You are on page 1of 15

LAPORAN PRAKTIKUM METODE FISIKOKIMA

“ANALISIS GUGUS FUNGSI SENYAWA KOMPLEKS DENGAN FTIR


(Fourier Transform Infrared Spectroscopy)”
Tanggal 8 oktober 2018

Disusun oleh:
INDAH PURNAMASARI 0661 15 246
Kelompok G1

Dosen Pengampu:
1. Sri Wardatun, M.Farm., Apt.
2. Zaldy Rusli, M.Farm.

3. Usep Suhendar, M.Si.

PUSAT STUDI BIOFARMAKA


LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...........................................................................................................2


BAB I .......................................................................................................................3
PENDAHULUAN ...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang .............................................................................................3
1.2 Tujuan Percobaan ........................................................................................3
BAB II .....................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................4
BAB III ....................................................................................................................8
METODOLOGI KERJA ......................................................................................8
3.1 Alat dan Bahan ........................................................................................8
3.1.1 Alat ....................................................................................................8
3.1.2 Bahan.................................................................................................8
3.2 Cara Kerja ...............................................................................................8
BAB IV ....................................................................................................................9
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................................9
4.1 Data Pengamatan ....................................................................................9
4.1.1 Data hasil spectrum IR ........................................................................9
4.1.2 Data Hasil Analisis Gugus Fungsi ....................................................10
4.2 Pembahasan ...........................................................................................11
BAB V....................................................................................................................12
KESIMPULAN .....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................13
LAMPIRAN ..........................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atom-atom didalam suatu molekul itu tidak diam melainkan bervibrasi (bergetar). Ikatan kimia
yang menghubungkan dua atom dapat dimisalkan sebagai dua bola yang dihubungkan oleh suatu pegas.
Bila radiasi inframerah dilewatkan melalui suatu cuplikan maka molekul-molekulnya dapat menyerap
(mengabsorpsi) energi dan terjadilah transisi di antara tingkat vibrasi dasar dan tingkat tereksitasi .Contoh
suatu ikatan C-H yang bervibrasi 90 triloin kalidalam satu detik harus menyerap radiasi inframerah pada
frekuensi tersebut untuk pindahketingkat vibrasi tereksitasi pertama. Pengabsorpsian energi pada frekuensi
dapat dideteksi olehspektrofotometer infra merah yang memplot jumlah radiasi infra merah yang akan
memberikaninformasi enting tentang tentang gugus fungsional suatu molekul.
Fourier Tansform Infrared Spectroscopy (FTIR) adalah sebuah teknik yang digunakan untuk
mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi, foto konduktivitas atau Raman Scattering dari
sampel padat, cair dan gas. FTIR digunakan untuk mengamati interaksi molekul dengan menggunakan
radiasi elektromagnetik yang berada pada panjang gelombang 0,75-1000µm atau pada bilangan
gelombang 13.000-10 cm-1. FTIR dapat digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik.
Selain itu, FTIR juga dapat digunakanuntuk analisa kualitatif meliputi analisa gugus fungsi (adanya ‘peak’
dari gugus fungsi spesifik)beserta polanya dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan absorbsi senyawa
pada panjanggelombang tertentu.Dalam menganalisis suatu zat dapat digunakan beberapa metode. Namun,
untuk mengetahuimetde yang cocok untuk analisis suatu zat perlu keahlian untuk memahami prinsip
kerja,keunggunlan serta kekurangan suatu metode tersebut. Untuk itu, sebagai seorang farmasi,
dalammenganalisis suatu obat maka sangat penting baginya untuk memahami metode yaitu salahsatunya
adalah menggunakan instrumen FTIR. Untuk itu praktikum kali ini diharapkan praktikanmampu
memahami cara menganalisis suatu sampel dengan menggunakan instrumen FTIR.

