You are on page 1of 25

PROPOSAL SKRIPSI

PROGRAM SARJANA KEDOKTERAN FK UKRIDA

UNTUK KEPERLUAN SEKRETARIAT

1 Mahasiswa/i

Nama Djunita Widjaya NIM 102013020

2 Pembimbing Tim pembimbing skripsi tidak boleh melebihi dua orang

Nama dr. Elly Ingkiriwang Gelar Sp.KJ

Nama dr. Harpini E. Sardewi Gelar MS, Sp Ok

3 Judul Skripsi Harus informatif dan singkat jangan. melebihi 20 kata

Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2 pada Obesitas di Kelurahan Jatimulya Rangkasbitung Tahun 2016

4 Kata Kunci 3-5 kata kunci (key words)

Diabetes Diabetes Mellitus

Obesitas Rangkasbitung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


5 Persetujuan Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Nama Tanda Tangan Tanggal

6 Persetujuan Penilai Proposal

Nama Penilai & Gelar Institusi

Tanggal dan Tanda tangan Penilaian (mohon diberi tanda  )

 Diterima tanpa perbaikan


 Diterima dengan perbaikan
( mohon diberikan komentar)
 Tidak diterima
(mohon diberikan komentar)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


7 Komentar Penilai (apabila tidak mencukupi dapat dituliskan di lembar tambahan)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


8 Latar Belakang Jangan melebihi 2 halaman yang disediakan. Gunakan spasi tunggal (12 pts Font )

Seiring dengan berkembangnya teknologi zaman sekarang, sangat mempengaruhi kehidupan


manusia terutama dalam gaya hidup yang berkaitan dengan pola makan, jenis makanan dan olahraga.
Dengan adanya pola makan yang tidak teratur; jenis makanan siap saji seperti junk food, fast food, dan
lain-lain, disertai jarangnya berolahraga, dapat menyebabkan banyak faktor resiko penyakit diantaranya
obesitas. Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh. Penentu yang digunakan adalah
indeks massa tubuh (IMT). Sedangkan Overweight adalah tahap sebelum dikatakan obesitas secara klinis.
Seseorang dengan status gizi obesitas atau kegemukan beresiko untuk terjadinya Diabetes Melitus (DM)
dan penurunan berat badan 5-10 persen dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM khususnya
tipe 2.1 Data Riskesdas 2013 melaporkan prevalensi nasional untuk obesitas pada laki-laki meningkat
19,7 persen dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2007 sebesar 13,9 persen.2
Diabetes Melitus secara umum terus meningkat di seluruh dunia dan semua negara berupaya
memperlambat peningkatannya. Menurut data International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013
ada 382 juta orang yang hidup dengan diabetes dan sebanyak 316 juta dengan gangguan toleransi
glukosa. Sebesar 80 persen dari populasi diabetes tersebut berada di negara miskin dan negara
berkembang, termasuk Indonesia yang berada di peringkat ke-7 dunia selama tahun 2012-2013. Ada
peningkatan jumlah penyandang DM di Indonesia sebesar 7,6 juta di tahun 2012 menjadi 8,5 juta di tahun
2013 dan berdasarkan data Riskesdas 2013 prevalensi DM pada usia ≥ 15 tahun berdasarkan diagnosis
dokter 1,5 persen dan prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen.2
DM merupakan suatu kondisi metabolik kronik yang ditandai adanya gangguan metabolisme
lemak, protein dan substansi lainnya. Gangguan tersebut adalah terjadi kelebihan kadar glukosa yang
beredar di dalam darah (hiperglikemia) karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Apabila kondisi tersebut berlangsung terus-menerus maka dapat mengakibatkan perubahan patologik
pada pembuluh darah kecil, antara lain di mata, ginjal, dan jaringan lainnya serta kemunduran saraf tepi.3

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obesitas berkaitan dengan resiko terjadinya
Diabetes Melitus Tipe 2 (DM-T2), namun dalam pengukuran obesitas dengan indikator indeks massa
tubuh (IMT) atau indikator obesitas sentral yang paling kuat memprediksi terjadinya DM-T2 masih
berbeda-beda dari semua penelitian yang telah dilakukan.4

Indikator obesitas sentral yang paling kuat berhubungan dengan DM adalah rasio lingkar perut-
tinggi badan (rasio LP/TB) dibandingkan IMT pada laki-laki, pada perempuan indikator lingkar perut
(LP) dan rasio LP/TB yang lebih kuat dibandingkan IMT. 5 Namun ada penelitian yang mendapatkan
kesimpulan bahwa IMT mempunyai hubungan yang sama kuatnya dengan idikator obesitas sentral dalam
hal terjadinya diabetes mellitus.6
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang. Nilai
IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Nilai
dari IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin. Tetapi, IMT mungkin
tidak berkorenspondensi untuk derajat kegemukan pada populasi yang berbeda, pada sebagian,
4

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


dikarenakan perbedaan proporsi tubuh. Klasifikasi obesitas dalam hal ini adalah klasifikasi menurut Asia
Pasifik.

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan hasil berupa data
deskriptif angka prevalensi obesitas pada pasien DM-T2. Belum ada penelitian serupa yang dilakukan di
daerah Rangkasbitung, oleh karena itu peneliti mengambil salah satu kelurahan yaitu kelurahan
Jatimulya. Kelurahan tersebut diambil karena mudah dijangkau oleh peneliti. Kelurahan tersebut berada
pada kecamatan Rangkasbitung kabupaten Lebak.

