You are on page 1of 29

PRESENTASI KASUS DEPARTEMEN BEDAH

Batu Cetak Ginjal Kanan

Boni Nurcahyo

0606065283

Narasumber

dr. Ponco Birowo, SpU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA 2010
BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 62 tahun

Alamat : Lampung

Pendidikan : Sarjana Pendidikan

Pekerjaan : guru

Suku : Jawa

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan anak pasien pada tanggal
15 Oktober 2010.

Keluhan Utama:

Nyeri di pinggang kanan belakang yang semakin memberat sejak 1 bulan sebelum dirawat di RS
(SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang:

Sejak 1 bulan sebelum dirawat di RS, pasien merasakan nyeri di pinggang kanan bagian
belakang. Nyeri muncul mendadak, dirasakan seperti ditusuk, hilang timbul, dan dirasakan
menjalar ke perut. Saat merasakan nyeri, pasien juga merasa mual dan sempat muntah sebanyak
3 kali. Badan pasien juga berkeringat bila rasa nyeri muncul. Karena merasa nyeri bertambah
berat pasien kemudian datang ke RS umum di Lampung, di RS tersebut dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan foto perut, dikatakan ada batu di ginjal kanan pasien dan kemudian dirujuk ke
poli urologi RSCM. Di poli urologi RSCM dokter mengatakan pasien harus segera dilakukan
operasi dengan sebelumnya menjalani beberapa pemeriksaan tambahan.

Pasien menyangkal adanya rasa kesemutan dan rasa baal pada daerah yang nyeri. Adanya
lenting-lenting berisi air yang teraasa nyeri bila disentuh juga disangkala oleh pasien. Hingga
saat ini BAB dan buang angin pasien masih cukup baik dan lancar. Tidak ada keluhan seperti
BAB berdarah, BAB berwarna pucat, kembung, dan kram perut. Pasien juga mengatakan selama
ini tidak pernah merasakan adanya benjolan pada perutnya.

Apabila pasien sedang buang air kecil pinggangnya terasa sakit. Tidak ada riwayat buang air
kecil sedikit-sedikit dan tidak lampias. Pasien juga mengeluhkan adanya riwayat kencing
berwarna merah sebanyak 3 kali sejak 1 bulan terakhir. Terdapat riwayat pernah keluar batu saat
buang air kecil pada tahun 1998, namun pasien tidak memeriksakan dirinya ke dokter karena
tidak ada keluhan yang dirasakan menggangu. Pasien saat ini merupakan pensiunan guru dengan
kegiatan sehari-harinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Pasien rata-rata mengkonsumsi 1
liter air mineral perhari. Makanan dan minuman sehari-hari pasien adalah air putih, teh, susu, dan
sayur-sayuran seperti bayam dan kangkung. Pasien terkadang mengkonsumsi daging ayam dan
sapi. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obat tertentu. Tidak terdapat riwayat demam, gangguan
buang air besar, maupun trauma pada punggung dan abdomen.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Operasi (-), Alergi (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), riwayat kuning (-), DM (-),
hipertensi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:

Keluhan serupa pada keluarga (-), alergi (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), riwayat
kuning (-), DM (-), hipertensi (-).

Riwayat Sosial:

Pasien tidak mengkonsumsi alkohol, tidak merokok, da nsehari-hari melakukan pekerjaan rumah
tangga..

III. PEMERIKSAAN FISIK (15 oktober 2010)

Kesadaran : Kompos mentis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Gizi : Kesan gizi baik

TB : 150 cm

BB : 45 kg

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 92x/menit, regular, isi cukup

Pernapasan : 28x/menit, teratur, kedalaman cukup, abdominotorakal

Suhu : afebris
Status Generalis:

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

THT : liang telinga lapang, serumen -/-, deviasi septum nasal (-), sekret hidung -/-,
uvula di tengah, arkus faring simetris, faring hiperemis (-), tonsil T1/T1

Leher : KGB tidak teraba, JVP 5-2 cm H2O

Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru : bentuk dan gerak simetris statis dinamis, vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : datar, lemas, hati dan limpa tidak teraba, nyeri tekan (-), bunyi usus (+)
normal., bruit (-).

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema -/-

Status Urologi

CVA : nyeri tekan -/-, nyeri ketok -/-, tidak ditemukan massa

SS : buli-buli tidak penuh, nyeri tekan (-)

