You are on page 1of 27

ANALISA ARTIKEL ILMIAH

KESALAHAN DALAM PENGUKURAN TEKANAN VENA CENTRAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis II


Dosen Pembimbing : Ns. Baskoro, S. Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok A3
Anggota :
1. Heny Ernawati (062310101007)
2. Surahmah (072310101004)
3. Ria Pratiwi Retna H (072310101012)
4. Rahayu Dyah L. (072310101020)
5. Nur Inayati (072310101028)
6. Febri Yunanda Putra (072310101040)
7. Dewi Ayu Rahayu (072310101053)
8. Chandra Aji Permana (072310101062)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2010

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesederhanaan yang tampak jelas pada sistem kardiovaskular ternyata
sangat kontradiktif dengan struktur dan fungsi sirkulasi yang rumit dan berdiri
sendiri. Setiap bagian system kardiovaskular diadaptasi secara unik untuk
berperan dalam respons kardiovaskular yang sangat terintegrasi terhadap proses
penyakit. Oleh karena itu diperlukan pemahaman anatomi kardiovaskular dan
kemampuan serta pembatasan respons kompensatorik sirkulasi (Price, 2006).
Jantung merupakan organ vital di dalam tubuh kita dan merupakan hal
yang penting untuk deteksi sedini mungkin terhadap gejala patologis. Sebelum
tahun 1800, salah satu cara untuk menegakkan diagnosa adalah dengan cara
menempelkan telinga pada dada yang akan diperiksa. Kemudian pada awal 1800
dikembangkan stetoskop yang menggunakan mekanisme tubular untuk
mendengarkan langsung suara dari dada ke pemeriksa untuk evaluasi (Anonim,
2010).
Semakin tahun semakin banyak tersedia teknik diagnostik canggih untuk
mendeteksi penyakit jantung dan sekuele klinisnya. Namun penggunaan teknik-
teknik ini dan interpretasi hasil pemeriksaan hanyalah sebagai pelengkap
penilaian klinis dan sistematis pasien bersangkutan, dan bukan merupakan
pemeriksaan yang menggantikan anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap pasien
tersebut. Oleh karena itu, harus dilakukan tinjauan singkat dari pemeriksaan
sistematis penderita penyakit jantung di bangsal sebelum melangkah ke prosedur
diagnostik yang umum (Price, 2006).
Salah satu dari prosedur diagnostik tersebut adalah pemantauan
hemodinamik. Pemantauan hemodinamik dilakukan terhadap beberapa tekanan
intravaskuler dan intrakardia yang dilakukan sebagai evaluasi status
kardiovaskuler secara terus menerus. Sehingga kondisi pasien dapat terpantau
dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyusun makalah tentang pemantauan
hemodinamik ini.
1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum lebih memfokuskan tujuan dari penulisan makalah, antara
lain:
1. Mengetahui definisi dari pemantauan tekanan vena sentral
2. Mengetahui fungsi dari pemantauan tekanan vena sentral
3. Mengetahui tata cara atau prosedur untuk melakukan pemantauan tekanan
vena sentral
4. Mengetahui dampak dari penggunaan pemantauan tekanan vena sentral
Tujuan khusus lebih memfokuskan pada tujuan pembuatan makalah ini
yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis II semester gasal.

1.3 Manfaat
Penulis tentunya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pambacanya.
Sesuai dengan tujuan awal, maka kami harap para pembaca dapat mengetahui
seluk beluk tentang pemeriksaan tekanan vena sentral mulai dari definisi, fungsi,
prosedur dan dampaknya. Diharapkan dengan pengetahuan yang sedikit ini
nantinya bisa meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat di Indonesia.
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Monitoring Tekanan Vena Sentral


Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang
menggambarkan aliran darah ke jantung (Oblouk, Gloria Darovic, 2002).
Tekanan vena sentral merefleksikan tekanan darah di atrium kanan atau
vena kava (Carolyn, M. Hudak, et.al, 1998). Pada umumnya jika venous return
turun, CVP turun, dan jika venous return naik, CVP meningkat.

