka pelayanan kesehatan yang
didapat akan kurang memadai dan sebaliknya, jika berpendapatan lebih tinggi
maka akses terhadap kesehatan menjadi lebih mudah dan memadai.25
6. Golongan Darah
Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu karena
adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel
darah merah. Golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut
antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah. Secara umum, golongan
darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia, meskipun di beberapa
negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih dominan.
Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan darah
AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah
jenis yang paling jarang dijumpai di dunia.. Berbagai faktor risiko DBD yang
telah diketahui adalah strain virus, predisposisi genetik dan status gizi lebih.
Virus spesifik yang bereplikasi dengan level tinggi dan virus DEN-2 akan
22
menyebabkan peningkatan respons imun dan beratnya penyakit. Virus dengue
termasuk dalam kelompok B arbovirus dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu
: DEN 1,2,3 dan 4. Serotipe DEN 3 sementara ini merupakan serotipe yang
dominan dan sangat berhubungan dengan kasus berat. Sindrom syok dengue
mempunyai mortalitas sepuluh kali lipat dibanding demam berdarah yang
tanpa syok.26
Berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD/SSD terjadi trombositopenia
dan meningkatnya permeabilitas kapiler, berarti terdapat gangguan integritas
sel endotel. Manifestasi vaskular yang prominen pada infeksi dengue, seperti
ruam eritematus pada demam dengue, ruam hemoragik pada DBD dan kolaps
kardiovaskuler pada SSD menunjukkan tropisme virus dengue pada sistem
vaskular serta mendukung bahwa virus dengue bersifat endoteliotropik.
Walaupun virus dengue tidak ditemukan pada sel endotel penderita DBD/SSD,
tetapi telah terbukti bahwa sel monosit yang telah terinfeksi virus dengue akan
melepaskan faktor – faktor yang dapat mengaktivasi kultur sel endotel. Akibat
aktivasi sel monosit dan dilepaskannya sitokin yang juga mempunyai efek
terhadap trombosit, sehingga diasumsikan bahwa aktivasi sel endotel tidak
terjadi secara langsung, tetapi melalui faktor – faktor yang dikeluarkan akibat
monosit yang terinfeksi oleh virus dengue. Dengan demikian salah satu faktor
yang diteliti adalah golongan darah.26
7. Lingkungan Tempat Tinggal
Faktor- faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia adalah:27
1. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi
virus dengue. Daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah
kejadian DBD, hal ini disebabkan oleh kemampuan jarak terbang nyamuk
betina kurang dari 100 meter sehingga memungkinkan terjadinya
penularan.
2. Kualitas perumahan
Kualitas perumahan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya Kejadian DBD. Hal yang mempengaruhi antara lain : jarak antar
rumah, pencahayaan, bentuk rumah, bahan bangunan akan mempengaruhi
23
penularan. Bila di suatu rumah ada nyamuk penularnya maka akan
menularkan penyakit di orang yang tinggal di rumah tersebut, di rumah
sekitarnya yang berada dalam jarak terbang nyamuk dan orang-orang yang
berkunjung kerumah itu. Faktor lingkungan dalam hal ini dibagi menjadi
tiga bagian yaitu status lingkungan low, mid dan high. Faktor lingkungan
low artinya pemukiman kumuh, mid berarti lingkungan kelas menengah
dan high berarti lingkungan elite. Ketiga klasifikasi kelas lingkungan ini
diduga merupakan faktor kejadian DBD.