GE : Tidak diperiksa
Hasil Lab

Hematologi
Darah Perifer Lengkap
Hemoglobin 12 g/dL ↓
Hematokrit 37,2 % ↓
Eritrosit 4,49/µL ↓
MCV/VER 82,9 fL
MCH/HER 26,7 pg ↓
MCHC/KHER 32,3 g/dL
Trombosit 310.000/µL
Leukosit 14810/µL ↑
Hitung Jenis
Basofil 0,4%
Eosinofil 6,9% ↑
Neutrofil 60,6%
Limfosit 23,7%
Monosit 8,4% ↑
LED 20mm ↑
Hemostasis
Masa Pendarahan IVY 2,30 menit
Masa Pembekuan Lee & White 11 menit
Urinalisa
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Sedimen
Leukosit 5-6/LPB
Eritrosit Banyak/LPB
Silinder Negatif
Sel Epitel 1+
Kristal Negatif
Bakteria Negatif
Berat Jenis 1.020
pH 6,5
Leukosit Esterase Trace
Nitrit Negatif
Protein 1+ ↑
Glukosa Negatif
Keton Negatif
Urobilinogen 3,2 µmol/L
Bilirubin Negatif
Darah/Hb 3+ ↑
Kimia Klinik
SGOT 18 U/L
SGPT 17 U/L
Trigliserida 106 mg/dL
Kolesterol Total 221 mg/dL ↑
Kolesterol HDL 46 mg/dL
Kolesterol LDL 154 mg/dL ↑
Glukosa Puasa 86 mg/dL
Glukosa 2 jam pp 114 mg/dL
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Radiologi Thorax

Jantung tidak membesar (CTR<50%),

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar,

Trakea di tengah,

Kedua hilus tidak menebal,

Tampak fibroinfiltrat di apeks kanan,

Sinus kostofrenikus dan diafragma baik,

Jaringan lunak dan tulang baik.

Ultrasonography
Ren dextra tampak, ukuran normal dengan ekoparenkim normoekoik. Tampak batu multiple
dengan Acoustic shadow (+). Ukuran: 1,38 dan 1,63 cm. Kalises tampak melebar.

Ren sinistra tampak, ukuran normal dengan ekoparenkim normoekoik. Tak tampak batu
intrarenal. Pelviokalises tidak melebar.

Vesica urinaria tampak, dinding licin, internal eko (-), batu (-).

Kesan:

Nephrolitiasis dextra (multiple) dengan hydronephrosis.

Ren sinistra dan VU, dalam batas normal.

Diagnosis: batu cetak ginjal kanan

Planning terapi: PCNL

Operasi PCNL dilaksanakan pada tanggal 4-10-2010


Hasil foto BNO (post PNCL)

- Preperitoneal fat line kanan kiri baik. Psoas line simetris. Kontur kedua ginjal baik. Tak
tampak bayangan radioopak di proyeksi traktur urinarius. Distribusi udara usus mencapai
pelvis minor. Tulang-tulang intak. Tampak spur formation pada korpus lateral vertebra
L1-L5. Terpasang stent dengan ujung proksimal pada hemiabdomen kanan setinggi
korpus vertebra L2, proyeksi ginjal kanan, ujung distal pada proyeksi uretra.

- Kesimpulan : tidak tampak batu radioopak di sepanjang proyeksi traktus urinarius.


Terpasang stent dengan ujung distal pada proyeksi ginjal kanan, ujung distal pada
proyeksi uretra

Diagnosis: batu cetak ginjal kanan Post PCNL. Planning Post op:

- Awasi tanda vital

- Awasi produksi urin

- Cek DPL post op

- Ceftriaxone 2x1 g

- Ketorolac 3x30 mg IV

- Transamin 3x1 amp

- Vit K 3x1 amp


- Vit C 1x400 mg

- Diet biasa, bed rest sampai 6 jam

- IVFD NaCl 0,9 : D5 = 1 : 1 /24jam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Ginjal dan Ureter


Organ sistem urinarius meliputi ginjal, ureter, kandung kemih dan terletak retroperitoneal. Ginjal
adalah sepasang organ yang dikelilingi lemak perineal dan fascia Gerota. Aspek superior ginjal
terdiri dari iga ke-10 dari rongga toraks bagian inferior. Aspek posterior ginjal bersandar pada
kuadran lumborum dan hilus renalis bersandar pada otot psoas. Aspek anterior ginjal dekat
dengan duodenum dan fleksura hepatika kolon. Ginjal mendapat pendarahan dari arteri renalis.
Arteri renalis kanan dan kiri berasal dari percabangan arteri mesenterika superior yang
merupakan cabang dari aorta. Pada ginjal, arteri yang ditemukan merupakan end-arteri
sedangkan vena memiliki anastomosis.

Proses pembentukan urin terjadi ginjal dan mengalir ke duktus kolektivus untuk dilanjutkan
menuju pelvis renalis. Selanjutnya urin mengalir ke buli melalui ureter secara peristaltik. 2 Ureter
memiliki tiga penyempitan yang normal yaitu: UPJ (Ureteropelvic Junction), persebrangan
dengan pembuluh darah iliaka, dan ureterovesical junction. Ketiga tempat ini secara klinis
memiliki nilai yang signifikan karena sering menjadi tempat batu saluran kemih tersumbat.
Gambar 1. Anatomi Traktus Urinarius

Gambar 2. Tiga daerah penyempitan ureter ; Gambar 3. Pembagian segmen ureter

Batu Saluran Kemih


Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup penyakit batu ginjal diperkirakan sebesar 1% sampai 15%, dengan
probabilitas memiliki batu lokasi yang berbeda-beda menurut umur ras, gender, dan letak
geografis.

