You are on page 1of 9

Faktor yang Mempengaruhi Perkawinan Muda Perempuan

Mariyatul Qibtiyah
Departemen Biostatistika dan Kependudukan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Jl. Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya 60115
Alamat korespondensi:
Mariyatul Qibtiyah
qibtiyah30@gmail.com

ABSTRACT

Early marriage was still happened in Indonesia, in the city and also in the village with different social,
economic, and culture background. The percentage of early marriage in Indonesia is still high, ranked 37 in the
world and the second highest in Southeast Asia. Early marriage can lead to negative effects on education, socio-
economic, demographic, psychological, and health. This study aims to analyze the influence of social, economic,
and cultural factors to the age of first marriage in urban and rural areas in kabupaten Tuban. This research was
observational with cross sectional design. The sample of this research were 62 women who got marriaged
before 21 years old in 2013 in kecamatan Tuban and kecamatan Grabagan kabupaten Tuban. Subjects were
selected by cluster random sampling. The independent variables of this research were residence, education,
occupation, salary, perception of courtship, and perception of "old maid". Correlation analysis with Fisher’s
Exact test showed that residence and education had significant correlation with early marriage (p<0,05). The
multiple logistic regression with significance level α=0.05 showed that the significance value of residence was
p=0,008 (p<0,05) and education was p=0,037 (p<0,05). In conclusion, independent variables that affect early
marriage was social factor, that is residence and education. While economic factor and cultural factor did not
affect early marriage in urban and rural areas in kabupaten Tuban.

Keywords: residence, education, early marriage

ABSTRAK
Perkawinan muda masih banyak terjadi di Indonesia baik di perkotaan maupun perdesaan dengan beragam latar
belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Persentase perkawinan muda di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu
peringkat 37 di dunia dan tertinggi kedua di Asia Tenggara. Perkawinan muda dapat mengakibatkan efek negatif
bagi pendidikan, sosial ekonomi, kependudukan, psikologi, dan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh faktor sosial, ekonomi, budaya terhadap usia kawin pertama muda wilayah urban dan
rural di kabupaten Tuban. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional.
Sampel penelitian adalah 62 orang perempuan yang menikah di usia kurang dari 21 tahun pada tahun 2013 di
kecamatan Tuban dan kecamatan Grabagan kabupaten Tuban. Subjek ditarik dari populasi dengan cara cluster
random sampling. Variabel bebas penelitian adalah tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, persepsi
pacaran, dan persepsi tentang “perawan tua”. Analisis hubungan dengan Fisher’s Exact test menunjukkan bahwa
tempat tinggal dan pendidikan memiliki hubungan bermakna dengan perkawinan muda perempuan (p<0,05).
Hasil analisis pengaruh dengan regresi logistik berganda (multiple logistic regression), dengan tingkat
kepercayaan α= 0,05 menunjukkan bahwa nilai signifikansi tempat tinggal p= 0,008 (p<0,05) dan pendidikan
p=0,037 (p<0,05). Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa terdapat pengaruh faktor sosial yang meliputi
tempat tinggal dan pendidikan terhadap perkawinan muda perempuan. Sedangkan faktor ekonomi dan budaya
tidak ada yang berpengaruh terhadap perkawinan muda perempuan wilayah urban dan rural di kabupaten Tuban.

Kata kunci: tempat tinggal, pendidikan, kawin muda

PENDAHULUAN usia kawin pertama perempuan di


Persentase perkawinan muda di perkotaan sekitar 16-19 tahun, sedangkan
Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu di perdesaan sekitar 13-18 tahun. Tingkat
peringkat 37 di dunia dan tertinggi kedua pendidikan yang rendah mengakibatkan
di ASEAN setelah Kamboja. Penelitian masyarakat susah memperoleh pekerjaan
yang dilakukan BKKBN menunjukkan layak sehingga orang tua lebih memilih

