You are on page 1of 29

TOKSIKOLOGI SISTEM REPRODUKSI

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi

Disusun Oleh :
Destria Nurul Winda

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


STIKKES FALETEHAN
2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat melesaikan penyusunan makalah

tentang “TOKSIKOLOGI SISTEM REPRODUKSI ” guna menelesaikan tugas mata

kuliah Toksikologi.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih sedalam dalamnya kepada semua

pihak yang telah membantu hingga selesainya makalah ini. Sebagai manusia biasa kami tidak

akan luput dari kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Baik isi atau

penggunaa bahasa maupun kelengkapan dalam mencantumkan daftar pustaka. Oleh karena itu

saya mengharapkan kritik dan saran membangun dari segala pihak untuk penyempurnaan

dimasa yang akan datang.

Akhirnya saya harap semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu

pengetahuan.

Serang, 11 Juli 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................ i

Daftar Isi ........................................................................................ ii

Bab I Pendahuluan ...................................................................... 1

1.1 Latar belakang ..................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah ................................................................. 2

1.3 Tujuan makalah .................................................................... 2

Bab II Pembahasan ..................................................................... 4

2.1 Definisi Reproduksi.......................................................... 4

2.1.1 Organ Reproduksi Laki-laki ............................... 4

2.1.2 Organ Reproduksi Wanita .................................. 5

2.2 Mekanisme Kerja Sistem Reproduksi…………................ 12

2.3 Efek Toksik Yang Terjadi ………………………………..14

2.2.1 Efek Toksik Pada Laki-laki .................................. 15

2.2.2 Efek Toksik Pada Wanita ................................... 17

2.4 Pengujian .............................................................................. 20

Bab III Penutup…………………………………………………….25

3.1 Kesimpulan ............................................................................ 25

3.2 Saran ...................................................................................... 25

Daftar Pustaka ............................................................................ 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan


yang baru. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jenisnya dan melestarikan jenis
agar tidak punah. Pada manusia untuk menghasilkan keturunan yang baru diawali
dengan peristiwa fertilisasi. Sehingga dengan demikian reproduksi pada manusia
dilakukan dengan cara generative atau sexual. Untuk dapat mengetahui reproduksi
pada manusia, maka harus mengetahui terlebih dahulu organ-organ kelamin yang
terlibat serta proses yang berlangsung didalamnya. Sistem reproduksi pada manusia
akan mulai berfungsi ketika seseorang mencapai kedewasaan (pubertas) atau masa akil
balik.

Untuk kehidupan makhluk hidup reproduksi tidak bersifat vital artinya tanpa
adanya proses reproduksi makhluk hidup tidak mati. Akan tetapi bila makhluk tidup
tidak dapat bereproduksi maka kelangsungan generasi makhluk hidup tersebut
terancam dan punah, karena tidak dapat dihasilkan keturunan (anak) yang merupakan
sarana untuk melanjutkan generasi. Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi kita untuk
mengetahui apa dan bagaimana itu sex dalam system reproduksi kita.

Setelah mengetahui bagaimana sistem reproduksi, maka kita harus dapat


menjaga sistem reproduksi dari hal-hal yang membahayakan, mislanya toksik,
sehingga kita dapat menjaga dari efek toksik.

Fisiologis sistem reproduksi antara pria dan wanita berbeda, tetapi sistem pada
kedua jenis kelamin tersebut dikendalikan oleh suatu zat kimia yang disebut hormon.
Hormon adalah zat kimia yang disekresi oleh kelenjar dalam tubuh dan
mengendalikan sel-sel lain dalam tubuh. Sekresi hormon dikendalikan oleh sistem
saraf pusat (SSP). Toksisitas reproduktif didalamnya mencakup efek-efek yang
merugikan fungsi seksual dan fertilitas pria dan wanita sekaligus efek yang dapat
mengganggu perkembangan normal baik sebelum maupun sesudah kelahiran.

1
Pada laki-laki, hormon mengendalikan perkembangan organ-organ reproduksi
dan pembentukan sperma (spermatogenesis). Pada perempuan, hormon mengendalikan
organ-organ reproduksi, siklus reproduktif perempuan, persiapan rahim untuk
kehamilan dan laktasi. Hormon juga memainkan peranan yang sangat penting dalam
kehamilan dan perkembangan janin.

Beberapa tahun belakangan ini, perhatian tentang pengaruh senyawa lingkungan


atau bahan polutan kimia terhadap kesehatan semakin meningkat. Senyawa tersebut bisa
dikatakan sebagai Endocrine Disrupts Chemical (EDC) atau dalam bahasa awamnya
disebut sebagai senyawa yang mengganggu mekanisme kerja hormon endokrin. EDC
tersebut bisa bekerja sebagaimana hormon aslinya seperti estrogen, testosteron, atau
hormon-hormon endokrin lainnya. EDC dapat bersifat sebagai estrogen like hormone
tersebut terbukti dapat mempengaruhi kesehatan manusia termasuk kesehatan
reproduksi. Salah satu pengaruh yang ditimbulkan adalah penurunan kualitas sperma
pada pria. Sehingga mengakibatkan kurangnya kemampuan spermatozoa membuahi sel
telur sehingga dapat menyebabkan infertilitas.

Bahan kimia beracun dapat merusak kemampuan kita melahirkan anak yang
sehat. Masalah kesehatan reproduksi bukan saja mempengaruhi wanita untuk dapat
melahirkan anak dalam usia produktif, tetapi dapat pula mempengaruhi laki-laki dan
wanita setiap saat dalam hidup mereka.

Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan keguguran atau sterilitas


(ketidakmampuan mempunyai anak) pada laki-laki atau wanita. Hal ini dapat terjadi
melalui kelenjar hormon-hormon, yakni bahan kimia alami yang dibuat oleh tubuh
untuk mengendalikan pertumbuhan dan prosesproses lainnya seperti proses datang
bulan pada wanita dan reproduksi. Bahan-bahan kimia lainnya bertindak menyerupai
hormon ketika bahan kimia tersebut berada di dalam tubuh kita. Mereka dapat
mengacaukan sistim hormon alami kita dengan cara mengirimkan sinyal palsu. Karena
itulah bahan kimia yang demikian sering disebut sebagai pengacau hormon.

Penelitian-penelitian terdahulu menemukan/melaporkan bahwa pestisida diduga


mengandung senyawa-senyawa kimia yang dapat bekerja seperti hormon manusia atau

2
disebut Endocrine Disrupts Chemical (EDC) dimana hal tersebut dapat berdampak
buruk bagi perkembangan kesehatan reproduksi manusia.

Bahan berbahaya yang terdapat di tempat kerja juga dapat secara tidak langsung
membahayakan keluarga mereka yang berada dirumah. Beberapa bahan berbahaya
dapat secara tidak sengaja terbawa ke rumah tanpa disadari para pekerja dan
mempengaruhi kesehatan reproduksi sang istri atau kesehatan janin yang dikandungnya
atau anggota keluarga lain yang masih muda. Sebagai contoh, timbal dapat terbawa
pulang oleh pekerja melalui kulit, rambut, baju, sepatu, kotak peralatan kerja, atau
kendaraan yang dibawa ke tempat kerja, padahal timbal tersebut dapat menyebabkan
keracunan pada anggota keluarga dan bisa menyebabkan neurobehavioral dan gangguan
pertumbuhan pada janin

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Sistem Reproduksi ?
2. Apa Toksisikan Terhadap Sistem Reproduksi ?
3. Bagaimana Mekanisme Kerja Sistem Reproduksi?
4. Bagaimana Efek Yang Terjadi Terhadap Sistem Reproduksi?
5. Bagaimana Pengujian Terhadap Sistem Reproduksi?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Pengertian Sistem Reproduksi
2. Mengetahui Toksisikan Terhadap Sistem Reproduksi
3. Mengetahui Mekanisme Kerja Sistem Reproduksi
4. Mengetahui Efek Yang Terjadi Terhadap Sistem Reproduksi
5. Mengetahui Pengujian Terhadap Sistem Reproduksi

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Reproduksi


Reproduksi merupakan proses menghasilkan individu baru dari organisme
sebelumnya. Organisme bereproduksi melalui 2 Cara, Repoduksi aseksual (vegetatif)
adalah terbentuknya individu baru tanpa melakukan peleburan sel kelamin. Reproduksi
seksual (generatif). Umumnya melibatkan persatuan sel kelamin dari individu yang
berbeda jenis kelaminnya.

Sistem reproduksi adalah suatu rangkaian dan interaksi organ dan zat dalam
organisme yang dipergunakan untuk berkembang biak. Sistem reproduksi berbeda
antara laki-laki dan perempuan.
2.1.1. Sistem Reproduksi pada Laki-laki

Sistem reproduksi pria terdiri atas organ-organ berikut, yaitu:


a. Testis (gonad jantan), Berbentuk oval dan terletak didalam kantung pelir
(skrotum). Testis berjumlah sepasang (testes = jamak). Testis terdapat di
bagian tubuh sebelah kiri dan kanan. Testis kiri dan kanan dibatasi oleh suatu
sekat yang terdiri dari serat jaringan ikat dan otot polos. Fungsi testis secara
umum merupakan alat untuk memproduksi sperma dan hormon kelamin jantan
yang disebut testoteron.
b. Epididimis, yaitu saluran berkelok-kelok didalam skrotum yang keluar dari
testis. Epididimis berjumlah sepasang disebelah kanan dan kiri. epididimis
4
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara sperma sampai sperma
menjadi matang dan bergerak menuju vas deferens.
c. Vas deferens, yaitu saluran panjang lanjutan dari epididimis, yang berfungsi
untuk pengangkutan sperma sebelum dikeluarkan menuju vesikula seminalis.
d. Vesikula seminalis, yaitu merupakan kelenjar yang menghasilkan cairan semen
yang bersifat nutritif bagi sperma.
e. Kelenjar Prostat, yaitu kelenjar yang menghasilkan getah untuk menjaga
kehidupan sperma.
f. Uretra, yaitu saluran pada penis yang berfungsi untuk pengeluaran sperma dan
urine.
g. Penis, sebagai alat untuk memasukan sel sperma ke saluran reproduksi wanita.
h. Skrotum, yaitu merupakan kantong yang didalamnya terdapat testis, yang
berfungsi sebagai pengatur suhu bagi sperma.
i. Kelenjar cowpery, yaitu penghasil lendir untuk melumasi saluran sperma
ketika keluar tubuh.