• Jenis Kelamin

Penyakit batu biasanya lebih sering dialami pria dewasa daripada wanita
dewasa. Dengan berbagai indikator, termasuk penerimaan rawat inap, kunjungan
rawat jalan, dan kunjungan gawat darurat, laki-laki yang terpengaruh dua sampai tiga
kali lebih sering daripada wanita

• Ras

Perbedaan ras/etnis pada insiden penyakit batu telah diamati. Di antara pria AS,
Soucie dan rekan (1994) menemukan prevalensi tertinggi penyakit batu dalam orang
kulit putih, diikuti oleh Hispanik, Asia, dan Afrika Amerika, yang prevalensi masing-
masing sebesar 70%, 63%, dan 44% dari orang kulit putih.
Di antara perempuan AS, prevalensi yang tertinggi pada orang kulit putih dan
terendah di antara wanita Asia (sekitar setengah dari kulit putih)

• Usia

kejadian batu relatif jarang terjadi sebelum usia 20 tetapi puncak insiden terjadi pada
dekade ke-empat hingga ke-enam kehidupan

• Geografi

Distribusi geografis penyakit batu secara kasar mengikuti faktor risiko lingkungan;
prevalensi tinggi penyakit batu ditemukan di daerah beriklim panas, atau kering
seperti pegunungan, padang pasir, atau daerah tropis.

• Iklim
Variasi musiman pada penyakit batu kemungkinan berkaitan dengan suhu dengan
cara kehilangan cairan melalui keringat dan mungkin peningkatan vitamin D yang
diinduksi oleh sinar matahari. Prince dan Scardino (1960) mencatat insiden tertinggi
penyakit batu terjadi pada bulan-bulan musim panas

• Pekerjaan

Paparan panas dan dehidrasi merupakan faktor risiko kerja bagi penyakit batu.
Evaluasi metabolik dari kelompok pekerja di daerah panas menunjukkan insiden yang
lebih tinggi dari volume urin rendah dan hypocitraturia disbanding pekerja di daerah
lebih dingin. Para pekerja di pabrik baik yang kronis atau yang tidak terkena suhu
yang tinggi mengalami perspirasi masif. Mereka yang terekspos suhu tinggi
menghasilkan volume urin dan pH yang lebih rendah, kadar asam urat tinggi, dan
berat jenis urin lebih tinggi, yang menyebabkan saturasi asam urat lebih tinggi. Oleh
karena itu, para pekerja tersebut memiliki insiden pembentukan batu asam urat yang
sangat tinggi (38%).
Individu dengan pekerjaan sedenter, seperti yang posisi manajerial atau profesional,
mengalami peningkatan risiko pembentukan batu untuk alasan yang tidak jelas.

• Indeks Masa Tubuh dan Berat Badan

Dalam dua penelitian kohort prospektif yang besar terhadap pria dan wanita, risiko
prevalensi dan insiden penyakit batu secara langsung berhubungan dengan berat
badan dan indeks massa tubuh pada kedua jenis kelamin, walaupun besarnya asosiasi
lebih besar pada wanita dibandingkan pria.

• Air

Keuntungan dari asupan cairan yang tinggi pada pencegahan batu telah lama
diakui. Dalam dua penelitian observasional besar, asupan cairan yang ditemukan
berbanding terbalik dengan risiko insiden pembentukan batu ginjal.

Teori Pembentukan Batu


A. Teori inti (nukleus); kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada
urin yang sudah mengalami supersaturasi.
B. Teori matriks; matriks organik yang berasal dari serum atau protein-protein urin
memberikan kemungkinan pengendapan kristal.
C. Teori inhibitor kristalisasi; beberapa substansi dalam urin menghambat terjadinya
kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadi
kristalisasi.
Ketiga faktor ini mempengaruhi pembentukan batu disebabkan oleh lebih dari satu faktor pada
urin yang mengalami supersaturasi.

Hiperkalsiuria dapat disebabkan oleh:

- Hiperkalsiuria absorbtif; gangguan metabolisme yang menyebabkan absorbsi usus yang


berlebihan juga pengaruh dari vitamin D dan hiperparatiroid.
- Hiperkalsiuria renal; kebocoran pada ginjal.
Hiperoksalouria:

- Primer.
- Oral dan inhalasi, pemakaian vitamin C dosis tinggi dalam waktu lama, methoxyflurane
(obat bius).
- Hiperoksalouria enternik
Hiperurikusuria:

- Makanan yang banyak mengandung purin.


- Pemberian sitostatika pada pengobatan neoplasma.
- Dehidrasi kronik.
- Obat-obatan; thiazide (diuretik), salisilat.
Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan anamnesis yang teliti serta pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan tambahan yang tepat. Karena pemeriksaan fisik umumnya tidak banyak membantu
untuk menegakkan diagnosis. Saat anamnesis perlu ditanyakan secara teliti antara lain tentang
intake cairan, diet (susu, keju, purin), obat-obatan (alkali, analgesik, vitamin D, kemoterapi),
immobilisasi yang lama, gout, atau pernah mengeluarkan batu. Riwayat keluarga mengenai stone
formation (yang disebabkan oleh hiperoksalouria, hiperkalsemia, hiperuricemia, dan lain-lain)
juga perlu untuk ditanyakan.