2.2 Indikasi Pemantauan Tekanan Vena Sentral


1. Mengetahui fungsi jantung
Pengukuran CVP secara langsung mengukur tekanan atrium kanan (RA) dan
tekanan end diastolic ventrikel kanan. Pada pasien dengan susunan jantung
dan paru normal, CVP juga berhubungan dengan tekanan end diastolic
ventrikel kiri.
2. Mengetahui fungsi ventrikel kanan
CVP biasanya berhubungan dengan tekanan (pengisisan) diastolik akhir
ventrikel kanan. Setelah ventrikel kanan terisi, maka katup tricuspid terbuka
yang memungkinkan komunikasi terbuka antara serambi dengan bilik jantung.
Apabila tekanan akhir diastolik sama dengan yang terjadi pada gambaran
tekanan ventrikel kanan, CVP dapat menggambarkan hubungan antara volume
intravascular, tonus vena, dan fungsi ventrikel kiri.
3. Menentukan fungsi ventrikel kiri
Pada orang-orang yang tidak menderita gangguan jantung, CVP berhubungan
dengan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan merupakan sarana untuk
mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
4. Menentukan dan mengukur status volume intravascular.
Pengukuran CVP dapat digunakan untuk memeriksa dan mengatur status
volume intravaskuler karena tekanan pada vena besar thorak ini berhubungan
dengan volume venous return.
5. Memberikan cairan, obat obatan, nutrisi parenteral
Pemberian cairan hipertonik seperti KCL lebih dari 40 mEq/L melalui vena
perifer dapat menyebabkan iritasi vena, nyeri, dan phlebitis. Hal ini
disebabkan kecepatan aliran vena perifer relatif lambat dan sebagai akibatnya
penundaan pengenceran cairan IV. Akan tetapi, aliran darah pada vena besar
cepat dan mengencerkan segera cairan IV masuk ke sirkulasi. Kateter CVP
dapat digunakan untuk memberikan obat vasoaktif maupun cairan elektrolit
berkonsentrasi tinggi.
6. Kateter CVP dapat digunakan sebagai rute emergensi insersi pacemaker
sementara.

2.3 Kontraindikasi Pemasangan Kateter Vena Sentral


Adapun kontraindikasi termasuk adanya :
1. infeksi pada tempat insersi,
2. renal cell tumor yang menyebar ke atrium kanan, atau
3. large tricuspid valve vegetatious (sangat jarang).

2.4 Penempatan Kateter Vena Sentral


 Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)
 Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan
 Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis
 Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di atas
vena kava superior
2.5 Interpretasi Gelombang CVP
Gelombang atrial biasanya beramplitudo rendah sesuai dengan tekanan
rendah yang dihasilkan atrium. Rata rata RAP berkisar 0 sampai 10 mmHg, dan
LAP kira kira 3 sampai 15mmHg. Tekanan jantung kiri biasanya melampaui
tekanan jantung kanan karena terdapat perbedaan resistensi antara sirkulasi
sistemik dengan sirkulasi paru. Pengukuran secara langsung tekanan atrium kiri
biasanya hanya dilakukan di icu setelah operasi jantung.

Gelombang CVP Normal


Gelombang CVP normal yang tertangkap pada monitor merupakan
refleksi dari setiap peristiwa kontraksi jantung. Kateter CVP menunjukkan variasi
tekanan yang terjadi selama siklus jantung dan ditransmisi sebagai bentuk
gelombang yang karakteristik. Pada grlombang CVP terdapat tiga gelombang
positif (a, c, dan v) yang berkaitan dengan tiga peristiwa dalam siklus mekanis
yang meningkatkan tekanan atrium dan dua gelombang (x dan y) yang
dihubungkan dengan berbagai fase yang berbeda dari siklus jantung dan sesuai
dengan gambaran EKG normal.
1) Gelombang a : diakibatkan oleh peningkatan tekanan atrium pada saat
kontraksi atrium kanan. Dikorelasikan dengan gelombang P pada EKG
2) Gelombang c : timbul akibat penonjolan katup atrioventrikuler ke dalam
atrium pada awal kontraksi ventrikel iso volumetrik. Dikorelasikan dengan
akhir gelombang QRS segmen pada EKG
3) Gelombang x descent : gelombang ini mungkin disebabkan gerakan ke bawah
ventrikel selama kontraksi sistolik. Terjadi sebelum timbulnya gelombang T
pada EKG
4) Gelombang v : gelombang v timbul akibat pengisisan atrium selama injeksi
ventrikel (ingat bahwa selama fase ini katup AV normal tetap tertutup)
digambarkan pada akhir gelombang T pada EKG
5) Gelombang y descendent : diakibatkan oleh terbukanya tricuspid valve saat
diastol disertai aliran darah masuk ke ventrikel kanan. Terjadi sebelum
gelombang P pada EKG.

2.6 Interpretasi hasil


Tekanan vena sentral diukur dalam sentimeter air atau millimeter air raksa
adanya variasi yang dapat dipertimbangkan dalam rentang nilai normal
disebutkan. Tekanan normal dalam AKa kurang dari 8 cm H2O. dan tekanan
dalam vena kava kurang lebih 5 sampai 8 cm H2O. Pembacaan CVP atau
pembacaan tekanan Aka juga dapat diukur dengan transduser tekanan. Rentang
CVP normal pada kasus ini 4 sampai 6 mmHg.
Beberapa situasi secara umum menghasilkan peninggian CVP. Ini meliputi
GJK (gagal jantung koroner), bila jantung tidak lagi secara efektif mengatasi
aliran balik vena, temponade jantung, status vasokonstriktif, atau status
peningkatan volume darah seperti transfuse berlebihan atau kelebihan hidrasi.
CVP yang rendah biasanya menyertai status hipovolemik karena
kehilangan darah atau cairan atau indksi obat vasodilatasi. Peningkatan kecepatan
pemberian cairan atau penggantian kehilangan darah ditandai oleh situasi ini.