Landasan teori

Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi
yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh
bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan
akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan dijaringan adiposa sehingga dapat mengganggu
kesehatan.7
Kriteria Obesitas
Obesitas dapat ditentukan dengan menggunakan pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh). Indeks
massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang.
Tabel 1.Klasifikasi berat badan untuk orang Asia (WHO 2000)7

Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko morbiditas


Berat badan kurang <18.5 Rendah
Normal 18.5-22.9 Sedang
Berat badan lebih >23
Pra-obes (beresiko) 23-24.9 Meningkat
Obes I 25-29.9 Sedang
Obes II ≥30 Berat

Pemeriksaan Obesitas
Obesitas dapat dinilai dengan beberapa cara. Cara yang paling baik adalah memakai computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI), tetapi kedua cara ini mahal harganya dan
jarang digunakan untuk menilai keadaan ini. Lingkar perut atau rasio antara lingkar perut dan lingkar
5

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


pinggul (WHR) merupakan alternatif klinis yang lebih praktis untuk menetukan obesitas sentral. WHO
menganjurkan agar lingkar perut sebaiknya diukur pada pertengahan antara batas bawah iga dan krista
iliaka, dengan menggunakan ukuran pita secara horisontal pada saat akhir ekspirasi dengan kedua tungkai
dilebarkan 20-30cm. Subyek diminta untuk tidak menahan perutnya dan diukur memakai pita dengan
tegangan pegas yang konstan. Untuk mengukur IMT yaitu dengan perbandingan berat badan (kg) yang
dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m), menggunakan penimbang berat badan dan pengukur tinggi
badan. Indeks massa tubuh tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tapi hasil riset telah
menunjukan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran lemak tubuh secara langsung, seperti
pengukuran dalam air dan dual energy x-ray absorptiometry (DXA).
IMT adalah metode yang tidak mahal dan gampang untuk dilakukan untuk memberikan indikator
atas lemak tubuh dan digunakan untuk screening berat badan yang dapat mengakibatkan problema
kesehatan (CDC, 2011).

Epidemiologi Obesitas
Saat ini diperkirakan jumlah orang diseluruh dunia dengan IMT 30 kg/m 2 melebihi 250 juta
orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia. Bila mempertimbangkan masing-masing
negara, kisaran prevalensi obesitas meliiputi hampir semua spektrum, <5% di China, Jepang, dan negara-
negara Afrika tertentu sampai lebih dari 75% di daerah urban Samoa. Angka obesitas tertinggi di dunia
berada di Kepulauan Pasifik pada populasi Melanesia, Polinesia dan Mikronesia.
Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya mendapatkan makanan serta
banyaknya jumlah makanan yang tersedia, Urbanisasi dan perubahan status ekonomi yang terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi obesitas pada populasi
di negara-negara ini termasuk di Indonesia.7

Etiologi Obesitas
Penyebab obesitas banyak, sebagian masih belum jelas. Beberapa faktor yang mungkin terlibat
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan jalur sinyal leptin.
Sebagian kasus obesitas dilaporkan berkaitan dengan resistensi leptin. Bagi banyak orang dengan
kelebihan berat, asupan energi yang berlebihan hanya berlangsung selama periode terjadinya obesitas.
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pada orang dengan obesitas, pusat-pusat di hipotalamus yang
berperan dalam homeostasis energi “disetel lebih tinggi”. Setelah obesitas tercapai, yang diperlukan untuk
mempertahankan kondisi adalah bahwa energi yang masuk setara dengan yang keluar. Sebagai contoh,

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


masalahnya mungkin terletak pada defek reseptor leptin di otak yang tidak berespons terhadap tingginya
kadar leptin darah yang berasal dari jaringan lemak yang banyak. Karena itu otak tidak mendeteksi leptin
sebagai sinyal untuk menurunkan nafsu makan sampai titik patokan yang lebih tinggi (dan karenanya
simpanan lemak yang lebih banyak) tercapai. Hal ini dapat menjelaskan mengapa orang dengan kelebihan
berat cenderung mempertahankan berat mereka tetapi dengan tingkat yang lebih tinggi daripada normal.
Selain gangguan reseptor, gangguan lain dalam jalur leptin dapat menjadi penyebab, misalnya gangguan
transpor leptin menembus sawar darah otak atau defisiensi salah satu pembawa pesan kimiawi di jalur
leptin.

2. Kurang olahraga
Banyak penelitian memperlihatkan bahwa, secara rerata, orang gemuk tidak makan lebih banyak
dibandingkan dengan orang kurus. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa orang dengan
kelebihan berat tidak makan berlebihan tetapi “kurang gerak”- sindrom “couch potato” (menonton
televisi sambil makan camilan). Tingkat aktivitas fisik yang sangat rendah biasanya tidak disertai
penurunan setara asupan makanan.

3. Perbedaan “fidget factor”.


Termogenesis non-olahraga (nonexercise activity thermogenesis, NEAT), atau “fidget factor”, dapat
menjelaskan beberapa variasi dalam penyimpanan lemak di antara orang. NEAT merujuk kepada energi
yang dikeluarkan oleh aktivitas fisik di luar olahraga yang direncanakan. Mereka yang sering mengetuk-
ngetukkan kaki atau jenis lain aktivitas fisik spontan berulang menghabiskan kilokalori yang cukup besar
sepanjang hari tanpa disadari.

