You are on page 1of 17

JUDUL

ASURANSI REKLAMASI: Meminimalisir Perilaku Opportunisme Dan Mastikan


Terlaksananya Reklamasi Lahan dan Post Mining Program
Oleh: Ardi Novra
ABSTRACTS

Learning from the rehabilitation fund management in the forestry sector are likely to fail, hence
the need for an innovation in the management of reclamation guarantee funds (RGF) in the
mining sector. Weaknesses in the RGF management has been started from the beginning that
when estimating the amount of funds that must be paid by the mining companies. The lack of
ability of the relevant authorities in determining the value of the deposit, as well as the absence
of basic standard in valuation cause the set value is not exactly or not appropriate actual needs.
During the underwriting process, becomes the RGF that are un-productive, caused the funds in
the joint account can’t be withdrawn or used both by governments and companies. At the
current time limit for the reclamation of mined land has been passed, the funds also can’t be
availed due to many mining companies are running out of land reclamation obligations. So
don’t be surprised if one of the issues encountered from the Indonesian Corruption Commission
investigate is about the RGF management. One of alternatives solution in RGF management is
through an insurance approach, where the funds can be productive professionally managed by
the business. Government intervention will be reduce, businesses avoid aggravating the initial
investment because only pay a deposit and the remaining collateral in the form of premiums can
be paid in installments, reclamation liabilities transferred from some mining companies to the
insurance company that will facilitate the control and supervision. Other indirect positive impact
is going to encourage the emergence of new business, such as planning and estimator
consultant, land reclamation contractor and supervisor, assessor eligibility, and will drive the
need for research and development in order to improve cost efficiency (profitability). Certainty
implementation of mined land reclamation will be more secure, and sustainable land use can be
achieved.

Keywords: reclamation, guarantee, fund, mining and insurance.

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peran industri pertambangan semakin penting, tahun 2010 nilai nominal produksi
mineral dunia senilai US$ 474 M (naik 4 x lipat dibanding 2002) yang didorong
pertumbuhan ekonomi China, India dan kekuatan ekonomi berkembang lain (ICMM,
2010). Pada tahun 2010 menurut Mulyono (2013), terdapat 20 negara dengan nilai
produksi pertambangan terbesar di dunia yang menguasai 88% produksi mineral dan
Indonesia berada pada urutan ke-11 dengan nilai produksi mineral US$ 12,22 M (10,6%
total ekspor barang) dibawah posisi 5 teratas yaitu Australia (US$ 71,95 M), China
(US$ 69,28 M), Brasil (US$ 47,02 M), Chile (US$ 31,27 M), dan Rusia (US$ 28,68 M).
Industri pertambangan dan jasa pertambangan di Indonesia merupakan salah satu pilar
pembangunan ekonomi nasional dan beberapa tahun terakhir menjadi sektor industri
strategis dengan peran signifikan. Peran minyak bumi sejak mid 1980-an yang menurun,
diimbangi dengan peningkatan peran gas bumi (volume ekspor meningkat signifikan
sejak tahun 1977/78). Perkembangan sektor pertambangan diikuti perkembangan sektor
jasa sebagai lini rangkaian aktivitas industri penambangan seperti eksplorasi, survey,
alat berat, transportasi, konsultasi, dan infrastruktur pendukung pertambangan.
Pertambangan disamping memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian juga
berpotensi mengubah bentuk alam dan pencemaran. Kerusakan dan pencemaran yang
terjadi akibat kegiatan penambangan bersifat tidak dapat berbalik (irreversible
damages) dan sekali suatu daerah dibuka untuk operasi pertambangan, maka daerah
tersebut akan berpotensi menjadi rusak selamanya (Suprapto, 2011). Semua usaha
pertambangan wajib melakukan reklamasi yang menurut UU No 4 tahun 2009 yaitu
kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,
memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi
kembali sesuai peruntukannya.
Kewajiban reklamasi juga dituangkan dalam PP No. 78/2010 Pasal 2 (4), bahwa
reklamasi dan post-mining program dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan
pertambangan dengan sistem dan metode penambangan terbuka dan bawah tanah.
Selanjutnya berdasarkan Permen ESDM No. 18 tahun 2008 pasal 24 (1), setiap
pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan jaminan reklamasi yang dapat
ditempatkan pada bank pemerintah dalam bentuk rekening bersama atau deposito, bank
garansi, asuransi atau cadangan akuntansi. Pelaksanaan kewajiban reklamasi merupakan
salah satu dari 10 persoalan sektor pertambangan hasil investigasi KPK di 12 Provinsi
di Indonesia, yaitu renegosiasi kontrak, peningkatan nilai tambah, penataan IUP,
kewajiban DMO, pelaporan reguler, penerbitan aturan pelaksana, sistem data dan
informasi, pengawasan, dan optimalisasi penerimaan negara (Budi dalam Antara, 2014).
Guna menentukan arah perubahan dibutuhkan suatu kajian tentang persepsi stakeholder
terhadap kapasitas regulasi saat ini dalam memastikan terlaksananya reklamasi dan post
mining program.
1.2. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian adalah mendesain suatu model pengelolaan dana
jaminan reklamasi yang mampu memastikan terlaksananya kewajiban reklamasi dan
program pasca tambang, sedangkan secara khusus tujuan penelitian adalah;
a. Mengidentifikasi dan memetakan perilaku opportunisme oleh para pelaku dalam
mekanisme pengelolaan dana jaminan reklamasi lahan pada sektor pertambangan.
b. Mengembangkan suatu model alternatif mekanisme pengelolaan dana jaminan
reklamasi lahan yang lebih profesional, transparan, dan akuntabel serta mampu
memastikan terlaksananya kewajiban reklamasi lahan dan program pasca tambang.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian selama 6 (enam) bulan menggunakan metode survey melalui eksplorasi data
sekunder yang terkait dengan perkembangan dan kebijakan dana jaminan reklamasi
lahan bekas tambang. Penelitian dilaksanakan secara bertahap dengan beberapa cakupan
kegiatan seperti pada Gambar 1. Penelitian berbasis data sekunder ini menggunakan
metode analisis yang terdiri dari analisis kelembagaan (problem agency antara
pemerintah dan pelaku usaha pertambangan dalam implementasi kontrak dana jaminan
reklamasi). Problem agency kontrak dana jaminan reklamasi diklasifikasikan
berdasarkan dimensi waktu, yaitu pra-kontrak dana jaminan reklamasi, selama kontrak
(dana jaminan reklamasi disimpan), dan pasca kontrak yaitu setelah kewajiban
reklamasi lahan dan program pasca tambang dilaksanakan.

