Professional Documents
Culture Documents
1 Mahasiswa/i
Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2 pada Obesitas di Kelurahan Jatimulya Rangkasbitung Tahun 2016
Obesitas Rangkasbitung
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obesitas berkaitan dengan resiko terjadinya
Diabetes Melitus Tipe 2 (DM-T2), namun dalam pengukuran obesitas dengan indikator indeks massa
tubuh (IMT) atau indikator obesitas sentral yang paling kuat memprediksi terjadinya DM-T2 masih
berbeda-beda dari semua penelitian yang telah dilakukan.4
Indikator obesitas sentral yang paling kuat berhubungan dengan DM adalah rasio lingkar perut-
tinggi badan (rasio LP/TB) dibandingkan IMT pada laki-laki, pada perempuan indikator lingkar perut
(LP) dan rasio LP/TB yang lebih kuat dibandingkan IMT. 5 Namun ada penelitian yang mendapatkan
kesimpulan bahwa IMT mempunyai hubungan yang sama kuatnya dengan idikator obesitas sentral dalam
hal terjadinya diabetes mellitus.6
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang. Nilai
IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Nilai
dari IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin. Tetapi, IMT mungkin
tidak berkorenspondensi untuk derajat kegemukan pada populasi yang berbeda, pada sebagian,
4
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan hasil berupa data
deskriptif angka prevalensi obesitas pada pasien DM-T2. Belum ada penelitian serupa yang dilakukan di
daerah Rangkasbitung, oleh karena itu peneliti mengambil salah satu kelurahan yaitu kelurahan
Jatimulya. Kelurahan tersebut diambil karena mudah dijangkau oleh peneliti. Kelurahan tersebut berada
pada kecamatan Rangkasbitung kabupaten Lebak.
Landasan teori
Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi
yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh
bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan
akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan dijaringan adiposa sehingga dapat mengganggu
kesehatan.7
Kriteria Obesitas
Obesitas dapat ditentukan dengan menggunakan pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh). Indeks
massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang.
Tabel 1.Klasifikasi berat badan untuk orang Asia (WHO 2000)7
Pemeriksaan Obesitas
Obesitas dapat dinilai dengan beberapa cara. Cara yang paling baik adalah memakai computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI), tetapi kedua cara ini mahal harganya dan
jarang digunakan untuk menilai keadaan ini. Lingkar perut atau rasio antara lingkar perut dan lingkar
5
Epidemiologi Obesitas
Saat ini diperkirakan jumlah orang diseluruh dunia dengan IMT 30 kg/m 2 melebihi 250 juta
orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia. Bila mempertimbangkan masing-masing
negara, kisaran prevalensi obesitas meliiputi hampir semua spektrum, <5% di China, Jepang, dan negara-
negara Afrika tertentu sampai lebih dari 75% di daerah urban Samoa. Angka obesitas tertinggi di dunia
berada di Kepulauan Pasifik pada populasi Melanesia, Polinesia dan Mikronesia.
Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya mendapatkan makanan serta
banyaknya jumlah makanan yang tersedia, Urbanisasi dan perubahan status ekonomi yang terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi obesitas pada populasi
di negara-negara ini termasuk di Indonesia.7
Etiologi Obesitas
Penyebab obesitas banyak, sebagian masih belum jelas. Beberapa faktor yang mungkin terlibat
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan jalur sinyal leptin.
Sebagian kasus obesitas dilaporkan berkaitan dengan resistensi leptin. Bagi banyak orang dengan
kelebihan berat, asupan energi yang berlebihan hanya berlangsung selama periode terjadinya obesitas.
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pada orang dengan obesitas, pusat-pusat di hipotalamus yang
berperan dalam homeostasis energi “disetel lebih tinggi”. Setelah obesitas tercapai, yang diperlukan untuk
mempertahankan kondisi adalah bahwa energi yang masuk setara dengan yang keluar. Sebagai contoh,
2. Kurang olahraga
Banyak penelitian memperlihatkan bahwa, secara rerata, orang gemuk tidak makan lebih banyak
dibandingkan dengan orang kurus. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa orang dengan
kelebihan berat tidak makan berlebihan tetapi “kurang gerak”- sindrom “couch potato” (menonton
televisi sambil makan camilan). Tingkat aktivitas fisik yang sangat rendah biasanya tidak disertai
penurunan setara asupan makanan.
5. Kecenderungan herediter.
8. Ketersediaan makanan yang melimpah, lezat, padat energi, dan relatif murah.
Salah satu contohnya adalah fast food. Hubungan antara konsumsi makanan cepat saji (fast food) dengan
obesitas dikaitkan oleh fakta bahwa makanan cepat saji (fast food) memiliki indeks glikemik dan densitas
energi yang tinggi (Rosenheck, 2008 dan Rouhani dkk, 2012). Makanan dengan indeks glikemik akan
meningkatkan konsentrasi gula darah dan akan mempengaruhi regulasi nafsu makan melalui hormon
yang akan menstimulasi rasa lapar. Semakin tinggi indeks glikemik, semakin tinggi kadar glukosa di
dalam darah, dan akan semakin banyak insulin yang akan diproduksi untuk dapat menyalurkan glukosa ke
dalam sel, yang menyebabkan peningkatan yang sangat tinggi pada insulin, sehinga dapat terjadi
inflamasi, penambahan berat badan, peningkatan hormon, bahkan dapat menyebabkan resistensi insulin.
