You are on page 1of 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan/atau nyeri sendiyang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Terjadi perembesan plasma pada DBD
yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/ syok.11
2.1.1. Etiologi11
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue, Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe
dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encephalitis dan West Nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan
mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survei
epidemilogi pada hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus
dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus
Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.
2.1.2. Patofisiologi11
Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD
adalah:

4
5

a) Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan


dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen
dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus
dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit
atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enhancement (ADE);
b) Limfosit T baik 1-helper (CD4) dan T- sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imun selular terhadap virus dengue. Diferensiasi T
helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d) Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun meyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary
heterologous infection yang menyatakan bahwa DBD terjadi bila
seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-
infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkunn pendapat Halstead
dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue
menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks
virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag.
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi
T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon
gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF
(platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks
6

virus- antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran


plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme
supresi sumsum tulang, atau destruksi dan pemendekan masa hidup
trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari)
menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah
keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis
termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada
saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini
menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme
kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit
terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus
dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-
tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel
yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian
menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah
dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah
dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway).
Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak
melalui aktivasi kontak (kalikrein Cl-inhibitor complex).

2.1.3. Epidemiologi
Demam berdarah telah menjadi salah satu penyakit penyebaran
tercepat dengan setengah dari populasi dunia berada dalam risiko dan
jutaan infeksi dan mengambil ribuan nyawa setiap tahun. Demam
berdarah menjadi endemik pada sepuluh dari sebelas negara di WHO
Wilayah Asia Tenggara, dengan pengecualian Republik Demokratik
Korea. Pada tahun 2015, total 428 287 kasus dengue dilaporkan dari
7

WHO Wilayah Asia Tenggara. Jumlah ini meningkat lebih dari 50%
dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat kematian kasus turun dari
0,47 menjadi 0,36 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang
mencerminkan upaya berkelanjutan dari negara-negara untuk
memperkuat kapasitas untuk mengelola kasus klinis demam
berdarah.12,13
Data profil kesehatan Indonesia tahun 2017 telah menunjukkan
jumlah penduduk Indonesia sebanyak 261.890.872 jiwa. Dari jumlah
tersebut tercatat sebanyak 59.047 jiwa mengalami kasus demam
berdarah pada tahun 2017, dan dari jumlah kasus demam berdarah
tersebut tercatat 444 jiwa meninggal dunia.13
Penyakit akibat infeksi virus dengue tersebar di seluruh wilayah
Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan
wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Tabel
2.1 menunjukkan jumlah kasus dan angka kematian di Indonesia dari
tahun 2008 sampai 2012.

Tabel 2.1. Jumlah Kasus dan Angka Kematian DBD di Indonesia Tahun 2008-
201215
Tahun Jumlah Kasus Angka Kematian (%)
2008 137.469 0.86
2009 154.855 0.89
2010 156.086 0.87
2011 65.725 0.80
2012 90.245 0.88

Infeksi virus dengue ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk


Stegomiya aegipty dan Stegomiya albopictus. Transmisi virus bergantung
dari faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik antara lain faktor virus, vektor
nyamuk, dan pejamu manusia. Faktor abiotik adalah suhu lingkungan,
kelembaban dan curah hujan.14
8

2.1.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat luas, dapat bersifat
asimptomatis, demam tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus
lain (sindrom virus/viral syndrome, undifferentiated fever), demam
dengue (dengue fever/DF), demam berdarah dengue (dengue
hemorragic fever/DHF) dan expanded dengue syndrome/organopati
dengan manifestasi klinis yang tidak lazim.16

Gambar 2.1. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue14

Bayi, anak dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk


pertama kali (infeksi primer) umumnya menunjukkan manifestasi
klinis berupa demam sederhana yang tidak khas yang sulit dibedakan
dengan demam akibat infeksi virus lain. Ruam makulopapular dapat
menyertai demam atau pada saat penyembuhan. Gejala gangguan
nafas dan pencernaan sering ditemukan.3Sindrom virus akan sembuh
sendiri (self limited) namun dikhawatirkan apabila di kemudian hari
terkena infeksi yang kedua dengan serotipe virus yang berbeda,
manifestasi klinis yang diderita lebih berat berupa demam dengue,
demam berdarah dengue atau expanded dengue syndrome.14
Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja dan
dewasa, berupa demam akut (acute febrile illness/AFI), terkadang
demam bifasik dengan masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari
(rentang 3-14 hari) timbul gejala berupa demam, mialgia, sakit
9