1
REVIEW KEBIJAKAN

1. Identifikasi Regulasi Terkait Dana Jaminan Reklamasi


2. Implementasi Reklamasi Lahan dan Program Pasca Tambang

3. Identifikasi Tahapan dan Proses Kontrak Dana


TAHAPAN

Jaminan Reklamasi
4. Identifikasi Perilaku Opportunisme dan Implikasi
IDENTIFIKASI pada Kontrak Dana Jaminan
5. Pemetaan Perilaku Opportunis dalam Kaitannya
dengan Kepastian Implementasi Reklamasi

6. Alternatif Penanggulangan dan Pencegahan Perilaku


Opporunsime
MODELLING 7. Potensi dan Peluang Pengembangan Model
Alternatif Pengelolaan Dana jaminan Reklamasi

MODEL ASURANSI REKLAMASI LAHAN


Gambar 1.
Tahapan Penelitian dan Pengolahan Data
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Peraturan Pemerintah Republik Indonesi No. 78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan
Pascatambang ditujukan sebagai tindak lanjut Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 100 UU No. 4 tahun 2009 menyatakan
bahwa Pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana
jaminan pascatambang, dan selanjutnya Pasal 101 menyatakan bahwa ketentuan lebih
lanjut rnengenai reklamasi dan pascatambang sebagaimana dimaksud Pasal 99 serta
dana jaminan reklamasi dan pascatambang sebagairnana dimaksud Pasal 100 diatur
dengan peraturan pemerintah. Jaminan Reklamasi adalah dana yang disediakan oleh
Pemegang Izin Usaha Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai
jaminan untuk melakukan kegiatan reklamasi, sedangkan jaminan Pascatambang adalah
dana yang disediakan oleh Pemegang Izin Usaha Pertambangan atau Izin Usaha
Pertambangan Khusus sebagai jaminan untuk melakukan kegiatan Pascatambang.
Selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan beberapa pasal dalam PPRI No. 78 tahun
2010 maka ditetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 07
tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara. Jaminan Reklamasi tahap eksplorasi sebagaimana
ditempatkan seluruhnya di awal sesuai penentuan biaya reklamasi baik tahap eksplorasi
maupun tahap eksploitasi. Rencana biaya reklamasi tahap eksplorasi dihitung
berdasarkan a) biaya langsung yang terdiri atas biaya penatagunaan lahan dan
revegetasi, dan b) biaya tidak langsung yang terdiri atas biaya mobilisasi dan
demobilisasi alat, perencanaan reklamasi, dan administrasi dan keuntungan pihak ketiga
sebagai pelaksana reklamasi tahap, serta supervisi. Rencana biaya reklamasi tahap
operasi produksi dihitung berdasarkan a) biaya langsung yang terdiri atas biaya
penatagunaan lahan, revegetasi, pencegahan dan penanggulangan tambang dan air,
pekerjaan sipil sesuai peruntukan pascatambang atau pemanfaatan lubang bekas
tambang (void), dan b) biaya tidak langsung yang terdiri atas biaya mobilisasi dan

2
demobilisasi alat, perencanaan reklamasi, administrasi dan keuntungan pihak ketiga
sebagai pelaksana reklamasi, dan supervisi. Rencana biaya pascatambang dihitung
berdasarkan a) biaya langsung yang terdiri atas biaya pada tapak bekas tambang
(biayapembongkaran, reklamasi dan pengamanan semua bukaan tambang, dan b) biaya
pada fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian yang terdiri atas biaya pembongkaran,
dan reklamasi.
Direktur Jenderal atas nama Menteri ESDM, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya memberikan penilaian dan persetujuan atas perubahan rencana
reklamasi. Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib menyediakan Jaminan
Reklamasi tahap eksplorasi, produksi dan pasca tambang sesuai dengan penetapan
besaran Jaminan Reklamasi oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Penempatan Jaminan Reklamasi tahap
tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP dan IUPK untuk melaksanakan
Reklamasi. Kekurangan biaya untuk menyelesaikan Reklamasi dari jaminan yang telah
ditetapkan, tetap menjadi tanggung jawab pemegang IUP atau IUPK. Bentuk jaminan
reklamasi dan pasca tambang dapat berupa:
a. Rekening Bersama ditempatkan pada bank Pemerintah di Indonesia atas nama
Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Pemegang IUP/IUPK
b. Deposito Berjangka ditempatkan pada bank Pemerintah di Indonesia atas nama
Direktur Jenderal, Gubernur atau Bupati/Walikota qq pemegang IUP/ IUPK
bersangkutan dengan jangka waktu penjaminan sesuai jadwal Reklamasi tahap
Operasi Produksi.
c. Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank Pemerintah di Indonesia atau bank swasta
Nasional di Indonesia dengan jangka waktu penjaminan sesuai dengan jadwal
reklamasi dan pascatambang atau
d. Cadangan Akuntansi (Accounting Reserve), dapat ditempatkan apabila pemegang
IUP IUPK tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Terdaftar pada Bursa Efek di Indonesia dan telah menempatkan sahamnya lebih
dari 40% (empat puluh persen) dari total saham yang dimiliki; dan
- Mempunyai jumlah modal disetor tidak kurang dari US$ 50.000.000,00 (lima
puluh juta dolar Amerika Serikat) sebagaimana yang tercantum dalam akta
pendirian perusahaan dan/atau perubahannya yang disahkan oleh notaris.
Direktur Jenderal atas nama Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya sebelum memberikan persetujuan pencairan atau pelepasan jaminan
reklamasi dan pascatambang, selain melakukan evaluasi juga melakukan penilaian
untuk pencairan atau pelepasan dana jaminan reklamasi. Penilaian penentuan besaran
pencairan atau pelepasan jaminan reklamasi pada tahap produksi ditentukan sebgai
berikut a) paling banyak 60% (enam puluh persen) dari besaran jaminan reklamasi
apabila telah selesai melaksanakan penatagunaan lahan yang terdiri atas penataan
permukaan tanah dan penimbunan, kembali lahan bekas tambang, penyebaran tanah
zona pengakaran, pengendalian erosi dan pengelolaan air, dan sesuai dengan
peruntukannya sebagaimana ditetapkan dalam rencana reklamasi. Jika pemegang IUP
atau IUPK tidak melaksanakan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan rencana
yang telah disetujui maka Direktur Jenderal atas nama Menteri, Gubernur, atau

