You are on page 1of 33

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN (PMKP)

2018 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bengkayang

Cetakan 1:

Oktober 2018

Ketua Tim Penyusun:

………………….

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatnya Pedoman
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) dapat diselesaikan dengan tepat waktu
sesuai dengan kubutuhan RS. Umum Daerah Kabupaten Bengkayang.

Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) ini yang mulai dipergunakan
pada tahun 2018 meliputi sasaran keselamatan pasien, standar pelayanan berfokus pasien,
standar manajemen rumah sakit, program nasional dan Integrasi pendidikan kesehatan dalam
pelayanan di rumah sakit.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun yang telah berjuang untuk
menyelesaikan standar ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada
para kontributor yang telah memberikan masukan sangat berharga.

Semoga dengan dipergunakan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
ini, mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah sakit Umum Daerah Kabupaten
Bengkayang dapat lebih baik.

Ketua Akreditasi RS. Umum Daerah Kabupaten Bengkayang

…………..

2
TIM PENYUSUN

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN (PMKP)

PENGARAH

1. dr.

Pelaksana

1. dr. …..
2. …
3. …
4. …
5. …

3
DAFTAR ISI

Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Kebijakan PMKP

BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Tujuan

BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH
SAKIT

BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS UMUM DAERAH
KABUPATEN BENGKAYANG
a. MUTU PELAYANAN RS UMUM DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG
b. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS UMUM DAERAH KABUPATEN
BENGKAYANG

BAB IV
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

BAB V
FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU

BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

BAB VII
PENUTUP

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

4
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar Gambar 4.1. Diagram Tulang Ikan


2. Gambar 4.2. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA
3. Gambar 4.3. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle
4. Gambar 4.4 Siklus PDSA
5. Gambar 5.1 Diagram Manajemen Risiko
6. Gambar 5.2 Simbol yang Digunakan

5
DAFTAR TABEL

1. Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)

6
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG
NOMOR

TENTANG

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu kualitas pelayanan


kesehatan perlu mengatur Rumah Sakit dengan Peraturan;
b. bahwa Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Bengkayang Nomor ............tentang Panduan Peningkatan Mutu perlu
disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan di
rumah sakit, sehingga perlu disempurnakan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Rumah Sakit
tentang Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
4. Keputusan Direktur .........tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bengkayang;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN
BENGKAYANG TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN

BAB I
PENGORGANISASIAN

Pasal 1

1. Direktur rumah sakit membentuk Komite PMKP atau bentuk


organisasi lainnya untuk mengelola kegiatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan sesuai dengan uraian tugas.
2. Direktur rumah sakit menetapkan penanggung jawab data di tiap-
tiap unit kerja.
3. Individu di dalam komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya dan
penanggungjawab data telah dilatih serta kompeten.
BAB II
SISTEM MANAJEMEN DATA

7
Pasal 2

1. Rumah sakit mempunyai referensi yang dipergunakan untuk


meningkatkan mutu asuhan klinis dan proses kegiatan manajemen
lebih baik.
2. Komite medis dan komite keperawatan mempunyai referensi
peningkatan mutu asuhan klinis terkini.
3. Rumah sakit mempunyai regulasi sistem manajemen data program
PMKP yang terintegrasi.
4. Rumah sakit menyediakan teknologi, fasilitas, dan dukungan lain
untuk menerapkan sistem manajemen data di rumah sakit sesuai
dengan sumber daya yang ada di rumah sakit.
5. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data dan informasi
untuk mendukung asuhan pasien, manajemen rumah sakit,
pengkajian praktik profesional, serta program mutu dan
keselamatan pasien secara menyeluruh
6. Kumpulan data dan informasi disampaikan kepada badan di luar
rumah sakit sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan.
7. Rumah sakit berkontribusi terhadap database ekternal dengan
menjamin keamanan dan kerahasiaan.