punggung, atralgia, muntah, fotofobia, nyeri retroorbital pada saat


mata digerakkan atau ditekan dan gejala lain yang tidak spesifik
seperti rasa lemah (malaise), anoreksia, dan gangguan rasa kecap.14
Gejala lain yang dapat ditemukan berupa gangguan perncernaan (diare
atau konstipasi), nyeri perut, sakit tenggorok dan depresi.14 Demam
umumnya timbul mendadak, tinggi (39 ºC – 40 ºC), terus menerus
(pola demam kurva kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2-
7 hari. Pada hari ketiga sakit umumnya suhu tubuh turun, namun
masih diatas normal, kemudian suhu naik tinggi kembali, pola ini
disebut sebagai pola demam bifasik.
Ruam pada hari demam pertama dan kedua dapat ditemukan
erupsi kemerahan pada wajah, leher dan dada. Pada hari demam ke-3
atau ke-4 ditemukan ruam makulopapular atau rubeliformis, ruam ini
segera berkurang sehingga seringkali luput dari perhatian. Pada masa
akhir periode demam timbul ruam atau segera setelah suhu mulai
turun ruam mulai memudar dan sejumlah petekie dapat timbul di
dorsum pedis, di betis, di tangan dan lengan. Pada masa konvalesens
dapat timbul ruam konvalesens yaitu petekie yang menyatu diselingi
bercak –bercak putih (white island in the sea of red) dapat disertai rasa
gatal.3 Manifestasi perdarahan umumnya sangat ringan berupa uji
tourniquet yang positif (≥10 petekie dalam area 2,8 x 2,8 cm). Pada
beberapa kasus demam dengue manifestasi perdarahan berat seperti
perdarahan saluran gastrointestinal, hipermenorea dan epistaksis masif
dapat terjadi, namun jarang ditemukan. Demam dengue dengan
manifestasi perdarahan harus dibedakan dengan demam berdarah
dengue.14,16
Demam berdarah dengue lebih sering pada anak berusia
kurang dari 15 tahun pada area hiperendemik, berhubungan dengan
infeksi berulang virus dengue.3 Manifestasi klinis DBD dimulai
dengan demam tinggi, mendadak, kontinyu, kadang bifasik,
berlangsung antara 2-7 hari.14 Demam disertai gejala lain yang
ditemukan pada demam dengue, namun yang membedakan adalah
10

pada DBD terjadi kebocoran plasma (plasma leakage) yang dimulai


sekitar transisi dari fase febril ke fase afebril yang secara klinis
berbentuk efusi pleura, apabila kebocoran plasma lebih berat
ditemukan asites. Peningkatan hematokrit 10% - 15% diatas baseline
merupakan eviden awal dari kebocoran plasma.3 Manifestasi klinis
DBD terdiri dari 3 fase yaitu fase demam, kritis serta konvalesens
(Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Perjalanan penyakit infeksi dengue17


1. Fase Demam
Demam umumnya timbul mendadak, tinggi (39 ºC – 40 ºC). Fase
demam akut biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai muka
kemerahan (facial flushing), eritema pada kulit, mialgia, artralgia
dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin mengalami nyeri
tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anoreksia,
mual dan muntah sering ditemukan.17
11

Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan


membran mukosa (gusi dan hidung) dapat ditemukan. Perdarahan
saluran gastrointestinal dan perdarahan masif pervaginam (pada
wanita usia melahirkan) dapat terjadi pada fase ini namun jarang
ditemukan. Hepar seringkali membesar dan terdapat nyeri tekan
setelah beberapa hari demam. Abnormalitas awal dari hitung sel
darah adalah menurunnya total hitung sel darah putih, yang
menandakan kemungkinan besar daripada infeksi dengue.17
2. Fase Kritis
Fase kritis terjadi saat demam mulai turun, ketika suhu tubuh turun
ke 37,5 ºC – 38 ºC atau lebih rendah dan tetap pada rentang ini,
biasanya pada hari sakit ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler
paralel dengan peningkatan hematokrit dapat terjadi. Periode
kebocoran plasma yang signifikan biasanya berlangsung dalam 24-
48 jam.17
Progresif leukopeni diikuti dengan penurunan drastis hitung platelet
biasanya mendahului kebocoran plasma. Pada titik ini pasien tanpa
peningkatan daripada permeabilitas kapiler dapat mulai membaik,
sedangkan yang dengan peningkatan permeabilitas kapiler akan
memburuk dengan hilangnya volume plasma. Derajat kebocoran
plasma bervariasi, efusi pleura dan ascites dapat ditemukan
tergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume dari terapi
cairan. Rontgen thorax dan USG abdomen dapat menjadi
pemeriksaan penunjang diagnosis. Derajat peningkatan hematokrit
diatas baseline sering menjadi penanda keparahan dari kebocoran
plasma.17
Syok terjadi ketika kritikal volume dari plasma darah hilang melalui
kebocoran plasma. Suhu tubuh dapat subnormal ketika syok terjadi.
Dengan prolonged syok, konsekuensi dari hipoperfusi
mengakibatkan gangguan organ progresif, asidosis metabolik dan
koagulasi intravaskular diseminata. Perdarahan hebat yang terjadi
menyebabkan penurunan hematokrit dan jumlah leukosit yang
12