3
Bupati/Walikota dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan
pascatambang dengan dana jaminan apabila.
3.1. Peta Perilaku Opportunis Pengelolaan Dana Jaminan Reklamasi
Berdasarkan pada uraian singkat tentang regulasi yang terkait dengan dana jaminan
reklamasi dan program pasca tambang, maka terdapat 3 (tiga) titik krusial dalam
pengelolaan dana jaminan reklamasi, yaitu;
a. Penentuan besaran dana jaminan reklamasi yang harus disetor oleh penegang IUP
dan IUPK baik dalam bentuk rekening bersama, deposito berjangka, bank garansi
maupun cadangan akuntansi.
b. Pelaksanaan reklamasi oleh pemegang IUP dan IUPK baik reklamasi pada tahap
eksplorasi, eksploitasi (produksi) maupun pasca tambang.
c. Persetujuan pencairan dana jaminan reklamasi oleh pemegang IUP dan IUPK pasca
pelaksanaan reklamasi masing-masing tahapan.
Hubungan antara periode kontrak, potensi perilaku oportunisme, dan 3 titik krusial
dalam pengelolaan dana jaminan reklamasi secara ringkas disajikan pada Gambar 2.
PERIODE KONTRAK

Pre-contractual Contractual Post-contractual

Penyetoran Pencairan
Dana Masa atau Periode Dana
Jaminan Penjaminan Jaminan
Reklamasi Reklamasi

Adverse Selection Morald Hazard Holdup

POTENSI PERILAKU OPPRTUNISME

Gambar 2.
Titik Krusial, Periode Kontrak dan Perilaku Opportunisme Dana
Jaminan Reklamasi
Perilaku opportunisme pada periode kontrak terdahulu seperti adeverse selection akan
berimplikasi pada perilaku kontrak pada periode berikutnya baik perilaku morald hazard
pada periode penjaminan (contractual) dan pasca kontrak dana jaminan reklamasi.
Berdasarkan kepada hal tersebut, maka upaya pencegahan kegagalan reklamasi lahan
selayaknya dimulai sejak dini dan untuk itu identifikasi potensi perilaku opportunis
dilakukan sudah diawali sejaka periode pra-kontrak.
Adverse Selection (Gambar 2) terjadi pada saat sebelum kontrak dana jaminan
reklamasi disepakati dan ditandatangani yang mencakup beberapa kegiatan dan
perilaku. Sesuai dengan regulasi tentang kewajiban reklamasi bahwa penentuan besaran
dana jaminan reklamasi didasarkan kepada rencana kerja reklamasi yang mencakup
tahapan dan besaran rencana biaya reklamasi yang akan dilakukan oleh perusahaan
pemilik izin IUP atau IUPK. Beberapa potensi perilaku oportunis, penyebab serta
implikasi dari perilaku tersebut pada masa pra-kontrak dana jaminan reklamasi adalah;

4
1. Penentuan besaran dana jaminan reklamasi yang wajib disetor pemilik lisensi
pertambangan tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya yang dapat disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain:
a. Penentuan dana jaminan reklamasi tidak dilakukan berdasarkan tahapan rencana
reklamasi lahan dan program pasca tambang baik karena tidak adanya rencana
reklamasi dan penggunaan lahan pasca tambang atau karena rencana reklamasi
yang disusun tidak memenuhi standar pembiayaan sebenarnya.
b. Kurangnya kapasitas SDM pemerintah daerah sehingga perhitungan dana
jaminan reklamasi yang wajib disetor hanya berdasarkan estimasi seadanya dan
hanya berdasarkan estimasi salah satu pihak yaitu pemilik lisensi pertambangan.
c. Kolusi atau kongkalingkong antara pelaku atau pihak yang jadi penentu besaran
dana jaminan reklamasi sehingga dana jaminan yang wajib disetor pemilik lisensi
menjadi jauh lebih rendah dari kebutuhan sebenarnya.
d. Kesalahan dalam penentuan komponen pembiayaan reklamasi lahan termasuk
tidak memperhitungkan biaya resiko kegagalan dan perubahan nilai uang (inflasi)
yang berimplikasi pada perubahan kebutuhan biaya pada periode waktu yang
berbeda.
2. Dana jaminan reklamasi yang wajib disetor oleh pemilik lisensi pertambangan,
seluruh atau sebagian tidak ditempatkan sesuai dengan mekanisme penyetoran dana
jaminan yang telah diatur dalam peraturan menteri keuangan RI. Faktor penyebab
timbulnya perilaku opportunisme ini antara lain:
a. Pengelolaan dana jaminan rekalamsi yang kurang transparan dan tingkat
akuntabilitas yang diragukan terutama pada IUP dan IUPK yang menjadi
wewenang pemerintah daerah.
b. Pemberian izin eksplorasi dan eksploitasi bagi pemilik IUP dan IUPK oleh
pemerintah daerah dengan mengabaikan persyaratan dokumen rencana reklamasi
dan bukti setoran dana jaminan reklamasi.
c. Kesepakatan illegal (kongkalingkong) antara pemerintah daerah dengan para
pemilik IUP dan IUPK dalam penentuan besaran dana jaminan reklamasi dan
program pasca tambang.
Perilaku oportunisme selama periode pra-kontrak ini akan berimplikasi pada periode
kontrak dan pasca kontrak, yaitu:
a. Pada periode kontrak pemberian izin eksploitasi tanpa memenuhi syarat rencana
reklamasi dan dengan besaran yang lebih kecil akibat adanya kesepakatan ilegal
antar pihak akan mengikis komitmen dan tanggung jawab pemilik lisensi untuk
melakukan reklamasi secara benar. Tahapan reklamasi lahan dan program pasca
tambang akan dilakukan seadanya dengan peluang keberhasilan relatif rendah.
b. Pada periode pasca kontrak jika dana jaminan reklamasi disetor tidak sesuai atau
jauh dibawah kebutuhan biaya, akan cenderung mendorong pemilik lisensi
pertambangan mengabaikan program reklamasi dan pasca tambang. Pemilik akan
memilih mengabaikan kewajiban dan membiarkan dana jaminan reklamasi yang
telah disetor tertahan atau tidak bisa dicairkan karena biaya reklamasi jauh lebih
besar dibanding dengan setoran dana jaminan reklamasi.
Morald Hazard (Gambar 2) potensial terjadi selama masa dana jaminan ditempatkan
atau pada saat kewajiban reklamasi dilaksanakan oleh pemilik lisensi usaha