Nukleasi, Pembentukan Kristal, Agregasi dan Retensi

Nukleasi homogen adalah proses nukleasi dalam larutan murni. Nucleus adalah struktur kristal
paling awal yang tidak akan larut. Kecil inti tidak stabil, di bawah ambang batas ukuran kritis,
pembubaran kristal lebih difavoritkan daripada pertumbuhan Kristal. Inhibitor, seperti sitrat,
mendestabilisasi nukleus, sedangkan promotor menstabilkan inti dengan menyediakan suatu
permukaan yang mengakomodasi struktur kristal inti. Dalam urin, nucleus kristal terbentuk
melalui nukleasi heterogen dengan adsorpsi ke permukaan sel epitel yang ada, debris sel, atau
kristal lainnya

Inhibitor dan Promotor Pembentukan Kristal

Meskipun inhibitor telah diidentifikasi untuk oksalat kalsium dan fosfat kalsium, tidak ada
inhibitor spesifik diketahui yang mempengaruhi kristalisasi asam urat. Dengan menggunakan
metodologi yang berbeda, sitrat, magnesium, dan pirofosfat bersama menunjukkan peranan
sekitar 20% dari aktivitas penghambatan, dengan sitrat merupakan faktor yang paling penting.

Sitrat bertindak sebagai inhibitor dari kalsium oksalat dan kalsium fosfat melalui berbagai
aksi. Pertama, membentuk kompleks dengan kalsium, mengurangi ketersediaan ion kalsium
untuk berinteraksi dengan oksalat atau fosfat. Kedua, secara langsung menghambat pengendapan
spontan kalsium oksalat dan mencegah aglomerasi kristal kalsium oksalat. Meskipun memiliki
efek penghambatan terbatas terhadap pertumbuhan kristal kalsium oksalat, ia memiliki aktivitas
lebih poten dalam menghambat pembentukan kalsium fosfat. Terakhir, sitrat mencegah nukleasi
heterogen oksalat kalsium oleh monosodium urat

Aktivitas penghambatan magnesium berasal dari pembentukan kompleks dengan oksalat, yang
mengurangi konsentrasi ion oksalat dan kalsium oksalat tersaturasi. Selain itu, magnesium
mengurangi laju pertumbuhan kristal kalsium oksalat in vitro.

Polyanions, termasuk glukosaminoglikan, asam mukopolisakarida, dan RNA telah dibuktikan


menghambat nukleasi dan pertumbuhan kristal. Di antara glukosaminoglikan, heparin sulfat
paling kuat berinteraksi dengan kristal kalsium oksalat monohidrat

Dua glikoprotein urin, nephrocalcin dan Tamm -Horsfall glikoprotein, adalah inhibitor ampuh
agregasi kristal kalsium oksalat monohidrat. Tamm-Horsfall adalah protein yang paling banyak
ditemukan dalam urin dan inhibitor ampuh agregasi kristal kalsium oksalat monohidrat, tetapi
bukan inhibitor pertumbuhan.

Osteopontin telah dibuktikan menghambat nukleasi, pertumbuhan, dan agregasi kristal kalsium
oksalat serta mengurangi pengikatan kristal dengan sel epitel ginjal in vitro. Osteopontin dapat
menggantikan inhibitor kristalisasi kalsium oksalat yang bekerja sama dengan protein Tamm-
Horsfall untuk mencegah kristalisasi.

Terakhir, inter-α-tripsin adalah glikoprotein yang disintesis di hati yang terdiri dari tiga
polipeptida (dua rantai berat dan satu rantai ringan), dengan bikunin pada rantai ringan. Bikunin
adalah inhibitor kuat dari kristalisasi, agregasi, dan pertumbuhan kalsium oksalat in vitro.

Pathogenesis Batu Saluran Kemih


Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada system kalises ginjal atau buli-
buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises, divertikel, striktura, hyperplasia prostate
benigna, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan leadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.

Batu terdiri atas Kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic maupun anorganik
yang terlarut didalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable dalam
urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi ginjal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (inti nukleasi) yang
kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal
yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregasi Kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregasi Kristal menempel pada epitel
saluran kemih dan membentuk retensi Kristal, dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada
agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.

Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid didalam urin,
konsentrasi solute dalam urin, laju aliran urin dalam saluran kemih, atau adanya benda asing
didalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Gejala

Gejala yang dirasakan pasien dengan batu ginjal berupa sakit pada sudut CVA. Sakit berupa
pegal (akibat distensi parenkim dan kapsul ginjal), kolik (hiperkristalik otot polos pada kaliks
dan pelvis ginjal), rasa sakit tidak sebanding dengan bendungan yang terjadi tetapi tergantung
dari bendungan yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan. Nausea, muntah-muntah
disertai distensi abdomen juga dapat terjadi disebabkan oleh ileus paralitik. Selain itu, dapat pula
ditemukan hematuria makroskopik (5-10%) dan/atau hematuria mikroskopik (90%). Bila terjadi
infeksi makan penderita akan mengalami demam. Jika infeksi sudah membuat sepsis maka gejala
lain yang dapat ditemukan pada pasien yaitu menggigil dan apatis. Pada pemeriksaan fisik
biasanya tidak ditemukan kelainan. Terkadang ditemukan nyeri tekan, nyeri ketok pada sudut
CVA. Bila terjadi hidronefrosis dapat teraba adanya massa.
Laboratorium

Urin:

- pH > 7,6; biasanya ditemukan kuman urea splitting organism dapat terbentuk batu
magnesium amonium prostat.
- pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat (organik).
- Sedimen; sel darah merah meningkat (90%) ditemukan pada penderita dengan batu, bila
terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
- Biakan urin.
- CCT untuk melihat fungsi ginjal.
- Ekskresi Ca, fosfor, asam urat dalam urin 24 jam untuk melihat apakah terjadi
hipersekresi.
Darah:

- Hemoglobin; akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.