semula leukopenia dapat meningkat sebagai respon stres pada pasien


dengan perdarahan hebat. Beberapa pasien masuk ke fase kritis
perembesan plasma kemudian mengalami syok sebelum demam
turun, pada pasien tersebut peningkatan hematokrit dan
trombositopenia yang terjadi sangat cepat.14,17
3. Fase Penyembuhan (fase konvalesens)
Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-
48 jam, terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam
ruang intravaskular yang berlangsung secara bertahap pada 48-72
jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu makan membaik, gejala
gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil dan diuresis
meningkat. Pada beberapa pasien dapat ditemukan ruam
konvalesens, beberapa kasus lain dapat disertai pruritus umum.
Bradikardi dan perubahan elektrokardiografi pada umumnya terjadi
pada tahap ini.17
Hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek
dilusi cairan yang direabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat
setelah penurunan suhu tubuh tetapi pemulihan trombosit umumnya
lebih lambat. Gangguan pernapasan akibat efusi pleura masif dan
ascites, edema paru atau gagal jantung kongestif akan akan terjadi
selama terutama pada fase penyembuhan jika terapi cairan intravena
diberikan secara berlebihan.17
Sindrom syok dengue (SSD) / dengue syok syndrome (DSS)
merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada DBD, yang
diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai
perembesan plasma. Syok dengue umumnya terjadi pada fase kritis,
dan seringkali didahului oleh tanda bahaya (warning sign). Pasien
yang tidak mendapat cairan intravena yang adekuar akan segera
mengalami syok.14
Expanded dengue syndrome (EDS) merupakan manifestasi klinis
yang tidak lazim/jarang ditemukan namun dilaporkan dari berbagai
negara termasuk Indonesia. Manifestasi klinis tersebut berupa
13

keterlibatan organ seperti hati, ginjal, otak maupun jantung yang


berhubungan dengan infeksi dengue dengan atau tidak ditemukannya
tanda kebocoran plasma. Manifestasi klinis yang jarang ini terutama
disebabkan oleh kondisi syok yang berkepanjangan dan berlanjut
menjadi gagal organ atau pasien dengan komorbidita atau co-infeksi.
Maka dapat disimpulkan bahwa EDS dapat berupa penyulit infeksi
dengue dan manifestasi klinis yang tidak lazim. Penyulit infeksi dapat
berupa kelebihan cairan (fluid overload) dan gangguan elektrolit,
sedangkan manifestasi klinis yang tidak lazim dapat berupa enselopati
dengue atau ensefalitis, perdarahan hebat (massive bleeding), infeksi
ganda (dual infection), kelainan ginjal dan miokarditis.14,16
2.1.5 Faktor Resiko
Transmisi dari virus dengue tergantung pada faktor biotik
dan abiotik. Faktor biotik termasuk virus dengue itu sendiri, vektor
dan host (pejamu). Faktor abiotik termasuk temperatur, kelembaban
dan curah hujan.16
1. Virus
Virus dengue termasuk anggota genus Flavivirus dan famili
Flaviviridae. Virus ini mengandung rantai tunggal RNA
sebagai genom. Genom daripada dengue virus terdiri atas
11.644 nukleotida dan terdapat tiga protein struktural yaitu
nukleokaprid atau core protein (C), protein membran (M) dan
protein envelope (E) dan tujuh protein non-struktural (NS)
protein. Diantara protein non-struktural, envelope
glycoprotein, NS1 merupakan penanda diagnostik yang
penting.1,3 Virus dengue membentuk kompleksitas yang
berbeda dari genus Flavivirus lainnya berdasarkan antigenik
dan karasteristik biologis. Terdapat 4 serotipe dari virus, yaitu
DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Infeksi dari
salasatu serotipe akan mengakibatkan imunitas seumur hidup
terhadap virus dengan serotipe tersebut. Keempat serotipe
memiliki kandungan antigen yang hampir serupa sehingga
14