1.2 Tujuan Percobaan

1. Mengetahui prinsip kerja FT-IR


2. Memahami cara menganalisis suatu sampel obat menggunakan instrument FT-
IR
3. Mengetahui gugus fungsi dari 1,4 – dimetil amino benzaldehid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR)


Radiasi inframerah (Infrared, IR) tidak memiliki cukup energi untuk
menyebabkan transisi elektronik. Bila radiasi IR dilewatkan melalui suatu cuplikan, maka
molekul akan menyerap energi sehingga terjadi vibrasi (Hendayana dkk., 1994). Panjang
gelombang serapan oleh suatu ikatan bergantung pada jenis getaran ikatan antar atom. Oleh
karena itu, tipe ikatan yang berlainan akan menyerap radiasi IR pada panjang gelombang
yang berbeda (Fessenden dan Fessenden, 1986).
Molekul-molekul hanya akan menyerap sinar inframerah pada frekuensi tertentu
jika di dalam molekul ada transisi tenaga sebesar ΔΕ=hυ. Transisi yang terjadi di dalam
molekul berkaitan dengan perubahan-perubahan vibrasi di dalam molekul. Sebagai contoh,
pita kuat di daerah 1700 cm-1 mempunyai frekuensi yang sama dengan ikatan C=O yang
mengalami vibrasi ulur. Ikatan-ikatan yang berbeda (C-C, C=C, C≡C, C-O, C=O, O-H, N-
H dsb.) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan kita dapat mendeteksi adanya
ikatan-ikatan tersebut dalam molekul organik dengan mengidentifikasi frekuensi-frekuensi
karakteristiknya sebagai pita serapan dalam spektrum inframerah (Sastrohamidjojo, 2007).
Kedudukan pita serapan dapat dinyatakan dalam satuan frekuensi υ (det-1 atau Hz), atau
panjang gelombang λ (mikrometer μm) atau bilangan gelombang (cm-1). Sebagian besar
kimiawan menggunakan bilangan gelombang (cm-1), dan sedikit menggunakan panjang
gelombang (μm) (Sastrohamidjojo, 2007). Penggunaan spektroskopi inframerah pada
bidang kimia organik menggunakan daerah dari 650 – 4000 cm-1. Daerah inframerah dibagi
menjadi tiga sub daerah, yaitu inframerah dekat
(14000-4000 cm-1), inframerah sedang (4000-400 cm-1), dan inframerah jauh (400 - 40 cm-
1
) (Griffiths dan Chalmers, 1999). Umumnya analisis senyawa dilakukan pada daerah IR
sedang (Tanaka dkk., 2008). Masing-masing daerah tersebut lebih jauh dan lebih dekat
dengan spektrum tampak. Inframerah jauh, mengandung sedikit serapan yang bermanfaat
bagi kimiawan organik.
Terdapat dua macam vibrasi, yaitu vibrasi ulur dan tekuk. Vibrasi ulur merupakan
suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom akan
bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan
antara ikatan-ikatan pada sebuah molekul (Silverstein dan Bassler, 1998). Vibrasi dua atom
yang dihubungkan secara ikatan kimia dapat disamakan dengan vibrasi dua bola yang
dihubungkan dengan pegas. Dengan menggunakan analogi ini, kita dapat menerangkan
sejumlah gambar dari spektra inframerah. Sebagai contoh untuk merentangkan pegas kita
membutuhkan tenaga yang lebih besar daripada untuk menekuknya, dan serapan
rentangan/ulur dari suatu ikatan muncul pada frekuensi yang lebih tinggi dalam spektrum
inframerah daripada serapan tekuk dari ikatan yang sama (Sastrohamidjojo, 2007).
Bagian pokok spektrofotometer inframerah adalah sumber cahaya inframerah,
monokromator dan detektor. Cahaya dari sumber dilewatkan melalui sampel, dipecah
menjadi frekuensi-frekuensi individunya dalam monokromator, dan intensitas relatif dari
frekuensi individu diukur oleh detektor (Sastrohamidjojo, 2007).
Spektra inframerah mempunyai karakteristik yang unik untuk setiap molekul, maka dalam
spektrum IR diperoleh pita-pita serapan yang karakteristik juga. Bentuk pita ini dikenal
sebagai “finger print” dari suatu molekul. Daerah yang mengandung sejumlah besar vibrasi
tertentu yang tak pernah ditelaah yang berkisar di frekuensi 1400 - 900 cm-1 sering disebut
daerah finger print (Sastrohamidjojo, 2007).
Spektroskopi FTIR dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun
kuantitatif.
a) Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dengan spektroskopi FTIR secara umum digunakan untuk