50
Mariyatul., Faktor Yang Mempengaruhi Perkawinan … 51

untuk menikahkan anaknya daripada dengan masyarakat yang berada di wilayah


menambah beban hidup keluarga. rural seperti di kecamatan Grabagan
Budaya yang berkembang di karena setiap wilayah memiliki
lingkungan masyarakat seperti anggapan karakteristik yang berbeda.
negatif terhadap perawan tua jika tidak
menikah melebihi usia 17 tahun atau METODE PENELITIAN
kebiasaan masyarakat yang menikah di Penelitian ini merupakan penelitian
usia sekitar 14-16 tahun menjadi faktor observasional dengan desain cross
yang mendorong tingginya jumlah sectional. Penelitian dilaksanakan di
perkawinan muda. Orang tua berharap wilayah kerja Kantor Urusan Agama
mendapat bantuan dari anak setelah kecamatan Tuban dan Kantor Urusan
menikah karena rendahnya ekonomi Agama kecamatan Grabagan pada bulan
keluarga. Faktor yang mempengaruhi Mei 2014.
median usia kawin pertama perempuan Populasi dalam penelitian ini adalah
diantaranya adalah faktor sosial, ekonomi, seluruh perempuan yang menikah pertama
budaya dan tempat tinggal (desa/kota) kali di Kantor Urusan Agama antara bulan
(BKKBN, 2012). Januari hingga bulan Desember 2013 dan
Mayoritas masyarakat Jawa Timur berusia kurang dari 21 tahun di kecamatan
menikah di usia 15-19 tahun, yaitu sebesar Tuban dan kecamatan Grabagan kabupaten
44,5% dan sebesar 14,1% menikah di usia Tuban yang berjumlah 372 orang dan
10-14 tahun (Riskesdas, 2010). Laju masih tinggal menetap di Kecamatan
perkawinan muda harus ditekan karena Tuban atau Kecamatan Grabagan.
dapat mengakibatkan permasalahan yang Teknik pengambilan sampel yang
lebih kompleks, mulai dari masalah digunakan adalah cluster random sampling
demografi, sosial, ekonomi, kesehatan, dan dengan unit cluster desa dan diperoleh
masalah yang lainnya. cluster minimal 9 desa dengan jumlah
Salah satu kabupaten di Jawa Timur sampel 62 orang. Variabel dalam
yang masih banyak terjadi perkawinan penelitian adalah tempat tinggal,
muda adalah di kabupaten Tuban. Rata- pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
rata usia kawin pertama kabupaten Tuban persepsi pacaran, persepsi perawan tua,
adalah 18,46 tahun (Susenas 2011). Data dan usia kawin pertama. Cara
BKKBN Jawa Timur menunjukkan bahwa pengumpulan data menggunakan kuesioner
perkawinan di bawah usia 21 tahun sebesar dan dianalisis regresi logistik berganda
30,28%, dan yang tertinggi terdapat di dengan α = 0,05.
kecamatan Grabagan, yaitu sebesar 68,3%
dari total pernikahan yang terjadi di HASIL PENELITIAN
Grabagan tahun 2013. Persentase
perkawinan di bawah umur (perempuan Distribusi Faktor Sosial, Ekonomi, dan
kurang dari 16 tahun dan laki-laki kurang Budaya Responden
dari 19 tahun) yang terbanyak juga ada di Faktor sosial yang diteliti adalah
kecamatan Grabagan, yaitu sebesar 4,56%. tempat tinggal dan pendidikan responden,
Wilayah kabupaten Tuban memiliki faktor ekonomi yang diteliti adalah
kondisi geografis yang beragam, terdapat pekerjaan dan penghasilan responden,
wilayah pantai dan wilayah pegunungan sedangkan faktor budaya yang diteliti
kapur yang membuat masyarakat memiliki adalah persepsi pacaran dan persepsi
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang tentang perawan tua. Distribusi faktor
berbeda di setiap wilayahnya. Faktor yang sosial, ekonomi, dan budaya responden
mempengaruhi perkawinan muda di disajikan dalam tabel 1.
kecamatan yang berada di wilayah urban
seperti kecamatan Tuban akan berbeda
52 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 3, No. 1 Juli 2014: 50-58