24
BAB III
METODOLOGI
3.1 Penetapan Tolak Ukur dari Keluaran Indikator dan Tolak Ukur
Penelitian
Evaluasi dilakukan pada laporan “Program Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota periode Januari – Desember 2018”. Rujukan tolak ukur
penilaian yang digunakan adalah:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementrian
Kesehatan Tahun 2015-2019
3. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak Nomor 8416.1 Tahun
2014 Tentang Penetapan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Pontianak
Tahun 2015-2019
4. Standar pelayanan minimal dan indikator kinerja upaya UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota Tahun 2016-2018
Adapun indikator dan tolak ukur program Jumlah Desa/Kelurahan yang
Melaksanakan PSN UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota tahun 2016-
2018 disajikan dalam tabel berikut:
25
Tabel. 3.1. Tolak Ukur Program Pelaksanaan PSN di UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota
% Capaian
Indikator Target Nasional
Kinerja
Angka Bebas Jentik
62,65% 75%
(ABJ) Tahun 2016
Angka Bebas Jentik
75,70% 85%
(ABJ) Tahun 2017
Angka Bebas Jentik
68% 90%
(ABJ) Tahun 2018
26
masalah dengan metode teknik scoring 1-5 dan dengan mempertimbangkan tiga
komponen dalam metode USG.
1. Urgency
Berkaitan dengan seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan
dengan waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
2. Seriousness
Berkaitan dengan seberapa serius isu perlu yang perlu dibahas, akibat yang
timbul dengan penundaan pemecahan masalah isu, dan akibat yang menimbulkan
masalah-masalah lain jika masalah penyebab isu tidak dipecahkan.
3. Growth
Berkaitan dengan kemungkinan isu tersebut menjadi berkembang dan
masalah penyebab isu akan semakin memburuk jika dibiarkan.28
27
3.7 Perencanaan Penyelesaian Masalah
Perencanaan penyelesaian masalah disusun berupa rancangan program yang
diharapkan dapat menyelesaikan masalah program di masa yang akan datang.
Perencanaan penyelesaian masalah dibuat dengan memperhatikan kemampuan,
situasi, dan kondisi Puskesmas. Perencanaan penyelesaian masalah dibuat secara
rinci meliputi tujuan, sasaran, target, metode, jadwal kegiatan serta rincian dana.
28
BAB IV
PENYAJIAN DATA
29
Sumber: Profil Unit Pelaksana Kegiatan UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Kota, 2018.
30
Konseling UKGS
4 KIA-KB Pemeriksaan kehamilan, nifas dan bayi baru lahir
Konseling dan penanganan program kekerasan terhadap
perempuan (KTP) dan anak (KTA)
Kelas ibu hamil
Deteksi dini kanker payudara dan leher rahim
Layanan Alat Suntik Steril (LASS)
5 Klinik Pelayanan kesehatan peduli remaja
Remaja dan Konseling remaja
Pemeriksaan dan skrining, serta konseling HIV-AIDS
IMS
6 SDITK dan Pemeriksaan kesehatan anak
MTSB Imunisasi dasar bayi 0-12 bulan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Penilaian SIDTK Bayi dan Balita
7 Gizi Deteksi Tumbuh Kembang Anak
Pemantauan status gizi
Kelas gizi
Klinik sanitasi
Penanganan gizi buruk/kurang
8 Sanitasi Konseling sanitasi
Program PHBS
Prmberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan Pemantauan
Jentik Berkala (PJB)
Pemeriksaan kawasan dan lingkungan
9 Laboratorium Pemeriksaan Darah (HB, Golongan Darah, Trombosit,
Gula Darah, Kolesterol, Asam Urat)
Pemeriksaan Urin Lengkap, Sputum BTA
Skrining IMS
10 Farmasi Pelayanan Obat Generik
Informasi Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
Informasi Pengobatan Tradisional (BATRA)
31
5.Kelas Ibu Hamil
6.Senam Klub Jantung Sehat
7.Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
8.Saka Bakti Huasada (SBH)
Tabel 4.4. Sumber Daya (PNS) UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota 2018
No Jenis Tenaga Jumlah
1 Kepala UPTD Puskesmas 1 orang
2 Kepala Tata Usaha 1 orang
3 Dokter Umum 2 orang
4 Dokte Gigi 1 orang
5 Sarjana Kesehatan Masyarakat 1 orang
6 Apoteker 1 orang
7 Bidan 7 orang
8 Perawat 5 orang
9 Perawat Gigi 4 orang
10 Asisten Apoteker 1 orang
11 Sanitarian 1 orang
12 Analisis 2 orang
13 Pelaksana Gizi 2 orang
14 Radiografer 1 orang
15 Pengelolaan Administrasi Umum 1 orang
Jumlah 33 orang
32
Sumber: Profil Unit Pelaksana Kegiatan UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota, 2018.
Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota
tahun 2018
No Jenis Sarana/ Prasarana Jumlah Kondisi
Baik Rusak Rusak
Ringan Berat
1 Bangunan Puskesmas 1 1
2 Ruang Kantor
a. R. Administrasi/ TU 1 1
b. R. Rapat 1 1
c. R. Ka. Pusk 1 1
3 Ruang Pelayanan
a. R. Pendaftaran & Rekam Medik 1 1
b. R. Tunggu 4 4
c. R. Periksa Umum 1 1
d. R. Tindakan/ UGD 1 1
e. R. KIA 1 1
f. R. KB 1 1
g. R. Imunisasi 1 1
33
h. R. PKPR 1 1
i. R. Kesehatan Gigi dan Mulut 1 1
j. R. ASI Laktasi 1 1
k. R. Promkes 1 1
l. R. Farmasi 1 1
m. R. Laboratorium 1 1
n. WC (Laki-laki dan Perempuan 4 4
Terpisah)
o. Gudang Umum dan gudang obat 2 2
4 Pendukung
a. Parkir Kendaraan Roda 2 dan 4 1 1
b. Garasi Ambulance 1 1
4.2.3 Pembiayaan
Sumber dana untuk pembiayaan kesehatan UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota tahun 2018 terdiri dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
34
Daerah (APBD), Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK).
35
BAB V
36
Tabel 5.1. Capaian Indikator Kinerja Utama (Outcome)
NO Indikator %Target %Capaian
Persentase Ibu Hamil yang Mendapat
1 98 95
Pelayanan Kesehatan sesuai Standar
Persentase Bayi yang Mendapat Pelayanan
2 95 82
Kesehatan sesuai Standar
Persentase Pelayanan Kesehatan Anak sesuai
2 85 69
Standar
Terkendalinya Angka Kesakitan Penyakit
3 <214 276
Menular (Diare) per 100.000 ribu Penduduk
Persentase Masyarakat yang Mendapatkan
4 Screening Kanker Payudara dan Kanker Leher 7,5 2%
Rahim
Persentase Tempat Fasilitas Umum yang
5 80 27
Memenuhi Syarat Kesehatan
Persentase Tempat Pengolahan Makanan yang
6 35 10
Memenuhi Syarat Kesehatan
Sumber: Profil UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota, 2018.
37
Persentase Bayi Baru Lahir yang Mendapat
12 47 16
IMD
Presentase Remaja Putri yang Mendapat
13 25 0
Tablet Tambah Darah
Persentase Orang dengan Gangguan Jiwa
14 Berat yang Mendapat Pelayanan sesuai 100 67
Standar
15 Angka Bebas Jentik 90 68
Anak Usia 0-11 Bulan yang Mendapat
16 92,5 86
Imunisasi Dasar Lengkap
Persentase Penderita Hipertensi yang
17 Mendapat Pelayanan Kesehatan Sesuai 100 17
Standar
Persentase Penyandang Diabetes Melitus
18 (DM) yang Mendapat Pelayanan Kesehatan 100 11
Sesuai Standar
Persentase Warga Negara Usia 15-59 Tahun
19 Mendapatkan Skrining Kesehatan Sesuai 100 50
Standar
Persentase Pemeriksaan Kegiatan Deteksi
20 Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher 7,5 0
Rahim pada Perempuan Usia 30-50 Tahun
Sumber: Profil UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota, 2018.