- Leukositosis terjadi karena infeksi.
- Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
- Ca, fosfor, dan asam urat.
Radiologis

- Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau
tidak.
- Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada keadaan ini dapat
dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila hasil
retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.
- Pada foto BNO, batu yang dapat dilihat disebut batu radioopak sedangkan batu yang
tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu menurut
densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat radiolusen; kalsium fosfat,
kalsium oksalat, magnesium amonium fosfat, sistin, asam urat, xantin.
- Ultrasonografi merupakan pemeriksaan non invasif yang sangat membantu, dapat dipakai
untuk melakukan antegrad pielografi.

DIAGNOSIS

Anamnesis

Pasien dengan batu saluran kemih memiliki keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa keluhan,
sakit pinggang ringan hingga kolik, disuria, hematuria, retensio urin, anuria. Keluhan ini dapat
disertai dengan penyulit berupa demam, dan tanda-tanda gagal ginjal.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien dengan batu saluran kemih tergantung pada lokasi batu dan penyulit
yang ditimbulkan
Pemeriksaan fisik umum: hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksaan fisik khusus urologi:
• Sudut kostovertebra: nyeri tekan, nyeri ketok, pembesaran ginjal
• Supra simfisis: nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
• Genitalia eksterna: teraba batu di uretra
• Colok dubur: teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan urin rutin untuk melihat eritrosituria, lekosituria, bakteriuria (nitrit), pH urin dan
kultur urin. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, lekosit, ureum dan kreatinin.
Pencitraan

Pemeriksaan rutin meliputi foto polos perut (KUB) dengan pemeriksaan ultrasonografi atau
intravenous pyelography (IVP) atau spiral CT.

Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan:


• Pielografi retrograde atau anterograd
• Scintigrafi

a. Intravena Pyelografi (IVP)


IVP merupakan gold standar dalam merekam nefrolitiasis secara simultan dan anatomi
uppertrack. Kalsifikasi ekstraosseus pada radiografi dapat dianggap kalkulus traktus
urinarius. Jika dilihat secara obelik dengan mudahnya dapat membedakan gallstones dari
renal kanalikulus kanan. Persiapan yang tidak baik seperti persiapan usus besar (bowel
preparation), meminum air dan teknisian yang kurang trampil memberikan hasil yang kurang
baik.
Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut :
o Dengan alergi kontras media
o Dengan level kreatinin serum > 200μmol/L (>2mg/dl)
o Dalam pengobatan metformin
o Dengan myelomatosis
Pada saat IVP, foto dilakukan pada menit ke-5, 15, 30 setelah pemberian kontras, setelah itu
pasien diminta buang air (miksi) dan dilakukan foto sekali lagi
Foto pada menit ke-5: berguna untuk menilai nefrogram, dan sistem pelvicocalices (PCS).
Foto pada menit ke-15: menilai PCS sampai dengan kedua ureter, jika ada sumbatan pada
saluran urinaria akan tampak ureter yang melebar (hidroureter)
Foto pada menit ke-30 berguna untuk menilai vesica urinaria, bentuk, dinding reguler atau
ireguler, dan adakah filling defect.
Foto post miksi : berguna untuk menilai Fungsi pengosongan vesika urinaria
b. Tomografi
Renal tomografi berguna untuk mengidentifikasi kalkulus di ginjal bila foto dengan
pandangan oblique masih tidak dapat menggambarkan batu dengan baik. Terutama bila
gambaran dengan IVP kurang jelas. Cara ini mungkin dapat membantu mengidentifikasi
opasifikasi kanalikuli yang sedikit, terutama jika terganggu oleh gas yang terdapat dalam
abdomen atau obesitas morbid yang pada konfensional ginjal–ureter-kandung kemih
(Kidney-ureter-blader) film suboptimal
c. KUB film dan Ultrasonografi langsung
KUB film dan Ultrasonografi langsung mungkin dapat seefektif IVP dalam mendiagnosis.
Tetapi sangat tergantung operator. Ureter distal sangatlah mudah untuk divisualisasikan
melalui acoustic window dengan kandung kemih yang penuh. Edema dan batu ginjal yang
kecil sehingga tidak terdeteksi dengan IVP mungkin terdeteksi dengan USG.
d. Retrograde Pyelografi
Retrograde Pyelografi biasanya digunakan untuk menggambarkan anatomi upper-tract dan
lokalisasi kalkulus kecil atau radioulsen.
e. CT-Scan
Jika diperlihatkan dengan individual CT-slide maka semua kalkulus urinari dapat terlihat.
Batu uretra yang kecil dapat terlewatkan dengan mudahnya antara image CT-scan. Oleh
karenanya CT-scan jarang digunakan dalam mengidentifikasi kalkulus kecil. Dalam gambar
pencitraan CT-scan kanaloikulus digambarkan sebagai warna putih terang seperti tulang.
Batu asam urat dan batu kalsium oksalat sulit untuk dibedakan.
f. Retrograde atau antegrade pyelography
Pielografi retrograde adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan cara memasukkan
kontras radioopak langsung melalui kateter ureter yang dimasukkan trans uretra. Sedangkan
foto pielografi antegrade adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan cara
memasukkan kontras radioopak melalui system kaliks ginjal.
g. Scintigraphy
Marker bifosfat dapat mengidentifikasi kalkuli sekecil apa pun yang sulit untuk diperlihatkan
dalam KUB film.