BAB III
PELATIHAN PMKP

Pasal 3

1. Rumah sakit mempunyai program pelatihan PMKP yang diberikan


oleh narasumber yang kompeten.
2. Pimpinan di rumah sakit termasuk komite medis dan komite
keperawatan telah mengikuti pelatihan PMKP.
3. Semua individu yang terlibat dalam pengumpulan, analisis, dan
validasi data telah mengikuti pelatihan PMKP, khususnya tentang
sistem manajemen data.
4. Staf di semua unit kerja termasuk staf klinis dilatih sesuai dengan
pekerjaan mereka sehari-hari.

BAB IV
PEMILIHAN AREA PRIORITAS

Pasal 4

1. Komite PMKP memfasilitasi pemilihan prioritas pengukuran


pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
2. Komite PMKP melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan
pengukuran mutu di unit pelayanan serta pelaporannya.

8
3. Komite PMKP melaksanakan supervisi terhadap progres
pengumpulan data sesuai dengan yang direncanakan.
4. Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para kepala
bidang/divisi dalam memilih dan menetapkan prioritas pengukuran
mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
5. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator area klinis.
6. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator area manajemen.
7. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator sasaran keselamatan pasien.

BAB V
PENGUKURAN MUTU

Pasal 5

1. Rumah sakit mempunyai regulasi pengukuran mutu dan cara


pemilihan indikator mutu di unit kerja yang antara lain meliputi butir.
2. Setiap unit kerja dan pelayanan telah memilih dan menetapkan
indikator mutu unit
3. Setiap indikator mutu telah dilengkapi profil indikator
4. Setiap unit kerja melaksanakan proses pengumpulan data dan
pelaporan.
5. Pengukuran mutu prioritas tersebut dilakukan menggunakan
indikator-indikator mutu sebagai berikut:
a. Indikator mutu area klinis (IAK) yaitu indikator mutu yang
bersumber dari area pelayanan;
b. Indikator mutu area manajemen (IAM) yaitu indikator mutu
yang bersumber dari area manajemen;
c. Indikator mutu Sasaran Keselamatan Pasien yaitu indikator
mutu yang mengukur kepatuhan staf dalam penerapan
sasaran keselamatan pasien dan budaya keselamatan
6. Pimpinan unit kerja melakukan supervisi terhadap proses
pengumpulan data dan pelaporan serta melakukan perbaikan mutu
berdasar atas hasil capaian indikator mutu.
7. Setiap indikator yang ditetapkan dilengkapi dengan profil indikator.
8. Profil indikator yang dimaksud ayat pasal meliputi:
a) judul indikator;
b) definisi operasional;
c) tujuan dan dimensi mutu;
d) dasar pemikiran/alasan pemilihan indicator;
e) numerator, denominator, dan formula pengukuran;
f) metodologi pengumpulan data;
g) cakupan data;
h) frekuensi pengumpulan data;
i) frekuensi analisis data;
j) metodologi analisis data;

9
k) sumber data;
l) penanggung jawab pengumpul data; dan
m) publikasi data
9. Direktur rumah sakit dan komite PMKP melakukan supervisi
terhadap proses pengumpulan dan analisis data.
10. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran dengan
melakukan evaluasi panduan prak k klinis, alur klinis, atau protokol
di prioritas pengukuran mutu rumah sakit.
11. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan variasi pada 5
(lima) panduan praktik klinis, alur klinis atau protokol di prioritas
pengukuran mutu rumah sakit.
12. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan atau audit klinis
pada panduan praktik klinis/alur klinis prioritas di tingkat rumah
sakit.

BAB VI
EVALUASI PELAYANAN KEDOKTERAN

Pasal 6

1. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran


2. Evaluasi pelayanan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam
pasal ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Kelompok Staf Medis paling
sedikit 5 (lima) prioritas sebagai panduan standardisasi proses
asuhan klinis yang dimonitor oleh Komite Medik.
3. 5 (lima) evaluasi pelayanan kedokteran sebagaimana dimaksud
dalam pasal ayat (2) dapat berupa panduan praktik klinis, alur
klinis (clinical pathway), dan/atau protokol klinis, dan/atau
prosedur, dan/atau standing order.
4. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan variasi pada 5
(lima) panduan prak k klinis, alur klinis atau protokol di prioritas
pengukuran mutu rumah sakit.
5. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan atau audit klinis
pada panduan praktik klinis/alur klinis prioritas di tingkat rumah
sakit.