Tabel 1. Distribusi Faktor Sosial, Ekonomi, dan Budaya Responden


Variabel Jumlah Persentase (%)
Tempat tinggal Kota (urban) 28 45,2
Desa (rural) 34 54,8
Total 26 100,0
Pendidikan
Diploma/PT 1 1,6
SMA 24 37,1
SMP 25 40,3
SD 13 21,0

Total 26 100,0
Pekerjaan Karyawan swasta 37 59,7
Wirausaha 4 6,5
Tidak bekerja 21 33,8
Total 26 100,0
Penghasilan
>3.000.000 1 1,6
>1.144.400 - 3.000.000 9 14,5
600.000 - 1.144.400 17 27,4
<600.000 14 22,6
Tidak ada penghasilan 21 33,9
Total 26 100,0
Persepsi Pacaran Tidak setuju 17 27,4
Setuju 43 69,4
Sangat setuju 2 3,2
Total 26 100,0
Persepsi Perawan Tua
Sangat tidak takut 4 6,5
Tidak takut 23 37,0
Takut 31 50,0
Sangat takut 4 6,5
Total 62 100,0

Usia kawin pertama perempuan lebih 1.144.400 rupiah sebesar dan hanya 1,6%
tinggi di daerah perkotaan daripada yang berpenghasilan lebih dari 3.000.000
pedesaan. Tabel 1 menunjukkan bahwa tiap bulan.
54,84% responden bertempat tinggal di Responden yang setuju adanya
wilayah desa atau rural, sementara 45,16% pacaran sebanyak 69,4% dan 3,2%
tinggal di wilayah kota atau urban. menjawab sangat setuju. Sementara 27,4%
Mayoritas responden berpendidikan hingga lainnya menyatakan tidak setuju terhadap
tingkat SMP, yaitu sebesar 40,3% dan pacaran. Persepsi individu terhadap
hanya 1,6% yang melanjutkan pendidikan “perawan tua” adalah adanya penilaian
hingga perguruan tinggi. negatif atau rasa takut responden jika
Pekerjaan responden dalam belum menikah hingga usia lebih dari 17
penelitian ini merujuk pada kegiatan tahun. Mayoritas responden sebelum
responden sehari-hari untuk mendapatkan menikah merasa takut jika mereka menjadi
imbalan (uang) sebelum menikah pertama perawan tua. Sebesar 50% responden
kali. Sebanyak 59,7% responden bekerja menyatakan takut dan 6,5% sangat takut,
sebagai karyawan swasta dan 33,9% tidak 37,1% tidak takut dan 6,5% merasa sangat
bekerja. Mayoritas responden mengatakan takut jika menjadi perawan tua. Distribusi
tidak memiliki penghasilan sebelum usia kawin pertama (UKP) perempuan di
menikah, yaitu sebanyak 33,9%. 27,4% wilayah urban dan rural kabupaten Tuban
responden memiliki penghasilan 600.000 - disajikan dalam tabel 2.
Mariyatul., Faktor Yang Mempengaruhi Perkawinan … 53

Tabel 2. Usia Kawin Pertama Responden


Persentase Kumulatif
UKP Jumlah Persentase (%)
(%)
15 4 6,4 6,4
16 4 6,4 12,8
17 14 22,6 35,4
18 12 19,4 54,8
19 16 25,8 80,6
20 12 19,4 100,0
Total 62 100,0

Tabel 2 menunjukkan bahwa rentang responden menikah di usia muda, yaitu


usia kawin pertama responden adalah 15 kurang dari 18 tahun.
hingga 20 tahun. Mayoritas responden
menikah pertama kali di usia 19 tahun, Faktor yang Berhubungan dengan
yaitu sebesar 25,8%. Perkawinan Muda Perempuan
Persentase usia kawin pertama Hasil hubungan antara faktor sosial,
perempuan terendah adalah di usia 15 dan ekonomi, dan budaya terhadap perkawinan
16 tahun, yaitu masing-masing 6,5% dari muda perempuan di kabupaten Tuban
total responden. Sebanyak 35,5% disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Faktor yang Berhubungan dengan Perkawinan Muda Perempuan


