You are on page 1of 32

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis
ini. Sungguh suatu kesyukuran yang memiliki makna tersendiri, karena walaupun
dalam keadaan terdesak, kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan karya tulis ini, kami mencoba membahas tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Efusi Pleura & Pneumonia”.
Apa yang kami lakukan dalam makalah ini, masih jauh yang diharapkan dan
isinya masih terdapat kesalahan – kesalahan baik dalam penulisan kata maupun dalam
menggunakan ejaan yang benar. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang sifatnya
membangun, kami harapkan sehingga makalah ini menjadi sempurna.

Gorontalo, April 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..1

DAFTAR ISI……………………………………………………………….…...2

A. EFUSI PLEURA
1. Konsep Dasar Medis
a. Definisi………………………………………………………......3
b. Etiologi…………………………………………………………..3
c. Patofisiologi……………………………………………………..4
d. Manifestasi Klinik……………………………………………….6
e. Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………7
f. Prognosis………………………………………………………...8
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian……………………………………………………….9
b. Penyimpangan KDM……………………………………………14
c. Diagnosa Keperawatan………………………………………….15
d. Intervensi (perencanaan)………………………………………..16
B. PNEUMONIA
1. Konsep Dasar Medis
a. Definisi………………………………………………………......19
b. Etiologi…………………………………………………………..19
c. Patofisiologi……………………………………………………..20
d. Manifestasi Klinik……………………………………………….21
e. Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………22
f. Prognosis………………………………………………………...23
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian……………………………………………………….23
b. Penyimpangan KDM…………………………………………….26
c. Diagnosa Keperawatan……………………………………….…27
d. Intervensi (perencanaan)………………………………………...28

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..32

2
A. EFUSI PLEURA
1. Konsep Dasar Medis
a. Pengertian
Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi
oleh cairan (terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura)
(Somantri, 2009). Menurut Smeltzer dan Bare efusi pleura adalah
pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara
permukaan viseral dan parietal, adalah proses penyakit primer yang
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain. Definisi lain dari efusi pleura merupakan suatu kelainan
yang mengganggu system pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis
daris suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejalan atau
komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,2008).
Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura
yang terletak diantara permukaan visceral, perietal, adalah proses
penyakit primer yang yang jarang terjadi tetapi biasanya menurunkan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
b. Etiologi
Secara umum penyebab efusi pleura adalah sebagai berikut :
1) Pleuritis karena bakteri piogenik
2) Pleuritis tuberkulosa
3) Efusi pleura karena kelainan intra abdominal, seperti : sirosis hati,
pankretitis, abses ginjal, abses hati, dll.
4) Efusi pleura karena gangguan sirkulasi, seperti pada decompensasi
kordis, emboli pulmonal dan hipoalbuminemia.
5) Efusi pleura karena neoplasma, seperti : mesolioma, karsinoma
bronkhus, neoplasma metastati, dan limfoma malignum,
6) Efusi pleura karena trauma, yakni trauma tumpul, laserasi, luka
tusuk pada dada, ruptur esophagus

3
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura terbagi lagi
menjadi transudat, eksudat, dan hemoragi.

1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif


(gagal jantung kiri) sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis
hepatis), sindrom vena kava superior, tumor, dan sindrom meias.
2) Eksudat dapat disebabkan oleh infeksi, TB, pnemonia, tumor,
infrak paru, radiasi, dan penyakit kolagen.
3) Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,
infrak paru, dan tuberkolosis

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi


unilateral dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang
spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi bilateral
diteukan pada kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik, asites,
infrak paru, lupus eritematosus sistemis, tumor, dan tuberkolosis.

c. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada
keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam
keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi
melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan
tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial,
kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya efusi karena penyakit pleura hamper mirip plasma
(eskudat), sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan
ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan
pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis

4
sekunder (akibat samping )terhadap peradangan atau adanya
neoplasma.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan
oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan
terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses
ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat
pleura perietalis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura.
Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah
tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit
lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati,
sindrom nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai
keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan , atelektasis paru dan
pneumotoraks .
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang
menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan
terjadi pengeluaran cairan kedalam rongga pleura. Penyebab pleuritis
eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium
tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit(amuba, paragonimiosis,
ekinokokus), jamur, pneumonia atipik(virus, mikoplasma, fever,
legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti leuritis lupus,
pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pancreatitis,
asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika
terjadi payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat

5
memompakan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan
terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya
timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada dalam
pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh
kelenjar limfe dipleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang
abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik
sindrom, malabsorbsi natau keadaan lain dengan asites dan edema
anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan
cairan pleura dan reabsorsi yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan
adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang
mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga
pleura.
Luas efusi yang mengancam volume paru, sebagian akan
bergantung pada kekakuan relative paru dan dinding dada. Pada
volume dalam batas pernafasan normal dinding dada cenderung recoil
keluar sementara paru-paru cenderung untuk recoil kedalam.
(Muttaqin, 2008)
d. Manifestasi Klinik
1) Batuk
2) Dispnea bervariasi
3) Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4) Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5) Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang
mengalami efusi.
6) Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7) Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
8) Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
9) Fremitus fokal dan raba berkurang.

6
10) Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma
bronkogenik, bronkiektasis, abses dan TB paru.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan
akan terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan >
300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
2) CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan
konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi
pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat
kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks
lainnya.
3) Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang
timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum
untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
4) Torakosentesis
Merupakan aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk
diagnosis maupun teurapeutik. Aspirasi dilakukan pada bagian
bawah paru disela iga lX garis askila posterior dengan memakai
jarum abbocath no 14 atau 16. Torakosintesis dilakukan untuk
membuang cairan, untuk mendapatkan spesimen guna keperluan
analisa dan untuk menghilangkan dispnea. Namun, bila penyebab
dasar adalah malignasi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa
hari atau minggu. Torakosintesis berulang mengakibatkan nyeri,
penipisan protein, dan kadang pneumotoraks.
5) Terapi
6) Pleuritis tuberculosis

7
Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosis paru
(Rifampisim, INH, Pirozinamid atau etambutol).
7) Efusi pleura karena neoplasma
Pengobatan dengan kemoterapi dan mengurangi timbulnya
cairan dengan pleurodesis memakai zat-zat tetrasuklin.
8) Efusi karena prankreatitis
Pengobatannya dengan cara memberikan terapi peritoneo
sentesis disamping terapi dengan diuretic terapi terhadap penyakit
asalnya.
9) WSD (Water Sealed Drainage )
Merupakan suatu tindakan yang memungkinkan cairan atau
udara keluar dari rongga pleura dn mencegah aliran balik kerongga
pleura, sisi pemasangan untuk drainage dekat dengan intracosca
kelima atau keenam pada garis midklavikula.
f. Prognosis
Prognosis pasien dengan efusi pleura sangat erat terkait dengan
penyakit yang mendasarinya, namun secara umum makin parahnya
efusi pleura juga telah diketahui berhubungan dengan prognosis yang
buruk. Hal ini ditunjukkan mortalitas efusi pleura bilateral sebesar
26% yang lebih tinggi 4 kali lipat dibandingkan tingkat mortalitas
efusi pleura unilateral sebesar 5.9%.
Pada efusi pleura tidak terkait keganasan, prognosis bervariasi
tergantung penyakit yang mendasarinya. Contoh pada efusi pleura
akibat gagal jantung kongestif, mortalitas 30 hari 22% dan 1 tahun
53% sedangkan pada efusi pleura akibat gagal ginjal, mortalitas 30
hari 14% dan 1 tahun 57%.
Di sisi lain, pasien dengan efusi pleura terkait keganasan umumnya
memiliki prognosis buruk:
1) Mortalitas 30 hari 37%, dan 1 tahun 77%

8
2) Median survival 4 bulan dan mean survival <1 tahun
3) Kematian dalam 12-24 bulan, terlepas dari etiologi spesifik dari
efusi pleura akibat keganasan tersebut
4) Efusi akibat keganasan yang responsif terhadap kemoterapi, seperti
limfoma, kanker payudara, umumnya memiliki survival lebih baik
dibandingkan kanker paru atau mesothelioma
5) Semakin rendah pH cairan pleura, maka semakin parah dan
prognosis semakin buruk

2. Konsep Dasar Keperawatan


a. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
2) Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan
berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat
batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda -tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat
pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.