dapat menimbulkan perlindungan silang selama beberapa


bulan setelah infeksi dari salahsatu serotipe virus. Infeksi
sekunder dari serotipe yang lain atau infeksi multipel dengan
serotipe yang berbeda dapat menyebabkan manifestasi klinis
yang berat dari demam dengue (sindrom syok dengue).3
Keempat serotipe virus dengue telah berhubungan dengan
epidemi dari demam dengue (dengan atau tanpa demam
berdarah dengue) dengan tingkat keparahan yang berbeda-
beda.16
2. Vektor Dengue
Nyamuk Aedes (Stegomyia) aegypti dan Aedes (Stegomyia)
albopictus merupakan dua vektor penting dari transmisi virus
dengue. Nyamuk Aedes (Stegomyia) aegypti berasal dari
Afrika, awalnya merupakan spesies liar, berkembang biak di
hutan, independen dari manusia. Kemudian spesies beradaptasi
di lingkungan peridomestik dengan berkembang biak di
penampungan air di regio Afrika. Perdagangan budak dan
komersial dengan dunia luar pada abad ke 17-19 membawa
spesies nyamuk ini ke “Dunia Baru” dan Asia Tenggara.
Sekarang, Aedes (Stegomyia) aegypti merupakan spesies
kosmotropikal, berada di antara ketinggian 45ºN dan 35ºS.16
Aedes (Stegomyia) albopictus termasuk ke dalam scutellaris
grup subgenus dari Stegomyia. Spesies ini berasal dari Asia
Tenggara dan kepulauan Pasifik Barat dan Samudera India.
Namun selama beberapa dekade terakhir spesies ini telah
menyebar ke Afrika, Asia Barat, Eropa dan Amerika.3
15

Gambar 2.3 Siklus Nyamuk Aedes aegypti

3. Host (Pejamu)
Dengue virus telah berkembang dari nyamuk, beradaptasi ke
primata kemudian ke manusia dalam proses evolusi. Viremia
pada manusia mencapai titer tertinggi pada hari kedua sebelum
onset demam dan berlangsung selama 5-7 hari setelah onset
demam. Hanya diantara kedua periode ini vektor dapat
menyebabkan infeksi. Penyebaran melalui perpindahan dari
host (manusia) dikarenakan perpindahan vektor yang terbatas.
Kerentanan manusia terhadap infeksi virus dengue tergantung
pada status imun dan predisposisi genetik.16
4. Musim dan Intensitas Transmisi Virus Dengue
Transmisi virus dengue biasanya terjadi pada musim hujan
ketika temperatur dan kelembaban memadai untuk populasi
vektor berkembang biak di habitat sekunder dan juga
16

memperpanjang masa hidup nyamuk. Suhu kamar, selain


mempercepat siklus hidup dari Ae. aegypti dan mengakibatkan
produksi nyamuk ukuran kecil, juga mengurangi periode
ekstrinsik inkubasi dari virus. Nyamuk betina berukuran kecil
memerlukan lebih banyak darah dari pejamu untuk produksi
telur, mengakibatkan lebih banyak individu yang terinfeksi
dan mempercepat epidemi selama musim kering.16
5. Faktor Lain yang Mempengaruhi Peningkatan Pembiakan
Vektor
Urbanisasi, berdasarkan laporan PBB, sekitar 40% dari
populasi di negara berkembang tinggal di daerah perkotaan,
yang mana akan meningkat menjadi 56% pada 2030
dikarenakan migrasi dari pedesaan ke perkotaan. Kegagalan
dari pemerintah kota untuk menyediakan kebutuhan masyrakat
yang memadai untuk mengatasi urbanisasi ini akan
meningkatkan pemukiman kumuh yang menjadi sarang
nyamuk berkembang biak. Hal ini akan meningkatkan
penularan daripada virus Ae. aegypti. Lalu dengan peningkatan
wisata dan perdagangan, terdapat kemungkinan tinggi untuk
penularan virus dengue kepada turis yang bukan berasal dari
daerah endemik.16
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi dari demam dengue dapat berupa perdarahan
yang berhubungan dengan penyakit yang sudah ada sebelumnya
seperti ulkus peptikum. Dapat juga terjadi perdarahan akibat
trombositopenia dan trauma. Komplikasi dari demam berdarah dengue
dapat berupa syok yang mengarah ke asidosis metabolik dan
perdarahan berat kemudian kegagalan organ multipel. Terapi cairan
yang berlebihan pada masa konvalesens dapat mengakibatkan
gangguan respirasi, kongesti paru dan gagal jantung. Syok yang
berkepanjangan dan komorbid yang lain juga dapat mengakibatkan
17