identifikasi gugus-gugus fungsional yang terdapat dalam suatu senyawa yang dianalisis.
b) Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dengan spektroskopi FTIR secara umum digunakan untuk
menentukan konsentrasi analit dalam sampel. Dalam penentuan analisis kuantitatif dengan
Inframerah digunakan hukum Lambert Beer’s. Hukum Lambert
Beer’s dinyatakan sebagai berikut:
A= ε b c
Yang mana A merupakan absorbansi, ε untuk absorptivitas, b untuk tebal tempat
sampel dan c untuk konsentrasi sampel. Jika c dinyatakan dalam mol/liter atau Molar (M)
maka ε dinyatakan sebagai absortivitas molar. Bila absorbansi A dihubungkan terhadap
konsentrasi c untuk sampel yang tebalnya b dalam cm, maka akan dihasilkan suatu garis
lurus (linier) dengan lereng AB dalam daerah yang mana hukum Lambert Beer’s berlaku
(Pescok dkk., 1976; Skoog & West, 1971). Oleh karena itu, hanya spektra berbentuk
absorbansi yang dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
Aplikasi spektofotometer FTIR untuk analisis inframerah kuantitatif secara
konvensional telah dilakukan sejak tahun 1966 oleh Hans venning. Peneliti ini melakukan
kuantifikasi meta- dan para-xilena secara kuantitatif dengan spektroskopi inframerah
menggunakan orto-xilena sebagai standar internal dan sikloheksana sebagai pelarut. Stuart
(2004) juga menganalisis aspirin yang dilarutkan dalan kloroform. Spektroskopi inframerah
dalam analisis kuantitatif mempunyai keterbatasan yang tidak dapat diabaikan yaitu tidak
adanya hubungan antara hukum Lambert Beer’s dengan kompleksitas spektrum sehingga
tumpang-tindihnya puncakpuncak tidak dapat diukur (Pescok dkk., 1976).
Saat ini, analisis kuantitatif dengan metode spektroskopi FTIR yang
dikombinasikan dengan kemometrika metode kalibrasi multivariat sudah banyak
dikembangkan karena penggunaannya yang lebih efisien dan cepat. Dua variasi
instrumental dari spektrameter inframerah adalah metode dispersif dan metode Fourier
Transform. Berbeda dari spektrometer dispersif, spektrofotometer FTIR tidak mengukur
panjang gelombang satu demi satu, melainkan dapat mengukur intensitas pada berbagai
panjang gelombang secara serempak (Skoog dan West, 1971). Pada spektrofotomete FTIR
digunakan suatu interferometer sebagai pengganti monokromator. Interferometer ini akan
memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang
berupa interferogram (Bassler, 1996). Interferogram merupakan plot dari intensitas versus
waktu. Plot ini diganti dengan plot intensitas versus bilangan gelombang. Suau operasi
matematika yang disebut Fourier Transform dapat digunakan untuk memisahkan suatu
frekuensi absorbsi dari interferogram sehingga membentuk pita yang dapat diartikan seperti
pita hasil spektrofotometer IR.
Sistem optik spektrofotometer FTIR yang dilengkapi dengan cermin yang
bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Radiasi inframerah akan menimbulkan
perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak dan jarak menuju cermin
yang diam. Perbedaan jarak tempuh radiasi disebut sebagai retardasi (δ). Hubungan antara
intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai
interferogram, sedangkan sistem optik dari spektrofotometer IR yang didasarkan atas
bekerjanya interferometer disebut sebagai sistem optik Fourier Transform InfraRed
Gambar 5. Komponen spektrofotometer FTIR secara skematik (Gambar diadopsi dari Pavia dkk.,
2009).
Salah satu teknik penanganan sampel yang umum dilakukan pada
spektroskopi FTIR adalah dengan teknik Attenuated Total Reflection (ATR). Teknik ATR
hanya membutuhkan sedikit preparasi sampel atau bahkan tidak ada preparasi sama sekali.
ATR menggunakan aksesoris dalam kompartemen sampel
spektrofotometer FTIR. Cermin pada aksesoris membawa sinar IR pada suatu fokus di
permukaan kristal. Jika kristal mempunyai indeks bias yang sesuai dan sinar mempunyai
sudut datang yang sesuai, maka akan terjadi pemantulan internal total.
Energi IR akan memantul pada permukaan kristal (Stuart, 2004).
BAB III
METODOLOGI KERJA