Batu Ginjal
Indikasi untuk melakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran, letak, dan bentuk batu.
Batu berukuran kurang dari 5 mm mempunyai kemungkinan keluar spontan 80%. Tindakan aktif
umumnya dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5 mm terutama bila disertai:
• Nyeri yang persisten meskipun dengan pemberian medikasi yang adekuat
• Obstruksi yang persisten dengan risiko kerusakan ginjal
• Infeksi traktus urinarius
• Risiko pionefrosis atau urosepsis
• Obstruksi bilateral

Penatalaksanaan Konservatif
• Penelitian secara random telah membuktikan diet protein hewani moderat memberi hasil
yang menguntungkan.
• Penelitian secara random menunjukkan manfaat pembatasan diet sodium baik pada
orang normal dan dengan riwayat batu.
• Hindari obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko independen untuk nefrolisiasis,
khususnya bagi perempuan. Pasien obes memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk batu
asam urat. Diet tinggi protein, dan rendah karbohidrat dapat meningkatkan risiko
pembentukan batu.
• Penghindaran diet kalsium sebenarnya meningkatkan risiko rekurensi batu.
• Suplemen kalsium mungkin paling aman dikonsumsi dengan makanan.
• Suplemen kalsium sitrat tampaknya merupakan suplemen yang baik karena terdapat
inhibitor sitrat.
• Menghindari diet oksalat berlebihan adalah wajar.
• Vitamin C dalam dosis besar dapat meningkatkan risiko rekurensi batu. Dosis mungkin
harus dibatasi sampai 2g/hari.

Rekomendasi Cairan
• Pasien harus diberi dorongan untuk mengkonsumsi cairan yang cukup untuk
menghasilkan 2 liter urin per hari.
• Kekerasan air tidak memainkan peran penting dalam risiko rekurensi batu.
• Air berkarbonasi dapat memberikan beberapa manfaat perlindungan.
• Soda yang diberi perasa dengan asam fosfat dapat meningkatkan risiko batu,
sedangkan soda dengan asam sitrat dapat menurunkan risiko.
• Jus jeruk (terutama jus lemon) dapat bermanfaat sebagai tambahan untuk pencegahan
batu.

Pedoman Penatalaksanaan Batu Cetak Ginjal/Staghorn

Tata laksana yang umum dalam penanganan batu ginjal

Di ruang emergensi meliputi:

- Diagnosis renal kolik, lihat apakah ada tanda obstruksi ataupun infeksi

- Obstruksi tanpa tanda-tanda infeksi dapat diterapi dengan analgesik dan bila terdapat
tanda-tanda infeksi tanpa tanda obstruksi dapat diberikan antibiotik

- Bila tidak terdapat tanda-tanda obstruksi maupun infeksi dapat diberikan analgesik dan
obat lain untuk memfasilitasi keluarnya batu yang diharapakan dapat keluar sendiri bila
diameternya kurang dari 5-6 mm.

- Bila tanda obstruksi dan tanda infeksi menyertai pasien, dekompresi saluran kemih
diperlukan dan konsultasikan dengan urologis.

- Pemberian hidrasi supranormal pada kolik renal masih kontroversial. Namun bila
terdapat tanda-tanda dehidrasi pada pasien maka rehidrasi adalah hal yang perlu untuk
dilakukan

- Hal terpenting bagi pasien adalah hilangnya nyeri yang dirasakan olehnya hal ini dapat
dicapai dengan pemberian analgesia narkotik parenteral ataupun NSAID.

o Morfin sulfat merupakan drug of choice untuk menghilangkan nyeri kolik renal
o NSAID satu-satunya yang dianjurkan di Amerika adalah ketorolac tromethamine

o Agen antiemetik seperti metoklopramida HCl dapat diberikan bila dibutuhkan

o Bila pemberian analgesia oral dapat ditoleransi maka kombinasi oral narkotik
bersama NSAID (acetaminofen) dan antiemetik merupakan managemen yang
poten untuk pasien rawat jalan.