38
5.2 Identifikasi Prioritas Masalah
Banyaknya masalah yang ditemukan dalam program puskesmas dan tidak
memungkinkannya untuk diselesaikan sekaligus atau seluruhnya, maka perlu
dilakukan pemilihan prioritas masalah. Penentuan prioritas masalah kami lakukan
ialah dengan menggunakan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth) dengan
metode teknik scoring 1-5. Penentuan USG dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Penentuan Prioritas Masalah
NO Uraian U S G Total Ranking
1 Angka Bebas Jentik 4 5 5 14 I
2 Anak Usia 0-11 Bulan yang Mendapat 3 4 5 12 II
Imunisasi Dasar Lengkap
3 Persentase Penderita Hipertensi yang 4 4 3 11 III
Mendapat Pelayanan Kesehatan Sesuai
Standar
4 Presentase Penyandang Diabetes Melitus 4 4 3 11 IV
(DM) yang Mendapat Pelayanan
Kesehatan Sesuai Standar
5 Persentase Pelayanan Kesehatan Anak 4 3 3 10 V
sesuai Standar
Sumber: Profil UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota, 2018.
39
Berdasarkan metode USG diatas, diperoleh prioritas masalah utama yaitu
pada indikator pelaksanaan Angka Bebas Jentik (ABJ) sehingga kami mengambil
program tersebut untuk menjadi bahan evaluasi.
Man
1. Kader PSN Jumlah kader PSN Wawancara dengan Koordinator program
yang terbatas penanggung jawab PSN mengatakan
program PSN di kurangnya jumlah
UPTD Puskesmas kader PSN sehingga
Kecamatan sulit untuk
Pontianak Kota menjangkau setiap
rumah dari seluruh
kelurahan yang
menjadi wilayah kerja
UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak
Kota
40
evaluasi terhadap evaluasi pelatihan ini
pelatihan untuk dapat meningkatkan
mendaur ulang kesadaran masyarakat
sampah untuk mengolah
sampah sehingga tidak
dibuang sembarangan
dan menjadi sarang
nyamuk
41
No Faktor Masalah Tolok Ukur Keterangan
Penyebab
Material
1. Alat Belum Wawancara dengan Pengadaan alat
maksimalnya penanggung jawab informasi seperti poster
pengadaan alat program dan belum maksimal karena
hanya terfokus pada
informasi mengenai masyarakat
puskesmas dan tempat
PSN yang dijadikan untuk
posyandu saja,
sedangkan selebaran
tidak pernah didapatkan
oleh masyarakat.
Method
42
warga dalam program
ini.
4. Pemantauan jentik Wawancara dengan
hanya terbatas pada penanggung jawab Pendataan ABJ masih
tempat program terbatas pada tempat
penampungan air penampungan air yang
yang besar besar. Tidak meliputi
penampungan air yang
kecil seperti pot
bunga, barang bekas,
dll.
43
No Faktor Masalah Tolak ukur Keterangan
penyebab
1. Environment
Tempat Masih ada beberapa Wawancara dengan Banyak sampah di
tinggal tempat tinggal yang penanggungjawab sekitar rumah yang
padat, kumuh dan program dan menyebabkan
banyaknya masyarakat timbulnya tempat
ditemukan sampah penampungan air yang
di lingkungan dapat menjadi sarang
tempat tinggal nyamuk.
penduduk
3.
44
Pemberantasan
Sarang Nyamuk
(PSN)
MONEY
Kurangnya alokasi
pendanaan puskesmas
Belum maksimalnya
pengadaan alat informasi
Terdapat tempat penampungan air
mengenai PSN yang tidak tertutup
MATERIAL
ENVIRONMENT
45
5.4 Perencanaan dan Alternatif Penyelesaian Masalah
Beberapa alternatif penyelesaian masalah dapat diajukan untuk
menyelesaikan permasalahan mengenai rendahnya ABJ di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan angka ABJ adalah sebagai berikut:
a. Perekrutan dan Pelatihan Kader Jumantik Secara Rutin (Refreshing
Kader)
I. Tujuan
Perekrutan dan pelatihan kader jumatik secara rutin bertujuan agar para
kader yang direkrut dapat menjalankan tugas secara optimal. Para kader ini
juga diberikan pelatihan sebelum turun melaksanakan tugasnya supaya
dapat melakukan edukasi dan mengajak masyarakat dalam menerapkan
perilaku PSN yang benar.