Usia Kawin Pertama
Variabel Kategori Jumlah p (Sig)
Tidak Muda Muda
Tempat tinggal Kota 24 (85,7%) 4 (14,3%) 28 (100%) 0,004
Desa 16 (47,1%) 18 (52,9%) 34 (100%)
Total 40 (64,5%) 22 (35,5%) 62 (100%)
Pendidikan Menengah ke 35 (72,9%) 13 (27,1%) 48 (100%) 0,023
atas
Dasar 5 (35,7%) 9 (64,3%) 14 (100%)
Total 40 (64,5%) 22 (35,5%) 62 (100%)
Pekerjaan Bekerja 29 (70,7%) 12 (29,3%) 41 (100%) 0,172
Tidak Bekerja 11 (52,4%) 10 (47,6%) 21 (100%)

Total 40 (64,5%) 22 (35,5%) 62 (100%)


Penghasilan >UMR 7 (70,0%) 3 (30,0%) 10 (100%) 1,000
≤UMR 33 (63,5%) 19 (36,5%) 52 (100%)
Total 40 (64,5%) 22 (35,5%) 62 (100%)
Persepsi Pacaran Tidak Setuju 10 (58,8%) 7 (41,2%) 17 (100%) 0,781
Setuju 30 (66,7%) 15 (33,3%) 45 (100%)

Total 40 (64,5%) 22 (35,5%) 62 (100%)


Persepsi “Perawan Tidak Takut 16 (59,3%) 11 (40,7%) 27 (100%) 0, 623
tua” Takut 24 (68,6%) 11 (31,4%) 35 (100%)

Total 40 (64,5%) 22 (35,5%) 62 (100%)

Usia kawin pertama muda adalah cenderung menikah di usia yang lebih tua,
usia kawin pertama perempuan <18 tahun, yaitu sebesar 85,7%. Responden yang
sedangkan tergolong tidak muda jika usia tinggal di desa cenderung tidak memiliki
kawin perempuan ≥ 18 tahun. Perbedaan perbedaan usia kawin. Analisis Chi-square
usia kawin lebih terlihat di wilayah test menghasilkan nilai p sebesar 0,004 (p<
perkotaan. Responden yang tinggal di kota 0,05) yang berarti terdapat hubungan
54 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 3, No. 1 Juli 2014: 50-58