- Perkembangan terkini dalam merawat pasien rawat jalan adalah dengan mengaplikasikan
MET (medical ekspulsif therapy) aktif, beberapa regimen yang sering dipakai adalah
prednisone (kortikosteroid), nifedipin (kalsium channel blocker), terazosin (alpha-
blockers). Pengaplikasian MET diasosiasikan dengan berkurangnya nyeri, peningkatan
insidensi keluarnya batu, pengurangan kebutuhan pembedahan, dan peningkatan hasil
Extracorporeal shockwave Lipthotripsy (ESWL). Hasil ini terlihat lebih baik bila MET
dikombinasikan dengan analgetik.

Pengobatan jangka panjang dari batu ginjal yang mengandung kalsium

- Batu ginjal yang mengadung kalsium pada sebagian besarnya tidak dapat diuraikan
dengan obat yang ada sekarang, namun pemberian obat-obatan sangan berpengaruh
dalam kemoprofilkasis terbenntuknya batu ginjal kembali

- Terapi profilaksis meliputi limitasi komponen dalam diet, penambahan agen inhibitor
pembentukan batu, pengikat kalsium di intestinal dan lebih penting lagi asupan cairan
yang cukup

- Tanpa pengobatan medis, kira-kira lebih dari setengah pasien dengan riwayat batu ginjal
akan kambuh dalam waktu lima tahun. Pasien dengan batu ginjal, riwayat batu ginjal,
riwayat keluarga dengan batu ginjal, infeksi saluran kemih kronis adalah pasien yang
berisiko tinggi untuk mengalami kejadian kembali batu ginjal dan sebaiknya melakukan
evaluasi metabolik dan melakukan perubahan gaya hidup seperti meminum cukup banyak
air untuk memproduksi sedikitnya 2 L urin, membatasi asupan protein dan garam juga
vitamin C. Namun dalam diet kita tidak harus mengurangi konsumsi kalsium karena
beberapa studi riset menyatakan diet tinggi kalsium mengurangi risiko pembentukan batu
ginjal.
- Pemeriksaan metabolik yang diperlukan meliputi pemeriksaan radiologis, IVP atau CT
Scan, pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik, urinalisis dan kultur urin. Pasien dengan
risiko tinggi batu ginjal sebaiknya dieksplorasi lebih jauh meliputi pemeriksaan urin 24
jam untuk mencari koleksi kalsium, oksalat, magnesium, fosforus, asam uric dan
kreatinin. Berdasarkan kelainan metabolik yang spesifik, terapi langsung dapat diberikan.
Pasien dengan nilai kalsium urin yang normal dapat diberikan Potassium sitrat, yang
bertindak sebagai inhibitor pembentukan batu di urin. Diuretik Thiazid diberikan untuk
mengurangi konsentrasi kalsium di urin pada pasien dengan peningkatan nilai kalsium
urin.

Pengobatan melalui pembedahan

Indikasi utama dilakukannya pembedahan adalah nyeri, infeksi dan obstruksi. Kontraindikasi
pembedahan meliputi infeksi aktif yang belum ditangani, pendarahan yang belum diatasi dan
kehamilan (bukan kontraindikasi absolut). Kontraindikasi spesifik bergantung pada modalitas
pembedahan sepertinya hindari ESWL pada wanita hamil dan obstruksi yang terletak distal pada
kalkulus. Pembedahan dapat dilakukan dengan melakukan operasi terbuka, operasi endoskopi
atau ESWL (non invasif).

- Operasi terbuka dapat dilakukan pada batu ginjal, batu ureter dan batu buli-buli.

- Operasi endoskopik dapat dilakukan pada batu ginjal (PCN), batu ureter, batu buli-buli,
dan batu uretra, dengan melakukan litotripsi.

- ESWL (Extra Corporeal Shockwave Lithotripsy) adalah metode yang paling tidak invasif
dengan prinsip penggunaan gelombang untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-
fragmen yang lebih kecil dapat dapat keluar dengan sendirinya.

Batu yang dikeluarkan perlu dianalisa untuk menentukan pengobatan dan pencegahan untuk
menghindari pembentukan batu residif.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien perempuan 62 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri bagian belakang sejak 1
bulan SMRS. Sejak 1 bulan sebelum dirawat di RS, pasien merasakan nyeri di pinggang kanan.
Nyeri muncul mendadak, dirasakan seperti ditusuk, hilang timbul, dan menjalar ke perut. Saat
kesakitan pasien merasa mual, dan muntah sebanyak 3 kali. Pasien juga sedikit berkeringat. Saat
buang air kecil terasa nyeri terutama pada bagian perut, air seni tidak keruh, aliran air seni
lancar, tidak bercabang, dan tidak pernah berhenti secara tiba-tiba. Pasien mengatakan pernah
keluar batu saat buang air kecil pad atahun 1998. Pasien mengatakan sehari-hari hanya minum
sekitar 1 liter air putih. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obat tertentu. Tidak terdapat riwayat
demam, gangguan buang air besar, maupun trauma pada punggung dan abdomen.
Nyeri yang dialami oleh pasien dapat disebabkan adanya gangguan pada organ-organ antara lain
kolon proksimal, ginjal, ureter, dan testis. Nyeri pada lokasi yang ditunjuk pasien dapat pula
merupakan nyeri somatik yang disebabkan oleh rangsangan pada organ-organ seperti kolon,
adneksa, ureter , aorta, maupun ginjal.
Etiologi kelainan pada pasien ini dapat dipikirkan berasal dari sistem muskuloskeletal,
gastrointestinal, urogenital, vaskular, neurologi, kulit dan psikogenik. Etiologi dari sistem
gastrointestinal dapat disingkirkan dengan tidak ada demam, riwayat buang air besar yang
normal, lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah yang tidak menjalar, tidak terdapat riwayat
kembung, dan kram perut.. Etiologi dari sistem vaskular seperti aneurisma dapat disingkirkan
dengan tidak terdapat nyeri seperti tembus ke arah punggung, keadaan hemodinamik yang stabil,
dan tidak terdapat bruit pada auskultasi abdomen. Etiologi dari sistem neurologi dan kulit dapat
disingkirkan dengan tidak terdapat keluhan nyeri menjalar, rasa baal, kesemutan, ataupun nyeri
pada satu dermatom disertai timbulnya tonjolan-tonjolan kecil berair.