5
pertambangan. Periode ini berlangsung mulai dari pembayaran setoran dana jaminan
reklamasi sampai proses pencairan kembali dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik
lisensi. Perilaku opportunisme dalam bentuk morald hazard yang potensial dilakukan
para stakeholder dapat disebabkan oleh karena implikasi pelaku opportunisme pada
periode pra-kontrak maupun timbul pada saat kewajiban implementasi harus
dilaksanakan. Beberapa perilaku opportunisme dalam bentuk morald hazard selama
periode kontrak dana jaminan reklamasi, antara lain;
a. Perusahaan pemilik IUP atau IUPK tidak menyediakan lokasi penyimpanan tanah
pucuk ketika melakukan kegiatan penggalian awal dimulai atau penempatan tidak
memenuhi persyaratan.
b. Perusahaan pemilik IUP atau IUPK tidak segera melakukan reklamasi lahan sesuai
tahapan yang telah ada pada dokumen perencanaan reklamasi lahan dan program
pasca tambang (pembiaran penumpukan luas areal yang wajib untuk dipulihkan).
c. Pemerintah melalui instansi terkait tidak melaksanakan tugas dan kewajiban
monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan reklamasi lahan dan program pasca
tambang.
d. Terjadinya kesepakatan ilegal (kongkalingkong) antara pelaku kebijakan dan
perusahaan yang memiliki kewajiban reklamasi dan biasanya diiringi dengan
perilaku korupsi dan kolusi.
Hold-up (Gambar 2) terjadi pada saat berakhirnya kontrak seiring dengan berakhirnya
izin usaha dimana pada periode ini pencairan dana jaminan reklamasi dapat dilakukan
perusahaan tambang setelah mendapat persetujuan pemerintah. Beberapa perilaku
opportunisme pada periode pasca kontrak dana jaminan reklamasi ini antara lain;
a. Perusahaan tidak melaksanakan kewajiban reklamasi lahan dan program pasca
tambang yang didorong oleh beberapa faktor berikut.
- Biaya reklamasi mengalami pembengkakan akibat perusahaan tidak melaksanakan
tahapan reklamasi lahan sesuai dengan tahapan eksploitasi yang dilakukan.
- Penentuan besaran dana jaminan reklamasi yang harus disetor pada awal
operasional jauh lebih rendah, sehingga mendorong perusahaan memilih melepas
atau kehilangan dana jaminan reklamasi daripada melakukan reklamasi.
b. Keputusan pemerintah daerah untuk menyetujui atau tidak pencairan dana jaminan
oleh perusahaan tidak berdasarkan pada kondisi aktual lahan pasca reklamasi yang
tidak memenuhi standar, akibat dari hal sebagai berikut;
- Tim penilai pemerintah daerah tidak memiliki kapasitas pengetahuan yang cukup
untuk menilai kelayakan hasil suatu reklamasi lahan sebagai pertimbangan utama
persetujuan pencairan dana jaminan.
- Kesepakatan ilegal (kolusi) antara oknum pemerintah dengan perusahaan untuk
mencairkan dana jaminan meskipun pada dasarnya tidak layak untuk diterima dan
potensial berlatang belakang korupsi.
- Oknum pemerintahan menghambat pencairan dana jaminan yang menjadi hak
perusahaan dengan berbagai alasan meskipun hasil reklamasi sudah memenuhi