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat Press, Alat Vakum, Instrumen FT-IR, Mortar Agate, Perangkat Kompuer,
Pompa Hidrolik, Sampel Holder, Spatel,
3.1.2 Bahan

4-dimetil amino benzaldehid, KBr

3.2 Cara Kerja


a. Disiapkan sampel yang akan diuji yaitu 4-dimetil amino benzaldehid
b. Ditimbang KBr sebanyak 100-200 mg yang akan digunakan sebagai media
sampel di pallet
c. Mengambil 1 - 2 mg 4-dimetil amino benzaldehid dan menghaluskannya
bersama KBr dengan mortar kecil hingga halus dan homogen.
d. Membuat pellet dari campuran bahan tersebut menggunakan alat press dan di pre-
vakum selama 2-3 menit.
e. Mengepress pellet dengan pompa hidrolik dan mengatur tekanannya menjadi 80
KN selama 8 menit.
f. Menghentikan proses vakum dan pengepresan lalu mengambil sampel pellet
dengan cara mendorongnya dengan pompa hidrolik hingga terdengar punya
“klek” yang berarti sampel sudah lepas.
g. Meletakkan pellet yang sudah jadi pada sampel holder dan menempatkannya pada
lintasan sinar alat FTIR.
h. Melakukan pengukuran dengan alat FTIR dan mengamati grafik yang terbentuk
i. Menyimpan data yang dihasilkan dan melakukan pembahasan terhadap puncak-
puncak yang terbentuk.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


4.1.1 Data hasil spectrum IR
a. Sampel 1

b. Sampel 2
4.1.2 Data Hasil Analisis Gugus Fungsi
a. Sampel 1

Daerah Bilangan
Gugus fungsi Bentuk Intensitas Pita
Gelombang
2903.25 C - H Alifatis alkana Tajam Sedang
2361.18 O – H Karboksilat Tajam Sedang
1658.40 C – C Aromatis Melebar Tinggi
1596.50 Cincin aromatis C = C Melebar Tinggi
1371.34 Metil Tajam Tinggi
1309.75 Nitro (NO2) Tajam Tinggi
1230.74 Metilena Tajam Tinggi
1162.82 C – O ester Tajam Tinggi
1065.15 C–O Tajam Tinggi
995.78 C – H alkena Tajam Sedang
935.27 Butil Tersier Tajam Sedang
809.02 C – H Aromatis Tajam Tinggi
723.35 Butyl Tersier Tajam Tinggi
591.78 C – Br Tajam Tinggi

b. Sampel 2
Daerah Bilangan
Bentuk Intensitas Pita Gugus fungsi
Gelombang
3316.46 Tajam Lemah C – H Alkuna
2904.07 Melebar Sedang C – H Alkana
2534.98 Melebar Sedang O – H Karboksilat
2476.86 Melebar Sedang O – H Karboksilat
2331.18 Melebar Sedang O – H Karboksilat
2257.23 Tajam Sedang C ≡ C Alkuna
2168.34 Tajam Sedang C ≡ C Alkuna
1658.21 Melebar Kuat O – H Karboksilat
1594.12 Melebar Kuat O – H Karboksilat
1371.17 Tajam Kuat Metil
1310.20 Tajam Kuat Nitro (NO2)
1230.98 Melebar Kuat O – H Karboksilat
1162.23 Melebar Kuat O – H Karboksilat
1066.43 Tajam Kuat C–O
997.02 Tajam Sedang C – H alkena
936.40 Tajam Sedang Butil Tersier
809.45 Tajam Kuat C – H Aromatis
723.13 Tajam Kuat Butyl Tersier