9
6) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
7) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan
yang dilakukan terhadap dirinya.
8) Pengkajian Pola Fungsi
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
b) Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan.
c) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
d) Pola nutrisi dan metabolisme
e) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien.
f) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.
g) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
9) Pola eliminasi

10
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus digestivus.
10) Pola aktivitas dan latihan
a) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi.
b) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas
minimal.
c) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
d) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
11) Pola tidur dan istirahat
a) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan
istirahat.
b) Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari
lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,
dimana banyak orang yang mondar - mandir, berisik dan lain
sebagainya.
12) Pemeriksaan Fisik
a) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,

11
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan
dan ketegangan pasien.
b) Sistem Respirasi
1) Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang
sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. Pernapasan
cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
2) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi
juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.
3) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga
pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada,
kurang jelas di punggung.
4) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan
dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
13) Sistem Cardiovasculer
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS – 5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1

12
cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan
adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
14) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan-benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5 – 35 kali per menit.
c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
15) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau
somnolen atau comma.Pemeriksaan refleks patologis dan refleks

13
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji
seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
16) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain
itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
17) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan
tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport oksigen.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,

b. Penyimpangan KDM

Infeksi penghambat drainase tekanan osmorik

Limfatik koloid plasma

Peradangan Permukaan

pleura tekanan kapiler trandusi cairan

paru meningkat intravaskuler

permeabilitas vasculer

tekanan hidrostatik edema

14
transudasi cavum pleura

EFUSI PLEURA

Pengumpulan cairan dalam rongga pleura

Ekspansi paru menurun

Sesak nafas

Pola nafas tidak


Nyeri dada
efektif
Nafsu makan
menurun
Gangguan pola
tidur

Defisit nutrsisi

c. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif
2. Defisit nutrisi
3. Gangguan pola tidur

15
d. intervensi
NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
pengkajian 3x24 jam maka Observasi
pola nafas membaik 1. monitor pola nafas
dengan kriteria hasil : (frekuensi, kedalaman,
1. tekanan Ekspirasi usaha nafas)
meningkat 2. monitor bunyi nafas
2. tekanan inspirasi tambahan (gurgling,
meningkat mengi, wheezing, ronkhi
3. dispnea menurun kering)
4. frekuensi nafas Teraupetik
membaik 3. pertahankan kepatenan
5. kedalaman nafas jalan nafas dengan head-
membaik tlit dan chin-lift
4. posisikan semi fowler
atau fowler
5. berikan oksigen bila
perlu
Edukasi
6. ajarkan teknik batuk
efektif
kolaborasi
7. kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
1.

16
NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
pengkajian 3x24 jam Observasi
maka status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
membaik dengan 2. Identifikasi alergi dan
kriteria hasil : inteloransi makanan
1. porsi makan yang 3. Monitor berat badan
dihabiskan meningkat Teraupetik
2. pengetahuan tentang 4. Fasilitasi menentukan
makanan yg sehat pedomandiet
meningkat 5. Berikan makanan tinggi
3. makanan yang aman serat untuk mencegah
meningkat konstipasi
4. minuman yang aman Edukasi
meningkat 6. Anjurkan posisi duduk
5. nyeri abdomen jika mampu
menurun Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan

17
NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Dukungan tidur
pengkajian 3x24 jam Observasi
maka pola tdur 1. Identifikasi pola aktivitas
membaik dengan dan tidur
kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor
1. Keluhan sulit tidur penggangu tidur
meningkat Teraupetik
2. Keluhan sering 3. Modifikasi lingkungan (mis
terjaga meningkat pencahayaan, suhu, matras)
3. Keluhan pola tidur 4. Fasilitasi menghilangkan
berubah meningkat stress sebelum tidur
4. Keluhan istrahat tidak Edukasi
cukup meningkat 5. Jelaskan pentingnya tidur
Selama sakit
6. Anjurkan menepati
kebiasaaan tidur

18
B. PENUMONIA
1. Konsep Dasar Medis
a. Pengertian
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan
dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area
alveoli.
Pneumonia adalah Suatu radang paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing (FKUI).
Pneumonia adalah Radang parenkim paru. Menurut anatomi,
pneumonia dibagi menjadi pneumonia laboris, pneumonia lobularis,
bronkopneumonia & pneumonia interstisialis (Makmuri MS).
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang
terjadi pada masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi.
Pneumonia merupakan suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat terjadi berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang
tidak berfungsi. Hiposekmia dapat terjadi tergantung banyaknya
jumlah alveoli yang rusak.
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agens infeksius. Pneumonia adalah
penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematian di Amerika
Serikat. Dengan pria menduduki peringkat ke-empat pria dan wanita
menempati peringkat ke-lima sebagai akibat hospitalisasi.
Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah
penyebab nonifeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan.

b. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti:
1) Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
staphylococcus aureus, streptococus, aeruginosa, legionella,
hemophillus, influenza, eneterobacter. Bakteri-bakteri tersebut
berada pada kerongkongan manusia sehat, setelah system

19
pertahanan menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri
tersebut segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan.
2) Virus penyebab pneumonia diantaranya yaitu virus influenza,
adenovirus,chicken-pox (cacar air). Meskipun virus-virus ini
menyerang saluran pernafasan bagian atas, tetapi gangguan ini
dapat memicu pneumonia, terutama pada anak-anak.
3) Organism mirip bakteri yaituMicoplasma pneumonia. Pneumonia
jenis ini berbeda dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu
pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum
ditemukan ini sering disebut pneumonia yang tidak tipikal.
Mikoplasma ini menyerang segala jenis usia.
4) Jamur penyebab pneumonia yaitu candida albicans
c. Patofosiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel
infektif. Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal
melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung,
atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di
saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel
tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan
mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan
pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat
secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan
organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak
mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis
kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan
neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan
kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa

20
faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai
paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian
atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah
dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap
mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen
menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan
organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas
atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain
melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia
bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus
Epstein-Barr, virus herpes simpleks) dapat terjadi melalui penyebaran
hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia
generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons
inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi
makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi
lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada
struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya
sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada
bronkiolitis.
d. Manifestasi Klinik
1) Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu
dapat naik secara mendadak (38– 40 ºC), dapat disertai kejang
(karena demam tinggi).
2) Batuk, mula-mula kering (non produktif) sampai produktif.

21
3) Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
4) Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping
hidung kadang-kadang terdapat nasal discharge (ingus).
5) Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
6) Frekuensi napas :
a) Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
b) Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
c) Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
7) Nadi cepat dan bersambung.
8) Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan
batuk.
9) Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
10) Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
11) Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
12) Malaise, gelisah, cepat lelah.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses).
2) Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
3) Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
4) Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru,
menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5) Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis.
6) Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7) Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda
asing.

22
f. Prognosis
Dengan pengobatan, sebagian tipe dari pneumonia karena bakteri
dapat diobati dalam satu sampai dua minggu. Pneumonia karena virus
mungkin berakhir lama, pneumonia karena mycoplasma memerlukan
empat sampai lima minggu untuk memutuskan sama sekali.
Hasil akhir dari episode pneumonia tergantung dari bagaimana
seseorang sakit, kapan dia di diagnose pertama kalinya. Salah satu cara
untuk meramalkan hasil, dipakai skor beratnya pneumonia atau
CURB-65 score, dimana memerlukan perhitungan dari beratnya
gejala-gejala, penyakit utama, dan umur. Skor ini dapat membantu
dalam memutuskan orang tersebut dirawat di rumah sakit atau tidak.
Di Amerika Serikat, 1 dari 20 orang dengan pneumonia pemuccocal
akan meninggal dunia. Dalam beberapa kasus dimana pneumonia
dapat berkembang menjadi racun di daerah (bakteremia), 1 dari 5
orang akan meninggal.
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas
Terdiri atas nama, jenis kelamin, alamat, usia, pekerjaan, dan
status perkawinan.
2) Fokus Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji :
a) Riwayat penyakit
Demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah,
riwayat penyakit pernapasan, pengobatan yang dilakukan di
rumah dan penyakit yang menyertai.
b) Tanda fisik
Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan
tambahan, faring hiperemis, pembesaran tonsil, sakit menelan.

23
c) Faktor perkembangan
umum, tingkat perkembangan, kebiasaan sehari-hari,
mekanisme koping, kemampuan mengerti tindakan yang
dilakukan.
d) Pengetahuan pasien/ keluarga
pengalaman terkena penyakit pernafasan, pengetahuan tentang
penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan
3) Pemeriksaan fisik
Status penampilan kesehatan : lemah
a) Tingkat kesadaran kesehatan
kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung
tingkat penyebaran penyakit
b) Tanda-tanda vital
1) Frekuensi nadi dan tekanan darah
Takikardi, hipertensi
2) Frekuensi pernapasan
takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran nasal.
3) Suhu tubuh
Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang
direspon oleh hipotalamus.
c) Berat badan dan tinggi badan
Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.
d) Integumen
1) Kulit
Warna : pucat sampai sianosis
Suhu : pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi
setelah hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin.
Turgor : menurun ketika dehidrasi