6
persyaratan yang ditetapkan dan potensial berlatar belakang pemerasan
(permintaan dana untuk pihak tertentu).
c. Penguasaan lahan bekas tambang hasil reklamasi oleh pihak-pihak yang tidak berhak
atau tidak dikemabalikan pada pemilik awal sebelum lahan dimanfaatkan sebagai
areal pertambangan.
d. Pemerintah tidak segera menunjuk pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan
program pasca tambang jika kewajiban reklamasi tidak dilaksanakan perusahaan
karena disebabkan beberapa hal, antara lain;
- Dana jaminan tersimpan pada dasarnya tidak mencukupi kebutuhan biaya
reklamasi dan program pasca tambang sebenarnya akibat kesalahan perhitungan
dari awal.
- Ketidaktegasan regulasi terutama terkait tenggang waktu bagi pemerintah untuk
dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan reklamasi lahan dan program
pasca tambang.
- Kekuatiran akan terbongkarnya perilaku korupsi dan kolusi pada saat penentuan
besaran dana jaminan reklamasi (pra-kontrak) dan pengawasan selama
pelaksanaan kewajiban reklamasi (kontrak).
- Ketidakpedulian pemerintah akan dampak negatif langsung dan tidak langsung
lahan pasca tambang yang tidak dilakukan reklamasi dan program pasca tambang
(pembiaran).
3.2. Memastikan Implementasi Reklamasi dan Program Pasca Tambang
Hasil pemetaan perilaku opportunisme mengindikasikan bahwa terdapat saling
keterkaitan antara perilaku pada masing-masing periode kontrak. Sebahagian besar
perilaku opportunisme yang menyebabkan larinya perusahaan pemilik IUP atau IUPK
terhadap kewajiban reklamasi pada periode pasca kontrak merupakan implikasi perilaku
opportunisme periode pra-kontrak (adverse selecion) dan selama kontrak (morald
hazard) dana jaminan reklamasi lahan. Pengingkaran kewajiban reklamasi lahan dan
program pasca tambang oleh pemilik IUP dan IUPK akan dapat terindikasi, jika proses
yang mendahuluinya tidak berjalan sesuai dengan regulasi dan kondisi sebenarnya.
Pengelolaan dana jaminan reklamasi lahan yang mampu memberikan jaminan
pemenuhan kewajiban reklamasi lahan dan program pasca tambang para pemilik lisensi
pertambangan dapat dilakukan melalui penindakan dan pencegahan, yaitu:
1. Penindakan dengan lebih mengedepankan proses penegakan hukum baik pada
perusahaan yang sedang maupun telah habis IUP dan IUPKnya, antara lain seperti
yang sudah dilakukan, antara lain:
a. Peninjauan kembali izin eksploitasi perusahaan tambang yang sedang pada
masa operasional seperti yang dilakukan kementerian ESDM terutama untuk
perusahaan yang tidak memiliki rencana reklamasi lahan dan program pasca
tambang.
b. Pencabutan izin eksploitasi bagi perusahaan tambang yang masih operasional
tetapi tidak melaksanakan tahapan reklamasi sesuai dengan rencana reklamasi
dan program pasca tambang.

7
c. Pengajuan tuntutan hukum bagi pemberi izin dan pemilik IUP dan IUPK yang
izinnya akan segera atau telah berakhir tetapi tidak melaksanakan atau
mengabaikan kewajiban reklamasi dan program pasca tambang.
2. Pencegahan dilakukan melalui perbaikan mekanisme dan manajemen pengelolaan
dana jaminan reklamasi, yaitu;
a. Perbaikan mekanisme penjaminan reklamasi lahan dan program pasca tambang
yang sudah berjalan selama ini.
b. Perubahan mekanisme penjaminan reklamasi lahan dan program pasca
tambang.
Penindakan telah memiliki prosedur tertentu, sehingga upaya pencegahan melalui
perbaikan dan perubahan mekanisme pengelolaan dana jaminan reklamasi akan lebih
difokuskan dalam rangka peningkatan implementasi tanggung jawab reklamasi lahan
oleh pemilik IUP dan IUPK. Pencegahan dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
perilaku oportunisme baik pra kontrak, selama kontrak dan pasca reklamasi lahan bekas
tambang.

3.2.1. Perbaikan Mekanisme Pengelolaan Dana Jaminan Reklamasi

Regulasi yang mengatur kentang kewajiban pemilik IUP dan IUPK untuk melaksanakan
reklamasi lahan dan program pasca tambang pada dasarnya sudah cukup lengkap, tetapi
dalam implementasinya sering tidak dapat diimplementasikan secara baik dan benar.
Pengalaman menyebutkan bahwa banyak perusahaan tambang yang mengabaikan
kewajiban reklamasi dan program pasca tambang. Faktor sumberdaya manusia
merupakan penyebab utama kenapa dana jaminan reklamasi belum mampu untuk
menjamin terlaksananya reklamasi lahan dan program pasca tambang. Untuk itu proses
perbaikan lebih baik difokuskan pada pengembangan kapasitas dan kapabilitas
sumberdaya manusia yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dengan
kemampuan dana jaminan reklamasi dalam menjamin terlaksananya reklamasi lahan
dan program pasca tambang secara baik sesuai peruntukkan lahan bekas tambang dan
peraturan yang berlaku.
Langkah pertama adalah dengan mengidentifikasi siapa yang akan terlibat secara
langsung dan tidak langsung dalam proses reklamasi lahan, seperti disajukan pada
Gambar 3.

8
TIM PENYUSUN TIM ESTIMASI BIAYA TIM PENILAI KELAYAKAN
RENCANA REKLAMASI REKLAMASI HASIL REKLAMASI

Rencana Reklamasi Lahan Pertimbangan


dan Post Mining Program
Penentuan Besaran Penentuan Kelayakan
Setoran Dana Jaminan Pencairan Dana Jaminan

Pelaksanaan Reklamasi Lahan dan


PELAKSANA REKLAMASI
Post Mining Program

TIM MONEV PEMERINTAH

Gambar 3.
Jenis Kegiatan dan SDM Terkait Efektifitas Mekanisme Dana Jaminan Reklamasi