2.1.2. Sistem Reproduksi pada Perempuan

Organ reproduksi bagian dalam wanita terdiri dari ovarium, dan saluran

indung telur (saluran kelamin). Ovarium atau indung telur berjumlah sepasang,

berbentuk oval dengan panjang 3-4 cm. Ovarium berada di dlaam rongga badan,

5
di daerah pinggang. Ovarium berpern secara bergantian untuk menghasilkan

ovum atau sel telur. Umumnya setiap ovarium menghasilkan ovum setiap 28 hari.

Ovarium juga menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Ovum yang di

haslkan ovarium akan bergerak ke saluran reproduksi. Saluran reproduksi wanita,

terdiri dari ovidum, uterus, ovarium, vagina.

a. Oviduk atau tuba fallopi ( saluran telur )

Oviduk berjumlah sepasang (di kanan dan kiri ovarium) dengan panjang sekitar

10 cm. Bagian pangkal oviduk berbentuk corong yang disebut invundibulum.

Pada infundibulum terdapat jumbai-jumbai (fibrae) yang berfungsi menangkap

ovum yang di lepaskan oleh ovarium. Ovum yang di tangkap oleh infundibulum

akan masuk ke oviduk. Oviduk berfungsi untuk menyalurkan ovum dan ovarium

menuju uterus.

b. Uterus atau rahim ( kantung peranakan)

Uterus merupakan rongga pertemuan oviduk kanan dan kiri yang berbentuk

seperti buah pir dan bagian bawahnya mengecil yang di sebut serviks atau leher

rahim. Uterus manusia berfungsi sebagai tempat perkembangan zigot apabila

terjadi fertilisasi.

Pada wanita dewasa yang belum pernah melahirkan ukurannya sebagai

berikut:

 Panjang kira-kira 7.5 cm

 Lebar kira-kira 5 cm

 Lebar kira-kira 2.5 cm

 Berat kira-kira 50 gram

6
Terletak di antara kandungan urin dan poros usus. Terdiri dari badan rahim (

korpus uteri ) dan leher rahim ( serviks uteri ).

Bagian –bagian rahim sebagai berikut :

 Dasar rahim

Bagian dari badan rahim yang terletak antara kedua pangkal saluran telur.

 Rongga rahim

Berbentuk segitiga, lebar di daerah dasar rahim dan sempit ke arah leher rahim.

Diliputi oleh selaput lendir yang disebut endometrium.

 Saluran leher rahim ( kanalis servikalis )

Hubungan antara rongga rahim kedalam vagina disebut mulut rahim luar (ostium

uteri eksternum )

 Dinding rahim

Terutama terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian rupa hingga dapat

mendorong isinya keluar pada waktu persalinan. Uterus terdiri dari dinding

berupa lapisan jaringan yng tersusun dari beberapa lapis otot polos dan lapisan

endometrium. Lapisan endometrium menghasilkan banyak lendir dan pembuluh

darah. Lapisan endometrium akan menebal pada saat ovulasi ( pelepasan ovum

dari ovarium) dan akan meluruh pada saat menstruasi. Kelanjtan saluran

reproduksi sesudah uterus dan serviks adalah vagina.

 Vagina ( saluran sanggama)

7
Vagina merupakan saluran akhir dari saluran reproduksi bagian dalam pada

wanita. Vagina bermuara pada pulva yang merupakan alat ovulsi pada wanita.

Vagina mempunyai dinding yang berlipat-lipat dengan bagian terluar berupa

selaput berlendir, bagian terluar berupa otot, dan bagian terdalam berupa

jaringan ikat berserat. Dinding depan liang sanggama (9 cm) lebih pendek dari

dinding belakang (11 cm). Pada puncak liang sanggama menonjol leher rahim

(serviks uteri) yang disebut porsio uteri. Selaput berlendir (membran mukosa)

menghasilkan lendir pada saat terjadi rangsangan seksual. Lendir tersebut

dihasilkan oleh kelenjar Bartholin. Jaringan otot dan jaringan ikat berserat

bersifat elastis yang berperan untuk melebarkan uterus saat janin akan dilahirkan

dan akan kembali kekondisi semula setelah janin dikeluarkan.

Dinding vagina terdiri dari tiga lapisan, yaitu:

1. Tunika mukosa, terdiri dari epitel gepeng berlapis tidak berkreatin.

Sitoplasma sel-selnya banyak mengandung glikogen dan lemak. Langsung

dibawah sel epitel terdapat anyaman serabut elastis halus yang padat. Pada

lapisan yang dalam tunika mukosa banyak mengandung anyaman venous

(pleksus venosus). Pada dinding anterior dan posterior tunika mukosa

mengadakan lipatan-lipatan memanjang, dibagian distal lipatan-lipatannya

melintan, disebut rugae vaginalis.

2. Tunika muskularis, terdapat serabut otot polos yang berjalan longitudinal

(dilapisan luar) dan sirkuler.

3. Tunika adventitia, merupakan lapisan tipis yang terdiri dari jaringan ikat

padat yang melanjutkan diri menjadi longgar, banyak mengandung pleksus

venosus beasar, serabut saraf dan kelompok kecil sel saraf.

8
c. Ovarium (indung telur)

Ada dua indung telur kanan dan kiri berbentuk seperti kemiri pipih. Ovarium

mengandung sel-sel telur muda, folikel primordial, folikel de Graff, badan

kuning (korpus luteum), badan putih (korpus albikans). Indung telur membentuk

hormon estrogen dan progesteron, yang berperan dalam peristiwa menstruasi.