4. Perbedaan dalam mengekstraksi energi dari makanan.


Alasan lain mengapa orang langsing dan orang dengan obesitas memiliki perbedaan berat mencolok
meskipun mereka mengkonsumsi kilokalori yang sama mungkin adalah dalam efisiensi mengekstraksi
energi dari makanan. Studi-studi memperlihatkan bahwa orang langsing cenderung kurang memperoleh
energi dari makanan yang mereka santap, karena mereka mengubah lebih banyak energi makanan
menjadi panas daripada menjadi energi untuk digunakan atau disimpan.

5. Kecenderungan herediter.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Perbedaan dalam jalur-jalur regulatorik untuk keseimbangan energi -baik jalur untuk mengatur asupan
makanan maupun yang mempengaruhi pengeluaran energi -sering berasal dari variasi genetik.

6. Pembentukan sel lemak dalam jumlah berlebihan akibat makan berlebihan.


Salah satu masalah dalam melawan obesitas adalah bahwa sekali terbentuk maka sel lemak tidak lenyap
dengan pembatasan makan dan penurunan berat.

7. Keberadaan penyakit endokrin tertentu misalnya hipotiroidisme.


Hipotiroidisme berkaitan dengan defisiensi hormon tiroid, faktor utama yang meningkatkan BMR (Basal
Metabolic Rate) sehingga tubuh membakar lebih banyak kalori dalam keadaan istirahat.

8. Ketersediaan makanan yang melimpah, lezat, padat energi, dan relatif murah.
Salah satu contohnya adalah fast food. Hubungan antara konsumsi makanan cepat saji (fast food) dengan
obesitas dikaitkan oleh fakta bahwa makanan cepat saji (fast food) memiliki indeks glikemik dan densitas
energi yang tinggi (Rosenheck, 2008 dan Rouhani dkk, 2012). Makanan dengan indeks glikemik akan
meningkatkan konsentrasi gula darah dan akan mempengaruhi regulasi nafsu makan melalui hormon
yang akan menstimulasi rasa lapar. Semakin tinggi indeks glikemik, semakin tinggi kadar glukosa di
dalam darah, dan akan semakin banyak insulin yang akan diproduksi untuk dapat menyalurkan glukosa ke
dalam sel, yang menyebabkan peningkatan yang sangat tinggi pada insulin, sehinga dapat terjadi
inflamasi, penambahan berat badan, peningkatan hormon, bahkan dapat menyebabkan resistensi insulin.
Pengeluaran insulin berlebih oleh pankreas atau hiperinsulinemia menyebabkan kadar glukosa dalam
darah menurun. Penurunan kadar glukosa darah akan menurunkan kecepatan bangkitan neuron
glukoreseptor di pusat kenyang di nucleus ventromedial dan paraventrikular hipotalamus. Penurunan
kadar gula juga secara bersamaan meningkatkan bangkitan neuron glukosensitif di pusat lapar
hipotalamus lateral. Pada orang yang mengkonsumsi fast food, maka akan sering merasa lapar dan
kembali makan terus-menerus sehingga timbunan lemak ditubuh berlebih karna tidak diimbangi dengan
aktivitas fisik.