Pada Gambar 3. sumberdaya manusia yang terkait langsung dengan efektifitas


mekanisme dana jaminan dalam memastikan terlaksananya kewajiban reklamasi dan
post mining program perusahaan tambang adalah:
1. Tim Estimasi yang sangat menentukan kesesuaian dana jaminan reklamasi dengan
kebutuhan aktual pada saat pelaksanaan reklamasi lahan dan post mining program.
Sebagai pedoman utama dalam perkiraan dana jaminan reklamasi yang wajib
disetor pemilik IUP dan IUPK adalah dokumen rencana reklamasi yang disusun
oleh perusahaan maupun pihak ketiga yang ditunjuk perusahaan.
2. Tim Monitoring dan Evaluasi yang dapat memastikan apakah pemilik IUP dan
IUPK telah melaksanakan reklamasi lahan sesuai dengan tahapan yang telah
disusun dalam rencana reklamasi. Tim monev ini tidak hanya bertugas untuk
melaporkan pelaksanaan reklamasi lahan oleh perusahaan atau pihak ketiga yang
ditunjuk tetapi juga memberikan supervisi atau pembinaan termasuk
merekomendasikan apakah dibutuhkan perubahan rencana reklamasi dan post
mining program.
3. Tim Penilai Hasil Reklamasi yang memberikan rekomendasi berupa pertimbangan
apakah pencairan dana jaminan reklamasi oleh perusahaan pemilik IUP dan IUPK
berdasarkan hasil reklamasi dan post mining program yang telah dilaksanakan.
Peningkatan kapasitas ketiga kelompok SDM terkait dana jaminan reklamasi ini sangat
dibutuhkan karena pelaksanaan tugas salah satu kelompok akan berimplikasi pada
kelompok lainnya. Selanjutnya, untuk menjamin indepedensi tugas ketiga lembaga
maka harus diiringi dengan peningkatan transparansi dan akuntabilitas pekerjaan
mereka, antara lain;
1. Transparansi dapat dikembangkan dengan menunjuk tim independen pada masing-
masing kelompok pelaksana yang mewakili pihak pemerintah, pemilik IUP dan
IUPK serta tim independen yang berasal dari luar pemerintah dan pemilik izin IUP
dan IUPK dengan proporsi yang lebih besar dibanding lainnya.

9
2. Akuntabilitas mengindikasikan bahwa individual dalam ketiga tim (estimasi,
monev dan penilai hasil) memiliki kompetensi (kapasitas dan kapabilitas) dalam
melaksanakan tugas. Pengembangan lembaga sertifikasi untuk menjamin
akuntabilitas pelaksanaan perlu dilakukan, sehingga tidak semua pihak dapat
ditunjuk sebagai anggota tim dan hanya mereka yang memiliki sertifikat
kompetensi untuk masing-masing kelompok tim. Tim estimasi, monev dan penilai
hasil terutama dari kelompok independen sebaiknya bukan individu yang sama
guna menghindari terjadinya konflik kepentingan.
3.2.2. Perubahan Model Pengelolaan Dana Jaminan Reklamasi
Permen ESDM No. 18 tahun 2008 pasal 24 (1) menyatakan jaminan reklamasi wajib
ditempatkan perusahaan sebelum kegiatan eksploitasi/operasi produksi yang dapat
berbentuk deposito berjangka, bank garansi, asuransi, dan cadangan akuntansi.
Alternatif penempatan jaminan reklamasi ini secara tegas membuka peluang
berkembangnya industri jasa asuransi reklamasi sektor pertambangan. Pasal 246 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang RI, menyatakan bahwa asuransi adalah suatu
perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung
dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan diharapkan, yang mungkin akan
dideritanya karena suatu peristiwa tak diprediksi.
Regulasi diatas, pada dasarnya membuka peluang berkembangnya bisnis asuransi meski
saat ini belum menjadi pilihan utama perusahaan pertambangan. Pada sisi lain,
perusahaan asuransi belum berani untuk secara khusus terjun dalam bisnis asuransi
reklamasi meskipun disadari bahwa jumlah dana jaminan reklamasi sangat besar.
Sebagai contoh besaran dana jaminan reklamasi di Kabupaten Banjar, meskipun hanya
beberapa perusahaan pemegang IUP yang masih beroperasi, dana untuk reklamasi lahan
berkas pertambangan sudah terkumpul mencapai Rp 6 Miliar dalam rekening masing-
masing perusahaan sebagai jaminan. Dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) untuk areal
tambang batu bara di Kabupaten Tebo mencapai Rp 4,2 milyar yang berasal dari 15
perusahaan pemilik IUP dan tersimpan pada Kas Daerah Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda). Pada sisi lain, di Kabupaten Belitung Timur terdapat perbedaan antara hasil
estimasi dengan jumlah dana jaminan reklamasi dan kesungguhan yang diterima.
Selama tahun 2004 dan 2005 jaminan reklamasi diterima sebesar Rp 63 juta dan
jaminan kesungguhan Rp 1,125 M. Jika dibanding antara nilai kebutuhan sebenarnya
dan nilai diterima pemerintah daerah terdapat selisih kekurang sebesar Rp 43.074 M
yang terdiri dari Rp 42,637 M dana jaminan reklamasi dan Rp. 437,5 juta untuk jaminan
kesungguhan (Supriadi, 2014).
Pemerintah sebagai regulator berkepentingan langsung dan tidak langsung untuk
memastikan berjalannya reklamasi lahan juga belum berupaya mendorong asuransi
sebagai pilihan alternatif. Padahal, sesuai 6 prinsip dasar asuransi yaitu Utmost Good
Faith (mengungkap secara akurat dan lengkap, semua fakta material), Indemnity
(mekanisme kompensasi finansial) dan Subrogation (pengalihan hak tuntut dari
tertanggung kepada penanggung) maka beberapa persoalan sektor pertambangan
potensial terselesaikan seperti transparansi dana jaminan, sistem data dan informasi,
serta kepastian pelaksanaan reklamasi dan post mining program. Keberadaan OJK
(Otoritas Jasa Keuangan) sebagai pengawas jasa asuransi akan meningkatkan efektivitas

