Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
A. PENGERTIAN
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin
absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat,protein,lemak
(Billota,2012). Sedangkan menurut Arisman dan soegondo Diabetes mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan
soegondo,2009).
Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada penderita diabetes bagian
kaki. (Misnadiarly, 1997). Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah
kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat
membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. (Askandar, 2000).
B. ETIOLOGI
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik
neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan mempermudah
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang menyebabkan terjadinya
infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri
yang sering ditemukan pada diabetic foot-ulcer. (Sarwono Waspadji,2006).
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki.
Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak
menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Kedua,
sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi
angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah
(terutama kaki). Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah
putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas
200 mg/dl.
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk mengh
asilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglik
emi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukos
a yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam da
rah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). (Arisman,2011)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (
glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan d
isertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osm
otik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan da
lam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner & Suddarth,2002)
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menye
babkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
, akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Da
lam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpa
n) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebi
h lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pe
mecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tub
uh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tand
a-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton d
an bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian. Pem
berian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cara c
epat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet da
n latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting. (Newsroom,2009)
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubunga
n dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan r
eseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resis
tensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demik
ian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. (San
tosa,budi.2007)
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika
sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian diabetes
tipe II yang tidak terkontrol menimbulkan masalah misalnya diabetic foot.(suprajitno,2004)
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Diabetes seringkali
menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini,
terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang
signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap
timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit
maupun jaringan lain, akibatnya perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang
baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat
sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor
risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak
negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap
metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan
pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar
dan kecil yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan
oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang
menjadi luka, parut, lepuh atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya
insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi
dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih
rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih membunuh kuman
berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg/dl. Karena kekurangan suplai
oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena
plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas)
yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan
tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
D. PATHWAY
Kerusakan sel beta Gula dalam darah tidak Kurang
-faktor genetic, infeksi Ketidakseimbangan
bisa masuk dalam sel pengetahuan
virus, imunologi produksi insulin
Pola Hidup dan Gaya Kelainan pengikatan tentang
Obesitas
Hidup Kurang Sehat insulin dengan reseptor manajemen
diabetes.
glukosuria Batas melebihi ambang hiperglikemia Anabolisme protein
ginjal menurun
Gula darah tidak
Dieresis osmotik terkontrol.
Kerusakan pada antibodi
Vikositas darah meningkat Syok hiperglikemi
Poliuri -> Retensi Urine
Kekebalan tubuh menurun Risiko
Aliran darah lambat Koma diabetik Ketidakstabilan
Glukosa dalam
Kehilangan elektrolit darah.
dalam sel
Iskemik jaringan Risiko infeksi Neuropati sensori
perifer
DIABETES
Dehidrasi
MELLITUS
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit
Risiko syok
Usia Diatas 65 Tahun
Kerusakan integritas jaringan
Kehilangan kalori gangrene
Kemampuan Kognitif
Sel kekurangan bahan Protein dan lemak dibakar BB menurun menurun
Merangsang hipotalamus
untuk metabolisme
F. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus
apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan (Poliuri), Rasa haus yang berlebihan
(Polidipsi), Rasa lapar berlebihan (Polifagia) dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996). Penyakit pada penderita diabetes bagian kaki dengan
gejala dan tanda sebagai berikut :
a. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
b. Adanya kalus ditelapak kaki
c. Nyeri saat istirahat.
d. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien, yaitu:
pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu, glycohemoglobin
(HbA1c), Complete blood Count (CBC), urinalisis, dan lain- lain.
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi luka
segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan sentuhan ringan,
kepekaan terhadap suhu.
Menurut Arora (2009: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:
a. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dL
mengindikasikan diabetes.
b. Hemoglobin glikosila
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari
terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan diuji
selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan
tersebut harus < dari 140 mg/dl. Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya yaitu lebih
dari 200 mg/dL. Biasanya tes ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
d. Tes glukosa darah dengan finger stick
Yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang
dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya
untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
e. Gula Darah Puasa (FPB)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya lebih dari 126 mg/dL. Tes ini mengukur
presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin
selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.
f. Tes Urin
Dipastikan mengalami DM jika Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Ketosis
terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap
reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis.
H. PENATALAKSANAAN
a. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa
terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen
dalam penatalaksanaan DM, (Corwin,EJ.2009) yaitu :
b. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
I. KOMPLIKASI
Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal.
Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5
mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa
plasma kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan
(whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar
glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler
diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).
2. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya
produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara
normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan
diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan
menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).
3. Penyakit makrovaskuler seperti Penyakit pembuluh darah
4. Ulkus/gangrene
Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik.
Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan
suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
+ -
Keterangan :
1. Kesalahan 0 -2 : Fungsi Inteletual Utuh
2. Kesalahan 3-4 : Kerusakan Inteletual Ringan
3. Kesalahan 5-7 : Kerusakan Inteletual Sedang
4. Kesalahan 8-10 : Kerusakan Intelektual Berat
D. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan.
E. Evaluasi
Dilakukan menggunakan metode SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Bluechek, Gloria M., dkk. 2016. NIC (Nursing Intervention Classification). Singapura:
Mocomedia
Doctherman, J.M. and Gloria, N.B. 2008. Nursing Interventtions Classification (NIC), Fifth
Edition.USA : Mosby Elsevier
Djokomoeljanto. 1997. Tinjauan Umum tentang Kaki Diabetes. Dalam: Djokomoeljanto dkk,
editor, Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaannya, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang.
Frykberg. (2006). Diabetic Foot Disorders a Clinical Practice Guidelines. The Journal of Foot
and Ankle Surgery .
Herdman, T.H. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi (NANDA) 2012-2014.
Jakarta: EGC
International Working Group on the Diabetic Foot, 2003. Epidemiology of diabetic foot
infections in a populationbased cohort. Paper presented at: International Consensus on
the Diabetic Foot; May 22-24, 2003; Noordwijkerhout, the Netherlands
Manjoer, A., dkk (2007). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta;
Media Aesculpius FKUI
Misnadiarly. (2006). Diabetes Melitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Jakarta : Penerbit Populer
Obor
Moorhead, Sue, dkk. 2016. NOC (Nursing Outcome Classification). Singapura: Mocomedia
NANDA Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta: EG
Riyanto B. 2007. Infeksi pada Kaki Diabetik. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap
Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna
Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro,. p.15-30.
Subekti I. 2006. Neuropati Diabetik Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi keempat. Penerbit
FK UI. Jakarta.
Waspadji, S. (2006). Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya Diagnosis dan
Strategi Pengelolaan. In d. Aru W, Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 4. Jakarta: FKUI.