Indung telur mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih berganti kanan dan

kiri. Pada saat telur dikeluarkan wanita tersebut dalam masa subur. Produksi

telur wanita sesuai dengan usia adalah sebagai berikut:

 Saat lahir bagi wanita mempunyai sel telur 750.000

 Usia 6-15 tahun wanita mempunyai sel telur 439.000

 Usia 16-25 tahun wanita mempunyai sel telur 159.000

 Usia 26-35 tahun wanita mempunyai sel telur 59.000

 Usia 36-45 tahun wanita mempunyai sel telur 34.000

 Masa menopause semua telur menghilang

d. Parametrium (penyangga rahim)

Parametrium merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan, yang

menghubungkan rahim dengan tulang panggul. Lipatan atasnya mengandung

tuba fallopi dan ikut serta menyangga indung telur. Bagian ini sensitif terhadap

infeksi sehingga mengganggu fungsinya. Hampir keseluruhan alat reproduksi

wanita berada dirongga panggul. Setiap individu wanita mempunyai bentuk dan

ukuran rongga panggul (velvis) yang berbeda satu sama lain. Bentuk dan ukuran

ini mempengaruhi kemudahan suatu proses persalinan. Dan perubahan ukuran

pada panggul ini pula untuk mengukur usia kehamilan seorang wanita.
9
Alat kelamin wanita bagian luar

Organ reproduksi bagian luar pada wanita berupa vulva. Vulva merupakan celah

paling luar dari organ kelamin wanita. Vulva terdiri dari mons pubis. Mons

pubis atau mons veneris merupakan daerah atas dan terluar dari vulva yang

banyak mengandung jaringan lemak. Pada masa pubertas daerah ini mulai

ditumbuhi oleh rambut. Dibawah mons pubis terdapat lipatan labium mayora

atau bibir besar yang berjumlah sepasang. Didalam labium mayora terdapat

lipatan labium minora atau bibir kecil yang berjumlah sepasang. Labium mayora

dan labium minora berfungsi untuk melindungi vagina. Gabungan labium

mayora dan labium minora pada bagian atas labium membentuk tonjolan kecil

yang disebut klitoris.

Klitoris merupakan organ erektil yang dapat disamakan dengan penis pada pria.

Meskipun klitoris secara struktural tidak sama persis dengan penis pada pria,

namun klitoris juga mengandung korpus karvenosa. Pada klitoris banyak

terdapat pembuluh darah dan ujung saraf-saraf perasa, sehingga saat sensitif saat

hubungan seks.

Pada pulva bermuara dua saluran, yaitu saluran uretra (saluran kencing) dan

saluran kelamin ( vagina). Pada daerah dekat saluran ujung vagina terdapat

himen (selaput dara). Himen merupakan selaput mukosa yang banyak


10
mengandung pembuluh darah. Pada saat hubungan seks pertama himen akan

robek dan mengeluarkan darah. Setelah melahirkan himen merupakan tonjolan

kecil yang disebut karunkule mirtiformis.

Kelenjar-kelnjar kecil terdapat disekitar uretra dan klitoris. Adapun kelenjar-

kelenjar tersebut adalah sebagai berikut:

a. Glandula vestibularis minoris

Glandula vestibularis minoris mengandung sel-sel mukosa. Kelenjar ini

menyerupai glandula littrei pada pria.

b. Glandula vestibularis mayoris

Glandula vestibularis mayoris lebih dikenal sebagai glandula Bartholini,

merupakan kelenjar yang lebih besar dari Glandula vestibularis minoris, terdapat

dibagian lateral dari vestibulum. Muara kedua kelenjar tersebut pada bagian

dalam labia minora. Sekret kelenjar tersebut bersifat mukous.

11
2.2. Mekanisme Kerja Sistem Reproduksi

Proses reproduksi dimulai dengan gametogenesis. Pada perempuan,


oogenesis merupkan pembentukan oosit primer dari sel germinal primordial
(oogonium) melalui mitosis. Pengembangan ini terjadi selama periode janin
dan berhenti pada saat kelahiran. Oosit primer membelah dengan meiosis
untuk membentuk oosit sekunder tepat sebelum mereka berovulasi.

Pada pria, spermatogenesis dimulai dengan gonosit selama periode


janin;sel ini diubah menjadi spermatogonium setelah kelahiran.
Spermatogonium tetap dorman hingga pubertas, saat aktivitas proliferatif
dimulai lagi. Beberapa spermatogonium berkembang biak membentuk
spermatogium lain sementara lainnya mengalami pematangan menjadi
spermatozoa. Ada tiga tahap antara dalam proses reproduksi pria. Awalnya,
spermatogonium membelah dengan mitosis untuk membentuk spermatosid
primer, yang kemudian membelah dengan meiosis untuk membentuk
spermatosid sekunder. Kemudian, spermatosid sekunder membelah diri
membentuk spermatid. Akhirnya, spermatid menjadi spermatozoa lewat
metamorfosis. Seluruh proses ini berkesinambungan dengan membutuhkan
waktu untuk spermatogonium menjadi spermatozoa adalah 60 hari.

Pembuahan membutuhkan bukan saja ovum dan spermatozoa yang


masih fungsional tetapi juga cara pengiriman sperma yang efektif dan
12
lingkungan yang tepat. Konsepsi, telur yang telah dibuahi, kemudian
ditanamkan pada rahim dan berkembang melalui berbagai tahap embrio dan
janin. Pada akhir masa gestasi, proses kelahiran terjadi. Bayi-bayi itu disusui
hingga masa disapih. Mereka kemudian tumbuh dan menjadi dewasa sehingga
dapat memulai proses reproduksi lagi, dan demikian menyelesaikan suatu
siklus reproduksi.