10
pengawasan karena klaim kelayakan implementasi terkonsentrasi pada jasa asuransi
dengan kerangka konseptual disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4.
Konsep Dasar Pengembangan Asuransi Reklamasi
Asumsi dasar pendekatan model asuransi reklmasi adalah bahwa dana jaminan
reklamasi yang disetor oleh perusahaan bukan murni penerimaan negara karena akan
dikembalikan atau diklaim jika perusahaan telah melaksanakan kegitan reklamasi dan
post-mining program. Artinya, dana jaminan reklamasi bersifat sementara tetapi
memiliki potensi sebagai sumber investasi pembangunan yang dalam jangka waktu
tertentu harus dikembalikan kepada pihak penyetor. Menggunakan pendekatan
akuntansi keuangan, dana jaminan reklamasi disetor “present value” sedangkan
kebutuhan implementasi masa datang “future value”. Konsep perubahan nilai menjadi
salah satu penyebab timbulnya resiko dimana biaya implementasi lebih besar dibanding
jaminan disetor. Dunia usaha yang fokus dalam mengelola resiko secara profesional dan
lebih produktif adalah perusahaan asuransi.
Guna pengembangan model asuransi reklamasi lahan tambang sebagai salah satu
alternatif pengelolaan dana jaminan reklamasi yang mampu memastikan terlaksananya
reklamasi lahan dan program pasca tambang, maka perlu dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut;
a. Melakukan evaluasi mekanisme dan pengelolaan dana jaminan reklamasi melalui
analisis persepsi dan tingkat kepuasan stakeholder sektor tambang.
b. Mendesain mekanisme dalam model kelembagaan asuransi guna mendorong
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana jaminan reklamasi.
c. Mengembangkan model industri jasa asuransi reklamasi yang mampu memastikn
terlaksananya reklamasi dan program pasca tambang.
d. Melakukan uji kelayakan (sosial, kelembagaan, teknis dan finansial serta ekonomis
pengembangan industri jasa asuransi reklamasi
e. Menyusun strategi dan serangkaian rekomendasi kebijakan dibutuhkan untuk
berkembangnya industri jasa asuransi pada sektor pertambangan.

11
Pengembangan langkah-langkah tersebut ditujukan guna membantu pengambil
keputusan dalam menjawab empat pertanyaan dasar tentang:
a. Apa yang harus dilakukan (What should we do?), mengumpulkan dan
menganalisa needs assessment data untuk menentukan tujuan, prioritas dan sasaran.
b. Bagaimana melaksanakannya (How should we do it?), sumber daya dan langkah-
langkah yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan dan mungkin meliputi
identifikasi program eksternal dan material dalam mengumpulkan informasi
c. Apakah dikerjakan sesuai rencana (Are we doing it as planned?), menyediakan
pengambil-keputusan informasi tentang seberapa baik program diterapkan. Melalui
monitoring secara terus-menerus pengambil keputusan mempelajari seberapa baik
pelaksanaan telah sesuai petunjuk dan rencana, konflik yang timbul, dukungan staff
dan moral, kekuatan dan kelemahan material, dan permasalahan penganggaran.
d. Apakah berhasil (Did it work?) dilakukan untuk mengukur outcome dan
membandingkannya dengan hasil sebelumnya, pengambil keputusan akan lebih
mampu memutuskan apakah model dapat diterima, perlu modifikasi, atau
dihentikan sama sekali.

12
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis kelembagaan baik terhadap regulasi terkait dana jaminan reklamasi
dan perkembangan implementasi selama ini dapat diambil beberapa simpulan sebagai
berikut:
1. Regulasi pemerintah terkait reklamasi lahan sudah sangat memadai, tetapi masih
belum maksimal mampu mencegah timbaulnya potensi perilaku oportunisme baik
para pelaku dari perusahaan maupun pemerintah sendiri.
2. Peningkatan kapasitas dana jaminan reklamasi lahan dalam memastikan
terlaksananya kewajiban reklamasi lahan dan program pasca tambang para pemilik
IUP atau IUPK disamping melalui penegakan hukum juga dapat melalui
peningkatan transparansi dan akuntabilitas.
3. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dimulai melalui peningkatan kapasitas
sumberdaya manusia dan penerapan sertifikasi kompetensi bagi pelaksana, yaitu
a. Tim Estimasi yang sangat menentukan kesesuaian dana jaminan reklamasi
dengan kebutuhan aktual pada saat pelaksanaan reklamasi lahan dan post mining
program.
b. Tim Monitoring dan Evaluasi yang akan memastikan apakah pemilik IUP dan
IUPK telah melaksanakan reklamasi lahan sesuai dengan tahapan yang telah
disusun dalam rencana reklamasi.
c. Tim Penilai Hasil Reklamasi yang memberikan rekomendasi kelayakan
pencairan dana jaminan reklamasi oleh pemilik IUP dan IUPK.
4. Pendekatan model asuransi merupakan alternatif lain yang potensial dapat
dilakukan guna peningkatan transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme
pengelolaan dana jaminan reklamasi, dengan beberapa keunggulan, yaitu:
a. Transformasi pengelolaan dari pemerintah pada perusahaan asuransi akan
mendorong manajemen pengelolaan dana jaminan reklamasi yang lebih
profesional, transparansi dan akuntabilitas.
b. Pada pendekatan model asuransi reklamasi maka pemilik IUP dan IUPK
diwajibkan membayar uang muka dan angsuran (premi) asuransi setiap bulan
dengan besaran sesuai perhitungan yang disepakati bersama.
c. Dana dan angsuran dana reklamasi tersimpan pada perusahaan asuransi tidak
akan menjadi dana menganggur karena dapat digunakan untuk pembiayaan
sektor produktif (jika peusahaan asuransi terafiliasi dengan perbankan).
d. Perusahaan pemilik IUP dan IUPK akan terhindar dari investasi awal (initial
investment) yang besar akibat adanya setoran dana jaminan yang relatif cukup
besar.
e. Kebutuhan akan tenaga atau lembaga independen yang menjembatani
kepentingan perusahaan pemilik IUP atau IUPK dan perusahaan asuransi akan
memunculkan kesempatan kerja dan berusaha melalui sistem out-sourching
pada bidang konsultan perencana reklamasi, estimator dana jaminan, kontraktor