signifikan antara tempat tinggal dengan terhadap perkawinan muda perempuan


perkawinan muda perempuan. dengan analisis logistik berganda. Analisis
Responden dengan tingkat regresi logistik berganda menunjukkan
pendidikan menengah ke atas lebih banyak bahwa variabel independen yang memiliki
yang tidak menikah di usia muda yaitu pengaruh terhadap perkawinan muda
sebesar 72,9%, sedangkan 64,3% perempuan adalah variabel tempat tinggal
responden yang hanya sekolah di tingkat dengan nilai p 0,008 (p≤ 0,05) dan tingkat
dasar melakukan perkawinan muda. Hasil pendidikan responden nilai p sebesar 0,037
analisis bivariat dengan Fisher’s Exact test (p≤ 0,05). Nilai koefisien variabel tempat
diperoleh nilai p sebesar 0,023 (p< 0,05), tinggal adalah 0,161dan variabel
yang berarti bahwa terdapat hubungan pendidikan responden sebesar 0,224.
signifikan antara tingkat pendidikan Bentuk persamaan regresi logistik
dengan perkawinan muda perempuan. berganda adalah sebagai berikut:
Persentase responden yang f (z) =
melakukan perkawinan muda lebih besar
pada responden yang tidak bekerja.
Sebanyak 47,6% dari responden yang tidak PEMBAHASAN
bekerja melakukan perkawinan muda, Distribusi Faktor Sosial, Ekonomi, dan
sedangkan pada responden yang bekerja Budaya Responden
hanya 29,3%. Responden dengan Responden lebih banyak yang
penghasilan di bawah UMR lebih banyak bertempat tinggal di wilayah rural atau
yang menikah pada usia muda, yaitu desa. Pujihasvuty (2011), menyatakan
sebesar 36,5%. Hasil analisis Chi-square bahwa umur kawin pertama lebih tinggi di
test menunjukkan nilai p variabel perkotaan daripada di perdesaan. Hal ini
pekerjaan sebesar 0,251 (p> 0,05) dan kemungkinan disebabkan karena akses
analisis Fisher’s Exact test untuk sarana prasarana daerah perkotaan lebih
penghasilan memperoleh nilai p sebesar baik bila dibandingkan daerah perdesaan.
1,000 (p> 0,05), sehingga dapat diartikan Hasil SDKI tahun 2012 yang juga
bahwa tidak terdapat hubungan signifikan menyatakan bahwa umur pertama menikah
antara pekerjaan dan penghasilan dengan pada usia sangat muda (10-14 tahun)
perkawinan muda perempuan. cenderung lebih tinggi di perdesaan yaitu
Faktor budaya tidak ada yang sebesar 6,2%.
berhubungan signifikan dengan Sampoerno dan Azwar (1987) dalam
perkawinan muda. Berdasarkan hasil Ariyani (2011) menyatakan bahwa tingkat
analisis bivariat dengan Chi-square test, pendidikan remaja menjadi faktor dalam
diperoleh nilai p sebesar 0,781 (p> 0,05) menentukan usia kawin pertama. Makin
untuk persepsi pacaran dan nilai p sebesar rendah tingkat pendidikan, makin
0,623 (p> 0,05) untuk persepsi perawan mendorong berlangsungnya perkawinan
tua. Perkawinan muda lebih banyak muda. Hasil penelitian menunjukkan
dilakukan oleh responden yang tidak setuju bahwa mayoritas pendidikan responden
pacaran, yaitu sebesar 41,2%. Persentase masih tergolong rendah. Tingkat
responden yang takut menjadi perawan tua pendidikan yang berbeda akan
cenderung menikah di usia yang lebih tua mempengaruhi perilaku yang berbeda pula
daripada yang tidak takut menjadi perawan dalam mengambil keputusan untuk kawin
tua, yaitu sebesar 68,6%. atau tidak kawin. Masyarakat dengan
pendidikan rendah tidak tahu tentang
Faktor yang Mempengaruhi dampak negatif yang bisa terjadi akibat
Perkawinan Muda pernikahan dini.
Analisis pengaruh dilakukan pada Faktor ekonomi yang diteliti adalah
variabel sosial, ekonomi, dan budaya pekerjaan dan penghasilan responden.
Sebanyak 33,9% responden tidak bekerja
Mariyatul., Faktor Yang Mempengaruhi Perkawinan … 55