9. Gangguan emosi di mana makan berlebihan menggantikan kepuasan yang lain.8

Hubungan Obesitas dengan DM Tipe 2


8

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Kelebihan lemak diabdomen yang melebihi proporsi lemak total tubuh merupakan faktor resiko
mayor yang independen dan morbiditas. Kelebihan ukuran lingkar pinggang erat hubungannya dengan
kenaikan risiko DM tipe 2, dislipidemia, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular pada pasien dengan IMT
antara 25-34.9 kg/m2.9
Beberapa penelitian memperkirakan bahwa lemak visceral adalah komponen dari lemak
abdominal yang paling berpengaruh sebagai faktor resiko kesehatan. Sedangkan penelitian lain
menyatakan bahwa lemak subcutaneous paling erat hubungannya dengan kejadian resistensi insulin.9
Resistensi insulin pada obesitas diduga merupakan penyebab sindrom metabolik. Insulin
mempunyai peran penting karena berpengaruh baik pada penyimpanan lemak maupun sintesis lemak
dalam jaringan adiposa. Resistensi insulin dapat menyebabkan terganggunya proses penyimpanan lemak
maupun sintesis lemak.7
Penyebab paling mendasar pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui meskipun telah dilakukan
penelitian intensif, tetapi para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah keterkaitan antara obesitas dan
penurunan sensitivitas terhadap insulin. Studi-studi terakhir menunjukkan bahwa responsivitas otot
rangka dan hati terhadap insulin dapat dimodifikasi oleh adipokrin (hormon yang dikeluarkan oleh sel
lemak) darah. Peran adipokin berbeda dari leptin (hormon yang dikeluarkan oleh sel lemak dan berperan
mengontrol asupan makanan). Sebagai contoh, jaringan lemak mengeluarkan hormon resistin, yang
mendorong resistensi insulin dengan mengganggu kerja insulin. Produksi resistin meningkat pada
obesitas. Sebaliknya, adiponektin, adipokin lainnya, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin dengan
meningkatkan efek insulin, tetapi produksi hormon ini berkurang pada obesitas. Selain itu, asam-asam
lemak bebas yang dikeluarkan dari jaringan lemak dapat menumpuk secara abnormal di otot dan
mengganggu kerja insulin di otot. Bukti juga mengisyaratkan bahwa kelebihan asam lemak dapat secara
tidak langsung memicu apoptosis sel β.8
Definisi DM Tipe 2
Berdasarkan definisi American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.10
Epidemiologi DM Tipe 2
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan
diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%, kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu
desa dekat Semarang, 2,3% dan di Manado 6%. Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Departemen Kesehatan melakukan Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Jakarta yang
melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-laki dan 951 wanita. Survei tersebut melaporkan prevalensi
DM di lima wilayah DKI Jakarta sebesar 12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DM yang
tidak terdeteksi sebesar 11,2%.
Berdasarkan data ini diketahui bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis masih cukup tinggi,
hampirr 3x lipat dari jumlah kasus DM yang sudah terdeteksi. Melihat tendensi kenaikan kekerapan
diabetes secara global yang tadi dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran
suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun
waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis.
Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO, Indonesia akan menempati peringkat
nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2
tingkat dibanding tahun 1995.11
Etiologi dan Patogenesis DM Tipe 2
Penyebab terjadinya DM tipe 2 bervariasi, mulai dari yang dominan resistensi insulin dan
defisiensi insulin disertai resistensi insulin. DM tipe 2 merupakan kondisi multifaktorial. Sebagian besar
pasien DM-T2 adalah pasien obesitas atau dengan komponen lemak visceral yang menonjol. Keadaan ini
berlangsung dengan resistensi insulin. Resistensi insulin terjadi beberapa dekade sebelum kejadian DM-
T2. Secara fisiologis, tubuh dapat mengatasi resistensi insulin yang terjadi dengan meningkatkan jumlah
sekresi insulin sehingga hiperglikemia tidak terjadi. Resistensi insulin yang terjadi secara bertahap dan
perlahan menyebabkan hiperglikemia yang awalnya tidak menimbulkan gejala klasik diabetes. Insulin
merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta pankreas. Insulin bekerja membantu pemasukan
glukosa dari aliran darah ke dalam sel, agar dapat digunakan untuk menghasilkan energi. Secara tidak
langsung insulin akan menurunkan kadar glukosa di dalam darah.
Pada suatu saat gabungan antara defek sekresi insulin dan resistensi insulin menyebabkan
terjadinya hiperglikemia. Periode di mana tubuh masih dapat mempertahankan kadar glukosa darah dalam
batas normal disebut stadium normoglikemi. Sedangkan periode di mana telah terjadi peningkatan kadar
glukosa darah disebut stadium hiperglikemi. Stadium hiperglikemi dapat dibedakan menjadi prediabetes
dan DM. Stadium prediabetes meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa
terganggu (GDPT), yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian diagnosis.11
Faktor Risiko DM Tipe 2
Ada 2 kelompok faktor risiko DM tipe 2, yaitu yang tidak bisa dimodifikasi dan yang bisa
dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi yaitu :

10

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


a. Ras dan etnik

b. Riwayat keluarga dengan diabetes

c. Usia. Berdasarkan data statistik usia > 45 tahun terjadi peningkatan risiko untuk menderitas
intoleransi glukosa dan lebih rentan terhadap DM tipe 2.

d. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan (BB) bayi lahir >4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional.

e. Riwayat lahir dengan BB rendah, kurang dari 2,5kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah
mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi dengan BB normal.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi yaitu


a. Berat badan lebih (BMI>23 kg/m2)

b. Gaya hidup. Kurangnya aktivitas fisik dan kurang berolahraga.

c. Pola makan. Kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji, makanan kolesterol tinggi,
mengonsumsi alkohol.

d. Hipertensi (>140/90 mmHg).

e. Merokok. Merokok mengingkatkan risiko DMT2. Pada sebuah penelitian selama 6 tahun yang
melibatkan 40.000 orang laki-laki berusia 40 hingga 75 tahun didapatkan hasil bahwa merokok
sebanyak 1 bungkus atau lebih setiap hari akan melipat gandakan risiko terjadinya DM-T2. Selain
itu juga pasien DM yang merokok akan meningkatkan risisko komplikasi. Tujuh puluh lima
persen pasien DM meninggal akibat masalah kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke
akibat rokok, karena rokok membuat kerja jantung lebih berat dengan vasokonstriksi, peningkatan
denyut jantung dan peningkatan tekanan darah.

f. Obesitas khususnya sentral.

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :


a. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan
resistensi insulin.