BAB VII
ANALISIS DATA

Pasal 7

1. Rumah sakit mempunyai regulasi analisis data


2. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data, analisis, dan
menyediakan informasi yang berguna untuk mengidentifikasi
kebutuhan perbaikan.
3. Analisis data telah dilakukan menggunakan metode dan teknik
statistik yang sesuai dengan kebutuhan.

10
4. Analisis data telah dilakukan dengan melakukan perbadingan dari
waktu ke waktu di dalam rumah sakit, dengan melakukan
perbandingan database eksternal dari rumah sakit sejenis atau data
nasional/internasional, dan melakukan perbandingan dengan
standar serta prak k terbaik berdasar atas referensi terkini.
5. Pelaksana analisis data, yaitu staf komite PMKP dan penanggung
jawab data di unit pelayanan/kerja sudah mempunyai pengalaman,
pengetahuan, dan keterampilan yang tepat sehingga dapat berpar
sipasi dalam proses tersebut dengan baik.
6. Hasil analisis data telah disampaikan kepada direktur, para kepala
bidang/divisi, dan kepala unit untuk di tindaklanjuti.
7. Komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya telah mengumpulkan
dan menganalisis data program PMKP prioritas.
8. Ada bukti direktur rumah sakit telah menindaklanjuti hasil analisis
data
9. Ada bukti program PMKP prioritas telah menghasilkan perbaikan di
rumah sakit secara keseluruhan.
10. Ada bukti program PMKP prioritas telah menghasilkan efiiensi
penggunaan sumber daya.

BAB VIII
VALIDASI DATA

Pasal 8

1. Rumah sakit mempunyai regulasi validasi data


2. Rumah sakit telah melakukan validasi data pada pengukuran mutu
area klinis yang baru dan bila terjadi perubahan sesuai dengan
regulasi.
3. Rumah sakit telah melakukan validasi data yang akan
dipublikasikan di web site atau media lainnya termasuk kerahasiaan
pasien dan keakuratan sesuai dengan regulasi.
4. Rumah sakit telah melakukan perbaikan berdasarkan hasil validasi
data

11
BAB IX
MANAJEMEN RISIKO

Pasal 9
1. Rumah sakit mempunyai program manajemen risiko
2. Rumah sakit mempunyai da ar risiko di ngkat rumah sakit
3. Rumah sakit telah membuat strategi untuk mengurangi risiko yang
ada,
4. Rumah Sakit telah melakukan analisis efek modus kegagalan /
FMEA setahun sekali pada proses berisiko tinggi yang
diprioritaskan.
5. Rumah sakit telah melaksanakan tindak lanjut hasil analisis modus
dampak kegagalan (FMEA).

BAB IX
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 9

1. Rumah sakit telah membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan


keselamatan berdasar atas hasil capaian mutu.
2. Rumah sakit telah melakukan uji coba rencana perbaikan terhadap
mutu dan keselamatan pasien.
3. Rumah sakit telah menerapkan/melaksanakan rencana perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pasien.
4. Tersedia data yang menunjukkan bahwa perbaikan bersifat efektif
dan berkesinambungan.
5. Bukti perubahan-perubahan regulasi yang diperlukan dalam
membuat rencana, melaksanakan, dan mempertahankan
perbaikan.
6. Keberhasilan telah didokumentasikan dan dijadikan laporan PMKP.

Ditetapkan di BENGKAYANG
Pada tanggal September 2018
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN BENGKAYANG

dr. ………………………………..