manifestasi klinis yang tidak biasa seperti ensefalopati seperti yang


terdapat pada expanded dengue syndrome (EDS).14,16
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi
dan isolasi virus. Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan
darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis DBD secara definitif
dengan isolasi virus, identifikasi virus dan serologis. Pemeriksaan
darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang
selalu dijumpai pada DBD merupakan indikator terjadinya
perembesan plasma, Selain hemokonsentrasi juga didapatkan
trombositopenia, dan leukopenia.18 Dalam Uji Serologi digunakan
beberapa uji seperti:19,20
i. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test
= HI test)
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling
sering dipakai dan digunakan sebagai baku emas pada
pemeriksaan serologis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam uji HI ini adalah uji ini sensitif tetapi tidak spesifik,
artinya dengan uji serologis ini tidak dapat menunjukan tipe
virus yang menginfeksi. Antibodi HI bertahan didalam tubuh
sampai lama sekali (48 tahun), maka uji ini baik digunakan
pada studi seroepidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan
titer konvalesen empat kali lipat dari titer serum akut atau
konvalesen dianggap sebagai presumtive positif, atau diduga
keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent dengue
infection )
18

ii. Uji Komplemen Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test


)
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik
secara rutin oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet,
prosedurnya juga memerluikan tenaga periksa yang sudah
berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja
( 2 – 3 tahun )
iii. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang
disebut Plaque Reduction Neutralization Test ( PRNT ) yaitu
berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat
antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum hampir bersamaan
dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari antibodi
fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga
rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak
dipakai secara rutin.
iv. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)21
Mac Elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.
Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM
dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji
mac elisa adalah pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus
dengue, akan timbul IgM yang diikuti oleh IgG dan dengan
mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat. Ada kalanya hasil uji terhadap
masih negatif, dalam hal ini perlu diulang. Apabila hari ke 6
IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif. IgM
dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setelah adanya
infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga
dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh
dipakai sebagai satu – satunya uji diagnostik untuk
19

pengelolaan kasus. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas


sedikit dibawah uji HI, dengan kelebihan uji mac elisa hanya
memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama
dengan uji HI.
v. IgG Elisa22
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding
dengan uji HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek
dagang kita uji untuk infeksi dengue IgM / IgG dengue blot,
dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di
pasaran. Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan
melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer
antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).

B. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan dalam pemeriksaan radiologi yaitu
dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura, kardiomegali atau efusi
perikardi, hepatomegaly, cairan dalam rongga peritoneum dan
penebalan dinding vesika felea.23

2.1.8 Penatalaksanaan23

Pasien dengan infeksi dengue dikelompokkan ke dalam 3


kelompok yaitu Grup A, B, dan C. Pasien yang termasuk Grup A
dapat menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien yang termasuk Grup B
atau C harus menjalani perawatan di rumah sakit. Sampai saat ini
belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip terapi
bersifat simptomatis dan suportif.
A. Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning
signs dan mampu mempertahankan asupan oral cairan yang
adekuat dan memproduksi urine minimal sekali dalam 6 jam.
Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap
harus dilakukan. Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat
20

dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien Grup A meliputi


edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan cairan
oral yang cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien beserta
keluarganya harus diberikan KIE tentang warning signs secara
jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah
sakit jika timbul warning signs selama perawatan di rumah.23

B. Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan
pasien dengan kondisi penyerta khusus (co-existing conditions).
Pasien dengan kondisi penyerta khusus seperti kehamilan, bayi,
usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau dengan indikasi sosial
seperti tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal sendiri harus
dirawat di rumah sakit. Jika pasien tidak mampu mentoleransi
asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi cairan
intravena dapat dimulai dengan memberikan larutan NaCl 0,9%
atau Ringer’s Lactate dengan kecepatan tetes maintenance.
Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan (cairan masuk dan
cairan keluar), produksi urine, dan warning signs.
Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah
sebagai berikut:
 Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kurangi kecepatan tetes
menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian kurangi
lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis.
 Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika
hematokrit stabil atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan
terapi cairan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam.
 Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai
HCT, tingkatkan kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam
selama 1-2 jam
21

 Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan


evaluasi kecepatan tetes infuse. Kurangi kecepatan tetes secara
gradual ketika mendekati akhir fase kritis yang diindikasikan
oleh adanya produksi urine dan asupan cairan yang adekuat
dan nilai hematokrit di bawah nilai baseline.
 Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai
pasien melewati fase kritis), produksi urine, hematokrit
(sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan, kemudian setiap
6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal,
hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).

C. Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma
(plasma leakage) berat yang menimbulkan syok dan/atau
akumulasi cairan abnormal dengan distres nafas, perdarahan
berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi menjadi
terapi syok terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok
hipotensif (hypotensive shock).23
Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:

 Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10


ml/kg/jam selama 1 jam. Nilai kembali kondisi pasien, jika
terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes secara gradual
menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5
ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam selama 2-
4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik pasien.
Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.

 Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah


bolus cairan pertama. Jika nilai hematorit meningkat atau
masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan kedua atau larutan
kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik
dengan bolus kedua, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10
22

ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan pengurangan


kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada poin
sebelumnya.
 Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya
perdarahan dan memerlukan transfusi darah (PRC atau whole
blood).
Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam
tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, secara klinis tampak
perbaikan, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi,
jumlah trombosit > 50.000/μl dan tidak dijumpai distres
pernafasan yang dapat disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis.23

2.1.9. Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-
jentik nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara
melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk) Upaya ini
merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat
dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut:23
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi /
WC, drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali.
Gantilah air di vas kembang, tempat minum burung, perangkap
semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali.
2. Tutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan,
drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan
berkembang biak.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas,
seperti kaleng bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain
yang dapat menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat
berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa,
dan lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya.
23

4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah


atau adukan semen.
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar
nyamuk tidak hinggap disitu.
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras,
taburkan bubuk abate ke dalam genangan air tersebut untuk
membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan
sekali. Takaran penggunaan bubuk abate adalah sebagai berikut:
Untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate. Untuk
menakar abate digunakan sendok makan. Satu sendok makan
peres berisi 10 gram abate.13 Bubuk abate dalam air dapat
membunuh jentik Aedes aegypti selama 3 bulan. Selama 3 bulan
bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti
airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat
penampungan air tersebut. Air yang telah dibubuhi abate dengan
takaran yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air
tersebut diminum.

2.2. Sikap24
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam
diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu
objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Sikap
merupakan kecenderungan merespons (secara positif atau negatif) orang,
situasi atau objek tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional
atau afektif (senang, benci, dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu
objek), dan konatif (kecenderungan bertindak).
Sikap tidak dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, yang menjadi predisposisi tindakan suatu perilaku, bukan
24

pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi


terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
objek.
Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu
mencerminkan sikap seseorang. Akan tetapi, sikap dapat menimbulkan
pola-pola cara berpikir tertentu dalam masyarakat dan sebaliknya, pola-pola
cara berpikir ini memengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat, baik
dalam kehidupan schari-hari maupun dalam hal membuat keputusan yang
penting dalam
Dengan sikap secara minimal, masyarakat memiliki pola berpikir
tertentu dan pola berpikir diharapkan dapat berubah dengan diperolehnya
pengalaman, pendidikan, dan pengetahuan melalui interaksi dengan
lingkungannya. Sikap dapat terbentuk dari adanya interaksi sosial yang
dialami individu. Interaksi di sini tidak hanya berupa kontak sosial dan
hubungan antarpribadi sebagai anggota kelompok sosial, tetapi meliputi
juga hubungan dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis
sekitarnya.