II. Waktu dan Tempat
Waktu: minimal 6 bulan sekali
Tempat: UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota
III. Pelaksana
Petugas Puskesmas bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Pontianak
IV. Sasaran
Kader yang dipilih dan dilatih merupakan hasil kerja sama dengan lintas
sektor terkait seperti ormas.
V. Capaian
Peserta pelatihan dapat melaksanakan peran sebagai kader yang aktif,
kompeten dan terampil. Kader diharapkan dapat berperan dalam
menerapkan perilaku PSN yang meliputi 3M plus: menutup, menguras, dan
mendaur ulang barang bekas, serta menggunakan obat nyamuk, memelihara
ikan pemangsa jentik, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur
cahaya dan ventilasi dalam rumah, menghindari kebiasaan menggantung
pakaian, dan menaburkan bubuk anti larvasida.
VI. Metode Pelaksanaan
- Merekrut 6 kader untuk Kelurahan Mariana, 4 kader untuk Kelurahan
Tengah, dan 10 kader untuk Kelurahan Darat Sekip.
46
- Permohonan bantuan teknis kepada pihak Dinas Kesehatan Provinsi atau
Dinas Kesehatan Kota untuk menyediakan narasumber yang memiliki
kompetensi sebagai trainer.
- Penyajian materi antara lain mengenai 1) pengetahuan tentang PSN, 2)
peran kader terhadap PSN, 3) komunikasi efektif, dan 4) metode
perencanaan, pemantauan, pencatatan dan pelaporan kegiatan. Materi
disampaikan dengan metode antara lain ceramah, tanya jawab, diskusi,
simulasi, dan penugasan. 5) teknik pemantauan jentik, 6) penggerak
program satu rumah satu jumantik.
VII. Evaluasi Hasil
Dengan pendataan jumlah kader yang terdaftar dan aktif.
47
- Masyarakat dapat merubah pola kebiasaan yang tidak baik menjadi
baik.
- Masyarakat dapat mengolah sampah menjadi barang yang memiliki
nilai ekonomi.
VI. Metode Pelaksanaan
- Penyuluhan tentang PSN 3M plus
- Penyuluhan tentang pemanfaatan barang bekas menjadi barang yang
bernilai ekonomi.
- Pemutaran video edukasi mengenai pentingnya PSN terutama saat
memasuki musim penghujan.
- Menyediakan banner dan selebaran untuk masyarakat di tempat
umum, pasar, puskesmas, posyandu, kantor lurah, kantor kecamatan,
serta instansi pemerintahan di kawasan Kecamatan Pontianak Kota
VII. Evaluasi Hasil: Pengadaan media informasi
48
V. Capaian
Tercapainya lingkungan bersih dan sehat di Kecamatan Pontianak Kota agar
mengurangi perkembangbiakan jentik sehingga terjadi peningkatan nilai
ABJ.
VI. Pelaksanaan
- Menjalin kerjasama antara penanggung jawab program, penanggung
jawab wilayah, lintas sektor (RT, RW, Lurah, Camat) melalui kegiatan
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) atau Lokakarya Mini Bulanan.
- Advokasi dan readvokasi kepada pemangku kepentingan
- Lurah mengeluarkan Surat himbauan ke RT/RW untuk mewajibkan
warganya melakukan kegiatan gotong royong setiap bulan untuk
menjaga kebersihan lingkungan serta mengelola sampah yang berserakan
maupun mengapung di area perumahan
- Monitoring dan evaluasi setiap bulan dalam upaya program pemantauan
sanitasi total berkala.
VII. Hasil Evaluasi
Dilakukan pertemuan lintas sektor setiap 3 bulan sekali dengan
memaparkan hasil capaian masing-masing sektor.
d. Rewards
I. Tujuan
Program Rewards bertujuan untuk kader sebagai penghargaan karena telah
bekerja keras membantu puskesmas dalam menumbuhkan kesadaran dalam
diri masyarakat tentang pentingnya PSN.
II. Waktu dan Tempat
Waktu: Setiap kader berhasil mendata sebanyak 50 rumah dengan perilaku
3M plus yang baik.
Tempat: UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota.
