Professional Documents
Culture Documents
Mariyatul Qibtiyah
Departemen Biostatistika dan Kependudukan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Jl. Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya 60115
Alamat korespondensi:
Mariyatul Qibtiyah
qibtiyah30@gmail.com
ABSTRACT
Early marriage was still happened in Indonesia, in the city and also in the village with different social,
economic, and culture background. The percentage of early marriage in Indonesia is still high, ranked 37 in the
world and the second highest in Southeast Asia. Early marriage can lead to negative effects on education, socio-
economic, demographic, psychological, and health. This study aims to analyze the influence of social, economic,
and cultural factors to the age of first marriage in urban and rural areas in kabupaten Tuban. This research was
observational with cross sectional design. The sample of this research were 62 women who got marriaged
before 21 years old in 2013 in kecamatan Tuban and kecamatan Grabagan kabupaten Tuban. Subjects were
selected by cluster random sampling. The independent variables of this research were residence, education,
occupation, salary, perception of courtship, and perception of "old maid". Correlation analysis with Fisher’s
Exact test showed that residence and education had significant correlation with early marriage (p<0,05). The
multiple logistic regression with significance level α=0.05 showed that the significance value of residence was
p=0,008 (p<0,05) and education was p=0,037 (p<0,05). In conclusion, independent variables that affect early
marriage was social factor, that is residence and education. While economic factor and cultural factor did not
affect early marriage in urban and rural areas in kabupaten Tuban.
ABSTRAK
Perkawinan muda masih banyak terjadi di Indonesia baik di perkotaan maupun perdesaan dengan beragam latar
belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Persentase perkawinan muda di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu
peringkat 37 di dunia dan tertinggi kedua di Asia Tenggara. Perkawinan muda dapat mengakibatkan efek negatif
bagi pendidikan, sosial ekonomi, kependudukan, psikologi, dan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh faktor sosial, ekonomi, budaya terhadap usia kawin pertama muda wilayah urban dan
rural di kabupaten Tuban. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional.
Sampel penelitian adalah 62 orang perempuan yang menikah di usia kurang dari 21 tahun pada tahun 2013 di
kecamatan Tuban dan kecamatan Grabagan kabupaten Tuban. Subjek ditarik dari populasi dengan cara cluster
random sampling. Variabel bebas penelitian adalah tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, persepsi
pacaran, dan persepsi tentang “perawan tua”. Analisis hubungan dengan Fisher’s Exact test menunjukkan bahwa
tempat tinggal dan pendidikan memiliki hubungan bermakna dengan perkawinan muda perempuan (p<0,05).
Hasil analisis pengaruh dengan regresi logistik berganda (multiple logistic regression), dengan tingkat
kepercayaan α= 0,05 menunjukkan bahwa nilai signifikansi tempat tinggal p= 0,008 (p<0,05) dan pendidikan
p=0,037 (p<0,05). Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa terdapat pengaruh faktor sosial yang meliputi
tempat tinggal dan pendidikan terhadap perkawinan muda perempuan. Sedangkan faktor ekonomi dan budaya
tidak ada yang berpengaruh terhadap perkawinan muda perempuan wilayah urban dan rural di kabupaten Tuban.
50
Mariyatul., Faktor Yang Mempengaruhi Perkawinan … 51
Total 26 100,0
Pekerjaan Karyawan swasta 37 59,7
Wirausaha 4 6,5
Tidak bekerja 21 33,8
Total 26 100,0
Penghasilan
>3.000.000 1 1,6
>1.144.400 - 3.000.000 9 14,5
600.000 - 1.144.400 17 27,4
<600.000 14 22,6
Tidak ada penghasilan 21 33,9
Total 26 100,0
Persepsi Pacaran Tidak setuju 17 27,4
Setuju 43 69,4
Sangat setuju 2 3,2
Total 26 100,0
Persepsi Perawan Tua
Sangat tidak takut 4 6,5
Tidak takut 23 37,0
Takut 31 50,0
Sangat takut 4 6,5
Total 62 100,0
Usia kawin pertama perempuan lebih 1.144.400 rupiah sebesar dan hanya 1,6%
tinggi di daerah perkotaan daripada yang berpenghasilan lebih dari 3.000.000
pedesaan. Tabel 1 menunjukkan bahwa tiap bulan.