2.7 Trouble Shooting Monitoring Tekanan CVP

Gelombang Status Cardiac


Gelombang a tidak ada Atrial fibrillation, sinus tachycardia
Gelombang flutter Atrial flutter
Gelombang a prominen AV Block derajat I

Stnosis tricuspid, miksoma atrium kanan,


Gelombang a yang besar
hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal

Cannon a waves Diassosiasi atrioventrikuler, VT


Gelombang x descent tidak
Regurgitasi trikuspid
ada
Gelombang x descent
Kondisi karena gelombang a yang besar
prominen

gelombang cv yang besar Regurgitasi tricuspid, perikarditis konstriktif

Gelombang y descent yang


Stenosis tricuspid, myxoma atrium kanan
pelan
Perikarditis konstriktif, gagal jantung kanan
Gelombang y descent yang
severe
cepat
Gelombang y tidak ada tamponade

2.8 Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi dapa terjadi di dalam kateter atau di sekitar sisi pemasangan dan
didignosis serta dikuatkan oleh kultur darah. Tanda dan gejala dari infeksi akan
tampak seperti pada berbagai sumber pirogenik. Penggantian kateter dan selang
yang sering, sesuai dengan kebijakan rumah sakit merupakan tindakan
pencegahan primer.
2. Thrombosis
Thrombosis dalam bervariasi dalam ukurannya dari lembaran fibrin tipis
sampai sampai berukuran penuh menuju ujung kateter. trombosis minor dapat
dibilas tanpa sisa, kecuali thrombus tidak dapat dibilas. Pasien dapat
mengalami edema pada tangan yang paling yang paling dekat pada sisi kateter;
berbagai derajat nyeri leher (yang dapat menyebar) dan distensi vena jugular.
3. Emboli udara
Emboli udara terjadi sebagai akibat masuknya udara pada sistem dan berjalan
pada ventrikel kanan melalui vena kava. Penurunan curah jantung mungkin
merupakan indicator awal dari masalah ini.
Ini diperkirakan bahwa paling sedikit 10 sampai 20 cc udara masuk ke dalam
sistem sebelum pasien menampakkan gejalanya. Tanda-tanda dari suatu
kedaruratan dapat meliputi kekacauan mental, sakit kepala, Ansietas, dan tidak
berespon. Peristiwa fisiologisnya adalah pembentukan busa dalam ventrikel
pada tiap kontraksi jantung, menyebabkan penurunan tiba-tiba pada curah
jantung.
Jika masalh ini dicurigai, perawat harus membalikkan pasien ke sisi kiri pada
posisi trendelenburg. Ini akan menyebabkan udara naik ke diding ventrikel
kanan dan memperbaiki aliran darah. Oksigen harus diberikan pada pasien
kecuali dikontraindikasikan.
2.9 Prosedur
Transduser adalah alat yang mengubah satu bentuk energi ke dalam bentuk
yang lain. Transduser dapat merasakan perubahan pada aliran, suhu, konsentrasi,
tekanan, intensitas cahaya, dan variable-variabel fisiologis lainnya. Transduser
yang paling umum digunakan adalah transduser ekternal, sekali pakai,
mempunyai ukuran regangan dan tekanan. Saat tekanan diberikan pada diafragma
dari transduser tipe ini, kawat-kawat sensitive yang dihubungkan pada permukaan
bawah dari diaragma ditekan, peningkatkan jumlah aliran listrik ke amplifier-
monitor. Sistem amplifier-monitor kemudian mengubah sinyal listrik kecil yang
yang diteruskan oleh transduser ke layar pada tingkat dapat dibaca. Ada beberapa
tipe sistem amplifier-monitor yang digunakan tetapi semua mempunyai fungsi
dasar yang sama. Alat ini terdiri dari tombol on-off, sebuah digital yang dapat
dibaca dan oskiloskop untuk mendisplai tekanan, indicator untuk mendisplai
sistolik, diastolic, atau nilai tekanan rata-rata, sistem alarm audible dengan batas
tinggi dan rendah yang dapat diatur, pengontrol ukuran atau pencapaian bentuk
gelombang, dan pengontrol pengaturan dan kalibrasi.
Untuk memperoleh pengukuran yang akurat yakinkan bahwa posisi pasien
datar, dengan titik nol manometer pada setinggi area interkostal keempat.
Ketinggian ini tepat pada garis midaksila kliendan dapat ditentukan dengan
Pengukuran sekitar 5cm di bawah sternum. Titik ini dikenal sebagai aksis
flebostatik. Konsistensi penting, dan semua pembacaan harus dilakukan pada
pasien dengan posisi yang sama dan titik nol dihitung dengan cara yang sama.
Jika penyimpangan dari prosedur yang rutin harus dilakukan, seperti bila
pasientidak dapat mentolerir posisi datar dan pembacaan harus dilakukan pasien
dengan posisi semi Fowler’s, ini bermanfaat untuk mencatat pada lembar atau
rencana perawatan pasien untuk memberikan konsistensi pada pembacaan
selanjutnya
BAB 3. ANALISA ARTIKEL

Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem


kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan
memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam
tubuh dan kemampuan jantung untuk memompakan darah. Pengkajian secara
noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan, salah satunya adalah
pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure). Pemantauan hemodinamik
secara invasif, yaitu dengan memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah atau
rongga tubuh.CVP merupakan suatu cara atau proses memasukkan kateter poli
ethylene dari vena tepi sehingga ujungnya berada di dalam atrium kanan atau di
muara vena cava. CVP disebut juga kateterisasi vena sentralis (KVS). CVP juga
merefleksikan masalah volume cairan. CVP yang meningkat mengindikasikan
gagal ventrikel kanan atau volume berlebih, sedangkan CVP yang rendah
mengindikasikan hipovolemia. Tekanan vena sentral secara langsung
merefleksikan tekanan pada atrium kanan. Secara tidak langsung menggambarkan
beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel kanan pada akhir diastole.
Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3-8
cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004) nilai normal CVP
adalah 4 – 10 mmHg.

Dalam kasus ini dilakukan analisa apakah ada variasi yang signifikan
dalam penempatan transduser tekanan untuk pemantauan invasif yang dapat
menyebabkan kesalahan pengukuran signifikan, apakah besarnya nilai lebih besar
dari nilai CVP normal. Dimana tujuan dari dilakukannya analisis ini yaitu untuk
mengukur tingkat variasi antara penyedia pelayanan kesehatan dan untuk
mengidentifikasi alat sederhana untuk mengurangi kesalahan ini. Sehingga hasil
yang diharapkan yaitu ditemukan adanya variasi yang signifikan dalam
penempatan transduser antara penyedia layanan kesehatan, yang tidak dikurangi
atau dihilangkan dengan menggunakan tingkat laser dan harus dipertimbangkan
ketika menafsirkan data CVP. Penempatan yang akurat dan konsisten dari
transduser tekanan untuk pemantauan invasif sangat penting. Tidak akurat atau
penempatan yang tidak konsisten diantara penyedia layanan kesehatan dapat
menghasilkan variabilitas antar operator besar dan kesalahan pengukuran yang
signifikan. Variabilitas yang terkait dengan atau tidak konsisten penempatan tidak
akurat akan berdampak lebih besar ketika pemantauan tekanan dengan nilai
normal yang lebih rendah (yaitu, tekanan vena sentral CVP), dibandingkan
dengan tekanan dengan nilai normal lebih tinggi (yaitu, tekanan darah arteri
sistemik) Tingkat dan besarnya kesalahan ini sangat penting ketika menafsirkan
data yang diperoleh oleh penyedia layanan kesehatan yang berbeda. Data yang
diperoleh dari kasus ini menunjukkan bahwa ada yang signifikan antar-penyedia
variabilitas dan bahwa intervensi yang biasa digunakan untuk mengurangi
perbedaan-perbedaan (tingkat laser) tidak efektif. Salah satu harus hati-hati
menafsirkan data CVP diperoleh oleh petugas perawatan kesehatan yang berbeda
atau dilaporkan oleh penulis yang berbeda, dan memahami pentingnya
mempertimbangkan konteks klinis nilai CVP sebelum membuat keputusan
manajemen.