dan mayoritas penghasilan responden sebagai perkawinan anak dan orang tua
masih di bawah upah minimum regional wajib mencegah terjadinya perkawinan
kabupaten Tuban, yaitu 1.144.400 rupiah anak. Begitu juga pendapat Bogue dalam
tiap bulan. Oleh sebab itu masyarakat Dini Risya 2011 yang mengelompokkan
memilih untuk menikah agar mendapatkan usia perkawinan pertama kurang dari 18
nafkah dan jaminan ekonomi dari suami. tahun sebagai child marriage. Laporan
Sampoerno dan Azwar (1987) dalam eksekutif kesehatan provinsi Jawa Timur
Ariyani (2011), menyebutkan bahwa 2010 menunjukkan bahwa sekitar 30,61%
masyarakat seringkali memilih penduduk perempuan di Jawa Timur usia
perkawinan sebagai jalan keluar untuk 10 tahun memiliki usia kawin pertama
mengatasi kesulitan ekonomi. Hal ini yang masih sangat muda, yaitu usia 16
dilatarbelakangi alasan kemiskinan dan tahun atau kurang.
berharap setelah menikah, perekonomian
keluarga akan lebih baik. Faktor yang Berhubungan dengan
Pacaran merupakan gejala sosial Perkawinan Muda
yang dialami oleh remaja yang menginjak Hasil analisis hubungan bivariat
masa pubertas. Hasil penelitian dengan uji Fisher’s’s exact test dan Chi-
menunjukkan bahwa sebagian besar setuju square test menunjukkan bahwa faktor
dan pernah pacaran. Sampoerno dan sosial yang berhubungan dengan
Azwar (1987) dalam Ariyani (2011), perkawinan muda perempuan adalah
menyebutkan bahwa perubahan nilai tempat tinggal dan pendidikan. Responden
seperti makin longgarnya hubungan pria yang tinggal di desa cenderung menikah di
dan wanita di perkotaan sehingga sering usia muda daripada di kota, yaitu 52,9%.
mengakibatkan pernikahan di usia muda. Soekarno (2011) menyatakan bahwa rata-
Stigma negatif terhadap status rata umur kawin pertama lebih rendah di
perawan tua terhadap anak berusia 17 wilayah perdesaan dibandingkan
tahun lebih juga masih melekat di perkotaan. Umur kawin di perkotaan yang
masyarakat. Penelitian yang dilakukan tinggi kemungkinan berhubungan dengan
BKKBN tahun 2012 di Kalimantan kesibukan masyarakat kota untuk
Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Banten melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
menunjukkan bahwa perempuan dianggap lebih tinggi di usia muda.
sebagai perawan tua jika belum menikah Mayoritas responden yang
hingga berusia lebih dari 17 tahun. menempuh pendidikan di tingkat dasar
menikah di usia muda. Berbagai penelitian
Perkawinan Muda Perempuan menyimpulkan bahwa terdapat korelasi
Usia kawin pertama adalah indikator antara tingkat pendidikan dan usia saat
dimulainya seorang perempuan berpeluang menikah, semakin tinggi pendidikan maka
untuk hamil dan melahirkan, jadi semakin usia anak saat menikah relatif lebih tinggi.
muda usia kawin maka semakin besar Laporan eksekutif kesehatan provinsi
peluang untuk memiliki anak. Meskipun jawa timur tahun 2010 menyatakan bahwa
berdasarkan Undang-undang perkawinan usia kawin pertama muda sejalan dengan
perempuan usia 16 tahun sudah persentase penduduk perempuan yang
diperbolehkan untuk menikah, namun usia memiliki tingkat pendidikan cukup rendah
tersebut belum cukup matang untuk atau setingkat sekolah dasar ke bawah,
menjalani kehidupan rumah tangga. yaitu sebesar 85,16 dari penduduk
Undang-Undang Republik Indonesia perempuan di desa yang menikah pada usia
Nomor 23 Tahun 2002 tentang di bawah 17 tahun. Faktor biaya
Perlindungan Anak menjelaskan bahwa pendidikan yang mahal menjadi alasan
perkawinan yang dilakukan oleh seseorang masyarakat desa tidak melanjutkan
yang berusia kurang dari 18 tahun disebut pendidikan.
56 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 3, No. 1 Juli 2014: 50-58