Farmakokinetik

Sepanjang siklus reproduksi, toksikan dapat mengganggu berbagai


kejadian dan proses dalam sistem reprodukresi. Toksikan bekerja langsung pada
sistem reproduksi, konsepsi, atau secara tidak langsung lewat organ endokrin
tertentu. Sebelum zat dapat bekerja secara langsung, zat itu harus mencapai
organ sasaran dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Konsentrasi ini dapat lebih
tinggi atau lebih rendah konsentrasinya dalam darah. Contohnya DDT,
konsentrasinya lebih tinggi 80 kali dalam ovarium daripada dalam plasma.
Beberapa zat lain juga terbukti dalam menembus Oosit, saluran telur, cairan
uterus, dan blastosis. (Fabro, 1987)

Berbeda dengan ovaium, testis dilindungi oleh sawar darah testis (blood
testis barrier) (Lee dan Dixon, 1978). Sawar darah testis merupakan suatu
kompleks sistem multisel yang terdiri atas sel mioid dan membran yang
mengelililngi tubulus seminiferus dan sel Sertoli yang terjalin rapat dalam
tubulus. Tetapi, sawar ini tidak seefektif sistem sawar darah otak. Laju penetrasi
zat kimia ke dalam testis ditentukan oleh bobot molekulnya, koefisien partisinya,
dan ciri-ciri ion.

Testis mengandung sistem enzim yang dapat mengaktifkan dan


mendetoksikasi. Dua sistem ini masing-masing mampu meningkatkan dan
menurunkan toksisitas bahan kimia. Selain itu, ada suatu sistem perbaikan DNA
yang efisien dalam sel spermatogenik pra-meiosis, tetapi tidak ada dalam
spermatid maupun sprematozoa. Karena itu, mutasi dapat diinduksi oleh zat-zat
elektrofilik.

13
2.3. Efek Yang Terjadi Terhadap Sistem Reproduksi

Sistem reproduksi pria dapat dipengaruhi lewat mekanisme yang berbeda.


Karenanya, banyak zat kimia mengganggu spermatogenesis dan menyebabkan atrofi
testis. Zat kimia ini antara lain adalah zat pewarna makanan (misalnya Oil Yellow AB
dan Oil Yellow OB) (Allmark., 1955)., pestida (mislanya DBCP), logam (misalnya
tombal dan kadmium), dan pelarut organik. Berbagai jenis zat kimia lain dapat
mempengaruhi testis, misalnya hormon steroid, zat alkilator, dan heksaklorofen (Dixon,
1986).

Selain berkurangnya hitung sperma akibat efek buruk pada spermatogenesis,


suatu toksikan dapat membuat spermatozoa cacat, tidak aktif, atau bahkan mati.
Contohnya, Metil metan Sulfonat (MMS) dan busulfan menyebabkan mutasi letal, tetapi
MMS mempengaruhi spermatid dan spermatozoa sementara busulfan mempengaruhi sel
prepermiogenik. Zat alkilator ini tampaknya menyerang DNA sel-sel ini yang memiliki
mekanisme perbaikan berbeda (Lee, 1983).

Sewaktu disimpan dalam epididimis, spermatozoa dapat juga dipengaruhi


toksikan. Contohnya, zat antifertilisitas pria α-klorohidrin menghambat kapasitas
fertilisasi spermatozoa. Gosipol, zat lain yang sacara ekstensif dicoba di Cina, mungkin
bekerja melalui mekanisme yang serupa (Dixon, 1986).

Testis diatur secara hormonal oleh sumbu hipotalamus-pituitari : FSH


dibutuhkan dalam inisiasi spermatogenesis melalui produksi ABP dalam sel sertoli,
sementara LH bekerja pada sel Leydig untuk mensintesis testoteron. Suatu toksikan
dapat mempengaruhi proses reproduksi lewat kelenjar-kelenjar endokrin ini. Contohnya
adalah DBCP (dibromokloropropoan), suatu fumigan yang digunakan dalam pertanian.
Para pekerja yang terkena fumigan ini dapat mengalami azoopernia dan oligospermia,
serta kadar LH dan FSH serum yang tinggi ( Miller dkk., 1987). Selain itu, ada laporan
yang menyatakan bahwa penghambat kanal kalsium SDZ 200-110 dapat menginduksi
tumor sel-Leydig pada tikus melalui peningkatan kadar gonadotropin dalam serum
(Roberts dkk., 1989)

Selain itu, fungsi reproduksi berada di bawah pengaruh susunan saraf autonom.
Karena itu, obat hipotensif Iosulazin, yang berkerja mengosongkan nor-epinefrin dan

14
menyebabakan kemandulan reversibel pada tikus jantan, mungkin melalui berubahnya
perilaku seksual dan gangguan ejakulasi ( Mesfin dkk., 1989). Guanetidin, obat
hipotensif lain, dapat menyebabakan kemandulan dengan menyebabkan gangguan
pemancaran mani (Palmer, 1976).