2.3 Pengetahuan
Pengetahuan adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan
pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan dan hubungan
dengan lingkungan dan alam sekitarnya.25 Pengetahuan ini meliputi emosi,
tradisi, keterampilan , informasi, akidah dan pikiran-pikiran.26 Pengetahuan
merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang. Pengetahuan juga sangat berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan seseorang.27 pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang akan diukur dari
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan. Hasil dari pengukuran
pengetahuan dapat digunakan dalam sebuah penelitian terkait dengan
kejadian sebuah penyakit.25,28
25

2.3.1 Tingkat Pengetahuan


Ada enam tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif, yaitu:29
1. Mengetahui
Tahu yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat pengetahuan ini
adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari
keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami
Memahami yang diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut dengan benar.
3. Menerapkan
Menerapkan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi yang
sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan lainnya.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis
Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
26

yang baru, dengan kata lain sintesis merupakan kemampuan untuk


menyusun formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-
penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan


Usia, pendidikan, informasi, minat, sikap, dukungan keluarga
berpengaruh terhadap kesehatan agar tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang optimal termasuk tingkat pengetahuan.29
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu:
1. Usia
Usia adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini dalam
satuan tahun. Usia merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan yang
baru.5 Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambahnya usia akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.
Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya
upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan
lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan tidak ada
penurunan pada usia ini.26
2. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan perilaku
melalui pengajaran, sehingga pendidikan itu perlu mempertimbangkan usia
(proses perkembangan) dan hubungannya dengan proses belajar. Tingkat
pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi yang baru.5
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek juga mengandung dua aspek
27

yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya
akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak
aspek positif yang diketahui, akan menumbuhkan sikap positif terhadap
objek tersebut. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang untuk menerima informasi yang lebih baik.29
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang setiap hari dalam
menjalankan kehidupannya. Seseorang bekerja diluar rumah cenderung
memiliki akses yang baik terhadap informasi dibandingkan sehari-hari
berada di rumah.29
4. Informasi
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi,
maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas.29
5. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam
lingkungan tersebut.29
6. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulangi kembali
pengetahuan yang diperoleh memecahkan masalah yang dihadapi di masa
lalu.29

2.3.3 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang yang
bersangkutan mengungkap akan hal-hal yang diketahuinya dalam bentukj
jawaban baik lisan maupun tulisan.5 Pertanyaan (test) yang dapat
dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat
dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu:
28

1. Pertanyaan subjektif
Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian untuk
pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari penilaian, sehingga cara
menilainya akan berbeda-beda.

2. Pertanyaan objektif
Pertanyaan pilihan ganda, menjodohkan, benar atau salah disebut
pertanyaan objektif karena pertanyaan ini dapat dinilai secara pasti oleh
penilainya tanpa melibatkan faktor subjektifitas.
Pengukuran tingkat pengetahuan terdiri dari:29
1. Baik, jika 76-100% pertanyaan dapat dijawab dengan benar.
2. Cukup, jika 56-75% pertanyaan dapat dijawab dengan benar.
3. Kurang, jika <56% pertanyaan dapat dijawab dengan benar.

2.4 Kader Kesehatan3


Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh, dari
masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Kader Kesehatan
Masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan
dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perseorangan
maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat
dengan tempat-tempat pemberian pelayananan kesehatan. Kader ini
minimal memiliki latar belakang yang cukup sehingga memungkinkan
mereka untuk membaca, menulis, dan menghitung secara sederhana.
Kader sebagai sarana puskesmas dalam menjangkau masyarakat tentulah
berperan sangat penting dalam menentukan kesehatan masyarakat di
wilayah kerja puskesmas sehingga diperlukan keterampilan dan
pengetahuan yang baik di bidang kesehatan agar pelayanan yang diberikan
tepat sasaran.
29

2.5 Kerangka Konsep

Pengetahuan
Kejadian DBD

Sikap

Keterangan:

= Variabel Bebas

= Variabel Terikat

Gambar 2.4. Kerangka Konsep


30

2.6 Kerangka Teori

Kader Kesehatan

Pengetahuan Sikap kader


mengenai DBD terhadap PSN

Peran kader
terhadap Kegiatan PSN oleh
pengetahuan dan kader
sikap masyakat

Sikap dan peran


masyarakat dalam Angka Bebas Jentik
melakukan (ABJ)
pencegahan DBD

Kejadian DBD

Gambar 2.5 Kerangka Teori

2.7.Hipotesis
Terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap kader kesehatan dengan
angka kejadian DBD di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota.

You might also like