54,84% responden bertempat tinggal di Responden yang setuju adanya
wilayah desa atau rural, sementara 45,16% pacaran sebanyak 69,4% dan 3,2%
tinggal di wilayah kota atau urban. menjawab sangat setuju. Sementara 27,4%
Mayoritas responden berpendidikan hingga lainnya menyatakan tidak setuju terhadap
tingkat SMP, yaitu sebesar 40,3% dan pacaran. Persepsi individu terhadap
hanya 1,6% yang melanjutkan pendidikan “perawan tua” adalah adanya penilaian
hingga perguruan tinggi. negatif atau rasa takut responden jika
Pekerjaan responden dalam belum menikah hingga usia lebih dari 17
penelitian ini merujuk pada kegiatan tahun. Mayoritas responden sebelum
responden sehari-hari untuk mendapatkan menikah merasa takut jika mereka menjadi
imbalan (uang) sebelum menikah pertama perawan tua. Sebesar 50% responden
kali. Sebanyak 59,7% responden bekerja menyatakan takut dan 6,5% sangat takut,
sebagai karyawan swasta dan 33,9% tidak 37,1% tidak takut dan 6,5% merasa sangat
bekerja. Mayoritas responden mengatakan takut jika menjadi perawan tua. Distribusi
tidak memiliki penghasilan sebelum usia kawin pertama (UKP) perempuan di
menikah, yaitu sebanyak 33,9%. 27,4% wilayah urban dan rural kabupaten Tuban
responden memiliki penghasilan 600.000 - disajikan dalam tabel 2.
Mariyatul., Faktor Yang Mempengaruhi Perkawinan … 53
Usia kawin pertama muda adalah cenderung menikah di usia yang lebih tua,
usia kawin pertama perempuan <18 tahun, yaitu sebesar 85,7%. Responden yang
sedangkan tergolong tidak muda jika usia tinggal di desa cenderung tidak memiliki
kawin perempuan ≥ 18 tahun. Perbedaan perbedaan usia kawin. Analisis Chi-square
usia kawin lebih terlihat di wilayah test menghasilkan nilai p sebesar 0,004 (p<
perkotaan. Responden yang tinggal di kota 0,05) yang berarti terdapat hubungan
54 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 3, No. 1 Juli 2014: 50-58
dan mayoritas penghasilan responden sebagai perkawinan anak dan orang tua
masih di bawah upah minimum regional wajib mencegah terjadinya perkawinan
kabupaten Tuban, yaitu 1.144.400 rupiah anak. Begitu juga pendapat Bogue dalam
tiap bulan. Oleh sebab itu masyarakat Dini Risya 2011 yang mengelompokkan
memilih untuk menikah agar mendapatkan usia perkawinan pertama kurang dari 18
nafkah dan jaminan ekonomi dari suami. tahun sebagai child marriage. Laporan
Sampoerno dan Azwar (1987) dalam eksekutif kesehatan provinsi Jawa Timur
Ariyani (2011), menyebutkan bahwa 2010 menunjukkan bahwa sekitar 30,61%
masyarakat seringkali memilih penduduk perempuan di Jawa Timur usia
perkawinan sebagai jalan keluar untuk 10 tahun memiliki usia kawin pertama
mengatasi kesulitan ekonomi. Hal ini yang masih sangat muda, yaitu usia 16
dilatarbelakangi alasan kemiskinan dan tahun atau kurang.
berharap setelah menikah, perekonomian
keluarga akan lebih baik. Faktor yang Berhubungan dengan
Pacaran merupakan gejala sosial Perkawinan Muda
yang dialami oleh remaja yang menginjak Hasil analisis hubungan bivariat
masa pubertas. Hasil penelitian dengan uji Fisher’s’s exact test dan Chi-
menunjukkan bahwa sebagian besar setuju square test menunjukkan bahwa faktor
dan pernah pacaran. Sampoerno dan sosial yang berhubungan dengan
Azwar (1987) dalam Ariyani (2011), perkawinan muda perempuan adalah
menyebutkan bahwa perubahan nilai tempat tinggal dan pendidikan. Responden
seperti makin longgarnya hubungan pria yang tinggal di desa cenderung menikah di
dan wanita di perkotaan sehingga sering usia muda daripada di kota, yaitu 52,9%.
mengakibatkan pernikahan di usia muda. Soekarno (2011) menyatakan bahwa rata-
Stigma negatif terhadap status rata umur kawin pertama lebih rendah di
perawan tua terhadap anak berusia 17 wilayah perdesaan dibandingkan
tahun lebih juga masih melekat di perkotaan. Umur kawin di perkotaan yang
masyarakat. Penelitian yang dilakukan tinggi kemungkinan berhubungan dengan
BKKBN tahun 2012 di Kalimantan kesibukan masyarakat kota untuk
Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Banten melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
menunjukkan bahwa perempuan dianggap lebih tinggi di usia muda.
sebagai perawan tua jika belum menikah Mayoritas responden yang
hingga berusia lebih dari 17 tahun. menempuh pendidikan di tingkat dasar
menikah di usia muda. Berbagai penelitian
Perkawinan Muda Perempuan menyimpulkan bahwa terdapat korelasi
Usia kawin pertama adalah indikator antara tingkat pendidikan dan usia saat
dimulainya seorang perempuan berpeluang menikah, semakin tinggi pendidikan maka
untuk hamil dan melahirkan, jadi semakin usia anak saat menikah relatif lebih tinggi.