1.3 Implikasi Keperawatan


3.4.1 Pemantauan CVP dengan Manometer
 Persiapan untuk pemasangan
a. Persiapan pasien
Memberikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang:
– tujuan pemasangan,
– daerah pemasangan
– prosedur yang akan dikerjakan
b. Persiapan alat
– Kateter CVP
– Set CVP
– Spuit 2,5 cc
– Antiseptik
– Obat anaestesi lokal
– Sarung tangan steril
– Bengkok
– Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
– Plester
 Persiapan untuk Pengukuran
a. Persiapan Alat
– Skala pegnukur
– Selang penghubung (manometer line)
– Standar infus
– Three way stopcock
– Pipa U
– Set infus
b. Cara Merangkai
– Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
– Mengeluarkan udara dari selang infuse
– Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
– Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
– Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
– Mengeluarkan udara dari manometer line
– Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
– Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah terpasang
c. Cara Pengukuran
– Memberikan penjelasan kepada pasien
– Megatur posisi pasien
– Lavelling, adalah mensejajarkan letak jantung (atrium kanan) dengan skala
pengukur atau tansduser
– Letak jantung dapat ditentukan dengan cara membuat garis pertemuan antara
sela iga ke empat (ICS IV) dengan garis pertengahan aksila
– Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada manometer
dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi
– Membereskan alat-alat
– Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
 Pemantauan dengan Transduser
Dilakukan pada CVP, arteri pulmonal, kapiler arteri pulmonal, dan tekanan darah
arteri sistemik.
a. Persiapan pasien
– Memberikan penjelasan ttg: tujuan pemasangan, daerah pemasangan, dan
prosedur yang akan dikerjakan
– Mengatur posisi pasien sesuai dengan daerah pemasangan
b. Persiapan untuk penusukan
– Kateter sesuai kebutuhan
– Set instrumen steril untuk tindakan invasif
– Sarung tangan steril
– Antiseptik
– Obat anestesi lokal
– Spuit 2,5 cc
– Spuit 5 cc/10 cc
– Bengkok
– Plester
c. Persiapan untuk pemantauan
– Monitor
– Tranduser
– Alat flush
– Kantong tekanan
– Cairan NaCl 0,9% (1 kolf)
– Heparin
– Manometer line
– Spuit 1 cc
– Three way stopcock
– Penyanggah tranduser/standar infus
– Pipa U
– Infus set
d. Cara Merangkai
– Mengambil heparin sebanyak 500 unit kemudian memasukkannya ke dalam
cairan infuse
– Menghubungkan cairan tersebut dengan infuse
– Mengeluarkan udara dari selang infuse
– Memasang cairan infus pada kantong tekanan
– Menghubungkan tranduser dengan alat infuse
– Memasang threeway stopcock dengan alat flush
– Menghubungkan bagian distal selang infus dengan alat flush
– Menghubungkan manometer dengan threeway stopcock
– Mengeluarkan udara dari seluruh sistem alat pemantauan (untuk
memudahkan beri sedikit tekanan pada kantong tekanan)
– Memompa kantong tekanan sampai 300 mmHg
– Menghubungkan kabel transduser dengan monitor
– Menghubungkan manometer dengan kateter yang sudah terpasang
– Melakukan kalibrasi alat sebelumpengukuran

e. Cara Kalibrasi
– Lavelling
– Menutup threeaway ke arah pasien dan membuka threeway ke arah udara
– Mengeluarkan cairan ke udara
– Menekan tombol kalibrasi sampai pada monitor terlihat angka nol
– Membuka threeway kearah klien dan menutup ke arah udara
– Memastikan gelombang dan nilai tekanan terbaca dengan baik
 Peranan Perawat
1. Sebelum Pemasangan
– Mempersiapkan alat untuk penusukan dan alat-alat untuk pemantauan
– Mempersiapkan pasien; memberikan penjelasan, tujuan pemantauan, dan
mengatur posisi sesuai dengan daerah pemasangan
2. Saat Pemasangan
– Memelihara alat-alat selalu steril
– Memantau tanda dan gejala komplikasi yang dapat terjadi pada saat
pemasangan seperti gangguan irama jatung, perdarahan
– Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedur dilakukan
3. Setelah Pemasangan
– Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara:
1) melakukan Zero Balance: menentukan titik nol atau letak atrium yaitu
pertemuan antara garis ICS IV dengan midaksila.
2) Zero balance: dilakukan pada setiap pergantian dinas atau gelombang
tidak sesuai dengan kondisi klien
3) Melakukan kalibrasi untuk mengetahui fungsi monitor atau transduser
setiap shift ragu terhadap gelombang.
– Mengkorelasikan nilai yang terlihat pada monitor dengan keadaan klinis
klien.
– Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik.
– Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan.
– Mencegah terjadi komplikasi dan mengetahui gejala dan tanda komplikasi
(seperti. emboli udara, aritmia, kelebihan cairan, hematom, infeksi,
penumotorak, rupture arteri pulmonalis, dan infark pulmonal).
– Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien.
– Memastikan letak alat-alat yang terpasang pada posisi yang tepat dan cara
memantau gelombang tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan
foto toraks (CVP, swan gans).
 Pengkajian
Yang perlu dikaji pada pasien yang terpasang CVP adalah tanda-tanda
komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan alat.
 Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman.
 Keluhan verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
 Frekuensi napas, suara napas
 Tanda kemerahan / pus pada lokasi pemasangan.
 Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter
 Kesesuaian posisi jalur infus set
 Tanda-tanda vital, perfusi
 Tekanan CVP
 Intake dan out put
 ECG Monitor
 Diagnosa
a. Gangguan aktivitas berhubungan dengan pemasangan kateter vena central
Kriteria pengkajian
 Kelemahan, kelelahan.
 Perubahan tanda vital, adanya disritmia.
 Dispnea.
 Pucat
 Berkeringat.
Intervensi
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas.
2. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat.
3. Kaji presipitator atau penyebab kelemahan contoh nyeri.
4. Anjurkan latihan ROM aktif atau bila pasien tidak dapat memenuhinya
lakukan ROM pasif setiap 6 jam.
5. Jelaskan bahwa gangguan aktivitas adalah kondisi sementara yang
diharuskan hanya selama waktu pemantauan sementara.
6. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.
b. Resiko tinggi emboli darah berhubungan dengan efek pemasangan kateter
vena central