11

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


b. Penderita sindrom metabolik. Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa
darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti
stroke, PJK(Penyakit Jantung Koroner), PAD ( Peripheral Arterial Disease).12

Gejala Klinis dan Patofisiologi DM tipe 2


Gejala DM tipe 2 adalah 3P (poliuria, polidipsi, polifagia), poliuria adalah peningkatan frekuensi
berkemih, polidipsia adalah peningkatan rasa haus sehingga minum banyak air, polifagia adalah
peningkatan nafsu makan. Turunnya berat badan, visus menurun, infeksi kulit, fatigue, luka sulit sembuh,
rasa terbakar, tertusuk atau gatal pada kulit biasanya pada ekstremitas. Pada gejala ini sangat berkaitan
dengan fungsi dari insulin pada karbohidrat, protein dan lemak.
Konsekuensi yang berkaitan dengan efek pada metabolisme karbohidrat. Hiperglikemi, tanda
utama diabetes melitus, terjadi karena berkurangnya penyerapan glukosa oleh sel, disertai oleh
peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Karena proses-proses glikogenolisis dan glukoneogenesis
yang menghasilkan glukosa berlangsung tanpa kendali karena tidak adanya insulin maka pengeluaran
glukosa oleh hati meningkat. Karena banyak sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan
insulin maka terjadi kelebihan glukosa ektrasel bersamaan dengan defisiensi glukosa intrasel yang ironis.
ketika glukosa darah meningkat ke kadar dimana jumlah glukosa yang tersaring melebihi kemampuan sel
tubulus melakukan reabsorpsi maka glukosa muncul di urin. Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik
yang menarik H20 bersamanya, menyebabkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria. Besarnya
cairan yang keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan
sirkulasi perifer karena berkurangnya volume darah secara mencolok.
Kegagalan sirkulasi ini, jika tidak diperbaiki, dapat menyebabkan kematian karena berkurangnya
aliran darah ke otak atau gagal ginjal sekunder akibat kurangnya tekanan filtrasi. Lebih lanjut, sel-sel
kehilangan air sewaktu tubuh mengalami dehidrasi akibat pergeseran osmotik air dari sel ke dalam cairan
ekstrasel yang hipertonik. Gejala khas lain pada diabetes melitus adalah polidipsia, yang sebenarnya
adalah mekanisme kompensasi untuk melawan dehidrasi. Pada defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan
meningkat sehingga terjadi polifagia. Namun, meskipun demikian terjadi penurunan berat akibat efek
defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein.
Konsekuensi yang berkaitan dengan efek pada metabolisme lemak. Sintesis trigliserida berkurang
sementara lipolisis meningkat, menyebabkan mobilisasi besar-besaran asam-asam lemak dari simpanan
trigliserida. Peningkatan asam lemak darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi
alternatif. Peningkatan pemakaian asam lemak oleh hati menyebabkan pelepasan badan-badan keton
secara berlebihan ke dalam darah, menyebakan ketosis. Badan-badan keton mencakup beberapa jenis
12

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


asam, misalnya asam asetoasetat, yang terbentuk karena penguraian lemak secara tidak sempurna sewaktu
produksi energi oleh hati. Karena itu, ketosis yang terjadi ini menyebabkan Asidosis Metabolik progresif.
Asidosis menekan otak dan, jika cukup parah, dapat menyebabkan koma diabetes dan kematian.
Tindakan kompensatorik untuk asidosis metabolik adalah meningkatkan ventilasi untuk
mengeluarkan lebih banyak CO2 pembentuk asam. Pengeluaran salah satu badan keton, aseton, melalui
hembusan napas menyebabkan napas berbau “buah” kombinasi permen juicy Fruit dan pembersih kuteks.
Kadang, karena bau ini, orang yang kebetulan lewat salah menyangka pasien yang kolaps pada koma
diabetes sebagai pemabuk yang pingsan karena minuman keras.(Situasi ini menggambarkan pentingnya
pasien memiliki tanda pengenal untuk kewaspadaan medis). Pengidap diabetes tipe 1 jauh lebih rentan
mengalami ketosis daripada pengidap tipe 2.
Konsekuensi yang berkakitan dengan efek pada metabolisme protein. Efek kurangnya insulin pada
metabolisme protein adalah pergeseran netto menuju katabolisme protein. Pengurain protein-protein otot
menyebabkan otot rangka lisut dan lemah dan pada anak yang mengidap diabetes, penurunan
pertumbuhan secara keseluruhan. Berkurangnya pengambilan asam amino disertai meningkatnya
penguraian protein menyebabkan jumlah asam amino dalam darah berlebih. Peningkatan asam amino
darah ini dapat digunakan untuk gluconeogenesis sehingga hiperglikemia menjadi bertambah parah.
Seperti yang dapat dengan mudah anda pahami dari gambaran ringkas ini, diabetes melitus adalah
suatu penyakit yang rumit yang dapat mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein serta
keseimbangan cairan dan asam-basa. Penyakit ini juga dapat berdampak pada sistem pernapasan, ginjal,
sistem sirkulasi, dan sistem saraf.8

Diagnosis DM Tipe 2
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan
diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai.
Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi
setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan
dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala
khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab

13

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). apabila ditemukan gejala khas DM,
pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun
apabila tidak ditemukan gejala khas DM , maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.
Kriteria diagnosis DM :
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1mmol/L). Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir.

2. Atau gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan
pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1mmol/L). TTGO dilakukan dengan
standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan ke dalam air.

Cara pelaksanaan TTGO :


 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan

 Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa

 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum
larutan glukosa selesai

 Diperiksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

 Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Komplikasi DM Tipe 2

14

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Komplikasi yang ditimbulkan diabetes secara umum merupakan akibat dari gangguan vaskuler,
baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler. Organ yang sering terkena dampaknya adalah mata (katarak
diabetik, retinopati diabetik, dll), ginjal (nefropati diabetik) dan saraf (neuropati). Dalam perjalanan
penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun:
a. Penyulit akut : ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia.

b. Penyulit menahun

1. Makroangiopati : pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi (perifer). Penyakit arteri
perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan
kelainan yang pertama muncul, pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati : retinopati diabetik. Pengendalian kadar glukosa dan tekanan darah yang baik
akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Nefropati diabetik. Neuropati yang
tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Beresiko
tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa
terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit saat malam hari.