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, melakukan analisis sampel para-dimetilaminobenzaldehid
pada spektrofotometer FTIR. Praktikum kali ini bertujuan mengenal alat spektrofotometer
FTIR, memahami prinsip kerja spektrofotometer FTIR, serta menganalisis sampel para-
dimetilaminobenzaldehid menggunakan spektrofotometer FTIR. Pembuatan spektrum IR
dilakukan dengan cara sampel dibuat dalam bentuk pellet dengan penambahan bahan pengisi
berupa Kalium Bromida (KBr). Penambahan bahan pengisi tersebut bertujuan mengencerkan
sampel agar konsentrsinya tidak terlalu pekat. Konsentrasi yang pekat akan menghasilkan
spektrum yang tidak proporsional (Skoog 2004). KBr digunakan sebagai bahan pengisi karena
energi ikatannya tidak masuk dalam kisaran daerah inframerah, yaitu tidak terdapat gugus fungsi
yang dapat mengganggu proses analisis, misalnya gugus fungsi C-C, C-H, C-O, dan lain-
lain. sehingga tidak akan muncul puncak pada spektrum yang dihasilkan. Pembuatan pellet
tersebut harus dalam keadaan vakum dan cepat karena KBr sifatnya higroskopis, yaitu mampu
menyerap air dari udara, sehingga pada spektrum bisa terdapat puncak gugus OH bila dalam
pembuatan pellet tersebut tidak cepat dan keadaannya tidak vakum (Misra 2008). Pada proses
pembuatan pellet juga dilakukan pengepresan dengan pompa hidrolik sampai tekanan 80
atm. Tekanan 80 atm dipilih karena sudah ada pengujian sebelumnya, dimana ketika
ditekanan 60 atm pellet yang dihasilkan rapuh sedangkan pada tekanan 100 atm pellet yg
dihasilnya pinggirnya pecah. Oleh karena itu dipilih tekanan 80atm karena pellet yang
dihasilkan tidak rapuh dan tidak retak/pecah.
Berdasarkan hasil data pengamatan diatas terdapat dua spectra yang hampir mirip,
yang membedakan hanya intensitasnya, pada sampel dua intensitasnya lebih rendah
karena bentuk pellet yang dihasilkan lebih tebal dibandingkan pellet sampel 1 sehingga
serapan sinar infrared lebih banyak yang terserap oleh sampel 2. Selain itu pada sampel
1 terlihat lebih banyak puncak yang terbentuk, dugaan karena pellet terkontaminasi oleh
udara sehingga terdapat gugus fungsi yang terdeteksi oleh FTIR.
BAB V
KESIMPULAN
1. Prinsip kerja dari alat FTIR yaitu interaksi antara materi yang berupa molekul
senyawa kompleks dengan energy yang berupa sinar infrared akan
mengakibatkan molekul- molekul bervibrasi dimana besarnya energi vibrasi tiap
komponen molekul berbeda-beda sehingga akan dihasilkan frekuensi yang
berbeda.
2. Sampel yang digunakan adalah para-dimetilaminobenzaldehid, dan media KBr.
3. Hasil spektra sampel 1 dan 2 terdeteksi adanya gugus fungsi alkana, aldehid, dan
amina.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
2. Sumar Hendayana, dkk. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Edisi Kesatu. Semarang : IKIP
Semarang Press.
3. Hardjono Sastrohamidjojo. (2007). Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.
4. Skoog Douglas, A. 2004. Fundamentals of analitycal chemistry Eight edition. Canada :
brook/cole.
5. Bassler. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta : Erlangga.
6. Pescok, R. L., Shield, L. D., Cairns, T., dan McWilliam, I. G. (1976). Modern Methods
Of Chemical Analysis. Second Edition. New York : John Wiley & Sons.
LAMPIRAN

Instrumen FT-IR

Proses pembuatan pellet


Hasil pellet yang telah dibuat

Menaruh sampel holder pada instrument FT-IR

You might also like