12
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH KABUPATEN
BENGKAYANG
NOMOR
TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi
setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu
ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan
semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka
sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai
cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu
termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat
akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RS Umum Daerah Kabupaten
Bengkayang secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan
efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.

Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang


dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang. Buku panduan tersebut
merupakan konsep dan program peningkatan mutu pelayanan RS Umum Daerah
Kabupaten Bengkayang, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RS Umum Daerah
Kabupaten Bengkayang dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan
Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu,
langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.

1.2 Tujuan

Adapun maksud penyusunan pedoman agar tersedianya acuan atau panduan bagi rumah
sakit dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit.
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit secara efektif, efisien dan berkesinambungan serta tersusunnya sistem
monitoring pelayanan rumah sakit melalui indikator mutu pelayanan.

13
BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN


MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada
tahun (1820–1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan pada
aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang
terkenal sampai sekarang adalah “hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit
jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.

Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.
A. Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr. E. A. Codman dan beberapa ahli bedah lain
kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka
berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah
Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait
dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah
klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.

Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons (ACS)
menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya
pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini
ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik
untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu
kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu
diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.

Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians, American
Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on Accreditation of
Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit.

Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah
Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya
yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi
direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.

Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah Federal memberi
pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-undang ini
mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak
saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi
kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat menentukan
utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran
langsung oleh pasien.

14
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi suatu
Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan
baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah payah
pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3
Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah
mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya
hampir sama dengan di Amerika.

Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun masalah
itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan
tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena
perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional
WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-
negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan
dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing.

Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu
kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari
peningkatan mutu khusus untuk Eropa.

Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada simposium
peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya
peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal.

Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan akreditasi
Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari
Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan
bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,

Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah
Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara
umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A, B, C, an D. Kriteria
ini kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun
berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk
masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah
Sakit.

Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk
mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan
Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap
dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah
dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain

15
kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan
pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep
Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana
dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus
lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik
dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh
karyawan.

Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring dan
evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah
melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien.
Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah
Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan
penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian
infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam
Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu
(Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba
menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.

Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di
atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas
walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.

16
BAB III

KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU


PELAYANAN RS UMUM DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang
tersedia di Rumah sakit secara wajar, efisien dan efektifserta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosiobudaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen.

Agar upaya peningkatan mutu didapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan
adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu pelayanan.

A. MUTU PELAYANAN RS UMUM DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG


1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang
secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu
dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.

2. Definisi Mutu Pelayanan


Adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit
secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai
dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan
dan kemampuan dan masyarakat konsumen.

3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu


Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya
terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multidimensional.

17
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome
Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari interaksi dan
ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai
suatu system. Menurut Donabedian, pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat
diukur dengan menggunkan 3 variabel:
1. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, teknologi, organisasi,
dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input
yang bermutu pula.
2. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien). Adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien: evaluasi, diagnosis, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan,
penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Pendekatan proses adalah pendekatan
paling langsung terhadap mutu asuhan.
3. Hasil/Outcome, adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang
terjadi pada konsumen (pasien), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan terhadap provider.
Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu
proses yang baik. Sebaliknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur atau
proses yang buruk.

RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang adalah suatu institusi pelayanan kesehatan


yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan
di RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang menyangkut berbagai fungsi pelayanan,
serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RS Umum Daerah
Kabupaten Bengkayang mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus
memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RS Umum Daerah
Kabupaten Bengkayang harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan
mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang
diawali dengan penilaian akreditasi RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang yang
mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini
RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang harus menetapkan standar input, proses,
output, dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan.
RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang dipacu untuk dapat menilai diri (self
assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu
instrumen mutu pelayanan RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang yang menilai dan

18
memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja
RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang tidak dapat diketahui apakah input dan proses
yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator RS Umum Daerah
Kabupaten Bengkayang disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu RS
Umum Daerah Kabupaten Bengkayang secara nyata.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS UMUM DAERAH KABUPATEN


BENGKAYANG

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan
kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan,
memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu
pelayanan akan menjadi lebih baik.

Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan
mutu pelayanan akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu
menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan
langsung dan staf penunjang.

Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari
bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu
memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.

Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan mutu
pelayanan:

1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan


Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang
menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang
diberikan di berdaya guna dan berhasil guna.

2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan


Umum:
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu pelayanan
secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
Khusus:
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan melalui:
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.

3. Indikator mutu

19
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang berorientasi pada
waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes), efisiensi
(efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan (appropriateness).

4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah strategi sebagai
berikut:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu
di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bengkayang, serta upaya meningkatkan
kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bengkayang,
termasuk di dalamnya menyusun program mutu dengan pendekatan PDSA cycle.

5. Pendekatan Pemecahan Masalah


Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses
siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan
pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila:
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian
kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang
masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap
pertama.

20
BAB iV

PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram sebab akibat atau
diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk menggambarkan
penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut memfasilitasi proses
identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus perbaikan,
mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya masalah dan
menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram tulang ikan diperlihatkan pada
gambar 1.

Gambar 4.1. Diagram Tulang Ikan


Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:
1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
komponen struktur dan proses tersebut.

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk menjamin
tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang
diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas
kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality of customer’s
satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah Sakit Umum
Daerah Ende.

Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus pengendalian


(control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-Action” (P-D-S-A) = Relaksasi
(rencanakan – laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-S-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”,
karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu.
Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-S-A lebih sering disebuit “siklus
Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan
memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-S-A adalah alat yang
bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa
berhenti.

21
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan
kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke
keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada
gambar 2.

Dalam gambar 2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian
sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.

Gambar 4.2. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA


Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan berdasarkan
siklus P-D-S-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-S-A Cycle)
diperlihatkan dalam gambar 3. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-S-A hanya
dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan
dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 4.

Plan Do Study
Action

Follow-
Corrective up
Action

Improvement

Gambar 4.3. Relationship Between Control and Improvement Under


P-D-C-A Cycle

22
(1) Plan
Acti Menentukan
(6) Tujuan dan
onn (2)
Mengambil sasaran
Menetapkan
tindakan Metode untuk
Mencapai tujuan

Menyelenggarakan
(5) Pendidikan dan
latihan
Stud Memeriksa (4
akibat
y pelaksanaan )Melaksanakan (3)
pekerjaan Do

Gambar 4.4 Siklus PDSA

Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :

a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan


Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan
sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan dengan
maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat
karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci
informasi.

b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan


Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional,
berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya.
Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan
penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.

c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do


Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.

d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do


Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar
kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu,
ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi
masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar
kerja yang telah ditetapkan.

e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study


Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau
tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti

23
standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan
kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan
manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar,
tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh
karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari
akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari
penyebabnya.

f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action


Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan penyimpangan.
Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus
ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan.
Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan
merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.

Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai
diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua
karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu
sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau
menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap
kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan
juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.

Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis
kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas
pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas
pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap outcome, tetapi terhadap
hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi,
hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari
proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama
yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama
untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.

24
BAB IV

PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan
Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik
adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.


Standar:
 Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang
dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
 Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
 Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip
dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
 Keprofesian
 Efisiensi
 Keamanan pasien
 Kepuasan pasien
 Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih banyak untuk menilai proses dan outcome daripada input.
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di dalam
maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan:
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

25
BAB V

FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU

Fokus utama upaya peningkatan mutu RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang


terintegrasi dengan Panduan Patient Safety RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang
yang menerapkan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