9 Permasalahan Cantumkan juga hipotesis (bila ada) atau pertanyaan penelitian.


Jangan melebihi kolom yang tersedia.

Masalah:
Angka kejadian DM tipe 2 di Indonesia semakin meningkat, hal ini juga disertai peningkatan angka
kejadian obesitas sebagai faktor risiko dari DM tipe 2.

Hipotesis:
Prevalensi DM-T2 pada orang yang obesitas lebih banyak dibandingkan pada orang yang tidak obesitas di
kelurahan Jatimulya, Rangkasbitung.

10 Tujuan Penelitian Uraikan tujuan khusus dan makna penelitian harus diuraikan dengan jelas.
Jangan melebihi tempat yang disediakan.

15

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Tujuan Umum:

Mengetahui prevalensi DM-T2 pada obesitas yang terdapat pada kelurahan Jatimulya, Rangkasbitung.

Tujuan Khusus:

1. Diketahuinya karakteristik responden dengan obesitas di kelurahan Jatimulya, Rangkasbitung.


2. Diketahuinya distribusi (sebaran) DM-T2 pada obesitas berdasarkan jenis kelamin, kelompok
usia, faktor resiko seperti riwayat keluarga, konsumsi minuman beralkohol, konsumsi fast food, dan
kurang olahraga.

Manfaat Penelitian :

1. Bagi peneliti :
- Memenuhi tugas akhir penelitian sebagai syarat kelulusan sarjana kedokteran
- Sebagai penelitian awal yang dapat dilanjutkan dikemudian hari
- Mendapatkan pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan penelitian klinis
- Mengetahui cara membuat penelitian yang baik dengan menggunakan ilmu metodologi
penelitian yang diperoleh selama perkuliahan
2. Bagi institusi:
- Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran UKRIDA (Universitas Kristen
Krida Wacana)
3. Bagi masyarakat :
- Mengetahui bahaya obesitas terhadap timbulnya DM-T2

11 Rencana Penelitian Uraikan dengan jelas tetapi ringkas strategi umum dari penelitian yang diusulkan serta
pendekatan khusus dan metode yang akan digunakan. Apabila diperlukan fasilitas di institusi lain, tunjukan bahwa
lembaga yang bersangkutan telah dihubungi dan memberikan persetujuan. Jangan melebihi 3 halaman spasi tunggal
(12 pts Font)

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah cross sectional dengan sample yang diambil
menggunakan metode simple random sampling . Berdasarkan rumus dan perhitungan sample tersebut,
dibutuhkan 106 sample.
Untuk melakukan penelitiannya akan menggunakan beberapa alat dan kuesioner untuk
menentukan faktor resiko, obesitas dan diabetes mellitus tipe 2. Alat dan bahan yang akan digunakan serta
cara kerja yang dilakukan, akan lebih dijelaskan pada kolom dibawah ini.

16

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


11.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji potong lintang atau cross sectional untuk
mendapatkan angka prevalensi DM-T2 pada obesitas.

Subjek Penelitian : Masyarakat yang tinggal di kelurahan Jatimulya (untuk spesifikasi RT/RW) belum
ditentukan.
Kriteria inklusi :
1. Usia ≥20 tahun
2. Warga di kelurahan Jatimulya
3. Bersedia dijadikan subjek penelitian
4. Ada di tempat saat pengambilan sample
5. Dengan BMI (Body Mass Index) yang memasuki klasifikasi obesitas bernilai 25,0-29,9.

Kriteria eksklusi :
1. Wanita sedang hamil
2. Subjek penelitian yang tidak bisa diajak kerja sama
3. Acites
4. BMI<25,0

11.2 Tempat dan Waktu penelitian


Kelurahan Jatimulya kecamatan Rangkasbitung kabupaten Lebak pada bulan juli.

Pengumpulan data dan analisis statistik


Data yang digunakan merupakan data kuantitatif yang pengumpulannya dilakukan oleh peneliti terhadap
subjek penelitian (data primer).

11.3 Bahan, alat dan cara

11.3.1 Bahan Penelitian


 Strip glukosa
 Kuesioner
 Alkohol swab

11.3.2 Alat Penelitian


 Glukometer
 Timbangan berat badan
 Pengukur tinggi badan (microtoise)
 Alat tulis
 Jarum (lanset)
 Sarung tangan
                   

17

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


11.3.3 Cara Kerja

Kriteria
Data penduduk inklusi (+)
kelurahan Identitas Mengumpulk Pengolahan
Subjek subjek an informasi
Jatimulya Data
penelitian penelitian dan data
Rangkasbitung
Kriteria tinggi badan,
eksklusi berat badan ,
kuesioner,
(+) dan gula
Analisis data
darah

