Infeksi kecacingan merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh parasit cacing yang dapat membahayakan kesehatan, yang salah satunya dapat digambarkan melalui status gizi.1 Penyakit kecacingan yang sering menginfeksi dan memiliki dampak yang sangat merugikan adalah infeksi cacing usus yang yang penularannya dengan perantaraan tanah atau sering disebut “Soil Transmited Helmintes (STH)”. Soil-transmitted Helminths (STH) adalah cacing golongan nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektifnya. Spesies kelompok STH tersebut adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang yaitu: Necator americanus, dan Ancylostoma duodenale.2 STH sendiri masih dianggap tidak penting di masyarakat, karena dianggap tidak membahayakan atau menyebabkan kematian. Namun pada kenyataannya dampak dari infeksi STH dapat menyebabkan penurunan kesehatan bahkan kematian.1 Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH). Infeksi tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di sub-Sahara Afrika, Amerika, Cina, Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia.2 Masyarakat perdesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan kelompok yang mudah terkena infeksi cacing.16 Berdasarkan dari Departermen Kesehatan RI, angka nasional prevalensi kecacingan di Indonesia pada tahun tahun 2012 menunjukkan angka diatas 20% dengan prevalensi tertinggi mencapai 76,67%.3 Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi pada tahun 2012 sebanyak 32,6%.7 Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Jambi pada tahun 2016 banyak terjadi infeksi kecacingan di daerah Olak Kemang.4
1 2
Infeksi cacing usus merupakan infeksi cacing yang paling banyak
menyerang anak – anak. Infeksi cacing usus dapat disebabkan karena masuknya telur infektif kedalam tubuh dari berbagai faktor seperti lingkungan dan makanan. infeksi cacing usus dapat melalui berbagai cara, salah satunya adalah melalui makanan yang telah terkontaminasi. Jenis makanan yang memungkinkan terjadinya penularan diantaranya adalah jenis sayuran misalnya kubis dan salada.1 karena sayuran, Tanah, dan air merupakan media transmisi yang penting. Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran infeksi dan sayuran itu sendiri sering kali dikonsumsi dalam bentuk mentah, karena dilihat dari tekstur dan organoleptik sayuran ini memungkinkan untuk dijadikan lalapan.6 Sayuran kubis dan salada memiliki permukaan daun yang berlekuk-lekuk sehingga memungkinkan telur cacing menetap di dalamnya, dan adanya pengaruh dari tanah yang subur dan kaya bahan organik yang ditunjang dengan kelembapan dan iklim yang sesuai bagi pertumbuhan sayur tersebut.5 Bila dalam proses pengolahan dan pencucian sayuran tidak baik, memungkinkan bagi telur cacing masih melekat pada sayuran dan tertelan saat sayuran dikonsumsi. Ditambah lagi kondisi pasar dengan adanya pembuangan atau limbah yang paling banyak mendapat sorotan adalah limbah pasar sayur, ikan dan daging, terlebih pada pasar sayur. Limbah tersebut hampir bisa dikatakan sangat banyak dan berlebih karena sifat dari sayur adalah meruah, memakan tempat.6 Sayur adalah barang yang mudah busuk atau kadaluarsa, sehingga limbah yang dibuang pun bisa menjadi busuk ditempat jika penanganan lambat. Jika dipikir, walau sekilas dan dalam jumlah sedikit, bau atau aroma sayur yang membusuk lebih ringan, tetapi jika dalam jumlah sayur yang sangat melimpah akan jauh berbeda. Limbah sayur akan berbau tidak sedap jika dalam keadaan seperti itu. Terlebih lagi jika lokasi pasar terletak di tengah pemukiman penduduk atau di pusat kota, maka hal tersebut akan sangat mengganggu. Adanya pedagang yang masih berjualan duduk lesehan dibahu jalan secara tidak langsung berkontak dengan tanah hal ini dapat memungkinkan sayuran terkontaminasi.6 3
Hasil penelitian sebelumnya di Kota Semarang ditemukan kejadian
kontaminasi cacing usus pada sayuran yang cukup tinggi yaitu sebesar (71,67%), baik kubis yang berasal dari bandungan (63,33%), maupun dari Kopeng (80%). Penelitian ini juga dilakukan di Kota Bandar Lampung ditemukan kontaminasi cacing usus (76,1%).1 penelitian mengenai kontaminasi telur cacing pada sayuran di jambi belum pernah di lakukan untuk itu penulis tertarik untuk meniliti “kontaminasi soil transmitted helminths pada sayuran kubis dan selada di pasar tradisional Kota Jambi” dengan cara melihat ada atau tidaknya telur pada sayuran tersebut dan melihat jenis telur pada sayuran tersebut.1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada sayuran kubis dan selada di pasar tradisional Kota Jambi.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui adanya kontaminasi Soil Transmitted Helminths dan spesies telur pada sayuran kubis dan selada di pasar tradisional Kota Jambi
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui ada tidaknya telur cacing pada sayuran kubis dan selada di pasar Angso Duo, Talangbanjar, Simpang Pulai Kota Jambi. 1.3.2.2 Mengetahui spesies telur cacing yang ada pada Soil Transmithed Helminths pada sayuran kubis dan selada di pasar Angso Duo, Talangbanjar, Simpang Pulai Kota Jambi. . 1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Bagi Masyarakat Secara tidak langsung, penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi kepada masyarakat tentang kontaminasi cacing Soil Transmithed 4
Helminths pada sayuran kubis dan salada, cara penularan dan
pencegahannya.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya mengenai Soil Transmithed Helminths
1.4.3 Bagi Instansi Terkait
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data pendukung atau bahan perencanaan dalam pencegahan kasus kecacingan, khususnya infeksi dari Soil Transmitted Helminths.