III. Pelaksana
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota
49
IV. Sasaran
Seluruh kader PSN di kelurahan wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota.
V. Capaian
- Kader merasa kinerjanya dihargai
- Kader lebih semangat dalam membantu menggalakkan program PSN
VI. Pelaksanaan
- Adanya penghargaan berupa kemudahan dalam berobat meliputi
(jalur khusus antrian jika berobat ke puskesmas, penambahan
pemberian obat untuk penyakit tidak menular, dan jalur khusus
pengatrian obat di apotek puskesmas) yang dilakukan oleh UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota.
VII. Hasil Evaluasi
Tercapainya rewards sesuai kinerja kader PSN.
50
Tabel 5.6 Prioritas Alternatif Penyelesaian Masalah
Alternatif Penyelesaian CARL
No. Total Ranking
Masalah C A R L
Perekrutan dan pelatihan
1. 7 8 8 10 33 I
kader jumantik secara rutin
Penyediaan Media
2. Informasi dan Penyuluhan 9 9 8 6 32 II
tentang PSN secara berkala
4. Rewards 5 7 5 8 25 IV
Pada evaluasi program kali ini kami memilih perekrutan dan pelatihan kader
sebagai alternatif pemecahan masalah. Hal ini berdasarkan dari kriteria CARL yang
kami gunakan menempati alternatif perekrutan dan pelatihan kader sebagai
peringkat pertama.
Berdasarkan fungsinya perekrutan dan pelatatihan kader dapat
menyelesaikan beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya angka bebas
jentik. Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari alternatif pemecahan
masalah ini adalah sebagai berikut:
1. Kader akan dilatih agar dapat membimbing anggota keluarga agar dapat
menjadi juru pemantau jentik di rumah. Sehingga setiap rumah akan memiliki
satu juru pemantau jentik.
2. Kader juga akan diajarkan bagaimana memeriksa tempat penampungan air dari
yang besar hingga yang kecil. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan semua
wadah yang besar atau yang kecil di lingkungan tempat tingga dapat dideteksi
dan dapat diatasi. Sehingga setiap wadah yang berpotensi menjadi sarang
nyamuk dapat berkurang.
3. Kader diajarkan bagaimana cara mengolah barang bekas menjadi barang yang
bernilai ekonomi selanjutnya, dilakukan monitoring dan evaluasi. Program ini
diharapkan dapat membuat kader bisa mengajarkan kepada masyarakat tentang
51
cara mengolah barang bekas. Dengan diolahnya barang bekas dilingkungan
masyarakat maka sampah dilingkungan masyarakat diharapkan akan
berkurang.
4. Dengan jumlah kader yang memadai di harapkan program di lapangan yang
membutuhkan banyak tenaga seperti pembagian abate, pendataan sarang jentik
di rumah, kegiatan foging dan lain lain dapat berjalan sebagaimana mestinya.
52
BAB VI
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi program yang telah dilakukan serta indikator dan
tolak ukur keluaran yang telah dibahas, didapatkan kesimpulan bahwa:
a. Faktor penyebab rendahnya capaian persentase ABJ di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota periode Januari-Desember 2018 yaitu:
1) Jumlah kader yang terbatas.
2) Belum ada monitoring dan evaluasi untuk pelatihan untuk mendaur ulang
sampah.
3) Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang PSN.
4) Ketidaktahuan masyarakat tentang penggunaan Abate.
5) Kurangnya peran serta masyarakat dalam melaksanakan program PSN (3M
plus).
6) Belum maksimal pemantauan jentik di rumah ataupun disekolah.
7) Belum maksimalnya pengadaan alat informasi mengenai PSN.
8) Belum maksimalnya kerja sama lintas sektor.
9) Belum maksimalnya program satu rumah satu jumantik.
10) Pemantauan jentik hanya terbatas pada tempat penampungan air yang
besar.
11) Petugas atau kader yang belum dapat menyampaikan atau mengunjungi
semua rumah diwilayah kerja karena rumah kosong dan pemilik rumah
memiliki kepentingan lain.