muda usia kawin maka semakin besar Laporan eksekutif kesehatan provinsi
peluang untuk memiliki anak. Meskipun jawa timur tahun 2010 menyatakan bahwa
berdasarkan Undang-undang perkawinan usia kawin pertama muda sejalan dengan
perempuan usia 16 tahun sudah persentase penduduk perempuan yang
diperbolehkan untuk menikah, namun usia memiliki tingkat pendidikan cukup rendah
tersebut belum cukup matang untuk atau setingkat sekolah dasar ke bawah,
menjalani kehidupan rumah tangga. yaitu sebesar 85,16 dari penduduk
Undang-Undang Republik Indonesia perempuan di desa yang menikah pada usia
Nomor 23 Tahun 2002 tentang di bawah 17 tahun. Faktor biaya
Perlindungan Anak menjelaskan bahwa pendidikan yang mahal menjadi alasan
perkawinan yang dilakukan oleh seseorang masyarakat desa tidak melanjutkan
yang berusia kurang dari 18 tahun disebut pendidikan.
56 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 3, No. 1 Juli 2014: 50-58
tinggi. Dampak perkawinan usia muda dampak menikah usia muda kepada
bagi kesehatan diantaranya adalah masyarakat melalui media televisi lokal di
peningkatan risiko komplikasi medis kabupaten Tuban.
karena rahim belum siap untuk hamil di Pihak Kantor Urusan Agama
usia terlalu muda. Resiko kematian ibu dua melakukan sosialisasi kepada para mudin
kali lipat lebih besar pada kelompok usia atau petugas pencatat nikah di setiap desa
15-19 tahun dibandingkan usia 20-24 agar syarat pernikahan bagi warga
tahun saat hamil maupun melahirkan. dipenuhi dan tidak memanipulasi umur
Masalah kesehatan lain yang timbul calon pengantin.
adalah obstetric fistula. Penyebab fistula
diantaranya karena faktor kemiskinan, DAFTAR PUSTAKA
pernikahan usia muda (early marriage) Ariyani, Lely, I. 2011. Pandangan Usia
dan melahirkan terlalu muda. Pernikahan Ideal Menikah dan Preferensi Jumlah
anak dan langsung hamil menyebabkan Anak pada Remaja Perkotaan dan
fistula karena panggul belum sepenuhnya Perdesaan di Jawa Timur (Analisis Data
berkembang dan belum siap untuk hamil SDKI 2007). Skripsi. Surabaya:
serta melahirkan. Data WHO 2006 Fakultas Kesehatan Masyarakat
menyebutkan bahwa di Ethiopia dan Universitas Airlangga.
Nigeria lebih dari 25% kasus fistula Badan Kependudukan dan Keluarga
dikarenakan hamil sebelum usia 15 tahun, Berencana. 2012. Pernikahan Dini
dan lebih dari 50% karena hamil sebelum Pada Beberapa Provinsi Di Indonesia:
18 tahun. Pencegahan fistula adalah Dampak Overpopulation, Akar Masalah
dengan cara menunda pernikahan dini dan Dan Peran Kelembagaan Di Daerah.
usia awal melahirkan. Jakarta: Ditdamduk.
Badan Penelitian Dan Pengembangan
SIMPULAN DAN SARAN Kesehatan Kementerian kesehatan RI.
Kesimpulan 2010. Riset Kesehatan Dasar
Perkawinan muda perempuan di (Riskesdas) 2010. Jakarta: Kementerian
wilayah urban dan rural kabupaten Tuban Kesehatan.
dipengaruhi oleh faktor sosial yang Badan Pusat Statistik (BPS), Badan
meliputi tempat tinggal dan tingkat Kependudukan dan Keluarga Berencana
pendidikan responden. Faktor ekonomi (BKKBN), Kementerian Kesehatan,
yang meliputi pekerjaan dan penghasilan 2012. Survei Demografi dan Kesehatan
serta faktor budaya yang meliputi persepsi Indonesia 2012. Jakarta.
pacaran dan persepsi tentang “perawan Badan Pusat Statistik (BPS), Badan
tua” tidak memiliki pengaruh terhadap Kependudukan dan Keluarga Berencana
perkawinan muda perempuan di wilayah (BKKBN). 2010. Laporan Eksekutif
urban dan rural kabupaten Tuban. Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2010.
Surabaya.
Saran Lewis, G. dan Bernis, L. 2006. Obstetric
Pemerintah kabupaten Tuban Fistula: Guiding Principles For
hendaknya menggalakkan program wajib Clinical Management And Programme
belajar 12 tahun secara menyeluruh agar Development. WHO Press: Geneva
masyarakat bisa mengenyam pendidikan Pujihasvuty, R. 2011. Pola Kawin dan
minimal hingga tingkat SMA dalam Fertilitas Wanita Pasangan Usia Subur
rangka menunda perkawinan usia muda. di Indonesia. Jurnal ilmiah puslitbang
Bapemas, Pemdes, dan KB KB dan KS. Volume 5, No. 1, Hal. 43-
kabupaten Tuban hendaknya melakukan 55, tahun 2011.
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
tentang pendewasaan usia perkawinan dan
58 Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 3, No. 1 Juli 2014: 50-58