24
e) Kepala dan mata
1) Kepala
Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan
yang nyata
Periksa higine kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan
rambut, perubahan warna.
f) Sistem Pulmonal
1) Inspeksi
Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea, sianosis
sirkumoral, distensi abdomen. Batuk : Non produktif
Sampai produktif dan nyeri dada.
2) Palpasi
Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, hati kemungkin
membesar.
3) Perkusi
Suara redup pada paru yang sakit.
4) Auskultasi
Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.
g) Sistem Cardiovaskuler
1) Subyektif : sakit kepala.
2) Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun.
h) Sistem Neurosensori
1) Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.
2) Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi.
i) Sistem Genitourinaria
1) Subyektif : mual, kadang muntah.
2) Obyektif : konsistensi feses normal/diare.

25
j) Sistem Digestif
1) Subyektif : -
2) Obyektif : produksi urine menurun/normal.
k) Sistem Musculoskeletal
1) Subyektif : lemah, cepat lelah.
2) Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan.
4) Pemeriksaan penunjang
Studi Laboratorik :
a) Hb : menurun/normal
b) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
c) Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.
b. Penyimpangan KDM

Eksudat, virus, jamur, bakteri


Malnutrisi energi protein

ISPA

Eksudat dan serous melalui aliran darah masuk


Ke alveoli

inflamasi bronkus inflamasi alveolus

26
Bronkopneumonia Pneumonia

Penumpukan sekret perubahan kapiler alveoli

Peningkatan suhu tubuh penimbunan cairan di alveoli


Mendadak
Batuk efektif Gangguan pertukaran
gas

Keringat Hipertermia Bersihan jalan


berlebih nafas tidak efektif

Resiko hipovolemia

c. Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
2) Gangguan pertukaran gas
3) Hipertermia
4) Resiko hipovolemia

27
d. Intervensi

NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
tidak efektif pengkajian 3x24 jam Observasi
maka bersihan jalan 1. Monitor pola nafas
nafas meningkat dengan (frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil : usaha nafas)
1. Batuk efektif 2. Monitor bunyi nafas
meningkat tambahan
2. Mengi menurun Teraupetik
3. Wheezing menurun 3. Pertahankan kepatenan
4. Mekonium menurun jalan nafas dengan head-
5. Frekuensi nafas tlit dan chin-lit
membaik 4. Posisikan semi fowler
6. Pola nafas membaik atau fowler
5. Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi
6. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
jika perlu

28
NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
pengkajian 3x24 jam maka
gas Observasi
pertukaran gas meningkat
dengan kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi,
1. Dipsnea menurun
irama, kedalaman dan
2. Bunyi nafas tambahan
upaya nafas
menurun
2. Monitor pola nafas
3. Nafas cuping hidung
Teraupetik
menurun
3. Atur interval
4. Takikardia membaik
pemantauan respirasi
5. Pola nafas membaik
sesuai kondisi pasien
Edukasi
4. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
5. Informasi hasil
pemantauan jika perlu

29
NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
3. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
pengkajian 3x24 jam maka
Observasi
termogulasi membaik
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab
1. Menggigil menurun
hipertermia
2. Pucat menurun
2. Monitor suhu tubuh
3. Takikardi menurun
Teraupetik
4. Takipnea menurun
3. Sediakan lingkungan
5. Brakikardi menurun
yang dingin
6. Hiposia menurun
4. Longgarkan atau
7. Suhu tubuh membaik
lepaskan pakaian
8. Tekanan darah
5. Hindari pemberian
membaik
antipiretik dan aspirin
Edukasi
6. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
cairandan elektrolit
intravena, jika perlu

30
NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
4. Risiko hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen hipovolemia
pengkajian 3x24 jam maka
Observasi
status cairan membaik
dengan kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan
1. Turgot kulit meningkat
gejala hipovolemia
2. Output urine
2. Monitor intake dan
meningkat
output cairan
3. Keluhan haus menurun
Teraupetik
4. Membran mukosa
3. Hitung kebutuhan
membaik
cairan
5. Intake cairan membaik
4. Berikan asupan cairan
6. Suhu tubuh membaik
oral
Edukasi
5. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
6. Anjurkan
menghindari posisi
mendadak
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis
8. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
9. Kolaborasi pemberian
produk darah

31
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi 2.


Jakarta : Salemba Medika

Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Ed I.


Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2018. Standar intervensi Keperawatan Indonesia, Ed I.
Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2019. Standar luaran Keperawatan Indonesia, Ed I.
Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Nasional Indonesia

32

You might also like