Berbagai jenis toksikan dapat mempengaruhi sistem reproduksi wanita (Dixon


,1986). Oosit dapat dirusak oleh obat-obatan misalnya Nitrogen Mustard dan Viblastin
serta Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) misalnya 3-metilkolantren dan
benzo[a]piren. Sebelum pubertas oosit lebih resisten terhadap efek toksik bahan kimia,
mungkin karena oosit ini dalam keadaan dorman.

Fungsi reproduksi lain juga dapat dipengaruhi. Holoperidol mencegah


implantasi. DDT dan nikotin dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan
konsepsi sehingga menurunkan berat janin (Fabro, 1978). Spironolakton dapat
mengganggu ovulasi dan implantasi telur yang telah dibuahi; obat ini juga dapat
menghambat perkembangan organ seks pada keturunannya ( Nagi dan Virgo, 1982).

PAH banyak ditemukan di lingkungan, termasuk asap rokok. Terdapat suatu


korelasi antara banyaknya rokok yang diisap dan permulaan menopause; menopause
merupakan indikasi habisnya oosit (Miller dkk., 1987)

Berikut adalah pengelompokan efek dan toksikan reproduksi berdasarkan jenis


kelaminnya.

2.3.1. Efek Toksik Pada Laki-laki

a. Atrofi testis
Sumber : zat kimia pada makanan, pestisida, dan logam kadmium (cd)
Toksikan : kadmium(cd)
Mekanisme : pada konsentrasi tertentu kadmiun mematikan sel-sel sperma.

b. Azoospermia/kelainan pada sperma


Sumber : pertanian
Gejala : sperma encer, susah memiliki keturunan (mandul)

15
Toksikan : dibromokloropopoan ( dbcp )
Mekanisme : mengganggu keseimbangan hipotalamus-hipofisis-testikular.
Sumber : Toluen, asap kendaraan, asap rokok, cat kuku dan larutan pembersih
lain
Gejala :Letih, mengantuk, hilang nafsu makan.
Efek kronis : penurunan signifikan berupa gangguan pada sistem saraf.
Mekaisme : pada lak-laki toluena mampu menembus blood testis barrier
sehingga dapat mengganggu organ testis tersebut. Disamping iitu juga dapat
menurunkan hormon fsh dan lh yang berfungsi menstimuli sel sertoli, ketika
adanya penurunan hormon maka jumlah sel sertoli akan berkurang yang
berakibat terganggunya proses spermato genesis.

c. Impotensi
Sumber : obat-obatan
Gejala : penderita tidak bisa memulai dan mempertahankan ereksi
Toksikan : litium,simetidin dan obat lain
Mekanisme : menyebabkan aliran darah di dalam tubuh yang mengalir ke alat
kelamin pria tidak lancar,dan menyebabkan alat kelamin tidak mampu
berereksi.

d. Infertilitas
Sumber: Asap kendaraan bermotor
Toksikan: Timbal (Pb)
Mekanisme: Timbal dapat menyebabkan kelainan pada testis karena efek
timbal pada mekanisme pratestikuler dan testikuler. Pada tingkat pretestikuler
timbal yang tertimbun dalam darah dapat melewati sawar darah otak dan
mengganggu metabolisme sel- sel saraf melalui penghambatan respirasi
mitokondria sel saraf. Hambatan pada tingkat biokimiawi ini dapat
menimbulkan gangguan pada poros Hipotalamus-hipofisis-testis. Dengan
terganggunya poros tersebut menyebabkan terganggunya sekresi hormon-
hormon hipofisis anterior yang penting dalam proses spermatogenesis yaitu
FSH dan LH. Dengan adanya penurunan hormon -hormon tersebut dapat
mengganggu proses spermatogenesis pada testis
16
e. Libido dan impoten : kloropen, mangan (Mn), timbal anorganik dan
organik, metil anorganik, toluena disodianat dan vinil klorida

f. Tertis/Infertil: Kloropen, timbal organik atau organik dan dibromo


kloropropan

g. Spermatotoksitas: karbaril, Cs2, sitotoksik, timbal.

2.3.2. Efek Toksik Pada Wanita

Efek yang mungkin timbul pada pekerja perempuan cukup bervariasi, seperti:
a) Gangguan Menstruasi: benzena, kloropen,merkurianorganik, PCB, stirena,
Toluena
b) Aborsi atau infertile: gas anestesi, timbal, benzena, TCP,
sitotoksik,etilnoksida, formaldehid.
c) BBLR: karbonmonoksida, formaldehid, PCB,toluena, dan vinil klorida.
d) Bayi lahir premature: timbal,stres dan panas.
e) Kematian ibu: Berilium dan Benzena
f) Keganasan : DES atau virus Hepatitis B
g) Kanker serviks
Sumber : obat-obatan kehamilan dan bahan kimia
Toksikan : dioxin, hpv tipe 16 dan 18.
Mekanisme : infeksi hpv dapat mengakibatkan kanker serviks, karena hpv
melakukan pembajakan sistem genetik sel dengan menggunakan gen e6
yang mendegradasi protein p53. Gejala : keputihan yang sudah
berlebihan,warna cairan nya hijau, saat berhubungan selalu merasakan
sakit,mengalami sakit saat buang kecil.

h) Infertilitas
Sumber : produk makanan/ minuman yang dikalengkan dan makanan/
minuman jajanan yang dijual di pinggir jalan.
Toksikan: timbal, benzene

17
Gejala : sakit selama menstruasi, keguguran berulang-ulang, ketidak
seimbangan hormonal.
Mekanisme : pb dapat menyebabkan menurunnya sistem reproduksi, selain
itu juga dapat mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat
menyebabkan cacat kromosom.