Pengeluaran insulin berlebih oleh pankreas atau hiperinsulinemia menyebabkan kadar glukosa dalam
darah menurun. Penurunan kadar glukosa darah akan menurunkan kecepatan bangkitan neuron
glukoreseptor di pusat kenyang di nucleus ventromedial dan paraventrikular hipotalamus. Penurunan
kadar gula juga secara bersamaan meningkatkan bangkitan neuron glukosensitif di pusat lapar
hipotalamus lateral. Pada orang yang mengkonsumsi fast food, maka akan sering merasa lapar dan
kembali makan terus-menerus sehingga timbunan lemak ditubuh berlebih karna tidak diimbangi dengan
aktivitas fisik.
10
c. Usia. Berdasarkan data statistik usia > 45 tahun terjadi peningkatan risiko untuk menderitas
intoleransi glukosa dan lebih rentan terhadap DM tipe 2.
d. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan (BB) bayi lahir >4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional.
e. Riwayat lahir dengan BB rendah, kurang dari 2,5kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah
mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi dengan BB normal.
c. Pola makan. Kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji, makanan kolesterol tinggi,
mengonsumsi alkohol.
e. Merokok. Merokok mengingkatkan risiko DMT2. Pada sebuah penelitian selama 6 tahun yang
melibatkan 40.000 orang laki-laki berusia 40 hingga 75 tahun didapatkan hasil bahwa merokok
sebanyak 1 bungkus atau lebih setiap hari akan melipat gandakan risiko terjadinya DM-T2. Selain
itu juga pasien DM yang merokok akan meningkatkan risisko komplikasi. Tujuh puluh lima
persen pasien DM meninggal akibat masalah kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke
akibat rokok, karena rokok membuat kerja jantung lebih berat dengan vasokonstriksi, peningkatan
denyut jantung dan peningkatan tekanan darah.
11
Diagnosis DM Tipe 2
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan
diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai.
Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi
setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan
dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala
khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab
13
2. Atau gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan
pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1mmol/L). TTGO dilakukan dengan
standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan ke dalam air.
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum
larutan glukosa selesai
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Komplikasi DM Tipe 2
14
b. Penyulit menahun
1. Makroangiopati : pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi (perifer). Penyakit arteri
perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan
kelainan yang pertama muncul, pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati : retinopati diabetik. Pengendalian kadar glukosa dan tekanan darah yang baik
akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Nefropati diabetik. Neuropati yang
tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Beresiko
tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa
terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit saat malam hari.
Masalah:
Angka kejadian DM tipe 2 di Indonesia semakin meningkat, hal ini juga disertai peningkatan angka
kejadian obesitas sebagai faktor risiko dari DM tipe 2.
Hipotesis:
Prevalensi DM-T2 pada orang yang obesitas lebih banyak dibandingkan pada orang yang tidak obesitas di
kelurahan Jatimulya, Rangkasbitung.
10 Tujuan Penelitian Uraikan tujuan khusus dan makna penelitian harus diuraikan dengan jelas.
Jangan melebihi tempat yang disediakan.
15
Mengetahui prevalensi DM-T2 pada obesitas yang terdapat pada kelurahan Jatimulya, Rangkasbitung.
Tujuan Khusus:
Manfaat Penelitian :
1. Bagi peneliti :
- Memenuhi tugas akhir penelitian sebagai syarat kelulusan sarjana kedokteran
- Sebagai penelitian awal yang dapat dilanjutkan dikemudian hari
- Mendapatkan pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan penelitian klinis
- Mengetahui cara membuat penelitian yang baik dengan menggunakan ilmu metodologi
penelitian yang diperoleh selama perkuliahan
2. Bagi institusi:
- Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran UKRIDA (Universitas Kristen
Krida Wacana)
3. Bagi masyarakat :
- Mengetahui bahaya obesitas terhadap timbulnya DM-T2
11 Rencana Penelitian Uraikan dengan jelas tetapi ringkas strategi umum dari penelitian yang diusulkan serta
pendekatan khusus dan metode yang akan digunakan. Apabila diperlukan fasilitas di institusi lain, tunjukan bahwa
lembaga yang bersangkutan telah dihubungi dan memberikan persetujuan. Jangan melebihi 3 halaman spasi tunggal
(12 pts Font)
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah cross sectional dengan sample yang diambil
menggunakan metode simple random sampling . Berdasarkan rumus dan perhitungan sample tersebut,
dibutuhkan 106 sample.
Untuk melakukan penelitiannya akan menggunakan beberapa alat dan kuesioner untuk
menentukan faktor resiko, obesitas dan diabetes mellitus tipe 2. Alat dan bahan yang akan digunakan serta
cara kerja yang dilakukan, akan lebih dijelaskan pada kolom dibawah ini.