Penulisan
laporan
penelitian

Pengumpulan data
Data yang digunakan merupakan data kuantitatif yang pengumpulannya dilakukan oleh peneliti terhadap
subjek penelitian (data primer). Adapun proses dalam pengumulan data yaitu:
1. Menjelaskan kepada subjek penelitian tujuan dan cara kerja.
2. Meminta persetujuan (informed consent) subjek untuk dijadikan sample dalam penelitian.
3. Mengukur antropometri berupa :
 Berat badan yang diukur dengan menggunakan bathroom scale (timbangan berat badan
standar) dalam posisi berdiri tegap tanpa alas kaki, topi, dan jam tangan.
 Tinggi badan yang diukur dengan menggunakan microtoise dalam posisi tegap dengan
pandangan lurus kedepan dalam frankfort horizontal plane (garis yang menghubungkan
meatus akustikus eksternus dan tepi bawah orbita berada tegak lurus dengan papan
pengukur)
 Menentukan BMI. Diukur dengan menggunakan rumus berat badan dalam satuan
kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter.
4. Meminta subjek penelitian untuk mengisi kuesioner.
5. Memandu subjek penelitian dalam mengisi kuesioner.
6. Mengukur kadar gula darah sewaktu (GDS) subjek penelitian dengan menggunakan glukometer.

Pengolahan, analisis dan penyajian data


Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dan dianalisis dengan komputer program microsoft
excel dan IBM SPSS statistics 20. Data yang didapat disajikan dlam bentuk tekstuler dan tabuler. Data
dianalisis dengan cara analisis univariat untuk mendapatkan frekuensi dan persentase dari masing-
masing variable, baik independen maupun variable dependen.

11.4 Sampling (menyebutkan teknik sampling dan menghitung besar sample dengan rumus yang sesuai)
Teknik sample yang digunakan adalah Simple Random Sampling

18

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


 α = 0,05 → Zα =1.96 (tabel kurva normal)
 d = akurasi 10% = presisi = tingkat ketelitian yaitu kesalahan maksimal yang dapat ditolerir,
pada umumnya diambil 5% atau 10%
 P = prevalensi atau proporsi orang yang memenuhi kriteria obesitas. Persentase taksiran hal /
variable yang diteliti, diambil dari referensi, bila tidak diketahui adalah 50%, dengan catatan
tidak akan kekurangan jumlah sample.
 Q = 1-P
N2 = n1 + 10%n1
n2 = besar sample ditambah substitusi 10% (substitusi adalah persen responden yang mungkin drop
out)
n = 1,962x0,85x0,15 = 48.9804

0,1x0,1
 α = 0,05 → Za = 1,96
 d = diambil oleh peneliti 10%
 P = 0.15 (diambil dari data obesitas pada riskesdas tahun 2013 provinsi Banten)
 Q = 1 – 0,15 = 0,85
Untuk menjaga adanya sample penelitian yang drop out, jumlah sample ditambah menjadi :
n 2 = 48.9804 + 10%(48.9804) = 53.87844 ~ 54 orang
Jadi, dalam penelitian ini dibutuhkan subjek minimal sebanyak 54 orang

11.5 Parameter yang diperiksa :


 Berat dan tinggi badan dihitung untuk memasukkan klasifikasi BMI Asia Pasifik
 Gula darah sewaktu (berdasarkan ketentuan apakah subjek penelitian DM-T2 atau tidak)
 Faktor resiko seperti konsumsi alkohol, konsumsi fastfood, merokok, olahraga dan
riwayat merokok yang diperoleh dari kuesioner.

11.6 Variabel penelitian


 Variabel terikat: obesitas

 Variabel bebas: diabetes melitus tipe 2

11.7 Dana Penelitian


Perkiraan dana penelitian
Alat ukur tinggi badan : ±Rp. 30.000
Timbangan berat badan : ±Rp. 50.000
Glukometer : ±Rp.300.000
Strip glukosa (70 strip) : ±Rp.180.000
Alkohol swab (100 pcs) : ±Rp.75.000
Jarum (100 pcs) : ±Rp. 15.000
Sarung tangan (1box) : ±Rp. 50.000
Foto kopi kuesioner dan informed consent : ±Rp.75.000
Total dana penelitian : ± Rp. 775.000

11.8 Analisis Data

19

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis menggunakan IBM SPSS statistic 20. Data yang didapat
akan disajikan dalam bentuk tekstuler dan tabuler. Data dianalisis dengan cara analisis univariat untuk
mendapatkan frekuensi dan persentase dari masing-masing variable baik variable dependen ataupun
variable independen

11.9 Definisi Operasional:


No Variable Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur skala
operasional
1. GDS Gula darah Glukometer Pengambilan 1 = kriteria Nominal
responden sample darah DM tipe 2 +
dengan kapiler 0 = kriteria
mengambil DM tipe 2 -
darah vena atau
kapiler diperiksa
tanpa pasien
harus puasa 8
jam sebelumnya
2. Gejala Gejala-gejala Kuesioner Wawancara 1 = gejala + Nominal
klinis klinis DMT2 0 = gejala -
yang sudah ada
pada responden
3. DM-T2 Diabetes Kuesioner dan Wawancara 0 = negatif Nominal
mellitus tipe 2. glukometer dan telaah DMT2
Kelainan data hasil 1 = positif
metabolik GDP dan DMT2
dengan GDS
karateristik
hiperglikemia
dikarenakan
kelainan sekresi
insulin, kerja
insulin atau
kedua-duanya
4. Konsumsi Frekuensi Kuesioner Wawancara 0 = tidak Ordinal
fastfood responden pernah
mengkonsumsi 1 = jarang
makanan cepat 2 = sering
saji yang
kandungannya
kurang baik.
Sering = 1
minggu sekali
atau lebih,
jarang = 1 bulan
2 kali atau
kurang, tidak
pernah = tidak
pernah
20