i) Mioma
Toksikan : dioxin
Gejala : pendarahan yang sangat lama
Mekanisme : apabila darah haid jatuh ke pembalut, zat dioxin akan dilepas
melalui proses penguapan. Zat dioxin akan mengenai permukaan vagina lalu
diserap kedalam rahim melalui saluran serviks. Selanjutnya, masuk kedalam
uterus melalui tuba fallopi dan berakhir di ovarium

2.3.3. Kategori Bahaya Untuk Toksisitas Reproduksi

Kategori Kriteria
Kategori 1 Diketahui atau dianggap sebagai toksik terhadap reproduktif

Kategori ini termasuk bahan yang diketahui memiliki efek yang


tidak diinginkan terhadap kemampuan atau kapasitas
reproduksi atau efek terhadap perkembangan manusia atau
apabila terdapat bukti dari studi terhadap hewan yang
memungkinkan diperkuat dengan informasi lain, untuk
memberi dugaan kuat bahwa bahan tersebut memiliki kapasitas
untuk mempengaruhi reproduksi manusia. Untuk tujuan
regulasi suatu bahan dapat dibedakan lebih jauh berdasarkan
apakah kejadian untuk klasifikasi terutama dari data manusia
(kategori 1A) atau dari data hewan (kategori 1B).
Kategori 1A Diketahui sebagai bahan yang toksis terhadap reproduksi
manusia.

Penempatan bahan kimia dalam kategori ini umumnya


berdasarkan adanya bukti pada manusia

18
Kategori 1B Dianggap toksik pada reproduksi manusia

Penempatan bahan pada kategori ini sebagian besar didasarkan


pada kejadian dari percobaan terhadap hewan. Data dari studi
pada hewan sebaiknya memberikan bukti yang jelas mengenai
toksisitas reproduksi secara spesifik dengan tidak adanya efek
toksik lain, efek yang tidak diinginkan terhadap reproduksi
dipertimbangkan sebagai konsekuensi sekunder dari efek toksik
lain. Bagaimanapun bila ada informasi mekanisme yang
meningkatkan keraguan mengenai keterkaitan efek pada
manusia, klasifikasi pada kategori 2 bisa jadi lebih tepat.
Kategori 2 Diduga toksik terhadap reproduksi manusia. Kategori ini
termasuk bahan yang pada beberapa kejadian pada manusia
atau hewan percobaan, mungkin diperkuat dengan informasi
lain mengenai efek yang tidak diinginkan terhadap kemampuan
atau kapasitas reproduksi atau pada perkembangan, dengan
tidak adanya efek toksik lain, atau bila terjadi bersamaan
dengan efek toksik lain efek yang tidak diinginkan terhadap
reproduksi ini dipertimbangkan sebagai konsekuensi sekunder
non spesifik dari efek toksik lain dan dimana kejadian cukup
memungkinkan untuk menempatkan bahan di kategori 1. untuk
singkatnya, kekurangan pada studi dapat membuat kualitas
bukti kurang meyakinkan dan dalam kategori 2 ini
klasifikasinya lebih tepat.

19
Kategori 1A Kategori 1B Kategori 2 Kategori tambahan

untuk Efek pada/

melalui menyusui
Tidak ada simbol
Bahaya Bahaya Awas Tidak ada kata sinyal
Dapat Dapat Diduga merusak Dapat membahayakan bayi yang
merusak merusak fertilitas atau menyusu
fertilitas fertilitas janin
atau janin atau janin

2.4. Study Kasus

Pengujian : Efek Teratogenik dari Senyawa Formaldehid Terhadap Janin Kelinci

Abstrak : Tiga puluh tiga kelinci hamil terkena uap dari 10% formaldehida (12 ppm)

selama masa kehamilan untuk mengetahui efeknya pada bayi yang baru lahir. Hasil

penelitian menunjukkan tidak ada aborsi atau kematian janin tetapi ada beberapa

anomali (23,8%) di antara bayi yang baru lahir kelinci yang meliputi: meromelia

(6,8%), encephalocele (6,1%), Oligodactyly (4,1%), Umbilical hernia (3,4%) dan

pendek ekor (3,4%); selain itu kecil untuk tanggal dan penurunan berat badan bayi

yang baru lahir juga melihat. Temuan ini menunjukkan bahwa formaldehida adalah

agen teratogenik.

Metode dan Cara Kerja : Sebanyak 33 ekor kelinci betina dengan rentang berat badan

antara 1085-1622 g serta berada pada kondisi lingkungan yang sama. Hewan-hewan

ini ditempatkan pada setiap kandang yang sama dan pada suhu berkisar antara 22-270

C, dengan kondisi kandang yang kering tidak lembab. Seluruh hewan uji deberikan

akses yang bebas untuk mendapatkan makanan dan minuman.


20
10 hari sebelum dimulai percobaan ini hewan-hewan uji telah diseleksi dan didapat

sebanyak 33 ekor yang layak dan sesuai serta tidak ada kelainnan pada hewan yang

akan diuji.

Kemudian setelah semuanya dipersiapkan , pertam kelinci betina akan dipertemukan

dengan kelinci jantan untuk melakukan proses reproduksi.