16
Subjek Penelitian : Masyarakat yang tinggal di kelurahan Jatimulya (untuk spesifikasi RT/RW) belum
ditentukan.
Kriteria inklusi :
1. Usia ≥20 tahun
2. Warga di kelurahan Jatimulya
3. Bersedia dijadikan subjek penelitian
4. Ada di tempat saat pengambilan sample
5. Dengan BMI (Body Mass Index) yang memasuki klasifikasi obesitas bernilai 25,0-29,9.
Kriteria eksklusi :
1. Wanita sedang hamil
2. Subjek penelitian yang tidak bisa diajak kerja sama
3. Acites
4. BMI<25,0
17
Kriteria
Data penduduk inklusi (+)
kelurahan Identitas Mengumpulk Pengolahan
Subjek subjek an informasi
Jatimulya Data
penelitian penelitian dan data
Rangkasbitung
Kriteria tinggi badan,
eksklusi berat badan ,
kuesioner,
(+) dan gula
Analisis data
darah
Penulisan
laporan
penelitian
Pengumpulan data
Data yang digunakan merupakan data kuantitatif yang pengumpulannya dilakukan oleh peneliti terhadap
subjek penelitian (data primer). Adapun proses dalam pengumulan data yaitu:
1. Menjelaskan kepada subjek penelitian tujuan dan cara kerja.
2. Meminta persetujuan (informed consent) subjek untuk dijadikan sample dalam penelitian.
3. Mengukur antropometri berupa :
Berat badan yang diukur dengan menggunakan bathroom scale (timbangan berat badan
standar) dalam posisi berdiri tegap tanpa alas kaki, topi, dan jam tangan.
Tinggi badan yang diukur dengan menggunakan microtoise dalam posisi tegap dengan
pandangan lurus kedepan dalam frankfort horizontal plane (garis yang menghubungkan
meatus akustikus eksternus dan tepi bawah orbita berada tegak lurus dengan papan
pengukur)
Menentukan BMI. Diukur dengan menggunakan rumus berat badan dalam satuan
kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter.
4. Meminta subjek penelitian untuk mengisi kuesioner.
5. Memandu subjek penelitian dalam mengisi kuesioner.
6. Mengukur kadar gula darah sewaktu (GDS) subjek penelitian dengan menggunakan glukometer.
11.4 Sampling (menyebutkan teknik sampling dan menghitung besar sample dengan rumus yang sesuai)
Teknik sample yang digunakan adalah Simple Random Sampling
18
0,1x0,1
α = 0,05 → Za = 1,96
d = diambil oleh peneliti 10%
P = 0.15 (diambil dari data obesitas pada riskesdas tahun 2013 provinsi Banten)
Q = 1 – 0,15 = 0,85
Untuk menjaga adanya sample penelitian yang drop out, jumlah sample ditambah menjadi :
n 2 = 48.9804 + 10%(48.9804) = 53.87844 ~ 54 orang
Jadi, dalam penelitian ini dibutuhkan subjek minimal sebanyak 54 orang
19
Kerangka Konsep
22
23
Implikasi Etik Eksperimental pada Manusia Berikan pernyataan singkat mengenai permasalahn etik
yang dapat timbul dari eksprimentasi, dan jelaskan bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. Permasalahan etik
termasuk (a) bahaya dan komplikasi perlakuan, (b) kerahasiaan data (confidentiality), (c) Informed consent, dan sebagainya.
24
14 Daftar Pustaka Harus relevan dengan usulan. Tidak lebih dari satu halaman.
1. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas, 6th edition. Belgium : IDF, 2013.
2. Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta : Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013.
3. Persatuan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Konsensus pengendalian dan pencegahan
Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia, 4th edition. Jakarta: PB PERKENI, 2011.
4. WHO expert co sultation. Appropiate body-mass index for Asian populations and its implication
for policy and intervention strategies. Lacent 2004;363:157-63
5. Decoda Study Group. BMI compared with central obesity indicators in relation to diabetes and
hypertension in asians. Obesity. 2008;16:1622-35.
6. Nyamdorj R, Qiao Q, Sodeberg S, Pitkaniemi JM, Zimmet PZ, Shaw JE, et al. BMI compared
with central obesity indicators as a predictor of diabetes incidence in Mauritius.
Obesity.2008;17:342-8.
7. Sugondo S. Buku ajar ilmu penyakit dalam : obesitas. Jilid III. Edisi V. 2009;1977-80.
8. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC;2012.h.708-86.
9. NHLBI. 2007. Determination of degree of abdominal obesity, guidelines on overweight and
obesity. Diakses dari www.nhlbi.nih.gov/guideline/abdominal.
10. Priantono D, Sulistianingsih DP. Kapita selekta kedokteran : diabetes melitus. Edisi IV. Jilid II.
2014;777.
11. Slamet S, Purnamasari D. Buku ajar ilmu penyakit dalam : diabetes melitus di Indonesia dan
diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Edisi V. Jilid III. 2009;1875-81.
12. Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). 2006. Konsensus pengelolaan dan pencegahan
diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta : Perkeni.
25