Kelainan pada sistem urogenital yang dapat menyebabkan keluhan seperti yang dirasakan pasien
antara lain dapat disebabkan oleh adanya batu, keganasan, infeksi, atau trauma. Riwayat trauma
pada abdomen dan punggung disangkal sehingga etiologi trauma dapat disingkirkan. Riwayat
demam dan gangguan berkemih seperti disuria ataupun kencing berwarna keruh disangkal, yang
sedikit menurunkan kecurigaan terhadap infeksi namun perlu dibuktikan lebih lanjut dengan
pemeriksaan laboratorium. Etiologi keganasan dinilai dengan menanyakan trias klasik keganasan
ginjal yaitu hematuria makroskopis, nyeri pinggang, dan massa. Pasien memiliki riwayat kencing
berwarna kemerahan namun adanya benjolan disangkal oleh pasien. Hematuria yang terjadi juga
masih bisa disebabkan oleh perlukaan dari batu saat terjadi kolik. Penurunan berat badan drastis
disangkal oleh pasien, nafsu makan pasien baik, dan status gizi pasien juga baik. Karakteristik
nyeri pinggang juga muncul tiba-tiba tidak seperti nyeri pada keganasan ginjal yang timbul
secara gradual karena peregangan kapsul ginjal. Selain itu pasien memiliki riwayat keluar batu
ketika berkemih pada tahun 1998 yang semakin mengarahkan diagnosis ke arah batu saluran
kemih.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan peninjang diagnosis kerja yang paling mungkin
pada kasus ini adalah adanya batu ginjal kanan, dengan working diagnosis batu cetak ginjal
dekstra dengan batu multipel kaliks ginjal dekstra

Pasien direncanakan menjalani tatalaksana berupa PCNL. Pemilihan PCNL karena pada
penatalaksanaan batu staghorn terapi yang terbaik adalah PCNL dengan free stone rate paling
tinggi bila dibandingkan ESWL maupun kombinasi PCNL dan ESWL.

Faktor risiko yang dimiliki pasien adalah adanya riwayat kencing batu 12 tahun yang lalu dan
konsumsi minum yang kurang sehingga untuk mencegah rekurensi pasien harus diedukasi agar
masukan cairan sebaiknya adalah 2,5 liter per hari dengan target diuresis 2 liter per hari dan IWL
kira-kira 0,5 liter. Selanjutnya juga perlu dilakukan pengaturan diet dengan tidak mengurangi
konsumsi makanan yang mengandung kalsium, namun konsumsi sebaiknya dilakukan sambil
mengkonsumsi makanan. Selain itu disarankan teratur minum atau makan buah-buahan yang
banyak mengandung sitrat seperti lemon atau jeruk.

Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena tidak ada hal yang mengancam nyawa.
Secara ad functionam, prognosis pasien ini adalah dubia bonam. Dari pemeriksaan BNO IVP
post PCNL didapatkan bahwa fungsi ekskresi ginjal kanan dan fungsi ekskresi ginjal kiri dan
kanan masih baik. Sedangkan prognosis ad sanactionam pada pasien ini adalah dubia ad bonam.
Pasien memiliki faktor risiko terhadap rekurensi pembentukan batu namun kekambuhan dapat
dicegah jika pasien mampu melaksanakan edukasi yang diberikan seperti minum minimal 2,5
liter per hari, rajin berolahraga dan mengatur dietnya.
Sumber Pustaka

1. Purnomo, B. Basuki. Dasar-dasar urologi ed 2. Jakarta: Penerbit CV. Segung Seto. 2003:
halaman 57-65.
2. Belldegrun A. Urology. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter
JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s manual of surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill;
2006.
3. Campbell and Walsh. Urinalithiasis and Endourology. In : Alan J Wein LRK, Andrew C
Novick, Alan W Partin, Craig W Peters, editor. Campbell Walsh Urology. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2007.
4. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Guidelines Penatalaksanaan Penyakit Batu Saluran Kemih
2007. Jakarta; 2007.
5. Sjamsuhidajat and Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2004. Jakarta. EGC

You might also like