Intervensi
1. Pantau tanda-tanda dan gejala embolisme pulmonal
2. Jika manifestasi ini terjadi, lakukan protokol pada syok :
– Pertahankan kateter IV (untuk pemberian cairan dan obat-obatan)
– Berikan pengobatan pemberian cairan sesuai dengan protokol
– Pasang kateter indwelling (foley) (untuk memantau volume sirkulasi
melalui haluaran urine)
–  Lakukan pemantauan EKG dan pemantauan invasif hemodinamik
(untuk mendeteksi disritmia dan pedoman pengobatan)
– Berikan vasopressor untuk meningkatkan ketahanan perifer dan
meningkatkan tekanan darah
– Berikan natrium bikarbonat sesuai indikasi (untuk mengoreksi asidosis
metabolik)
– Berikan obat-obat digitalis, diuretik IV dan agen aritmia sesuai
indikasi
– Berikan morfin dosis rendah secara IV (menurunkan ansietas dan
menurunkan kebutuhan metabolisme )
– Siapkan klien untuk prosedur angiografi dan atau skaning perfusi paru-
paru ( untuk memastikan diagnosis dan mendeteksi luasnya atelektasis)
3. Berikan terapi oksigen melalui kateter nasal dan pantau saturasi oksigen.
4.  Pantau nilai elektrolit, GDA, BUN, DL (pemeriksaan laboratorium ini
membantu menentukan status perfusi dan volume)
5. Lakukan pengobatan trombolisis, misalnya : urokinase, streptokinase
sesuai dengan program dokter (trombolisis dapat menyebabkan lisisnya
emboli dan meningkatkan perfusi kapiler pulmonal)
6. Setelah pemberian infus trombolisis, lakukan pemberian pengobatan
dengan heparin secara IV secara terus menerus atau intermitten. (Heparin
dapat menghambat atau memperlambat proses terbentuknya trombus dan
membantu mencegah pembentukan dan berulangnya pembekuan
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang
menggambarkan aliran darah ke jantung. Tekanan vena sentral diukur dalam
sentimeter air atau millimeter air raksa. Tekanan normal dalam AKa kurang dari 8
cm H2O. dan tekanan dalam vena kava kurang lebih 5 sampai 8 cm H2O.
Pemantauan tekanan vena sentral dilakukan antara lain untuk:
7. Mengetahui fungsi jantung
8. Mengetahui fungsi ventrikel kanan
9. Menentukan fungsi ventrikel kiri
10. Menentukan dan mengukur status volume intravascular.
11. Memberikan cairan, obat obatan, nutrisi parenteral
12. Kateter CVP dapat digunakan sebagai rute emergensi insersi pacemaker
sementara.
Pemasangan kateter vena sentral tidak dapat dilakukan pada pasien jika
terjadi infeksi pada tempat insersi, renal cell tumor yang menyebar ke atrium
kanan, atau large tricuspid valve vegetatious (sangat jarang). Pemasangan kateter
ini dapat menyebabkan komplikasi seperti infeksi, thrombosis, dan emboli udara.
DAFTAR PUSTAKA

Anna, Owen. 1997. Pemantauan Perawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan . Jakarta: EGC.

Hudak, Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo, 1997. Keperawatan Kritis. Edisi VI. Volume I. Jakarta:EGC.
ERROR IN CENTRAL VENOUS PRESSURE MEASUREMENT
1. Katie K. Figg, MD* and
2. Edward C. Nemergut, MD*†
+ Author Affiliations
1. From the Departments of *Anesthesiology, and †Neurosurgery, University
of Virginia Health Sciences Center, Charlottesville, Virginia.
1. Address correspondence to Edward C. Nemergut, MD, Departments of
Anesthesiology and Neurosurgery, University of Virginia Health System,
PO Box 800710, Charlottesville, VA 22908. Address e-mail to
en3x@virginia.edu.
 