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


5. Konsumsi Faktor resiko Kuesioner Wawancara 0 = tidak Ordinal
minuman responden pernah
beralkohol mengkonsumsi 1 = ya, sudah
minuman berhenti
beralkohol pada 2 = ya, masih
dirinya
6. Riwayat Riwayat Kuesioner Wawancara 0 = tidak ada Nominal
penyakit keluarga yang 1 = ada
keluarga satu garis
keturunan
dengan
responden
memiliki
penyakit DMT2
7. Jenis Keadaan tubuh Kuesioner Wawancara 1 = laki-laki Nominal
kelamin yang 2 =
membedakan perempuan
manusia secara
fisik dan
fungsinya
8. Umur Lamanya hidup Kuesioner Wawancara 1 = ≤20tahun Ordinal
dihitung 2 = 21-30
berdasarkan tahun
ulang tahun 3 = 31-40
terakhir tahun
4 = 41-50
tahun
5 = 51-60
tahun
6 = >60 tahun
9. BMI Body Mass Timbangan berat Mengukur 1 = Ordinal
Index (indeks badan dan tinggi dan underweight
massa tubuh). microtoise berat badan 2 = normal
perbandingan 3 =
antara berat overweight
badan 4 = obesitas
(kilogram) derajat 1
dengan kuadrat 5 = obesitas
tinggi badan derajat 2
(meter)
10. Jenis Jenis olahraga Kuesioner Wawancara 1 = aerobik Ordinal
Olahraga dibagi menjadi 2 = non
dua. Olahraga aerobik
aerobik
(berjalan,
jogging,
berenang,
bersepeda,
21

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


mendayung,
bulutangkis,dll)
= 1 dan olahraga
non aerobik
(angkat beban,
lari cepat,
melompat, push-
up, pull-up) = 2
11. Frekuensi Frekuensi Kuesioner Wawancara 0 = tidak Ordinal
Olahraga responden dalam pernah
berolahraga. 1 = jarang
Sering = ≥1 2 = sering
minggu sekali,
jarang = sekali
dalam 2 minggu
atau kurang,
tidak pernah =
tidak pernah
12. Merokok Faktor resiko Kuesioner Wawancara 0 = tidak Ordinal
merokok pada pernah
diri responden 1 = iya, sudah
berenti
2 = iya, masih

Kerangka Konsep

22

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


12 Jadwal Penelitian Cantumkan lama penelitian dan rincian jadwal secara skematis.

Bulan (Tahun 2016)


No Kegiatan Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb
1 Studi pustaka v
Persiapan alat
dan bahan
2 penelitian v
3 Penelitian v v v
4 Penulisan v

23

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


13 Persyaratan Etik Bagian dibawah ini harus diisi apabila penelitian yang diusulkan berkaitan dengan
eksperimentasi pada manusia dan hewan. Metode yang digunakan harus memenuhi ketentuan etik penelitian pada
manusia dan hewan (Human and Animal Ethics). Persyaratan ini dianut oleh semua jurnal ilmiah berbobot.

Implikasi Etik Eksperimental pada Manusia Berikan pernyataan singkat mengenai permasalahn etik
yang dapat timbul dari eksprimentasi, dan jelaskan bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. Permasalahan etik
termasuk (a) bahaya dan komplikasi perlakuan, (b) kerahasiaan data (confidentiality), (c) Informed consent, dan sebagainya.

24

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Implikasi Etik Eksperimental pada Hewan
Persetujuan
Persetujuan etik akan dilakukan

14 Daftar Pustaka Harus relevan dengan usulan. Tidak lebih dari satu halaman.

1. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas, 6th edition. Belgium : IDF, 2013.
2. Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta : Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013.
3. Persatuan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Konsensus pengendalian dan pencegahan
Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia, 4th edition. Jakarta: PB PERKENI, 2011.
4. WHO expert co sultation. Appropiate body-mass index for Asian populations and its implication
for policy and intervention strategies. Lacent 2004;363:157-63
5. Decoda Study Group. BMI compared with central obesity indicators in relation to diabetes and
hypertension in asians. Obesity. 2008;16:1622-35.
6. Nyamdorj R, Qiao Q, Sodeberg S, Pitkaniemi JM, Zimmet PZ, Shaw JE, et al. BMI compared
with central obesity indicators as a predictor of diabetes incidence in Mauritius.
Obesity.2008;17:342-8.
7. Sugondo S. Buku ajar ilmu penyakit dalam : obesitas. Jilid III. Edisi V. 2009;1977-80.
8. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC;2012.h.708-86.
9. NHLBI. 2007. Determination of degree of abdominal obesity, guidelines on overweight and
obesity. Diakses dari www.nhlbi.nih.gov/guideline/abdominal.
10. Priantono D, Sulistianingsih DP. Kapita selekta kedokteran : diabetes melitus. Edisi IV. Jilid II.
2014;777.
11. Slamet S, Purnamasari D. Buku ajar ilmu penyakit dalam : diabetes melitus di Indonesia dan
diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Edisi V. Jilid III. 2009;1875-81.
12. Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). 2006. Konsensus pengelolaan dan pencegahan
diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta : Perkeni.

25

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

You might also like