Pujihasvuty (2011), berpendapat Soekarno juga diketahui bahwa wanita


bahwa faktor ekonomi budaya menjadi yang memiliki umur kawin pertama kurang
penyebab praktek perkawinan muda, dari 18 tahun paling tinggi terjadi pada
namun hasil penelitian ini menyatakan wanita pasangan usia subur yang tingkat
bahwa faktor ekonomi dan budaya tidak pendidikannya hanya sampai tamat sekolah
berhubungan dengan perkawinan usia dasar.
muda. Hal ini dimungkinkan karena yang Hasil penelitian ini menunjukkan
lebih berhubungan dengan usia kawin bahwa tidak ada faktor ekonomi dan
pertama muda adalah faktor ekonomi dari budaya yang berpengaruh terhadap usia
orang tua, baik pekerjaan maupun kawin pertama muda perempuan di
penghasilan orang tua dan terdapat praktek wilayah urban dan rural kabupaten Tuban.
budaya lain yang berhubungan seperti Hal ini dimungkinkan karena masih
perjodohan. banyak komponen faktor ekonomi dan
budaya yang bisa berpengaruh terhadap
Faktor yang Mempengaruhi usia kawin namun tidak diteliti dalam
Perkawinan Muda penelitian. Misalnya faktor ekonomi dari
Hasil analisis pengaruh dengan sisi penghasilan orang tua dan variabel
menggunakan regresi logistik berganda perjodohan di faktor budaya. Laporan
menunjukkan adanya pengaruh faktor eksekutif kesehatan provinsi Jawa Timur
sosial yaitu tempat tinggal dan pendidikan menyatakan bahwa anak perempuan
responden terhadap perkawinan muda terpaksa atau dipaksa menikah di usia
perempuan di wilayah urban dan rural di muda agar orang tua terlepas dari beban
kabupaten Tuban. Hal ini sesuai dengan ekonomi. Selain itu budaya perjodohan
laporan eksekutif kesehatan provinsi Jawa juga masih tertanam kuat di masyarakat,
Timur tahun 2010 yang menyebutkan bahkan banyak pula masyarakat yang lebih
bahwa sekitar 67,82% dari seluruh memilih menjadi janda daripada menjadi
perempuan yang menikah di bawah 17 perawan tua.
tahun bertempat tinggal di perdesaan dan Pujihasvuty (2010), menyatakan
dengan tingkat pendidikan yang rendah bahwa berdasarkan konvensi hak anak,
yaitu SD ke bawah. Penelitian Soekarno batas awal dewasa adalah usia 18 tahun.
(2011) juga menyimpulkan bahwa tempat Dalam undang-undang perlindungan anak
tinggal dan tingkat pendidikan juga menyebutkan bahwa orang tua wajib
berpengaruh terhadap peningkatan umur mencegah terjadinya perkawinan anak
kawin pertama. Hasil penelitian ini (usia muda). Perkawinan di usia muda
menunjukkan bahwa kemungkinan merupakan suatu pelanggaran terhadap hak
responden yang bertempat tinggal di desa anak karena anak akan kehilangan hak
akan menikah dini 6,21 kali lebih besar untuk menempuh pendidikan lebih tinggi,
jika dibandingkan dengan responden yang hak kesehatan dan juga hak anak untuk
tinggal di kota. bermain bersama teman sebayanya.
Sampoerno dan Azwar (1987) dalam Jumlah perkawinan usia muda perlu
Ariyani (2011), menyimpulkan bahwa dikurangi karena memiliki dampak negatif
makin rendah tingkat pendidikan, makin bagi masyarakat. Secara psikologis, anak
mendorong cepat berlangsungnya belum bisa berperan sebagai istri, ibu, dan
perkawinan usia muda. Hasil penelitian partner seks sehingga bisa berpengaruh
menunjukkan bahwa kemungkinan terhadap kejiwaan serta berujung pada
responden yang berpendidikan tingkat perceraian. Semakin muda usia menikah
dasar akan menikah di usia muda 4,46 kali semakin besar peluang untuk memiliki
lebih besar jika dibandingkan dengan anak lebih banyak sehingga selain
responden yang berpendidikan tingkat berdampak pada peledakan penduduk juga
menengah ke atas. Dalam penelitian jumlah tanggungan keluarga yang semakin
Mariyatul., Faktor Yang Mempengaruhi Perkawinan … 57