Next Section
Abstract
BACKGROUND: The variability introduced by inconsistent placement of
pressure transducers for invasive monitoring may result in significant
measurement error. Our goals in this study were to quantify the degree of
variation among health care providers and to identify a simple tool for reducing
this error.
METHODS: A sample of 50 perioperative health care providers was recruited
and asked to place a transducer at the appropriate level for central venous pressure
(CVP) monitoring on two separate occasions: first without any additional
standardization tools and second with a laser level to guide transducer placement.
The variability among providers was calculated, and the results between sessions
compared.
RESULTS: There was significant variation in transducer placement during both
sessions, in some instances, of greater magnitude than a normal CVP value. The
laser level did not significantly reduce this variation.
CONCLUSION: There is significant variation in transducer placement among
health care providers. This variation is not reduced by a laser level and must be
considered when interpreting CVP data. Hospital- or institution-wide
standardization of a zero-level should be considered.
Previous SectionNext Section
IMPLICATIONS: There is significant variation in transducer placement among
health care providers, which is not reduced or eliminated by using a laser level
and should be considered when interpreting CVP data.
Previous SectionNext Section
The accurate and consistent placement of pressure transducers for invasive
monitoring is critically important. Inaccurate or inconsistent placement among
health care providers may result in substantial inter-provider variability and
significant measurement error. The variability associated with inaccurate or
inconsistent placement will have greater impact when monitoring pressures with a
lower normal value (i.e., central venous pressure [CVP]), compared with
pressures with a higher normal value (i.e., systemic arterial blood pressure). The
degree and magnitude of this error is important when interpreting data obtained by
different health care providers. Indeed, recent studies have emphasized the
importance of defining an exact anatomic zero level for CVP transducers.1
Despite the well-described shortcomings of CVP as a sole monitor of ventricular
preload,2,3 it continues to be an important and commonly used management tool.
As with any such tool, it is vital to understand potential sources of error and the
impact of this error on clinical decision-making and patient care. The goal of this
study was to evaluate variation in transducer placement among health care
personnel when monitoring CVP and to identify methods of reducing it.
The goal of the first portion of the study was to quantify the degree of variation
among health care providers, with the hypothesis that there is significant variation
in the placement of transducers among personnel. The goal of the second portion
of the study was to minimize some of the error by using a standardization tool.
We hypothesize that the use of a laser level to aid participants in placing these
transducers might better identify the anatomic landmarks and would reduce
random error resulting in less variation in transducer placement among health care
providers.
Previous SectionNext Section
METHODS
A sample of 50 perioperative health care providers (14 registered nurses, 24
residents in anesthesiology, and 12 board-certified anesthesiologists) familiar with
CVP monitoring, were recruited on two different occasions. On the first occasion
(Session 1), the participants were asked to place a CVP transducer at the
appropriate level on the same mock patient in three positions: flat supine,
approximately 30 degrees head up and approximately 15 degrees Trendelenburg.
The transducer was placed on an IV pole approximately 1 m from the mock
patient. The height of the transducer (distance from the zero point to the floor)
was recorded for each placement. During the testing procedure, the subjects did
not observe each other position the transducer.
On the second occasion (Session 2), 6 mo later, the subjects were again asked to
place the CVP transducer at the appropriate level for the same three patient
positions: flat supine, approximately 30 degrees head up and approximately 15
degrees Trendelenburg on the same mock patient. During this portion of the study,
participants were asked to use a laser level to help identify anatomic landmarks
and place the transducer at the proper level. Again, the level of the transducer was
recorded for each placement.
Statistical analysis
To quantify the range of CVP transducer levels and the degree of inter-provider
variability present, the mean, standard deviation, and interquartile range were
calculated. To test the efficacy of the laser level to reduce variation in
measurement, Levene’s test for equality of variances was performed to determine
if the variances between Session 1 and Session 2 were significantly different. A P
< 0.05 was considered statistically significant.
Previous SectionNext Section
RESULTS
The standard deviation, interquartile range, and range for Session 1 (without the
laser) and Session 2 (with the laser) are reported in Table 1 and Table 2. The
results of the analysis of the differences in variances between Session 1 and
Session 2 are reported in Table 3.
View this table:
 In this window
 In a new window
Table 1. Session 1 (Without Laser Level)
View this table:
 In this window
 In a new window
Table 2. Session 2 (With Laser Level)
View this table:
 In this window
 In a new window
Table 3. Comparison of Inter-Provider Variation
There was significant variation among health care providers in the level of
transducer placement during Session 1. Using the formula 1 cm H 20 = 0.736 mm
Hg, the standard deviation of transducer placement among health care providers
for each of the 3 positions was 3.2, 4.8, and 3.2 mm Hg (flat supine,
approximately 30 degrees head up and approximately 15 degrees Trendelenburg,
respectively, Table 1). During Session 2, the standard deviations for each of the
three positions were 2.9, 4.3, and 2.6 mm Hg (flat supine, approximately 30
degrees head up and approximately 15 degrees Trendelenburg, respectively, Table
2). The use of a laser level did not result in significantly different variances
between Session 1 and Session 2, and did not reduce the variation in measurement
among health care providers (Table 3).
Previous SectionNext Section
DISCUSSION
CVP measurements, either alone or as a trend, are frequently used to monitor right
ventricular preload and serve as a correlate measure of left ventricular preload.
Small changes in CVP may translate to large changes in physiologic status and
vastly different patient management strategies. Our data demonstrate that, even in
experienced hands, error in CVP measurement may be equal to or more than the
magnitude of a normal CVP value. In light of the magnitude of this variation, we
attempted to identify an intervention that could minimize variation of CVP
transducer level: the use of a laser level to aid transducer placement. If the error
observed without a laser level was simply due to parallax, then the use of the level
to better identify anatomic landmarks should eliminate this error. Unfortunately,
the use of the laser level did not significantly decrease the observed variation in
measurement.
Of note, the degree of variation was largest when the mock patient was placed in
the 30 degree head up position. While this position is not commonly used during
surgery, it is frequently used in the postanesthesia care unit and the intensive care
unit. Indeed, several studies have indicated that positioning mechanically
ventilated patients at >30 degrees is preferred and associated with a decreased risk
of aspiration and ventilator-associated pneumonia.4,5 It is important to note that
critically ill patients with the most tenuous fluid status are precisely the group of
patients most likely to undergo CVP pressure monitoring and the group of patients
most susceptible to measurement error. Thus, these data are particularly relevant
in the intensive care unit. Indeed, the variation observed would have significant
impact on clinical decision, i.e., fluid challenge versus diuresis. Further, other
potential inter-provider differences such as differences, in interpreting the CVP
trace or ability to account for respiratory variation (spontaneous and mechanical
breaths), would likely compound the error observed.
With any measurement, measurement error may be considered to be the sum of
random error and systematic error. Random error is caused by unpredictable
fluctuations in the measured data due to the precision limitations of the
measurement device or random fluctuations in the clinician’s interpretation of the
device reading.6 By contrast, systematic error is caused by consistent biases in the
device due to improper calibration, environmental factors or due to biases in the
clinician’s interpretation of the device’s use or reading.6
Since the use of a laser level should have reduced the magnitude of random error
between measurements, we can conclude that inter-observer variability results
predominantly from systematic error in transducer placement, and not only from
random error. Indeed, it was the anecdotal observation of the authors that different
anatomic landmarks and the selection of suitable external landmarks varied
significantly among participants.
Transducer placement variation that leads to errors in CVP measurement
approaching the value of the CVP itself is an exceptionally important observation.
The use of different landmarks for transducer placement can result in drastically
different observations, diagnoses, and management decisions. The inter-provider
variability characterized above could potentially appear when patient care is
transferred from one provider to another, who places the transducer at a different
level. Given the observed magnitude of the error and its potential to significantly
affect patient care, hospital-wide standardization of an appropriate zero level and
provider education on correct transducer placement should be considered.
Furthermore, when care of a patient is transferred from one provider to another,
part of the “turnover procedure” should include a description of what external
anatomic landmark the provider was using as a reference.
Previous SectionNext Section
CONCLUSION
These data indicate that there is significant inter-provider variability and that a
commonly used intervention to reduce those differences (a laser level) is not
effective. One must carefully interpret CVP data obtained by different health care
personnel or reported by different authors, and understand the importance of
considering the clinical context of a CVP value before making management
decisions.