A. Kepemimpinan dan Perencanaan


Pimpinan RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang dalam berperan aktif dalam
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
• Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan RS Umum Daerah Kabupaten
Bengkayang.
• Pimpinan bertanggung jawab atas keselamatan pasien RS Umum Daerah
Kabupaten Bengkayang.
• Telah dibentuk panitia mutu dan keselamatan pasien untuk menjadi ‘penggerak’
dalam hal mutu dan keselamatan pasien.
• Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas agenda dalam rapat
jajaran direksi maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit. Hal ini dituangkan
dalam SK Penetapan Forum Rapat : 042/SK/DIR/VI/2012.
• Pimpinan melalui panitia mutu dan keselamatan pasien membuat perencanaan
dan pelaksanaan program kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Tugas dan program kerja panitia mutu dan keselamatan pasien secara lengkap
dijabarkan dalam Pedoman Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien.
• Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya manusia di RS
Umum Daerah Kabupaten Bengkayang melalui pelatihan yang disesuaikan.
• Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien melalui
laporan dari panitia peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
• Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien setiap 3 bulan (dalam rapat evaluasi triwulan) dan setiap akhir
tahun (dalam laporan tahunan).

B. Manajemen Proses Klinik


Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RS Umum
Daerah Kabupaten Bengkayang adalah untuk mengurangi risiko dalam proses asuhan
klinis.
• Ditetapkan standar asuhan klinis melalui panduan praktik klinik dan atau clinical
pathway.
• Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang.
• Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway tersebut di review setiap tahun
dan dilakukan perbaikan apabila perlu.
• Melakukan audit medik minimal 1 x 1 tahun untuk melihat kepatuhan dan adanya
perbaikan.

C. Pengukuran, Evaluasi serta Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.


RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang telah menetapkan indikator yang harus
dipenuhi oleh semua unit. Indikator tersebut terdiri dari Indikator Manajerial, Indikator

26
Mutu Pelayanan dan Indikator Patient Safety (Insiden yang harus dicatat). Indikator
patient safety terdapat dalam Panduan Patient Safety RS Umum Daerah Kabupaten
Bengkayang (indikator terlampir).

Pengumpulan data dan evaluasi Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien:


• Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan indikator kinerja
manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan sesuai dengan
kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di rumah sakit (alur pelaporan
terlampir).
• Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indikator kinerja
manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan.
• Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada Panitia
Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan
• Unit yang terkait:
1. Bagian Pengadaan
2. Bagian HRD
3. Bagian Customer Service
4. Bagian Keuangan
5. Instalasi Rekam Medis
6. Instalasi Farmasi
7. Instalasi Laboratorium
8. Instalasi Radiologi
9. Instalasi Rehabilitasi Medik
10. Instalasi Gizi
11. Unit Pelayanan Darah
12. IPSRS
13. Instalasi Rawat Jalan
14. Instalasi Rawat Inap
15. Instalasi Kamar Operasi
16. Instalasi UGD
17. Instalasi ICU
18. Panitia PPI
19. Panitia Ponek
20. Panitia K3
21. Pelayanan TB
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Umum Daerah Kabupaten Bengkayang
secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan
prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di Umum Daerah Kabupaten
Bengkayang
• Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator utama yang sensitif untuk
dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan rumah sakit. Indikator utama ini
direview setiap tahun dan diganti apabila perlu. Pemilihan ini didasarkan pada
konsensus antara pimpinan dengan panitia mutu dan keselamatan pasien.
• Kriteria pemilihan indikator utama adalah:
1. Proses utama yang kritikal
2. Proses risiko tinggi
3. Proses yang cenderung bermasalah

27
Validasi dan analisa Data Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien :
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Umum Daerah Kabupaten Bengkayang
melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan
kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala.
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang
melakukan analisa terhadap kegiatan pemenuhan indikator, dengan cara
membandingkan secara internal, yaitu dengan bulan sebelumnya dan dengan
standar yang telah ditetapkan.
• Dilakukan validasi data oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien apabila terdapat:
1. Indikator atau proses yang baru diberlakukan
2. Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka pemenuhan indikator
3. Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan indikator
4. Data yang dianggap meragukan
5. Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua data indikator dan
dilaporakan dalam laporan triwulan panita PMKP.
6. Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator utama.
• Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk melihat bagaimana
data dikumpulkan dan dicatat. Apabila diperlukan dilakukan pengumpulan data
kembali oleh individu yang berbeda.

Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu dan Keselamatan Pasien: Manajemen Risiko

Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan menggunakan pendekatan


proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko di semua unit/bagian RS Umum Daerah
Kabupaten Bengkayang. Analisis risiko merupakan proses untuk mengenali bahaya
(hazard) yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya tersebut.
Langkah-langkah manajemen risiko:
1) Identifikasi Risiko
2) Menetapkan prioritas risiko
3) Analisis risiko
4) Pengelolaan risiko
5) Evaluasi
Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan dibawah ini:

28
Gambar 5.1 Diagram Manajemen Risiko

Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RS Umum Daerah Kabupaten Bengkayang


antara lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide, mengelompokkan, memprioritaskan
dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish
bone, Bagan alir, RCA, FMEA
2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check sheet)

A. Root Causes Analysis (RCA)

Langkah-langkah melakukan RCA:


1. Investigasi kejadian
2. Rekonstruksi kejadian
3. Analisis sebab :mengidentifikasi penyebab masalah
4. Menyusun rencana tindakan
5. Melaporkan proses analisis dan temuan

B. Bagan alir/diagram alur/flow chart:


Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu proses spesifik yang
dipakai untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah serta menentukan
“ideal path” dalam perencanaan perbaikan.
Simbol-simbol yang digunakan pada Bagan Alir ditunjukan pada gambar dibawah ini:

29
Awal/ akhir
proses Penghubu
ng

Kegiatan
Keput
usan

Gambar 5.2 Simbol yang digunakan


C. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis)
Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali model-
model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan penilaian
terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan
perubahan disain/prosedur.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)
1. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart yang rinci
3. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode), identifikasi efek yang
mungkin terjadi ke pasien (the effect)
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien (RPN)
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode
6. Desain ulang proses
7. Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8. Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi
Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)
S O D
Severity (Keparahan) Occurence (Keseringan) Detectable (Terdeteksi)
1. Minor 1. Hampir tidak pernah 1. selalu terdeteksi
2. Moderate terjadi 2. sangat mungkin
3. Minor Injury 2. jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal injury/death 4. sering 4. Kemungkinan kecil
5. sangat sering dan pasti terdeteksi
5. Tidak mungkin
terdeteksi

Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar masalah
untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk kemudian
menyusun rencana tindak lanjutnya.

30
• Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila
ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta
pengelolaan insiden.
• Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan dibuat
dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.

31
BAB VI

MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen Umum Daerah Kabupaten Bengkayang secara berkala


melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh
Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Umum Daerah Kabupaten Bengkayang.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Umum Daerah Kabupaten Bengkayang secara
berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di Umum Daerah Kabupaten Bengkayang.
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Umum Daerah Kabupaten Bengkayang
melakukan evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Umum Daerah Kabupaten Bengkayang
melakukan analisa pemenuhan indikator setiap tiga bulan dan membuat tindak lanjutnya
(laporan triwulan).
5. Alur pelaporan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien:

32
BAB VII

PENUTUP

Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai pedoman/panduan bagi rumah
sakit untuk melakukan pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut terhadap Indikator RS.
Pedoman ini diharapkan dapat diterapkan oleh RS dan menjadi pedoman bersama dalam
mengukur Indikator rumah sakit.

Hasil pengukuran indikator rumah sakit tersebut kedepannya diharapkan dapat diakses dan
dipublikasikan untuk perbaikan internal rumah sakit dan eksternal untuk bukti akuntabilitas
pada masyarakat. Buku pedoman ini masih dalam tahap perkembangan sehingga tidak
menutup kemungkinan adanya masukan demi tercapainya perbaikan bagi buku pedoman ini

DIREKTUR RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH KABUPATEN
BENGKAYANG

ttd

……………………..

33

You might also like