Setelah itu hewan uji dibagi menjadi 2 kelompok :

1. Kelompok control sebanyak 7 ekor kelinci betina yang hamil

2. Kelompok uji sebanyak 26 ekor kelinci betina yang hamil (yang akan dipapar

formaldehid 10%)

Untuk kelompok yang akan dipapar formaldehid 10% akan dibuat 2-3 kandang dan

akan dipapar formaldehid 10% selama masa kehamilan dengan jumlah pemberian

yang konstan.

Hasil : Dalam pengujian didapat tidak ada satu ekorpun dari kelinci yang mengalami

keguguran selama masa pemamaparan fermaldehid. Didapat 146 ekar dan 38 bayi

kelinci yang baru lahir dari kelompok yang dipapar dan kelompok control. Dari 146

ekor anak kelinci yang baru lahir yang berasal dari kolompok perlakuan didapat

sekitar 52 (35.6 %) ekor bayi kelinci yang lahir nampaki lebih kecil disbanding kan

dengan kelompok control. Sedangkan berat badan janin pada kelompok control

berkisar antara 38.62 ± 3.35 g.

Figure (1): Showing the small for date (left) and normal (right) newborns

21
Figure (2): Showing the meromelia (arrow).

Figure (3): Showing the encephalocele

Figure (4): Showing the oligodactyly (arrow).

Figure (5): Showing the umbilical hernia (arrow).

Figure (6): Showing the short tail

22
Kecacatan yang ditimbulkan sebagai berikut :
1- Meromelia (6.8%) (Figure.2).

2- Encephalocele (6.1%) (Figure.3).

3- Oligodactyly (4.1%) (Figure.4).

4- Umbilical hernia (3.4%) (Figure.5).

5- Short tail (3.4%) (Figure.6).

Kesimpulan : Eliminasi dan metabolisme dari snyawa formalin ppada janin lebih
lambat daripada induk. Hal ini menyebabkan efek buruk bagi embrio yang
menunjukkan kerusakan sel, serta tingkat kematian yang lebih tinggi. Dan pemamparan
dari formalin selama kehamilan menyebabkan konsentrasi dari DNA dan RNA
menurun.

Formaldehid adalah alkylating agent, pengobatan dengan agent tersebut menyebabkan

terjadinya mutasi sel serta kematian dan malformasi. formaldehid mengalami proses

adisi dan kondensasi ( rantai metana ) dan terjadi reaksi terhadap protein dan asam

amino serta asam nukleat atau nekleosida membuatnya menjadi mutagen,imunogen

Formaldehida dimetabolisme menjadi format. Alkohol, terutama metanol dan etanol,

dimetabolisme menjadi formate dan laktat melalui aldehida. Toksisitas alkohol dan

formalin pada manusia dan hewan termasuk asidosis metabolik. Toksisitas alkohol

menghasilkan radikal bebas, menyebabkan peningkatan malondialdehid, dan

menginduksi peroksidasi lipid yang mengakibatkan DNA untai tunggal istirahat.

Formalin dan alkohol mungkin mempengaruhi embrio dan janin melalui kerusakan

mitokondria. Etanol dan agen lingkungan memicu neurodegeneration apoptosis di otak

berkembang . Oksigen stres, seperti yang disebabkan oleh generasi radikal bebas, terkait

dengan kematian sel apoptosis dan fragmentasi genom mitokondria. Selain itu,

23
formaldehida melalui generator formaldehida, misalnya alkylating agen, memulai

apoptosis dan mitokondria mengontrol kematian organel sel.

Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa formaldehid dapat menyebabkan efek

teratogenik (23,8%) dari kelinci yang baru lahir pada konsentrasi10% (12 ppm). Efek

ini dipengaruhi dengan faktor-faktor yang berbeda seperti konsentrasi formaldehida,

waktu pemaparan, kekalahan administrasi, subjek materi, variasi individu (manusia atau

hewan), perintah atau spesies hewan.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem reproduksi pria dan wanita berbeda. Pada reproduksi pria memiliki penis
dan kelenjar testis untuk menghasilkan sperma, kematangan sel sperma ditandai dengan
mimpi basah pada usia pubertas. Pada sistem reproduksi wanita memiliki vagina dan
ovarium untuk menghasilkan ovum. Kematangan sel telur atuovum ditandai menarche
pada usia antara 13-16 tahun. Apabila terjadi pertemuan antara sel sperma dan sel ovum
akan terjadi kehamilan yang akan berkembang menjadi janin.

Janin yang berkembang didalam rahim memiliki ancaman terhadap efek toksik yang

ditimbulkan dari luar. Oleh sebab itu perlu adanya pengetahuan mengenai efek toksik

yang mengancam perkembangan janin. Semoga makalah yang kami susun ini

memberikan manfaat kepada pembaca.

3.2 Saran

Demi sempurnanya makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar makalah ini bisa menjadi lebih baik untuk selanjutnya.
Serta dari makalah ini kami menyarankan kepada para pembaca agar lebih memperhatikan
perkembangan janin agar terhindar dari efek toksik, serta memahami alat reproduksi dengan
baik.

25
DAFTAR PUSTAKA

Klaasen, Curtis D., Mary O. Amdur, and John Doull. Toxicology: The Basics science of

poisons: Third Edition. New York: Macmillan Publishing Company, 1986.

Kurniawidjaja, L. Meily. ToksikologiIndustri. Depok, 2009.

Lu, Frank C. Toksikologidasar : asas, organ sasaean,danpenilaianresiko. Jakarta: Ui

press, 1995.

26

You might also like