tinggi. Dampak perkawinan usia muda dampak menikah usia muda kepada
bagi kesehatan diantaranya adalah masyarakat melalui media televisi lokal di
peningkatan risiko komplikasi medis kabupaten Tuban.
karena rahim belum siap untuk hamil di Pihak Kantor Urusan Agama
usia terlalu muda. Resiko kematian ibu dua melakukan sosialisasi kepada para mudin
kali lipat lebih besar pada kelompok usia atau petugas pencatat nikah di setiap desa
15-19 tahun dibandingkan usia 20-24 agar syarat pernikahan bagi warga
tahun saat hamil maupun melahirkan. dipenuhi dan tidak memanipulasi umur
Masalah kesehatan lain yang timbul calon pengantin.
adalah obstetric fistula. Penyebab fistula
diantaranya karena faktor kemiskinan, DAFTAR PUSTAKA
pernikahan usia muda (early marriage) Ariyani, Lely, I. 2011. Pandangan Usia
dan melahirkan terlalu muda. Pernikahan Ideal Menikah dan Preferensi Jumlah
anak dan langsung hamil menyebabkan Anak pada Remaja Perkotaan dan
fistula karena panggul belum sepenuhnya Perdesaan di Jawa Timur (Analisis Data
berkembang dan belum siap untuk hamil SDKI 2007). Skripsi. Surabaya:
serta melahirkan. Data WHO 2006 Fakultas Kesehatan Masyarakat
menyebutkan bahwa di Ethiopia dan Universitas Airlangga.
Nigeria lebih dari 25% kasus fistula Badan Kependudukan dan Keluarga
dikarenakan hamil sebelum usia 15 tahun, Berencana. 2012. Pernikahan Dini
dan lebih dari 50% karena hamil sebelum Pada Beberapa Provinsi Di Indonesia:
18 tahun. Pencegahan fistula adalah Dampak Overpopulation, Akar Masalah
dengan cara menunda pernikahan dini dan Dan Peran Kelembagaan Di Daerah.
usia awal melahirkan. Jakarta: Ditdamduk.
Badan Penelitian Dan Pengembangan
SIMPULAN DAN SARAN Kesehatan Kementerian kesehatan RI.
Kesimpulan 2010. Riset Kesehatan Dasar
Perkawinan muda perempuan di (Riskesdas) 2010. Jakarta: Kementerian
wilayah urban dan rural kabupaten Tuban Kesehatan.
dipengaruhi oleh faktor sosial yang Badan Pusat Statistik (BPS), Badan
meliputi tempat tinggal dan tingkat Kependudukan dan Keluarga Berencana
pendidikan responden. Faktor ekonomi (BKKBN), Kementerian Kesehatan,
yang meliputi pekerjaan dan penghasilan 2012. Survei Demografi dan Kesehatan
serta faktor budaya yang meliputi persepsi Indonesia 2012. Jakarta.
pacaran dan persepsi tentang “perawan Badan Pusat Statistik (BPS), Badan
tua” tidak memiliki pengaruh terhadap Kependudukan dan Keluarga Berencana
perkawinan muda perempuan di wilayah (BKKBN). 2010. Laporan Eksekutif
urban dan rural kabupaten Tuban. Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2010.
Surabaya.
Saran Lewis, G. dan Bernis, L. 2006. Obstetric
Pemerintah kabupaten Tuban Fistula: Guiding Principles For
hendaknya menggalakkan program wajib Clinical Management And Programme
belajar 12 tahun secara menyeluruh agar Development. WHO Press: Geneva
masyarakat bisa mengenyam pendidikan Pujihasvuty, R. 2011. Pola Kawin dan
minimal hingga tingkat SMA dalam Fertilitas Wanita Pasangan Usia Subur
rangka menunda perkawinan usia muda. di Indonesia. Jurnal ilmiah puslitbang
Bapemas, Pemdes, dan KB KB dan KS. Volume 5, No. 1, Hal. 43-
kabupaten Tuban hendaknya melakukan 55, tahun 2011.
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
tentang pendewasaan usia perkawinan dan
58 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 3, No. 1 Juli 2014: 50-58

Risya, D. 2011. Usia Perkawinan Pertama Undang-undang Republik Indonesia


Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Kabupaten Bogor. Skripsi. Jakarta: Perkawinan Penerbit Yayasan Peduli
Universitas Indonesia. Anak Negeri.
Soekarno. 2011. Pengaruh Faktor Sosial Undang-Undang Republik Indonesia
Ekonomi Terhadap Fertilitas Dan Umur Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Kawin Pertama. Jurnal ilmiah Perlindungan Anak.
puslitbang KB dan KS. Volume 5, No.
1, Hal. 9-15, tahun 2011.

You might also like