13
pelaksana reklamasi dan penilai independen kalayakan hasil reklamasi lahan
dan post mining program.
4.2. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan rangkaian kesimpulan yang telah dihasilkan dalam kajian deskriptis
analisis kelembagaan dana jaminan reklamasi lahan pada sektor pertambangan, maka
dapat disampaikan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut;
a. Perlu adanya perlakuan berbeda pada masing-masing perusahaan pemilik IUP atau
IUPK dimana penegakan hukum lebih difokuskan pada perusahaan yang hampir
dan/atau telah habis masa izin usaha pertambangan yang tidak melaksanakan
kewajiban reklamasi, sedangkan pada perusahaan tambang yang masih memiliki
masa berlaku izin masih lama dan masih bisa diperbaiki sebaiknya difokuskan pada
pendekatan pencegahan.
b. Perlu adanya pengembangan lembaga sertifikasi kompetensi untuk para pelaku dan
lembaga yang terkait dengan proses pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang
seperti sertifikat untuk lembaga perencana reklamasi, estimator dana jaminan,
kontraktor pelaksana reklamasi dan penilai kelayakan hasil implementasi reklamasi
lahan dan program pasca tambang.
c. Pengembangan pendekatan model asuransi reklamasi lahan membutuhkan kajian
lebih lanjut yang lebih komprehensif dan mendetail sebelum dilakukan
pertimbangan dan rekomendasi lebih lanjut.

14
DAFTAR PUSTAKA

Barr, C., Dermawan, A., Purnomo, H. dan Komarudin, H. 2011 Tata Kelola
Keuangan dan Dana Reboisasi Selama Periode Soeharto dan Pasca
Soeharto, 1989-2009: suatu analisis ekonomi politik tentang pembelajaran
untuk reDD+. Occasional Paper 60. ISBN: 978-602-8693-43-1, CIFOR,
Bogor, Indonesia.
Baney J. B and William G. O., 1986. Organizational Economics. Toward a New
Paradigm for Unserstanding and Studying Organizations. First Editions.
Jossey-Bass Inc. Publishers, San Fransisco, California.
Berkes, F., C. Folke and J. Colding, 1998. Linking Social and Ecological
Systems: Management Practices and Social Mechanisms for Building
Resilience. Cambridge: Cambridge University Press.
BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia), 2011. Reklamasi dan
Jaminan Reklamasi, Bagaimana Pengaturannya?. Browsing:
jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2011/03.
Despi, I., 2013. Kajian Jaminan Reklamasi dan Pascatambang Izin Usaha
Pertambangan Batubara PT. Bara Harmonis Batang Asam Kabupaten
Bungo Provinsi Jambi. Masters thesis, UPN "Veteran" Yogyakarta.
Gunarto, T., D. Dudung Darusman, S. H. Sutjahjo, R. Hikmat, 2009. Analisis
Pengembangan Kelembagaan Asuransi Lingkungan, Jurnal Bisnis dan
Manajemen ISSN 1411 - 9366 Vol. 6 (1) September 2009: 13-20.
Imawan, T, 2013. Industri Jasa Pertambangan, Peran dan Tantangan, Headlines,
Trend & Analysis Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (ASPINDO),
Browsing: http://indonesianminingservices.com/?p=31 tanggal 15 Mar
2013.
Mulyono, K., 2013. Peran Industri Tambang bagi Perekonomian, Artikel Opini
Kompasiana, Browsing: http://ekonomi.kompasiana.com tanggal 7 Maret
2013
North, C. D, 1990. Institutions, Institutional Change and Economic Performance,
Cambridge University Press, New York.
Redaksi Tropis, 2013. Contohlah Reklamasi Tambang PT. (Persero) Bukit Asam,
Kolom Reklamasi Majalah Tropis.com, browsing: http://majalahtropis.
com/reklamasi/162-contohlah-reklamasi-tambang-ptba, tanggal 24 Maret
2014.

-------------------, 2013. Jangan Sekadar Menutup Lahan Bekas Tambang, Kolom


Reklamasi Tropis.com., browsing: http://majalahtropis.com/ reklamasi/
205-jangan-sekadar-menutup-lahan-di-bekas-tambang, 1 April 2014
Ruttan VW and Hayami, Y. 1984. Toward a Theory of Induced Institutional
Innovation. Journal of Development Studies.Vol. 20:203-33.
Sternloff E. Robert and Roger Warren, 1984. Park and Recreation Maintenance
Management, 2nd Ed. Series in Recreation, John Wiley & Sons, Inc.,
Suprapto, 2011. Aspek Hukum Tentang Reklamasi Pertambangan Batubara: Studi
di Kecamatan Satui Tanah Bumbu, Jurnal Ilmu Hukum SYIAR HUKUM
FH UNISBA Vol. XIII No. 3, November 2011 ISSN : 2086-5449
Sullivan B., 2011. Reclamation and Post Mining Activities: Excessive and
Unrealistic Regulation, Licensed Foreign Advocate with Christian Teo
Purwono & Partners, Published in the April 2011 issue of Coal Asia
Magazine.

Yasmi, Y., G. Z. Anshari, S. Alqadrie, T. Budiarto, Ngusmanto, E. Abidin, H.


Komarudin, S. McGrath, Zulkifli dan Afifudin, 2005. Kompleksitas
Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus di
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Laporan Hasil Penelitian
Kerjasama Universitas Tanjungpura dan Konservasi Borneo dengan
Center for International Forestry Research (CIFOR), ISBN 979-3361-93-
X, Penerbit Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor,
Indonesia.
Zulkifli, A. 2013. Kendala dan Prinsip Reklamasi Tambang “Mine Reclamation
Problems and Principle, browsing: http://bangazul.com/mine-reclamation-
problems-principle, tanggal 23 Maret 2013.

16

You might also like