DAFTAR PUSTAKA

Seo JH, Jung CW, Bahk JH. Seo JH, Jung CW, JH Bahk. Uppermost blood
levels of the right and left atria in the supine position: implication for
measuring central venous pressure and pulmonary artery wedge
pressure. Anesthesiology 2007 ; 107 : 260 –3
Magder S. Central venous pressure monitoring. Curr Opin Crit Care 2006 ;
12 : 219 –27

Osman D, Ridel C, Ray P, Monnet X, Anguel N, Richard C, Teboul JL.


Osman D, C Ridel, P Ray, Monnet X, N, Richard, C Teboul Anguel JL.
Cardiac filling pressures are not appropriate to predict hemodynamic
response to volume challenge. Crit Care Med 2007 ; 35 : 64 –8

Metheny NA, Clouse RE, Chang YH, Stewart BJ, Oliver DA, Kollef MH.
Metheny NA, RE Clouse, Chang YH, Stewart BJ, DA Oliver, MH Kollef.
Tracheobronchial aspiration of gastric contents in critically ill tube-fed
patients: frequency, outcomes, and risk factors. Crit Care Med 2006 ; 34 :
1007 –15

Orozco-Levi M, Torres A, Ferrer M, Piera C, el-Ebiary M, de la Bellacasa JP,


Rodriguez-Roisin R. Semirecumbent position protects from pulmonary
aspiration but not completely from gastroesophageal reflux in
mechanically ventilated patients. Am J Respir Crit Care Med 1995 ; 152 :
1387 –90 6.

Atkinson G, Nevill AM. G Atkinson, Nevill AM. Statistical methods for


assessing measurement error (reliability) in variables relevant to sports
medicine. Sports Med 1998 ; 26 : 217 –38

You might also like