12) Kurangnya alokasi pendanaan puskesmas
13) Beberapa tempat tinggal yang padat, kumuh dan banyaknya ditemukan
sampah di lingkungan tempat tinggal penduduk.
14) Kurangnya pendanaan puskesmas.
15) Terdapat tempat penampungan air yang tidak bertutup.
b. Pemecahan masalah program PSN DBD di UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Kota pada tahun 2018 antara lain:
53
1) Perekrutan dan Pelatihan Kader Jumantik
2) Penyediaan Media Informasi dan Penyuluhan tentang PSN di masyarakat
3) Kemitraan Lintas Sektor
4) Rewards
6.2. Saran
6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Pontianak
Perlunya dana untuk menyediakan media-media informasi serta penyuluhan
untuk mempermudah dalam memberikan pemahaman yang baik tentang
pentingnya menerapkan perilaku PSN di masyarakat.
54
6.2.4 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskemas Kecamatan
Pontianak Kota agar lebih memperhatikan kebersihan di lingkungan tempat tinggal
dan menerapkan perilaku PSN yang meliputi 3M plus. Dan diharapkan kepada
masyarakat agar dapat berkontribusi dan dapat berkerja sama dengan baik kepada
petugas kesehatan dari UPTD Puskemas Kecamatan Pontianak Kota.
55
DAFTAR PUSTAKA
56
13. Pratamawati, Diana Andriyani. Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem
Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Kesmas: National
Public Health Journal, 2012.
14. RI, Depkes. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Depkes RI, 2005.
15. Candra, Aryu. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. ASPIRATOR-Jurnal Penelitian Penyakit Tular
Vektor (Journal of Vector-borne Diseases Studies), 2010.
16. Ginting, Franciscus, et al. Pedoman Diagnostik Dan Tatalaksana Infeksi
Dengue Dan Demam Berdarah Dengue Menurut Pedoman Who 2011.
Pedoman Diagnostik Dan Tatalaksana Infeksi Dengue Dan Demam Berdarah
Dengue Menurut Pedoman Who 2011.
17. Hadinegoro, Sri R.; Soegijanto, Soegeng. Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI. Tatalaksana demam berdarah dengue di Indonesia.
Jakarta: Depkes RI, 2001.
18. Supartha, I. Wayan. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Ddemam Berdarah
Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera:
Culicidae). Penelitian Ilmiah, 2008.
19. Widyana, Sugeng Juwono Mardikusodo. Efektivitas berbagai jarak jangkau
aplikasi ulv-malathion terhadap aedes aegypti di kecamatan sewon, bantul :
The Effectivity of Various Distances at the Application of IILV-Malathion
Against Aedes aegypti at Sewon Distric. Berkala Penelitian Pasca Sarjana (seri
C), 1998, 11.1998.
20. Akbar, Naeema A., et al. Regarding “Dengue - How Best to classify it”.
Clinical infectious diseases, 2012.
21. Tantracheewathorn, Taweewong; Tantracheewathorn, Supapan. Risk Factors
of Dengue Shock Syndrome in Children. Journal-Medical Association of
Thailand, 2007.
22. Departemen Kesehatan, R.I. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007.
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2008.
23. Hasibuan, Malayu. SP 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit.
Bumi Aksara. Jakarta. 2005.
57
24. Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Cetakan Keempat
belas, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.
25. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta. 2003.
26. Halstead, Scott B., et al. Dengue hemorrhagic fever in infants: research
opportunities ignored. Emerging infectious diseases, 2002.
27. Sari, Nur Rochmah. Pengaruh Keterjangkitan DBD Terhadap Kawasan
Pemukiman Kumuh. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2005.
28. Bakri, Hamzah. The Planning of Community Health Center In Indonesia.
European Journal of Research and Reflection in Management Sciences Vol,
2018.
29. Yazdani, Amir-Abbas; Tavakkoli-Moghaddam, Reza. Integration of the fish
bone diagram, brainstorming, and AHP method for problem solving and
decision making a case study. The International Journal of Advanced
Manufacturing Technology, 2012.
30. Sriatmi, Ayun. Pengambilan Keputusan. 2008.
58